Anda di halaman 1dari 16

RIYADHAH DAN MURAQABAH

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


AKHLAK TASAWUF

Disusun Oleh:
Nama : Dinda Rizki
Yulia Kharismadhita Farbilla
NPM : 22411901
22411909
Kelompok : 11 (Sebelas)

Dosen Pengampu: Rijal Sabri, M.Ag

KELAS PAGI
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS DHARMAWANGSA
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT


tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah serta
menganugerahkan tetesan ilmu, kesehatan, dan kekuatan sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini unutuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Akhlak
Tasawuf dengan judul “Riyadhah dan Muraqabah”. Kami juga berterima kasih
kepada bapak Rijal Sabri, M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Akhlak
Tasawuf yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Dan tak lupa pula penulis
hanturkan solawat serta salam kepada jujungan nabi besar kita Muhammad SAW.
Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak aamiin.
Bagian dari makalah ini akan membahas tentang Pengertian, Jenis, Tujuan,
dan manfaat Riyadhah serta membahas tentang Pengertian, Tujuan dan Jenis
Muraqabah. Materi yang ini merupakan pengantar untuk mempelajari materi-materi
selanjutnya. Kami sangat bersyukur karena mampu menyelesaikan makalah ini
tepat waktu sebagai tugas. Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah
ini bisa memberikan manfaat.

Medan, 21 Juni 2023


Penulis,

Kelompok 11

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan Penilitian ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
A. Riyadhah ................................................................................................... 3
1. Pengertian Riyadhah ......................................................................... 3
2. Tujuan Riyadhah ............................................................................... 4
3. Jenis Riyadhah .................................................................................. 5
4. Manfaat Riyadhah ............................................................................. 5
B. Muraqabah................................................................................................. 6
1. Pengertian Muraqabah ..................................................................... 6
2. Tujuan Muraqabah ........................................................................... 8
3. Jenis Muraqabah .............................................................................. 9
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 11
A. Kesimpulan ............................................................................................... 11
B. Saran .......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kata riyâdhah diambil dari kata ar-Riyâdhu, ar-Raudhu yang semakna dengan kata at-
Tamrin yang mengandung makna latihan atau melatih diri. Riyâdhah menurut bahasa artinya juga
olahraga.1 Sebagai upaya untuk mengendalikan dorongan nafsu yang bersifat destruktif tersebut,
kalangan pesantren menempuh jalan riyadhah (latihan), baik fisik maupun batin.2Adapun riyâdhah
dalam terminologi tasawuf dapat diartikan dengan latihan-latihan mistik yang merupakan latihan
kejiwaan dengan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan hal-hal yang mengotori
jiwa atau disiplin asketis atau latihan ke-zuhudan. Proses yang dilakukan adalah dengan jalan
melakukan pembersihan atau pengosongan jiwa dari segala sesuatu selain Allah, kemudian
menghiasi jiwanya dengan zikir, ibadah, beramal saleh dan berakhlak mulia.3 Dalam tradisi
masyarakat Indonesia, khususnya kaum santri, tradisi Riyadhah atau latihan Ruhani dengan
menjalankan ibadah khusus untuk menundukkan nafsu syahwat menyucikan jiwa dengan
memerangi keinginankeinginan jasad (badan) selalu disertai dengan ziarah makam wali.
Muraqabah merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Karena
dengan muraqabah inilah, seseorang dapat menjalankan ketaatan kepada Allah SWT dimanapun ia
berada, hingga mampu mengantarkannya pada derajat seorang mukmin sejati. Demikian pula
sebaliknya tanpa adanya sikap seperti ini, akan membawa seseorang pada jurang kemaksiatan
kepada Allah kendatipun ilmu dan kedudukan yang dimilikinya. Inilah urgensi sikap muraqabah
dalam kehidupan muslim dalam membina akhlaq al-karimah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dari Riyadhah?
2. Apa saja Tujuan dari Riyadhah?
3. Apa saja Jenis dari Riyadhah?

1
Lukmanul Khakim, Tradisi Riyadhah, Al-Isnad: Journal of Islamic Civilization History and Humanities,
Vol. 01, No. 01, 2020
2
Husnul Hidayati, Riyadhah Puasa Sebagai Model Pendidikan Pengendalian Diri Untuk Pemenuhan
Kebutuhan Fisiologis‟, Millah, 20.1 (2020), 111–34
3
Adnan, Riyadhah Mujahadah Perspektif Sufi, Syifa Al-Qulun 1, 2. 2017, hal. 122-131

1
4. Apa saja Manfaat dari Riyadhah?
5. Apa yang dimaksud dari Muraqabah?
6. Apa saja Tujuan dari Muraqabah?
7. Apa saja Jenis dari Muraqabah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Untuk Mengetahui Apa Itu Riyadhah
2. Untuk Mengetahui Apa Tujuan, Jenis dan Manfaat dari Riyadhah
3. Untuk Mengetahui Apa Muraqabah
4. Untuk Mengetahui Apa Tujuan dan jenis Muraqabah

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riyadhah
1. Pengertian Riyadhah
Riyadhah berasal dari kata Ar-Riyadhu yang searti dengan kata At Tamrin yang mempunyai
arti latihan atau melatih diri. Maksudnya adalah latihan rohani untuk menyucikan jiwa dengan
memerangi keinginan-keinginan jasad (badan). Proses yang dilakukan adalah dengan jalan
melakukan pembersihan atau pengosongan jiwa dari segala sesuatu selain Allah, kemudian
menghiasi jiwanya dengan dzikir, ibadah, beramal soleh dan berakhlak mulia. Menyerahkan diri
secara total kepada Allah Swt merupakan kunci sukses dari riyadhah, yaitu dengan menerima
secara ikhlas apapun yang diberikan oleh Allah Swt.4
Ibnu Araby dalam mengartikan riyadhah ialah pembinaan akhlak, yaitu proses menyucikan dan
membersihkan jiwa dari segala sesuatu yang tidak pantas untuk jiwa itu sendiri. Selain
menggunakan istilah riyadhah, para Ulama dalam bidang tasawuf juga menggunakan istilah
mujahadah. Namun, istilah mujahadah bagi beberapa ulama seperti Imam al-Qusyairi ialah bagian
dari maqamat.5
Riyâdhah artinya “latihan”. Maksudnya adalah latihan rohaniah untuk menyucikan jiwa dengan
memerangi keinginan-keinginan jasad (badan). Proses yang dilakukan adalah dengan jalan
melakukan pembersihan atau pengosongan jiwa dari segala sesuatu selain Allah, kemudian
menghiasi jiwanya dengan zikir, ibadah, beramal saleh dan berakhlak mulia. Pekerjaan yang
termasuk kedalam amalan riyâdhah adalah mengurangi makan, mengurangi tidur untuk salat
malam, menghindari ucapan yang tidak berguna, dan berkhalwat yaitu menjauhi pergaulan dengan
orang banyak diisi dengan ibadah, agar bisa terhindar dari perbuatan dosa.

4
Ahmad Sayuti, Percik-Percik Kesufian, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), 36.
5
Sugianto, “Manajemen Stres dalam Perspektif Tasawuf”, al-Idarah: Jurnal Kependidikan Islam, Vol.1, (Juni
2018), 165.

3
2. Tujuan Riyadhah
Tujuan riyâdhah bagi seorang sufi adalah untuk mengontrol diri, baik jiwanya maupun
badannya, agar roh tetap suci.6 Karena itu, riyâdhah haruslah dilakukan secara sungguh-sungguh
dan penuh dengan kerelaan. Riyâdhah yang dilakukan dengan kesungguhan dapat menjaga
seseorang dari berbuat kesalahan, baik terhadap manusia ataupun makhluk lainnya, terutama
terhadap Allah Swt. Dan bagi seorang sufi riyâdhah merupakan sarana untuk mengantarkan dirinya
lebih lanjut pada tingkat kesempurnaan, yaitu mencapai hakekat.7
Salah satu bagian yang terdapat tasawuf adalah riyadhah (latihan-latihan ibadah). Riyadhah
yang biasa dilakukan antara lain:
1. Bertobat. Ia harus menyesal atas dosa-dosanya yang lalu dan betul-betul tidak berbuat dosa
lagi sembari melafalkan dzikir dan wirid-wirid tertentu.
2. Untuk memantapkan tobatnya ia harus zuhud. Ia mulai menjauhkan diri dari dunia materi
dan dunia ramai serta fokus beribadah.
3. Wara’. Ia harus menjauhkan dirinya dari perbuatan syubhat dan tidak memakan makanan
atau minuman yang tidak jelas kedudukan halal-haramnya.
4. faqir. Ia harus menjalani hidup kefakiran. Kebutuhan hidupnya hanya sedikit dan ia tidak
meminta kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban agamanya.
5. Sabar. Bukan hanya dalam menjalankan perintah-perintah Allah yang berat dan menjauhi
larangan-larangan-Nya, tetapi juga sabar dalam menerima musibah berat yang ditimpakan
Allah.
6. Tawakal. Ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah. Ia tidak memikirkan
hari esok karena bagi seorang sufi cukup apa yang ada untuk hari ini karena esok belum
tentu masih hidup.
7. Ridha. Ia tidak menentang cobaan dari Allah, bahkan menerimanya dengan sepenuh hati.
Karena itu, seorang sufi tidak menyimpan perasaan benci kepada siapa pun karena semua
yang terjadi adalah bagian dari kehendak Allah.
Sebagaimana dikatakan di atas, mujâhadah dan riyâdhah yang diamalkan merupakan latihan
rohaniah dalam rangka menyucikan jiwa (tazkiyyatun nafs), agar hati diliputi nur Ilahiah,

6
Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994) hal. 17.
7
Al Aziz, S., Moh. Saifulloh. Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, Terbit Terang, Surabaya, 1998, hal. 104

4
tersingkapnya rahasia batin (mukâsyafah), merasakan nikmat dan lezatnya beribadah. Ini
merupakan keadaan (hâl) bagi seseorang dalam mendekatkan dirinya kepada Allah Swt.
Pencapaian tersebut tidak lepas dari jalan (tharîq) yang harus mereka lalui. Karena syariat
bagaikan pohon, tarekat bagaikan cabang, makrifat bagaikan daun, dan hakekat bagaikan buah,
demikian ungkap As-Syekh Abdul Qadir Jaelani.8 Dalam menempuh jalan, diumpamakan cabang
tersebut terdiri dari beberapa tingkatan (maqâmât) yang harus ditempuh satu demi satu, dan
memerlukan waktu yang panjang dan berat, mereka akan mengalami berbagai keadaan batin yang
disebut dengan ahwal. Jadi, maqâmât dan ahwâl merupakan tahap-tahap yang lazim dilalui oleh
para sâlik menuju tujuan puncaknya, yaitu mencapai ma`rifatullâh (buah).

3. Jenis-jenis Riyadhah
Dikutip dari buku Tanya Jawab Islam oleh Piss KTB, dalam pendidikan ilmu tasawuf, riyadhoh
dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Riyadhoh al-jisim, yakni pendidikan olahraga yang dilakukan melalui gerakan fisik untuk
kesehatan jasmani manusia.
2. Riyadhoh al-nafs, yaitu pendidikan olah batin yang dilakukan melalui olah pikir dan olah
hati yang bertujuan untuk memperoleh kesadaran dan kualitas rohani.
Setelah mengetahui jenis-jenis dari riyadhoh, berikut ini terdapat beberapa manfaat riyadhoh
bagi seorang wanita. Apabila seorang wanita mengamalkan riyadhoh dalam waktu 40 hari, maka
ia akan memperoleh beberapa manfaat di bawah ini

4. Manfaat Riyadhah
• Membangun kebiasaan baru
• Melatih diri untuk menghapal surah dengan mudah
• Membangun komunikasi dengan Al – Quran
• Sebagai magnet untuk melakukan kebaikan lainnya
• Hati menjadi tenang
• Terkabulnya Hajat

8
Al-Jailani, As-Syeikh Abdul Qadir, Sirrur Asror, Terj. Suryalaya, 1996, hal. 44

5
B. Muraqabah
1. Pengertian Muraqabah
Muraqabah yang berasal dari kata ra-qa-ba yang artinya menjaga, memperhatikan dengan teliti.
Muraqabah ialah merasa selalu diawasi oleh Allah sehingga dengan kesadaran ini mendorong
manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Muraqabatullah
bermakna seseorang merasakan eksistensi atau keberadaan Allah dalam kehidupannya sehingga
dia merasa aman dan nyaman tanpa ada ketakutan serta kecemasan, di samping itu dia menyakini
bahwa Allah selalu memperhatikannya dan memantau segala gerak geriknya, sehingga muncullah
rasa malu, malu melakukan kesalahan dan perbuatan yang tercela serta berusaha melakukan
perbuatan baik dan mulia. Sesungguhnya manusia hakikatnya selalu berhasrat dan ingin kepada
kebaikan dan menjunjung nilai kejujuran dan keadilan, meskipun tidak ada orang yang melihatnya.
Kehati-hatian (mawas diri) adalah kesadaran. Kesadaran ini makin terpelihara dalam diri seorang
hamba jika meyakini bahwa Allah senantiasa melihat dirinya.9
Syeikh Ahmad bin Muhammad Ibnu Al Husain Al Jurairy mengatakan, “Jalan kesuksesan itu
dibangun diatas dua bagian. Pertama, hendaknya engkau memaksa jiwamu muraqabah (merasa
diawasi) oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kedua, hendaknya ilmu yang engkau miliki tampak
dalam perilaku lahiriahmu sehari-hari.” Syeikh Abu Utsman Al Maghriby mengatakan, “Abu Hafs
mengatakan kepadaku, manakala engkau duduk mengajar orang banyak jadilah seorang penasehat
kepada hati dan jiwamu sendiri dan jangan biarkan dirimu tertipu oleh ramainya orang berkumpul
di sekelilingmu, sebab mungkin mereka hanya melihat wujud lahiriahmu, sedangkan Allah
memperhatikan wujud batinmu.”
Dalam setiap keadaan seorang hamba tidak akan pernah terlepas dari ujian yang harus
disikapinya dengan kesabaran, serta nikmat yang harus disyukuri. Muraqabah adalah tidak berlepas
diri dari kewajiban yang difardukan Allah yang mesti dilaksanakan dan dilarang yang wajib
dihindari. Muraqabah dapat membentuk mental dan kepribadian seseorang sehingga ia menjadi
manusia yang jujur. Berlaku jujurlah engkau dalam perkara sekecil apapun dan dimana pun engkau
berada. Kejujuran dan keikhlasan adalah dua hal yang harus engkau realisasikan dalam hidupmu.

9
Ibdalsyah, Muraqabatullah Lailan Wa Nahaaran. (Bogor: AzamDunya Bogor,2016). 13.

6
Ia akan bermanfaat bagi dirimu sendiri. Ikatlah ucapanmu, baik yang lahir maupun yang batin,
karena malaikat senantiasa mengontrolmu. Allah Maha Mengetahui segala hal di dalam batin.

َ‫ف ي َُرى ث ُ َّم يُجْ زَ اهُ ْال َجزَ ا َء ْاْل َ ْوفَى َوأ َ َّن ِإلَى َر ِبك‬ َ ‫س ْو‬ َ ُ‫س ْع َيه‬ َ ‫س َع َوأ َ َّن‬ َ ‫سا ِن ِإ ََّّل َما‬ ِ ْ ‫ْس ِل‬
َ ‫ْلن‬ َ ‫َوأَن لَّي‬
ْ َ ‫ْال ُمنتَ َهى َوأ َ َّنهُ ه َُو أ‬
‫ض َحكَ َوأ َ ْب َكى َوأ َ َّنهُ ه َُو أ َ َماتَ َوأَحْ َيا‬
“Dan bahwasanya seorang hamba tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan
bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan
kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhan-Mu lah
kesudahan (segala sesuatu), dan bahwasanya Dia yang menjadikan orang tertawa dan menangis,
dan bahwasanya Dia yang mematikan dan yang menghidupkan.” (QS. An-Najm:39-44)
Seseorang yang selalu memohon ampunan kepada Allah serta meninggalkan perbuatan
buruknya akan memberikan rasa aman dalam jiwa, namun seseorang yang membiarkan dirinya
dalam perbuatan dosa dan maksiat akan mengalami kegelisahan dan berkecamuk jiwa yang tidak
bertepi, selalu cemas dan gelisah, hidup menjadi tidak berarti, tidak sedikit orang yang berusaha
lari dari kegelisahan hati dengan mengakhiri kehidupannya.
Firman Allah Subhanaahu wa Ta’ala,

.... )١( ‫إن هللا كان عليكم رقيبا‬


“Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa:1)

.... )٥٢( ‫وكان هللا على كل شيء رقيبا‬


“Dan Allah adalah Maha Mengawasi segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzaab:52)
Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam,

)‫أعبد هللا كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك (متفق عليه‬
“Sembahlah Allah, seolah-olah engkau melihat-Nya, sekiranya engkau tidak dapat melihat-
Nya (dan memang tidak dapat), maka sesungguhnya Allah melihatmu.” (Muttafaq Alaih)
Orang yang merasa selalu diawasi oleh Allah tentu tidak akan melakukan perbuatan dosa dan
perbuatan maksiat lainnya, karena dia menyadari bahwa apapun yang melintas dalam hatinya pasti
diketahui oleh Allah. Semuanya telah terekam dengan rapi. Bacaan dengan shalat yang dilakukan
lima waktu sehari semalam dan ditambah dengan shalat sunnah lainnya, adalah salah satu cara
muraqabah. Jadi paling kurang, lima kali dalam sehari semalam mengadakan muraqabah.

7
Muraqabatullah akan memupuk keimanan seseorang menjadi semakin kuat, semakin sadar dan
semakin insaf akan makna kehidupan ini sehingga orientasi hidupnya adalah untuk memperoleh
ridho Allah, sifat ikhlas akan mewarnai setiap perbuatan baik yang dia lakukan, perhargaan atau
tidak dihargai orang sudah tidak lagi mempengaruhi dia dalam melakukan kebaikan, rasa keimanan
ini membuat jiwanya menjadi bahagia setiap selesai melakukan perbuatan baik terhadap orang lain.

2. Tujuan Muraqabah
Muraqabah termasuk dalam kedudukan terpuji, pangkat yang paling mulia dan derajat yang
paling tinggi. Muraqabah juga termasuk maqam ihsan seperti yang disabdakan Rasulullah SAW
yang artinya : “Ihsan adalah pengabdian kepada Allah SWT seakan-akan engkau melihat-Nya.
Walaupun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (H. R. Muslim dari
Umar).10 Jika tidak mampu menjadikan batin lebih baik dari lahir, maka setidaknya jadikan
keduanya sama baiknya. Dengan demikian hal tersebut sudah bagian dari mengikuti perintah
Allah SWT, menjauhi larangan-Nya, mengagungkan-Nya dan bersungguh-sungguh mencari
ridha-Nya, baik dalam kesendirian maupun kebersamaan dengan orang banyak. Dan ini adalah
langkah pertama yang dilakukan seorang hamba menuju makrifat Allah SWT. Muraqabah
yang harus diketahui oleh setiap umat muslim yang hendak ingin selalu berada dalam naungan-
Nya dan dapat bersikap mawas diri dimana pun dan kapan pun berada. Karena dengan memiliki
sikap mawas diri kepada Allah SWT. Akan semakin dekat pula kepada-Nya. Muraqabah bertujuan
untuk meningkatkan daya ruhani dan mental manusia ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan
Muraqabah maka manusia menjadi hidup dalam ketaatan dan keridhaan Tuhan, terhindar
dari segala kemaksiatan dan kemurkaan-Nya. Semakin tinggi orang bermuraqabah maka semakin
sadarlah ia bahwa dirinya masih sangat tertinggal dalam amal kebajikan. Kesadaran ini akan
melahirkan tindakan positif untuk menembus kemunduran dan ketertinggalannya dengan jalan
melipatgandakan kebaika yang telah dilakukannya selama ini. Muraqabah tak hanya bertujuan
untuk memperoleh ketenangan, tetapi juga sebagai bentuk penghambaan kepada Allah Swt.
Dalam beberapa hal, muraqabah dilakukan untuk mencapai kondisi spiritual tertinggi, yakni ihsan.
Muraqabah tak hanya memberikan pengalaman spiritual yang luar biasa, tetapi juga bisa membuat

10
Al-Nawawi, Kitab Al-Arba’n al Nawawi (Penerbit : Toko Kitab Salsayla, 676 H) hlm 8.

8
pikiran kita terbiasa sadar dan bisa mempertimbangkan masalah-malasah dalam kehidupan
sehari-hari. Pikiran juga akan lebih fokus dan seimbang sehingga risiko cemas dan stres akan
berkurang11

3. Jenis-jenis Muraqabah
1. Muraqabah Ahadiyah, muraqabah ini adalah mawas diri atas sifat Maha esa Allah Swt. Ajaran
muraqabah ini ada dalam Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
2. Muraqabah Ma’iyyah, Jenis muraqabah ini ada dalam kedua tarekat induknya (Qadiriyah
dan Naqsyabandiyah).
3. Muraqabah Aqrabiyah, Arti dari muraqabah ini adalah memperhatikan dengan seksama
dalam kontemplasi akan makna dan hal kedekatan Allah Swt.
4. Muraqabah Wilayatul ‘Ulya, Muraqabah jenis ini hanya ada dalam ajaran Tarekat
Naqsyabandiyah.
5. Muraqabah Kamalatun Nubuwwah, Yaitu muraqabah atas qudrat Allah Swt. yang telah
menjadikan sifat-sifat kesempurnaan kenabian.
6. Muraqabah Kamalatul Risalat, adalah kontemplasi atas Allah Swt. dzat yang telah
menjadikan kesempurnaan sifat kerasulan
7. Muraqabah Kamalatul Ulul Azmi, adalah muraqabah atas diri Allah Swt. yang telah
menjadikan para Rasul yang bertitel ulul azmi.
8. Muraqabatul Mahabbah fi al-Dairat al-Khullat, Yaitu muraqabah atas Allah Swt. dzat yang telah
menjadikan hakikat Nabi Ibrahim sebagai khalilullah (kekasih Allah Swt.).
9. Muraqabatul Mahabbah fi al-Dairat al-Sirfa, Yaitu muraqabah atas Allah Swt. yang telah
menjadikan hakikat Nabi Musa a.s, yang sangat dikasihi, sehingga bertitel kalimullah (yang
berbicara langsung dengan Allah Swt.)12
10. Muraqabah al-Dzatiyah al-Muntazibal bil Mahabbah, Yaitu muraqabah kepada Allah Swt,
yang telah menjadikan hakikat Nabi Muhammad saw. yang telah menjadikan kekasihnya
yang asal dan dicampur dengan sifat pengasih.

11
Rahmawati, “Mengenal Muraqabah,Konsep Mindfulness dalam Islam”
https://akurat.co/mengenal-muraqabah-konsep-mindfulness-dalam-islam , diakses pada tanggal 20 Juni 2023
12
Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi An Nisaburi. Risalah Qusyairiyah, dari “ ArRisalah al-
Qusyairiyah fi ‘ilmi at-Tasawufi” terjemahan oleh umar Faruq. (Pustaka Amani: Jakarta, 2007). 270

9
11. Muraqabah al-Mahbubiyah al-Sirfah, Yaitu muraqabah kepada Allah Swt. yang telah
menjadikan hakikat Nabi Ahmad yang memiliki sifat pengasih yang mulus.
12. Keempat jenis muraqabah ini (no. 8, 9, 10, dan 11) merupakan pendalaman dari muraqabah
ulul azmi yang ada dalam Tarekat Naqsyabandiyah al-Mujaddadiyah.
13. Muraqabah al-Hubb al-Sirfi, Yaitu muraqabah kepada Allah Swt. yang telah mengasihi orang-
orang mukmin (dengan tulus) yang cinta kepada Allah Swt, para malaikat, para Rasul, para
nabi dan wali, cinta pada para ulama dan kepada sesama mukmin. Muraqabah ini di dalam
Tarekat Naqsyabandiyah disebut dengan Muraqabah al-Mahabbah.
14. Muraqabah la Ta’yin, Adalah Muraqabah akan hak Allah Swt. yang tidak dapat dinyatakan
dzat-Nya, oleh semua makhluk tanpa kecuali.
15. Muraqabah haqiqatul Ka’bah, Adalah muraqabah kepada Allah Swt, dzat yang telah
menciptakan hakikat ka’bah sebagai kiblatnya orang yang bersujud kepada Allah Swt.
16. Muraqabah haqiqatul Al-Qur’an, Muraqabah ini adalah mawas diri atas Allah Swt. yang
telah menjadikan hakikat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang
merupakan ibadah bagi pembacanya.
17. Muraqabah haqiqatul Sirfah, adalah muraqabah atas Allah Swt. yang telah mewajibkan kepada
para hambanya untuk melakukan shalat, yang terdiri dari beberapa ucapan dan perbuatan.
18. Muraqabah Dairat al-Ma’budiyah al-Sirfah, adalah muraqabah dengan berkontemplasi akan
Allah Swt. yang memiliki hak untuk disembah oleh semua makhluk-Nya.
19. Muraqabah al-Mahabbah fi al-Dairat al-Ma, Yaitu muraqabah atas Allah Swt. dzat yang
telah menjadikan hakikat Nabi Ibrahim sebagai Khalîlullâh.
20. Muraqabah al-Mahabbah fi al-Dairat al-Saniyah, yaitu muraqabah atas Allah Swt. dzat
yang telah menjadikan hakikat Nabi Musa a.s. yang sangat dikasihi, sehingga bertitel
kalimullâh.
21. Muraqabah al-Mahabbah fi al-Dairat al-Qaus, Ketiga jenis muraqabah ini adalah jenis mawas
diri atas kecintaan kepada Allah Swt. pada orang-orang yang beriman dan kecintaannya orang
mukmin kepada Allah Swt. Ketiganya merupakan pendalaman dan perincian atas
muraqabah al-Aqrabiyah dan al-Mahabbah yang ada dalam Tarekat Naqsyabandiyah.

10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
Riyâdhah artinya “latihan”. Maksudnya adalah latihan rohaniah untuk menyucikan jiwa dengan
memerangi keinginan-keinginan jasad (badan).
Tujuan riyâdhah bagi seorang sufi adalah untuk mengontrol diri, baik jiwanya maupun
badannya, agar roh tetap suci. Karena itu, riyâdhah haruslah dilakukan secara sungguh-sungguh
dan penuh dengan kerelaan
Jenis-jenis Riyadhah terbagi mendaji 2 yaitu : Riyadhah al-jisim dan Riyadhah al-nafs
Manfaat Riyadhah yaitu untuk Membangun kebiasaan baru, Melatih diri untuk menghapal surah
dengan mudah, Membangun komunikasi dengan Al – Quran, Sebagai magnet untuk melakukan
kebaikan lainnya, Hati menjadi tenang dan Terkabulnya Hajat.
Lalu, Pengertian Muraqabah ialah merasa selalu diawasi oleh Allah sehingga dengan kesadaran
ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Tujuan Muraqabah untuk meningkatkan daya rohani dan mental manusia ke tingkat yang
lebih tinggi. Dengan Muraqabah maka manusia menjadi hidup dalam ketaatan dan keridhaan
Tuhan, terhindar dari segala kemaksiatan dan kemurkaan-Nya. Semakin tinggi orang
bermuraqabah maka semakin sadarlah ia bahwa dirinya masih sangat tertinggal dalam amal
kebajikan. Muraqabah tak hanya bertujuan untuk memperoleh ketenangan, tetapi juga sebagai
bentuk penghambaan kepada Allah Swt.
Jenis Muraqabah ada 21 yaitu 1) Muraqabah Ahadiyah, 2) Muraqabah Ma’iyyah, 3) Muraqabah
Aqrabiyah, 4) Muraqabah Wilayatul ‘Ulya, 5) Muraqabah Kamalatun Nubuwwah, 6) Muraqabah
Kamalatul Risalat, 7) Muraqabah Kamalatul Ulul Azmi, 8) Muraqabatul Mahabbah fi al-Dairat al-
Khullat, 9) Muraqabatul Mahabbah fi al-Dairat al-Sirfa, 10) Muraqabah al-Dzatiyah al-
Muntazibal bil Mahabbah, 11) Muraqabah al-Mahbubiyah al-Sirfah, 12) Muraqabah ulul azmi
yang ada dalam Tarekat Naqsyabandiyah al-Mujaddadiyah, 13) Muraqabah al-Hubb al-Sirfi,
14) Muraqabah la Ta’yin, 15) Muraqabah haqiqatul Ka’bah, 16) Muraqabah haqiqatul Al-Qur’an,
17) Muraqabah haqiqatul Sirfah, 18) Muraqabah Dairat al-Ma’budiyah al-Sirfah, 19) Muraqabah

11
al-Mahabbah fi al-Dairat al-Ma 20) Muraqabah al-Mahabbah fi al-Dairat al-Saniyah, 21)
Muraqabah al-Mahabbah fi al-Dairat al-Qaus

B. SARAN
Mengingat berbagai kelemahan yang terdapat pada makalah ini, saya harap kepada
pemakalah selanjutnya agar melakukan tugas makalah ini dengan baik dan beragam serta disertai
dengan penjelasan yang akurat. Semoga Allah SWT. Senantiasa melimpahkan hidayah dan
maghfirah-Nya kepada kita, sehingga kita semua dapat menggapai ketentraman lahir dan batin
untuk mengabdi kepada-Nya dan menjadi hamba-Nya yang bahagia di dunia dan akhirat. Aamiin.

12
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, (2017) Riyadhah Mujahadah Perspektif Sufi, Syifa Al-Qulun 1, 2. hal. 122-131
Al-Aziz, S., Moh. Saifulloh.(1998) Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, Terbit Terang, Surabaya,
hal. 104
Al-Jailani, As-Syeikh Abdul Qadir, Sirrur Asror, Terj. Suryalaya, 1996, hal. 44
Al-Nawawi, Kitab Al-Arba’n al Nawawi (Penerbit : Toko Kitab Salsayla, 676 H) hlm 8
Asmaran, 1994, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada) hal. 17.
Hidayati Husnul, (2020) Riyadhah Puasa Sebagai Model Pendidikan Pengendalian Diri Untuk
Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis‟, Millah, 20.1, 111–34
Ibdalsyah, 2016, Muraqabatullah Lailan Wa Nahaaran. (Bogor: AzamDunya Bogor). 13.
Khakim Lukmanul, (2020), Al-Isnad: Journal of Islamic Civilization History and Humanities,
Tradisi Riyadhah, Vol. 01, No. 01,
Qasim Abul, Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi An Nisaburi. (2007) Risalah Qusyairiyah, dari
“Ar-Risalah al-Qusyairiyah fi ‘ilmi at-Tasawufi” terjemahan oleh umar Faruq. (Pustaka
Amani: Jakarta). 270
Rahmawati, “Mengenal Muraqabah,Konsep Mindfulness dalam Islam”
https://akurat.co/mengenal-muraqabah-konsep-mindfulness-dalam-islam , diakses pada
tanggal 20 Juni 2023
Sayuti Ahmad, 2002, Percik-Percik Kesufian, (Jakarta: Pustaka Amani) 36.
Sugianto, 2018 “Manajemen Stres dalam Perspektif Tasawuf”, al-Idarah: Jurnal Kependidikan
Islam, Vol.1, 165.

13

Anda mungkin juga menyukai