KAWISTARA
VOLUME 2 No. 1, April 2012 Halaman 25-35
Timbul Haryono
Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada
ABSTRACT
Tradition developed in a community should continue to be preserved from generations to generations.
Efforts are being made one of which is the process of transmission or inheritance. Transmission can be
done in various ways, one of which is ritual. Rituals which are performed continuously and regularly
can be a good medium for the transmission process. The ritual process of artistic creativity that was
developed by the community on the slopes of Mount Merbabu is an example. Art goes hand in hand
with the ritual is one of the transmission mediums used to continue an existing tradition. This research
seeks to show how ritual can be a transmission medium of art, particularly on the slopes of Merbabu.
ABSTRAK
Tradisi yang berkembang dalam sebuah kelompok masyarakat harus terus dilestarikan oleh generasi
penerus dari generasi terdahulu. Upaya yang dilakukan salah satunya dapat melalui proses transmisi
atau pewarisan. Transmisi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui ritual. Ritual
yang terus menerus dan rutin dilakukan dapat menjadi media yang baik dalam proses transmisi. Melalui
ritual proses kreativitas seni yang dikembangkan oleh masyarakat di lereng Gunung Merbabu juga
dapat berjalan dengan baik. Seni yang berjalan beriringan dengan ritual dapat menjadi salah satu media
transmisi untuk dapat meneruskan tradisi yang sudah ada. Penelitian ini akan menjawab bagaimana
ritual dapat menjadi media transmisi kreativitas seni tepatnya di Lereng Gunung Merbabu.
25
Kawistara, Vol. 2, No. 1, April 2012: 25-35
antara manusia dan gunung (Geertz, 1976: tersebut, maka semua itu tidak akan ada artinya.
33). Faktor-faktor kebudayaan dengan wujud Masyarakat lereng Gunung Merbabu dapat
kesenian seperti gerak, rupa, suara, dan lain- dikatakan masih dalam lingkup tradisional,
lain yang menjadi latar belakang keharmonisan baik dalam mata pencaharian mereka ataupun
tampak melekat dalam sanubari masyarakat dari sikap dan perilaku yang masih sangat
di daerah pegunungan. Hampir semua desa kental dengan kehidupan agraris. Akan tetapi,
di Lereng Merbabu, mempunyai agenda seni dalam kehidupan kesenian seperti yang sudah
budaya, yang sebagian besar berhubungan dipaparkan di atas, dan jika mengacu pada
dengan ritual terhadap alam dan lingkungan pendapat Alex Inkeles, mereka dapat dianggap
sekitarnya. Ada pendapat bahwa masyarakat sebagai kelompok orang yang modern. Ciri-ciri
pegunungan cenderung hidup di dalam orang modern yang sudah melekat dalam diri
kelompok dan kurang berinteraksi dengan mereka, di antaranya adalah kesediannya untuk
dunia luar (Firmansyah, 2007: 87). Kehidupan menerima pengalaman-pengalaman yang baru
masyarakat gunung juga dianggap masih dan keterbukaannya bagi pembaharuan dan
terisolir dan pendidikannya rendah, namun ini perubahan (Inkeles, 1983 : 87). Mereka juga mau
sangat berbeda keadaannya dengan masyarakat belajar untuk mendapatkan hasil yang lebih
di lereng Gunung Merbabu. Meski memang maksimal, tidak hanya sekedar menerima dari
sebagian besar mata pencahariannya sebagai pendahulunya dalam hal ini mereka berusaha
petani, namun semangat dan kekuatan untuk untuk menambah kreativitas mereka di bidang
menjaga eksistensi seni mereka sangat besar. seni. Terakhir adalah kehidupan kesenian
Lereng gunung Merbabu di sini adalah mereka sangat teroganisir, walaupun masing-
difokuskan pada daerah yang masuk ke masing kelompok mempunyai cara yang
dalam wilayah administratif Kecamatan berbeda untuk mengatur manajemen kelompok
Pakis, Kabupaten Magelang. Dalam satu keseniannya.
kecamatan mempunyai 20 desa, 165 dusun. Masyarakat Gunung hidup dengan
Rata-rata setiap desa kurang lebih mempunyai sistem sosial yang terbuka. Kelonggaran
lima grup kesenian, sehingga dengan kata sistem sosial menyebabkan keadaan yang
lain satu Kecamatan mempunyai kurang oleh Edi Sedyawati disebut “dinding antar
lebih 100 grup kesenian, walaupun satu jenis golongan telah berpintu tembus” (Sedyawati,
kesenian dapat dimainkan oleh beberapa 1985). Keadaan serupa memungkinkan
grup yang berbeda-beda. Kesenian tersebut terjadinya tular menular nilai kesenian.
di antaranya adalah soreng, topeng ireng, warok Elemen-elemen dalam kesenian tradisional
bocah, kuda lumping, dan lain-lain. Namun memang dapat dikatakan peluang untuk
perlu digarisbawahi bahwa jumlah tersebut berubah karena tidak ada aturan khusus
masih berupa hitungan jumlah kesenian yang atau pakem yang harus dipatuhi. Berbeda
tercatat, jadi ada jenis kesenian yang hidup, halnya dengan seni istana atau seni keraton
berkembang, tidak berkembang, bahkan yang masih terikat kuat oleh pakem, bahkan
mati. Kesemuanya itu sangat diperlukan beberapa di antaranya sangat jelas tertuang
pendukung agar kesenian yang sudah ada di di naskah kuno. Oleh karena itu, seni tradisi
suatu wilayah dapat berkembang dan tidak sangat bergantung dengan masyarakat
mati ditelan perkembangan zaman. pendukungnya ketika masyarakat
Upaya pelestarian sangat gencar dilakukan menginginkan adanya perubahan, maka
oleh beberapa pihak atau instansi terkait, otomatis kesenian juga akan ikut berubah.
namun ketika tidak mendapat dukungan Seperti yang diungkapkan juga oleh
dari masyarakat sekitar yang berhubungan Edward Shils dalam bukunya Tradition
langsung dengan tumbuh kembangnya seni bahwa sebenarnya tradisi yang diturunkan
26
Rr. Paramitha Dyah Fitriasari -- Ritual Sebagai Media Transmisi Kreativitas Seni
di Lereng Gunung Merbabu
dari generasi ke generasi itu sudah melalui merupakan warisan dari nenek moyang
proses perubahan dalam bentuk apapun yang tidak dapat semata-mata muncul secara
dan sekecil apapun sudah dimodifikasi oleh tiba-tiba. Kehadiran seni tari di Magelang
generasi penerima (Shils, 1981: 12-15). Setiap merupakan keberlangsungan kehidupan
masyarakat memiliki bentuk seni tertentu, kultural yang diduga sudah berakar sejak
mulai dari masyarakat sederhana sampai dulu. Setiap zaman melahirkan pola dan
yang modern. Dalam komunitas masyarakat bentuk kesenian yang berbeda, sejalan dengan
yang sederhana, seni cenderung dipandang cara pandang mereka terhadap kehidupan
sebagai ekspresi budaya. Sebagai ekspresi dan bagaimana mereka mengekspresikan ke
dan produk budaya, seni berkaitan dengan dalam ragam bentuk aktivitas seni. Namun,
sistem sosial masyarakat pendukungnya. mempertahankan kebudayaan yang ada
penting dengan langkah menyesuaikan
PEMBAHASAN perkembangan zaman tanpa mengubah ciri
Transmisi dan Pewarisan Tradisi atau jati diri kebudayaan yang ada. Manusia
Kesenian tradisi yang memang diterima selain menghasilkan kebudayaan, juga harus
sebagai tradisi yang melalui proses pewarisan mampu mewariskan pengetahuan yang
ini tidak murni dapat diterima begitu saja. dimiliki kepada generasi penerus.
Proses transmisi atau pewarisan dari
... tidak ada bentuk pewarisan karya seni atau generasi sebelumnya adalah langkah yang
naluri berkesenian yang secara 100% diwariskan paling mudah untuk tetap melestarikan sebuah
oleh suatu generasi ke generasi berikutnya,
kesenian. Fortes mengungkapkan bahwa
karena sesungguhnya setiap generasi atau
kelompok dalam masyarakat secara khusus transmisi adalah proses belajar dengan meniru
memiliki intepretasinya sendiri dan memberi orang yang lebih tua dan mengidentifikasikan
makna pada zamannnya (Paeni, 1995 : 21). diri dengan berperan serta dalam kegiatan
sehari-hari (Koentjaraningrat, 1990: 215).
James R. Brandon dalam bukunya Transmisi merupakan salah satu cara untuk
Jejak-jejak Seni Pertunjukan di Asia Tenggara, mempertahankan keberlangsungan sebuah
menjelaskan bahwa bentuk dan formula seni kesenian, tidak hanya bentuk melainkan nilai-
pertunjukan di Asia Tenggara dilestarikan nilai moral yang terkandung di dalamnya.
dan dialihkan kepada generasi penerus Proses ini terjadi secara alamiah sebab terjadi
dengan dua jenis proses transmisi yaitu dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa
transmisi tradisional dan transmisi modern paksaan.
(Brandon, 2003; 212). Proses transmisi Pewarisan kesenian di beberapa daerah
tradisional pada umumnya tidak terstruktur tidak bisa secara otomatis berlaku bagi semua
dan informal, seperti misalnya seorang orang, dan melalui berbagai cara dan tidak sama
pemuda duduk dibelakang pentas, sambil bagi setiap jenis kesenian. Jika merujuk pada
melihat, mendengarkan, maka ia sekaligus pendapat Masunah bahwa proses pewarisan
belajar. Proses transmisi tradisional yang dari adat istiadat desa serta didukung oleh
sering dilakukan oleh seseorang yang ingin masyarakat sesuai kondisi lingkungan, tradisi
belajar bersama orang (tokoh) yang dianggap serta kepercayaan setempat (Masunah, 2003:
sudah terkenal atau ahli dibidangnya adalah 228). Masyarakat di lereng Gunung Merbabu
dengan cara nyantrik, yaitu dengan mengikuti juga melakukan pewarisan melalui adat
semua kegiatan tokoh tersebut bahkan tinggal dan kepercayaan masyarakatnya yaitu salah
dalam kehidupan sehari-hari sang tokoh. satunya dengan melakukan ritual.
Proses penciptaan sebuah kesenian Ritual sebagai tradisi yang masih terus
adalah secara tidak langsung juga sekaligus berlangsung tidak akan dirubah bentuk
27
Kawistara, Vol. 2, No. 1, April 2012: 25-35
dan elemen pendukungnya, seperti waktu, Nilai yang dapat ditransmisikan ada tiga
tempat dan sesaji yang menyertainya. Akan yaitu nilai kedisiplinan, nilai kebersamaaan,
tetapi, tambahan unsur pendukung seperti dan nilai penjiwaan. Pertama, nilai kedisiplinan
kesenian yang disajikan dalam ritual tersebut dapat dimulai dengan menanamkan bahwa
dapat menambah kreasi para pendukungnya setiap gerakan harus dilakukan dengan
untuk lebih menambah semarak ritual benar seperti yang telah ditentukan, sehingga
tersebut tanpa mengurangi kesakralannya. gerak antara penari yang satu dengan yang
Transmisi atau pewarisan yang terjadi di lain dapat terlihat sama. Selain dalam gerak,
masyarakat lereng Gunung Merbabu ada kedisiplinan juga harus diterapkan dalam
dua aspek yang bisa diwariskan yaitu aspek waktu saat latihan atau akan pentas. Jam
bentuk dan aspek nilai serta religi. Aspek berapa penari dan kru harus datang ke
bentuk meliputi tarian, musik atau lagu, dan lokasi pertunjukan, dengan perkiraan waktu
pengelolaan grup kesenian, sementara aspek pentas yang telah ditentukan, sangat dilarang
nilai dan religi juga ditekankan sejak dini baik datang mendekati waktu pentas. Jika merias
tergabung dengan grup kesenian maupun atau menyiapkan diri secara tergesa-gesa
bukan. Kebiasaan atau adat istiadat yang dapat mengakibatkan hal yang tidak baik.
sudah ada di wilayah desa tertentu sudah Misalnya karena terburu-buru pakaian yang
mulai dikenalkan dan diwariskan kepada digunakan kurang pas, atau karena belum
generasi penerus agar dapat terus berjalan bersiap-siap, maka sebelum pentas sudah
dan tidak hilang dimakan zaman. kelelahan. Kedisiplinan yang diterapkan
Johanes Mardimin menyatakan bahwa dalam tari diharapkan juga dapat diterapkan
seni tradisi bukanlah benda mati, dengan dalam kehidupan sehari-hari.
demikian seniman dituntut untuk selalu Kedua, nilai kebersamaan adalah setiap
pandai menyesuaikan diri. Pelestarian tidak gerakan dalam tarian akan terlihat lebih
mempunyai keharusan untuk mempertahankan menarik apabila dilakukan secara bersama-
seni seperti semula. Perubahan bisa dilakukan sama. Tarian yang hidup di lereng Gunung
dengan membenahi salah satu atau beberapa Merbabu sebagian besar merupakan jenis
bagian yang dirasa tidak memenuhi selera tarian berkelompok. Kekompakan gerak
masa kini (Mardimin, 1994: 146). Dalam hal ini penari sangat diutamakan, oleh sebab itu
pewarisan tradisi memang sudah seharusnya secara tidak langsung mengajarkan nilai
dilakukan oleh generasi sebelumnya kepada kebersamaan kepada para penari untuk
generasi penerus, namun bagaimana generasi dapat saling merasakan kebersamaan antara
penerus menerima atau mengintepretasikan mereka. Selain disiplin yang tinggi, hubungan
dengan cara yang sama atau berbeda tergantung satu penari dengan yang lain juga sangat
dari generasi penerus dalam menerima sesuai menentukan kekompakan. Ketika hubungan
dengan keadaaan zamannya. Aspek yang dapat tersebut dapat berjalan baik dan tidak ada
ditransmisikan ada dua hal yaitu bentuk dan satu permasalahan apapun maka hasil dari
nilai. Aspek bentuk sudah dapat dipastikan gerak dan kreasi mereka dalam mementaskan
harus ditransmisikan karena meliputi inti dari kesenian akan sangat terlihat rapi dan bagus.
sebuah kesenian tersebut, di antaranya adalah Ketika ada masalah yang menyangkut
tema, gerak, rias dan busana, iringan, durasi dengan kelompok kesenian akan lebih baik
waktu, dan pelaku seni. Aspek yang kedua jika langsung dibicarakan bersama secara
adalah nilai, tata aturan yang ada dalam suatu terbuka, sehingga diharapkan tidak ada
masyarakat memiliki nilai dan norma yang yang memendam dalam hati masalah yang
bertujuan untuk menunjang ketentraman dihadapi. Melalui kebersamaan yang kuat hasil
bermasyarakat. yang akan dicapai akan lebih maksimal.
28
Rr. Paramitha Dyah Fitriasari -- Ritual Sebagai Media Transmisi Kreativitas Seni
di Lereng Gunung Merbabu
Ketiga, nilai penjiwaan. Penjiwaan yang terjadi antara generasi akan sangat
menjadi unsur penting dalam menari, tidak mendukung kelancaran proses transmisi,
hanya asal menggerakan tubuh. Penari bahkan kesediaan masyarakat tanpa adanya
akan lebih bagus apabila bisa menjiwai dan unsur paksaan juga sangat berpengaruh.
merasakan tarian itu dalam diri. Ekspresi Interaksi yang terjalin antar- anggota masyarakat
penari akan Nampak apabila dari dalam juga akan sangat menentukan keberlangsungan
menjiwai karakter yang ditampilkan. Secara hidup sebuah kesenian dan mereka dapat saling
nyata penjiwaan adalah nilai yang paling bahu membahu mempertahankan apa yang
sulit untuk ditransmisikan, sebab penjiwaan sudah menjadi warisan dari leluhur mereka
seorang penari akan tergantung dari pribadi sebagai penyangga kesenian, masyarakat
masing-masing dalam membawakan harus memahami maksud dan tujuan sebuah
tarian. Ekspresi penari dapat saja diajarkan kesenian, maka mereka akan lebih menghargai
dan dipelajari namun ketika peran dalam kesenian yang ada.
tarian itu dapat masuk ke jiwa penari akan
membutuhkan waktu yang relatif lama. Ritual sebagai Media Transmisi
Melalui pengalaman pentas, mereka akan Seni pertunjukan dalam kehidupan
menemukan roso atau jiwa dalam tarian manusia, bukanlah produk dari satu bagian
tersebut sehingga dalam menggerakan badan masyarakat saja melainkan telah berkembang
akan terlihat lebih ekspresif. di banyak lingkungan sosial. Salah satunya
Media transmisi yang dilakukan di yang berhubungan dengan kehidupan
lereng Gunung Merbabu sebagian besar rakyat desa, terlebih yang berlatar belakang
adalah melalui media non-formal seperti petani. Dalam kehidupan masyarakat petani
melalui masyarakat dan keluarga. Media tradisional, lahirnya seni pertunjukan
non-formal pertama adalah keluarga bahwa berhubungan dengan kepercayaan atau ritual
peran keluarga merupakan lingkup paling tertentu. Pelaksaannya berdasarkan waktu-
kecil dari sebuah kelompok masyarakat waktu tertentu, atau pada saat kejadian-
sangat menentukan pertumbuhan dan kejadian tertentu. Salah satu proses transmisi
perkembangan dari usia anak-anak sampai yang paling kuat adalah melalui ritual karena
usia dewasa. Terutama pada anak-anak ritual otomatis masyarakat meneruskan
adalah dasar dari pembentukan mental dan tradisi yang sudah ada.
moral yang dapat diajarkan dan ditanamkan Upacara yang dilakukan oleh masyarakat
oleh keluarganya dalam hal ini adalah orang Pakis biasanya berkaitan erat dengan ritual yang
tua. Pengenalan nilai agama, budi pekerti, rutin dilakukan untuk menghormati roh nenek
bahkan sampai kesenian dapat dimulai moyang yang telah mendahului masyarakat
dari keluarga. Oleh karena itu, keluarga Pakis. Seperti yang sudah dipaparkan bahwa
akan berpengaruh penting pada proses masyarakat Pakis rutin menyelenggarakan
transmisi kesenian sebab ketika keluarga upacara ritual dengan menggelar kesenian
tidak mengenalkan atau melarang anak atau sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi
anggota keluarga mengenal kesenian, maka dalam rangkaian ritual tersebut. Dengan
proses transmisi tidak akan berjalan. kata lain upacara tidak dapat dilangsungkan
Media non-formal kedua adalah tanpa kehadiran seni pertunjukan. Upacara
masyarakat bahwa pendukung dari kesenian dianggap tidak sah apabila tidak disertai
yang paling nyata adalah masyarakat baik yang dengan penyelenggaraan seni pertunjukan
terlibat langsung sebagai penari, pemusik, atau tertentu (Kusmayati, 1999: 129).
seluruh anggota masyarakat yang tinggal di Seni Pertunjukan dalam sebuah ritual
wilayah Lereng Gunung merbabu. Komunikasi dapat berfungsi kepada beberapa pihak
29
Kawistara, Vol. 2, No. 1, April 2012: 25-35
yang berkepentingan, seperti bagi para masing desa. Kegiatan ini biasa dilakukan
penonton dan penyelenggara. Penonton hampir di seluruh desa yang tersebar di
dalam hal ini dibedakan menjadi dua, pertama Kecamatan Pakis.
adalah jemaah atau peserta upacara. Mereka c). Bersih Desa, adalah upacara yang dilakukan
memposisikan dirinya sebagai pelaku atau oleh masyarakat hampir diseluruh desa di
peserta ritual dan juga sebagai penikmat atau Kecamatan Pakis yang bertujuan untuk
penonton. Kedua adalah masyarakat yang membersihkan desa dari segala pengaruh
berada di luar kepentingan upacara namun jahat atau negatif yang dapat mengganggu
ikut hadir jika lokasi ritual dilaksanakan di keberlangsungan desa. Biasanya setelah
tempat terbuka. Kedua kelompok tersebut melaksanakan bersih desa diteruskan
dapat berbaur menjadi satu pada acara dan dengan pentas seni oleh warga, seperti
waktu yang sama. Ritual tersebut dapat ada keharusan untuk mementaskan
menjadi sesuatu yang berarti bagi beberapa kesenian yang ada di wilayahnya untuk
pihak, masing-masing dapat memperoleh dipentaskan setelah bersih desa.
kepuasan batin ketika melaksanakannya d). Nyadran Kali, yaitu ritual yang rutin
tanpa ada batasan-batasan. Ritual yang biasa dilaksanakan setiap Bulan Sapar ini diawali
dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan dengan doa bersama yang dipimpin
Pakis yang berkaitan dengan pertanian di oleh seorang juru kunci di sumber mata
antaranya dilakukan pada: air yang dipercayai sebagai sumber
a). Aum Tandur, yaitu ritual permohonan kehidupan bagi warga Kecamatan Pakis,
kepada Dewi Sri yang diyakini sebagai sebab dahulu beberapa desa pernah hidup
dewi kesuburan penabur benih padi. tanpa air sama sekali, kemudian sesepuh
Tujuannya agar padi dan sayur-mayur desa berdoa dan menemukan sumber
yang ditanam oleh petani bisa subur mata air yang kemudian disalurkan ke
dan tidak diserang hama atau binatang beberapa desa agar bias dimanfaatkan.
perusak. Upacara diselenggarakan setiap Beberapa tahun terakhir ritual tersebut
habis masa tanam dengan melakukan telah menjadi sebuah tradisi yang
sesaji dan pertunjukan kesenian atau dilestarikan oleh masyarakat sebagai
wayang kulit semalam suntuk. Kegiatan ucapan terimakasih kepada Tuhan Yang
ini biasa dilakukan hampir di seluruh desa Maha Esa, atas berkah air yang melimpah
yang tersebar di Kecamatan Pakis. di wilayah Gunung Merbabu. Kegiatan
b). Aum Panen, yaitu upacara syukuran ini biasa dilakukan di beberapa desa yang
sebagai ungkapan terimakasih atas hasil tersebar di Kecamatan Pakis, khususnya
panen yang diberikan setiap habis panen Desa Muneng Warangan, Desa Ketundan,
kepada Dewi Sri yang oleh orang jawa dan Desa Gondangsari.
diyakini sebagai Dewa Padi. Ia adalah e). Nyadran Makam, yaitu merupakan sebuah
pembawa berkah dalam bidang pertanian, ritual yang diselenggarakan di makam
dengan melaksanakan selamatan agar setiap Bulan Ruwah. Ditujukan untuk doa
hasil pertanian yang dihasilkan lebih bagi para leluhur cikal bakal dari beberapa
bermanfaat. Pada umumnya kegiatan desa yang ada di Kecamatan Pakis dan juga
ini diawali dengan kenduri dan orang-orang yang dikuburkan di makam
makan bersama seluruh warga sebagai tersebut. Tujuannya dimaksudkan untuk
ungkapan rasa syukur atas berkah yang mendoakan agar arwah leluhurnya selalu
diberikan Tuhan YME, melalui hasil diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa,
panen masyarakat sambil dihibur dengan tetapi sebagai pelestarian penghormatan
beberapa kesenian yang ada di masing- kepada arwah leluhur. Kegiatan ini biasa
30
Rr. Paramitha Dyah Fitriasari -- Ritual Sebagai Media Transmisi Kreativitas Seni
di Lereng Gunung Merbabu
dilakukan hampir di seluruh desa yang “Saya itu sudah ikut bangga dan senang mbak,
tersebar di Kecamatan Pakis. kalo ikut nari di Nyadran Kali. Bisa terpilih nari
di situ saja harus nunggu saya sampai SMP
padahal saya sudah senang ikut bapak ritual itu
Ritual lain yang berhubungan dengan dari kecil. Apalagi ini juga bisa sekaligus ikut
hari besar Islam adalah pada hari raya idul melestarikan tradisi”1
fitri yaitu syawalan. Salah satunya adalah
Sungkem Telompak, yaitu hampir sama dengan Hal serupa juga diungkapkan Lurah Desa
Nyadran Kali, sebab melakukan ritual doa di Banyusidi Riyadi (35 tahun) mengenai ritual
depan sumber mata air yang ada di Dusun Sungkem Telompak. Satu hal yang bisa diambil
Gejayan, Desa Banyusidi yang biasa dilakukan manfaat dengan adanya ritual adalah dapat
setiap tanggal lima bulan Syawal. Secara fisik melestarikan lingkungan dengan merawat
saat tradisi berlangsung, masyarakat dari tempat-tempat yang dianggap sakral.
Dusun Keditan berhalal-bihalal bertemu
di dusun Gejayan, namun secara spiritual “Saya sebagai lurah itu seneng sekali ketika
mereka menjalankan semangat untuk warga saya ikut terlibat dalam ritual sungkem
melestarikan lingkungan terutama mata air tlompak ini, sebab secara tidak langsung
mereka juga ikut menjaga alam dengan rutin
‘telompak’. Secara umum, setelah diadakan membersihkan arena ritual atau sumber air
ritual tersebut, selalu dilanjutkan dengan agar tidak dibiarkan begitusaja oleh rumput liar.
adanya pertunjukan kesenian baik dari dalam Adanya ritual ini sekaligus mereka melestarikan
desa maupun luar desa. tradisi tetapi juga melestarikan alam.”2
Kelompok lain adalah pada pihak
penyelenggara, walaupun ritual dilakukan Berbagai fungsi dan manfaat dari
di tempat-tempat yang sudah ditentukan, beberapa lokasi yang disakralkan untuk
namun semua itu pastilah ada pihak yang diadakan ritual yang rutin diselenggarakan
bertanggung jawab untuk menjalankan setiap tahunnya dengan menggunakan seni
ritual tersebut dengan beberapa masalah pertunjukan sebagai salah satu medianya.
teknis. Mereka juga turut menyiapkan Seni pertunjukan yang berfungsi sebagai
kelengkapan pelaksanaan ritual, termasuk ritual tidak sebatas pada melengkapi apa
memberikan sumbangan pikiran, tenaga, yang dipersyaratkan dalam ritual namun
bahkan biaya yang dibutuhkan. Mereka juga membawa manfaat lain yaitu sebagai
bekerja bersama-sama tanpa membeda- pelestarian tradisi dan alam.
bedakan untuk terwujudnya kegiatan secara Media transmisi dapat dilakukan
gotong-royong. melalui masyarakat secara umum atau
Bagi para pemain atau pelaku maupun dimulai dalam lingkup kecil yaitu keluarga.
juga penyelenggara kepuasan dapat mereka Selain melalui ritual, proses pewarisan
peroleh dengan cara telah berpartisipasi dilakukan dengan mulai mengenalkan dan
mengikuti ritual tersebut, sehingga di benak mendekatkan generasi penerus dalam hal ini
mereka ada rasa tentram dan nyaman telah adalah anak-anak dengan seni. Masyarakat
ikut serta dalam meneruskan ritual yang lereng Gunung Merbabu adalah masyarakat
sudah dilaksanakan sejak nenek moyang pedesaan yang berbeda dengan gaya hidup
sebelumnya. Ada rasa bangga karena telah masyarakat perkotaan. Ketika di kota atau
ikut melestarikan budaya bangsa yang patut di tempat lain terdapat sekolah atau sanggar
untuk diteruskan. Seperti yang diungkapkan
1
Wawancara dengan Budi di Desa Banyusidi, Kecamatan
oleh Budi (13 tahun) salah seorang penari
Pakis, Magelang, tanggal 18 Juni 2010.
Soreng yang ikut dalam ritual Nyadran Kali 2
Wawancara dengan Lurah Riyadi di Desa Banyusidi,
berikut ini: Kecamatan Pakis, Magelang, tanggal 18 Juni 2010.
31
Kawistara, Vol. 2, No. 1, April 2012: 25-35
yang secara rutin mendatangkan guru untuk intensif. Kreativitas masyarakat pedesaan
mengajarkan beberapa tarian untuk dihafal dapat dikatakan lebih menonjol sebab mereka
dan diikuti yang bisa saja kesehariannya melakukannya tanpa beban atau paksaan
anak-anak tidak pernah mendengar musik apapun, sehingga karya yang keluar lebih
atau melihat pertunjukan secara intensif. bersifat pengungkapan ekspresi kegembiraan.
Transmisi kesenian dapat melalui dia Motivasi masyarakat atau pelaku seni sangat
kategori, yaitu melalui pendidikan formal dan sederhana, karena mereka pada umumnya
pendidikan non formal. Proses formal adalah tidak mampu melanjutkan pendidikan di
proses pendidikan yang dilakukan resmi sekolah atau perguruan tinggi seni, maka jika
oleh lembaga yang disahkan oleh pemerintah mereka tidak berkarya, maka siapa yang akan
seperti sekolah dan harus taat pada kurikulum mengenal mereka.
yang berlaku. Proses non formal adalah proses Jiwa untuk dapat merasakan apa yang
yang dilakukan dalam suatu lembaga tidak dilihat dan didengarkan secara langsung akan
resmi dan aturan kurikulum tidak terlalu lebih tertanam, dibandingkan hanya beberapa
ketat (Djelantik, 1993: 16). Di Bali sebagai saat latihan atau menonton pertunjukan.
contoh, teknik penerapan materi kesenian Pembicaraan sehari-hari yang juga tidak lepas
dalam hal ini tari dibagi menjadi tiga, pertama dari kesenian juga menambah masyarakat atau
yaitu imitasi dengan menyontoh dan si murid generasi penerus akan selalu dekat dengan
hanya menirunya. Kedua adalah koreksi yaitu dunia seni. Anak-anak di Kecamatan Pakis
memperbaiki yang salah, menuntun, dan ini ketika sudah hari sabtu atau minggu atau
mengarahkan secara tegas, dan yang terakhir musim liburan akan sibuk mencari jadwal
adalah moulding yaitu mengubah bentuk agar pentas atau pertunjukan yang akan diadakan
tegak dan membentuk sesuai kehendak sang dimana, kapan, jam berapa dan lain sebagainya.
guru (Djelantik, 1993: 32). Terlebih ketika mereka sudah mempunyai
Di lereng gunung merbabu, hampir idola sebuah grup kesenian, maka ia akan
sebagian besar proses trasnmisi adalah datangi lokasi pertunjukannya. Kalaupun itu
melalui sistem non-formal tanpa pendidikan jauh, maka ia akan mengajak orang yang lebih
secara resmi. Meskipun pada akhirnya dewasa untuk mengantar dan menemaninya.
pada saat latihan bersama-sama ada salah Seperti yang diungkapkan Febri (9 tahun):
seorang yang lebih ahli atau yang sudah
terbiasa dengan kesenian tersebut mengikuti “Aku itu paling suka sama Soreng yang
latihan dan memberikan contoh jika ada dimainkan oleh grup dari jayan, banyak yang
nari soreng tapi paling suka yang dari jayan.
anggota yang tidak tepat gerakannya. Proses
Soalnya musiknya lebih meriah, gerakannya juga
pengajaran yang harus mendatangkan guru lebih kompak. Gagah banget kalo liat rasanya
secara khusus biasanya adalah pada saat pengen ikut nari. Jadi kali ada acara tak suruh
penyampaian bentuk kesenian baru, seperti bapak atau kakaku anterin.”3
yang terjadi pada proses pembelajaran
kesenian Gupolo Gunung di Desa Banyusidi. Proses pewarisan masyarakat lereng
Waskito sebagai penata gerak mengajarkan gunung lebih terjadi begitu saja terkadang tanpa
kepada pemuda-pemuda yang berniat direncanakan lebih dulu. Anak-anak tidak
menjadi anggota Gupolo Gunung. sengaja ikut terlibat dalam proses berkesenian
Di desa khususnya lereng Gunung karena lingkungan yang mendukung, seperti
Merbabu generasi penerus atau anak-anak keluarga atau teman-temannya yang ikut
hampir setiap hari bersinggungan langsung
dengan kesenian, sebab di desa suasana 3
Wawancara dengan Febri, di Desa Warangan, Kecamatan
berkesenian lebih dapat dirasakan secara Pakis, Magelang, Tanggal 5 Mei 2010
32
Rr. Paramitha Dyah Fitriasari -- Ritual Sebagai Media Transmisi Kreativitas Seni
di Lereng Gunung Merbabu
33
Kawistara, Vol. 2, No. 1, April 2012: 25-35
34
Rr. Paramitha Dyah Fitriasari -- Ritual Sebagai Media Transmisi Kreativitas Seni
di Lereng Gunung Merbabu
Paeni, M., 1995, “Pengertian, Kedudukan, Sedyawati, E., 1985, “Keindahan Apa yang
Hubungan Timbal Balik serta Fungsi Diharapkan?”, Paper dalam Sarasehan
Kesenian Nasional dan Kesenian Wayang Orang.
Daerah,” (Makalah pada Konggres Shils, E., 1981,Tradition, Chicago: The
Kesenian Indonesia I. University of Chicago Press.
35