SURAT PERNYATAAN
Nomor: 1087/JP/FIP.UPTT/VI/2023
Saya yang bertandatangan di bawah ini Tim Redaksi Jurnal Pendidikan dan Konseling
Universitas Tambusai dengan Nomor ISSN 2658-936X (print) dan No. ISSN 2685-9351
(online). Dengan ini menyatakan bahwa artikel dengan judul :
Telah melalui proses submit, review, revisi daring penuh dan akan dipublikasikan pada
Jurnal Pendidikan dan Konseling Tambusai Volume 5 Nomor 2 Tahun 2023.
Jurnal Pendidikan dan Konseling telah memenuhi syarat sebagai jurnal tingkat
Nasional Terakreditasi Sinta 5 dengan terindeks pada Garuda Ristekdikti
(Nasional), google scholar (Internasional), bielefeid Academic Search Engine (Internasional),
Indonesia One Search (Nasional).
Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Editor iChief,
Astuti,
Astut M.Pd
Jurnal Pendidikan dan Konseling
Volume 5 Nomor 2 Tahun 2023
E-ISSN: 2685-936X dan P-ISSN: 2685-9351
Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Abstrak:
Artikel ini bertujuan untuk mengelaborasi makna simbol merah-putih pada logo komunitas Kristen di perbatasan
dalam mengkonstruksi identitas kolektifnya. Setiap individu atau kelompok membutuhkan identitas untuk
membedakan citra dirinya. Proses pembentukan identitas selalu melibatkan fenomena-fenomena sosial yang terjadi
di lingkungannya. Hal inipun kemudian mendorong Gereja Masehi Injili di Talaud untuk membangun identitas baru
yang berbeda dari wajah sebelumnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologis. Lokus penelitian berada di Sinode Gereja Masehi Injili di Talaud. Dengan teknik sampling,
purposive sampling. Data primer dalam penelitian ini diambil melalui wawancara. Data sekunder diambil melalui
studi pustaka maupun dokumen-dokumen. Penulis mendapati langkah tegas GERMITA untuk menjadi otonom,
dimulai saat GERMITA mengambil langkah bersama mewujudkan terbentuknya Kabupaten Kepulauan Talaud demi
kemaslahatan hidup masyarakat. Salah satu pertimbangan melahirkan GERMITA ialah untuk mewujudkan Talaud
“berteologi”, yang didorong oleh realitas kehidupan masyarakat Sangihe-Talaud yang berbeda dari berbagai aspek.
Ini merupakan wujud mempertegas identitas GERMITA dan warga Kepulauan Talaud. Cara kerja identitas yaitu
dengan menciptakan batas dimana batas antara kelompok yang kita bangun dengan kelompok lain, menciptakan
“kekitaan” dan munculnya solidaritas dalam suatu kelompok
Abstact:
This article aims to elaborate on the meaning of the red-and-white symbol on the logo of the Christian community on
the border in constructing its collective identity. Each individual or group needs an identity to differentiate its self-
image. The process of identity formation always involves social phenomena that occur in their environment. Even
this then prompted the Evangelical Christian Church in Talaud to build a new identity that was different from its
previous face. This study uses a qualitative method with a phenomenological approach. The research locus is at the
Synod of the Evangelical Christian Church in Talaud. with the sampling technique, purposive sampling. Primary
data in this study were taken through interviews. Secondary data is taken through literature and documents. The
author found GERMITA's firm steps to become autonomous, starting when GERMITA took joint steps to realize the
formation of the Talaud Islands Regency for the benefit of people's lives. One of the considerations for giving birth to
GERMITA was to create a "theological" Talaud, which was driven by the reality of the life of the Sangihe-Talaud
community which was different from various aspects. This is a form of affirming the identity of GERMITA and the
people of the Talaud Islands. The way identity works is by creating boundaries between the groups we build and
other groups, creating "we" and the emergence of solidarity within a group.
Artikel ini bertujuan untuk mengelaborasi makna simbol Merah-Putih pada logo komunitas Kristen di
perbatasan dalam mengkonstruksi identitas kolektifnya. GERMITA merupakan lembaga keagamaan di
wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud yang memisahkan diri dari Gereja Masehi Injili di Sangihe Talaud
pada tahun 1997. Salah satu alasan pemisahan diri ini karena letak geografis yang jauh dan konteks serta
realita hidup masyarakat yang berbeda. Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud termasuk dalam 199 daerah
tertinggal di Indonesia dan masih terisolir karena berbagai keterbatasan infrastruktur dasar, ekonomi, sosial
budaya, perhubungan, telekomunikasi dan informasi serta pertahanan keamanan (Abbas,2014:12). Jarak
yang jauh dari jangkauan pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat, serta medan tempuh yang cukup
ekstrim membuat Kabupaten Kepulauan Talaud terbatas dari berbagai aspek infrastruktur hingga saat ini,
khususnya di wilayah Kecamatan Khusus Miangas sebagai pulau terluar, berbatasan langsung dengan
General Santos yang memiliki jarak jelah kurang lebih 3 jam dari Miangas menuju daratang terdekat di
General Santos. Fenomena ini menimbulkan berbagai problematika di masyarakat: (1) kesulitan
transportasi laut dan udara. (2) Minimnya infrastruktur kesehatan, telekomunikasi dan krisis tenaga medis
khususnya dokter umum. (3). Terjadi kelangkaan Bahan Bakar Minyak, sehingga membuat harga di
pasaran melambung sangat tinggi. (4) Cuaca ekstrim berkepanjangan yang terjadi selama delapan bulan
disetiap tahun berdampak pada minimnya pasokan pangan dan kebutuhan dasar masyarakat di Kecamatan
Khusus Miangas, (Lantaa, 2023) sehingga membuat masyarakat Miangas harus memenuhi kebutuhan
sandang, pangan, papan dengan berbelanja di Filipina Selatan.
Kedekatan baik secara genealogis: penduduk Kepulauan Talaud memiliki hubungan erat dengan
penduduk Kepulauan Sangihe dan Filipina Selatan (Hayase, Domingo dan Ulaen, 1999: 246-247). maupun
geografis dengan Republik Filipina, serta realita konteks kehidupan masyarakat yang terisolir,
terkebelakang dalam hipotesis penulis berdampak pada timbulnya kerentana terhadap gejolak dan
persoalan nasionalisme. Melihat realita yang terjadi di dalam masyarakat dan penguatan isu-isu
nasionalisme, maka gereja sebagai institusi yang sudah hadir saat itu sebelum Kabupaten Kepulauan
Talaud menjadi otonom di tahun 2002 dengan pemerintahannya sendiri, merasa perlu untuk melahirkan
suatu simbol pengikat seluruh masyarakat Kabupaten Kepulauan Talaud yang berdimensi nasionalisme dan
politis untuk memperkokoh rasa nasionalisme serta imajinasi Keindonesiaannya. Dari proses panjang ini,
lahirlah logo sinode GERMITA yang memuat unsur bendera Merah-Putih berbentuk simbol pita di
dalamnya sebagai upaya mempererat imajinasi Keindonesiaan warga Kepulauan Talaud dan bangsa
Indonesia dan perwujudan sikap nasionalisme kekristenan di perbatasan negara. Dengan demikian
pertanyaan yang perlu diajukan saat ini ialah bagaimana proses konstruksi identitas kolektif kekristenan di
perbatasan negara di dalam logo sinode GERMITA?
Kajian tentang konstruksi identitas di ruang publik telah banyak diteliti. Beberapa penelitian memiliki
keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Namun tentu penelitian-penelitian itu selain
memiliki keterkaitan, juga memiliki cirikhas atau perbedaan. Penelitian membahas kedalaman makna
kehidupan berbangsa sekaligus bernegara di Indonesia ditengah tumbuhnya politik identitas. Pancasila
tidak hanya dimaknai sebagai suatu doktrin, tetapi sebagai proyek yang harus terus dihidupkan dalam
membangun dan menumbuhkan spiritualitas sosial, menjadi factor kohesi dan melahirkan kesadaran
kolektif sebagai identitas pemersatu bangsa Indonesia.(Pattimahu dan Wattimena, 2022: 126–126).
Penelitian kedua, menemukan bahwa identitas kolektif warga desa adat di Bali dalam menentang reklamasi
Teluk Benoa terjadi melalui proses konstruksi di kalangan pelaku gerakan baik dalam dimensi laten
(aktivitas keseharian) mereka maupun dimensi visible melalui aksi-aksi kolektif. Konstruksi identitas
kolektif warga adat tersebut melibatkan unsur kognisi, afeksi atau emosi, serta relasi sosial baik di internal
kelompok gerakan, maupun dengan pihak eksternal.(Wiranata dan Siahaa, 2019). Ketiga, dalam
METODE
Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. (Creswell,
2013: 105), Lokus penelitian berada di Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara khususnya
Sinode Gereja Masehi Injili di Talaud. Dalam menentukan informan yang akan diteliti, maka digunakan
purposive sampling untuk memilih individu atau informan yang dianggap bisa memberi pemahaman atau
informasi secara spesifik tentang problem riset. (Creswell, 2013: 217). Data primer dalam penelitian ini
diambil melalui in-dept interview dan audiovisual. Data sekunder diambil melalui studi pustaka maupun
dokumen-dokumen mengenai pembentukan logo GERMITA dan bentuk tertulis. Studi pustaka dilakukan
melalui pencarian jurnal ilmiah, buku, ataupun catatan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini.
Data kepustakan yang dikumpulkan, dipilah sesuai tema dan disajikan dalam bentuk kata-kata untuk
menjawab permasalahan yang dikaji. Analisis data dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
pengkodean data. Pengkodean data merupakan proses mengubah materi atau informasi menjadi
potongan-potongan tertulis sebelum melakukan analisis. Langkah ini dilakukan untuk mengklasifikasi
data tertulis kedalam kategori tertentu sehingga data yang dikumpulkan dapat memberi makna dan
menjawab permasalahan.
Logo GERMITA mulai dipikirkan dan dirancang oleh tiga mahasiswa teologi UKIT Tomohon
berasal dari Kepulaun Talaud sejak tahun 1981 yaitu Firdaus Majusip, Efapras Raranta dan Timotius
Nangaro. (Majusip, 2021). Kemudian baru disahkan bersama dengan sidang pertaman pebentukan Sinode
Gereja Masehi Injili di Talaud (GERMITA) di jemaat Imanuel Lirung tanggal 23 Oktober 1997. (Tata
Dasar dan Peraturan Gereja, 2014: 7). Logo GERMITA memiliki makna yang saling bertautan membentuk
dimensi budaya dalam falsafah masyarakat: Sansiotte Sampate-pate yang berarti bekerja bersama-sama
dalam satu komando (Majusip, 2021) juga menjadi misi gereja, serta menegaskan relasi tiga pilar
penyokong kehidupan warga Talaud (Pemerintah/negara, Gereja dan Lembaga Adat).
Logo GERMITA memiliki arti demikian: (1) Bidang bulatan luar berwarna biru dan bulatan dalam
berwarna biru muda menyatakan kehadiran dan pelayanan GERMITA, secara khusus dalam kehidupan
masyarakat Talaud dan berbagai tantangan yang dihadapinya. (2) Burung Merpati terbang menukik ke
bawah mengungkapkan kehadiran GERMITA secara spiritual dan kehadiran yang transenden dalam realita
konteks sosial. (3) Pedang Barra’assa dengan mata pedang warna putih, garis tepi dan gagang berwarna
hitam, mengungkapkan perjuangan hidup masyarakat Talaud mengusahakan dan membangun masyarakat
di Kepulauan Talaud. (4) Alkitab berwarna putih dengan tepi berwarna merah tua, bertuliskan Filipi 2: 2,3;
mengungkapkan tugas panggilan misi GERMITA berdasarkan tri tugas gereja. (5) Pita GERMITA dengan
warna merah-putih di bagian kiri dan kanannya, mengungkapkan pengakuan nasionalisme GERMITA
bahwa Bangsa dan Negara Republik Indonesia dalam segala keberagamannya adalah karunia dan medan
misi. Karena itu, GERMITA dipanggil turut bertanggungjawab dan merawat Indonesia dalam
kesejahteraan, keadilan dan kesentosaan bangsa serta Negara. (Tata Dasar dan Peraturan Gereja, 2014:
198).
Simbol merah putih pada logo GERMITA ketika dikonstruksi bertujuan untuk menjadi simbol
politis yang merumuskan: (1) pengakuan nasionalisme bahwa GERMITA merupakan bagian integral dari
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam segala keberagamannya serta bertanggungjawab
untuk menyokong kesejahteraan, keadilan dan kesetaraan kehidupan kolektif masyarakat sebagai bagian
dari tanggung jawab politiknya. NKRI dihayati sebagai medan misi gereja. (Tata Dasar dan Peraturan
Gereja, 2014: 90). (2) Masyarakat Kepulauan Talaud di dalamnya setiap orang-orang Kristen sebagai
benteng Pancasila di daerah perbatasan Indonesia-Filipina. Kepulauan Talaud dimaknai sebagai yang
bukan “tertinggal” melainkan daerah terdepan. Artinya Kepulauan Talaud menjadi cerminan wajah
Indonesia yang perlu diperhitungkan keberadaannya. Karena itu, dalam imajinasi keindonesiaannya,
GERMITA mengambil sikap untuk terus mempertahankan kesatuan dan kerukunan serta solidaritas
masyarakat Talaud adalah langkah pertama untuk menjaga tatanan kesatuan dan persatuan bangsa
Indonesia. (Majusip, 2021) (3) Simbol merah putih erat kaitannya dengan budaya masyarakat Talaud yang
terimplementasi di dalam semboyan Sansiotte Sampate-pate dan pedang Barra’assa yang melambangkan
perjuangan hidup orang-orang Talaud yang berani, mandiri, tangguh dan selalu bekerja keras membangun masyarakat yang
sejahtera di Kepulauan Talaud. menyatakan kekuatan pertahanan warga Kepulauan Talaud untuk
mempertahankan kedaulatan NKRI di perbatasan dari penjajah maupun bangsa lain. (Tata Dasar dan
Peraturan Gereja, 2014: 90).
Pembentukan identitas GERMITA yang terepresentasi dalam logo GERMITA menjadi penanda
pula terbentuknya kepercayaan kelompok (group believe) antara setiap warga GERMITA. Kepercayaan
kelompok berfungsi sebagai dasar pembentukan kelompok dan kemudian, sebagai pengikat keberadaan
kelompok lewat logo GERMITA dan pita Merah-Putih di dalamnya. Dalam kerangka ini, keyakinan 'kami
adalah sebuah kelompok', yang mengungkapkan identitas sosial anggota kelompok, disebut kepercayaan
kelompok fundamental. Akan tetapi selain keyakinan kelompok, anggota kelompok berbagi keyakinan
kelompok dari berbagai konten yang berkaitan dengan berbagai subjek lain. Keyakinan ini adalah bagian
SIMPULAN
Kenyataan hidup masyarakat di perbatasan Indonesia dengan segala hambatan di dalamnya
termasuk maraknya gejolak-gejolak nasionalisme, membuat GERMITA sebagai institusi keagamaan juga
institusi sosial merasa bertanggung jawab untuk menjamin kemaslahatan hidup masyarakat juga
memperkokh imajinasi Keindonesia Kekristenan di perbatasan negara. Upaya ini dilakukan atas kesadaran
dirinya bahwa Gereja perlu ambil bagian dalam pembangunan dan penguatan kedaulatan negara, maka di
dalam dimensis institusionalnya GERMITA merasa perlu untuk membentuk identitas kolektif kekristenan
yang sarat akan dimensi nasionalisme dan politis. Logo Sinode GERMITA menjadi cerminan pembentukan
identitas kolektif kekristenan di perbatasan negara dan imajinasi Keindonesiaannya hingga hari ini.
Keunikan dan kekuatan gourp believe di dalam mengusung identitasnya membuat GERMITA semakin hari
Dafrar Pustaka
Anderson, Benedict. 1983. Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism.
Everything Is Permitted, Restrictions Still Apply. London: Verso.
Castells, Manuel, 2010. The Power of Identity Second Edition, West Sussex: John Wiley & Sons, Ltd.,
Publication.
Creswell John W. 2013. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Appoaches,
Third Edition, terj. Ahmad L. Lazuardi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
End Th. Van den and Weitjens J 2009. Ragi Carita 2: Sejarah Gereja Di Indonesia 1860.an –
Sekarang.Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Ernest Gellner. 1964. Thought and Change, London: Weidenfeld and Nicolson.
Firth Rayond. 1973. Symbols: Public and Private, Ithaca, NY: Cornell University Press.
Ngelow Zakaria J. 2017. Kekristenan dan Nasionalisme: Perjumpaan Umat Kristen Protestan dengan
Pergerakan Nasional Indonesia, 1900-1950, Jakarta:BPK. Gunung Mulia.
Peter J. Burke and Jan E. Stets. 2009. Identity Theory. New York: Oxford University Press,.
Shinzo Hayase,Domingo M.Non and Alex J.Ulaen. 1999. Silsilas/Tarsilas (Genealogies) And Historical
Narratives In Saranggani Bay And Davao Gulf Regions, South Mindanao, Philippines, And Sangihe
Talaud Islands North Sulawesi Indonesia. Jepang: Kyoto University: Center For Southeast Asian
Studies.
Stephen Worchel, J. Francisco Morales, and Dado Paez and Jean-Claude Deschamps. 1998. Social
Identity.London: SAGE Publications Ltd.