Abstract
The rate of development of storage capacity drainage channels are often not as fast as
the rain water runoff caused by land use change. Macro drainage system as the primary
drainage system is a system of channels that accommodate and drain water from a rain
water catchment area, this qualifies as rivers and canals which are generally used in
planning the return period of between 5 to 10 years with a detailed topography
measurements. Komodo in general, with the total area is 121 980 ha, nearly 40% of the
topography between 0-100 m above sea level (m asl). Approximately 54% of the area is
at an elevation of 100 to 500 m above sea level, while the remainder is at an elevation of
500 m above sea level up to 1000 m above sea level. City Topography Labuan Bajo
including hilly. Ground elevation ranging from ± 0.00 m above sea level (m asl) up to ±
525 m above sea level. With conditions like this it is given form an effective drainage
network for hilly areas in the district such as Komodo, Labuan Bajo is the return period
discharge plan 10 m3 / sec. Parameter election is based on the amount of discharge
runoff plan out to the primary drainage channel and on the basis of a comparison of the
length of time the concentration of the root canal and the slope of the land.
Kata kunci : shape of drainage system, discharge run off, the primary drainage
logxi logx
membandingkan data hujan tahunan n
2
stasiun yang kurang datanya terhadap
stasiun disekitarnya dengan cara Sd i 1
sebagai berikut : n 1
rencana dan analisis hidrolika untuk Dalam perencanaan saluran utama tiap
dimensi saluran. Untuk perencanaan DAS, debit rancangan yang disarankan
hidrolik, menggunakan hasil analisis adalah kala ulang 20 tahun, 25 tahun dan
dengan kala ulang 2 dan 5 tahun sesuai 50 tahun. Penggunaan debit kala ulang
dengan kriteria dan standar nasional SNI 50 tahun hanya digunakan dalam
(Gambar 2). perencanaan di kawasan muara, apabila
terjadi pengaruh air pasang yang besar.
Grafik Intensitas Hujan
Sementara apabila pengaruh kenaikan
muka air sungai tidak signifikan saat
250.00
Int_2Thn
200.00
terjadi pasang, maka digunakan kala
Intensitas (mm/jam)
Int_5Thn
150.00
Int_10Thn ulang 20 tahun dan 25 tahun. Debit
100.00 Int_25Thn rencana dan kapasitas eksisting keempat
50.00 Int_50Thn sungai di Kota Labuan Bajo dapat dilihat
0.00
Int_100Thn
pada Tabel 3.
20 60 100 140 180 220 260 300 340 380 420 460 500
Waktu (Menit)
Perhitungan debit rencana digunakan
untuk perhitungan dimensi rencana
Gambar 2. Grafik intensitas hujan setiap untuk saluran sekunder. Metode yang
kala ulang digunakan adalah Metode Rasional
Metoda Nakayasu Modifikasi, dimana waktu tiba puncak
Pendekatan perhitungan hidrograf banjir banjir dihitung secara iterasi dengan
rancangan dilakukan dengan metode unit Metode Kirpich. Berikut Gambar 3
hidrograf satuan menggunakan aplikasi skema jaringan drainase Kota Labuan
Metoda Nakayasu. Debit puncak pada Bajo.
keempat DAS dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Debit puncak metode nakayasu
Debit puncak (m3/detik)
Kala DAS DAS DAS
DAS
ulang wae Waem Waeke
Waemese
bo ata miri
2-th 61.92 64.38 51.43 204.75
5-th 93.68 90.36 77.80 309.76
10-th 123.74 119.36 102.77 409.16
20-th 161.34 155.63 134.00 533.50
50-th 226.64 218.62 188.24 749.45
100-th 291.67 281.35 242.25 964.49
200-th 374.42 361.17 310.97 1238.11
1000-th 665.3 Gambar 3. Skema jaringan drainase Kota
641.75 552.56 2199.98
Labuan Bajo eksisting
Tabel 3. Debit rencana dan kapasitas eksisting di 4 sungai/saluran
Q Debit puncak (m3/detik)
Nama Panjang C.A
Eksisting Q2 Q5 Q10 Q20 Q25
sungai (m) (km2)
(m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk)
Sungai 3.026 7.82 311.037 41.36 62.82 83.13 151.69 194.17
Waebo
Sungai 8.089 15.07 66.538 41.58 63.16 83.58 152.51 195.22
Waemata
Sungai 5.295 11.14 31.116 30.91 46.94 62.12 113.35 145.09
Waekemi
ri
Sungai 32.552 96.59 47.844 199.18 302.52 400.35 730.52 935.06
Waemese
40
Jurnal Reka Buana Volume 1 No 1, September 2015 - Februari 2016
Kota Labuan Bajo sebagai kota yang beragam adalah pada sisi timur
berbatasan dengan laut, memiliki pola sungai.
aliran air yang menyebar. Pola aliran ini Zona 2 terdapat Sungai Waemata
tidak fokus pada satu muara yang sama, yang bermuara di sebelah barat Pulau
melainkan menuju ke berbagai arah. Flores. Sistem pengelolaan pada zona
Sebagain besar arah alirannya mengarah ini lebih terfokus karena mengacu
pada sungai-sungai sebagai badan air pada sistem manajemen satu sungai.
pada tiap daerah aliran sungai. Hal Sungai Waemata dengan hulu di Golo
tersebut dapat dilihat dari Gulung dan bermuara di Laut Flores.
mengumpulnya arah aliran pada sungai- Panjang Sungai Waemata 8.089 m
sungai yang ada. Sedangkan beberapa dengan luas daerah aliran sungai
wilayah yang berbatasan langsung 15,07 km2. Sungai Waemata berada
dengan laut, arah aliran air limpasannya pada wilayah Kecamatan Komodo
akan langsung menuju ke laut melalui dan melintasi wilayah Senaru hingga
sistem drainase mikro setempat. Belancang. Kemiringan lahan rata-
rata DAS Waemata adalah 10%
Pembagian zonasi penanganan banjir dengan topografi yang relatif curam
Zonasi drainase Kota Labuan Bajo pada hulu dan kemiringan landai pada
mengikuti pola dari daerah aliran sungai. bagian hilir.
Konsep ini merupakan penerapan one Zona 3 terdapat Sungai Waekemiri
river (catchment) one management yang yang bermuara di sebelah barat Pulau
diharapkan akan dapat mempermudah Flores. Sama halnya dengan Zona 2,
penanganan sistem drainase secara sistem pengelolaan pada zona ini
keseluruhan. Sebagai sistem satu DAS lebih terfokus karena mengacu pada
satu manajemen maka satu DAS tersebut sistem manajemen satu sungai. Sungai
dapat dikatakan sebagai satu zona. Waekemiri terletak di tengah Kota
Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut Labuan Bajo dengan hulu di Golo
maka penanganan satu zona sistem Bilas dan bermuara di Laut Flores.
drainase mengacu pada penanganan satu Panjang Sungai Sungai Waekemiri
DAS secara keseluruhan. Pembagian 5.295 m dengan luas daerah aliran
penanganan banjir di Kota Labuan Bajo sungai 11,14 km2. Sungai Sungai
terdiri dari 4 zona (Gambar 4) , yaitu : Waekemiri berada pada wilayah
Kecamatan Komodo dan melintasi
Zona 1, seluas 21,42 km2 ini terdapat Desa Golo Bilas dan Desa Gorontalo.
sungai utama yaitu Sungai Waebo Kemiringan lahan rata-rata DAS
yang mengalir menuju sisi utara Pulau Sungai Waekemiri adalah 4% dengan
Flores. Sungai Waebo terletak variasi topografi curam pada bagian
diwilayah utara Kota Labuan Bajo hulu dan landai pada bagian hilir.
dengan hulu di Bukit Senaru dan Zona 4, seluas 51,25 km2, terdapat
bermuara di Selat Flores. Panjang Sungai Waemese yang bermuara di
Sungai Waebo 3.026 m dengan luas sebelah barat Pulau Flores. DAS
daerah aliran sungai 7,82 km2. Sungai Waemese merupakan DAS terbesar di
Waebo melintasi wilayah Lancang, Kota Labuan Bajo meliputi sebagian
Waemaso, Cowangdereng, dan wilayah Labuan Bajo. Kondisi DAS
Waekesambi. Kemiringan lahan rata- Waemese berupa pegunungan dan
rata DAS Waebo adalah 17% dengan hutan membentuk banyak aliran
variasi kemiringan yang paling
41
Jurnal Reka Buana Volume 1 No 1, September 2015 - Februari 2016
2. Tahap 2
Pengembangan sistem drainase
sekunder, yaitu dengan membuat
saluran sekunder yang belum Kesimpulan
terbangun yang menyesuaikan dengan 1. Drainase makro Kota Labuan Bajo
kondisi saluran primer yang ada serta terbagi atas empat zona dengan
topografi sekitarnya, terutama masing-masing memiliki satu saluran
menyangkut elevasi dan dimensinya. drainase utama (primer), yaitu Wae
3. Tahap 3 Bo, Wae Mata, Wae Kemiri dan Wae
Pengembangan saluran tersier yang Messe. Keempat saluran utama
menyesuaikan dengan topografi tersebut saat ini tidak pernah
daerah tangkapan airnya, dan mengalami luapan air, dengan kata
pengembangan wilayah permukiman lain selalu dapat menampung debit
dan kegiatan ekonomi lainnya. aliran yang terjadi.
2. Kondisi drainase eksisting masih
Dengan penanganan banjir kota melalui berupa saluran alam, sedangkan pada
pembagian zona maka secara saluran yang ada konstruksinya
pengelolaan akan lebih mudah banyak yang mengalami rusak (pecah,
terselesaikan dengan memperhatikan longsor), tertutup sedimen dan
permasalahan setiap kondisi daerah sampah, serta ditumbuhi oleh rumput
genangan. Prinsip yang digunakan adalah liar.
satu sungai/saluran, satu pengelolaan 3. Daerah genangan adalah sifatnya
dan satu perencanaan. Dengan setempat, beberapa kasus karena
pembagian sistem zona ini, setiap memang tidak ada salurannya,
penangan lebih detail. Sistem yang sedangkan genangan yang sifatnya
digunakan adalah sistem drainase, yaitu mengganggu dalam skala yang lebih
melewati saluran-saluran tersier luas terjadi pada daerah Cowang
berkumpul di saluarn primer pada setiap Dereng.
zona. Pembagian zona pada Kota Daftar Pustaka
Labuhan Bajo ini efektif karena dalam
satu DAS terdapat sub-sub DAS yang C.D Soemarto. 1987. Hidrologi Teknik.
mempunyai muara sendiri-sendiri. Secara Usaha Nasional. Surabaya.
mikro, sistem drainase ini sangat efektif Hasmar, H. 2002. Drainase Perkotaan.
untuk mengurangi genangan yang terjadi UII. Yogyakarta.
di masing-masing zona dengan
kondisinya masing-masing. Maryono, A, Muth W dan Eisenhaver,
N. 2001. Hidrolika Terapan. Jakarta
Press, Yogyakarta
Hindarko. S. 2000, Drainase Perkotaan,
ES-HA
Subarkah. 1987. Hidrologi untuk
Perencanaan Bangunan Air. Nova,
Bandung