Anda di halaman 1dari 133

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA Ny.

M
DENGAN TEKNIK RELAKSASI BENSON TERHADAP
PENURUNAN NYERI POST OPERASI SECTIO
CAESAREA DIRUANGAN AN-NISSA
RUMAH SAKIT IBNU SINA
PADANG

KEPERAWATAN MATERNITAS

OLEH

Sindy Lidya, S.Kep


2114901044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2022
ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA Ny.M
DENGAN TEKNIK RELAKSASI BENSON TERHADAP
PENURUNAN NYERI POST OPERASI SECTIO
CAESAREA DIRUANGAN AN-NISSA
RUMAH SAKIT IBNU SINA
PADANG

KEPERAWATAN MATERNITAS

LAPORAN ILMIAH AKHIR


Untuk Memproleh Gelar Ners
Pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners
STIKES Alifah Padang

Sindy Lidya, S.Kep


2114901044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2022
i
ii
iii
RINGKASAN EKSLUSIF

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG


Elektif, Agustus 2022
Sindy Lidya, S. Kep

Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Ny. M Dengan Teknik Relaksasi


Benson Terhadap Penurunan Nyeri Post Operasi Sectio Caesarea Diruangan
An-Nissa Rumah Sakit Ibnu Sina Padang.

Xii + 105 Halaman + 5 Tabel + 7 Gambar + 2 Lampiran

RINGKASAN EKSLUSIF

Data Riskesdas tahun 2018 di Indonesia menunjukkan persalinan pada usia


10-54 tahun mencapai 78,73% dengan angka kelahiran menggunakan metode
Sectio caesaarea. Berdasarkan hasil observasi diruang An-Nissa Rumah Sakit
ibnu sina padang pada tanggal 10 November 2022 didapatkan jumlah ibu yang
melakukan persalinan pada bulan Agustus sampai November 2021 sebanyak 82
orang. Persalinan dengan metode SC sebanyak 71 orang (87%) dan dengan
persalinan normal sebanyak 11 orang (13%). Relaksasi Benson dalam
menurunkan intensitas nyeri pasien pasien post SC. Tujuan karya ilmiah akhir ini
untuk meternitas aplikasikan asuhan keperawatan maternitas tentang pemberian
teknik relaksasi benson untuk menurunkan intensitas nyeri pasien post sectio
caesarea.
Berdasarkan pengkajian klien mengeluh nyeri pada abdomen post SC
seperti ditusuk-tusuk, klien sulit untuk bangun dari tempat tidur karena lemas, dan
klien cemas dengan luka jahitannya. Saat observasi klien tampak meringis
kesakitan, P : Nyeri karena adanya luka post op SC, Q: Nyeri seperti tertusuk-
tusuk, R: Nyeri pada daerah jahitan, S: Skala nyeri 6, T: Nyeri saat bergerak.
Keadaan umum klien lemah dengan TD 128/69 mmHg, nadi 87x/menit,
pe n f n x meni h C.
Diagnosa yang diangkat dari kasus adalah nyeri akut berhubungan dengan
agen pencedera fisik (post SC), gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri Post operasi, dan resiko infeksi berhubungan dengan integritas kulit.
Intervensi dan implementasi yang dilakukan dalam studi kasus ini sesuai dengan
SDKI, SLKI dan SIKI. Salah satu implementasi yang dilakukan terkait Evidance
Based Nursing (EBN) dengan menerapkan terapi teknik relaksasi benson.
Berdasarkan hasil evaluasi dari Tindakan keperawatan yang telah
dilakukan dapat disimpulkan teknik relaksasi benson dapat menurun skala nyeri
post Operasi sectio caesarea. Tidak hanya menggunakan obat-obatan
farmakologi, pemberian teknik relaksasi benson merupakan salah satu alternatif
untuk mengurangi nyeri. Untuk itu diharapkan bagi perawat dan keluarga agar
dapat menerapkan teknik relaksasi Beson.
Kata Kunci : Sectio Caesarea, Nyeri, Teknik Relaksasi Benson
Daftar Bacaan : (2010-2021)

iv
SUMMARY EXCLUSIVE

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

Elektif, August 2022

Sindy Lidya, S. Kep

Maternity Nursing Care for Mrs. M With the Effect of Benson's Relaxation
Technique on Reducing Pain Post Surgery Sectio Caesarea in the An-Nissa Room,
Ibnu Sina Hospital, Padang.

Xii + 105 pages + 5 tables + 7 pictures + 2 appendices

SUMMARY EXCLUSIVE

Riskesdas data in 2018 in Indonesia showed that deliveries at the age of


10-54 years reached 78.73% with the birth rate using the Sectio caesarea method.
Based on the results of observations in the An-Nissa room at the Ibn Sina Padang
Hospital on November 10, 2022, it was found that the number of mothers who
gave birth from August to November 2021 was 82 people. Delivery by SC method
as many as 71 people (87%) and with normal delivery as many as 11 people
(13%). Benson relaxation in reducing pain intensity in post SC patients. The
purpose of this scientific thesis is to apply maternity nursing care about giving
Benson relaxation techniques to reduce the pain intensity of post sectio caesarea
patients.
Based on the assessment, the client complains of pain in the abdomen post
SC like being stabbed, the client is difficult to get out of bed because of weakness,
and the client is anxious about the stitches. When observing the client, he
grimaced in pain, P: Pain due to a post-op SC wound, Q: Pain like stabbing, R:
Pain in the suture area, S: Pain scale 6, T: Pain when moving. The client's
general condition is weak with BP 128/69 mmHg, pulse 87x/minute, breathing
21x/minute, temperature 38.4 0C.
The diagnosis taken from the case was Acute pain related to Physical
Injuring Agent, Impaired Physical Mobility b.d Post operation Pain, and risk of
infection related to skin integrity. The interventions and implementations carried
out in this case study are in accordance with the IDHS, SLKI and SIKI. One of the
implementations is related to Evidence Based Nursing (EBN) by applying Benson
relaxation technique therapy.
Based on the results of the evaluation of the nursing actions that have been
carried out, it can be concluded that the Benson relaxation technique can
decrease the postoperative pain scale of sectio caesarea. Not only using
pharmacological drugs, giving Benson relaxation techniques is an alternative to
reduce pain. For this reason, it is hoped that families can apply the Beson
relaxation technique.
Keywords: Sectio Caesarea, Pain, Benson Relaxation Technique
Reading List : (2010-2021)

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Pribadi
Nama : Sindy lidya
Tempat Lahir : Padang
Tanggal Lahir : 01 April 1999
Agama : Islam
Anak ke : 1 ( pertama)
Jumlah Bersaudara : 3 (tiga)
Daerah Asal : Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Kecematan lengayang, tarok lakitan
Identitas Orang Tua
Nama Ayah : Katminto
Nama Ibu : Suhartati
Pekerjaan : Petani
Riwayat Pendidikan
2005 – 2011 : SD Negeri 26 Tarok
2011 – 2014 : SMP Negeri 3 Lengayang
2014 – 2017 : SMA Negeri 9 Merangin
2017– 2021 : S1 Keperawatan STIKes Alifah Padang

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadiran Allah SWT yang telah

memberikan petunjuk dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah deng n j d l “Asuhan keperawatan maternitas pada Ny. M

dengan teknik relaksasi benson terhadap penurunan nyeri post operasi sectio

caesarea Diruangan An-Ni R m h S ki Ibn Sin P d ng T h n 0 ” Karya

Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan profesi ners STIKes Alifah Padang.

Proses pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis tidak terlepas dari

kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, bantuan dan penjelasan dari

berbagai pihak akhirnya Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ns. Rischa Hamdanesti, S. Kep, M. Kep yang telah bersedia

mengarahkan, membimbing dan memberi masukan kepada penulis dengan

penuh perhatian dan kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan

Karya Tulis ilmiah ini.

2. Ibu Dr. Ns. Asmawati, S. Kep, M. Kep selaku Ketua STIKes Alifah

Padang.

3. Ibu Ns. Amelia Susanti, S. Kep, M. Kep, Sp. Kep. J selaku ketua program

Studi Profesi Ners STIKes Alifah Padang.

4. Ibu Wewed Amd.Keb selaku kepala ruangan di ruang An-nissa di Rumah

Sakit Ibnu Sina Padang.

vii
5. Ny. M beserta keluarga sebagai pasien kelolaan yang telah meluangkan

waktu dan berpartisipasi dalam penyusunan Karya Ilmiah ini.

6. Orang tua yang selalu mendoakan dan menjadi penyemangat bagi penulis,

serta memenuhi segala kebutuhan baik moril maupun materil.

7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Profesi Ners STIKes Alifah

Padang yang telah memberikan motivasi dan dorongan serta sumbangan

ide dan pikiran kepada penulis dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa Karya tulis ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Hal ini bukanlah suatu kesengajaaan melainkan karena

keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis, untuk itu dengan segala kerendahan

hati penulis menerima masukan, kritikan, dan saran demi kesempurnaan di masa

yang akan datang.

Padang, Oktober 2022

Penulis

viii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar Konsultasi

2. Dokumentasi

3. Artikel

ix
DAFTAR ISI

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ...............................................................i


PERSETUJUAN LAPORAN ILMIAH AKHIR ............................................ii
RINGKASAN EKSLUSIF ...............................................................................iii
SUMMARY EXCLUSIVE ...............................................................................iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .........................................................................v
KATA PENGANTAR .......................................................................................vi
DAFTAR ISI .....................................................................................................viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................x
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................5
C. Tujuan ..................................................................................................5
D. Manfaat Penelitian ...............................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Sectio Caesarea (SC) ...............................................................9
B. Konsep nyeri ........................................................................................28
C. Konsep Teori Relaksasi Benson ...........................................................47
D. Asuhan Keperawatan Teoritis ..............................................................50
E. Evidence Based Practice Sebagai Upaya Menurunkan Skala Nyeri ....66
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian ............................................................................................72
B. Analisa data .........................................................................................80
C. Diagnosa Keperawatan ........................................................................80
D. Intervensi Keperawatan .......................................................................82
E. Catatan Perkembangan ........................................................................86
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian ............................................................................................95
B. Diagnosa Keperawatan .................................................................................. 97

x
C. Intervensi keperawatan ........................................................................100
D. Implementasi .........................................................................................103
E. Evaluasi ................................................................................................105

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................107
B. Saran ........................................................................................................109
DAFTAR PUSTAKA

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan.......................................................................60


Tabel 2.2 Data Penunjang ...................................................................................79
Tabel 2.3 Analisa Data ........................................................................................80
Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan.......................................................................82
Tabel 2.5 Catatan Perkembangan ........................................................................86

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1: Organ Reproduksi Eksterna Pada Wanita ......................................13


Gambar 1.2 : Organ Reproduksi Interna Pada Wanita ........................................16
Gambar 1.3 posisi luka operasi Sectio caesarea .................................................21
Gambar 2.1 Skala Nyeri Visual Analog Scale (VAS) .........................................37
Gambar 2.2 Skala Nyeri Verbal Rating Scale .....................................................37
Gambar 2.3 Skala Nyeri Numeric Rating Scale (NRS........................................38
Gambar 2.4 Skala Nyeri Wong Baker Pain Rating Scale ...................................38

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan adalah suatu proses mendorong keluar hasil konsepsi (janin,

plasenta dan ketuban) dari dalam rahim lewat jalan lahir atau dengan jalan

lain (Reeder, 2012). Sectio Caesarea (SC) merupakan suatu tindakan

pengeluaran janin dan plesenta melalui tindakan insisi pada dinding perut dan

dinding rahim dalam keadaan utuh. Nyeri pasca operasi apabila tidak ditangani

akan menimbulkan reaksi fisik dan psikologi pada ibu post partum sehingga

perlu adanya cara untuk mengontrol nyeri salah satunya dengan terapi

nonfarmakologi teknik relaksasi benson (Astutiningrum & Fitriyah, 2019).

Word Health Organization (WHO) menetapkan standar rata-rata sectio

caesarea di amsing-masing negara adalah sekitar 5-15% per 1000 kelahiran di

dunia. Rumah sakit pemerintah 11% dan rumah sakit swasta lebih dari 30%.

Peningkatan persalinan dengan sectio caesarea di seluruh negara selama tahun

2007-2008 yaitu 110.000 perkelahiran di seluruh Asia. Menurut WHO

prevalensia sectio caesarea meningkat 46% di Cina dan 25% di Asia, Eropa

dan Amerika latin (Sumaryatiet al., 2018). Data riset kesehatan dasar

(Riskesdas) 2018 di indonesia menunjukkan persalinan pada usia 10-54 tahun

mencapai 78,73% dengan angka kelahiran menggunakan metode sectio

caesarea sebanyak 17,6% (Riskesdas,2018). Kemenkes RI, 2017 Rata- rata

pasien post sectio caesarea mengalami nyeri, tampak meringis kesakitan,

gelisah dan kadang mengalami stres rasa nyeri merupakan salah satu

ketidaknyamanan yang disebabkan oleh peregangan abdomen dan luka insisi

14
15

yang sering dialami pada ibu post sectio caesarea (SC). Di Sumatera Barat

(23,1%) dimana angka tersebut hampir mendekati batas maksimal standar

Berdasarkan data Rekam Medis dari RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi

pada bulan Januari sampai dengan Desember 2018 jumlah ibu yang melakukan

SC melalui jalur rujukan dari rumah sakit lain, bidan, puskesmas serta faskes

lainnya berjumlah 94 orang, meninggal 1 orang dan melalui jalur non rujukan

sebanyak 375 orang.

Nyeri post sectio caesarea dapast diatasi menggunakan terapi farmakologis

maupun non farmakologis. Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologis

antara lain menggunakan sentuhan afektif, sentuhan terapeutik, akupresur,

relaksasi, terapi musik, teknik imajinasi, istraksi, hipnosis, kompres dingin atau

kompres hangat, stimulasi/messagekutaneus, TENS (Transcutaneous Electrical

Nervestimulation) dan relaksasi Benson (Morita, Amelia and Putri, 2020).

Terapi nonfarmakologi relaksasi benson bertujuan untuk menigkatkan

kemampuan teloransi pasien terhadap nyeri. Relaksasi benson adalah suatu

teknik relaksasi yang digabungkan dengan keyakinan agama seseorang untuk

mengurangi nyeri pada pasien post sectio caesarea. Pengalihan nyeri dengan

menekankan kepada pasien untuk menyadari tentang keberadaan dirinyadan

ketidakberdayaan yang dirasakan sekarang adalah atas seizin dan dengan

bantuan serta petunjuk dari yang maha kuasa. Hasil penelitian Kriscillia pada

tahun 2020 menyatakan terdapat pengaruh pada penurunan nyeri setelah

diberikan intervensi teknik relaksasi Benson untuk meengurangi nyeri pada

pasien post sectio caesarea (Kriscillia, 2020).


16

Relaksasi benson merupakan relaksasi menggunakan teknik pernapasan yang

baisa digunakan di rumah sakit pada pasien yang mengalami nyeri. Dan pada

relaksasi ada penambahan unsur keyakinan dalam bentuk kata-kata, kelebihan

dari latihan teknik relaksasi dibandingkan teknik lainnyaadalah lebih mudah

dilakukan dan tidak ada efek samping apapun (Solehati & Kosasih, 2015).

Pelatihan relaksasi Benson cukup efektif untuk memunculkan keadaan

tenang dan rileks. Selanjutnya otot-otot tubuh yang rilaks menimbulkan dimana

gelombang otak mulai melambat akhirnya membuat seseorang dapat istirahat

dengan tenang. Aliran darah akan lancar, neurotransmitter penenang akan

dilepaskan dan sistem syaraf akan bekerja secara baik Keuntungan dari

relaksasi Benson selain mendapatkan manfaat dari relaksasi juga mendapatkan

kemanfaatan dari penggunaan keyakinan seperti menambah keimanan, dan

kemungkinan akan mendapatkan pengalaman-pengalaman transendensi

(Astutiningrum & Fitriyah, 2019)

Berdasarkan analisis tindakan keperawatan terhadap pasien dengan

diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post

SC) , setelah dilakukan terapi non farmakologi relaksasi benson selama 3 hari

pasien mengalami penurunan tingkat nyeri dalam pemberian terapi selama 10-

15 menit dengan frekuensi 3x/hari selama 2 hari setiap nyeri datang (Diah

Astutiningrum & Fitriyah 2019).

Menurut penelitian (Fahmi & Iriantono, 2019) y ng be j d l “Peng h

Pemberian Teknik Relaksasi Benson Terhadap Intensitas Nyeri Pasien Post

Sectio C e e ” d i h il peneli i n e eb did p k n nil i ρ v l e ebe

0 000 d i nil i α ebe ≤ 0.05 m k H di e im y ng be i d peng h


17

penurunan intensitas nyeri setelah diberikan teknik relaksasi benson

Kesimpulan menunjukkan ada pengaruh yang signifikan pada pemberian

teknik relaksasi benson terhadap penurunan intensitas nyeri pasien post section

caesarea.

Menurut penelitian (Fithriana, Firdiyanti and Zilfiana, 2018) yang berjudul

“Peng h eknik el k i Benson Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien

Post Oper i Sec io C e e ” d i peneli i n e eb did p k n h il K en

nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima yaitu

ada pengaruh Relaksasi Benson terhadap penurunan nyeri post operasi sectio

caesarea. Pada kelompok eksperimen sebelum diberikan teknik Relaksasi

Benson sebagian besar responden mengalami nyeri pada skala 3 berjumlah 5

orang (33,3%) dan pada kelompok kontrol sebagian besar responden

mengalami nyeri pada skala 3 berjumlah 4 orang (26,7%).

Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti di RSI Ibnu Sina

Padang Ruangan An-Nissa didapatkan jumlah pasien yang melakukan

persalinan pada bulan Agustus sampai November 2021 sebanyak 82 orang.

Persalinan dengan operasi Sectio Caesarea sebanyak 71 orang (87%) dan

persalinan normal sebanyak 11 orang (13%). Didapatkan data bahwa 45 orang

skala nyeri 4, 16 orang dengan skala nyeri 5 dan 10 orang dengan skala nyeri

6 termasuk Ny. M. Klien hanya berbaring di tempat tidur, tampak tidur,

tampak merasakan nyeri setelah post operasi, kebutuhan di bantu oleh perawat

dan keluarga, Ny. M mengatakan ada diajarkan cara mengatasi nyeri dengan

cara teknik tarik napas dalam dan belum pernah mendengar relaksasi benson.
18

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas diruangan An-Nissa

didapatkan bahwa belum ada diterapkan teknik relaksasi benson. Dari hasil

observasi dan wawancara di atas maka penulis tertarik untuk melakukan

intervensi tentang pemberian teknik relaksasi benson untuk mengatasi nyeri

post op SC pada Ny. M.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik menyusun karya tulis

ilmi h “Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Ny. M Dengan teknik relaksasi

benson terhadap penurunan nyeri post operasi sectio caesarea Diruangan An-

Ni R m h S ki ibn Sin P d ng h n 0 ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yaitu,

Bagaimana Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Ny. M Dengan Teknik

Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Nyeri Post Operasi Sectio Caesarea

Diruangan An-Nissa Rumah Sakit ibnu Sina Padang pada tahun 2022.

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Mahasiswa mampu melakukan Asuhan keperawatan pada Ny. M dengan

teknik relaksasi benson terhadap penurunan nyeri post operasi sectio

caesarea Diruangan An-Nissa Rumah Sakit ibnu Sina Padang pada tahun

2022.

2. Tujuan khusus
19

a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Ny. M dengan teknik

relaksasi benson terhadap penurunan nyeri post operasi sectio caesarea

Diruangan An-Nissa Rumah Sakit ibnu Sina Padang Tahun 2022.

b. Mampu merumuskan diagnosa pada Ny. M dengan teknik relaksasi

benson terhadap penurunan nyeri post operasi sectio caesarea Diruangan

An-Nissa Rumah Sakit ibnu Sina Padang Tahun 2022.

c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada Ny. M dengan teknik

relaksasi benson terhadap penurunan nyeri post operasi sectio caesarea

Diruangan An-Nissa Rumah Sakit ibnu Sina Padang Tahun 2022.

d. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny. M dengan

teknik relaksasi benson terhadap penurunan nyeri post operasi sectio

caesarea Diruangan An-Nissa Rumah Sakit ibnu Sina Padang Tahun

2022.

e. Mempu melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada Ny. M teknik

relaksasi benson terhadap penurunan nyeri post operasi sectio caesarea

Diruangan An-Nissa Rumah Sakit ibnu Sina Padang Tahun 2022.

f. Mampu mendokumentasikan hasil keperawatan teknik relaksasi benson

terhadap penurunan nyeri post operasi sectio caesarea Diruangan An-

Nissa Rumah Sakit ibnu Sina Padang Tahun 2022.

D. Manfaat Penulisan

1. Teoritis

a. Bagi pasien dan keluarga


20

Sebagai bahan informasi dan masukan dalam rangka meningkatkan

pengetahuan mengenai penerapan relaksasi benson terhadap nyeri post

sectio caesarea

b. Bagi peneliti

Menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan kompetensi dalam

melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien post sectio caesarea

dengan penerapan teknik relaksasi benson.

c. Bagi peneliti berikutnya

Sebagai pedoman bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang

berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien post sectio caesarea.

2. Praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Bisa menjadi bahan masukan dalam hal melakukan asuhan keperawatan

pada pasien post sectio caesarea dengan penerapan relaksasi benson

terhadap nyeri khususnya bagi perawat dan tenaga kesehatan lainnya.

b. Bagi Stikes Alifah

Sebagai bahan pertimbangan atau bahan bacaan di perpustakaan sehingga

dapat memberikan perbandingan bagi mahasiswa penelitian keperawatan

selanjutnya.
21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Sectio Caesarea (SC)

1. Pengertian Post Sectio Caesarea

Sectio caesarea adalah persalinan buatan, dengan cara melakukan

sayatan sepanjang 10-15 cm di dinding perut dan dinding rahim. Sectio

caesraea dilakukan dengan rahim dalam keadaan utuh dan berat janin lebih

dari 500 gram (Sarwono, 2015).

Sectio caesarea (SC) merupakan suatu tindakan pengeluaran janin dan

plesenta melalui tindakan insisi pada dinding perut dan dinding rahim dalam

keadaan utuh. Nyeri pasca operasi apabila tidak ditangani akan

menimbulkan reaksi fisik dan psikologi pada ibu post partum sehingga perlu

adanya cara untuk mengontrol nyeri salah satunya dengan terapi

nonfarmakologi teknik relaksasi benson (Astutiningrum & Fitriyah, 2019).

2. Etiologi

Menurut Falentina (2019), penyebab sectio caesarea sebagai berikut:

a. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)

Chepalo pelvik disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu

tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan

ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul

merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul

yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir

secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul


22

patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan

alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis

tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan

ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung

disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah

perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab

kematian maternal dan perinatal paling penting. Karena itu diagnosa dini

amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak

berlanjut menjadi eklamsi.

c. KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar

ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan

dibawah 36 minggu. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum

proses persalinan berlangsung Ketuban pecah dini merupakan masalah

penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran premature

dan terjadinya infeksi khoriokarsinoma sampai sepsis, yang

meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan

infeksi ibu. Ketuban pecah dini disebebkan oleh berkurangnya kekuatan

membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine. Berkurangnya

kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal

dari vagina dan serviks.


23

d. Bayi kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Caesarea. Hal ini karena

kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi

daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat

mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk

dilahirkan secara normal.

e. Faktor hambatan jalan lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak

memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor, dan kelainan bawaan

pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernapas.

f. Kelainan letak janin

1. Kelainan pada letak kepala

a) Letak kepala tengadah

Bagaian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam

teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul,

kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan

panggul.

b) Presentasi muka

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang

terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira

0,27-0,5 %.

c) Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi. Dahi berada pada posisi

terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya


24

dengan sendirinya akan menjadi letak muka atau letak belakang

kepala.

2. Letak sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang

dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibagian bawah

kavum uteri dikenal beberapa jenis sungsang, yakni presentasi

bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki

tidak sempurna dan presentasi kaki.

3. Patofisiologi Sectio Caesarea

Kondisi yang menybabkan perlu adanya tindakan pembedahan

persalinan karena adanya kendala pada tahapan melahirkan yang

menyebabkan bayi lahir tidak normal. Seperti panggul sempit, plasenta

previa, pertus lama dan partus tak maju, pre eklamsi dan lain-lain.

Selain tindakan pembiusan proses pembedahan dilakukan tindakan

perlukaan terhadap dinding abdoment/luka operasi dimana terputusnya

jaringan yang merasangkan area sensorik menyebabkan gangguan rasa

nyaman nyeri. Apabila jaringan terbuka dengan proteksi kurang akan

menyebabkan masalah resiko infeksi.

Pasein setelah melahirkan atau masa nifas akan mengalami: gangguan

eliminasi yang disebabakan penurunan sensivitas dan sensasi kandung kemi

akibat edema dan memar di uretra diawali distensi kandunng kemih,

kemudian pasien juga mengalami perunbahan psikologis karena

penambahan anggota baru dan menyebabkan masalah gangguan pola tidur.


25

Pada nifas hormon estrogen dan progesteron akan mengalami

penurunan sehingga kontraksi uterus mengalami involusi adekuat dan tidak

adekuat, involusi yang tidak adekuat akan menyebabkan perdarahan, Hb

turun, suplai O2 menjadi kurang terjadinya kelemahan sehinngga

menimbulkan masalah defisit perawatan diri. Akibat dari perdarahan yang

banyak bisa mengakibatkan tubuh kekurangan velume cairan dan elektrolit

sehingga terjadinya resiko syok hipovolemik.

Penurunan hormon estrogen dan progesteron dapat merangsang

pertumbuhan kelenjer susu dan peningkatan hormon prolaktin yang

merangsang laktasi oksitosin menyebabkan pengeluaran ASI yang efektif

dapat memenuhi nnutrisi bayi sementara pengeluaran ASI yang tidak efektif

disebabkan kurangnya informasi, defisiensi pengetahuan tentang perawatan

payudara sehingga payudara menjadi bengkak dan mengakibatkan bayi

kurang mendapatkan ASI menyebabbkan masalah ketidakefektifan

pemberian (Nurarif & Kusuma , 2015).

Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan

persalinan normal tidak memungkinkan dan akhirnya harus dilakukan

tindakan Sectio Caesarea, bahkan sekarang Sectio Caesarea menjadi salah

satu pilihan persalinan (Sugeng, 2015).

Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan yang menyebabkan

bayi tidak dapat dilahirkan secara normal, misalnya plasenta previa, rupture

sentralis dan lateralis, pannggul sempit, partus tidak maju (partus lama), pre-

eklamsi, distokksia service dan mall presentasi janin, kondisi tersebut

menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio


26

Caesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yang akan

menyebabkan pasien mengalami mobilisasi sehingga akan menimbulkan

masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan

kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan

aktifitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah

deficit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan

dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada

pasien. Selain itu dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan

insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan inkontinuitas jaringan,

pembuluh darah dan saraf-saraf di daerah insisi. Hal ini akan merangsang

pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri.

Setelah semua proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan

menimbulkan luka post operasi, yang bila tidak dirawat dengan baik akan

menimbulkan masalah resiko infeksi (Sugeng,2015)

4. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi

Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan interna.

Organ eksterna berfungsi dalam berfungsi dalam kopulasi, sedangkan

organ interna berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur

dan perpindahan blastosis, dan sebagai tempat implantasi, dapat

dikatakan berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.

1) Struktur Eksterna
27

Gambar 1.1: Organ Reproduksi Eksterna Pada Wanita

(Sumber: Wiknjosastro, 2005).

a) Mons Pubis

Mons Pubis atau Mons Veneris adalah jaringan lemak subkutan

berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan

ikat jarang diatas simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak

kelenjar sebasea (minyak) dan ditumbuhi Rambut berwarna

hitam, kasar dan ikal pada masa pubertas, yakni sekitar satu

sampai dua tahun sebelum awitan haid. Fungsinya sebagai bantal

pada saat melakukan hubungan sex.

b) Labia Mayora

Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung

yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan

mons pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah

bawah mengelilingi labia mayora, meatus urinarius, dan introitus

vagina (muara vagina).

c) Labia Minor

Labia Minora terletak diantara dua labia mayora,

merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit dan tidak berambut


28

yang memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu

dengan fourchette. Sementara bagian lateral dan anterior labia

biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora

sama dengan mukosa vagina; merah muda dan basah. Pembuluh

darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah

kemurahan dan memungkinkan labia minora membengkak, bila

ada stimulus emosional atau stimulus fisik.

d) Klitoris

Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil

yang terletak tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak

terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6 x 6 mm atau

kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif

daripada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans

dan badan klitoris membesar. Fungsi klitoris adalah menstimulasi

dan membantu meningkatkan ketegangan seksualitas.

e) Prepusium Klitoris

Dekat sambungan anterior, labia minora kanan dan kiri

memisah menjadi bagian medial dan lateral. Bagian lateral

menyatu di bagian atas klitoris dan membentuk prepusium,

penutup yang berbentuk seperti kait. Bagian medial menyatu di

bagian bawah klitoris untuk membentuk frenulum. Kadang-

kadang prepusium menutupi klitoris.

f) Vestibulum
29

Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti

perahu atau lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan

fourchette. Vestibulum terdiri dari muara utetra, kelenjar

parauretra (vestibulum minus atau skene), vagina dan kelenjar

paravagina (vestibulum mayus, vulvovagina, atau Bartholin).

Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah

teriritasi oleh bahan kimia (deodorant semprot, garam-garaman,

busa sabun), panas, rabas dan friksi (celana jeans yang ketat).

g) Fourchette

Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih

dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan

minora di garis tengah dibawah orifisium vagina. Suatu cekungan

kecil dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen.

h) Perineum

Perineum ialah daerah muscular yang ditutupi kulit antara

introitus vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan

perineum. Penggunaan istilah vulva dan perineum kadang-kadang

tertukar

2) Struktur Interna
30

Gambar 1.2 : Organ Reproduksi Interna Pada Wanita

(Sumber: Wiknjosastro, 2005).

a) Ovarium

Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, dibawah dan

di belakang tuba falopi. Dua ligamen mengikat ovarium pada

tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang

memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira

setinggi Krista iliaka antero superior, dan ligamentum ovarian

proprium.

Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan

memproduksi hormon. Saat lahir ovarium wanita normal

mengandung sangat banyak ovum primordial (primitif). Ovarium

juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid

(estrogen, progesterone, dan androgen) dalam jumlah yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita

normal.
31

Hormone estrogen adalah hormone seks yang di produksi

oleh rahim untuk merangsang pertumbuhan organ seks seperti

payudara dan rambut pubik serta mengatur sirkulasi manstrubasi.

Hormone estrogen juga menjaga kondisi kesehatan dan elasitas

dinding vagina. Hormone ini juga menjaga teksture dan fungsi

payudara, pada wanita hamil hormone estrogen membuat puting

payudara membesar dan merangsang pertumbuhan kelenjar ASI

dan memperkuat dinding rahim saat terjadi kontraksi menjelang

persalinan. Hormone progesterone berfungsi untuk

menghilangkan pengaruh hormone oksitoksin yang dilepaskan

oleh kelenjar pituteri. Hormone ini juga melindungi janin dari

serangan sel-sel kekebalan tubuh dimana sel telur yang di buahi

menjadi benda asing dalam tubuh ibu.

b) Tuba Falopii (Tuba Uterin)

Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan diameter 0,6 cm.

Setiap tuba mempunyai lapisan peritoneum di bagian luar, lapisan

otot tipis di bagian tengah, dan lapisan mukosa di bagian dalam.

Lapisan mukosa terdiri dari sel-sel kolumnar, beberapa di

antaranya bersilia dan beberapa yang lain mengeluarkan secret.

Lapisan mukosa paling tipis saat menstruasi. Setiap tuba dan

lapisan mukosanya menyatu dengan mukosa uterus dan vagina.

c) Uterus

Uterus adalah organ berdinding tebal, muscular, pipih,

cekung yang tampak mirip buah pir terbalik. Pada wanita dewasa
32

yang belum pernah hamil, ringan uterus ialah 60 g. Uterus normal

memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba

padat. Derajat kepadatan ini bervariasi bergantung kepada

beberapa faktor. Misalnya, uterus mengandung lebih banyak

rongga selama fase sekresi.

Tiga fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan

peremajaan endometrium, kehamilan dan persalinan. Fungsi-

fungsi ini esensial untuk reproduksi, tetapi tidak diperlukan untuk

kelangsungan fisiologis wanita.


33

d) Dinding Uterus

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisa: endometrium,

miometrium, dan sebagian lapisan luar peritoneum parietalis.

e) Serviks

Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher.

Tempat perlekatan serviks uteri dengan vagina, membagi serviks

menjadi bagian supravagina yang panjang dan bagian vagina yang

lebih pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm

menonjol ke dalam vagina pada wanita tidak hamil. Serviks

terutama disusun oleh jaringan ikat fibrosa serta sejumlah kecil

serabut otot dan jaringan elastis.

f) Vagina

Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan

rectum dan di belakang kandung kemih dan uretra, memanjang

dari introitus (muara eksterna di vestibulum di antara labia minora

vulva) sampai serviks.

Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat

melipat dan mampu meregang secara luas. Karena tonjolan

serviks ke bagian atas vagina, panjang dinding anterior vagina

hanya sekitar 7,5 cm, sedangkan panjang dinding posterior sekitar

9 cm. Ceruk yang terbentuk di sekeliling serviks yang menonjol

tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan posterior.

Mukosa vagina berespons dengan cepat terhadap stimulasi

estrogen dan progesterone. Sel-sel mukosa tanggal terutama


34

selama siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang

diambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur

kadar hormon seks steroid.

Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau bawah.

Cairan sedikit asam.Interaksi antara laktobasilus vagina dan

glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH naik di atas

lima, insiden infeksi vagina meningkat (Bobak, Lowdermilk,

Jensen, 2004).

5. Klasifikasi Sectio Caesarea (SC)

Ada 2 jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu :

a. Sayatan melintang

Sayatan pembedahan dilakukan dibagian dibawah rahim. Sayatan

melintang dimulai dari ujung atau pinggir simpisis diatas batas rambut

kemaluan sepanjang sekitar 10-14cm, keuntungannya adalah perut pada

rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita ruptur uteri (robek

rahim) kemudian hari. Hal ini karena pada masa nidas, segmen bawah

rahim tidak banyak mengalami konntraksi sehingga luka operasi data

sembuh sempurna (Kasdu,2010).

b. Sayatan memanjang (bedah Caesare klasik)

Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang

memberikan suatu ruang yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi.

Namun, jenis ini kini jarang dilakukan karena jenis ini labil , retan

terhadap komplikasi (Dewi, 2009).


35

Gambar 1.3 posisi luka operasi Sectio caesarea

6. Indikasi

Para ahli kandungan atau para penyaji perawatan yang lain menganjurkan

Sectio caesarea (SC) apabila kelahiran melalui vagina mungkin membawa

resiko pada ibu dan janin. Indikasi untuk Sectio caesarea (SC) antara lain :

1. Indikasi Medis

Ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan yaitu :

a. Power

Yang memungkinkan dilakukan operasi caesarea misalnya daya

mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain

yang mempengaruhi tenaga.

b. Passanger

Diantaranya anak yang terlalu besar anak dengan kelainan letak

lintang, primigravida diatas 35 tahun dengan letak sunsang, anak

tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal

distress syndrome (denyut jantung janin melemah).

c. Passage

Kelainan ini merupakan panggul sempit, traumpada jalan persalinan

serius pada jalan lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir

yang diduga bisa menular ke anak, umpanya herpas genital,


36

condyloma lota, kondyloma acuminate, hepatitis B dan hepatisi C

(Dewi, 2009).

2. Indikasi Ibu

a. Usia

Ibu yang melahirkan untuk kali pada usia sekitar 35 tahun memilki

resiko melaahirkan dengan operasi. Apabila pada wanita dengan usia

40 tahun ke atas, pada usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit

yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung,

kenicng manis, dan preeclamsia. Eklampsia dapat menyebabkan ibu

kejang sehingga dokter memutuskan persalinan dengan sectio

caesarea (SC) (Mitayani, 2013)

b. Tulang panggul

Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul

ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang

menyebabkan ibu tidak melahirkan secara alami, tulang panggul

sangat menentukan tidak persalinan (Mitaya 2013)

c. Pesalinan sebelumnya melalui bedah caesar

Sebenarnya persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi

persalinan selajutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak

apabila memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukannya

tindakan pembedahan seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu

sempit, atau jalan lahir yang tidak mau membuka, operasi nisa saja

dilakukan (Mitayani,2013).
37

d. Faktor hambatan jalan lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku

sehinngga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor

dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit

bernafas (Rachimhadhi, 2009).

e. Kelainan kontraksi rahim

Jika konttraksi rahim lemah dan tidak tekoordinasi atau tidak

elastisinya leher rahim sehingga tidak dapat melebar pada proses

persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak terdorong, tidak dapat

melewati jalan lahir dengan lancar (Prawirahajo, 2010).

f. Ketuban pecah dini

Robeknya kantung sebelumnya waktunya dapat menyebabkan bayi

harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes

ke luar sehingga tinggal sedikit atau habis air ketuban adalah cairan

mengelilingi janin dalam rahim (Manuaba, 2007).

g. Rasa takut kesakitan

Umumnya seorang wanita yang melahirkan secara alami yang akan

mengalami proses rasa sakit, yaitu berupa rasa inulasi disertai rasa

sakit di pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat dan

“menggigi ” kondi i e eb k en ke d n y ng pe n h b

melahirkan merasa ketakutan, khawatir dan cemas menjalaninya. Hal

ini bisa karena alasan secara psikologis tidak tahun meelahirkan

dengan sakit kecemasan yang berlebihan juga akan menghambat

proses persalinan alami yang berlangsung (Kasdu, 2010).


38

h. Oligohidramnion

Berkurang velume air ketuban pada minggu 38-40 untuk ibu sendiri

akan mengakibatkan kesakitan karena adanya hantaman jani yang

bergarak dalam kendungan ditambah dengan tidak adanya His dan

pemmbukaan ibu akan merasakan sakit yang kuat dan lama. Bagi

janin sendiri menyebabkan janin dalam kandungan tidak bisa leluasa

bergerak sehingga janin akan mengalami benturan dan terjepit

plasenta dan tali pusat akan mengakibatkan aliran oksigen dan nutrisi

juga tidak lancar kejaninn sehingga terjadi asfiksi janin. Hal ini

mengakibatkan terjadinya gawat janin (fetal distres) yang

dikhawatirkan terjadinya sindrom aspirasi mekonium. Berakibat fatal

untuk kerusakan seluruh orgaan oksigen janinn yang bisa berakibat

kematian janin ibu akan disarankan untuk disectio segera (Sarwono ,

2002 dalam Meliza, 2009)

3. Indikasi janin

a. Ancaman Gawat janin (fetal distress)

Detak jantung janin melambat, normalnya detak jantung janin berkisar

120-160. Namum dengan pemeriksaan CTG (Cardiotograhy) detak

jantung janin melemah lakukan segera sectio caesarea segera untuk

menyelamatkan janin.
39

b. Bayi besar

c. Letak sungsang

Letak yang demikian dapat menyebabkan poros pada janin tidak

sesuai dengan arahan jala lahir. Pada keadaan ini letak kepala pada

posisi yang satu dan bokong pada posisi yang lain

d. Fakrot plasenta

a. Plasenta previa

Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi sebagian atau

seluruh jalan lahir

b. Plasenta lepas

Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari

dinding rahim sebelum waktunya. Persalinan dengan operasi

dilakukan untuk menolong janin segera lahir sebelum ia mengalami

kekurangan oksigen atau keracunan ketuban.

c. Plasenta accrete

Merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot rahim, pada

umumnya dialami ibu yang mengalami persalinan yang berulang

kali, ibu berusia rawan untuk hamil (diatas 35 tahun), dan ibu yang

pernah operasi (operasinya meninggalkan bekas yang

menyebabkan menempelnya plasenta) (Kasdu, 2010).

7. Komplikasi

a. Infeksi puerpal (nifas)

a. Ringan dengan kenaikan suhu beberapa saja


40

b. Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, yang disertai

dehidrasi dan perut kembung

c. Berat dengan peritonitis, sepsian ileus pralitik

b. Perdarahan

a. Banyak pembulu darah yang terputus dan terbuka

b. Aionia uteri

c. Peradarahn pada plasenta bed

d. Luka kandung kencing, emboli paru-paru dan keluhan kandung kemih

reperitonialisasi teralalu tinggi.

e. Kemungkinan repture uteri spontan pada kehamilan mendatang

8. Resiko Kelahiran Sectio Caesarea

Melahirkan dengan cara sectio caesarea sudah populer. Namun demikian ,

secara obyektif kita perlu menimbang untung dan ruginya adapun resiko

Sectio Caesarea adalah:

a. Resiko jangka pendek

1) Terjadinya infeksi

Infeksi luka akibat persalinan Sectio Caesarea beda dengan luka

persalinan normal. Luka persalinan normal sedikit dan mudah terlihat,

sedangkan luka Sectio Caesarea lebih besar dan berlapis-lapis. Ada

dekitar 7 lapisan mulai dari kulit perut sampai dinding Rahim, yang

setelah operasi selesai, masing-masing lapisan dijahit tersendiri. Jadi

bisa ada 3 sampai 5 lapisan jahitan. Apabila penyebuhan tidak

sempurna, kuman akan lebih mudah menginfeksi sehingga luka


41

menjadi lebih parah. Bukan tidak mungkin dilakukan penjahitan

ulang.

Kesterilan yang tidak terjaga akan mengundang bakteri

penyebab infeksi. Apabila infeksi ini tak tertangani, besar

kemungkinan akan menjalar ke organ tubuh lain, bahkan organ-organ

penting seperti otak, hati dan sebagainya bisa terkena infeksi yang

berakibat kematian. Disamping itu infeksi juga dapat terjadinya pada

rahim. Infeksi rahim terjadinya jika ibu sudah kena infeksi yang

berakibat kematian. Disamping itu infeksi juga dapat terjadi pada

rahim. Infeksi rahim terjadi jika ibu sudah kena infeksi sebelumnya,

misalnya mengalami pecah ketuban. Ketika dilakukan operasi, rahim

pun terinfeksi. Apa lagi jika antibiotik yang digunakan dalam operasi

tidak cukup kuat. Infeksi bisa dihindari dengan selalu memberikan

informasi yang akurat kepada dokter sebelum keputusan tindakan

caesar diambil.

2) Kemungkinan terjadi keloid

Keloid atau jaringan parut muncul pada organ tertantu karena

pertumbuhan berlebih. Sel-sel pembentuk organ tersebut sel

meningkat dan terjadilan tonjolan jaringan parut.

3) Pendaran berlebihan

Resiko pendarahan tidak bisa dihindari dalam proses persalinan

misalnya plasenta lekat dan tidak mau lepas.

b. Resiko jangka panjang


42

Resiko jangka panjang dari Sectio Cesarea adalah hambatan dari

pembatasan kehamilan yaitu hanya diboleh melahirkan 3x sam pai 4x.

9. Penataan klien post OP Sectio caesarea (SC)

a. Penatalaksanaan medis

Dengan pemberian analgetik untuk wanita dengan ukuran tubuh rata-rata

dapat injeksi 75 mg meridian intra muskular setiap 3 jam sekali bila perlu

untuk mengatasi rasa sakit atau dapat diinjeeksikan dengan cara IM 10-

15 mg morfin sulfat. Obat-obatan antiemetic, misalnya prometasin 25 mg

biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.

Pemeriksaan laboratorium (hemoglobin, Hematokric, eukosit) secara

rutin diukur pada Pagi hari setelah operasi. Hematokrit harus dipantau

kembali bila terdapat kehilangan darah atau bila terdapat oligiro atau

keadaan lain yang menunjukan ambulasi tanpa kesulitan apapun dan

kemungkinan kecil jika terjadi kehilangan darah lebih lanjut (Redeer,

2011).

b. Penatalaksanaan keperawatan

1. Monitor Tanda-tanda vital

Tanda- tanda vital yang perlu di evaluasi adalah tekanan darah, nadi,

suhu, pernapasan dan status findus uteri (Redeer, 2011).

2. Pemberian obat- obatan

Analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk

menghilangkan nyeri seperti, tramadol, antrian dan ketorolak.

Pemberian antibiotik seperti cefriaxone, cefotaxime, dan sebainya.

3. Terapi Non famakologi


43

Penanganan non-farmakologi dengan tujuan untuk mengobati nyeri

tersebut dengan cara menghilangkan gejala yang muncul. Pasien

masih merasa nyeri dan tidak mampu beradaptasi dengan nyeri yang

dirasakan apabila efek dari analgetik hilang sehingga dibutuhkan

terapi non-farmakologis. Teknik relaksasi nafas dalam, terapi musik,

dan terapi relaksasi benson dengan aroma terapi dan terapi benson

merupakan terapi non-farmakologi yang telah terbukti mampu

menurunkan skala nyeri pasien post salah satu penatalaksanaan nyeri

non farmakologi khususnya pada pasien post salah satu

penatalaksanaan nyeri non farmakologi khususnya pada pasien post

operasi adalah teknik rileksasi dan audiovisual (Sujatmiko, 2013).

4. Terapi cairan dan diet

Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan, termasuk Ringer

laktat, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam

pertama berikutnya. Meskipun demikian, jika uotput urin dibawah 30

ml perjam, pasien harus dievaluasi kembali. Bila tidak ada manipulasi

intra abdomen yang ekstensif atau sepis, pasien seharusnya sedah

dapat menerima cairan per- oral satu hari setelah pembedahan, jika

tidak pemberian minnum dengan jumlah yang sedikit sudah boleh

dilakukan pada 6-10 jam post operasi. Paling lambat pada hari kedua

setelah operasi, sebagian besar pasien sudah dapat menerima makanan

biasa. Pasien diharuskan memakan yang bergizi dan minum sebanyak

1.500ml per-hari (Redeer, 2011).


44

5. Vesika urinaria dan usus

Keteter sudah dapat dilepas dari vesika urineria setelah 12 sampai 24

jam post operasi. Kemampuan mengosongkab urunaria harus dipantau

sebelum terjadi distensi. Gejala kembung dan nyeri akibat

inkoordinasi gerak usus dapat menjadi gangguan pada hari kedua dan

keetiga post operasi. Pemberian supositoria rectal akan diikuti dengan

defekasi atau jika gagal (Redeer, 2011).

6. Mobilisasi

7. Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : miring kanan , dan

kiri atau penyumbatan pumbulu darah, latihan pernapasan dapat

dilakukan sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar, hari

kedua post operasi pasien dapat didudukan selama 5 menit dan

diminta untuk bernapas dalam lalu menghembuskannya (Redeer,

2011).

8. Ambulasi

Pada hari pertama post operasi, dengan bantuan perawat dapat

bangun dari tempat tidur sebentar sekurang-kurangnya sebanyak 2

kali ambulasi dapat ditentukan wakktunya sedemikian rupa

sehinggga preparat analgetic yang baru saja diberikan akan

mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua, pasien dapat berjalan ke

kamar mandi dengan pertolongan (Redeer, 2011).

9. Perawatan luka

Luka insisi di inpeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang

relatif ringan tampak banyak plester sangat menguntungkan. Paling


45

lambat pada hari ketiga, pasien sudah dapat mandi tanpa

membahayakan luka insisi. Bila balutan luka basah dan berdarah

harus dibuka dan diganti (Redeer,2011).

B. Konsep nyeri

1. Pengertian Nyeri

Efek dari penyakit tertentu atau akibat cedera yang dapat

menimbulkan ketidaknyamanan pada seseorang disebut nyeri (Rizal, 2015).

Nyeri yaitu keadaan sakit yang dirasakan oleh seseorang serta ekstensinya

dapat dilihat apabila pernah merasakan (Harya, 2018). Nyeri sendi

merupakan terjadinya suatu pengapuran atau penyakit lain pada sendi yang

diberikan oleh tubuh (Syamsu, 2017).

Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak

menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jarigan aktual atau pontensial

atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International Association for the

study of pain): Awitan yang dapat di antisipasi atau di prediksi dan

berlangsung < 6 bulan (Nanda international, 2017). Nyeri akut adalah

keadaan ketika individu mengalami dan mengeluh ketidaknyamanan yang

hebat atau sensasi yang tidak mennyenangkan selama satu detik hingga

kurang dari enam bulan (Carpenito, Lynda jual, 2013).

2. Etiologi nyeri

Klasifikasi penyebab nyeri ke dalam dua gelongan yaitu penyebab

yang berhubungan dengan fisik dan penyebab yang berhubungan dengan

fisik dan penyebab yang berhubungan dengann psikis secara psikis nyeri

dapat terjadi karena adanya trauma psikologis.


46

Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas

mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka trauma

kmiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat. Sedangkan

trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik

yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.

3. Fisiologi Nyeri

Nyeri mempunyai empat proses fisiologis dari nyeri nosiseptif ( saraf-

saraf yang menghantarkan stimulus suhu, kimiawi nyeri ke otak) yaitu

ransduksi transimi, persepsi dan modulasi. Stimulus suhu, kimia atau

mekanik, biasanya dapat menbabkan nyerri. Energi dari stimmulus suhu,

kimia atau mekanik, biasanya dapat menyebabkan nyeri. Energi dari

stimulus-stimulus ini dapat diubah menjadi energi listrik. Perubahan energi

ini dinamakan transduksi. Tranduksi dimulai dari prifer, ketika stimulus

terjadinya nyeri mengirim implus yang melewati serabut prifer yang

terdapat dipasca indera, maka akan menimbulkan potensial aksi. Setelah

transduksi selesai, transmisi implus nyeri dimulai.

Kerusakan sel dapat disebabkan oleh stimulus suhu, mekanik atau

kimiawi yang mengakibatkan pelepasan neurotransmitter eksitator seperti

prostagladin, bradiknin, kalium, histamin dann subtansi P. Subtansi yang

peka terhadap nyeri yang terdapat disekitar serabut nyeri di cairan

ekstraseluler, menyebarkan inflamasi. Serabut nyeri memasuki medula

spinalis melalui tulang belakang dan melalui beberapaa rute hingga berakhir

di grey matter medulla spinalis. Setelah implus nyeri naik kemedula

spinalis, thalamus mentransmisikan informasi kepusat yang lebih tinggi ke


47

otak, termasuk pembentukan jaringan, sistem limbik, korteks somatosensori

dan gabungan korteks. Ketika stimulus nyeri sampai ke korteks serebral

maka otak, termasuk pembentukan jaringan, sistem limbik, korteks

somatosensori dan gabungan korteks. Ketika stimulus nyeri dan memproses

informasi pengalaman yang telah lalu, pengetahuan serta faktor budaya

berhubungan dengan persepsi nyeri.

Bersamaan dengan seseorang menyadari adanya nyeri maka komples

mulai terjadi. Faktor –faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan

neurofisiologi dan mempersepsikan nyeri. Persepsi memberikan seseorang

perasaan sadar dan makna terhadap nyeri sehingga membuat orang tersebut

kemudian bereaksi. Sesaat setelah otak menerima adanya stimulus nyeri,

terjadi pelepasan neurotransmitter inhibitor yang bekerja untuk menghambat

transmisi implus nyeri merupakan fase ke empat dari proses nosiseptif yang

dikenal sebagai modulasi (potter dan perry, 2010).

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut prasetyo (2010), factor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi

dan reaksi nyeri antara lain :

a. Usia

Usia merupakan variable yang penting dalam mempengaruhi nyeri

pada individu. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam

memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang dapat mmenyebabkan

nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga

mengalami kesulitan dalam mengucapkan secara verbal dan

mengekspresikan nyeri kepada orang tuanya ataupun kepada perawat.


48

Sebagian anak terkadang tidak mau untuk mengungkapkan

keberadan nyeri yang dia alammi, merekka takut akan tindakan perawat

yang harus mereka terima nantinya. Pada pasien lansia seorang perawat

melakukan pengkajian rinci ketika seorang lansia melaporkan adanya

nyeri. Seringkali lansia memiliki sumber nyeri lebih dari satu. Terkadang

penyakit yang berbeda-beda yang diderita lansia menimbulkan gejala

yang sama, sebagai contoh nyeri dada tidak selalu mengindikasikan

serangan jantung, nyeri dada dapat timbul karrena gejala arthritis pada

spinal dan gejala gangguan abdomen.

b. Jenis kelamin

umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam

beresppon terhadap nyeri. Hanya berbeda budaya yang menganggap

bahwa seorang laki-laki harus lebih berani dantidak boleh menangis

dibandingkan anak perempuan dalam situasi yang sama ketika merasakan

nyeri.

c. Kebudayaan

Perawat seringkali beramsumsi bahwa cara berespon pada setiap

individu dalam masalah nyeri adalah sama, sehingga mereka mencoba

menngira bagaimana pasien berespon terhadap nyeri. Suatu

ketidakmampuan dalam mengontrol nyeri, akibatnya pemberian terapi

bisa jadi tidak cocok untuk klien berkebangsaan meksiko-amerika.

Seorang klien berkebangsaan meksiko-amerika yang menangis keras

tidak selalu mempersepsikan penngalaman nyeri sebagai suatu yang berat

dan mengharapkan perawat melakukan intervensi.


49

d. Lokasi dan tingkat keparahan nyeri

Nyeri yang dirasakan bervariasi daalam intensitas dan tingkat

keparahan pada masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan mungkin

terasa ringan, sedang atau bisa jadi merupakan nyeri yang hebat. Dalam

kaitannya denngan kualitas nyeri, masing- masing individu juga

bervariasi, ada yang melaporkan nyeri sebagai tertusuk, nyeri tumpul,

berdenyut, terbakar, dan lain-lain, sebagai contoh individu yang tertusuk

jarum akan melaporkan nyeri yang berbeda dengan individu yang terkena

luka bakar.

e. Perhatian

Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi

persepsi nyeri sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan

dengan penurunaan respon nyeri. Konsep inilah yang mendasari berbagai

terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi

terbimbing (guide imagery), dan masase.

f. Ansietas (kecemasan)

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas

yang dirasakan seseorang seringkali meningkatkan persepsi nyerinya.

g. Dukungan keluarga dan social

Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan dukungan,

bantuan, perlindungan dari anggota keluarga lain, atau teman terdekat.

Walaupun nyeri masih dirasakan oleh klien, kehadiran orang terdekat

akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.

5. Klasifikasi Nyeri
50

Klasifikasi nyeri umumnya dibagi 2, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis:

a. Nyeri akut

Merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang,

tidak melebihi 6 bulan, dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot.

b. Nyeri kronis

Merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan biasanya

berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan.

Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal,

sindrom nyeri kronis dan psikomatik.

Perbedaan nyeri akut dan kronis :

a. Nyeri akut

1. Pengalaman : suatu kejadian

2. Sumber : sebab eksternal atau penyakit dari dalam

3. Serangan : mendadak

4. Waktu sampai 6 bulan

5. Pernyataan nyeri : daerah nyeri tidak diketahui dengan pasti

6. Gejala-gejala klinis : pola respon yang khas dengan gejala yang

lebih jelas.

7. Pola : terbatas

8. Perjalanan : biasanya berkurang setelah beberapa saat

b. Nyeri kronis

1. Pengalaman : suatu situasi, status eksistensi

2. Sumber : tidak diketahui atau pengobatan yang terlalu lama

3. Serangan : bisa mendadak, berkembang dan terselubung


51

4. Waktu lebih dari 6 bulan sampai bertahun-tahun

5. Pernyataan nyeri : daerah nyeri sulit dibedakan sehingga sulit

dievaluasi.

6. Gejala-gejala klinis : pola respons yang bervariasi sedikit gejala-

gejala (adaptasi)

7. Pola : berlangsung terus dapat bervariasi

8. Perjalanan : penderitaan meningkat setelah beberapa saat

Selain klasifikasi nyeri diatas, terdapat jenis nyeri yang sepesifik

diantaranya nyeri somatis, nyeri verisal, nyeri menjalar, (referensi

pain), nyeri psikogenik, nyeri phantom dari ekstermitas, nyeri

neurologis, dan lain-lain. Nyeri somatik dan nyeri verisal ini

umumnya bersumber dari kulit dan jaringan bawah kulit

(supervisial) pada otot dan tulang.

6. Respon Terhadap Nyeri

Respon tubuh terhadap nyeri adalah sebuah proses komplek dan

bukan sebuah kerja spesifik. Respon tubuh terhadap nyeri memiliki aspek

fisiologis dan psikososial. Pada awalnya, sistem saraf simpatik berespon,

menyebabkan respon melawan atau menghindar. Apabila nyeri terus

berlanjut, tubuh beradaptasi ketika system saraf parasimpatik mengambil

alih, membalik banyak respons fisiologis awal. Adaptasi terhadap nyeri ini

terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari mengalami nyeri.

Reseptor nyeri actual sangat sedikit beradaptasi dan terus

mentransmisikan pesan nyeri. Seseorang dapat belajar tentang nyeri melalui

aktifitas kognitif dan perilaku, seperti pengalihan, imajinasi, dan banyak


52

tidur. Individu dapat berespon terhadap nyeri dengan mencari intervensi

fisik untuk mengatasi nyeri seperti, analgetic, pijat dan olahraga.

Sebuah reflek proprioseptif juga terjadi dengan stimulus reseptor

nyeri. Impuls berjalan menelusuri serabut nyeri sensori ke medula spinalis.

Di medula spinalis impuls bersinapsis dengan neuron motoric dan impuls

berjalan kembali melalui keserabut motoric otot didekat tempat nyeri.

Kemudian otot berkontraksi dalam upaya protektif, misalnya aat seseorang

menyentuh kompor panas, secara reflex tangan ditarik dari kompor panas

bukan sebelumnya orang tersebut menyadari adanya nyeri.

7. Karakteristik Nyeri

Karakteristik nyeri dapat dilihat atau diukur berdasarkan lokasi nyeri,

durasi nyeri (menit, jam, hari atau bulan), irama/periodenya (terus menerus,

hilang timbul, periode bertambah atau berkurangnya intensitas) dan kualitas

(nyeri seoerti ditusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau supervisial, atau

bahkan seperti digencet). Karakteristik dapat juga dilihat nyeri berdasarkan

metode PQRST, P Provocate, Q Quality, R Region, S Scale, T Time.

a. P Provocate, tenaga kesehatan harus mengkaji tentang penyebab

terjadinya nyeri pada penderita, dalam hal ini perlu dipertimbangkan

bagian-bagian tubuh mana yang mengalami cidera termasuk

menghubungkan antara nyeri yang diderita dengan factor psikologisnya,

karena bisa terjadi terjadinya nyeri hebat karena dari factor psikologis

bukan dari lukanya.

b. Q Quality, kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subyektif yang

diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendiskripsikan nyeri dengan


53

kalimat nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau superfisial,

atau bahkan seperti di gencet.

c. R Region, untuk mengkaji lokasi, tenaga kesehatan meminta penderita

untuk menunjukkan semua bagian/daerahh yang dirasakan tidak nyaman.

Untuk melokalisasi lebih spesifik maka sebaiknya tenaga kesehatan

meminta penderita untuk menunjukkan daerah yang nyerinya minimal

sampai kearah nyeri yang sangat. Nammun hal ini akan sulit dilakukan

apabila nyeri yang dirasakan bersifat menyebar atau difuse.

d. S Scale, tingkat keparahhan merupakan hal yang paling subyektif yang

dirasakan oleh penderita, karena akan diminta bagaimana kualitas nyeri,

kualitas nyeri harus bisa digambarkan menggukan skala nyeri yang

sifatnya kuantitas.

e. T Time, tenaga kesehatan mengkaji tentang awitan, durasi dan rangkaian

nyeri. Perlu ditanyakan kapan mulai muncul adanya nyeri, berapa lama

menderita, seberapa sering untuk kambuh, dan lain-lain.

8. Pengukuran Nyeri

a. Visual Analog Scale (VAS)

Visual Analog Scale (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan

untuk menilai nyeri. Skala liner ini menggambarkan secara visual

gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang

nyeri sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap

sentimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau

pertannyaan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri,

sedangkann ujung lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin


54

terjadi. Skala bisa dibuat vertical atau horizontal. VAS juga dapat

diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri. Digunakan pada

pasien anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utamaVAS adalah

penggunaannya sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk periode

pasca bedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena VAS memerlukan

koordinasi visual dan motoric serta kemampuan konsentrasi.

Gambar 2.1 Skala Nyeri Visual Analog Scale (VAS)

b. Verbal Rating Scale (VRS)

Ujung ekstrim juga digunakan pada skala ini. Sama seperti VAS atau

skala reda nyeri. Skala numeric verbal ini lebih bermanfaat pada periode

pasca bedah, karena secara alami verbal/kata-kata tidak terlalu

mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Skala verbal

menggunakan kata-kata dan bukan garis atau angka uuntuk

menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak

ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai

sama skali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang, baik/nyeri

hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan kata pasien,

skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.


55

Verbal Rating Scale

0 = NO PAIN 0 = NO PAIN

10 Worst Possible Pain 100 = Worst Possible Pain

Gambar 2.2 Skala Nyeri Verbal Rating Scale

c. Numeric Rating Scale (NRS)

Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitive terhadap dosis,

jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik daripada VAS terutama

untuk menilai nyeri akut. Namun, kekurangannnya adalah keterbatasan

pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinkan

untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan dianggap

terapat jarak yang sama antar kata yang menggambarkan efek analgesic.

Gambar 2.3 Skala Nyeri Numeric Rating Scale (NRS)

d. Wong Baker Pain Rating Scale

Digunakan pada pasien dewassa dan anak >3 tahun yang tidak dapat

menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka


56

Gambar 2.4 Skala Nyeri Wong Baker Pain Rating Scale

9. Klasifikasi Pengalaman Nyeri

Fase nyeri pasien adalah antisipatori, sensasi, atau akibat (aftermath).

Dengan mengetahui fase nyeri dapat memahami gejala yang pasien alami

dan jenis terapi yang memiliki kemungkinan paling besar untuk mengatasi

nyeri.

a. Fase Antisepatori (terjadi sebelum nyeri diterima)

Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya

untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dapat memberikan

informasi pada pasien.

b. Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)

Pasien bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-beda. Toleransi

terhadap nyeri merupakan titik yaitu terdapat suatu ketidakinginan untuk

menerima nyeri denngan tingkat keparahan yang lebih tinggi dan durasi

yang lebih lama. Toleransi bergantuunng pada sikap, motivasi, dan nilai

yang diyakini seseorang. Pasien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap

nyeri mammpu menahan nyeri tanpa bantuan (potter dan perry, 2012).

c. Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang dan berhenti)

Pada fase ini pasien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena
57

nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan pasien mengalami gejala

sisa. Perawat berperan dalam membantu memperoleh control diri untuk

meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang (Potter dan

Perry, 2012).

10. Teori Nyeri Persalinan

Menurut (Maryunani, 2010) terdapat beberapa teori yang menjelaskan

tentang nyeri. Beberapa pakar kebidanan telah menggunakan beberapa teori

nyeri berikut ini untuk menjelaskan teori nyeri dalam persalinan. Teori

tersebut antara lain :

a. Specificity theory

Teori ini menyatakan bahwa reseptor nyeri tertentu distimulasi

oleh tipe stimulus sensori specific yang mengirimkan impuls ke otak.

Teori ini menguraikan dasar fisiologis adanya nyeri tetapi tidak

menjelaskan komponen-komponen fisiologis dari nyeri maupun derajat

toleransi nyeri.

b. Pattern Theory

Teori ini berusaha untuk memasukkan faktor-faktor yang tidak

dijelaskan oleh Specificity theory. Teori ini menyatakan bahwa nyeri

berasal dari tanduk dorsal spinal cord. Pola impuls saraf tertentu

diproduksi dan menghasilkan stimulus reseptor kuat yang dikodekan

dalam system saraf pusat (SSP) dan menandakan nyeri. Seperti

Specificity theory, pattern theory tidak mejelaskan faktor- faktor

psikologis nyeri.

c. Gate Control Theory


58

Salah satu teori nyeri yang paling dapat diterima dan dipercaya

adalah gote control theory yang diajukan oleh melzakda wall pada tahun

1965. Para pakar dibidang kebidanan juga menganut gote control theory

ini untuk menjelaskan nyeri dalam persalinan. Dasar pemikiran pertama

gote control theory adalah bahwa keberadaan dan intensitas pengalaman

nyeri tergantung pada transmisi tetentu pada impuls-impuls saraf. Kedua,

mekanisme gate/pintu sepanjang system saraff

mengontrol/mengendalikan transmisi nyeri. Akhirnya, jika gate terbuka,

impuls yang menyebabkan sensasi nyeri dapat mencapai tingkat

kesadaran. Jika gate tertutup, impuls tidak mencapai tingkat kesadaran

dan sensasi nyeri tidak dialami.

Terdapat tiga tipe utama keterlibatkan neurologis yang mempengaruhi

apakah gate terbuka atau tertutup yaitu :

1. Tipe pertama menyangkut aktifitas daam serat-serat (fibers) saraf

besar dan kecil yang mempengaruhi sensasi nyeri. Impuls nyeri

melalui serat-serat yang berdiameter menutup gate pada impuls yang

melalui serat-serat kecil. Tekhnik yang menggunakan stimulasi

kutaneous pada kulit, yang mempunyai banyak serat berdiameter

besar, bisa membantu menutup gate pada tranmisi impuls yang

menimbulkan nyeri, dengan cara demikian

meringankan/menghilangkan sensari nyeri. Intervensi/tindakan yang

menerapkan teori ini meliputi massage/pijat, kompres panas dan

dingin, sentuhan, akupresur/acupressure, dan transcutaneous electric

nerve stimulation (TENS).


59

2. Bentuk keterlibatan neurologis kedua adalah impuls-impuls berasal

dari brainstem yang mempengaruhi sensasi nyeri. Monitor formasi

retikuler dalam brainstem mengatur input sensori. Jika seseorang

menerima jumlah stimulasi yang adekuat atau berlebihan, brainstem

tidak menghambat impuls nyeri, gate terbuka, dan impuls nyeri

ditransmisikan. Intervensi/tindakan-tindakan yang menerapkan bagian

gate control theory ini adalah yang berhubungan beberapa cara input

sensori ini, seperti tekhnik distraksi, guided imagery, dan visualisasi.

3. Tipe keterlibatan neurologis ketiga adalah aktivitas atau impuls

neurologis dalam korteks serebri atau thalamus, pikiran, emosi, dan

ingatan seorang bisa mengaktifkan impuls-impuls tertentu dalam

korteks serebri yang mencetuskan impuls nyeri, yang ditransmisikan

ke tingkat kesadaran. Pengalaman masa lalu yang berhubungan

dengann nyeri mempengaruhi bagaimana klien berespon terhadap

nyeri saat ini. Untuk alasan inilah sangat penting untuk menyelidiki

pengalaman klien sebelumnya dan mengajarkan pada klien apa yang

diharapkan dari situasi saat ini. Intervensi/tindakan yang menerapkan

bagian gate control theory ini meliputi menggunakan dan mengajarkan

berbagai macam teknik relaksasi, mengajarkan klien tentang harapan-

harapan apa tentang nyeri yang berhubungan dengan penyakit

tertentu, mengupayakan klien untuk merasakan ia mempunyai

beberapa pengontrolan pada minum obat-obatan untuk pereda nyeri

dan memberikan obat-obatan dengan tepat misalnya sebagai

pencegahan, sebelum nyeri timbul begitu hebat dimana klienn takut


60

bahwa ia tidak akan mendapat pereda nyeri.

d. Endogenoun oplate theory

Suatu teori pereda nyeri yang relative baru dikembangkan oleh

Avron Goldstein, dimana ia menemukan bahwa terdapat substansi seperti

opiate yang terjadi secara alami didalam tubuh. Substansi inni disebut

Endorphine, yang berasal dari kata endogenous dan morphine, Goldstein

mencari reseptor morphine dan heroin. Menemukan bahwa reseptor

dalam otak cocok dengan hanya molekul-molekul seperti morphine dan

heroin. Ia bertanya pada dirinya sendiri mengapa reseptor-reseptor ini

terletak di otak, pada saat opiate tidak ditemukan secara alami di area ini.

Setelah melalui penelitian yang seksama, jawabannya adalah

bahwa otak menghasilkan opiate otak alami. Suatu ulasan tentang cara-

cara endorphine mempengaruhi nyeri yang dirasakan pada saat

persalinnan dan kelahiran adalah sebagai berikut : Endorphine

mempengaruhi ransmisi impuls yang diinterpretasikan sebagai nyeri.

Endorphine kemungkinan bertindak sebagai neurotransmitter maupun

neuromodulator yang menghambat tranmisi dari pesan nyeri. Jadi,

adanya endorphine pada sinaps sel-sel saraf menyebabkan status

penurunan dalam sensasi nyeri. Kegagalan melepaskan endorphin

memunngkinkan nyeri terjadi. Opiate, seperti morphine atau endorphine

(kadang-kadang disebut encephalin), kemungkinan menghambat tranmisi

pesan nyeri dengan mmengaitkan tempat reseptor opiate pada saraf-saraf

otak dan tulang belakang.

Kadar endorphine berbeda dari satu individu ke individu lain, hal


61

ini menjelaskan mengapa beberapa orang lebih merasa nyeri daripada

yang lainnya. Orang-orang dengan kadar endorphine tinggi sudah jelas

akan merasa kurang nyeri. Juga, telah ditemukan, misalnya orang-orang

dengan kadar endorphine rendah sebelum pembedahan/operasi

memerlukan lebih banyak analgesia setelah operasi daripada orang-orang

dengan kadar endorphine yang lebih tinggi. Perbedaan-perbedaan dalam

kadar endorphine bisa diwarisi dan dengan demikian bisa menjelaskan

perbedaan-perbedaan kultural dalam sensivitas nyeri.

Situasi-situasi tertentu seperti stress dan kehamilan menyebabkan

status peningkatan dalam kadar endorphine. Oleh karena itu, kadar

endorphine bervariasi pada individu dari satu situasi ke situasi lainnya.

Selama kehamilan dan persalinan, baik ibu maupun janinnya bisa

mengalami penurunan sensivitas terhadap nyeri karena adanya

peningkatan kadar endorphine. Pada saat nyeri persalinan dirasakan,

terdapat reseptor opiate pada otak dan tulang belakang dan menentukan

bahwa susunan saraf pusat (SSP) melepaskan zat seperti morfin

(endorphine dan encephalin). Endogenous opiate menjepit untuk receptor

opiate dan mengganggu persepsi nyeri. Berbagai macam tindakan

pengurangan rasa nyeri menggunakan teori sistem endorphine ini.

Misalnya, akupresur dan akupuntur yang merangsang pengeluaran

endogenous opiates, berbagai macam pendidikan kesehatan klien atau

stimulus kulit, ssperti masaje/masase/pijat, dapat menyebabkan

peningkatan endorphine, yang pada gilirannya dapat meredakan nyeri.

11. Metode Pengurangan Nyeri


62

1. Metode Farmakologi

Rasa nyeri persalinan dapat dihilangkan dengan menggunakan

beberapa metode atau pemberian obat-obatan penghilang rasa nyeri,

misalnya pethidine, anastesi epidural, entonox, TENS atau ILA

(Intrathecal Labour Analgesia). Namun, belum semua metode dan obat

tersebut ada di Indonesia. (Maryunani, 2015)

a. Pethidin

Pemberian penthidine akan membuat tenang, rileks, malas bergerak

dan terasa agak mengantuk, tetapi tetap sadar. Obat ini bereaksi 20

menit, kemudian akan bekerja selama 2-3 jam dan biasanya

diberikan pada kala I. Obat ini biasanya disuntikkan dibagian paha

luar atau bokong. Penggunaan obat ini juga menyebabkan bayi

mengantuk, tetapi pengaruhnya akan hilang setelah bayi lahir.

Pethidine tidak diberikan secara rutin, tetapi diberikan pada keadaan

kontraksi rahim yang terlalu kuat.

b. Anastesi Epidural

Metode ini paling sering dilakukan karena memungkinkan ibu

untuk tidak merasakan sakit tanda tidur. Obat anastesi disuntukkan

pada rongga kosong tipis (epidural) diantaranya tulang punggung

bagian bawah. Spesialis anastesi akan memasang kateter untuk

mengalirkan obat yang mengakibatkan saraf tubuh bagian bawah

mati rasa selama sekitar 2 jam, sehingga rasa nyeri tidak terasa.

Pemberian obat ini harus diperhitungkan agar tidak ada

pengaruhnya pada kala II persalinan, jika tidak maka ibu akan


63

mengedan lebih lama.

c. Entonox

Metode ini menggunakan campuran oksigen dan nitrous oxida, dapat

menghilangkan rasa sakit, efeknya lebih ringan daripada epidural

dan dapat digunakan sendiri. Jika kontraksi mulai terasa, pegang

masker di muka, lalu tarik nafas dalam-dalam. Rasa nyeri akan

berkurang dan kepala terasa lebih ringan.

2. Metode Non-Farmakologi

a. Metode panas dingi

Metode panas dingin memang tidak menghilangkan keseluruhan

nyeri namun setidaknya memberikan rasa nyaman. Botol air panas

yang dibungkus handuk dan dicelupkan ke air dingin mengurangi

pegal di punggung dan kram bila ditempel di punggung. Menaruh

handuk dingin diwajah juga bisa mengurangi ketegangan.

b. Gerakan

Teruslah bergerak agar sirkulasi darah meningkat, nyeri punggung

berkurang, dan perhatian teralih dari rasa nyeri. Cobalah berbagai

posisi persalinan, gunakan bantal untuk menyangga sampai

diperoleh posisi paling nyaman.

c. Pijat

Pijatan pada bahu, leher, wajah, dan punggung bisa meredakan

ketegangan otot serta memberi rasa relaks. Sirkulasi darah juga


64

menjadi lancar sehingga nyeri berkurang.

d. Teknik bernafas yang benar

Metode ini menekankan teknek bernapas yang benar selama

kontraksi. Berkonsentrasi pada napas dapat mengalihkan ibu dari

nyeri, membuat otot-otot relaks serta ketegangan mengendur.

Tindakan ini sebaiknya dilakukan oleh ahli/dbantu dengan terapis.

e. Akupuntur

Dalam filosofi Cina, rasa nyeri terjadi akibat ketidakseimbangan

aliran energi dalam tubuh. Keseimbangan itu dikendalikan dengan

menusukkan jarum-jarum kecil atau menggunakan tekanan jari

tangan ke titik tertentu di tubuh. Banyak wanita hamil yang

merasakan manfaatnya untuk mengatasi keluhan selama hamil,

seperti mual atau sakit kepala. Metode ini kemudian juga dipakai

untuk meringankan nyeri persalinan.

f. Refleksiologi

Menekan titik dikaki untuk mengurangi nyeri. Pijatan lembut di

kaki juga membuat nyaman. Pikiran dari penderita rasa nyeri akan

teralihkan kepada pijatan tersebut.

g. Hypnobirthing

Hipnotis saat menghadapi persalinan memberi sugesti lewat relaksi

pikiran ibu. Dengan dibimbing terapis hipnotis, ibu akan dapat

mengontrol pikiran, rasa nyeri pun akan hilang.

h. Aromatherapy

Menghirup aroma minyak esensial dapat mangurangi ketegangan,


65

terutama pada persalinan tahap awal. Dapat juga untuk

mengarumkan ruang persalinan karena dapat memberikan efek

menenteramkan, sehinngga menimbulkan rasa relaks dan

mengurangi nyeri.

C. Konsep Teori Relaksasi Benson

1. Pengertian Relaksasi Benson

Menurut Astutiningrum & Fitriah, (2019) Relaksasi Benson

merupakan pengembangan dari metode relaksasi nafas dalam dengan

melibatkan faktor keyakinan pasien yang dapat menciptakan suatu

lingkungan yang tenang sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi

kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi.

Relaksasi benson merupakan pengembangan respon relaksasi dengan

melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu

lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi

kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi.

Relaksasi benson adalah merupakan pengembangan metode respon

relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan pasien dapat menciptakan

suatu lingkungan internaal sehingga dapat membantu pasien mencapai

kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi (Benson & Protor, 2016).

2. Mekanisme Relaksasi Benson

Menurut Apriliyana (2015) relaksasi benson diaplikasikan dengan

kondisi sadar dengan cara nafas dalam dan lambat. Nafas dalam yang

lambat akan menstimulus respon saraf otonom sehingga menurunya saraf

simpatik akan meningkatkan aktivitas tubuh dan saraf parasimpatis akan


66

menurunkan aktivitas metabolik. Adanya rasa kecemasan dan tegang adalah

akibat kinerja saraf simpatik, namum dengan meningkatnya parasimpatis

karena dilakukan relaksasi akan menekan aktivitas dalam tubuh seperti

insomnia, cemas, nyeri dan tegang. Dengan diikuti mengucapkan kata–kata

yang diyakini seperti kata–kata religius atau lainya yang akan menambah

ketenangan pada pasien.

3. Manfaat Relaksasi Benson

Menurut Protter dan Perry (2010), relaksasi benson memiliki beberapa

manfaat, yaitu :

a. Menurunkan nadi, tekanan darah dan pernafasan

b. Penurunan konsumsi oksigen

c. Mengatasi kecemasan

d. Penurunan ketegangan metabolisme

e. Peningkatan kesadaran

f. Tidak ada perubahan posisi yang volunter

g. Perasaan damai dan sejahtera

4. Langkah-langkah Relaksasi Benson

Langkah-langkah relaksasi benson menurut inayati (2015), adalah sebagai

berikut :

a. Ciptakan lingkungan tenang dan nyaman

b. Anjurkan klien untuk memilih tempat yang di sukai

c. Anjurkan klien mengambil posisi yang paling nyaman seperti tidur

terlentang atau duduk.


67

d. Anjurkan klien untuk memejamkan matanya dengan pelan, jika

dipaksakan akan mengakibatkan ketegangan oto sekitar mata.

e. Anjurkan klien untuk merelaksasikan tubuhnya untuk mengurangi

ketegangan otot, mulai dari wajah sampai ke kaki.

f. Lemaskan kepala, leher, dan pundak dengn cara putarkan kepala

perlahan-lahan.

g. Anjurkan klien mulai bernafas dengan lambat dan wajar, lalu tarik nafas

melalui hidung, beri waktu 3 detik untuk tahan nafas kemudian

hembuskan nafas lewat mulut, sambil mengucap Astagfirullah,

tenangkan pikiran kemudian hembuskan nafas lewat mulut, ucapkan kata

alhamdulillah. Nafas dalam hembuskan ucapkan kata Allahu akbar, dan

lakukan sampai 15 menit.

h. Kalimat Allah yang diucapkan, atau nama-namanya dalam Asmaul

Husna, kalimat-kalimat untuk berzikir seperti Alhamdulillah,

Subhanallah, dan Allahu Akbar

Kata yang diucapkan adalah :

1) Astaugfirullah

2) Subhanallah

3) Alhamdulilaah

4) Allahu Akbar

5) Laailaa haillallah

i. Untuk mengakhiri relaksasi dengan tetap menutup mata selama 2 menit.

tetap pada posisi semula duduk/berbaring dan buka mata secara perlahan-

lahan. Teknik relaksasi benson dilakukan 3x (sekali 2 jam).


68

D. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (Nursalam,

2009). Pengkajian merupakan proses yang kontinu dilakukan setiap tahap

proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan tergantung pada

pengumpulan data (informasi) yang lengkap dan akurat (Padila, 2015).

2. Identitas Umum

Identitas umum meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,

alamat, tanggal dan jam masuk rumah sakit, sumber informasi, diterima

dari, dan cara dating.

3. Riwayat Perawatan

1. Keluhan utama

Keluhan utama yang biasa dirasakan klien postpartum adalah nyeri seprti

ditusuk-tusuk, panas, perih, mules, dan sakit pada jahitan perineum

(Mohamed & Saied, 2012).

2. Riwayat penyakit sekarang

Kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala timbul tiba-

tiba/perlahan, lokasi, obat yang diminum, dan cara penanggulangan.

(Suratun, 2008).

3. Riwayat penyakit keluarga


69

Meliputi penyakit yang pernah diderita keluarga baik penyakit kronis,

keturunan, maupun menular. (Potter & Perry, 2009).

4. Riwayat seksualitas/reproduksi

Kebanyakan klien enggann diajak untuk berhubungan dengan pasangan.

Frekuensi untuk melakukan hubungan juga berkurang, karena pasien

masih merasakan sakit pada area bekas operasi.

1) Usia menarche, siklus haid, lama haid, haid terakhir.

2) Masalah dalam mentruasi, apakah ibu pernah pap smear.

3) Pengguna kontrasepsi sebelumnya (IUD, suntik, implant, oral).

5. Riwayat reproduksi

a. Pengkajian psikososial

Pengkajian factor emosional, perilaku, dan social pada masa

pascapartum memungkinkan perawat mengidentifikasi kebutuhan ibu

dan keluarga terhadap dukungan, penyuluhan, dan bimbingan

antisipasi, respons mereka terhadap pengalaman kehamilan dan

persalinan dan perawatan pascapartum dan faktor-faktor yang

memengaruhi pengembanan tanggung jawabb menjadi orang tua baru.

Perawat juga mengkaji pengetaahuan dan kemampuan ibu yang terkait

dengan perawatan diri, perawatan bayi baru lahir, dan pemeliharaan

kesehatan serta perasaan tentang diri dan gambaran dirinya.

6. Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-tanda vital
70

1) Suhu

Suhu tubuh diukur setiap 4 sampai 8 jam selama beberapa hari

pasca partum karena demam biasanya merupakan gejala awal

infeksi. Suhu tubuh 38ºC mungkin disebabkan oleh dehidrasi atau

karena awitan laktasi dalam 2 sampaii 4 hari. Demam yang

menetap atau berulang diatas angka ini pada 24 jam pertama dapat

menandakan adanya infeksi.

2) Nadi

Brakikardi merupakan perubahan fisiologis normal selama 6

sampai 10 hari pascapartum dengan frekuensi nadi 40 sampai 70

kali/ menit. Frekuensi diatas 100 kali/menit (takikardi) dapat

menunjukkan adannya infeksi, hemoragi, nyeri, arau kecemasan.

Nadi yang cepat dan dangkal yang dihubungkan dengan hipotensi

menunjukkan hemoragi, syok, atau emboli.

3) Tekanan Darah

Umumnya tetap dalam batasan normal selama kehamilam. Wanita

pascapartum dapat mengalami hipotensi ortostik karena diuresis

dan diaphoresis, yang menyebabkan pergeseran volume cairan

kardiovaskuler. Hipotensi menetap atau berat dapat merupakan

tanda syok atau emboli. Peningkatan tekanan darah menunjukkan

hipertensi akibat kehamilan, yang dapat muncul pertama kali pada

masa pascapartum. Kejang eklamsia dilaporkan terjadi sampai

lebih dari 10 hari pascaparum (Cuningham, et al , 1993 dalam

Sharon J, dkk 2011). Nadi dan tekanan darah diukur setiap 4


71

sampai 8 jam, kecuali jika ada penyimpangan dari nilai normal

sehingga perlu diukur lebih sering.

4) Pernafasan

Menurut sholikah (2011) klien post operasi Sectio Caesarea terjadi

peningkatan pernafasan, lihat adannya tarikan dinding dada,

frekuensi pernapasan, irama nafas serta kedalaman bernapas.

7. Head To Toe

1) Kepala dan muka

mati kesimetrisan muka, amati ada atau tidaknya

hiperpigmentasi pada wajah ibu (cloasma gravidanum), amati warna

dari keadaan rambut, kaji kerontokan dan kebersihan rambut, kaji

pembengkakan pada muka.

2) Mata

Amati ada atau tidaknya peradangan pada kelopak mata,

kesimetrisan kanan dan kiri, amati keadaan konjungtiva

(konjungtivitis atau anemis), sclera (ikterik atau indikasi hiperbilirubin

atau gangguan pada hepar), pupil (isokor kanan dan kiri (normal),

reflek pupil terhadap cahaya miosis atau mengecil, ada atau tidaknya

nyeri tekan atau peningkatan tekanan intraokuler pada kedua bola

mata.

3) Hidung

Amati keadaan septum apakah tepat di tengah, kaji adanya masa

abnormal dalam hidung dan adanya skret, kaji adanya nyeri tekan

pada hidung.
72

4) Telinga

Amati kesimetrisan, warna dengan daerah sekitar, ada atau

tidaknya luka, kebersihan telinga amati ada tidaknya serumen dan

otitis media

5) Mulut

Amati bibir apa ada kelainan kogenital (bibir sumbing), warna,

kesimetrisan, sianosis atauu tidak, pembengkakan, lesi, amati adanya

stomatitis pada mulut, amati jumlah dan bentuk gigi, warna dan

kebersihan gigi.

6) Leher

Amati adanya luka, kesimetrisan dan masa abnormal, kaji

adanya distensi vena jugularis, dan adanya pembesaran kelenjar tiroid.

7) Paru-paru

Kesimetrisan bentuk/postur dada, gerakann nafas (frekuensi

irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/ pengggunaan otot-otot bantu

pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/penonjolan, kaji

pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus apakah

normal kanan dan kiri, perkusi (normalnya berbunyi sonor), kaji bunyi

(normalnya kanan dan kiri terdengar vesiikuler).

8) Cardiovaskuler

Terjadi peningkatan frekuensi nadi, irama tidak teratur, serta

peningkatan tekanan darah.

9) Payudara
73

Pengkajian payudara selama masa pascapartum meliputi

inspeksi ukuran, bentuk, warna, dan kesimetrisan serta palpasi

konsistensi apakah ada nyeri tekan guna menentukan status laktasi.

Pada 1 sampai 2 hari pertama pascapartum, payudara tidak banyak

berubah kecil kecuali skresi kolostrum yang banyak. Pada ibu

menyusui, saat ASI mulai diproduksi, payudara menjadi lebih besar,

keras, dan hangat dan mungkin terasa berbenjol-benjol atau bernodul.

Wanita sering mengalami ketidaknyamanan dengan awitan awal

laktasi.

Pada wanita yang tidak menyusui, perubahan ini kurang

menonjol dan menghilang dalam beberapa hari. Banyak wanita

mengalami pembengkakan nyata seiring dengan awitan menyusui.

Payudara menjadi lebih besar dan teraba keras dan tegang, dengan

kulit tegang dan mengkilap serta terlihatnya pembesaran vena

berwarna biru. Payudara dapat terasa sangat nyeri dan teraba panas

saat disentuh.

10) Abdomen

Apakah kembung, asites, terdapat nyeri tekan, lokasi massa,

lingkar abdomen, bising usus, tampak linea nigra attau alba, striae

livida atau albican, terdapat bekas luka operasi Sectiocaesarea.

(Anggraini, 2010) mengkaji luka jahitan post Sectio caesarea yang

meliputi kondisi luka (melintang atau membujur, kering atau basah,

adanya nanah atau tidak), dan mengkaji kondisi jahitan (jahitan

menutup atau tidak, terdapat tanda-tanda infeksi serta warna


74

kemerahan pada sekitar area jahitan luka post Sectio Caesarea atau

tidak).

1. Ekstermitas bawah

Pengkajian pascapartum pada ekstermitas bawah meliputi inspeksi

ukuran, bentuk, kesimetrisan, warna, edema, dan varises. Suhu dan

pembengkakan dirasakan dengan palpasi. Tanda-tanda

tromboflebitis adalah bengkak unilateral, kemerahan, panas, dan

nyeri tekan, biasanya terjadi pada betis. Trombosis pada vena

femoralis menyebabkan nyeri dan nyeri tekan pada bagian distal

paha dan daerah popliteal. Tanda homan, munculnya nyeri betis

saat gerakan dorsofleksi.

2. Genetalia

Melihat kebersihan dari genetalia pasien, adanya lesi atau nodul

dan mengkaji keadaan lochea. Lochea yang berbau menunjukkan

tanda-tanda resiiko infeksi. (Handayani, 2011)

3. Nutrisi

Ibu yang menyusui harus mengkonsumsi tambahan 500

kalori tiap hari , pil zat besi harus diminum untuk menambah zat

gizi setidaknya 40 hari pasca bersalin, makan dengan diet

berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang

cukup , mengonsumsi kapsul vitamin A 9200.000) unit, agar bisa

memberikan vitamin A kepada bayinya melalui asinya (Saifuddin,

2001 dalam Siti, dkk 2013).


75

Makanan bergizii terdapat pada sayur hijau, lauk pauk dan

buahh. Konsumsi sayur hijau seperti bayam, sawi, kol dan sayur

hijau lainnya menjadi sumber makanan bergizi. Untuk lauk pauk

dapat memilih daging ayam, ikan, telur, dan sejenisnya. Ibu post

Sectio Caesarea harus menghindari makanan dan minuman yang

mengandung bahan kimia, pedas dan menimbulkan gas karena gas

perut kaddanng-kadang menimbulkan masalah sesudah Sectio

Caesarea. Jika ada gas dalam perut, ibu akan merasakan nyeri

yang menusuk. Gerak fisik dan bangun dari tempat tidur,

pernapasan dalam, dan bergoyang dikursi dapat membantu

mencegah dan menghilangkan gas. (Simkin dkk, 2007 dalam Siti

dkk, 2013).

4. Eliminasi

Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan BAB

dan BAK meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi, bau serta

masalah eliminasi (Anggraini, 2010). Pada klien post SC biasanya

2-3 hari mengalami kesulitan buang air besar (konstipasi) hal ini

dikarenakan ketakutan akan rasa sakit pada daerah sekitar post

operasi, takut jahitan terbuka karena menngejan. (handayani,

2011).

5. Pemeriksaan laboratorium

Untuk mengkaji apakah ada anemia, pemeriksaan hitung

darahh engkap, hematokrit atau haemoglobin dilakukan dalam 2

sampai 48 jam setelah persalinan. Karena banyaknya adaptasi


76

fisiologis saat wanita kembali ke keadaan sebelum hamil, nilai

darah berubah setelah melahirkan. Dengan rata-rata kehilangan

darah 400-500 ml, penurunan 1g kadar haemoglobin atau 30% nilai

hemmatokrit masih dalam kisaran yang diharapkan. Penurunan

nilai yang lebih besar disebabkan oleh perdarahan hebat saat

melahirkan, hemoragi, atau anemia prenatal.

Selama 10 hari pertama pascapartum, jumlah sel darah putih

dapat meningkat sampai 20.000/mm3 sebelum akhirnya kembali ke

nilai normal (Bond, 1993 dalam Sharon J dkk, 2011). Karena

komponen selular lekosit ini mirip denngan komponen selular

selama infeksi, peningkatan ini dapat menutupi proses infeksi

kecuali jika jumlah sel darah putih lebih tinggi dari jumlah

fisiologis.

8. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan digunakan sebagai landasan untuk

pemilihan intervensi guna mencapai hasil yang menjadi tanggung jawab

perawat. Diagnosa keperawatan perlu dirumuskan setelah melakukan

analisa data dari hasil pengkajian untuk mengidentifikasi masalah

kesehatan yang melibatkan klien beserta keluarganya. Dengan demikian

asuhan keperawatan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan yakni

memenuhi kebutuhan fisik, emosi atau psikologis, tumbuh kembang,

pengetahuan atau intelekual, social dan spiritual yang didapatkan Dari

pengkajian. (Wilkins & Williams, 2015).


77

Masalah keperawatan yang actual/potensial sering muncul pada ibu

post partum setelah kelahiran sesar berdasarkan definisi dan klasifikasi

(Nurarif & Hardhi, 2015) diantarannya adalah sebagai berikut:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik pembedahan.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan factor resiko episiotomy, laserasi

jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri post op

Deficit perawatan diri : mandi/kebersihan diri, makan, toileting

berhubungan dengann kelelahan postpartum.

d. Konstipasi berhubungan dengan efek anestesi

e. Defisiensi pengetahuan : perawatan post partum berhubungan

kurangnya informasi tentang pennanganan post partum

9. Perencanaan

Menurut nursalam (2009) renncana keperawatan dapat diartikan

sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah,

tujuan, dan intervensi keperawatan. Rencana keperawatan meliputi

pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau

mengoreksi masalah-masalah yang telah diidentifikasikan pada diagnosis

keperawatan. Intervensi yang mungkin muncul berkaitan dengan

pemenuhan kenyamanan bebas dari rasa nyaman nyeri pada ibu

postpartum dengan tindakan Sectio Caesarea menurut (Bulechek, Gloria

M, dkk 2013).
78

Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA
NO. KEPERAWATAN SLKI SIKI
(SDKI)
1. Nyeri Akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi
agen pencedera fisik intervensi selama 3x24 a. Indentifikasi lokasi,
jam maka tingkat nyeri karakteristik, durasifrekuensi,
menurun, dengan kriteria kualitas, dan intensitas nyeri.
hasil : b. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri c. Memonitor pola napas
menurun d. Memposisikan semi
2. Meringis menurun fowler/fowler
3. Gelisah menurun e. Indentifikasi respon nyeri
4. Kesulitan tidur nonverbal
menurun f. Indentifikasi faktor yang
5. Frekuensi nadi memperberat dan
membaik memperingan nyeri
6. TD membaik g. Monitor efek samping
7. Fungsi berkemihan penggunaan analgetik
79

DIAGNOSA
NO. KEPERAWATAN SLKI SIKI
(SDKI)
membaik
Terapeutik
a. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri ( mis :
suhu ruangan, kebisinngan ,
dan pencahayaan
b. fasilitas istirahat tidur

Edukasi
a. jelaskan strategi meredakan
nyeri
b. jelaskan strategi meredakan
nyeri
c. anjurkan memonitor secara
mandiri
d. anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
e. ajarkan teknik
nonfarmakologis
f. untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
a. kolaborasi pemberian anlgetik,
jika perlu.

2. Risiko infeksi Tingkat infeksi Pencegahan infeksi, tindakan


berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi
Kerusakan Intergritas intervensi selama 3x24 a. Monitor tanda dan gejala
kulit jam maka tanda-tanda infeksi local dan sitemik
infeksi tidak terlihat Terapeutik
dengan kriteria hasil : a. Batasi jumlah pengunjung
 Demam berkurang b. Berikan perawatan kulit pada
 Kenerahan area edema
berkurang c. Cuci tangan sebelum dan
 Nyeri berkurang sesudah kontak dengan pasien
 Kadar sel darah d. Pertahankan teknik aseptic
putih normal pada pasien resiko tinggi
 Nafsu makan Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala
80

DIAGNOSA
NO. KEPERAWATAN SLKI SIKI
(SDKI)
meningkat infeksi
b. Ajarkan cara mencuci tangan
yang benar
c. Ajarkan etika batuk
d. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
e. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
f. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
a. kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
Manajemen imunisasi da
vaksinasi, Tindakan
Observasi
a. indentifikasi riwayat
kesehatan dan alergi
b. indentifikasi kontraindikasi
pemberian imunisasi
c. inditifikasi status imunisasi
Terapeutik
a. Berikan suntik pada bayi
dibagian paha anterolatrel
b. Dokumentasikan informasi
vaksinisasi
c. Jadwalkan imunisasi pada
interval waktu yang tepat
Edukasi
a. Jelaskan tujuan, manfaat
reaksi yang terjadi, jadwal dan
efek samping
b. informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah
c. informasikan imunisasi yang
melindungi terhadap penyakit,
namun saat ini tidak
diwajibkan pemerintah
d. informasikan vaksinisasi
81

DIAGNOSA
NO. KEPERAWATAN SLKI SIKI
(SDKI)
untuk kejadian khusus (mis:
VAR, tetanus).
e. informasikan penundaan
pemberian imunisasi
f. informasikan penyedia
layanan PIN yang
menyediakan vksin gratis.

3. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan mobilitas


fisik berhubungan tindakan keperawatan Observasi:
dengan nyeri post 3x24 jam diharapkan
mobilitas fisik a. Identifikasi adanya nyeri atau
op
meningkat keluhan fisik lainnya
1. Pergerakan b. Identifikasi toleransi fisik
ekstremitas melakukan pergerakan
meningkat
2. Kekuatan otot c. Monitor frekuensi jantung
meningkat dan tekanan darah sebelum
3. Rentang gerak memulai mobilisasi
(ROM) nyeri
d. Monitor kondisi umum
menurun
selama melakukan mobilisasi
4. Kecemasan
menurun Terapeutik:
6. Kaku sendi
menurun a. Fasilitasi aktivitas
7. Gerakan tidak mobilisasi dengan alat
terkoordinasi bantu
menurun
b. Fasilitasi melakukan
8. Gerakan terbatas
pergerakan, jika perlu
menurun fisik
9. Kelemahan fisik c. Libatkan keluarga untuk
menurun
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan

Edukasi

a. Jelaskan tujuan dan


prosedur mobilisasi
82

DIAGNOSA
NO. KEPERAWATAN SLKI SIKI
(SDKI)
b. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini

c. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di
tempat tidur)

4. Kecemasan b.d Setelah dilakukan Penurunan Kecemasan


krisis situasonali tindakan keperawatan Reduksi Ansietas
selama 3 x 24 jam Observasi:
diharapakan kecemasan a. Identifikasi saat tingkat
menurun atau pasien ansietas berubah
dapat tenang dengan b. Identifikasi kemampuan
kriteria : mengambil keputusan
SLKI : c. Monitor tanda-tanda ansietas
Tingkat ansietas Terapeutik:
1. Menyingkirkan a. Ciptakan suasana teraupetik
tanda kecemasaan. untuk menumbuhkan
2. Tidak terdapat kepercayaan
perilaku gelisah b. Temani pasien untuk
3. Frekuensi napas mengurangi kecemasan, jika
menurun memungkinkan
4. Frekuensi nadi c. Pahami situasi yang
menurun membuat ansietas
5. Menurunkan d. Dengarkan dengan penuh
stimulasi perhatian
lingkungan ketika e. Gunakan pendekatan yang
cemas. tenang dan meyakinkan
6. Menggunakan f. Motivasi mengidentifikasi
teknik relaksasi situasi yang memicu
untuk menurunkan kecemasan
cemas. Edukasi
7. Konsentrasi a. Jelaskan prosedur, termasuk
membaik sensasi yang mungkin
8. Pola tidur membaik dialami
b. Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
83

DIAGNOSA
NO. KEPERAWATAN SLKI SIKI
(SDKI)
pengobatan, dan prognosis
c. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
d. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
e. Latih teknik relaksasi

10. Implementasi

Pelaksanaan atau implementasi adalah pelaksanaan dari rencanna

intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik (Iyer et al., 1996 dalam

buku Nursalam 2008). Implementasi dapat dilakukan seluruhnya oleh

perawat, ibu sendiri, keluarga atau tenaga kesehatan yang lain (Saleha,

2009). Menurut asmadi (2008), implementasi tindakan keperawatan

dibedakan menjadi 3 kategori :


84

a. Independent, yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja sama

tanpa petunjuk dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.

b. Interdependent, yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja sama

dari tenaga kesehatan lainnya.

c. Dependent, berhubungan dengan pelaksanaan rencanna tindakan

medis/instruksi dari tenaga medis.

11. Evaluasi

Evaluasi dapat dilakukan pada waktu kegiatan sedang

dilakukan, intermitten dan terminal. Evaluasi yang dilakukan pada

saat kegiatan berjalan atau segera setelah implementasi

meningkatkan kemampuan perawat dan memodifikasi intervensi.

Evaluasi intermitten dilakukan dilakukan pada interval khusus

misalnya seminggu sekali, dilakukan untuk mengetahui kemajuan

terhadap pencapaian tujuan dan meningkatkan kemampuan perawat

untuk memperbaiki setiap kekurangan dan memodifikasi rencana

keperawatan agar sesuai dengan kebutuhan. Evaluasi terminal,

menunjukkan keadaan pasien pada waktu pulang. Hal tersebut

mencakup status pencapaian tujuan dan evaluasi terhadap

kemampuan klien untuk perawatan diri sendiri sehubungan dengan

perawatan lanjutan. (Wilkins & Williams, 2015).

Perumusan evaluasi formatif meliputi 4 komponen yang

diikenal istilah SOAP, yaitu :

S: Subjektif (data berupa keluhan informan)

O: Objektif (data hasil pemeriksaan)


85

A: Analisis data (pembanding data dengan teori)

P: Perencanaan Tujuan evaluasi adalah untuk melihat

kemampuan pasienn dalam mencapai tujuan.

E. Evidence Based Practice Sebagai Upaya Menurunkan Skala Nyeri

1. Judul

Judul jurnal yang di e pk n d l h “ teknik relaksasi Benson Terhadap

Penurunan Nyeri Post Operasi Sectio Caesarea Diruangan An-Nissa Rumah

S ki ibn Sin P d ng h n 0 ”.

Judul penelitian sudah terdiri dari 2 variabel yaitu variabel dependen

dan variabel indevenden. Variabel devenden dalam judul jurnal yaitu teknik

relaksasi benson dan variabel indevenden yaitu nyeri. Judul penelitian

tersebut telah menggambarkan tujuan utama penetilian dan mampu menarik

minat pembaca, namun tidak memberikan informasi mengenai tempat dan

waktu kapan penelitian dilakukan.

2. Peneliti

Peneli i p d j d l ini y i “Kriscillia Molly Morita, Rini Amelia, dan

Diana Putri” Info m i en ng peneli i d l m j n l ini d h dic n mk n

beserta alamat korespodensi dan alamat email untuk memudahkan

korespodensi.

3. Sumber

Jurnal Riset Hesti Medan Akper Kesdam I/BB Medan, volume 5,

nomor 2, Desember 2020, ISSN : 2615-0441, STIKes Yarsi Sumatera Barat

Bukittinggi.

4. Keyword
86

“Sec io C e e nyeri eknik el k i ben on”

Jurnal tersebut telah memuat keyword atau kata kunci yang terdiri 3 kata

kunci dan telah memenuhi syarat minimal kata kunci dalam suatu jurnal.

5. Abstrak

“Persalinan caesar semakin diminati oleh ibu hamil di negara maju

dan berkembang, hal ini karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang terus berkembang, terutama di bidang kesehatan. Secara fisiologis,

operasi seksio sesaria dapat memiliki efek operatif yaitu nyeri. Manajemen

nyeri pada pasca operasi caesar bagian terdiri dari farmakologi dan

nonfarmakologi pengelolaan. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk

mengurangi skala nyeri pada cara nonfarmakologis adalah relaksasi Benson.

Tujuan dari ini penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh Teknik

Relaksasi Benson pada Pengurangan Nyeri pada Pasien Post Sectio

Caesarea di RS Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2019.

Penelitian ini menggunakan Quasi Experimental dengan kelompok

kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah semua post sectio pasien

caesarea di Ruang Kebidanan RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.

Sampel penelitian ini adalah 15 intervensi kelompok dan 15 kelompok

kontrol diambil dengan Non Probality Consecutive teknik pengambilan

sampel. Dilakukan pada bulan April - Juli 2020. Instrumen di penelitian ini

menggunakan Numeric Rating Scale (NRS). Dari 20 responden memperoleh

uji parametrik Independent Sample T-Test hasil nilai p 0,001 (p<0,005).

Artinya ada pengaruh Teknik Relaksasi Benson pada Pengurangan Nyeri

Pasca Sectio Pasien Caesarea di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi


87

Tahun 2020. Dengan pengetahuan tentang Efek Relaksasi Benson

diharapkan dapat menjadi intervensi keperawatan dalam mengurangi nyeri

pada pasien post sectio caesarea.

6. Tahun Publikasi : 2020

7. Tujuan penelitian

“ j n m m penerepan ini adalah untuk mengetahui pengaruh

Teknik Relaksasi Benson pada Pengurangan Nyeri pada Pasien Post

Sectio”.

Tujuan penelitian sudah ditemukan oleh peneliti baik di pendahuluan

maupun di abstrak, namun peneliti mengoreksi dengan baik tujuan yang

tercantum pada pendahuluan tidak ada terdapat kata-kata yang diulang.

8. Lokasi dan waktu

Lokasi penelitian sudah jelas karena peneliti sudah menjelaskan

bahwa penelitian ini telah di lakukan di ruangan kebidanan RSUD Dr.

Achm d Moch B ki inggi “pengaruh Teknik Relaksasi Benson pada

Pengurangan Nyeri pada Pasien Post Sectio caesarea dilakukan di Ruang

Kebidanan RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi . . Waktu penelitian ini

di lakukan pada bulan Mei-Juli. Namun pada waktu penelitian tidak di

jelaskan tanggal kapan penelitian nya. Waktu penelitian sudah dipaparkan.

9. Deskripsi penelitian

a. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan dalam jurnal penelitian yaitu :

“deng n mew w nc i e ponden n k meng h i ingk nye i

responden sebelum diberikan perlakuan. Setelah data terkumpul lengkap,


88

kemudian responden diajarkan teknik relaksasi benson dan

mendemonstrasikan latihan relaksasi benson selama 10-15 menit.

Relaksasi ini dilakukan 3 kali setiap 2 jam. Setelah itu diobservasi dan

dinilai skala nyeri responden nalisa data penelitian ini menggunakan uji

T sampel tidak berpasangan (independen) Dengan syarat dimana nilai sig

< 0.05 iny ec i ik d ny peng h”.

Dalam jurnal telah dijelaskan hasil pengkajian namun dari sampel

awalnya tidak dijelaskan keadaan sampel, responden, maupun tanda-

tanda vital sebelum dilakukan teknik relaksasi benson.

b. Pelakuan oleh peneliti terhadap sampel

Pengaruh teknik relaksasi benson ini dengan cara pengumpulan

data yang dilakukan dengan mewawancarai responden untuk mengatahui

tingkat nyeri responden sebelum diberikan perlakuan.

Jurnal ini tidak mejelaskan bagaimana perlakuan oleh peneliti

terhadap sampel, jurnal ini hanya melakukan melalui wawancara, namun

pejelasan yang dipaparkan masih kurang dijelaskan secara rinci tahap-

pertahapnya.

c. Hasil penelitian

Hasil penelitian di peroleh rata-rata skala nyeri pada pasien post

SC pada kelompok intervensi mean 1,40 dan nilai standar devisiasi

0,258. Sedangkan pada kelompok kontrol nilai mean 1,93 dan nilai

standar devisiasi 0.507.


89

Dalam jurnal ini telah dicantumkan table perbandingan setelah

dilakukan penelitian beserta telah dicantumkan table perbandingan

sebelum dan setelah diberikan teknik relaksasi benson.

d. Pembahasan

Dalam jurnal ini sudah memaparkan pembahasan dengan cukup

baik. Pada pembahasan, peneliti sudah menghubungkan antara hasil

penelitian dengan teori dan hasil penelitian-penelitian yang sebelumnya.

Sehingga mudah untuk dipahami.

e. Kesimpulan

Isi kesimpulan peneliti merupakan jawaban dari tujuan penelitian.

Kesimpulan ringkas, jelas dan padat. Kesimpulan dalam jurnal ini yaitu

“Peng h eknik el k i Benson Terhadap Penurunan Nyeri Post

Ope i Sec io C e e ”.

Kesimpulan yang dicantumkan oleh peneliti dalam jurnal tersebut

sudah cukup baik dan mudah untuk dipahami oleh pembaca.

f. Saran

Dalam penelitian ini sudah memberikan saran baik kapada peneliti

Bagi Lahan Penelitian, Bagi Institusi Pendidikan dan peneliti senjutnya

namun peneliti tidak ada memberikan saran kepada perawat untuk dapat

memberikan teknik reklaksasi benson terhadap pasien post Operasi

Sectio Caesarea.

g. Daftar pustaka
90

Daftar pustaka sudah dicantumkan dengan jelas dan dengan tata

cara penulisan yang sesuai kaidah, namun daftar pustaka tidak diurutkan

sesuai abjad.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

1. Indentitas Klien

Nama : Ny.M

Umur : 21 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan : Wahasiswa

Pekerjaan : Pelajar

Suku bangsa : Minang

Alamat : Maek, Kec. Bukik Barisan, Keb. Lima puluh kota

Identitas penanggung jawab

Nama suami : Tn. R

Umur : 24 Tahun

Perkerjaan : Swasta

Pendidikan : SMA

Agama : Islam

Suku : Minang

2. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama

Pasien datang ke RS untuk melakukan kontrol di poli Ibnu Sina

pada tanggal 09 –11– 2021 Pada jam 11.22 dengan G1P0A0H0 umur

kehamilan 40 minggu merasa nyeri dibagian ari-ari, mual-mual,

pusing (+), Ny.M direcanakan untuk tindakan operasi SC (Sectio

91
92

Caesarea), Operasi dilakukan pada tanggal 10 November 2021 pada

pukul 10.20 dan dipindahkan keruangan An-Nissa kebidanan dengan

keadaan umum.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Pada saat dilakukan pengkajian diruang An- Nissa kebidanan pada

tanggal 10 November 2021, klien dengan post operasi sectio caesarea.

Dengan bayi lahir BB 3300 gr, PB 50 cm, klien mengatakan badan

terasa lemas, Klien mengatakan sulit untuk bangun dari tempat tidur

karena lemas dan juga nyeri pada luka post sectio caesarea. Pasien

tampak terpasang IVFD RL 30 tts/i , PCT 3x500 mg, ceftriaxone 2x1

gr, metrodinazol 2x500 mg, pasien terpasang keteter, tampak ada luka

operasi dengan bentuk horizontal tertutup verban dengan ukuran ± 15

cm pada abdomen. Pasien tampak meringis kesakitan, pasien

mengeluh masih terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dengan skala nyeri

6 dalam waktu selama 10-20 detik dan aktivitas klien dibantu oleh

perawat, luka klien tampak merah dan masih basah, klien mengatakan

nyeri pada luka post sectio caesarea, dan klien mengatakan cemas

dengan luka post SC. P : Nyeri karena adanya luka post op SC, Q:

Nyeri seperti tertusuk-tusuk, R: Nyeri pada daerah jahitan, S: Skala

nyeri 6, T: Nyeri saat bergerak. Keadaan umum klien lemah dengan

TD 128/69 mmHg, nadi 87x/menit, pernafasan 21x meni h

C.
93

3. Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien mengatakan tidak ada abortus, klien tidak ada sesak napas dan

klien tidak memiliki penyakit, dan klien juga mengatakan tidak pernah

di operasi sectio caesarea sebelumnya karena ini adalah hamil

pertama.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita

penyakit menular ataupun keturunan seperti: DM, Jantung, Asma,

Ginjal, Hipertensi, penyakit kejiwaan dan penyakit infeksi lainnya.

Genogram

Keterangan:

: Laki-Laki

: Perempuan

: Klien

: Meninggal Dunia

5. Riwayat Obstetri

Manarche : 12 Tahun

Siklus Haid : 28 Hari


94

Lama Haid : 7 Hari

Ganti duk : sebanyak 2 kali ganti pembalut sehari

Keluhan Pada Saat Haid : ada nyeri pada saat Haid tapi masih dapat

ditoleransi.

6. Riwayat Kehamilan

Usia kehamilan 40 minggu P1A0H0

No Tgl/Thn Tempat Cara Ditolong Anak BB Nifas Keadaan


persalinan persalinan persalinan jenis anak
sekarang
1. 10 RSI Ibnu Sectio Dokter Laki- 3300 - Hidup
November Sina caecarea laki gr
2021 Padang

7. Riwayat Persalinan sekarang

Jenis persalinan : Sectio caesarea

Ditolong oleh : Dokter

Jenis kelamin bayi : Laki-laki

Panjang badan : 50 cm

Berat badan : 3300 gr

Lama persalinan : 65 menit

8. Riwayat Perkawinan

Pasien menikah 1 kali pada tahun 2019, dengan kehamilan pertama.

9. Data keluarga berencana

Klien mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi karena

saat menikah ingin langsung mempunyai anak.


95

10. Data psikologis

Klien mengatakan kehamilan yang diinginkan, klien mengatakan

mendapat dukungan dari suami untuk menyusui bayi dan interaksi

antara ibu dan bayi serta suami baik.

3. Pemeriksaan Fisik (10 November 2021)

1. Tanda-tanda Vital

TD : 128/69 mmhg

Suhu : 38,4 Cº

RR : 21 x/i

HR : 87x/i

2. Keadaan umum : Sedang

3. Tingkat kesadaran : Compos mentis

4. Tinggi Badan : 156 cm

5. Berat badan : 68 kg, sebelum hamil 62 kg

6. Kepala : Rambut pasien hitam, terlihat bersih, tidak mudah

rontok, tidak ada benjolan dan tidak mudah dicabut.

7. Mata

Conjungtiva : Tidak anemis

Sklera : Tidak ikterik

8. Hidung : lubang hidung semetris kiri, polip tidak ada,

perdarahan tidak ada.

9. Mulut dan gigi : mukosa bibir kering, karies gigi ada.

10. Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tyroid dan kelenjer

getah bening.
96

11. Paru-paru

I : gaya tarik dada simetris kiri dan kanan

P : Fremitus kiri dan kanan

P : sonor

A : vesikuler, ronkhi, dan whezing tidak ada

12. Jantung

I : Iktus kordis tidak tampak

P : iktus kordis teraba 1 jari dibawah RIC V

P : pekak, batas jantung atas RIC II kiri dan kanan, batas jantung

bawah RIC V kiri dan RIC III kanan bawah

A : reguler

13. Abdomen

Dinding abdomen : ada strie terdapat luka operasi horizontal

Tinggi Fundus Uteri : 2 jari dibah pusat

Posisi Uterus : bagian tengah yang berongga (isthmus)

Kontraksi : Baik

Kandung kemih : Baik

Luka operasi : Ada, luka horizontal tertutup verban ± 15 cm

pada perut, bagian bawah luka tampak basah

dan tidak ada terdapat PUS.

14. Genetalia

Kebersihan : Bersih

Perinium : Bersih

Lochea : Rubra (H3), bau amis


97

Jumlah : 150 cc / 2x ganti pembalut

Warna : Merah

Konsistensi : Cair

15. Eliminasi

BAK: Frekuensi : 5-6x/Sehari

Retensi : Tidak ada

Nyeri BAK : Tidak ada

BAB : Frekuensi : 1x/Sehari

Konstipasi : Ada

Nyeri BAB : Tidak ada

16. Ekstremitas

Tangan terpasang IVFD RL 30 tts/i , PCT 3x500 mg, ceftriaxone

2x1 gr, metrodinazol 2x500 mg, akral teraba dingin, tidak ada

varies di kedua kaki, tidak ada oedema pada tungkai kaki, reflek

patela +/+.

4. Pola Aktivitas Sehari-Hari

1. Eliminasi

BAB : klien mengatakan semenjak dilakukan SC sampai sekarang

belum ada BAB

BAK : terpasang kateter dengan urine sebanyak ±1100 cc

2. Istirahat dan kenyamanan

Pasien mangatakan aktifitas masih ditempat tidur dibantu perawat, pasien

mengeluh susah tidur karena masih merasa nyeri pada luka post op.

3. Mobilisasi dan latihan


98

Setelah operasi, semua aktifitas dibantu perawat, pasien boleh bergerak

setelah 6 jam post op. Pasien sudah mulai miring kiri dan kanan,

walaupun masih merasakan nyeri pada saat berganti posisi.

4. Data psikologis

Pasien terlihat lemah setelah persalinan, ibu merasa tenang karena

bayinya lahir dengan sehat dan tidak dirawat diperinatologi.

5. Data Penunjang

Tabel 2.2
Data Penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket

Hemoglobin 10,9 gr/dl 12-16 gr/dl <N

Leukosit 15.800 /mm3 5.000-10.000 /mm3 >N

Hematokrit 36% 38-43 % <N

Trombosit 200.000 /mm3 150.000-400.000 N

/mm3

Therapy atau Pengobatan

Terapi Tanggal

IVFD RL 30 tts/i 10 - 12 November 2021

Ceftriaxone 2x1 gr (IV) 10 - 11 November 2021

PCT 3x500 mg 10-12 November 2021

Metrodinazole 2x500 mg 11-12 ovember 2021

B. Analisa Data
99

Tabel 2.3
Analisa Data

No Symptom Problem Etiologi


1. DS : Prosedur Nyeri Akut
1. Klien mengatakan sulit untuk pembedahan
bangun dari tempat tidur karena
lemas dan juga nyeri pada luka
post sectio caecarea Terdapat luka post
2. Klien mengatakan merasa operasi
pusing dan badanya terasa
lemah
Merangsang
DO : mediator nyeri
1. Klien tampak meringis
kesakitan
2. TTV Nyeri akut
Tekanan Darah : 128/69 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Pernafasan : 21 x/menit
Suhu c
3. Pengkajian Nyeri
P : Nyeri karena adanya luka
post op SC
Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk
R: Nyeri pada daerah jahitan S:
Skala nyeri 6
T: Nyeri saat bergerak
Ada bekas luka operasi (horizontal)
± 15cm
2. DS : Mobilitas Gangguan Mobilitas
Fisik
klien mengatakan badan lemas,
Klien mengatakan sulit untuk Tidak mampu
bangun dari tempat tidur karena beraktivitas
lemas dan juga nyeri pada luka post
Tirah baring yang
sectio caecarea. lama
DO:
1. Terdapat luka jahitan post
operasi sepanjang ± 15 cm, Kehilangan daya
tertutup verban otot
2. Klien tampak dibantu saat
memenuhi kebutuhannya
Penurunan otot
3. Klien terpasang kateter
4. TTV
TD 128/68 mmHg Perubahan sistem
100

Nadi 87 x/menit muloskeletal


Pernafasan 21x/menit
S h c.
Gangguan
Terpasng infus diekstremitas atas
Mobilitas Fisik
sebelah kiri dengan cairan infus RL
30 tts/i.
3. DS : Luka Post Op Resiko Infeksi
Klien mengatakan sulit untuk
bangun dari tempat tidur, pasien
mengatakan lemas. Klien Kerusakan
mengatakan nyeri pada bekas jahitan Intergritas kulit
SC.
klien mengatakan cemas dengan Tempat masuknya
luka jahitannya. organisme
DO :
1. Terdapat bekas luka operasi Tidak adekuat
(horizontal) ± 15 cm, keadaan pertahanan sistem
luka masih tampak baru, luka imun
tampak merah, dan masih
basah.
2. Leukosit : 15.800 (5000- Resiko infeksi
10.000/mm3)
3. TTV
TD 128/68 mmHg
Nadi 87 x/menit
Pernafasan 21x/menit
S h c.

C. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut b.d Agen pencedera Fisik

2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Nyeri Post Op

3. Resiko Infeksi b.d Kerusakan Intergritas kulit

D. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.4
101

Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SDKI SLKI SIKI


1. Nyeri Akut b.d Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
agen pencedera fisik Setelah dilakukan Observasi
intervensi selama 3x24 a. Indentifikasi lokasi,
jam maka tingkat nyeri karakteristik, durasi
menurun, dengan frekuensi, kualitas, dan
kriteria hasil : intensitas nyeri.
1. Keluhan nyeri b. Identifikasi skala nyeri
menurun c. Memonitor pola napas
2. Meringis menurun d. Memposisikan semi
3. Gelisah menurun fowler/fowler
4. Kesulitan tidur e. Indentifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
5. Frekuensi nadi memperingan nyeri
membaik f. Monitor efek samping
6. TD membaik penggunaan analgetik
7. Fungsi berkemihan
membaik Terapeutik
a. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis : suhu ruangan,
kebisingan, dan
pencahayaan.
b. fasilitas istirahat tidur
c. memberikan teknik
relaksasi benson

Edukasi
a. jelaskan strategi
meredakan nyeri .
b. jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. anjurkan memonitor
secara mandiri
d. untuk mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi
a. kolaborasi pemberian
anlgetik, jika perlu.
102

2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan mobilitas


fisik berhubungan tindakan Observasi:
dengan nyeri post op keperawatan 3x24 a. Identifikasi adanya nyeri
jam diharapkan atau keluhan fisik
mobilitas fisik lainnya
meningkat: b. Identifikasi toleransi
1. pergerakan fisik melakukan
ekstremitas pergerakan
meningkat c. Monitor frekuensi
2. kekuatan otot jantung dan tekanan
meningkat darah sebelum memulai
3. pemberian mobilisasi
teknik relaksasi d. Monitor kondisi umum
benson nyeri selama melakukan
menurun mobilisasi
4. kecemasan Terapeutik:
menurun a. Fasilitasi aktivitas
5. kaku sendi mobilisasi dengan alat
menurun bantu
6. gerakan tidak b. Fasilitasi melakukan
terkoordinasi pergerakan, jika perlu
menurun c. Libatkan keluarga untuk
7. gerakan terbatas membantu pasien dalam
menurun fisik meningkatkan pergerakan
8. kelemahan fisik Edukasi
menurun a. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisas
b. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
c. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di
tempat tidur)

3. Resiko infeksi Tingkat infeksi Pencegahan infeksi,


behubungan dengan Setelah dilakukan tindakan
kerusakan integritas intervensi selama 3x24 Observasi
kulit jam maka tanda-tanda a. Monitor tanda dan gejala
infeksi tidak terlihat infeksi local dan sitemik
103

dengan kriteria hasil : Terapeutik


 Demam berkurang a. Batasi jumlah
 Kenerahan pengunjung
berkurang b. Berikan perawatan kulit
 Nyeri berkurang pada area edema
 Kadar sel darah c. Cuci tangan sebelum dan
putih normal sesudah kontak dengan
 Nafsu makan pasien
meningkat d. Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
resiko tinggi
Edukasi
a. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
b. Ajarkan cara mencuci
tangan yang benar
c. Ajarkan etika batuk
d. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
e. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
f. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
a. kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
Manajemen imunisasi da
vaksinasi, Tindakan
Observasi
a. indentifikasi riwayat
kesehatan dan alergi
b. indentifikasi kontra
indikasi pemberian
imunisasi
Terapeutik
a. Berikan suntik pada bayi
dibagian paha
anterolatrel
b. Dokumentasikan
informasi vaksinisasi
c. Jadwalkan imunisasi
pada interval waktu yang
tepat.
104

Edukasi
a. Jelaskan tujuan, manfaat
reaksi yang terjadi,
jadwal dan efek samping
b. informasikan imunisasi
yang diwajibkan
pemerintah
c. informasikan imunisasi
yang melindungi
terhadap penyakit,
namun saat ini tidak
diwajibkan pemerintah
d. informasikan vaksinisasi
untuk kejadian khusus
(mis: VAR, tetanus).
e. informasikan penundaan
pemberian imunisasi
f. informasikan penyedia
layanan PIN yang
menyediakan vaksin
gratis.
105

E. Catatan Perkembangan

Tabel 2.5
Catatan Perkembangan

Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
keperawatan
10 Nyeri Akut 1. Melakukan penilaian nyeri S:
November secara komprehensif dimulai a. Pasien
2021 dari lokasi, karakteristik, mengatakan
11 : 00 durasi, frekuensi, kualitas, masih nyeri masih
intensitas, dan penyebab ada
2. Mengkaji ketidaknyamanan b. Nyeri dirasakan
pasien secara nonverbal pada saat
3. Mengontrol faktor lingkungan merubah posisi
yang menimbulkan nyeri dan bertambah
seperti suhu panas, keributan, saat bergerak
posisi O:
4. Menganjurkan pasien untuk a. Pasien tampak
beristirahat agar nyeri meringis
berkurang b. Pasien masih
5. Mengajarkan pasien teknik berfokus pada
relaksasi benson untuk diri sendiri dan
mengurangi nyeri yang tampak lelah
dirasakan klien c. Pasien
6. Mendemonstrasikan dan terlihat
mempraktekkan serta memegang
mengajarkan kepada klien dan perut atau
keluarga cara teknik relaksasi area nyeri
benson untuk mengurangi d. Nyeri skala 6
nyeri
e. TD:128/69
7. Memantau kepuasan pasien
mmhg,
terhadap manajemen nyeri
N : 78xx/i
yang sudah diajarkan
c. Diterapkan
8. Memonitor tanda-tanda vital
pemberian teknik
relaksasi benson
untuk mengatasi
nyeri dengan cara
memejamkan
mata, Menarik
nafas dalam lewat
hidung, tahan 3
detik lalu
106

Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
keperawatan
hembuskan lewat
mulut disertai
dengan
mengucapkan
do‟ k -
kata yang
diucapkan.
A:
Masalah
keperawatan nyeri
belum teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan :
a. Manajemen nyeri
b. Monitor tanda-
tanda vital
c. Mengajarkan
pasien teknik
relaksasi benson
untuk
mengurangi nyeri
13:00 Gangguan 1. Memonitor tanda-tanda vital S:
Mobilitas Fisik 2. Mengkaji kemampuan pasien Pasien mengatakan
dalam mobilisasi masih sulit untuk
3. Mengajarkan pasien tentang bangun dari tempat
teknik mobilisasi tidur karena adanya
4. Mendampingi dan Bantu pasien bekas operasi yang
saat mobilisasi dan bantu jika beraktivitas
penuhi kebutuhan ADLs pasien terasa nyeri
5. Mengajarkan klien latihan O:
bagaimana teknik terapi benson a. Klien tampak
6. Mengajarkan posisi dan berikan belum bisa
bantuan jika diperlukan mobilisasi secara
7. Mengedukasi keluarga untuk penuh
membantu klien dalam b. Pasien tampak
memenuhi kebutuhannya mencoba
mobilisasi
c. Pasien tampak di
bantu suami atau
keluarga dalam
beraktivitas.
d. TD=128/69
107

Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
keperawatan
mmHg
e. N : 87 x/menit
RR : 21 x/menit
S: 5c
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan
a. Memoitor TTV
b. Mengajarkan
teknik mobilisasi
c. Mendampingi
pasien dalam
memenuhi
kebutuhan nya
Adl
15 : 00 Resiko infeksi 1. Mencuci tangan sebelum dan S:
sesudah tindakan keperawatan. a. Pasien
2. Memonitor tanda dan gejala mengatakan ada
infeksi. bekas luka post
3. Melakukan perawatan luka operasi dan terasa
4. Menginspeksi kondisi nyeri.
luka/insisi bedah. b. pasien
5. Mengobservasi hasil mengatakan
laboratorium terasa lebih
6. Memonitor vital sign nyaman saat
dilakukan
perawatan luka
dan penggantian
verban
O:
a. Terdapat luka
jahitan post
operasi tertutup
verban
b. Luka tampak
basah dan
memerah
c. Leukosit : 15.800
(5-10 ribu/mm3)
d. TD:130/80
108

Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
keperawatan
mmHg
N : 87 x/menit
RR = 21 x/menit
S c
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan
a. Melakukan
monitoring TTV
b. Memonitor tanda
gejala infesi
c. Melakukan
perawatan luka
11 Nyeri Akut 1. Melakukan penilaian nyeri S:
November secara komprehensif dimulai a. Pasien
2021 dari lokasi, karakteristik, mengatakan nyeri
10 : 00 durasi, frekuensi, kualitas, masih ada
intensitas, dan penyebab b. Nyeri dirasakan
2. Mengkaji ketidaknyamanan pada saat
pasien secara nonverbal merubah posisi
3. Mengontrol faktor lingkungan dan bertambah
yang menimbulkan nyeri saat bergerak
seperti suhu panas, keributan, c. Pasien
posisi mengatakan skala
4. Menganjurkan pasien untuk nyeri 5, terasa
beristirahat agar nyeri sudah mulai
berkurang berkurang setelah
5. Memberikan teknik relaksasi dengan
benson untuk mengurangi nyeri pemberian teknik
6. Memantau kepuasan pasien relaksasi benson
terhadap manajemen nyeri O:
yang sudah diajarkan a. Pasien tampak
7. Memonitor tanda-tanda vital meringis
terutama saat
bergerak
b. Nyeri skala
5
c. Pasien
terlihat
memegang
109

Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
keperawatan
perut atau
area nyeri
d. Pasien
tampak
terbaring
e. TD:125/70
mmhg,
N : 84 x/i

A:
Masalah
keperawatan nyeri
belum teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan :
a. Manajemen nyeri
b. Monitor tanda-
tanda vital
c. Mengajarkan
pasien teknik
relaksasi benson
untuk
mengurangi nyeri
11:30 Gangguan 1. Memonitor tanda-tanda vital S:
Mobilitas Fisik 2. Mengajarkan pasien tentang Pasien mengatakan
teknik mobilisasi sudah sedikit mampu
3. Mendampingi dan Bantu pasien untuk bangun dari
saat mobilisasi dan bantu tempat tidur.
penuhi kebutuhan ADLs pasien O :
4. Mengajarkan klien latihan a. Klien tampak
teknik relaksasi benson belum bisa
mobilisasi
secara penuh
b. Pasien tampak
mencoba
mobilisasi
c. Klien tampak
mencoba
mobilisasi secara
perlahan dengan
dibantu
d. Pasien tampak
di bantu suami
110

Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
keperawatan
atau keluarga
dalam
beraktivitas.
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan
Memonitor tanda-
tanda vital

a. Mengajarkan
pasien tentang
teknik
mobilisasi

12 : 00 Resiko infeksi 1. Mencuci tangan sebelum dan S :


sesudah tindakan keperawatan. a. Pasien
2. Memonitor tanda dan gejala mengatakan luka
infeksi. masih terasa
3. Menginspeksi kondisi sedikit nyeri.
luka/insisi bedah. b. Pasien
4. Melakukan perawatan luka mengatakan
5. Memberikan antibiotik merasa lebih
(ceftiaxone). nyaman diganti
6. Memonitor suhu tubuh verbannya.
c. Pasien
mengatakan
susah miring
kekiri dan kenan
pas tidur malam
karena terdapat
luka post op SC
DO :
a. Terdapat luka
jahitan post
operasi tertutup
verban.
b. Luka tampak
memerah dan
masih sedikit
basah
c. Ceftiaxone (+)
111

Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
keperawatan
d. S C
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan
a. Menginspeksi
kondisi
luka/insisi
bedah.
b. Melakukan
perawatan luka
c. Memberikan
antibiotik
(ceftiaxone).
d. Memonitor
suhu tubuh

12 Nyeri Akut 1. Melakukan penilaian nyeri S:


November secara komprehensif dimulai a. Pasien
2021 dari lokasi, karakteristik, mengatakan nyeri
09 : 30 durasi, frekuensi, kualitas, sudah mulai
intensitas, dan penyebab berkurang
2. Mengkaji ketidak nyamanan b. Nyeri masih
pasien secara nonverbal dirasakan sedikit
3. Mengontrol faktor lingkungan saat bergerak
yang menimbulkan nyeri c. Pasien
seperti suhu panas, keributan, mengatakan nyeri
posisi terasa berkurang
4. Menganjurkan pasien untuk setelah diberikan
beristirahat agar nyeri teknik relaksasi
berkurang benson
5. Memberikan teknik relaksasi O:
benson untuk mengurangi a. Pasien tampak
nyeri rileks
6. Memantau kepuasan pasien b. Pasien tampak
terhadap manajemen nyeri nyaman
yang sudah diajarkan c. Masih
7. Memonitor tanda-tanda vital meringis
kesakitan saat
berpindah
d. Nyeri skala
5
112

Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
keperawatan
e. Pasien
masih
terlihat
memegang
area perut
f. TD:120/80 mmhg
N : 80 x/i

A:
Masalah
keperawatan nyeri
teratasi sebagian
P:
Intervensi dihentikan
karena klien
memintak pulang
lebih awal
11 : 25 Gangguan 1. Memonitor tanda-tanda vital S:
Mobilitas Fisik 2. Mengajarkan pasien tentang Pasien mengatakan
teknik mobilisasi sudah bisa bangun
3. Mendampingi dan Bantu pasien dari tempat tidur
saat mobilisasi dan bantu untuk duduk.
penuhi kebutuhan ADLs pasien O:
4. Mengajarkan klien latihan a. Klien tampak
terapi benson sudah duduk dari
tempat tidur
b. Pasien tampak
baik
c. Pasien tampak
sudah bisa
melakukan
aktivitas seperti
ganti baju.
A:
Masalah teratasi
sebagian
P:
Intervensi dihentikan
karena klien
memintak pulang
lebih awal
12 : 00 Resiko infeksi 1. Mencuci tangan sebelum dan S:
sesudah tindakan keperawatan. a. Pasien
113

Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
keperawatan
2. Memonitor tanda dan gejala mengatakan
infeksi. nyeri sudah
3. Menginspeksi kondisi berkurang pada
luka/insisi bedah. area luka
4. Melakukan perawatan luka
b. Pasien
5. Memonitor suhu tubuh
mengatakan
merah luka post
op sudah mulai
berkurang
DO :
a. Terdapat luka
jahitan post
operasi tertutup
verban.
b. Luka tampak
memerah dan
sedikit lebih
kering
c. S c
A:
Masalah teratasi
sebagian
P:
Intervensi dihentikan
karena klien
memintak pulang
lebih awal
114
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada BAB ini peneliti akan membahas kesinambungan antara teori dengan

laporan kasus asuhan keperawatan pada Ny.M dengan Pengaruh Teknik Relaksasi

Benson Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea

Diruangan An-Nissa Rumah Sakit Ibnu Sina Padang yang dilakukan pada tanggal

10-12 November 2021. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian, analisa

data, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan,

dan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian Keperawatan

Pada saat pengkajian pada tanggal 10 November 2021 didapatkan hasil

Ny.M mengatakan bahwa nyeri pada bagian luka post sectio caesarea, nyeri

yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6, nyeri yang dirasakan saat

bergerak, klien mengatakan nyeri hilang timbul, klien sulit untuk bangun dari

tempat tidur karena lemas dan juga nyeri pada luka post sectio caecarea,

Klien mengatakan merasa pusing dan badanya terasa lemah, Klien

mengatakan sulit untuk bangun dari tempat tidur karena lemas dan juga nyeri

pada luka post sectio caecarea, pada saat observasi klien tampak meringis

kesakitan, daan mengantuk. Hasil Tanda-tanda Vital : TD : 128/69 mmhg, S :

38,4 ºC, RR : 21x/menit, HR : 87x/menit.

Suatu proses pembedahan setelah oopersi atau post operasi akan

menimbulkan respon nyeri. Nyeri yang dirasakan post sectio caesarea ini

berasal dari luka yang terdapat dari perut, yeri hilang timbul. Tingkat dan

115
116

keparahan nyeri pasca operasi tergantung pada fisiologis dan psokologis

individu yang timbulkan nyeri (yuliana, dkk 2015).

Tindakan operasi sectio caesarea menyebabkan nyeri dan mengakibatkan

terjadinya perubahan kontinuitas jaringan adanya pembedahan. Nyeri tersebut

akan menimbulkan berbagai masalah jika tidak ditangani yaitu imobilitas

terbatas, bonnding attacment tidak terpenuhi, ADL, IMD, tidak dapat

terpenuhi karena adanya peningkatan intensitas nyeri apabila ibu bergerak jadi

respon ibu terhadap bayi kurang (Afifah, 2016).

Menurut analisa peneliti terhadap kasus Ny.M dengan post sectio

caesarea dengan nyeri di alami oleh Ny.M sesuai dengan teoritis yaitu nyeri

saat bergerak, nyeri hilang timbul, mobilitas fisik tidak terpenuhi, nyeri seperti

di tusuk-tusuk. Berdasarkan hal tersebut untuk mengurangi rasa nyeri pasien

tentang tanda nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul, skala nyeri 6

menerapkan teknik relaksasi benson.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada Ny.G : Nyeri berhubungan dengan agen

pencedera fisik ( luka post SC), Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

nyeri post Operasi dan resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas

kulit.

Diagnosa keperawatan adalah penilian klinik mengenai respon individu,

keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan yang

aktual, potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan

untuk mencapai hasil yanng merupakan tanggung jawab perawat (samudin,

2019).
117

Terdapat kesamaan diagnosa keperawatan anatara teoritis dengan kasus

yang ditemukan pada Ny.M yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisik, Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri post

Operasi dan resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.

C. Intervensi keperawatan

Perencanaan adalah suatau proses didalam pemecahan masalah yang

merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,

bagaimana dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan

(Samudin,2019).

Pada kasus Ny. M intervensi keperawatan pada diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan agen pencedara fisik (Post OP) berdasarkan SIKI (2017).

Yaitu manajemen nyeri dengan indentifikasi Indentifikasi lokasi, karakteristik,

durasifrekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri, Identifikasi skala nyeri

Memonitor pola napas, memberikan teknik relaksaai benson, Memposisikan

semi fowler/fowler, Indentifikasi respon nyeri nonverbal, Indentifikasi faktor

yang memperberat dan memperingan nyeri, Monitor efek samping penggunaan

analgetik dan kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.

Secara umum tujuan keperawatan pada pasien yang mengalami nyeri

akut tergantung pada pasien batasan karakteristik masing-masing individu.

Adapun tujuan yang telah ditetapkan pada kasus Ny. M adalah Setelah

dilakukan intervensi selama 3x24 jam maka tingkat nyeri menurun, dengan

kriteria hasil : Keluhan nyeri menurun, Meringis menurun, Gelisah menurun,

Kesulitan tidur menurun, Frekuensi nadi membaik, TD membaik dan Fungsi

berkemihan membaik. Dipilih outcome ini karena pada pasien memiliki data
118

yang mendukung seperti Ny. M tampak meringis kesakitan, nyeri pada daerah

jahitan, skala nyeri 6, dan nyeri saat bergerak.

Menurut asumsi penulis intervensi untuk diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan agen pencedara fisik (Post OP) berdasarkan SDKI dan

modifikasi dengan pemberian terapi non farmakologis sesuai evidace based

nursing yaitu memberikan terapi teknik relaksasi benson untuk meringankan

atau mengurangi rasa nyeri.

Intervensi yang digunakan untuk diagnosa kedua dengan Gangguan

Mobilitas Fisik b.d Nyeri Post Op berdasarkan pada SDKI (2017) yaitu

keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara

mandiri. Dengan identifikasi penyebab Gangguan Mobilitas Fisik, Identifikasi

adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya, Identifikasi toleransi fisik melakukan

pergerakan, Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai

mobilisasi, Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi Fasilitasi

melakukan pergerakan, dan jika perlu Libatkan keluarga untuk membantu pasien

dalam meningkatkan pergerakan.

Tujuan yang telah ditetapkan pada diagnosa Gangguan Mobilitas Fisik ini

yaitu setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan diharapkan mobilitas

fisik meningkat: pergerakan ekstremitas meningkat, kekuatan otot meningkat,

pemberian teknik relaksasi benson nyeri menurun, kecemasan menurun, kaku

sendi menurun, gerakan tidak terkoordinasi menurun, gerakan terbatas

menurun fisik dan kelemahan fisik menurun. Dipilih outcome ini karena pada

pasien. Ny.M memiliki data yang mendukung seperti suhu tubuh ibu dari batas

nomal yaitu 38,5 oC dan Terdapat luka jahitan post operasi sepanjang ± 15 cm,

tertutup verban.
119

Diagnosa yang ketiga resiko infeksi berhubungan dengan Kerusakan

Intergritas kulit diberikan intervensi yaitu pencegahan terjadinya infeksi

dengan Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik, Berikan perawatan

kulit pada area edema, anjurkan Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak

dengan pasien, Pertahankan teknik aseptic pada pasien resiko tinggi, Ajarkan

etika batuk, Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi, Anjurkan

meningkatkan asupan nutrisi, dan Anjurkan meningkatkan asupan cairan.

Tujuan yang telah ditetapkan yaitu setelah dilakukan tindakan

keperawatan 3x24 jam diharapkan mobilitas fisik meningkat, pergerakan

ekstremitas meningkat, kekuatan otot meningkat, rentang gerak (ROM) nyeri

menurun, kecemasan menurun, kaku sendi menurun, gerakan tidak

terkoordinasi menurun, gerakan terbatas menurun fisik dan kelemahan fisik

menurun. Dipilih outeome ini karena pada pasien Ny. M memiliki data yang

mendukung seperti Ny. M keadaan luka masih tampak baru, luka tampak

merah, masih basah dan Leukosit : 15.800 (5000-10.000/mm3).

Menurut asumsi penulis untuk diagnosa yang risiko infeksi berhubungan

dengan nyeri post OP, pemberian intervensi keperawatan sudah dilakukan

sesuai dengan intervensi dalam SDKI. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

dan mejaaga kebersihan luka operasi supaya luka tidak terjadinya infeksi.

D. Implementasi

Dalam melakukan tindakan keperawatan pada Ny. M semua tindakan

yang dilakukan berdasarkan teori keperawatan yang berfokus pada intervensi

yang ditetapkan. Pada hari Rabu 10 November 2021 dilakukan implementasi

berdasarkan intervensi telah ditetapkan untuk diagnosa nyeri akut yang diberikan
120

hingga hari ke tiga yaitu jum‟at, 12 November 2021 yaitu memeriksa indentifikasi

Indentifikasi lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas, dan intensitas

nyeri, Identifikasi skala nyeri Memonitor pola napas, memberikan teknik

relaksaai benson, Memposisikan semi fowler/fowler, Indentifikasi respon

nyeri nonverbal, Indentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan

nyeri, Monitor efek samping penggunaan analgetik dan kontrol lingkungan

yang memperberat rasa nyeri. Didapatkan hasil akhir dilakukan implementasi

yaitu Pasien mengatakan nyeri sudah mulai berkurang, Nyeri masih dirasakan

sedikit saat bergerak, Pasien mengatakan nyeri terasa berkurang setelah

diberikan teknik relaksasi benson dan Intervensi dihentikan karena klien

memintak pulang lebih awal.

Implementasikan untuk diagnosa kedua yaitu Gangguan Mobilitas Fisik

b.d Nyeri Post Op yang diberikan selama tiga hari yang dimulai pada hari rabu

10 November 2021 hingga hari jum‟at yaitu mengidentifikasi penyebab

Gangguan Mobilitas Fisik, Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan,

Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi,

Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi Fasilitasi melakukan

pergerakan, dan jika perlu Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam

meningkatkan pergerakan. Didapatkan hasil akhir yaitu Klien tampak sudah

duduk dari tempat tidur, Pasien tampak baik, dan Pasien tampak sudah bisa

melakukan aktivitas seperti ganti baju.

Implementasi pada diagnosa ketiga risiko infeksi berhubungan dengan

gangguan Kerusakan Intergritas kulit yang juga diberikan selama tiga hari yang

dimulai pada hari rabu 10 November 2021 hingga hari jum‟ at yaitu Monitor
121

tanda dan gejala infeksi local dan sitemik, Berikan perawatan kulit pada area

edema, anjurkan Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien,

Pertahankan teknik aseptic pada pasien resiko tinggi, Ajarkan cara memeriksa

kondisi luka atau luka operasi, Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, dan

Anjurkan meningkatkan asupan cairan. Didapatkan hasil akhir dilakukan

implementasi yaitu Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang pada area luka,

Pasien mengatakan merah luka post op sudah mulai berkurang, Luka tampak

memerah dan sedikit lebih kering dan karena klien memintak pulang lebih

awal.

E. Evaluasi

Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dalam asuhan keperawatan yang

dimana mahasiswa menilai asuhan keperawatan yang telah dilakukan

diharapkan evaluasi pada Ny.M sesuai dengan kriteria baik secara objektif

maupun secara subjektif.

Evaluasi yang dilakukan pada tanggal 10 November 2021 pada diagnosa

1 nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera Fisik yang ditandai dengan,

Klien mengatakan sulit untuk bangun dari tempat tidur karena lemas dan jug

nye i p d l k po ec io c ec e Klien meng k n me p ing d n

b d ny e lem h Klien mp k me ingi ke ki n Tek n n D h

mmHg N di x meni Pe n f n x meni S h C P

Nyeri karena adanya luka post op SC, Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk, R: Nyeri

pada daerah jahitan S: Skala nyeri 6, T: Nyeri saat bergerak, Ada bekas luka

operasi (horizontal) ± 15cm.


122

Evaluasi pada diagnosa ke II Gangguan mobilitas fisik behubungan

dengan nyeri post OP yang ditandai dengan Terdapat luka jahitan post operasi

sepanjang ± 15 cm, tertutup verban, Klien tampak dibantu saat memenuhi

kebutuhannya dan Klien tampak terpasang kateter. Klien mengatakan aktivitas masih

dibantu oleh keluarga, klien mengatakan memirinng kiri dan kekanan, klien

mengatakan masih lemah dan Klien mengatakan sulit untuk bangun dari tempat tidur

karena lemas dan juga nyeri pada luka post sectio caecarea

Evaluasi pada diagnosa ke III risiko infeksi berhubungan dengan

integritas kulit yang ditandai dengan Pasien mengatakan ada bekas luka post

operasi dan terasa nyeri, pasien mengatakan terasa lebih nyaman saat dilakukan

perawatan luka dan penggantian verban Te d p l k j hi n po ope i

e p ve b n k mp k b h d n meme h e ko i 5. 00 5- 0

ib mm TD 0 0 mmHg N x meni RR x meni d n S c

diatas normal. Hal ini menunjukkan ketiga diagnosa atau masalah yang dialami

klien belum teratasi, intervensi dilanjutkan pada pada hari kedua.

Selama 3 hari pasien yang dilakukan penulis dirumah sakit penulis dapat

membina hubungan saling percaya satu sama lain, sehingga penulis dapat

bekerja sama klien dan dengan keluarga untuk melakukan implementasinya.

Implementasi yang diberikan yaitu pemberian terapi teknik relaksasi benson

yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut untuk melihat perbedaan apakah

ada perubahaan tingkat nyeri yang diirasakan oleh Ny.M didapatkan hasil

bahwa nyeri yang dirasakan Ny. M sudah mulai berkurang yaitu dari skala

nyeri 6 menjadi skala nyeri 5, terasa sudah mulai berkurang setelah diberikan

teknik relaksasi benson. Setelah dilakukan implementasi dan adanya penurunan

skala nyeri yang dirasakan Ny. M mengatakan bahwa nyeri sudah mulai
123

berkurang, Nyeri masih dirasakan sedikit saat bergerak dan nyeri terasa

berkurang setelah diberikan teknik relaksasi benson .


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan proses keperawatan maternitas pada Ny. M dengan

pengaruh teknik relaksasi benson terhadap penurunan nyeri post operasi sectio

caesarea dari tanggal 10 November – 12 November 2022 didapatkan

kesimpulan:

1. Pengkajian telah dilakukan pada Ny.M denganpost sectio caesarea dengan

data pasien mengatakan nyeri sedang.

2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny.M yaitu nyeri akut

berhubungan dengan pencedera Fisik/ sayatan post sectio caesarea,

Gangguan Mobilitas Fisik berhubunagn dengan Nyeri Post Op, dan Resiko

Infeksi berhubungan dengan Kerusakan Intergritas kulit.

3. Intervensi keperawatan yang dibuat adalah penurunan skala nyeri, dengan

manajemen kali ulang skala nyeri, pantau TTV, berikan injeksi IV sesuai

terapi.

4. Implementasi keperawatan pada Ny. M yang dilakukan sesuai dengan

intervensi yang telah ditetapkan dan memberikan implementasi tambahan

yaitu dengan teknik relaksasi benson selama tiga hari yang dimulai pada

hari Rabu pada tanggal 10 November 2021 hingga jum‟at tanggal 12

November 2021. Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi

yang telah ditetapkan sebelumnya yang dilakukan berdasarkan SDKI

(2017).

124
125

5. Hasil evaluasi asuhan keperawatan pada Ny.M didapatkan masalah nyeri,

nyeri akut akut berhubungan dengan pencedera Fisik/ sayatan post sectio

caesarea.

6. Hasil dokumentasi yang didapatkan bahwa pemberian terapi non

farmakologis relaksasi benson dapat mengatasi masalah nyeri pada Post

Operasi Sectio Caesarea. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti

dengan mengaplikasikan terapi teknik relaksasi benson menunjukkan hasil

terjadi penurunan skala nyeri pada Ny. M, dengan skala nyeri 6 sebelum

dilakukan terapi relaksasi benson dan sesudah diberikan terapi relaksasi

benson dengan skala nyeri 5.

B. Saran

Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada Ny. M Di

Ruangan An-Nissa Rumah Sakit Ibnu Sina Padang dan kesimpulan yang telah

disusun seperti diatas, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai

berikut :

1. Bagi petugas kebidanan Diruangan An-Nissa RS Ibnu Sina Padang

Disarankan untuk petugas ruangan kebidanan RS Ibnu Sina Padang agar

dapat meningkatkan asuhan keperawatan secara optimal pada klien dengan

nyeri akut dengan relaksasi benson untuk penurunan nyeri.

2. Bagi stikes alifah padang

Diharapkan pada institusi pendidikan untuk dapat menambah daftar bacaan

di perpustakaan agar lebih memudahkan penelitian selanjutnya dalam

mencari referensi tentang pasca teknik relaksasi benson. Semoga karya

tulis ilmiah ini dapat dijadikan pedoman untuk peneliti selanjutnya untuk
126

melakukan penelitian eksperimen tentang penatalaksanaan nyeri dengan

menerapkan relaksasi benson dengan metode lain yang bisa menurunkan

nyeri post sectio caesarea.

3. Bagi peneiliti selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian lebih

lanjut tentang relaksasi benson untuk penurunan nyeri.

4. Bagi pasien dan keluarga

Sebagai media informasi tentang cara mengatasi nyeri dengan relaksasi

benson bagi pasien dan keluarga baik dirumah sakit maupun dirumah.

Terutama pada pasien post sectio caesarea.

5. Bagi tenaga kesehatan

Dalam pemberian asuhan keperawatan dapat digunakan pendekatan proses

keprawatan pada ibu serta perlu adanya partisipasi keluarga karena

merupakan orang terdekat pasien yang tahu perkembangan dan kesehatan

pasien.
127

DOKUMENTASI
128

DAFTAR PUSTAKA

Athanasias (2011). Antepartum hemorrhage Obstetrics Gynaecology and


Reproductive Medicine, 22 (1): 21-5.
Andarmoyo, S. 2013 konsep & Proses Keperawatan Nyeri. Jogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Astutiningrum & Fi iy h 0 „Pene p n Tehnik Rel k i Ben on n k
Menurunkan Nyeri pada Pasien Post Sec io C e e ‟ University
Research Colloqium, pp. 934–938.
Blackburn, S. (2007). Maternal, fetal, and neonatal physiology. A clinical
perspective (3rd Ed). St.Louis: Saunders.
Batubara, I., Indrani Harahap, E., & Siregar, R. (2016). PENGARUH
RELAKSASI BENSON TERHADAP NYERI PADA PASIEN POST
SEKSIO SESARIA DI RSUD KOTA PADANGSIDIMPUAN. Jurnal
Ilmiah PANMED.
Benson dan Proctor. (2011). Dasar-Dasar Respon Relaksasi: Bagaimana
Menghubungkan Respon.
Dewi, Y. (2009). Operasi Caesar: Pengantar dari A samapai Z: Jakarta: EDSA

Fithriana, D., Firdiyanti, N., & Zilfiana, M. (2018). Pengaruh Relaksasi Benson
Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea Di Ruang
Nifas Rsud Praya.

Farer, H. 2011. Perawatan Maternitas Edisi 2. Jakarta: Balai Pustaka.

F hmi F. Y. nd I i n ono G. 0 „ -Article Text-823-1-10- 0 05 ‟


2(1), pp. 1–54.
Fithriana, D., Firdiyanti, N. & Zilfi n M. 0 „Peng h Rel k i Ben on
Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea Di
R ng Nif RSUD P y ‟ Prima, 4(2), pp. 14–24.
Kasdu. (2010). Operasi Caesar: Masalah Dan Solusinya. Jakarta: Puspaswara

Morita, M. K., Amelia, R. & P i D. 0 0 „Peng h Teknik Rel k i Ben on


Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea di
RSUD D . Achm d Moch B ki inggi‟ Jurnal Riset Hesti Medan Akper
Kesdam I/BB Medan, 5(2), p. 106. doi: 10.34008/jurhesti.v5i2.197.
Meiliza (2012). Hubungan kehamilan serotinus dengan kejadian asfiksia
neonatorum di RSUD DR. Karyadi Semarang. Jurnal Penelitian Suara
Forikes. 12(2), 223-242.
Mitayani. (2013). Asuhan keperawatan maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Maryunani, A. (2010). Asuhan pada Ibu dalam masa nifas (postpartum). Jakarta :
Trans Info Medika.
Morgan (2009). Obstetri & Ginekologi. Jakarta : EGC.
Megawahyuni, A., Hasnah, H., & Azhar, M. U. (2018). Pengaruh Relaksasi Nafas
Dalam Dengan Teknik
Haris, A., Hindayanti, D., & Dramawan, A. (2017). Pemberian Relaksasi Benson
Terhadap Penurunan Skala Nyeri Post SC RSUD Bima. Analis Medika
Bio Sains, 3(2), 57-62.
129

Price, Wilson. (2006). Patofisiologi Vol 2; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit.


Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta
Potter, P.A, Perry, A.G. (2008) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
proses, dan praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih bahasa: renata Komalasari,
dkk. Jakarta: EGC.
Purwati, Dewi. (2019). Perbedaan Skala Nyeri Sebelum Dan Sesudah Terapi
Relaksasi Benson Pada Pasien Post Sectio Caesarea.
Ross et al,.(2010). Fundamental of Corporate Finance (9th Edition). New York:
McGraw-Hill
Kemenkes RI. Laporan Nasional RISKESDAS 2018. Jakarta: Kemenkes RI;2018.
Sarwono. (2009). Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka.
P id b g en W ndi M. nd H ki i S. 0 „Indik i ind k n
ec io c e e di RSUD S njiw ni Gi ny ‟ Aesculapius Medical Journal, 1(1),
pp. 63–64.
Sarwono (2015) Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka S.P.
Saifudin (2012). Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : EGC.
Sarwono. (2009). Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka.
Smeltzer & Bare. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Sukarni, I dan Wahyu, P. (2013).Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Yogyakarta:
Nuha Medika
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC
WHO. World Health Statistics 2018: World Health Organization; 2018.

Yusliana, A., Misrawati, & Safri. (2015). Efektivitas Relaksasi Benson Terhadap
Penurunan Nyeri Pada Ibu Postpartum Sectio Caesarea.
130

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

TEKNIK RELAKSASI BENSON

No Prosedur tindakan Ket

1. Memberi salam

2. Menyediakan lingkungan yang tenang

3. Menjaga privasi pasien

4. Memilih do‟ untuk memfokuskan perhatian saat

relaksasi

B Tahap Kerja

1. Posisikan pasien pada posisi duduk yang paling

nyaman

2. Intruksi pasien memejamkan mata

3. Intruksikan pasien agar tenang dan mengendorkan

otot-otot tubuh ujung kaki sampai dengan otot wajah

dan rasakan rileks

4. Intruksikan kepada pasien agar menarik nafas dalam

lewat hidung, tahan 3 detik lalu hembuskan lewat

m l e i deng meng c pk n do‟ k -kata

yang sudah dipilih

5. Intruksikan pasien untuk pasien untuk membuang

pikiran negatif, dan tetap fokus pada nafas dalam dan

do‟ k -kata yang di uacapkan.

6. Lakukan selama 15 menit

7. Intruksikan pasien untuk mengakhiri relaksasi dengan


131

tetap menutup mata selama 2 menit tetap pada posisi

semula duduk/berbaring dan buka mata secara

perlahan-lahan. Teknik relaksasi benson dilakukan 3x

(sekali 2 jam).

C Tahap Terminasi

1. Evaluasi perasaam pasien

2. Lakukan kontrak pertemuan selanjutnya

3. Akhiri dengan salam

Anda mungkin juga menyukai