Anda di halaman 1dari 2

Kehendak untuk Reproduksi

Kehendak Reproduksi adalah keinginan manusia untuk menambah jumlah populasinya guna
untuk menjaga keturunannya dari kepunahan.

Setiap organisme yang normal, pada saat mencapai tinkat dewasa segera mengorbankan
dirinya untuk menajalankan tugas reproduksi: ,mulai dari laba-laba jantan yang dimangsa oleh
betinanya agar bisa berkembang biak, tawon yang berusaha keras mengumpulkan makanan
untuk anak cucu yang tidak akan pernah dilihatnya, sampai pada manusia yang bekerja untuk
menghidupi anak-anaknya.

Reproduksi adalah tujuan utama, dan naluri yang paling kuat dari setiap organisme, karena
hanya dengancara itu muncul kehendak menakhlukkan kematian. Dan untuk menjamin
penakhlukan atas kematian tersebut, kehendak untuk bereproduksi mengatasi control
pengetahuan dan refleksi.

Kehendak tidak memerlukan pengetahuan, ia bekerja dalam kegelapan, karena pada dasarnya
ia dilakukan secara tidak sadar. Kehendak adalah prinsip yang menopang kehidupan, oleh
karena itu ia dipuja oleh bangsa Yunani dalam bentuk phallus dan orang Hundu dalam bentuk
linggam.

Tunduknya (subordinasi) individu pada spesies sebagai alat kontinuitas, tampak dalam
keetrgantungan hidup individu pada kondisi sel-sel produktif. Dorongan seksual bisa diibaratkan
dengan kehidupan sebatang pohon, tempat sehelai daun tumbiuh dan berkembang. Itulah
sebabnya mengapa dorongan itu begitu kuat, karena bersumber dari kedalaman alam kita.

Schopenhauer mempunyai sebuah filsafat derministik menunjuk pada Spinoza, ia menulis:

Spinoza, mengatakan bahwa jika batu yang dilempar keatas memiliki kesadaran, maka
ia akan berkata bahwa gerakannya itu disebabkan oleh kehendak bebasnya sendiri.
Saya (Schopenhauer) akan tambahkan, bahwa perkataan batu itu benar. Dorongan
(impuls) bagi batu sama dengan motif bagi saya dan apa yang tampak pada batu
sebagai kohesi,gravitasi, rijiditas, sama dengan hakikat batin yang saya [ikirkan sebagai
kehendak. Batu, kalau saja ia berpengetahuan, akan menamakan sifat-sifatnya itu
sebagai kehendak juga. Akan tetapi, baik batu maupun saya bukanlah kehendak yang
bebas.
Tidak ada kehendak lain yang membatasinya, namun setiap bagian dari kehendak
sebagai suatu keseluruhan – setiap spesies, organisme, atau organ ditentukan oleh
kehendak sebagai keseluruhan tersebut.

Selanjutnya :

Setiap orang secara a priori (pengetahuan yang ada sebelum bertemu dengan
pengalaman) merasa dirinya sangat bebas dan mengira dirinya bisa melakukan apa
saja, bahkan untuk mengubah perilaku dan cara hidupnya atau untuk emnajdi orang lain
yang lebih baik. Akan tetapi, secara a priori atau melalui pengalaman, bahwa ternyata
dirinya tidak bebas, melainkan tunduk pada keniscayaan, setelah berpikir keras, ia mulai
sadar bahwa ternyata ia sama sekali tidak mengubah tindakan atau cara hidupnya, dan
bahwa sejak awal hingga akhir hidupnya, ia harus menjalankan watak yang sebetulnya
ia sendiri membencinya, dan terus memainkan peran tersebut hingga akhoir hayatnya.

Anda mungkin juga menyukai