Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Pendidikan dan Konseling

E-ISSN: 2685-936X dan P-ISSN: 2685-9351


Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

SURAT PERNYATAAN
Nomor: 1087/JP/FIP.UPTT/VI/2023

Saya yang bertandatangan di bawah ini Tim Redaksi Jurnal Pendidikan dan Konseling
Universitas Tambusai dengan Nomor ISSN 2658-936X (print) dan No. ISSN 2685-9351
(online). Dengan ini menyatakan bahwa artikel dengan judul :

Identitas Kolektif Kekristenan di Perbatasan Negara: Makna Politis


Simbol Merah-Putih Pada Logo Sinode Gereja Masehi Injili di Talaud

Atas Nama : Okrisye Lantaka 752021039@student.uksw.edu

Izak Y. M. Lattu izak.lattu@uksw.edu


Rama T. Pilakoannu rama.pilakoannu@uksw.edu
Institusi : Magist er So sio logi Agama, UKS W, S alat aiga.
URL Artikel : h t t p s : / / jo u r n a l. u n i v e r s it a s p a h la w a n . a c . id / i n d e x . p h p / jp d k

Telah melalui proses submit, review, revisi daring penuh dan akan dipublikasikan pada
Jurnal Pendidikan dan Konseling Tambusai Volume 5 Nomor 2 Tahun 2023.

Jurnal Pendidikan dan Konseling telah memenuhi syarat sebagai jurnal tingkat
Nasional Terakreditasi Sinta 5 dengan terindeks pada Garuda Ristekdikti
(Nasional), google scholar (Internasional), bielefeid Academic Search Engine (Internasional),
Indonesia One Search (Nasional).

Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bangkinang, 20 Juni 2023

Editor iChief,

Astuti,
Astut M.Pd
Jurnal Pendidikan dan Konseling
Volume 5 Nomor 2 Tahun 2023
E-ISSN: 2685-936X dan P-ISSN: 2685-9351
Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Identitas Kolektif Kekristenan di Perbatasan Negara: Makna Politis Simbol Merah-


Putih Pada Logo Sinode Gereja Masehi Injili di Talaud
Okrisye Lantaka1) Izak Y. M. Lattu2), Rama T. Pilakoannu.3)
1,2,3)
Magister Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
1)
752021039@student.uksw.edu, 2)izak.lattu@uksw.edu, 3)rama.pilakoannu@uksw.edu

Abstrak:
Artikel ini bertujuan untuk mengelaborasi makna simbol merah-putih pada logo komunitas Kristen di perbatasan
dalam mengkonstruksi identitas kolektifnya. Setiap individu atau kelompok membutuhkan identitas untuk
membedakan citra dirinya. Proses pembentukan identitas selalu melibatkan fenomena-fenomena sosial yang terjadi
di lingkungannya. Hal inipun kemudian mendorong Gereja Masehi Injili di Talaud untuk membangun identitas baru
yang berbeda dari wajah sebelumnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologis. Lokus penelitian berada di Sinode Gereja Masehi Injili di Talaud. Dengan teknik sampling,
purposive sampling. Data primer dalam penelitian ini diambil melalui wawancara. Data sekunder diambil melalui
studi pustaka maupun dokumen-dokumen. Penulis mendapati langkah tegas GERMITA untuk menjadi otonom,
dimulai saat GERMITA mengambil langkah bersama mewujudkan terbentuknya Kabupaten Kepulauan Talaud demi
kemaslahatan hidup masyarakat. Salah satu pertimbangan melahirkan GERMITA ialah untuk mewujudkan Talaud
“berteologi”, yang didorong oleh realitas kehidupan masyarakat Sangihe-Talaud yang berbeda dari berbagai aspek.
Ini merupakan wujud mempertegas identitas GERMITA dan warga Kepulauan Talaud. Cara kerja identitas yaitu
dengan menciptakan batas dimana batas antara kelompok yang kita bangun dengan kelompok lain, menciptakan
“kekitaan” dan munculnya solidaritas dalam suatu kelompok

Kata Kunci: Identitas Kolektif, GERMITA, Logo, Simbol Merah-Putih

Abstact:
This article aims to elaborate on the meaning of the red-and-white symbol on the logo of the Christian community on
the border in constructing its collective identity. Each individual or group needs an identity to differentiate its self-
image. The process of identity formation always involves social phenomena that occur in their environment. Even
this then prompted the Evangelical Christian Church in Talaud to build a new identity that was different from its
previous face. This study uses a qualitative method with a phenomenological approach. The research locus is at the
Synod of the Evangelical Christian Church in Talaud. with the sampling technique, purposive sampling. Primary
data in this study were taken through interviews. Secondary data is taken through literature and documents. The
author found GERMITA's firm steps to become autonomous, starting when GERMITA took joint steps to realize the
formation of the Talaud Islands Regency for the benefit of people's lives. One of the considerations for giving birth to
GERMITA was to create a "theological" Talaud, which was driven by the reality of the life of the Sangihe-Talaud
community which was different from various aspects. This is a form of affirming the identity of GERMITA and the
people of the Talaud Islands. The way identity works is by creating boundaries between the groups we build and
other groups, creating "we" and the emergence of solidarity within a group.

Keywords: Collective Identity, GERMITA, Logo, Red and White Symbol

JURNAL PENDIDIKAN DAN KONSELING VOLUME 5 NOMOR 2 TAHUN 2022 1582


PENDAHULUAN

Artikel ini bertujuan untuk mengelaborasi makna simbol Merah-Putih pada logo komunitas Kristen di
perbatasan dalam mengkonstruksi identitas kolektifnya. GERMITA merupakan lembaga keagamaan di
wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud yang memisahkan diri dari Gereja Masehi Injili di Sangihe Talaud
pada tahun 1997. Salah satu alasan pemisahan diri ini karena letak geografis yang jauh dan konteks serta
realita hidup masyarakat yang berbeda. Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud termasuk dalam 199 daerah
tertinggal di Indonesia dan masih terisolir karena berbagai keterbatasan infrastruktur dasar, ekonomi, sosial
budaya, perhubungan, telekomunikasi dan informasi serta pertahanan keamanan (Abbas,2014:12). Jarak
yang jauh dari jangkauan pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat, serta medan tempuh yang cukup
ekstrim membuat Kabupaten Kepulauan Talaud terbatas dari berbagai aspek infrastruktur hingga saat ini,
khususnya di wilayah Kecamatan Khusus Miangas sebagai pulau terluar, berbatasan langsung dengan
General Santos yang memiliki jarak jelah kurang lebih 3 jam dari Miangas menuju daratang terdekat di
General Santos. Fenomena ini menimbulkan berbagai problematika di masyarakat: (1) kesulitan
transportasi laut dan udara. (2) Minimnya infrastruktur kesehatan, telekomunikasi dan krisis tenaga medis
khususnya dokter umum. (3). Terjadi kelangkaan Bahan Bakar Minyak, sehingga membuat harga di
pasaran melambung sangat tinggi. (4) Cuaca ekstrim berkepanjangan yang terjadi selama delapan bulan
disetiap tahun berdampak pada minimnya pasokan pangan dan kebutuhan dasar masyarakat di Kecamatan
Khusus Miangas, (Lantaa, 2023) sehingga membuat masyarakat Miangas harus memenuhi kebutuhan
sandang, pangan, papan dengan berbelanja di Filipina Selatan.
Kedekatan baik secara genealogis: penduduk Kepulauan Talaud memiliki hubungan erat dengan
penduduk Kepulauan Sangihe dan Filipina Selatan (Hayase, Domingo dan Ulaen, 1999: 246-247). maupun
geografis dengan Republik Filipina, serta realita konteks kehidupan masyarakat yang terisolir,
terkebelakang dalam hipotesis penulis berdampak pada timbulnya kerentana terhadap gejolak dan
persoalan nasionalisme. Melihat realita yang terjadi di dalam masyarakat dan penguatan isu-isu
nasionalisme, maka gereja sebagai institusi yang sudah hadir saat itu sebelum Kabupaten Kepulauan
Talaud menjadi otonom di tahun 2002 dengan pemerintahannya sendiri, merasa perlu untuk melahirkan
suatu simbol pengikat seluruh masyarakat Kabupaten Kepulauan Talaud yang berdimensi nasionalisme dan
politis untuk memperkokoh rasa nasionalisme serta imajinasi Keindonesiaannya. Dari proses panjang ini,
lahirlah logo sinode GERMITA yang memuat unsur bendera Merah-Putih berbentuk simbol pita di
dalamnya sebagai upaya mempererat imajinasi Keindonesiaan warga Kepulauan Talaud dan bangsa
Indonesia dan perwujudan sikap nasionalisme kekristenan di perbatasan negara. Dengan demikian
pertanyaan yang perlu diajukan saat ini ialah bagaimana proses konstruksi identitas kolektif kekristenan di
perbatasan negara di dalam logo sinode GERMITA?
Kajian tentang konstruksi identitas di ruang publik telah banyak diteliti. Beberapa penelitian memiliki
keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Namun tentu penelitian-penelitian itu selain
memiliki keterkaitan, juga memiliki cirikhas atau perbedaan. Penelitian membahas kedalaman makna
kehidupan berbangsa sekaligus bernegara di Indonesia ditengah tumbuhnya politik identitas. Pancasila
tidak hanya dimaknai sebagai suatu doktrin, tetapi sebagai proyek yang harus terus dihidupkan dalam
membangun dan menumbuhkan spiritualitas sosial, menjadi factor kohesi dan melahirkan kesadaran
kolektif sebagai identitas pemersatu bangsa Indonesia.(Pattimahu dan Wattimena, 2022: 126–126).
Penelitian kedua, menemukan bahwa identitas kolektif warga desa adat di Bali dalam menentang reklamasi
Teluk Benoa terjadi melalui proses konstruksi di kalangan pelaku gerakan baik dalam dimensi laten
(aktivitas keseharian) mereka maupun dimensi visible melalui aksi-aksi kolektif. Konstruksi identitas
kolektif warga adat tersebut melibatkan unsur kognisi, afeksi atau emosi, serta relasi sosial baik di internal
kelompok gerakan, maupun dengan pihak eksternal.(Wiranata dan Siahaa, 2019). Ketiga, dalam

JURNAL PENDIDIKAN DAN KONSELING VOLUME 5 NOMOR 2 TAHUN 2022 1583


membentuk identitas komunitas dan imajinasi kebangsaan, setiap masyarakat membutuhkan simbol publik
yang juga membangun ikatan emosional objek atau suatu masyarakat. Menariknya bahwa benderalah yang
dipakai dalam merepresentasikan simbol publik atau simbol sosial. (Firth, 1973: 328-339). Meskipun
terdapat kemiripan, para penelitian terdahulu masih belum meneliti mengenai konstruksi identitas kolektif
suatu organisasi keagamaan dalam daya upayanya mempertegas rasa nasionalisme dan imajinasi
keindonesiaan serta mengupayakan kemaslahatan hidup warga di perbatasan negara dapat tercapai lewat
konstruksi identitas kolektif kekristenan yang terepresentasi pada logo suatu organisasi.
Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan teori identitas kolektif (Moingeon dan Guillaume
Soenen, 2003; Webster dan Castells,1998; Morales, Worchel, Paez and Deschamps, 1998) dalam
mengidentifikasi proses konstruksi identitas kolektif kekristenan di perbatasan negara di dalam logo sinode
GERMITA. Kemudian, teori imagined communities (Anderson, 1983) untuk menganalisis dimensi nasional
dan politis dalam logo GERMITA yang pada akhirnya membentuk imajinasi Keindonesiaan warga
GERMITA dengan seluruh bangsa Indonesia). Imajinasi Keindonesiaan merupakan upaya kolektif warga
Indonesia untuk terus mengelola, menghayati dan memperkuat rasa persatuan dan kesatuan: sekalipun
sebagai bangsa yang plural, dengan beragam bahasa daerah, suku, ras, agama, namun dalam bingkai
keindonesiaan menjadi satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air. Dari kesadaran inipun terbentuk sikap
nasionalisme setiap warga Indonesia yang mempertautkan tanah air yang merdeka dengan imajinasi
keindonesiaan, hal inipun dilakukan sinode GERMITA sebagai penghayatan akan identitas dirinya sebagai
orang Kristen di batas negara.

METODE
Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. (Creswell,
2013: 105), Lokus penelitian berada di Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara khususnya
Sinode Gereja Masehi Injili di Talaud. Dalam menentukan informan yang akan diteliti, maka digunakan
purposive sampling untuk memilih individu atau informan yang dianggap bisa memberi pemahaman atau
informasi secara spesifik tentang problem riset. (Creswell, 2013: 217). Data primer dalam penelitian ini
diambil melalui in-dept interview dan audiovisual. Data sekunder diambil melalui studi pustaka maupun
dokumen-dokumen mengenai pembentukan logo GERMITA dan bentuk tertulis. Studi pustaka dilakukan
melalui pencarian jurnal ilmiah, buku, ataupun catatan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini.
Data kepustakan yang dikumpulkan, dipilah sesuai tema dan disajikan dalam bentuk kata-kata untuk
menjawab permasalahan yang dikaji. Analisis data dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
pengkodean data. Pengkodean data merupakan proses mengubah materi atau informasi menjadi
potongan-potongan tertulis sebelum melakukan analisis. Langkah ini dilakukan untuk mengklasifikasi
data tertulis kedalam kategori tertentu sehingga data yang dikumpulkan dapat memberi makna dan
menjawab permasalahan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Historisitas dan Identitas Kolektif Gereja Masehi Injili di Talaud (GERMITA)
Embrio Gereja Masehi Injili Talaud (GMIT) tahun 1950, selanjutnya menjadi Gereja Protestan
Indonesia Talaud (GPIT) tahun 1951. Kemudian berubah lagi menjadi Dewan Djemaat Masehi Talaud
(DDMT) tahun 1952, dan setelah mengalami masa kevakuman selama tiga puluh tahun, kemudian kembali
disuarakan dalam Sidang Sinode Lengkap (SSL) XVII tahun 1981 di Ulu Siau. Dilanjutkan kembali dalam
SSL XVIII Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST) tahun 1986 di Beo, maka terbentuk tim studi
kelayakan Sinode Talaud dalam SSL XIX GMIST tahun 1991 di Tagulandang. Kemudian dalam suatu
keputusan SSL XX GMIST tahun 1996 di Moronge menetapkan pembentukan Proto Sinode Talaud. Pada
sidang pertamannya di jemaat Imanuel Lirung tanggal 23 Oktober 1997 dibentuklah Sinode Gereja Masehi

JURNAL PENDIDIKAN DAN KONSELING VOLUME 5 NOMOR 2 TAHUN 2022 1584


Injili di Talaud (GERMITA). (Tata Dasar dan Peraturan GERMITA, 2014: 7). GERMITA merupakan Lembaga
agama terbeser dan tertua di Kabupaten Kepulauan Talaud. Pada keseluruhan Kabupaten Kepulauan
Talaud, total jumlah warga jemaat GERMITA sebesar 64.576 jiwa dan 468 jiwa berada di wilayah
pelayanan khusus: Kota Bitung, Kota Manado dan DKI Jakarta, sehingga keseluruhan warga GERMITA
berjumlah 65.044 jiwa. (BPMS GERMITA,2022).
Kehadiran GERMITA dalam realita pluralitas konteks kebangsaan dan nasionalisme di Indonesia,
menjadi bukti eksistensi kekristenan di Indonesia sampai hari ini tidak terpisahkan dalam semangat
nasionalisme seluruh masyarakat: sebagai upaya untuk membuktikan bahwa sekalipun kekristenan lahir
dalam wajah kolonialis, namun setiap orang kristen Indonesia lewat daya upayanya, bersama seluruh
masyarakat bertanggung jawab dalam membawa bangsa Indonesia pada kemajuan dan kesejahteraan
bersama dalam memperkokoh identitas kolektifnya. Identitas GERMITA dalam simbol Merah-Putih pada
logo Sinode GERMITA membentuk dimensi nasional dan politis yang pada akhirnya mencitpakan ikatan
imajiner bersama warga GERMITA dengan bangsa Indonesia. Menurut Benedict Anderson, dalam
imagined communities, ikatan imajiner yang timbul di antara orang-orang yang tidak saling bertatap muka
itu lahir dari bayangan atau imajinasi bersama di tiap-tiap benak setiap orang yang menjadi bagian dari
bangsa Indonesia.( Anderson, 1983: 56).
GERMITA merupakan salah satu dari dua sinode di bawah Perkesutuan Gereja-Gereja di Indonesia
(PGI) yang menggunakan simbol merah putih pada logo sinodenya. Hal ini menandakan bahwa GERMITA
dalam kepelbagaiannya menjadi organisasi yang menyadari keberadaan dirinya di perbatasan negara yang
bertanggungjawab bersama seluruh masyarakat melindungi kedaulatan negara, dan menjamin kesejahteraan
warg anya. GERMITA sedang mempertegas identitas kolektifnya bahwa warga GERMITA yang hidup
dalam multiple identity (Peter J. Burke dan Jan E. Stets, 2009: 130) sebagai warga gereja juga warga
bangsa.
Langkah tegas GERMITA untuk menjadi otonom, dimulai saat GERMITA mengambil langkah
bersama mewujudkan terbentuknya Kabupaten Kepulauan Talaud demi kemaslahatan hidup masyarakat.
Menurut Max Siso, salah seorang tokoh pendiri GERMITA, salah satu pertimbangan melahirkan
GERMITA ialah untuk mewujudkan Talaud “berteologi”, yang didorong oleh realitas kehidupan
masyarakat Sangihe-Talaud yang berbeda, serta keputusan untuk melahirkan GERMITA sebagai lembaga
otonom, terlepas dari sinode GEMIST dengan keyakinan untuk memutus mata rantai kemiskinan dengan
keterlibatan gereja secara total. Kemudian, banyak orang tidak mengenal suku Talaud dikarenakan
dominasi suku Sangihe dan GERMIT yang sangat kuat, sehingga identitas warga Kepulauan Talaud mulai
meredup. Oleh sebab itu, gereja sebagai kekuatan nyata harus dibentuk terlebih dahulu serta memastikan
visi gereja untuk mendatangkan kesejahteraan, dan membebaskan masyarakat Talaud dari peminggiran
sosial boleh diwujudkan ini merupakan wujud mempertegas identitas GERMITA dan warga Kepulauan
Talaud lewat kehadirannya di tengah-tengah realitas sosial dan stuktur sosial kemasyarakatan.(Siso, 2021).
Lima aspek identitas kolektif yang dikembangkan oleh Bertrand Moingeon dan Guillaume Soenen
menawarkan pendekatan komprehensif yang mengintegrasikan identitas organisasi. Kerangka kerja ini
mengakui bahwa organisasi terdiri dari berbagai elemen yang berkontribusi pada identitas mereka, seperti
sejarah, budaya, nilai, misi, dan tujuan. Lima aspek identitas kolektif terdiri dari (1) Strategis: Aspek ini
mengacu pada misi, visi, dan nilai-nilai organisasi. Ini mencakup tujuan, strategi, dan tujuan organisasi.
Proses pembentukan Identitas GERMITA memperhatikan aspek visi dan misinya demi kesejahteraan
warga kepulauan Talaud yang saat itu sulit dijangkau oleh Sinode GEMIST dalam misi pelayananya,
sehingga GERMITA perlu mengusahakan tetap berjalannya fungsi lembaga keagamaan di kepulauan
Talaud. (Majusip, 2023). (2) Budaya: Aspek ini mengacu pada budaya, norma, dan nilai organisasi. Ini
mencakup kepercayaan, tradisi, dan kebiasaan organisasi. Dalam proses konstruksi historisitas GERMITA
bertolak dari falsafah hidup masyarakat Talaud yaitu Sansiotte Sampate-pate (bekerja bersama-sama dalam
satu komando) juga menjadi misi gereja, serta menegaskan relasi tiga pilar penyokong kehidupan warga

JURNAL PENDIDIKAN DAN KONSELING VOLUME 5 NOMOR 2 TAHUN 2022 1585


Talaud (Pemerintah/negara, Gereja dan Lembaga Adat). (3) Politik: Aspek ini mengacu pada kekuatan dan
pengaruh organisasi. Ini termasuk hubungan organisasi dengan pemangku kepentingan. Secara teologis
baik tokoh pendiri GERMITA maupun tokoh pendiri Kabupaten Kepulauan Talaud merasa perlu untuk
menghadirkan gereja sebagai lembaga keagamaan yang menyokong kehidupan rohani masyarakat, maka
upaya untuk membangun daerah otonom di Kepulauan Talaud bisa terwujud, sebagai bagian dari
penyempurnaan misi transendetal yang bertolak dari narasi teks Alkitab, Matius 6:33. Kehadiran
GERMITA secara politis mendorong pemekaran Kabupaten Kepulauan Talaud dari Kabupaten Sangihe
Talaud pada tahun 2002. Pembentukan Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan upaya untuk mendorong
peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan, serta
mengoptimalkan kemampuan otonomi daerah dalam menumbuhkembangkan potensi daerah di gugusan
wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud. (Abbas, 2021). (4) Organisasi: Aspek ini mengacu pada struktur
dan proses organisasi. Ini mencakup kebijakan, prosedur, sistem, dan doktrin organisasi. (5) Simbolik:
Aspek ini mengacu pada citra dan reputasi organisasi. (Moingeon dan Soenen, 2003;100). Lewat
kehadirannya sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial, GERMITA berupaya untuk terus mengawal
setiap kebijakan pemerintah dalam rekomendasi siding dan seruan siding sinode GERMITA yang
dibakukan dalam peraturan daerah khususnya bagi peningkatan infrastruktur kesehatan, jalan dan
pendidikan. (Abbas, 2021). Secara umum, identitas kolektif (collective identity) menjelaskan bahwa
kelompok individu memiliki kepentingan (interest), nilai (values), perasaan (feelings) dan tujuan (goals)
bersama.
Manuel Castells menyatakan identitas juga direkonstruksi dengan tujuan mendefinisikan kembali
posisi individu atau kelompok dalam ruang-ruang sosial dan melakukan transformasi struktur sosial secara
menyeluruh. (Castells, 2010: 8). Castells mendefinisikan identitas dalam politik berasal dari instusi
dominan yang mengakui dan menginternalisasi kelompok tertentu melalui akal dan stereotip pada diri
mereka. Castells lebih lanjut mengidentifikasi konstruksi identitas melalui 3 model, yaitu: (1) Legitimasi
identitas, entitas yang dibangun oleh institusi (penguasa) yang dominan dalam kehidupan sosial. Institusi
ini menunjukkan dominasinya dengan melekatkan sebuah identitas tertentu pada seseorang atau kelompok.
(2) Resistensi identitas, Identitas yang dilekatkan oleh aktor sosial tertentu dimana pemberian identitas
tersebut dilakukan dalam kondisi tertekan karena adanya dominasi hingga memunculkan satu resistensi dan
membentuk identitas baru yang berbeda dari kebanyakan anggota komunitas sosial yang lain. Konstruksi
identitas ini kemudian dikatakan oleh Coulhoun sebagai politik identitas. (3) Proyek identitas, Konstruksi
identitas pada model ini dilakukan oleh aktor sosial dari kelompok tertentu dengan tujuan membentuk
identitas baru untuk bisa mencapai posisi tertentu dalam masyarakat. Hal ini bisa terjadi sebagai implikasi
dari gerakan sosial yang bisa merubah struktur sosial secara keseluruhan.(Webster dan Castells, 1998: 8).
Kebangkitan identitas juga dimaknai dalam bentuk kesadaran dan mobilisasi atas dasar identitas
kolektif yang sebelumnya disembunyikan (hidden), ditekan (suppressed), atau diabaikan (neglected) oleh
kelompok dominan, (Pattimahu, Wattimena, 2022: 133). hal ini tidak hanya terjadi pada sistem demokrasi
liberal atau oleh agenda politik kewarganegaraan yang diusung untuk dan atas nama demokrasi yang lebih
progresif namun juga terjadi dalam komunitas keagamaan. Keadaan terabaikan dan terpinggirkan
mendorong GERMITA untuk membangun perubahan dan menunjukkan eksistensinya. Menurut Donatella
Porta and Mario Diani, dalam Konstruksi Identitas Kolektif Pada Gerakan Aksi Kamisan. Sifat identitas
terbagi menjadi dua yaitu secara ekslusif dan inklusif. Cara kerja identitas yaitu dengan menciptakan batas
dimana batas antara kelompok yang kita bangun dengan kelompok lain, menciptakan kekitaan yang dimana
kita satu kelompok dan satu tujuan, munculnya rasa solidaritas yang terbangun dalam suatu kelompok. (N
N Sari, 2020: 22). Oleh karena itu GERMITA mekonstruksi identitas Sinodenya yang terepresentasi dalam
logo sinode. Logo Sinode GERMITA sangat unik, seperti yang penulis sampaikan pada bagian
pendahuluan bahwa salah satu unsur dari logo GERMITA ialah Merah-Putih yang berdimensi nasionalisme
dan politis. Hal inilah yang membedakan GERMITA dari sinode terdahulu.

JURNAL PENDIDIKAN DAN KONSELING VOLUME 5 NOMOR 2 TAHUN 2022 1586


Dimensi Nasional dan Politis pada Logo Sinode GERMITA

Logo GERMITA mulai dipikirkan dan dirancang oleh tiga mahasiswa teologi UKIT Tomohon
berasal dari Kepulaun Talaud sejak tahun 1981 yaitu Firdaus Majusip, Efapras Raranta dan Timotius
Nangaro. (Majusip, 2021). Kemudian baru disahkan bersama dengan sidang pertaman pebentukan Sinode
Gereja Masehi Injili di Talaud (GERMITA) di jemaat Imanuel Lirung tanggal 23 Oktober 1997. (Tata
Dasar dan Peraturan Gereja, 2014: 7). Logo GERMITA memiliki makna yang saling bertautan membentuk
dimensi budaya dalam falsafah masyarakat: Sansiotte Sampate-pate yang berarti bekerja bersama-sama
dalam satu komando (Majusip, 2021) juga menjadi misi gereja, serta menegaskan relasi tiga pilar
penyokong kehidupan warga Talaud (Pemerintah/negara, Gereja dan Lembaga Adat).
Logo GERMITA memiliki arti demikian: (1) Bidang bulatan luar berwarna biru dan bulatan dalam
berwarna biru muda menyatakan kehadiran dan pelayanan GERMITA, secara khusus dalam kehidupan
masyarakat Talaud dan berbagai tantangan yang dihadapinya. (2) Burung Merpati terbang menukik ke
bawah mengungkapkan kehadiran GERMITA secara spiritual dan kehadiran yang transenden dalam realita
konteks sosial. (3) Pedang Barra’assa dengan mata pedang warna putih, garis tepi dan gagang berwarna
hitam, mengungkapkan perjuangan hidup masyarakat Talaud mengusahakan dan membangun masyarakat
di Kepulauan Talaud. (4) Alkitab berwarna putih dengan tepi berwarna merah tua, bertuliskan Filipi 2: 2,3;
mengungkapkan tugas panggilan misi GERMITA berdasarkan tri tugas gereja. (5) Pita GERMITA dengan
warna merah-putih di bagian kiri dan kanannya, mengungkapkan pengakuan nasionalisme GERMITA
bahwa Bangsa dan Negara Republik Indonesia dalam segala keberagamannya adalah karunia dan medan
misi. Karena itu, GERMITA dipanggil turut bertanggungjawab dan merawat Indonesia dalam
kesejahteraan, keadilan dan kesentosaan bangsa serta Negara. (Tata Dasar dan Peraturan Gereja, 2014:
198).
Simbol merah putih pada logo GERMITA ketika dikonstruksi bertujuan untuk menjadi simbol
politis yang merumuskan: (1) pengakuan nasionalisme bahwa GERMITA merupakan bagian integral dari
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam segala keberagamannya serta bertanggungjawab
untuk menyokong kesejahteraan, keadilan dan kesetaraan kehidupan kolektif masyarakat sebagai bagian
dari tanggung jawab politiknya. NKRI dihayati sebagai medan misi gereja. (Tata Dasar dan Peraturan
Gereja, 2014: 90). (2) Masyarakat Kepulauan Talaud di dalamnya setiap orang-orang Kristen sebagai
benteng Pancasila di daerah perbatasan Indonesia-Filipina. Kepulauan Talaud dimaknai sebagai yang
bukan “tertinggal” melainkan daerah terdepan. Artinya Kepulauan Talaud menjadi cerminan wajah
Indonesia yang perlu diperhitungkan keberadaannya. Karena itu, dalam imajinasi keindonesiaannya,
GERMITA mengambil sikap untuk terus mempertahankan kesatuan dan kerukunan serta solidaritas
masyarakat Talaud adalah langkah pertama untuk menjaga tatanan kesatuan dan persatuan bangsa
Indonesia. (Majusip, 2021) (3) Simbol merah putih erat kaitannya dengan budaya masyarakat Talaud yang
terimplementasi di dalam semboyan Sansiotte Sampate-pate dan pedang Barra’assa yang melambangkan
perjuangan hidup orang-orang Talaud yang berani, mandiri, tangguh dan selalu bekerja keras membangun masyarakat yang
sejahtera di Kepulauan Talaud. menyatakan kekuatan pertahanan warga Kepulauan Talaud untuk
mempertahankan kedaulatan NKRI di perbatasan dari penjajah maupun bangsa lain. (Tata Dasar dan
Peraturan Gereja, 2014: 90).
Pembentukan identitas GERMITA yang terepresentasi dalam logo GERMITA menjadi penanda
pula terbentuknya kepercayaan kelompok (group believe) antara setiap warga GERMITA. Kepercayaan
kelompok berfungsi sebagai dasar pembentukan kelompok dan kemudian, sebagai pengikat keberadaan
kelompok lewat logo GERMITA dan pita Merah-Putih di dalamnya. Dalam kerangka ini, keyakinan 'kami
adalah sebuah kelompok', yang mengungkapkan identitas sosial anggota kelompok, disebut kepercayaan
kelompok fundamental. Akan tetapi selain keyakinan kelompok, anggota kelompok berbagi keyakinan
kelompok dari berbagai konten yang berkaitan dengan berbagai subjek lain. Keyakinan ini adalah bagian

JURNAL PENDIDIKAN DAN KONSELING VOLUME 5 NOMOR 2 TAHUN 2022 1587


dari representasi kognitif yang bersama-sama dengan kategorisasi sosial-diri (yaitu, keyakinan kelompok
fundamental) menentukan identitas sosial anggota kelompok dan dengan demikian mendasari keunikan-
keunikan mereka. (Morales, Worchel, Paez and Deschamps, 1998: 9) Banyak kelompok menyajikan nilai-
nilai sebagai bagian dari kredo mereka. Bahkan, banyak dari norma dan tujuan kelompok yang berfungsi
sebagai keyakinan kelompok didasarkan pada nilai-nilai. Penekanan pada nilai-nilai ini dapat diamati pada
kelompok-kelompok agama, juga pada banyak kelompok politik.(Morales, Worchel, Paez and Deschamps,
1998: 8)
Dengan demikian, setiap warga GERMITA menghayati keberadaan diri mereka dalam wajah yang
baru untuk terus memperjuangkan kemaslahatan hidup seluruh masyarakat kabupaten kepulauan Talaud
sebagai beranda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Logo GERMITA diyakini olehwarga
GERMITA sebagai cerminan identitas GERMITA dan simbol kekuatan group believe warga GERMITA
yang terkonstruksi dalam pita Merah-Putih. Pita digunakan untuk mengikat yang tercerai berai menjadi satu
ikatan yang rapat, sehingga merah putih dalam pita menunjukkan kerekatan, persatuan, kebhinekaan dalam
menjaga NKRI bersama seluruh masyarakat Indonesia dalam mengimajinasikan Indonesia yang lebih baik.
(Jemaat GERMITA Imanuel Beo, 2023).

Simbol Merah-Putih Sebagai Konstruksi Imajinasi Keindonesiaan

Simbol Merah-Putih menjadi penanda lahirnya imajinasi Keindonesiaan dan nasionalisme


kekritenannya. Penghayatan GERMITA akan simbol Merah-Putih pada logo sinode GERMITA tidak
hanya mencerminkan identitas dirinya sebagai orang-orang Kristen di wilayah Kepulauan Talaud, akan
tetapi menunjukkan identitas dirinya sebagai orang Kristen Indonesia di perbatasan dalam imajinasi
keindonesiaannya. Imajinasi Keindonesiaan Kekristenan dalam memperkokoh rasa nasionalisme berkaitan
dengan sumbangsih Kekristenan untuk mewujudnyatakan rasa dan sikap nasionalismenya di ruang publik:
orang-orang Kristen bisa sama-sama mengimajinasikan realitas sosial yang menghargai kepelbagaian
dalam narasi-narasi oikumene di Indonesia. Pergerakan nasional Indonesia menjadi konteks dimana
panggilan Kekristenan di Indonesia diberi bentuk dan wajah yang Indonesia bukan lagi wajah Kolonial.
(Ngelow, 2017: 3). Sebab itu, perlu diungkapkan bersama, seluruh warga gereja, sebuah upaya pengenalan
diri yang lebih utuh dan kritis dari masa lampau hingga masa kini. (Ngelow, 2017: 3). Tugas setiap orang
Kristen ialah bagaimana menemukan dan memahami tempatnya yang tepat dalam perjalanan sejarah
bangsa sejak pergerakan menuju kemerdekaan sampai hari ini, termasuk bersama seluruh warga bangsa
dalam mengimajinasikan suatu kehidupan yang adil dan sejahtera di Indonesia dalam segala
kepelbagaiannya. Semangat inipun perlu diupayakan oleh jemaat GERMITA di Kepulauan Talaud.
Konsepsi tentang nasionalisme erat kaitannya dengan bangsa dan negara. Teoritikus nasionalisme
dan bangsa yang berpengaruh, Ernest Gellner mengatakan bahwa bangsa tidak membuat nasionalisme,
nasionalisme yang mendefiniskan dan membuat bangsa. (Gellner, 1964: 168). Perbincangan mengenai gagasan
nasionalisme, kebangsaan dan imajinasi, tidak bersifat final. Imajinasi Keindonesiaan yang digaungkan
oleh GERMITA dalam bentuk logo sinode dengan simbol Merah-Putih dalam pandangan Anderson sebagai
perwujudan print capitalism (Anderson, 1983: 57) dimana, imajinasi Keindonesiaan, di mana logo
GERMITA terbentuk juga dari semangat imajinasi lalu dibahasakan di dalam kehidupan komunitas setiap
harinya serta keberadaan komunitas atau bangsa sering dibayangkan melalui bahasa. Peran bahasa dalam
membayangkan dan menciptakan kebangsaan. Kebangsaan adalah unit yang paling utama dalam politik:
mungkin nilai paling sah secara universal dalam kehidupan politik dewasa ini.
Lebih lanjut, bagi Anderson suatu bangsa ialah sebuah komunitas yang dibayangkan, karena
sekalipun seluruh anggotanya tidak saling mengenal satu sama lain, namun dalam benak masing-masing
hidup gambar dan simbol dari komunitas mereka. (Anderson, 1983: 56). Perancangan logo GERMITA
dengan unsur-unsur di dalamnya tidak terlepas dari sejarah Gerakan Merah Putih di Lirung (PAMIL)

JURNAL PENDIDIKAN DAN KONSELING VOLUME 5 NOMOR 2 TAHUN 2022 1588


Kabupaten Kepulauan Talaud. PAMIL dimulai pada Januari 1933 setelah Sumpah Pemuda ke II tanggal 28
Oktober 1928 yang menjadi momentum semangat Bangsa Indonesia untuk berbangsa satu, berbahasa satu,
dan bertanah air satu, makin menyebar ke seluruh penjuru tanah air. Estevanus Pata Gagola, seorang
Talaud dan merupakan pensiunan guru Gubernemen di Gorontalo memulai gerakan nasionalisme menuju
kemerdekaan Indonesia dari wilayah pinggiran Indonesia yang pada saat itu masih menjadi perbatasan
Indonesia-Filipina. Gagola mendorong semangat juang nasionalisme kepada orang-orang muda Lirung dan
pemuka masyarakat, dengan dalih menyukseskan perayaan hari ulang tahun putri Juliana anak dari Ratu
Belanda Wilhelmina. (Jaringan Pendamping Kebijakan dan Pembangunan Kabupaten Kepulauan Talaud,
2018: 7). Gagola yang saat itu dipercayakan menjadi ketua panitia perayaan hari ulang tahun putri Juliana
diam-diam mulai menanamkan rasa nasionalisme kepada orang muda Talaud yang dihimpun dalam
organisasi PAMIL.
Gagola selalu menggambarkan masa depan Indonesia setelah kemerdekaan sebagai bentuk
imajinasi Kebangsaan. Puncak pergerakan tersebut dengan terjadinya peristiwa pengibaran bendera merah
putih di lapangan sepak bola Lirung. Kesadaran berbangsa dan bernegara Gagola ternyata tidak lepas dari
peran media cetak dan radio saat itu, di mana semangat-semangat kebangsaan melalui hari sumpah pemuda
diperdengungkan. Selain itu, segala kegiatan pergerakan nasional yang dilancarkan pemimpin-pemimpin
nasional selalu disampaikan kepada seluruh anggota PAMIL melalui media cetak. Pengibaran bendera
merah putih kemudian diikuti dengan pawai oleh orang muda Lirung dan masyarakat mengenakan pakaian
merah putih pada 30 April 1933 bertepatan dengan perayaan ulang tahun putri Juliana. (Jaringan
Pendamping Kebijakan dan Pembangunan Kabupaten Kepulauan Talaud, 2018: 8-9).
Imajinasi Keindonesiaan Kekristenan Talaud sebenarnya telah ada jauh sebelum kehadiran
GERMITA. Masyarakat Talaud lewat gerakan PAMIL telah mengimajinasikan Indonesia. Kemudian,
komunitas terbayang yang dikonsepkan Anderson di hari ini, ada dalam tubuh GERMITA lewat Simbol
Merah Putih pada logo GERMITA. Hari ini, pemaknaan akan semangat nasionalisme tidak lagi dilakukan
dengan mengangkat senjata dan berperang, namun lebih dari itu mengupayakan agar kehadiran GERMITA
sebagai bagian dari Kekristenan mampu memberikan sumbangsih pembangunan bagi Indonesia Bersama
dengan seluruh bangsa Indonesia. Imajinasi Keindonesiaan GERMITA terimplementasi dalam tindakan
politis GERMITA, dimana keterlibatan masyarakat dalam tindakan politis, secara implisit merujuk pada
terciptanya tiga elemen dasar yaitu, pertama, sikap egaliter yang dihidupi. Kedua, partisipasi yang
mewujudkan sikap solidaritas masyarakat. masyarakat Kepulauan Talaud dengan menjunjung tinggi
semboyan sansiotte sampate-pate dapat terwujud sebagai tindakan partisipasi politik GERMITA sebagai
wujud imajinasi nasionalismenya. Ketiga, semakin dipupuknya pluralitas serta upaya memahami,
menghayati dan menerima keberagaman. Hal ini selalu diupayakan GERMITA dengan peran politiknya
sebagai lembaga keagamaan terbesar di Kepulauan Talaud, namun persoalan kesejahteraan tidak secara
eksklusif hanya bisa dirasakan oleh warga GERMITA.

SIMPULAN
Kenyataan hidup masyarakat di perbatasan Indonesia dengan segala hambatan di dalamnya
termasuk maraknya gejolak-gejolak nasionalisme, membuat GERMITA sebagai institusi keagamaan juga
institusi sosial merasa bertanggung jawab untuk menjamin kemaslahatan hidup masyarakat juga
memperkokh imajinasi Keindonesia Kekristenan di perbatasan negara. Upaya ini dilakukan atas kesadaran
dirinya bahwa Gereja perlu ambil bagian dalam pembangunan dan penguatan kedaulatan negara, maka di
dalam dimensis institusionalnya GERMITA merasa perlu untuk membentuk identitas kolektif kekristenan
yang sarat akan dimensi nasionalisme dan politis. Logo Sinode GERMITA menjadi cerminan pembentukan
identitas kolektif kekristenan di perbatasan negara dan imajinasi Keindonesiaannya hingga hari ini.
Keunikan dan kekuatan gourp believe di dalam mengusung identitasnya membuat GERMITA semakin hari

JURNAL PENDIDIKAN DAN KONSELING VOLUME 5 NOMOR 2 TAHUN 2022 1589


semakin berbenah. Identitas yang dimuculkan GERMITA tidak hanya membuat GERMITA menjalankan
visi misi sebagai Lembaga keagamaan, namun unsur pita merah-putih menandakan jiwa nasionalisme dan
kepekaan politis GERMITA lewat konstruksi imajinasi keindonesiaan sebagai bagian dari komunitas
terbayang atau bangsa Indonesia. Secara konkret imajinasi nasionalsimenya dapat dilihat dalam Partisipasi
politik yang dihayati dalam daya upayanya memastikan bahwa GERMITA sedang menyelaraskan
partisipasi politik yang sesuai dengan politik Kristen dan prinsip-prinsip partisipasi politik: pertama,
melalui seruan dan rekomendasi sidang sinode, kedua, terlibat dalam perancangan PERDA pro-publik
melalui warga GERMITA yang terepresentasi sebagai anggota legislatif dan dieksekusi oleh pemerintah
eksekutif.
GERMITA menyadari betul bahwa keberadaan dirinya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan
adalah keniscayaan, serta proses panjang pencarian makna eksistensialnya yang dalam pandangan
interaksionisme simbolik pembentukan identitas, makna tersebut berasal dan mengalami perubahan dan
modifikasi selama proses interaksi sosial berlangsung, tempat seseorang berkomunikasi dengan entitas lain
melalui penggunaan simbol-simbol, termasuk penggunaan simbol merah putih, simbol pedang dan falsafah
hidup masyarakat Sansiotte Sampate-pate, menjelaskan keberadaan GERMITA sebagai bagian dari sejarah
Panjang perjuangan lewat Gerakan PAMIL dan kebudayaan Talaud.

Dafrar Pustaka
Anderson, Benedict. 1983. Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism.
Everything Is Permitted, Restrictions Still Apply. London: Verso.

Brilman Daniel. 1986. OnzeZendingsvelden: De Zending op de Sangi-en Talaud-eianden. Diterjemankan


oleh Badan Pekerja Sinode Gereja Masehi Injili Talaud (GMIST) dengan judul: WILAYAH-
WILAYAH ZENDING KITA: Zending di Kepulauan Sangi dan Talaud, BPS GMIST.

Castells, Manuel, 2010. The Power of Identity Second Edition, West Sussex: John Wiley & Sons, Ltd.,
Publication.

Creswell John W. 2013. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Appoaches,
Third Edition, terj. Ahmad L. Lazuardi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
End Th. Van den and Weitjens J 2009. Ragi Carita 2: Sejarah Gereja Di Indonesia 1860.an –
Sekarang.Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Ernest Gellner. 1964. Thought and Change, London: Weidenfeld and Nicolson.

Firth Rayond. 1973. Symbols: Public and Private, Ithaca, NY: Cornell University Press.

Ngelow Zakaria J. 2017. Kekristenan dan Nasionalisme: Perjumpaan Umat Kristen Protestan dengan
Pergerakan Nasional Indonesia, 1900-1950, Jakarta:BPK. Gunung Mulia.
Peter J. Burke and Jan E. Stets. 2009. Identity Theory. New York: Oxford University Press,.
Shinzo Hayase,Domingo M.Non and Alex J.Ulaen. 1999. Silsilas/Tarsilas (Genealogies) And Historical
Narratives In Saranggani Bay And Davao Gulf Regions, South Mindanao, Philippines, And Sangihe
Talaud Islands North Sulawesi Indonesia. Jepang: Kyoto University: Center For Southeast Asian
Studies.
Stephen Worchel, J. Francisco Morales, and Dado Paez and Jean-Claude Deschamps. 1998. Social
Identity.London: SAGE Publications Ltd.

JURNAL PENDIDIKAN DAN KONSELING VOLUME 5 NOMOR 2 TAHUN 2022 1590


Abbas, Arnold A. 2014. Tegar Mekar di Bumi Porodisa.
Moingeon, Bertrand, and Guillaume Soenen. 2003. Corporate and Organizational Identities: Integrating
Strategy, Marketing, Communication and Organizational Perspectives. Corporate and Organizational
Identities: Integrating Strategy, Marketing, Communication and Organizational Perspectives.
https://doi.org/10.4324/9780203361726.
Sari, N N. 2020. “Konstruksi Identitas Kolektif Pada Gerakan Aksi Kamisan.” UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 1–203.
Stephen Worchel, J. Francisco Morales, and Dado Paez and Jean-Claude Deschamps. 1998. “Social
Identity.” In . London: SAGE Publications Ltd.
Wattimena, M. Asrul Pattimahu Demsy. 2022. “PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS KOLEKTIF, Jurnal
BADATI Ilmu Sosial & Humaniora Vol 7 No 2 November 2022” 7 (2): 126–126.
https://doi.org/10.38012/jb.v5i2.651.
Webster, Frank, and Manuel Castells. 1998. The Power of Identity. The British Journal of Sociology. Vol.
49. https://doi.org/10.2307/591296.
Wiranata, I Made Anom, and dan Hotman Siahaa. 2019. “Konstruksi Identitas Kolektif Warga Desa Adat
Dalam Gerakan Tolak Reklamasi Teluk Benoa Di Bali. Jurnal Kajian Bali” 09 (23).

JURNAL PENDIDIKAN DAN KONSELING VOLUME 5 NOMOR 2 TAHUN 2022 1591

Anda mungkin juga menyukai