I. Definisi
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang
bersifat herediter resesif secara terpaut pada kromosom X ( X h).
II. Epidemiologi
1. Sebanyak 20-30% pasien hemofilia tidak memiliki riwayat keluarga, sehingga diduga
disebabkan oleh mutasi spontan akibat lingkungan endogen atau eksogen.
2. Insidensi hemofilia A yaitu 1:10.000 orang
3. Insidensi hemofilia B yaitu 1: 25.000-30.000 orang
4. Sebanyak 80-85% dari kasus hemofilia adalah Hemofilia A
5. Sebanyak 10-15% dari kasus hemofilia adalah Hemofilia B
6. Di Indonesia diperkirakan kasus hemogfilia sebanyak 20.000 dari total 200 juta
penduduk Indonesia
III. Klasifikasi
Hemofilia dapat diklasifikasikan berdasarkan defisiensi faktor pembekuan dan kadar atau
aktivitas faktor pembekuan.
1. Hemofilia A
- Disebut juga Hemofilia Klasik
- Akibat defisiensi atau disfungsi faktor pembekuan VIII (FVIIIc)
2. Hemofilia B
- Disebut juga Christmas disease
- Akibat defisiensi atau disfungsi faktor pembekuan IX (FIX) atau faktor Christmas
3. Hemofilia C
- Akibat defisiensi faktor pembekuan XI (FXI)
- Hemofilia C diturunkan secara autosomal recessive pada kromosom 4q32q35
Selain itu, hemofilia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan keparahannya:
1. Hemofilia Ringan
- Kadar atau aktivitas faktor pembekuan 5-30%
- Perdarahan jarang terdeteksi kecuali pada trauma yang cukup berat seperti luka iris,
ekstraksi gigi, dan lainnya
2. Hemofilia Sedang
- Kadar atau aktivitas faktor pembekuan 1-5%
- Perdarahan pada hemofilia sedang terjadi akibat trauma yang cukup kuat
3. Hemofilia Berat
- Kadar atau aktivitas faktor pembekuan <1%
- Pendarahan pada hemofilia berat dapat terjadi spontan atau akibat trauma tak berarti.
IV. Etiologi
Hemofilia bersifat herediter dan disebabkan oleh defek salah satu gen yang mengatur
produksi faktor pembekuan VIII atau IX. Gen tersebut berlokasi di kromosom X. hemofilia
juga dapat terjadi tanpa diturunkan, yaitu ketita gen pengatur produksi faktor pembekuan
tersebut mengalami mutasi.
Hemartrosis merupakan gejala hemofilia yang paling banyak ditemukan, yaitu pada 85%
dari total kasus hemofilia. Hemartrosis secara berturut-turut paling sering terjadi pada sendi
lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan, dan lainnya.
Hematoma intramuskular biasanya terjadi pada otot-otot fleksor besar, seperti otot betis,
iliopsoas (panggul), dan lengan bawah. Perdarahan intrakranial dapat terjadi spontan atau
akibat trauma dan merupakan penyebab utama kematian pada pasien hemofilia. Perdarahan
pada retroperineal dan retrofaringeal dapat menghalangi jalan napas sehingga mengancam
jiwa. Hematuria masif tidak menyebabkan kematian, tetapi dapat menyebabkan kolik pada
ginjal. pasien juga dapat mengalami perdarahan pasca operasi selama beberapa jam sampai
beberapa hari.
VI. Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
- Ditemukannya riwayat keluarga masih menjadi alasan terpenting untuk diagnosis
hemofilia, walaupun 20-30% kasus hemofilia diakibatkan oleh mutasi gen terkait
- Laki-laki yang mengalami perdarahan berulang atau riwayat perdarahan yang lama
setelah mengalami trauma dapat dicurigai menderita hemofilia
- Ditemukan hematom, hemartrosis, epistaksis, dan gejala perdarahan lainnya
2. Pemeriksaan Laboratorium
- Ditemukan pemanjangan masa pembekuan (CT), pemanjangan masa tromboplastin
partial tetraktivasi (aPTT), abnormalitas uji thromboplastin generation
- Masa perdarahan dan masa protrombin (PT) dalam batas normal
- Berkurangnya aktivitas Faktor VIII atau Faktor IX
IX. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah artropati hemofilia, yaitu penimbunan darah intra
artikular yang menetap sehingga dapat menyebabkan degenerasi kartilago, tulang, dan sendi
secara progresif. Hemartrosis juga dapat menyebabkan sinovitis kronik apabila tidak
ditangani dengan baik. Selain itu juga dapat terjadi perdarahan intrakranial yang akan
berakibat fatal.
X. Prognosis
Prognosis umumnya baik apabila diterapi dengan tepat.