Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMOFILIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pembimbing: Ns. Moch. Salman Hasbyalloh, M.Kep.

Disusun Oleh:
Azhar Nurul Istiqomah E.0105.20.007

Diploma 3 Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Budi Luhur Cimahi

Tahun Akademik 2020-2021

1. Definisi
Hemofilia adalah kelompok kelainan pembekuan darah dengan karakteristik linked resesif
dan autosomal resesif, dimana perdarahan dapat terjadi tanpa penyebab trauma yang jelas atau
berupa perdarahan spontan (Yoshua & Angliadi, 2013).
Hemofilia merupakan gangguan perdarahan turun-menurun yang disebabkan oleh
defisiensi factor penggumpalan khusus (Nursing The Series Clinical Excellence, 2011).
2. Etiologi
a. Faktor Genetik
Hemofilia atau penyakit gangguan pembekuan darah menurun dari generasi ke generasi
lewat wanita pembawa sifat (carrier) dalam keluarganya, yang bisa secara langsung
maupun tidak. Di dalam setiap sel tubuh manusia terdapat 23 pasang kromosom dengan
berbagai macam fungsi dan tugasnya. Kromosom ini menentukan sifat atau ciri organisme,
misalnya tinggi, penampilan, warna rambut, mata dan sebagainya. Sementara, sel kelamin
adalah sepasang kromosom di dalam inti sel yang menentukan jenis kelamin makhluk
tersebut. Seorang pria mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y, sedangkan
wanita mempunyai dua kromosom X. Pada kasus hemofilia, kecacatan terdapat pada
kromosom X akibat tidak adanya protein faktor VIII dan IX (dari keseluruhan 13 faktor),
yang diperlukan bagi komponen dasar pembeku darah (fibrin) (Price, 2013).
b. Faktor Epigenik
Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan kekurangan
faktor IX. Kerusakan dari faktor VIII dimana tingkat sirkulasi yang fungsional dari faktor
VIII ini tereduksi. Aktivasi reduksi dapat menurunkan jumlah protein. faktor VIII, yang
menimbulkan abnormalitas dari protein. Faktor VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk
faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX aktif, fosfolipid dan juga kalsium bekerja
sama untuk membentuk fungsional aktivasi faktor X yang kompleks ("Xaso"), sehingga
hilangnya atau kekurangan kedua faktor ini dapat mengakibatkan kehilangan atau
berkurangnya aktivitas faktor X yang aktif dimatu berfungsi mengaktifkan protrombin
menjadi trombos, sehingga jika trombin mengalami penurunan pembekuan yang dibentuk
mudah pecah dan tidak bertahan mengakibatkan pendarahan yang berlebihan dan sulit
dalam penyembuhan luka (Price, 2013).

3. Patofisiologi
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat seksi resesif yang
dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial yang diakibatkan oleh mutasi
pada kromosom X (Handayani & Haribowo, 2008). Faktor terjadinya hemofilia atau etiologi
hemofilia adalah genetik dan defisit dari faktor VIII, IX dan XI.
Ketika terjadi trauma tumpul misalnya pada lutut yang terbentur maka akan terjadi
robekan pada vaskular kemudian trombosit pecah dan megeluarkan enzim trombokinase atau
tromboplastin tetapi pada hemofilia enzim tersebut menurun karena tidak ada faktor
pembekuan darah sehingga trombin tidak terbentuk, benang-benang fibrin tidak memadai
sehingga tidak akan terjadi pembekuan darah dan menyebabkan pendarahan lama. Perdarahan
lama menyebabkan konsentrasi hemoglobin menurun, suplai oksigen dalam tubuh pun ikut
menurun, sehingga terjadi hipoksiaterutama pada jaringan yang mengakibatkan penurunan
sirkulasi darah ke jaringan, penurunan sirkulasi darah tersebut menyebabkan iskemik
jaringan, karena adanya iskemik akan terjadi infark13 pada jaringan, sehingga pada penderita
hemofilia tampak pucat maka dari itu diambil diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer.
Perdarahan lama juga dapat menyebabkan darah akan masuk ke sendi yang akan
mengakibatkan hemartrosis sehingga sendi akan membengkak (edema). Jika terjadi
pembekakan maka akan terjadi penurunan refleks spasme otot dan inflammasi.inflamasi maka
akan dilepaskan mediator kimia berupa bradikinin, histamin, dan prostaglandin3 yang
mengaktifkan nosiseptor4 pada hipotalamus 5 sehingga dipersepsikan nyeri, maka dari itu
diangkat diagnosa nyeri akut.

4. Pathway
5. Manifestasi Klinik
a. Masa bayi ( untuk diagnosis).
1) Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi.
2) Ekimosis sudkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4 bulan).
3) Hematoma besara setelah infeksi.
4) Perdarahan dari mukosa oral.
5) Perdarahan jaringan lunak.
b. Episode perdarahan ( selama rentang hidup).
1) Gejala awal, yaitu nyeri.
2) Setelah nyeri, yaitu bengkak, hangat dan penurunan mobilitas.
c. Sekuela jangka panjang.
Perdarahan berkepanjangan dalam otot dapat menyebabkan kompresi saraf dan fibrosis
otot.
6. Penatalaksanaan
Tatalaksanaan penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif meliputi
pemberian faktor pemganti yaitu F VIII untuk hemofilia A dan VIX untuk hemofilia B.
perawatan dan rehabilitasi terutama bila ada kerusakan sendi, edukasi dan dukungan
sikososial bagi penderita dan keluarganya.
Bila terjadinya pendarahan akut terutama daerah sendi maka tindakan RICE
( compression elevation ) segera dilakukan Sendi yang mengalami perdarahan distirahatkan
dan diimobilisasi Kompres dengan es atau handuk basah yang dingin, kemudian yang
dilakukan penekanan atau pembebasan dan meninggikan daerah perdarahan Penderita
sebaiknya diberikan faktor pengganti dalam dua jam setelah pendarahan
Untuk hemofilia A diberikan konsetrat FVIII dengan dosis 0,5xBB (kg)x kadar yang
diinginkan (%) F VIII diberikan tiap 12 jam sedangkan FIX diberikan tiap 24 jam untuk
hemofilia B. Kadar F VIII atau IX yang diinginkan tergantung pada lokasi perdarahan dimana
untuk perdarahan sendi,otot,mukosa mulut dan hidung kadar 30-50% diperlukan Perdarahan
saluran cerna, saluran kemih.daerah retroperitoneal dan susunan saraf pusat maupun trauma
dan tindakan operasi di anjurkan kadar 60-100%. Lama pemberian tergantung pada beratnya
perdarahan atau jenis tindakan. Untuk pencabutan gigi atau epistaksis, diberikan selama 2-5
hari sedangkan operasi atau laserasi luas diberikan 7-14 hari Untuk rehabilitasi seperti pada
hemarthorosis dapat diberikan lebih lama lagi.
Kriopresipitat juga dapat diberikan untuk hemofilia A dimana satu kantung kriopresipitat
mengandung sekitar 80 UF VIII Demikian juga dengan obat antifibrinolitik seperti usam
epsilon amino-kaproat atau asam truncksamat. Aspirin dan obat antiinflamasi non steroid
harus dihindari karena dapat mengganggu hemostatis.
Profilaksis F VIII atau IX dapat diberikan secara kepada penderita hemofilia berut dengan
tujuan mengurangi kejadian hemartrosis dan kecacatan sendi WHO dan WFH
merekomendasikan profilaksis primer dimulai pada usia 1-2 tahun dan dilanjutkan seumur
hidup. Profilaksis diberikan berdasarkan protokol malmo yang pertama kali dikembalikan di
swedia yaitu pemberian F VIII 20-40 U/kg selang sehari minimal 3 han per minggu atau FIX
20-40 U/kg dua kali per minggu.
Untuk penderita hemoflia ringan dan sedang desmopressin (1-deamino-8-arginine
vasopressin.DDAVP) suatu anolog vasopressin dapat digunakan untuk meningkatkan kadar F
VIII endogen kodulam sirkulasi, namun tidak dianjurkan untuk hemofilia berat Mekanisme
kerja sampai saat ini masih belum jelas, diduga obat ini merangsang pengeluaran VWF dari
tempat simpananya (weibel-palade bodies) sehingga menstabilkan F VIII di plasma. DDAVP
dapat diberikan secara intravena subkutan atau intranasal
Penderita homofilia dianjurkan untuk berohlaraga rutin memakai peralatan pelindung
yang sesuai untuk olahraga,menghindari olahraga berat atau kontak fisik. Berat badan harus
dijaga terutama bila ada kelainan sendi karena berat badan yang berlebih dapat memperberat
arthritis. Kebersihan mulut dan gigi juga harus diperhatikan. Vaksinasi diberikan sebagaimana
anak normal terutama terhadap hepatitis A dan B. Vaksin diberikan melalui jalur
subkutan.bukan intramuskular. Pihak sekolah sebaiknya diberitahu bila seorang anak
menderita hemofilia supaya dapat membantu penderita bila diperlukan.
Upaya mengetahui status pembawa sifat hemofilia dan konseling genetik merupakan hal
yang terpadu dalam tatalaksana hemofilia. Konseling genetik perlu diberikan kepada
penderita dan keluarga. Konseling meliputi penyakit hemofilia itu sendiri terapi dan
prognosis.pola keturunan deteksi pembawa sifat dan implikasinya terhadap masa depan
penderita dan pembawa sifat. Deteksi hemofilia pada janin dapat dilakukan terutama bila jenis
mutasi gen sudah diketahui. Sampel dapat diperoleh melalui tindakan sampling villus
khorionik atau amnionsintesis (Nurarif & Kusuma, 2015).
7. Komplikasi
Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien hemofilia adalah
perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia sebelum diciptakannya F
VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal, serta resiko
tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah.
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hemofilia (Cecily Lynn Betz, 2009)
a. Arthritis
b. Sindrom kompartemen
c. Atrofi otot
d. Kontraktur otot
e. Paralisis
f. Perdarahan intracranial
g. Kerusakan saraf
h. Hipertensi
i. Kerusakan ginjal
j. Splenomegali
k. Sirosis
l. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi
m. Antibody terbentuk sebagai antagonis F VIII dan IX
n. Reaksi tranfusi alergi terhadap produk darah
o. Anemia hemolitik
p. Thrombosis
q. Nyeri kronis
8. Pengkajian
A. Keluhan Utama
1) Perdarahan lama (pada sirkumsisi)
2) Epiktaksis
3) Memar, khususnya pada ekstremitas bawah ketika anak mulai berjalan dan terbentur
pada sesuatu
4) Bengkak yang nyeri, sendi terasa hangat aibat perdarahan jaringan lunak dan hemoragi
pada sendi
5) Pada hemofilia C biasanya perdarahan spontan
6) Perdarahan system gastrointestinal track dan SSP
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
Sering terjadi nyeri pada luka, pembengkakan, perdarahan pada jaringan lunak, penurunan
mobilitas, perdarahan mukosa oral, ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang.
C. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Apakah klien mengalami perdarahan yang tidak henti-hentinya serta apakah klien
mempunyai penyakit menular atau menurun seperti dermatitis,hipertensi dan TBC.
D. Pemeriksaan Fisik Persistem
1) System Saraf Pusat
Konfusi, keletihan, sakit kepala, pening
2) System Gastrointestinal
Ketidaknyamanan dan rasa penuh pada abdomen, perdarahan gusi, bibir dan lidah,
perdarahan rectum, melena, hematemesis
3) System Kardiovaskuler
Denyut jantung cepat, perdarangan hidung, perdarahan yang lama dari luka, hipotensi,
takikardia.
4) System Pernapasan
Sesak nafas, stidor, hiperpnea
5) System Genitourinaria
Darah dalam urine, hematuria
6) System Integument
Mudah memar dan memar berlebihan, kulit lembab, ptekie, purpura, ekimosis,
hematoma subkutan dan intramuskular
7) System Musculoskeletal
Nyeri dan nyeri tekan sendi, hemartrosis, pembengkakan sendi, deformitas tulang,
gangguan RPS
E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Endhy (2011) Uji skining untuk koagulasi darah.
a) Jumlah trombosi (normal 150.000-450.000 per mm3 darah).
b) Masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik).
c) Masa tromboplastin parsial ( meningkat, mengukut keadekuatan factor koagulasi
intrinsik).
d) Fungsional terhadap faktor VII dan IX ( memastikan diagnosis)
e) Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik).
1) Biopsi hati digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan
kultur.
2) Uji fungsi feal hati digmakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati (misalnya, serum
glutamic-piruvic trasaminase [SPGT ], serum glutamic oxaloacetic transaminase
[ SGOT], fosfatase alkali, bilirubin ).
F. Analisa Data
Menurut PPNI, T. P. (2017)
No Data Etiologi Masalah
.
1. DS: Faktor genetik Perfusi Perifer Tidak
 Nyeri ekstermitas  Efektif
Gangguan resesif kromosom x
DO: 
 Pengisian kapiler > Defisiensi faktor VIII , XI , &
3 detik XI
 Nadi perifer 
menurun atau tidak Hemofili
teraba 
 Warna kulit pucat Trauma tajam
 Edema 
 Penyembuhan luka Terjadi luka
lambat 
Darah

Trombosit pecah

Enzim

Trombin tidak

Benang – benang fibrin tidak

Tidak ada pembekuan

Pendarahan

Anemia

Kosentrasi Hb 

Suplai O2 dalam tubuh 

Hipoksia

Penurunan sirkulasi
Darah ke jaringan

Iskemik jaringan

Ifark

Pucat

Perfusi Perifer Tidak Efektif
2. DS: Faktor genetik Nyeri akut
- Mengeluh nyeri 
DO: Gangguan resesif kromosom x
- Tampak meringis 
- Gelisah Defisiensi faktor VIII , XI , &
- Frekuensi nadi XI
meningkat 
- Tekanan darah Hemofili
meningkat 
- Pola napas berubah Trauma

Lutut

Terjadi robekan pada struktur

Darah masuk kedalam

Hemartrosis

Edema

Inflamasi

Merangsang mediaor kimia
(bradikinin , histamin , dan)

Mengaktifkan nosiseptor

Hipotalamus

Nyeri di persepsikan

nyeri akut
3. DS: Faktor genetik Hipovolemia
- Merasa lemah 
DO: Gangguan resesif kromosom x
- Frekuensi nadi 
meningkat Defisiensi faktor VIII , XI , &
- Tekanan darah XI
menurun 
- Membran mukosa Hemofili
kering 
- Volume urin Trauma tajam
menurun

Terjadi luka

Darah

Trombosit pecah

Enzim

Trombin tidak

Benang – benang fibrin tidak

Tidak ada pembekuan

Pendarahan

Kehilangan banyak

Tekanan darah dan

Hipovolemia

9. Diagnosa Keperawatan Prioritas


Menurut PPNI, T. P. (2017)
a. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d penurunan aliran arteri atau vena d.d Nyeri
ekstermitas , Pengisian kapiler > 3 detik , Nadi perifer menurun atau tidak teraba ,
Warna kulit pucat , Edema , Penyembuhan luka lambat
b. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d Mengeluh nyeri , Tampak meringis , Gelisah ,
Frekuensi nadi meningkat , Tekanan darah meningkat , Pola napas berubah
c. Hipovolomia b.d Kehilangan cairan aktif d.d Merasa lemah , Frekuensi nadi
meningkat , Tekanan darah menurun , Membran mukosa kering ,Volume urin
menurun.
10. Rencana Asuhan Keperawatan
Menurut PPNI, T. P. (2018)
No Dx Kep Tujuan Intervensi Rasional
1. Perfusi Perifer Setelah dilakukan Intervensi Utama Intervensi Utama
Tidak Efektif b.d tindakan keperawatan (Perawatan sirkulasi) (Perawatan sirkulasi)
penurunan aliran selama 1 X 24 jam
Observasi
arteri atau vena masalah diharapkan Observasi
d.d Nyeri, perfusi perifer teratasi 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. 1. Untuk dapat mengetahui adanya
ekstermitas , dengan krirteria hasil : Nadi periper, edema, Nadi periper, edema, pengisian
Pengisian kapiler 1. penyembuhan luka pengisian kapiler, warna, kapiler, warna, suhu
> 3 detik , Nadi meningkat suhu) 2. Untuk dapat mengetahui adanya
perifer menurun 2. Edema perifer 2. Monitor panas, kemerahan, edema
atau tidak teraba , menurun nyeri atau bengkak pada
Warna kulit 3. Nyeri ekstermitas ekstermitas.
Terapeutik
pucat , Edema , menurun
1. Agar tidak terjadi perdarahan
Penyembuhan Terapeutik
di bagian daerah keterbatasan
luka lambat 1. Hindari pemasangan infus atau
perfusi
pengambilan darah di area
2. Agar tidak timbul rasa nyeri
keterbatasan perfusi
tekan
2. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstermitas dengan
keterbatasan perfusi
Edukasi
1. Untuk mencegah atau
Edukasi meminimalkan resiko untuk
1. Anjurkan program kedepannya
rehabilitasi vaskular 2. Untuk mengantisipasi
2. Ajarkan program, diet untuk bradipnea yang diakibatkan
mempertbaiki sirkulasi oleh penumpukan lemak.
(mis.rendah lemak jenuh, 3. Agar pasien mendapatkan
minyak ikan omega 3) penanganan yang lebih lanjut.
3. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus di
laporkan (mis.rasa sakit yang
tidak hilang saat istirahat,luka
tidak sembuh,hilangnya rasa)
Intervensi pendukung
(dukungan kepatuhan

Intervensi pendukung program pengobatan )

(dukungan kepatuhan
program pengobatan ) Observasi
1. Untuk mengetahui sejauh mana

Observasi program pengobatan yang sudah

1. Identifikasi kepatuhan dilakukan

menjalani program Terapeutik


pengobatan 1. Untuk menjalani program
Terapeutik pengobatan dengan baik
1. Buat komitmen menjalani 2. Untuk membatasi agar terlihat
program pengobatan dengan tertib dan nyaman bagi pasien
baik yang lainnya
2. Buat jadwal pendampingan 3. Untuk mengetahui
keluarga untuk bergantian perkembangan pasien dari awal
menemani pasien program hingga adanya pengobatan
pengobatan jika perlu 4. Untuk mengetahui apa saja hal
3. Dokumentasikan aktivitas yang mendukung dan
selama menjalani proses menghambat setiap pengobatan
pengobatan 5. Untuk memberikan dorongan
4. Diskusikan hal-hal yang dari keluarga terhadap pasien
dapat mendukung atau
menghambat berjalannya
pengobatan
5. Libatkan keluarga untuk Edukasi
mendukung program 1. Untuk mengetahui program apa

pengobatan yang dijalani saja yang akan di lakukan


kedepannya

Edukasi 2. Untuk mengetahui manfaat dari

1. Informasikan program menjalani program pengobatan


3. Untuk memberikan dorongan
pengobatan yang harus bagi pasien dengan cara
dijalani mendampingi agar pasien tidak
2. Informasikan manfaat yang merasa kesepian
akan diperoleh jika teratur 4. Untuk mengetahui tindakan
menjalani program perkembangan selama program
pengobatan pengobatan
3. Anjurkan keluarga untuk
mendampingi dan merawat
pasien selama menjalani
program pengobatan
4. Anjurkan pasien dan
keluarga melakukan
konsultasi ke pelayanan
kesehatan terdekat, jika perlu
2. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Intervensi Utama Intervensi Utama
agen pencedera tindakan keperawatan (Manajemen nyeri) (Manajemen nyeri)
fisik d.d 1x 24 jam maka tingkat
Mengeluh nyeri , nyeri menurun dengan Observasi Observasi
Tampak meringis , kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, 1. untuk dapat mengetahui lokasi,
Gelisah , 1 . keluhan nyeri karakteristik, durasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Frekuensi nadi menurun frekuensi, kualitas, intensitas kualitas, intensitas nyeri
meningkat , 1. Meringis nyeri 2. untuk menilai tingkat rasa nyeri
Tekanan darah menurun 2. Identifikasi skala nyeri yang dialami pasien dan
meningkat , Pola 2. Tekanan darah 3. Identifikasi respon nyeri non membedakan tingkat beratnya
napas berubah membaik verbal sehingga dapat diagnosis yang
akurat
3. untuk mengetahui skala nyeri
non verbal pasien yang
mengalami limitasi verbal

Terapeutik
Terapeutik
1. Berikan teknik-teknik non
1. Agar rasa nyeri berkurang
farmakologis untuk
2. Memberikan kenyamanan dan
mengurangi rasa nyeri
mendukung agar nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
berkurang
memperberat rasa
nyeri(mis.suhu
ruangan ,pencahayaan,
kebisingan)
Edukasi
Edukasi 1. untuk mengetahui penyebab,
1. Jelaskan penyebab, periode, periode, dan pemicu nyeri
dan pemicu nyeri 2. agar pasien mengetahuin
2. Jelaskan strategi meredakan strategi meredakan nyeri
nyeri 3. agar pasien dapat melakukan
3. Anjurkan memonitor nyeri monitor nyeri secara mandiri
secara mandiri 4. untuk mengurangi rasa nyeri
4. Anjurkan menggunakan 5. agar pasien tidak ketergantungan
analgetik secara tepat pada obat obatan
5. Ajarkan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri Kolaborasi
1. gar penanganan nyeri lebih cepat
Kolaborasi teratasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
Intervensi Pendukung
(Pemantauan Nyeri)
Intervensi Pendukung
(Pemantauan Nyeri) Observasi
1. Untuk mengidentifikasi faktor
Observasi pencetus dan pereda nyeri
1. Identifikasi faktor pencetus Terapeutik
dan pereda nyeri 1. Untuk mengatur interval waktu
Terapeutik pemantauan sesuai dengan
1. Atur interval waktu kondisi pasien
pemantauan sesuai dengan Edukasi
kondisi pasien
Edukasi 1. Untuk menjelaskan tujuan dan
1. Jelaskan tujuan dan prosedur prosedur pemantauan
pemantauan
3. Hipovolomia b.d Setelah dilakukan Intervensi Utama Intervensi Utama
Kehilangan cairan tindakan keperawatan (Manajemen Hipovolemia) (Manajemen hypovolemia)
aktif d.d Merasa selama 1x24 jam maka
lemah, Frekuensi status cairan pasien Observasi Observasi
nadi meningkat, membaik. Dengan 1. Periksa tanda dan gejala 1. Pemeriksaan tanda dan gejala
tekanan darah kriteria hasil : hipovolemia (mis.frekuensi hipovolomia bertujuan untuk
menurun, 1. Kekuatan nadi nadi meningkat,nadi teraba mengatasi gejala.
membrane meningkat lemah, tekanan darah 2. Untuk menghitung berapa banyak
mukosa kering, 2. Berat badan menurun, tekanan nadi cairan yang masuk dan keluar
volume urine meningkat menyempit, turgor kulit
menurun. 3. Perasaan lemah menurun, membrane mukosa
menurun kering, volume urin
4. Frekuensi nadi menurun, hematokrit
normal meningkat, haus, lemah)
5. Tekanan darah 2. Monitor intake dan output
normal cairan.
Terapeutik
Terapeutik
1. Mengetahui jumlah cairan
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Mempercepat penyembuhan.
2. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak
1. Kebutuhan cairan terpenuhi
asupan cairan oral

Kolaborasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
1. Pemberian kolaborasi bertujuan
cairan IV isotonis
agar pengobatan pasien lebih
2. Kolaborasi pemberian
maksimal
cairan koloit
3. Kolaborasi pemberian
produk darah.

Intervensi pendukung Intervensi pendukung


(dukungan kepatuhan (dukungan kepatuhan
program pengobatan ) program pengobatan )

Observasi Observasi
1. Identifikasi kepatuhan 1. Untuk mengetahui sejauh mana
menjalani program pengobatan program pengobatan yang sudah
dilakukan

Terapeutik
1. Buat komitmen menjalani Terapeutik
program pengobatan dengan 1. Untuk menjalani program
baik pengobatan dengan baik
2. Buat jadwal pendampingan 2. Untuk membatasi agar terlihat
keluarga untuk bergantian tertib dan nyaman bagi pasien
menemani pasien program yang lainnya
pengobatan jika perlu 3. Untuk mengetahui perkembangan
3. Dokumentasikan aktivitas pasien dari awal hingga adanya
selama menjalani proses pengobatan
pengobatan 4. Untuk mengetahui apa saja hal
4. Diskusikan hal-hal yang dapat yang mendukung dan
mendukung atau menghambat menghambat setiap pengobatan
berjalannya pengobatan 5. Untuk memberikan dorongan dari
5. Libatkan keluarga untuk keluarga terhadap pasien
mendukung program
pengobatan yang dijalani

Edukasi
1. Informasikan program Edukasi
pengobatan yang harus dijalani 1. Untuk mengetahui program apa
2. Informasikan manfaat yang saja yang akan di lakukan

akan diperoleh jika teratur kedepannya


2. Untuk mengetahui manfaat dari
menjalani program pengobatan menjalani program pengobatan
3. Anjurkan keluarga untuk 3. Untuk memberikan dorongan
mendampingi dan merawat bagi pasien dengan cara
pasien selama menjalani mendampingi agar pasien tidak
program pengobatan merasa kesepian
4. Anjurkan pasien dan keluarga 4. Untuk mengetahui tindakan
melakukan konsultasi ke perkembangan selama program
pelayanan kesehatan terdekat, pengobatan
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Endhy, 2011. Asuhan keperawatan pada anak dengan hemofilia.


Handayani W dan Haribowo AS. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Nurarif. A.H. dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action
Tim Indeks, 2011. Nursing The Series for Clinical Excellence. Jakarta Barat: Indeks
Yoshua Vincetius 2013. Rehabilitas Medik Pada Hemofilia. Jurnal Biomedik (JBM), 5 (2), 67-
73
PPNI ,T. P. (2016).Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator
Diagnostik,Edisi 1.Jakarta:DPP PPNI
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria Hasil
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Price, S.A., Wilson, L., 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. ed. 4.
Jakarta: EGC, pp. 68, 96-98, 264-75

Anda mungkin juga menyukai