Anda di halaman 1dari 27

‫السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

‫‪. . .Farmakoterapi. . .‬‬


ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut

KELOMPOK 5
Marwiyah (482012209015P)
Meyla Oktaria (482012209016P)
Nabila Choirunnisa’ (482012209019P)
Rinaldy Pratama (482012209025P)
Rossy Anzani (482012209027P)
Sabilla Gustiharda (482012209028P)

Kelas : Alih Program 2022


Dosen Pengampu : Apt. Riza Apriani, M.Biomed
Epidemiologi
...
Epidemiologi
...
 Secara Global, Menurut laporan Kementerian Kesehatan Amerika Serikat, terdapat
hampir 31 ribu (3,4%) pasien didiagnosis dengan ISPA pada tahun 2006. [8] Di Belanda,
dilaporkan bahwa ISPA lebih sering ditemukan pada kelompok usia 0-4 tahun, yaitu 392
per 1000 populasi.
 Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan bahwa infeksi saluran
pernapasan akut diagnosis pada 25% pasien yang mengalami penyakit menular,
seperti HIV. Insidensi tertinggi dilaporkan di provinsi Nusa Tenggara Timur, Papua,
Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Timur

Pada tahun 2020 terjadi pelonjakan angka kesakitan ISPA diseluruh dunia angka
kematian juga naik derastis. Hal ini disebabkan karena dunia sedang mengalami pandemic
yang disebabkan oleh suatu virus yang muncul pertama kali di Wuhan, China. Virus
tersebut bernama Covid-19, virus yang masuk melalui saluran pernapasan lalu menyerang
paru-paru dan menyebabkan kematian.
Patofisiologi
...
Pengertian

 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah


penyakit infeksi yang menyerang salah satu bagian
atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk
jaringan andeksanya, seperti sinus, rongga telinga
tengah, dan pleura. Infeksi ini dapat berlangsung
selama 14 hari.

...
Etiologi ISPA
ISPA disebabkan oleh adanya infeksi pada bagian saluran pernapasan. ISPA dapat disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur dan polusi udara.

Jamur (candidiasis,
Bakteri (Streptococcus histoplasmosis, aspergifosis,
pneumonia, Mycoplasma Coccidioido mycosis,
pneumonia, Staphylococcus Cryptococosis, Pneumocytis
aureus.) carinii)

Polusi (asap rokok, asap


Virus (Virus influenza, pembakaran di rumah tangga,
virus parainfluenza, asap kendaraan bermotor dan
adenovirus, rhinovirus) buangan industri serta
kebakaran huta, dll)
Gejala ISPA
Gejala ISPA berdasarkan tingkat keparahan adalah sebagai berikut Rosana (2016):

Ringan : Batuk, serak, pilek, panas atau demam

: Pernapasan cepat, Suhu tubuh lebih dari 39°C, Tenggorokan


berwarna merah, Timbul bercak-bercak merah pada kulit
Sedang menyerupai bercak campak, Telinga sakit atau mengeluarkan
nanah dari lubang telinga, Pernapasan berbunyi seperti
mendengkur.

Berat :Bibir atau kulit membiru, Anak tidak sadar atau kesadaran
menurun, Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak
tampak gelisah, Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas,
Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba,
Tenggorokan berwarna merah
Prognosis infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA) sebagian besar bersifat
self-limited disease. Prognosis ISPA
secara umum baik. Common cold dan
faringitis akut biasanya akan sembuh
total dalam waktu 14 hari. 70%
pasien dengan rhinosinusitis akut
akan membaik dalam 2 minggu tanpa
antibiotik. Dengan antibiotik, 85%
pasien akan membaik dalam 2
minggu. Penyembuhan total
rhinosinusitis biasanya membutuhkan
beberapa minggu-bulan.
Komplikasi ISPA
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease,
yang sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi
kuman lainnya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan
penyebaran infeksi. (Windasari, 2018)
~ next

Komplikasi ISPA
a. Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak kecil sinus paranasal
belum tumbuh. Gejala umum tampak lebih besar, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri
tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan maksilaris. Diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi pada anak besar.

b. Penutupan tuba eusthachii


Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat menembus langsung kedaerah
telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut (OMA). Gejala OMA pada anak kecil dan
bayi dapat disertai suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam

c. Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti laryngitis, trakeitis, bronkitis
dan bronkopneumonia. Selain itu dapat pula terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis
purulenta.
Tatalaksana Terapi ISPA
Terapi untuk ISPA tidak selalu dengan antibiotik karena sebagian besar kasus ISPA atas
disebabkan oleh virus. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang disebabkan oleh virus
tidak memerlukan antiviral, tetapi cukup dengan terapi suportif.

Terapi Suportif antibiotik


Terapi Suportif berguna untuk Antibiotik hanya digunakan untuk terapi
mengurangi gejala dan meningkatkan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
performa pasien berupa nutrisi yang bakteri, idealnya berdasarkan jenis kuman
kuat, pemberian multivitamin. penyebab, utama ditujukan pada pneumonia,
influenza, dan aureus.
Penanganan Batuk

• Batuk merupakan bentuk pertahanan tubuh di


saluran pernafasan dan merupakan salah satu
gejala dari suatu penyakit atau merupakan
reaksi tubuh terhadap iritasi pada tenggorokan Penanganan batuk dapat dibedakan
karena terdapat lendir, makanan, debu, asap, menjadi dua, yaitu
dan lain sebagainya.
1. Non Farmakologi
• Mukus atau lendir umumnya membantu 2. Farmakologi
melindungi paru-paru dengan menjebak
partikel asing yang masuk pada saluran
pernafasan. Namun jika jumlah mukus
berlebih, maka fungsi mukus tidak lagi untuk
melindungi, tetapi akan mengganggu
pernafasan.
Non Farmakologi (Tidak menggunakan obat-obatan kimia)

a. Memberikan air putih untuk membantu mengencerkan dahak.


b. Memandikan anak menggunakan air hangat
c. Menjalani terapi uap untuk membantu mengencerkan lendir. Terapi ini bisa menggunakan
baskom diberi air panas lalu di tetesi denga minyak kayu putih.
d. Mengoleskan balsem atau minyak pada dada maupun punggung anak. Cara ini dilakukan
untuk membantu mengencerkan dahak dan mampu untuk melegakan nafas anak.
e. Mengatur letak bantal anak saat tidur.
f. Memberikan ramuan herbal
Farmakologi (Jika dengan non farmakologi belum bisa atasi, dapat diberikan obat)

Antitusive Eskpektorant Antibiotik


(Penekan batuk) (Pengencer dahak)
 Antibiotik digunakan pada batuk
Dextrometorfan HBr Glyseryl guaiacolate (guafenesin) yang disebabkan oleh infeksi
Difenhidramin HCl Bromhexin bakteri.
Amonium Klorida  Penggunaan antibiotik harus
Succus liquiritiae sangat di perhatikan.
 Sebaiknya, jika batuk terus
berlangsung atau lebih dari 7
hari tidak kunjung mereda
segera bawa anak ke dokter.
Pengobatan pada ISPA menurut (Depkes RI, 2010) adalah sebagai berikut:

1) Pneumonia berat, dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotika melalui jalur infus
diberi oksigen dan sebagainya.
2) Pneumonia, diberi obat antibiotik melalui mulut. Pilihan obatnya kotrimoksazol
jika terjadi alergi atau tidak cocok dapat diberikan amoxilin, penisilin dan
ampisilin.
3) Bukan pneumonia, tanpa pemberian obat antibiotik, diberikan perawatan di rumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang
tidak mengandung zat yang merugikan. Bila demam diberikan obat penurun
panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada 15
pemeriksaan tenggorokan di dapat adanya bercak nanah disertai pembesaran
kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcus dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.
Contoh Kasus
...
Kasus 1.) Tn AS, 40 th datang ke apotek G membawa resep dari dokter THT yang berisi
R/Avelox No V dengan signa 1x1.

Database::
Dari soal di atas belum ada gambaran problem medik, riwayat alergi maupun riwayat obat, oleh
karena itu dalam interview ditanyakan pertanyaan-pertanyaan sbb:
1. Infeksi apa ? Sinusitas
2. Apakah disertai nyeri wajah? Tidak, hanya isteri mengeluh bau pada saat
berdekatan maupun bicara dan ternyata betul tercium bau yang tidak sedap
ketika tn AS berbicara dengan Apoteker.
3. Apakah Bapak memiliki riwayat alergi dengan obat? Tidak pernah.
4. Apakah Bapak memiliki riwayat sakit kronik seperti kencing manis, sakit liver ?
Tidak
5. Apakah Bapak sudah minum obat lain sebelum ke dokter THT? Belum.
Assasmen :

Data Problematik Terapi PTO


- Bau dari mulut. Sinusitas Avelox No V - Lama terapi kurang
- Riwayat Obat Signa 1x 1 - Tersedia alternatif
- Riwayat Penyakit : gastritis antibiotika yang
(-);DM (-) lebih murah
Obyektif:
- Bau pada saat berbicara

 Rencana Pelayanan Kefarmasian


• Rekomendasi: Lama terapi ditambah menjadi 10 hari untuk terapi sinusitis
• Rencana monitoring: Kondisi klinik pasien dengan memantau bau, pilek.
• Rencana Konseling: Cara minum Avelox
 Implementasi Pelayanan Kefarmasian
Mengkomunikasikan dengan dokter penulis resep tentang lama terapi yang adekuat.
Hasil : Dokter menolak rekomendasi Apoteker, merasa aneh dengan perubahan pelayanan farmasi.
Monitoring Terapi : dilaksanakan melalui telpon pada hari kelima dengan menanyakan apakah
masih bau, pilek. Hasil bau sudah berkurang, pilek masih ada sedikit.

 Follow Up
Saran kepada pasien untuk kembali ke dokter THT.
Hasil: Pasien menolak karena merasa sudah jauh lebih baik, barangkali dalam waktu beberapa hari,
bau akan hilang sama sekali. Dua minggu kemudian pasien kembali ke apotek, dan melaporkan
intensitas bau seperti yang semula.

 Konseling
Hidrasi secara oral pada pasien rawat jalan untuk mempermudah ekskresi sputum secara
spontan. Kontinuitas terapi hingga seluruh antibiotika diminum, bila pasien mendapat
antibiotika. Lama terapi yang tepat untuk mencegah resistensi, infeksi ulangan, maupun
penyembuhan yang tidak tuntas.
Kasus 2.) Tn KS 42th, mendatangi Apotik P dengan resep Levocin 2x 1, Fluimucil 3 x 100mg, Lasal
3x1 tab. Pada interview pasien mengaku sakit batuk disertai sesak napas dan didiagnosis radang
paru ringan oleh dokter. Ketika diberitahu harga yang harus dibayar, pasien terkejut dan
mengajukan keberatan. Pasien meminta penggantian ke obat lain yang lebih terjangkau. Apa yang
dapat
dilakukan ?
 Database: Tn KS 42 th, diagnosis : Community Acquired Pneumonia

 Asesmen: Untuk dapat memilihkan alternatif antibiotika pengganti, perlu ditanyakan hal hal berikut:
1. Apakah Bapak pernah sakit yang sama sebelumnya? Tidak pernah
2. Apakah Bapak punya penyakit kencing manis, sakit lain? Tidak ada, pasien mengaku tidak pernah sakit.
PTO: pasien tidak mendapat obat karena tidak mampu membeli
 Rencana Pelayanan Kefarmasian :
• Rekomendasi: Antibiotika yang dapat dipilih selain fluoroquinolon seperti tercantum pada resep adalah
derivat makrolida, dalam hal ini eritromisin.
• Rencana Monitoring: Frekuensi batuk, sesak napas, demam untuk melihat efektivitas eritromisin.
Mual, sakit perut, diare untuk melihat efek samping eritromisin. Takikardia dan palpitasi untuk melihat
efek samping salbutamol.
• Rencana Konseling: kontinuitas terapi sampai seluruh antibiotika diminum meskipun kondisi klinis
membaik sebelum antibiotika habis, efek samping potensial dari eritromisin dan salbutamol disertai
penjelasan cara mencegah dan mengatasinya.

 Monitoring
• Monitoring terapi obat di rumah sakit dilaksanakan dengan pemantauan kondisi klinik pasien secara
langsung, tanda vital, maupun parameter lab. Sedangkan di apotek, monitoring dilaksanakan dengan
cara memantau kondisi klinik, tanda vital atau parameter lab yang mungkin melalui telpon.
• Untuk efek samping obat potensial, pasien dapat diminta untuk melaporkan kepada apotek bila
terjadi. Rekomendasi pelayanan dapat disampaikan secara berhadapan langsung, tulisan, presentasi
atau melalui telpon.
Kasus 3.) Tn. An. K mengatakan bahwa anaknya mengalami batuk, pilek selama 5 hari disertai dengan
demam, sakit tenggorokan dan adanya suara tambahan saat tidur, pada saat pengkajian adanya skala
nyeri 3 dari 0,5 dan menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit
klien tersebut :

Data base :
Nama : An. K
Umur : 5 th
Suhu : 38 derajat celcius
Pemeriksaan :
- Kepala tidak ada nyeri tekan
- Mata tidak ada nyeri tekan dan pupil mengecil ketika di beri rangsangan cahaya.
- Hidung klien dapat mencium minyak kayu pitih.
- Mulut bibir kering, tidak ada stomatis
Etiologi :
Terapi Medis :
• Pencemaran udara ( asap rokok, asap
kendaraan, asap pabrik dll ) mengandung - Amoxicillin sirup 3 x2
virus dan bakteri terhirup oleh hidung. - Guaiafenesin 1x1/4
- CTM 1X ¼
• Virus / bakteri tersebut berjenis
- Vitamin B Komplex 1x 1/12
Streptococcus dan Micsovirus, yang bisa
- Paracetamol sirup 3 x 1
merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa
sehingaa anak menjadi lemas dan terdapat
gangguan sistem pernafasan.
Kesimpulan

 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang menyerang salah satu
bagian atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran
bawah) termasuk jaringan andeksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. Infeksi
ini dapat berlangsung selama 14 hari.
 Gejala yang muncul akibat ISPA adalah hidung tersumbat atau berair, paru – paru terasa
terhambat, batuk – batuk dan tenggorokan terasa sakit, kerap merasa kelelahan dan tubuh terasa
sakit.
 Seseorang dapat tertular ISPA Ketika orang tersebut menghirup udara yang mengandung virus
atau bakteri. Virus atau bakteri ini dikeluarkan oleh penderita infeksi saluran pernafasan
melalui bersin atau ketika batuk.
 Sejauh ini belum ada pengobatan yang efektif untuk membunuh kebanyakan virus yang
menyerang manusia. Pengobatan yang dilakukan biasanya hanya untuk meredakan gejala yang
muncul akibat infeksi virus.
Daftar Pustaka
Amalia Nurin,dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan ISPA. KTI. Poltekkes Kemenkes Riau : DIII Keperawatan.
Harjaningrum, Agnes tri. 2011. Smart Patient : Mengupas Rahasia Menjadi Pasien Cerdas. Jakarta : Mizan Digital Publishing.
Jalil, R. 2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabangka Kecamatan
Kabangka Kabupaten Muna. Kementrian RI. 2010. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasan. Edisi II.
Jakarta: Erlangga
Mahmud R.2013. Hubungan Variasi Iklim dan Faktor Lingkungan Dengan Penyakit "ISPA Non Pneumonia balita di Kota Palembang”. In:
Indonesia U, editor. 2013.
Marni. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit Dengan Gangguan Pernapasan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Masriadi, H. 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Depok: Rajawali Pers, hal:36-48
Patmawati Dongky, Kadrianti. 2016. Unnes Journal of Public Health. Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian ISPA Balita di
Kelurahan Takatidung Polewali Mandar, 5 (4), 324-329.
Rahmi Hidayanti, Husna Yeti, Andani Eka Putra. 2019. Journal Of Maternal and Child Health. Risk Factors for Acute Respiratory Infection in
Child Under Five in Padang, Indonesia, 4(2), 62-69.
Rosana, E. N. 2016. Faktor Risiko Kejadian ISPA Pada Balita Ditinjau Dari Lingkungan Dalam Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Blado 1 :
Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta.
Safarina.2015. Hubungan Faktor Lingkungan Rumah dan Karakteristik Individu dengan Gangguan Saluran Pernapasan Anak Balita di
Wilayah Puskesmas Pekik Nyaring Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu.
Uderwood J.C.E .1999.Karakteristik, Klasifikasi dan insiden Penyakit , patologi umum dan sistemik, edisi 2. buku kedokteran: Jakarta.
Warren, Levinson. 2008. Review of Medical Microbiology & Immunology Tenth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. New York.
Zata Ismah, dkk.2021. Buku Ajar Epidemiologi Penyakit Menular Jilid I. ISBN 972-623-97458-1-3, hal.54-60
‫!‪Thank You‬‬
‫السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

Anda mungkin juga menyukai