Anda di halaman 1dari 11

NU MEMBELA NKRI

DOSEN PENGAMPU:

H.A. Mohdhori, M.S.I

DI SUSUN OLEH:

Husna Lutfia (12210143)

Alif Rohimatul Fitriana Dewi (1210018)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA WALISEMBILAN


KATA PENGANTAR

Pertama –tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan pencipta semesta alam .
karena atas rahmat,karunia dan hidayahnya.penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang
merupakan tugas mata kuliah pendidikan agama islam yang membahas tentang NU MEMBELA NKRI
dapat di selesaikan dengan baik dan tepat waktu. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada bapak dosen pengampu mata kuliah dan semua pihak yang turut membantu.

Penulis menyadari, makalah ini masihbanyak kekurangan dan kesalaham, baik dari segi isinya
maupun struktur penulisannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran positif untuk perbaikan
makalah di kemudian hari.

Demikian semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, umumnya kwpada para pembaca dan
khususnya bagi penulis sendiri.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………………………………

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………………………….

I. PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………………………………..
A. Latar Belakang………………………………………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………………………….

II. PEMBAHASAN …………………………………………………………………………………………………………………………


A. Pengertian NKRI………………………………………………………………………………………………………….
B. Kiprah NU dan perjuangan para tokoh NU dari masa ke masa…….……………………………

III. PENUTUP………………………………………………………………………………………………………………………………….
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………………..
B. Daftar pustaka……………………………………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nahdlatul Ulama (NU) sejak kelahirannya merupakan wadah perjuangan untuk menentang segala
bentuk penjajahan dan merebut kemerdekaan negara Republik Indonesia dari penjajah Belanda dan
Jepang, sekaligus aktif melakukan dakwah-dakwahnya untuk senantiasa menjaga kesatuan negara
Republik Indonesia dalam wadah NKRI. Bagaimana NU dalam peranannya yang begitu besar dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan mempertahankan keutuhan NKRI.

Perjuangan yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama (NU) dengan upaya yang kuat menggerakan para
ulama, santri dan umatnya untuk bangkit menghimpun kekuatan melawan pemerintahan asing yang
dianggap kafir, merupakan bukti sejarah yang tidak dapat dipungkiri.

Bahkan menurut hitungan rasional kemerdekaan negara Indonesia ini tidak akan pernah terwujud,
mengingat rakyat Indoneisa pada saat itu merupakan rakyat yang miskin, serba kekurangan, untuk
makan saja masih sulit akibat kejamnya penjajahan, demikian juga minimnya persenjataan yang dimiliki
oleh pasukan dan relawan pejuang rakyat kita, apabila dibandingkan dengan persenjataan yang dimiliki
oleh penjajah Belanda. Akan tetapi berkat motivasi para ulama kita termasuknya adalah ulama NU yang
berupaya mentranspormasi gerakan-gerakan yang bersifat spontanitas kepada mekanik atau organik
dari doa dan wirid-wirid yang diberikan oleh ulama-ulama NU (bisa berupa asmā’, ḥizb, dhikir, ṣalawāt
dan lain sebagainya) menjadi sebuah sugesti besar pensakralan dan kekuatan besar untuk melawan
peperangan melawan penjajah, maka dengan sugesti yang kuat ini dari perjuangan para ulama bisa
menghantarkan ke sebuah kemerdekaan berkat rahmat Allah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian NKRI?
2. Apa Kiprah NU dan perjuangan para tokoh NU dari masa ke masa?
BAB II

PRMBAHASAN

A. PENGERTIAN NU

Pengertian NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia0 itu sendiri mempunyai banyak arti, baik
pengertian menurut UUD 1945 dan pengertian secara umum. NKRI tersendiri tertera dalam pasal 1 ayat
1 UUD 1945 yang berbunyi “ Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik’ Adapun
dalam pasal 18 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa “ Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah – daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota ini mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”.
Sebagaimana dalam UUD 1945 pasal 18 ayat 1, bahwa NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah negarav kesatuan yang berbentuk republik dimana pemerintah daerah dapat menjalankan
otonomi seluas-luasnya yang ditentukan oleh UUD 1945 pasal 1, 2, 3, 4, dan 5

Berdasarkan UUD 1945, kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa pengertian NKRI itu sendiri secara
umum adalah suatu negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau, diapit oleh dua samudera dan dua
benua, terdiri dari ratusan juta penduduk, beriklim tropis, memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan
musim kemarau, tentunya keragaman pulau dan penduduk ini menyebabkan keanekaragaman budaya
dan adat istiadat yang berlainan, berdaulat, adil, makmur, dan tercermin dalam satu ikatan yaitu
Bhinneka Tunggal Ika.

Berdasarkan latar belakang terbentuknya Indonesia, bisa disimpulkan bahwa NKRI merupakan suatu
bentuk negara yang terdiri atas wilayah yang luas dan tersebar dengan bermacam adat, suku, keyakinan
serta budaya yang memiliki tujuan dasar menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.

Nilai-nilai persatuan dan kesatuan merupakan jiwa lahirnya NKRI karena menyadari tentang keragaman
bangsa Indonesia. Nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bangsa Indonesia secara jelas
dapat dipahami dari dasar negara Pancasila dan konstitusi negara, UUD NRI Tahun 1945.

Manfaat adanya persatuan kesatuan dalam kehidupan bernegara dapat kita rasakan, manfaat bisa
disebutkan sebagai berikut:

1. Keutuhan dan keamanan tetap terjaga

2. Memperkuat jati diri bangsa

3. Adanya kemajuan bangsa dalam segala bidang


4. Tercipta suasana tentram dan nyaman

B. KIPRAH NU DAN PERJUANGAN PARA TOKOH NU DARI MASA KE MASA

Peran Nahdlatul Ulama (NU) dalam Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia

1. Peran NU pada Masa Awal Pendirian

Dalam perjalanannya, NU memainkan peranan yang cukup besar bagi bangsa Indonesia. Pada masa-
masa awal setelah didirikan saja, NU sudah melakukan berbagai upaya untuk memajukan masyarakat
Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memajukan bidang pendidikan dengan mendirikan
banyak madrasah dan pesantren.

Metode pengajaran dan kurikulum yang digunakan sebagian besar merupakan perpaduan dari
pengetahuan agama dan pengetahuan umum. NU juga mendirikan Lembaga Ma’arif pada tahun 1938
guna mengkoordinasi kerjasama dalam kegiatan pendidikan.

NU juga mulai mengembangkan perekonomian masyarakat dengan mendirikan koperasi pada tahun
1929 di Surabaya.  Koperasi ini sangat berperan dalam penjualan barang dan mengorganisis barter
dalam masyarakat. Koperasi yang didirikan NU ini semakin berkembang hingga akhirnya pada tahun
1937 jangkauannya semakin luas dan dibentuklah Syirkah Mu’awanah.

2. Peran NU Masa Pemerintahan Jepang

Peran NU tidak berhenti sampai di situ, sejak kedatangan jepang, peran NU semakin diperhitungkan.
Jepang yang kala itu sedang membutuhkan basis massa untuk membantu Jepang dalam Perang Pasifik,
akhirnya Jepang melakukan mobilisasi terhadap rakyat pedesaan di Indonesia. Sementara kaum ulama
dan kiai diberikan jabatan resmi agar mau membantu Jepang. Misalnya saja dengan menjadikan Hasyim
Asy’ari sebagai ketua Shumubu (Kepala Kantor Urusan Agama).

NU juga memainkan perannya dalam organisasi Masyumi bentukan Jepang. Sebagian besar tokoh NU
dijadikan pengurus, seperti Hasyim Asy’ari yang diangkat sebagai ketua pertama Masyumi, dan juga
Wahab Chasbullah yang diangkat sebagai Penasehat Dewan Pelaksana. Selain itu puluhan ribu anggota
NU juga dilatih secara militer dalam PETA (Pembela Tanah Air).

Tokoh NU juga terlibat sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sehingga terlibat langsung dalam
perumusan pernyataan kemerdekaan. Kebijakan Jepang tersebut mau tak mau menarik sejumlah
anggota NU ke ranah politik.

Peran dan Perjuangan Nahdlatul Ulama (NU) Masa Kemerdekaan (1945-1959)

1. Mengeluarkan Resolusi Jihad


Kegiatan politik NU semakin kental pada masa kemerdekaan. Hal ini ditunjukkan pada Muktamar NU di
Surabaya tanggal 22 Oktober 1945. Dalam muktamar tersebut, NU mengeluarkan “Resolusi Jihad” yang
menyatakan bahwa perjuangan untuk merdeka adalah Perang Suci (jihad).

Resolusi ini berarti bahwa penolakan terhadap kembalinya kekuatan kolonial yang mengakui kekuasaan
suatu pemerintah republik baru sesuai dengan Islam. Resolusi jihad ini juga terbukti dengan
penentangan NU terhadap beberapa perjanjian dan konsesi diplomatic yang diadakan pemerintah
seperti Perjanjian Renville (1946), Perjanjian Linggarjati (1948) dan juga Konferensi Meja Bundar atau
KMB (1949).

2. NU dalam Tubuh Masyumi

Pada tanggal 3 November 1945, pemerintah mengeluarkan Maklumat No. X yang berisi anjuran tentang
berdirinya partai-partai politik. Umat Islam dengan segera menyambut bahagia adanya keputusan
tersebut, sehingga tanggal 7 November dibentuklah Masyumi. Sementara NU yang telah berdiri
sebelumnya sebagai jam’iyah kemudian bergabung dengan Masyumi pasca mengadakan Muktamar NU
XVI di Purwokerto tahun 1946.

Bergabungnya NU dalam Masyumi menjadi pengalaman berharga bagi NU. Ia mulai mengalami liku-liku
politik, sesuatu yang baru bagi NU. Menurut NU, politik dapat dijadikan media untuk memperluas peran
ulama.

Tokoh NU, Hasyim Asy’ari diangkat sebagai Ketua Umum Majelis Syuro (Dewan Penasehat Keagamaan).
Sementara tiga tokoh NU lainnya menduduki jabatan menteri sebagai wakil Masyumi, yakni Wahid
Hasjim, Masjkur, dan K. H. Fathurrahman Kafrawi. Tokoh lainnya yang juga berkiprah di pemerintahan
adalah Wahab Chasbullah sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung.

Majelis Syuro ini memiliki peran yang sangat penting dalam tubuh Masyumi, antara lain yang tercantum
dalam anggaran rumah tangga di bawah ini:

 Majelis Syuro berhak mengusulkan hal-hal yang bersangkut paut dengan politik kepada


pimpinan partai.
 Dalam soal politik yang bersangkut paut dengan masalah hukum agama, maka pimpinan partai
meminta fatwa dari majelis Syuro.
 Keputusan Majelis Syuro mengenai hukum agama bersifat mengikat pimpinan partai .
 Jika muktamar/ dewan partai berpendapat lain daripada keputusan Majelis Syuro, maka
pimpinan partai dapat mengirimkan utusan untuk berunding dengan Majelis Syuro dan hasil
perundingan itu merupakan keputusan tertinggi.
3. NU sebagai Partai Politik

Hubungan antara Masyumi dengan NU berubah pada 1952, yang mana NU memutuskan untuk keluar
dari Masyumi dan mendirikan partai politik sendiri. Keputusan untuk keluar dari Masyumi yang diambil
oleh NU ini dibarengi dengan penyampaian beberapa amanat kepada pengurus, yakni:
 Pelaksanaan keputusan tersebut agar jangan sampai menimbulkan kegoncangan di kalangan
umat Islam,
 Pelaksanaan keputusan tersebut dilakukan dengan perundingan terlebih dahulu dengan
Masyumi, dan
 Keputusan ini dijalankan dalam gubungan yang lebih luas yang berkenan adanya keinginana
untuk membentuk dewan pimpinan umat Islam yang nilainya lebih tinggi, dimana partai-partai
dan organisasi-organisasi Islam baik yang sudah maupun belum tergabung dalam Masyumi
dapat berkumpul dan berjuang bersama-sama.
Pasca meninggalkan Masyumi dan menjadi sebuah partai politik, NU dihadapkan pada kekurangan
tenaga terampil. Untuk mengatasi hal ini, maka direktrutlah beberapa tokoh yang dianggap mumpuni
seperti H. Jamaluddin Malik, K.H. Idham Chalid, dan beberapa tokoh lainnya.

Selain itu NU juga mengambil langkah untuk membentuk sebuah fraksi tersendiri di parlemen. Parlemen
tersebut beranggotakan 8 orang anggota NU, yakni: K.H.A. Wahab Hasbullah, K.H.M. Ilyas, M. Sholeh
Suryaningprojo, M. Ali Prataningkusumo, A.A. Achsin, K.H. Idham Chalid, As. Bamid, Zainul Arifin (yang
kemudian digantikan oleh Saefud din Zuhri).

Selanjutnya NU memainkan peranannya dalam membentuk kabinet. Sebagai partai politik yang terbilang
baru, NU berusaha memperkuat posisi umat Islam di parlemen dan kabinet.

4. NU Membentuk Liga Muslimin Indonesia

NU menjalin persatuan yang bersifat federatif dengan PSII, Perti dan juga Darud Da’wah wal-Irsyad (DDI)
dalam wadah yang disebut Liga Muslimin Indonesia. Liga ini dibentuk tanggal 30 Agustus 1952 dengan
tujuan “untuk mencapai masyarakat islamiyahyang sesuai dengan hukum Allah Swt dan sunnah Rasul”.

Untuk mencapai tujuan tersebut, ditetapkan pula usaha yang akan dilakukan Liga Muslimin Indonesia
yakni  rencana bersama dan menghimpun organisasi Islam yang ada, memajukan dan mengadakan aksi
bersama serta akan mengadakan kongres Islam Indonesia. namun demikian federasi ini tidak terlalu
berpengaruh sebab, antara partai yang tergabung di dalamnya seringkali berbeda pendapat dan
menjalankan kepentingannya masing-masing.

5. NU dalam Pemilu 1955

Dalam rangka mempersiapkan pemilu tahun 1955, NU mengadakan Muktamar Alim Ulama se Indonesia
pada tanggal 11-15 April 1953 di Medan. Dalam muktamar tersebut diputuskan wajib hukumnya bagi
umat Islam untuk mengambil bagian dalam pemilu, baik untuk anggota DPR maupun Konstituante. Pada
pemilu 1955, partai NU mendapatkan 6.955.141 suara dan mendapat bagian 45 kursi di parlemen.

Suara besar yang diperoleh NU dalam pemilu ini tidak lain karena basis pendukung NU yang sangat kuat,
terutama di pedesaaan. Selain itu NU juga mengubah strategi kampanyenya yang awalnya memiliki
slogan yang senada dengan Masyumi, namun pada perkembangannya agak diubah dengan juga
menggandeng PNI. Pasca pemilu, terbentuklah Kabinet Ali Sastroamidjojo II (Ali – Roem – Idham), yang
mana merupakan gabungan dari ketiga partai yakni Masyumi (Muhammad Roem), PNI (Ali
sastroamidjojo), dan NU (Idham Chalid).
Melalui pemilu 1955, NU berhasil mencapai sasaran yang ditetapkan pada 1952 yakni menggerakkan
masyarakat tradisional untuk menyatakan aspirasi sosial dan keagamaannya sehingga Islam tradisional
mampu mendapat tempat di tengah-tengah kehidupan berbangsa. Partai ini juga berhasil
melembagakan peran ulama dalam sebuah negara melalui keberadaannya dalam parlemen dan
keberhasilannya menguasai Departemen Agama.

6. Menumpas Gerakan PRRI

NU juga mengungkapkan bahwa gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PPRI) yang
didukung oleh tokoh senior Masyumi harus segera ditumpas. Menurut NU, gerakan PPRI dianggap telah
menyalahi perintah Alquran untuk mematuhi perintah Allah Swt, Nabi Muhammad saw, dan pemimpin
mereka (Q.S. An-Nisaa’: 59).

7. Menerima UUD 1945 sebagai konstitusi

Majelis konstituante yang berhasil dibentuk dari pemilu tahun 1955 nyatanya belum mampu
menghasilkan konstitusi baru untuk Indonesia. Oleh sebab itu terjadilah ketegangan antar fraksi di
pemerintah. Melihat kondisi demikian, NU kemudian mengadakan sidang Dewan Partai di Cipanas,
Bogor tanggal 26-28 Maret 1958. Pada pertemuan tersebut NU bersepakat untuk menerima UUD 1945
RI sebagai konstitusi dengan pengertian bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD tersebut.

Keputusan NU ini disampaikan kepada pemerintah, kemudian pemerintah menyampaikannya kepada


Majelis Konstituante pada tanggal 22 April 1959. Namun sayangnya sebagian besar anggota
konstituante tidak hadir dalam sidang sehingga tidak bisa menghasilkan keputusan.

Akhirnya dalam situasi yang dianggap gawat inilah lahir Dekrit 5 Juli 1959 yang mana salah satu isinya
berbunyi, “Kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945 adalah
merupakan suatu rangkaian dengan konstitusi tersebut”.

Peran dan Perjuangan Nahdlatul Ulama (NU) Masa Orde Lama (1959-1966)

1. NU menerima Konsep Demokrasi Terpimpin

NU menerima konsep Demokrasi Terpimpin yang diusung oleh Soekarno tidak lain didasarkan pada
pertimbangan fiqhiyah  yang artinya “Jika terjadi benturan antara dua hal yang sama buruk
dipertimbangkan yang lebih besar bahayanya dan melaksanakan yang paling kecil akibat buruknya”
selain itu NU juga berpegang pada dalil yang menyebutkan bahwa jika kemampuan hanya dapat
menghasilkan sebagian, maka yang sebagian itu tidak boleh ditinggalkan, harus tetap dilaksanakan.

2. NU menuntut pembubaran PKI

Pada tanggal 30 September 1965, keadaan Jakarta sedang genting dengan adanya gerakan atau
pemberontakan terhadap pemerintah RI oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Di tengah situasi yang
genting ini, NU pada tanggal 2 Oktober 1965 menyatakan kontra terhadap gerakan revolusi yang
dilakukan oleh PKI. Tanggal 5 Oktober, NU beserta ormas-ormas lainnya menuntut adanya pembubaran
PKI dan menyerukan agar umat Islam membantu ABRI dalam menumpas Gerakan 30 September 1965.
Hingga akhirnya pemerintah menyetujui pelarangan terhadap keberadaan partai komunis di Indonesia.

Peran dan Perjuangan Nahdlatul Ulama Masa Orde Baru (1966-1998)

1. Kebijakan Penyederhanaan Partai

Pada tahun 1973, partai-partai politik bergabung dalam dua wadah fusi. Partai Islam disatukan dalam
wadah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan anggotanya yaitu NU, Parmusi, PSII, dan Perti.
Wadah lainnya berisi PNI, IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia), Parkindo, Partai Katolik, dan
Partai Murba, wadah kedua ini dinamakan Partai Demokrasi Indonesia.

Ketika berada dalam PPP, NU mendapat kehormatan layaknya di Masyumi. Semangat persaudaraan
dalam tubuh PPP awalnya sangat kuat, namun pada hal itu tidak berlangsung lama, sebab ketika adanya
pengajuan RUU Perkawinan, K.H. Bishri Sansuri sebagai wakil NU menolak adanya RUU tersebut.
Menurut Bishri, RUU tersebut berisi pasal-pasal yang bertentangan dengan hukum perkawinan dalam
Islam.

K.H. Bishri Sansuri memiliki wibawa yang sangat besar dan sifatnya cenderung keras, sehingga ketika
terjadi pertikaian di tubuh PPP, ia dapat dengan segera mengendalikan para pimpinan PPP. Sepeninggal
K.H. Bishri Sansuri, anggota-anggota NU seringkali mengalami pertikaian dengan anggota dari partai
lainnya.

2. NU kembali ke Khittah 1926

Pada Muktamar NU ke-26 di Semarang tanggal 6-11 Juni 1979, NU menyatakan akan kembali
menjadi jam’iyah seperti tahun 1926. Keputusan ini diambil NU tidak lain karena menganggap bahwa
pada saat itu NU sudah memiliki wadah dalam berpolitik yakni PPP, sehingga NU dapat kembali menjadi
organisasi keagamaan lagi. Selain itu perjalanan politik NU yang seringkali mengalami kekecewaan
membuat organisasi ini semakin terdorong untuk kembali ke Khittah 1926. Meski memutuskan untuk
kembali menjadi organisasi keagamaan, tetapi anggota-anggota NU dapat ikut serta dalam politik secara
perseorangan.

3. Asas Pancasila dan NKRI sebagai bentuk final bagi bangsa Indonesia

Dengan pemberlakuan Asas Tunggal Pancasila oleh pemerintah orde baru, NU memberikan dukungan
penuh. Buktinya pada Muktamar ke-27 di Situbondo (1984), NU membuat keputusan bahwa “ Nahdlatul
Ulama berasaskan Pancasila. Nahdlatul Ulama sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah beraqidah Ahlus
sunnah wal jama’ah mengikuti salah satu dari empat mahzab yaitu: Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hambali.”
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nahdlatul Ulama  mengalami berbagai liku-liku dalam perjalanan panjang sejarahnya. Peran dan
perjuangan NU sebagai organisasi keagamaan dan partai politik memang sangat signifikan. Sejak masa
pendiriannya, NU telah menunjukkan kiprahnya agar terwujud masyarakat Indonesia yang lebih
berkembang.

NU selalu mengambil peran dalam setiap periode sejarah di Indonesia mulai dari masa perjuangan
menuju kemerdekaan, pada masa kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan bahkan hingga saat ini.
Pengaruhnya pun sangat luas dan berhasil menciptakan gagasan-gagasan yang kelak menjadi dasar bagi
perjalanan NU di masa yang akan datang.

B. Daftar pustaka

https://wawasansejarah.com/peran-dan-perjuangan-nahdlatul-ulama-nu-masa-kemerdekaan/

Anda mungkin juga menyukai