Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEBIJAKAN HUKUM DAN TATA CARA INVESTASI LANGSUNG DI


INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Penanaman Modal

Dosen Pengampu :

Ahmad Sidi Pratomo, SH., MA.

Disusun Oleh :
Salsabila Effendy
200202110124

FAKULTAS SYARIAH

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

UNIVERSITAS MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2022/2023
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah- Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah berjudul “Kebijakan Hukum dan Tata Cara Investasi Langsung Di
Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007” tepat waktu. Sholawat serta
salam kami sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan
pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk kemaslahatan umat didunia. Kami
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Maulida Amri Selaku dosen pengampu mata kuliah
Hukum Penanaman Modal

Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
bidang yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
seperjuangan yang telah mendukung kami. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, dan penulisannya.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca guna menjadi acuan agar kami bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan kita semua. Aamiin ya Robbal ‘alamiin.

Malang, 27 maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................3
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................5
B. Rumusan Masalah....................................................................................................5
C. Tujuan Masalah.......................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................6
A. Pelaksanaan Kebijakan Hukum Penanaman Modal Secara Langsung Di Indonesia
................................................................................................................................. 6
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Secara Langsung Di Indonesia...7
C. Tata Cara Penanaman Modal Secara Langsung......................................................12
PENUTUP...........................................................................................................................18
KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Investasi langsung (direct investment) memiliki banyak kelebihan. Salah satunya adalah
memperkenalkan manfaat ilmu, teknologi dan organisasi yang mutakhir ke negara
terbelakang. Selain itu investasi langsung (direct investment) dapat mendorong perusahaan
lokal untuk menginvestasikan sendiri lebih banyak pada industri pendukung atau dengan
bekerja sama dengan perusahaan asing. Investasi langsung (direct investment) mengalir ke
sektor pertanian dan industri pengolahan yang memproduksi barang-barang primer untuk
ekspor, selanjutnya membantu meringankan posisi neraca pembayaran negara terbelakang.
Akhirnya, investasi langsung yang mengalir ke negara sedang berkembang terkadang
mendorong pengusahanya untuk menanam modal di negara terbelakang lain.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal)
merupakan salah satu instrumen hukum yang mengatur kegiatan investasi langsung di
Indonesia. Latar belakang dari UU ini dapat dilihat dari perkembangan ekonomi dan
kebijakan investasi di Indonesia. Berikut ini adalah beberapa latar belakang yang relevan:
1. Reformasi Ekonomi
Pada tahun 1998, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang signifikan. Keadaan ini
mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi ekonomi yang bertujuan untuk
memperbaiki iklim investasi di negara ini. Dalam konteks ini, UU Penanaman Modal menjadi
instrumen hukum yang penting untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan
memperkuat daya tarik investasi di Indonesia.
2. Deregulasi dan Simplifikasi
UU Penanaman Modal merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk
melaksanakan deregulasi dan simplifikasi prosedur investasi. Tujuan utamanya adalah
mengurangi birokrasi yang berlebihan dan hambatan administratif yang dapat menghambat
investasi. UU ini mengatur tata cara investasi langsung dengan lebih sederhana dan
transparan, sehingga memudahkan investor dalam melakukan investasi di Indonesia.
3. Mendorong Investasi Langsung
Investasi langsung memiliki peran penting dalam pengembangan ekonomi suatu negara.
Dengan mendorong investasi langsung, pemerintah Indonesia berharap dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, mentransfer teknologi, dan mendorong
pembangunan infrastruktur. UU Penanaman Modal didesain untuk memberikan insentif dan
perlindungan hukum kepada investor dalam melakukan investasi langsung di Indonesia.
4. Persaingan Global
Di era globalisasi ini, Indonesia berusaha untuk meningkatkan daya saingnya sebagai
tempat tujuan investasi. Negara-negara lain juga berlomba-lomba menarik investasi dengan
mengimplementasikan kebijakan yang lebih menarik. UU Penanaman Modal mencerminkan
komitmen pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif dan memberikan
kepastian hukum kepada investor.
Tata cara investasi langsung yang diatur dalam UU Penanaman Modal juga mencakup
langkah-langkah untuk melindungi hak-hak investor, seperti perlindungan terhadap
kepemilikan aset, jaminan perlakuan yang adil, dan mekanisme penyelesaian sengketa yang
jelas. Hal ini memberikan kepastian hukum kepada investor dan mendorong terciptanya iklim
investasi yang stabil dan berkelanjutan di Indonesia.
Dengan mengadopsi UU Penanaman Modal, pemerintah Indonesia berupaya memperbaiki
iklim investasi, mendorong investasi langsung, dan meningkatkan daya saing ekonomi
negara. Undang-Undang ini terus mengalami perubahan dan pembaruan seiring dengan
perkembangan ekonomi dan kebijakan investasi, dengan tujuan untuk terus memperbaiki
iklim investasi di Indonesia.
Permasalahan daya saing investasi langsung di Indonesia adalah adanya inkonsistensi
kebijakan, pengaturan, dan implementasi investasi di mana mengenai tugas dan fungsi pokok
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai one stop service center dalam
pelayanan perizinan dan fasilitas investasi langsung atau sebagai badan promosi investasi
langsung. Kondisi ini tidak hanya merupakan inkonsisten, tetapi juga mencerminkan
ketidakpastian yang membingungkan investor atau calon investor.1
Rendahnya koordinasi di antara lembaga terkait naik antar sesama lembaga maupun antar
instansi pemerintah pusat dan daerah, di mana mereka cenderung bertindak secara sektoral
dan kadang-kadang mengundang kontroversi dan banyak kebijakan yang tidak efektif dalam
implementasinya serta terjadi kesenjangan antara kata dan perilaku aparatur pemerintah yang
berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat terutama dunia usaha.
Lemahnya koordinasi kelembagaan ditimbulkan karena ketidakjelasan tugas dan fungsi
pokok masing-masing instansi dapat ditimbulkan oleh mekanisme koordinasi yang tidak
berjalan baik. Sering kali terjadinya kegagalan dalam koordinasi disebabkan oleh adanya
pertimbangan subjektif yang berlatar belakang kepentingan politis maupun ekonomi.

1
Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal: Tinjauan Pemberlakuan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal, CV Nuansa Aulia, Bandung, 2007, hal. 248.
Dalam rangka meningkatkan daya saing investasi agar dapat menarik masuknya investasi ke
Indonesia sebanyak mungkin kelemahan koodinasi antara instansi terkait tersebut perlu
diperbaiki dengan cara meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi kelembagaan baik tingkat
pusat maupun di tingkat daerah. Di samping itu, perlu dilakukan penataan secara menyeluruh
terhadap aparatur negara serta reformasi pelayanan publik.
Berkaitan dengan penjelasan pada latar belakang tersebut, maka penulis berkeinginan untuk
mengangkat judul tentang : “Kebijakan Hukum dan Tata Cara Investasi Langsung Di
Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diidentifikasikan rumusan masalah diatas
adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud kebijakan hukum dan tata cara investasi langsung
2. Bagaimana memahami kebijakan hukum dan tata cara investasi langsung
3. Bagaimana penerapan kebijakan hukum dan tata cara investasi langsung menurut
Undang-undang nomor 25 tahun 2007

4. Bagaimana Ilustrasi kegiatan investasi langsung sesuai ketentuan Undang-undang


nomor 25 tahun 2007
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui kebijakan hukum dan tata cara investasi langsung
2. Untuk memahami kebijakan hukum dan tata cara investasi langsung
3. Untuk mengetahui penerapan kebijakan hukum dan tata cara investasi langsung
menurut Undang-undang nomor 25 tahun 2007

4. Untuk mengetahui bagaimana Ilustrasi kegiatan investasi langsung sesuai


ketentuan Undang-undang nomor 25 tahun 2007
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Kebijakan Hukum Penanaman Modal Secara Langsung Di Indonesia


Instrumen kebijakan yang digunakan untuk mengantur kontrol atau pembatasan-
pembatasan dan dapat ditemukan dalam peraturan perundang-undangan dalam bidang
investasi langsung di Indonesia adalah :
1) Restriksi modal dan perusahaan asing yang boleh masuk.
2) Pembatasan porsi kepemilikan saham asing.
3) Perlakuan khusus bagi investor asing.
4) Pembatasan operasional, seperti tingkat pemakaian bahan dalam negeri (local content
requiremen) dan kewajiban ekspor minimum.
5) Insentif penanaman modal, misalnya dalam bentuk konsensi pajak.2
6) Undang – Undang Nomor 25 Pasal 2 Tahun 2007: Ketentuan dalam Undang – Undang
ini berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di seluruh wilayah Negara republik
Indonesia.
Suatu peraturan dan regulator yang menangani seharusnya dikaji setiap saat, apakah
masih sesuai dengan kebutuhan mutakhir. Melalui semacam sunset mechanism, suatu
peraturan yang sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai lagi dengan kebutuhan terkini
mestinya dikategorikan sebagai sunset laws dan sebagai konsekuensi logisnya, diganti
dengan peraturan yang lebih cocok. Hal tersebut agar efektif dan efisien dalam mencapai
tujuannya, kebijakan dalam bidang investasi langsung dapat mengambil pola kebijakan
industrial (industrial policy). Kebijakan yang di ambil dapat berupa regulasi atau bahkan bisa
pula sebaliknya melalui deregulasi, sesuai dengan kepentingan nasional. Privatisasi
perusahaan BUMN yang di atur dalam peraturan pemerintah No 59 Tahun 2009, yang
menjadi satu hot topic ekonomi dan politik nasional di Indonesia pada penghujung abad lalu
berlanjut pada abad 21 ini, merupakan refleksi kecenderungan globalisasi dalam investasi
langsung.
Indonesia sebagai negara berdaulat, negara penerima investasi langsung (hot investmen)
mempunyai kebebasan penuh untuk mengatur segala sesuatu berkaitan dengan modal asing
yang datang, dari cara masuk sampai dengan berakhirnya investasi langsung.

2
Rustanto, Hukum Nasionalisasi Modal Asing, Penerbit Kuwais, Jakarta, 2012, hal. 68.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Secara Langsung Di
Indonesia
Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi langsung di Indonesia, antara lain sebagai
berikut:
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk domestik regional bruto (PDRB) menunjukkan pengaruh yang signifikan


terhadap investasi langsung (direct investment) (PMA). Ukuran pasar (market size) yang
semakin besar akan mendorong aliran PMA ke negara tersebut. Sarwedi menemukan
bahwa Gross Domestic Product (GDP) mempengaruhi investasi langsung (direct
investment).3 Neini Utami mengungkapkan bahwa ukuran pasar (diukur dengan PDRB per
kapita) yang besar dapat menarik investor asing karena menggambarkan besarnya
pendapatan masyarakat yang akhirnya menaikkan daya beli dan permintaan akan barang
dan jasa. Meningkatnya permintaan akan barang dan jasa akan meningkatkan investasi
langsung (direct investment) karena akan meningkatkan laba bagi para investor asing.
Investasi dibatasi oleh luasnya pasar, daya beli masyarakat merupakan pasar bagi
barang- barang yang dihasilkan oleh sektor produktif, maka daya beli masyarakat yang
rendah akan menyebabkan pasar bagi produk-produk yang dihasilkan menjadi sangat
terbatas. Keadaan tersebut tidak merangsang pengusaha untuk melakukan investasi. Salah
satu motivasi investor untuk menanamkan modalnya adalah market-seeking. Market-
seeking FDI bertujuan untuk menembus pasar domestik dan umumnya dihubungkan
dengan ukuran pasar, pendapatan per kapita, pertumbuhan pasar, akses ke pasar global dan
regional, struktur dan pilihan konsumen pasar domestik. Teori asas accelerator juga
menerangkan bahwa pertambahan pendapatan akan menyebabkan bertambahnya konsumsi
yang selanjutnya akan menaikkan investasi. Semakin tinggi PDRB pada suatu provinsi,
menunjukkan besarnya ukuran pasar pada provinsi tersebut. Jika ukuran pasar pada
provinsi tersebut besar, investor akan tertarik untuk menanamkan modalnya di provinsi
tersebut. Provinsi-provinsi dengan PDRB yang tinggi seperti DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Timur, dan Kalimantan Timur memiliki daya tarik untuk menarik investor asing
sehingga nilai penanaman modal asingnya pun juga tinggi.

3
Rahmi Jened (I), Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), Edisi Pertama, Kencana, Jakarta,
2016, hal. 157.
Berdasarkan hal tersebut, maka untuk menarik investor asing diperlukan kebijakan
pemerintah dalam rangka meningkatkan produk domestik regional bruto setiap provinsi di
Indonesia. Salah satunya adalah melalui pengambilan kebijakan fiskal yang tepat untuk
merangsang aktivitas ekonomi sehingga dapat menigkatkan PDRB. Selain itu, diperlukan
upaya pemerintah untuk mengurangi kesenjangan PDRB antar provinsi yang masih tinggi,
misalnya dengan pembangunan sarana dan prasarana yang mendukung peningkatan
aktivitas ekonomi di provinsi yang memiliki PDRB yang masih sangat rendah.

2. Upah Minimum Provinsi (UMP)


Upah minimum provinsi (UMP) memiliki pengaruh terhadap investasi langsung (direct
investment). Tingkat upah memiliki pengaruh positif terhadap investasi langsung (direct
investment) di Indonesia. Upah pekerja berpengaruh negatif terhadap penanaman modal
asing. Keputusan perusahaan menentukan lokasi pabriknya atau fasilitas-fasilitas
produksinya secara optimal. Lokasi produksi salah satunya ditentukan oleh sumber daya
seperti tersedianya sumber daya manusia dan harga sumber daya manusia. Upah buruh
yang relatif rendah diyakini sebagai salah satu faktor pendorong adanya investasi asing.
Hal ini disebabkan upah buruh yang rendah akan menurunkan biaya produksi per unit
barang yang dihasilkan. UMP seluruh provinsi di Indonesia selalu mengalami
peningkatan.
Peningkatan UMP di Indonesia mencapai 14% setiap tahunnya. Kenaikan UMP di
Indonesia tergolong salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara. Dalam penelitian ini UMP
berpengaruh positif terhadap investasi langsung (direct investment) karena peningkatan
UMP di Indonesia diikuti dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja. Investor asing
lebih memperhatikan tentang produktifitas dan kualitas tenaga kerjanya daripada biaya
tenaga kerja. Alasan lainnya adalah kenaikan UMP berakibat meningkatnya konsumsi,
sehingga walaupun biaya untuk tenaga kerja meningkat namun keuntungan investor juga
akan meningkat karena bertambahnya konsumsi masyarakat. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa upah minimum provinsi berpengaruh positif terhadap masuknya
investasi langsung (direct investment) di Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut diperlukan kebijakan pemerintah dalam penetapan UMP.
Kebijakan tersebut harus menjaga agar UMP tetap meningkatkan kesejahteraan
masyarakat namun tidak terlalu merugikan investor. Selain itu, produktivitas dan kualitas
tenaga kerja juga harus ditingkatkan agar lebih menarik investor asing untuk menanamkan
modalnya.
3. Nilai Ekspor
Ekspor memiliki pengaruh terhadap investasi langsung (direct investment) di Indonesia.
Ekspor berpengaruh positif terhadap investasi langsung di Indonesia. Motivasi market-
seeking berusaha mengeliminasi hambatan-hambatan perdagangan, biaya transportasi dan
biaya lainnya.
Nilai ekspor mempengaruhi masuknya investasi langsung (direct investment) karena
dengan besarnya nilai ekspor menunjukkan terbukanya akses ke pasar global. Selain itu,
keterbukaan sektor perdagangan luar negeri mengindikasikan pemerintah mulai
mengurangi berbagai hambatan tarif dan non-tarif (non-tarif barriers) yang selama ini
diterapkan, dengan berkurangnya hambatan perdagangan dapat meningkatkan arus
perdagangan yang selanjutnya akan menarik peningkatan aktifitas MNCs (Multinational
Coorporations) dan aliran investasi asing di wilayah tersebut.4
Nilai ekspor Indonesia semakin menurun setiap tahunnya. Hal tersebut mengindikasi
perlunya peran pemerintah dalam memperhatikan kebijakan perdagangan luar negeri guna
mendorong peningkatan ekspor. Pemerintah dapat lebih mengembangkan sektor
perdagangan luar negeri dengan meningkatkankan kerjasama regional maupun
internasional.
Masuknya investasi langsung (direct investmen) diharapkan dapat menjadi sumber
pembiayaan pembangunan karena negara tidak dapat lagi mengandalkan pembiayaan dari
sektor migas yang pada tahun 1970-an menjadi primadona dan juga belum dapat
mengandalkan dari sektor pajak karena keengganan dari masyarakat mencermati tidak
signifikannya pemasukan negara dari sektor pajak dengan pembangunan sarana
infrastruktur yang menjadi indikasi utama penanaman modal publik (publik investment)
yang dilakukan oleh negara. Hal ini dapat kita lihat banyaknya bangunan sekolah yang
roboh, jalan-jalan provinsi dijalur pantai utara selalu rusak, pemadaman listrik yang
menghambat perekonomian, ketersediaan air bersih yang tidak memadai dan banyaknya
rapor merah pembangunan infrastruktur lainnya yang menjadi kewajiban konstitusional
negara.
Penanaman modal atau penanaman modal merupakan potensi berharga yang tidak
dapat diabaikan karena banyak manfaat yang diambil, antara lain: masuknya aliran devisa
dan kesempatan kerja yang lebih luas. Pada gilirannya dapat meningkatkan pembangunan
yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat. Mencermati
kondisi

4
G. Kartasapoetra dkk, Manajemen Penanaman Modal Asing, Bina Aksara, Jakarta, 2004, hal. 32.
tersebut di atas, tampak bahwa pemerintah menyadari betapa besar peranan dan kontribusi
penanam modal (asing maupun domestik) terhadap perekonomian negara dan masyarakat.
Bahkan harus diakui ketergantungan pada sektor penanman modal sudah sedemikian
kuatnya pada beberapa dasawarsa terakhir ini, hingga berbagai upaya ditempuh
pemerintah untuk merangsang minat penanam modal untuk berpenanaman modal dan
mengembangkan usahanya di Indonesia. Kasus korupsi dan pungli yang marak terjadi
memperparah atau country risk Indonesia sebagai negara tujuan penanaman modal.
Selain faktor yang telah disebutkan di atas, ada banyak faktor yang mempengaruhi
iklim penanaman modal di Indonesia, yakni:
a. Stabilitas politik,
b. Stabilitas sosial,
c. Stabilitas ekonomi,
d. Good Corporate Governance oleh birokrat dalam birokrasi, baik kementerian,
pemerintah pusat, dan pemerintah daerah,
e. Kepastian hukum dan penegakan hukum,
f. Kepatuhan dan harmonisasi dengan instrumen hukum internasional,
g. Kondisi infrastruktur,
h. Ketersediaan tenaga kerja dengan keahlian dan iklim industri yang damai (industrial
peace),
i. Regulasi dan kepastian hukum dibidang perpajakkan, pajak daerah, dan retribusi.10
j. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) tanah dan hak milik lainnya, dan
k. Faktor pendukung lain.
Lazimnya langkah pertama yang pasti dilakukan oleh seorang calon penanam modal
atau penanam modal sebelum menanamkan modalnya disuatu negara terutama negara
berkembang adalah mempelajari dan mempertimbangkan secara perinci dan teliti segala
sesuatu tentang keadaan negara tersebut. Salah satu aspek determinan penanam modal
dalam mengambil keputusan untuk Investasi disuatu negara adalah stabilitas politik negara
yang akan dimasukinya.
Stabilitas politik diartikan sebagai syarat fundamental untuk menopang elemen
pembangunan negara dan perekonomian negara. Stabilitas politik dan pemerintahan dapat
diwujudkan manakala dicapai konsensus segenap komponen bangsa terhadap filosofis dan
tujuan politik bangsa. Dalam penanaman modal, penanam modal menginginkan stabilitas
politik dinegara yang dituju. Hal ini agar dapat dipastikan keberlangsungan
(suistainability)
kebijakan hukum penanaman modal (investment law policy), yang menjamin rasa aman
penanam modal untuk mengandalkan politik hukum dan kebijakan ekonomi dan moneter
termasuk penanaman modal yang menyenangkan dan dapat diprediksi (favourable and
predictable).
Stabilitas politik juga akan mempengaruh secara signifikan stabilitas ekonomi dan
stabilitas sosial. Stabilitas ekonomi diartikan sebagai suatu keadaan di mana pertumbuhan
ekonomi berlangsung secara terkendali dan berkelanjutan. Adapun stabilitas sosial sebagai
suatu keadaan yang tenang dari gejolak-gejolak atau gangguan-gangguan yang bersifat
politis ideologis dan sosial.
Tahun 2015 merupakan tahun awal pelakasanaan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional yang disingkat RPJMN ketiga (2015-2019). Berlandaskan pada
pelaksanaan pencapaian, dan keberlanjutan RPJMN kedua (2009-2014), RPJMN ketiga ini
difokuskan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh diberbagai bidang
dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan
keunggulan sumber daya alam manusia yang berkualitas serta kemampuan ilmu dan
teknologi yang terus meningkat. Berbasis tujuan tersebut serta dengan memperhatikan
tantangan yang mungkin dihadapi, baik domestik maupun global, maka disusun
perencanaan tahunan dalam Rencana Kerja Pemerintah yang disingkat (RKP). Sejalan
dengan perkembangan perekonomian terkini, tantangan perekonomian global yang
diperkirakan dihadapi dalam meliputi:
a. Ketidakpastian perekonomian global yang dipicu oleh perlambatan atau pun krisis
ekonomi diberbagai negara.
b. Risiko gejolak harga komoditas dipasar global, khususnya harga minyak mentah.
c. Komitmen untuk turut serta mendukung ASEAN Economic Community (AEC) tanpa
kesepian industri dalam negeri.
d. Pelaksanaan agenda pembangunan global pada 2015.
e. Melemahnya nilai rupiah terhadap US$.11.

Tantangan perekonomian domestik yang dihadapi tahun 2015 mencakup:


a. Akselerasi pertumbuhan ekonomi yang melambat.
b. Risiko pasar keuangan di dalam negeri yang tidak berbasis pada industri berorientasi
ekspor dan substitusi impor.
c. Pembangunan mal-mal dan pusat perbelanjaan justru menyedot rupiah ke luar negeri
karena barang yang dijual adalah barang bermerek (branded).
d. Terlalu ekspansifnya penanaman modal dalam bentuk portofolio dipasar modal yang
tidak memiliki pengaru signifikan pada penyerapan tenaga kerja dan sektor riil (bahkan
di Amerika Serikat terbukti menumbulkan buble economy).
e. Ketidak seimbangan neraca pembayaran karena nilai tukar ekspor

C. Tata Cara Penanaman Modal Secara Langsung

Dalam rangka mendorong dan meningkatkan kegiatan penanaman modal di Indonesia,


pemerintah memandang perlu mengatur tata cara permohonan, proses penyelesaian dan
pengawasan penanaman modal. Pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden RI No. 97
Tahun 1993, yang kemudian diubah dengan Keputusan Presiden RI No. 115 Tahun 1998.
Kedua Kepres itu diubah lagi dengan Keputusan Presiden RI No. 117 Tahun 1999 tentang
Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden RI No. 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara
Penanaman Modal. Perubahan itu dimaksudkan untuk memenuhi harapan. para calon investor
agar tidak lagi mempunyai beban atas berbelit-belitnya birokrasi dalam memperoleh izin
untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dalam Pasal 2A ayat (1) ditegaskan bahwa
"Pemberian perizinan penanaman modal di Indonesia dilaksanakan melalui pelayanan atap
sesuai kewenangan masing-masing di bawah koordinasi Bupati/Walikota Kepala Daerah
Kabupaten/Kota dan khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta di bawah koordinasi
Gubenur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta".

Dalam Pasal 4 Undang Undang Nomor 25 Tahu 2007 telah ditegaskan bahwa Pemerintah
menetapkan kebijakan dasar dalam rangka penanaman modal di Indonesia, Penetapan
kebijakan dasar tersebut bertujuan untuk: (a) mendorong terciptanya iklim usaha nasional
yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional;
dan (b) mempercepat peningkatan penanaman modal. Terkait dengan kebijakan dasar
tersebut, selanjutnya Pemerintah:

(a) memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam
modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;

(b) menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi
penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan
penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
(c) membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberi- kan perlindungan kepada
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

Dari ketentuan di atas terlihat bahwa penanaman modal dilakukan dengan


mengkondisikan pemberian izin pada satu atap sehingga akan semakin mempermudah dalam
menarik para investor untuk berinvestasi di Indonesia. Kesemuanya itu didasarkan pada
kondisi keamanan dalam negeri Indonesia yang stabil, sehingga kepercayaan investor dapat
terjaga dengan baik tanpa rasa was-was. Selain itu juga untuk lebih mengetahui segala hal
yang berkaitan dengan tata cara penanaman modal, maka Pemerintah membuat suatu
pedoman yang dapat dijadikan acuan oleh investor sebelum menanamkan modalnya. Adapun
tata cara penanaman modal di Indonesia adalah sebagaimana tersebut dalam uraian berikut.5

1. Tata Cara Penanaman Modal dalam Negeri

Penanaman Modal Dalam Negeri diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1968
(Lembaran Negara RI Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2583)
juncto Perubahan dan Tambahan berdasarkan Undang-Undang No.12 Tahun 1970 (Lembaran
Negara RI Tahun 1970 Nomor 47,Tambahan Lembaran Negara Nomor 2944), selanjutnya
pada tanggal 3 Oktober 1997 Presiden RI mengeluarkan Keputusan Presiden No.54 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pokok Tata Cara Penanaman Modal.

Adapun tata cara PMDN adalah sebagai berikut:

a. Calon penanam modal yang akan mengadakan usaha dalam rangka Undang-Undang
No.6 Tahun 1968 jo Undang-Undang No.12 Tahun 1970, mempelajari lebih dulu Daftar
Skala Prioritas Bidang Usaha Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal
Asing yang berlaku (disingkat DSP), dan apabila diperlukan penjelasan lebih lanjut dapat
menghubungi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM);

b. Setelah mengadakan penelitian yang cukup mengenai usaha yang terbuka, lokasi
trayek, tingkat prioriras dan ketentuan lain yang bersangkutan maka calon penanam
modal

5
M.Khoidin.Hukum Penanaman Modal.LaksBang Justitia;Yogyakarta.2019.h.41-50
mengajukan permohonan penanaman modal kepada Kepala BKPM dengan
mempergunakan formulir permohonan yang ditetapkan oleh BKPM.;

c. Apabila permohonan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan


ketentuan yang berlaku serta telah memenuhi persyaratan penanaman modal dalam
negeri, maka ketua BKPM mengeluarkan Surat Persetujuan Sementara yang merupakan
persetujuan prinsip untuk penanaman modal dalam negeri yang bersangkutan;

d. Ketua BKPM menyampaikan tembusan Surat Perse- tujuan Sementara tersebut kepada:

1. Departemen yang memebina bidang usaha penana- man modal yang


bersangkutan;

2. Departemen Keuangan;

3. Pemerintah Daerah cq Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD),


yang bersangkutan untuk menyelesaikan izin lokasi, hak guna bangunan, hak
pengelolaan, atau hak pakai, izin bangunan dan izin undang-undang gangguan.

e. Setelah memperoleh Surat Persetujuan Sementara dari Kepala BKPM, calon penanam
modal waktu yang di- tetapkan menyampaikan kelengkapan data yang diperlu- kan oleh
BKPM;

f. Berdasarkan penilaian terhadap permohonan penanam modal dan kelengkapan data,


Ketua BKPM mengeluarkan Surat Persetujuan Tetap yang memungkinkan calon pena-
nam modal yang bersangkutan merealisasikan rencananya; g. Ketau BKPM
menyampaikan tembusan Surat Persetujuan Tetap kepada:

1. Departemen yang memebina bidang usaha penanaman modal yang bersangkutan;

2. Departemen Keuangan;

3. Pemerintah Daerah cq Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD)


yang bersangkutan.

h. Apabila penanam modal telah memperoleh Surat Per- setujuan Tetap tersebut, maka:
(1) Persetujuan lokasi; (2) hak guna bangunan, hak pengelolaan atau hak pakai, (3) ijin
bangunan, dan (4) ijin undang-undang gang- guan, akan diperoleh sesuai dengan
ketentuan yang telah disepakati sebagai wujud realitas terhadap adanya penanaman
modal.
i. Setelah memperoleh Surat Persetujuan Tetap dari Ketua BKPM, penanam modal
dalam waktu yang telah ditetapkan menyampaikan kepada BKPM Daftar Induk barang-
barang modal serta bahan-bahan baku dan bahan penolong yang akan diimport sesuai
dengan pelaksanaan rencananya; ERS

j. Berdasarkan penilaian terhadap Daftar Induk tersebut Kepala BPKM mengeluarkan


ketetapan mengenai fasilitas/keringanan bea masuk dan pungutan lainnya dari barang-
barang yang diimpor;

k. Permohonan untuk perubahan atas rencana penanaman modal yang telah memperoleh
persetujuan Pemerintah, termasuk perubahan untuk perluasan proyek, disampaikan oleh
penanam modal kepada Ketua BKPM untuk men- dapatkan persetujuan dengan
mempergunakan formulir yang ditetapkan oleh BKPM.

Dengan demikian bagi para calon penanam modal harus terlebih dahulu mengetahui dan
menetapkan skala prioritas serta lokasi proyeknya, sehingga memungkinkan untuk
mendapatkan Surat Persetujuan Tetap dari Kepala BKPM, sehingga penanaman modal segera
dapat dilaksana- kan mengingat segala perizinan berupa Surat Persetujuan Tetap tersebut
dapat disamakan dengan bentuk perlindungan hukum terhadap penanam modal.

2. Tata Cara Penanaman Modal Asing

Acuan dasar penanaman modal asing adalah Undang- Undang No.1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing /PMA, (Lembaran Negara RI Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2818) juncto perubahan dan tambahan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1970 (Lembaran Negara RI Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2943). Selanjutnya tata cara penanaman modal asing diatur dalam
Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1970 yang kemudian oleh Menteri Negara
Investasi/Kepala BKPM dilimpahkan kepada Menteri Luar Negeri dan Gubenur Kepala
Daerah Propinsi. Di mana setelah mengadakan penelitian yang cukup mengenai bidang usaha
yang terbuka dan ketentuan lain, maka penanam modal mengajukan permohonan kepada
Menteri Negara Investasi/ Kepala BKPM atau Gubenur Kepala Daerah Propinsi, dalam hal
ini Ketua BKPMD, atau Kepala Perwakilan RI menurut tata cara yang telah ditetapkan oleh
Menteri Negara Investasi/ Kepala BKPM, yang selanjutnya setelah dipandang meme- nuhi
kelayakan dan tidak melanggar ketentuan perundang- undangan yang berlaku akan menerima
Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing, untuk itu sebagaimana ditentukan dalam
Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun
1977. Pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 1997 tentang
Ketentuan Pokok Tata Cara Penanaman Modal. Adapun tata cara penanaman modal asing
adalah sebagai berikut:

1. Kewenangan pemberian persetujuan penanaman modal dalam rangka Penanaman modal


Asing sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor.1 Tahun 1967 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 dilimpahkan oleh Menteri
Negara Investasi/Kepala BKPM kepada Menteri Luar Negeri dan Gubenur Daerah
Propinsi.

2. Khusus kepada Gubenur Daerah Propinsi diberikan pula limpahan wewenang


pemberian perizinan pelaksanaan modal sepanjang belum dibentuk instansi yang
menangani penanaman modal di Daerah Kabupaten dan daerah kota.

3. Untuk melaksanakan pelimpahan kewenangan lebih lanjut sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) Menteri Luar Negeri menugaskan kepada Perwakilan Republik Indonesia,
sedang untuk pelaksanaan ayat (1) dan (2), Gubenur Kepala Daerah Propinsi menugaskan
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD).

4. Calon penanam modal yang akan mengadakan usaha dalam rangka Penanaman Modal
Asing mempelajari lebih dahulu daftar bidang usaha yang tertutup bagi Penanaman Modal
Asing dan apabila diperlukan dapat menghubungi Kantor BKPM,BKPMD, atau
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.

5. Setelah mengadakan penelitian yang cukup mengenai bidang usaha yang terbuka dan
ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan, calon penanam modal mengajukan
permohonan kepada Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM, atau Kepala Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri dengan menggunakan tata cara permohonan yang
ditetapkan oleh Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM.

6. Apabila permohonan menanamkan modal mendapat persetujuan, maka Menteri Negara


Investasi/Kepala BKPM atau Gubenur Kepala Daerah Propinsi dalam hal ini Kepala
BKPMD atau Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri menerbitkan Surat
Persetujuan Penanaman Modal tersebut kepada calon penanam modal, yang berlaku juga
sebagai persetujuan prinsip.
7. Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM atau Gubenur Kepala Daerah Propinsi, dalam
hal ini Kepala BKPMD, atau Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
menyampaikan salinan Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing kepada instansi terkait.

8. Apabila penanaman modal telah memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal


Asing dan setelah dipenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, maka:

a. Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM atau Guber- nur Kepala Daerah Propinsi
dalam hal ini Kepala BKPMD mengeluarkan:

1) Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT);

2) Keputusan Pemberian Fasilitas/Keringanan Bea Masuk dan Pungutan Impor


Lainnya;

3) Persetujuan atas Rencana Pengunaan Tenaga Kerja Asing Pendatang (RPTKA)


yang diperlukan sebagai dasar bagi Kepala BKPMD untuk menerbitkan Izin Kerja
bagi Tenaga Kerja Asing Pendatang yang diperlukan (IKTA);

4) Izin Usaha Tetap (IUT) atas nama Menteri yang membidangi usaha tersebut sesuai
dengan pelim- pahan wewenang,

b. Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten/Kota menge- luarkan Izin Lokasi sesuai


Rencana tata Ruang. c. Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten/Kota menge- luarkan hak
tanah dan menerbitkan sertifikat tanahsesuai dengan ketentuan yang berlaku.

d. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Daerah kabupaten/ Kota atau Satuan Kerja Teknis
atas nama Bupati/ Walikota Kepala Daerah Kabupaten/Kota yang ber- sangkutan, atau
Kepala Dinas Pengawasan Pem- bangunan Kota (P2K) untuk Daerah Khusus Ibukota
Jakarta atas nama Gubenur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, mengeluarkan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB).

e. Sekretaris Wilayah Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota Kepala


Daerah Kabupaten/ Kota yang bersangkutan dan Kepala Kantor Keter- tiban untuk
Daerah Khusus Ibukota Jakarta atas nama Gubenur Daerah Khusus Ibukota Jakarta
menge- luarkan izin berdasarkan Undang-Undang Gangguan (UUG/HO).
9. Kewajiban untuk memiliki izin UUG/HO tidak berlaku bagi Perusahaan Industri yang
jenis industrinya wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan
atau yang berlokasi di dalam kawasan industri/kawasan Berikat.

10. Setelah memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dari Menteri Negara
Investasi/Kepala BKPM atau Gubenur Kepala Daerah Propinsi dalam hal ini Kepala
BKPMD atau Kepala Perwakilan Republik Indonesia, penanam modal dalam waktu yang
telah ditetapkan menyampaikan daftar induk barang-barang modal serta bahan baku dan
bahan penolong yang akan diimpor kepada Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM atau
Gubenur Kepala Daerah Propinsi dalam hal ini Kepala BKPMD.

11. Berdasarkan penilaian terhadap daftar Induk sebagai- mana dimaksud pada ayat (10),
Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM atau Gubenur Kepala Daerah Propinsi dalam hal
ini Kepala BKPMD mengeluarkan keputusan Fasilitas/Keringanan Bea Masuk dan
Pungutan Impor lainnya.

12. Permohonan untuk perubahan atas rencana penanaman modal yang telah memperoleh
persetujuan, termasuk perubahan untuk Menteri Negara Investasi/Kepa BKPM atau
Gubenur Kepala Daerah Propinsi dalam ha ini Kepala BKPMD, untuk mendapatkan
persetujua dengan mempergunakan tata cara yang telah ditetapka oleh Menteri Negara
Investasi/Kepala BKPM.

13. Penanaman Modal yang telah memproleh Surat Per setujuan Penanaman Modal Asing
dari Kepala Per wakilan Republik Indonesia di luar negeri wajib mengajukan permohonan
perizinan pelaksanaa kepada Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM atau Gubenur
Kepala Daerah Propinsi dalam hal ini Kepal BKPMD.
PENUTUP

Kesimpulan

a. Pelaksanaan Kebijakan Hukum Penanaman Modal Secara Langsung Di Indonesia


Instrumen kebijakan yang digunakan untuk mengantur kontrol atau pembatasan-
pembatasan dan dapat ditemukan dalam peraturan perundang-undangan dalam bidang
investasi langsung di Indonesia adalah :
1) Restriksi modal dan perusahaan asing yang boleh masuk.
2) Pembatasan porsi kepemilikan saham asing.
3) Perlakuan khusus bagi investor asing.
4) Pembatasan operasional, seperti tingkat pemakaian bahan dalam negeri (local content
requiremen) dan kewajiban ekspor minimum.
5) Insentif penanaman modal, misalnya dalam bentuk konsensi pajak.6
6) Undang – Undang Nomor 25 Pasal 2 Tahun 2007: Ketentuan dalam Undang – Undang
ini berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di seluruh wilayah Negara republik
Indonesia.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Secara Langsung Di Indonesia
Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi langsung di Indonesia, antara lain sebagai
berikut:
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
2. Upah Minimum Provinsi (UMP)
3. Nilai Ekspor
Ketentuan mengenai tata cara penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal
asing sebagaimana di atas disebutkan telah diperbaharui dengan Undang Undang Nomor 25
Tahun 2007 beserta peraturan pelaksanakanya baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Presiden. Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 merupakan dasar pelaksanaan
dalam pelaksanaan penanaman modal di Indonesia. Di samping itu juga diatur dalam
Peraturan yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang
merupakan lembaga yang menangani dan mengurusi perijinan terkait penanaman modal di
Indonesia. Dengan adanya pembaharuan peraturan tersebut maka penanaman modal
diharapkan dapat meningkat, terutama pada a era globalisasi dan liberalisasi.

6
Rustanto, Hukum Nasionalisasi Modal Asing, Penerbit Kuwais, Jakarta, 2012, hal. 68.
Saran

Demikian makalah ini disusun, kami selaku penyusun berharap dengan adanya makalah ini
dapat menambah wawasan dan pengetahuan kepada para pembaca mengenai “Hukum
Penanaman Modal”. Kami menyadari bahwa pokok pembahasan dan referensi yang
digunakan sangat terbatas. Oleh karena itu bagi pembaca yang akan mengangkat judul
tersebut untuk lebih banyak mencari referensi buku bacaan dan referensi dari bahasa asing
maupun lainnya sehingga menjadi makalah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal: Tinjauan Pemberlakuan


Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, CV Nuansa Aulia,

Bandung, 2007

Rustanto, Hukum Nasionalisasi Modal Asing, Penerbit Kuwais, Jakarta, 2012

Rahmi Jened (I), Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct
Investment), Edisi Pertama, Kencana, Jakarta, 2016

G. Kartasapoetra dkk, Manajemen Penanaman Modal Asing, Bina Aksara, Jakarta,


2004

M.Khoidin.Hukum Penanaman Modal.LaksBang Justitia;Yogyakarta.2019

Anda mungkin juga menyukai