Anda di halaman 1dari 27

PENGARUH RASIO LARUTAN FIKSASI

TERHADAP KUALITAS PREPARAT LIMFA

PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH

OLEH :
DIAN WENDI HARGA
411120001

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


(D3) FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI CIMAHI
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laboratorium Patologi Anatomi adalah laboratorium kesehatan yang

melaksanakan pemeriksaan spesimen klinik untuk mendapatkan informasi

tentang kesehatan, terutama untuk menunjang upaya penegakan diagnosa

penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan, melaksanakan

pembuatan preparat histopatologi, pembuatan preparat sitologi, dan

pembuatan preparat dengan teknik potong beku. Pelayanan laboratorium

patologi anatomik berperan dalam penegakan diagnosis yang berbasis

perubahan morfologi sel dan jaringan, adapun sediaan jaringan yang baik

adalah sedian yang menggambarkan kondisi sel dan jaringan seperti ketika sel

atau jaringan tersebut masih dalam tubuh (Mayro 2019).

Pembuatan preparat jaringan dapat diketegorikan menjadi tiga tahap

utama yaitu proses pembuatan blok parafin proses pemotongan dan yang

terakhir proses pewarnaan. Tahapan ketegori tersebut perlu dilakukan seperti

fiksasi, dehidrasi, clearing, embedding, mikrotomi, dan pewarnaan sediaan.

Hasil dari keseluruhan tahapan tersebut dapat memberikan gambaran tentang

susunan sel, kualitas pewarnaan inti, sitoplasma dan lainya sebagainya

(Khristian, 2018).

Fiksasi adalah langkah dasar yang sangat penting untuk mencegah atau

menghentikan autolisis dan degradasi jaringan serta komponen jaringan


sehingga sediaan dapat diamati dengan baik secara mikroskopis. Larutan

fiksasi yang biasa digunakan dalam mengawetkan jaringan terdiri dari Neutral

Buffer Formalin 10% (NBF). NBF10% memiliki komposisi yaitu aquades,

formaldehide 37%, natrium dihidrogen phospat (NaH 2PO4) dan dinatrium

hidrogen phospat (NaH2PO4) (Niswatin & Nailufar, 2021).

Rasio optimal volume larutan fiksasi dengan jaringan adalah 1:20.

Namun dilain sisi akan menghasilkan limbah formalin dan paparan formalin

lebih besar. Formaldehid merupakan karsinogen potensial jika Ahli

Teknologi Kesehatan Medis (ATLM) atau tenaga medis terpapar formalin

tingkat tinggi (jangka panjang). Formalhedid dapat juga menyebabkan

penumpukan cairan di paru-paru, sesak napas yang parah bronkitis dan detak

jantung yang cepat, sedangkan paparan formalin tingkat rendah (jangka

pendek) dapat mengiritasi dan menyebabkan mata, hidung, tenggorakan dan

kulit terasa terbakar (Niswatin & Nailufar, 2021).

Formalin yang ada di laboratorium Patologi Anatomi selain dapat

menyebabkan gangguan kesehatan, dapat juga dapat juga menyebabkan

pencemaran lingkungan. (Yamahoki, 2021) menyebutkan lab Patologi

Anatomi berpotensi menjadi sumber penyebaran patogen. Dengan adanya

pencemaran tersebut perlu penanganan limbah B3 dengan baik. Pengolahan

limbah B3 dengan menggunakan 5R meliputi Reduction, Reuse, Recycle,

Recover, dan Revalue (Kusumo & Dwi, 2018).

Untuk meminimalisir dampak negatif dari limbah formalin beberapa

peneliti menggunakan rasio yang berbeda antara larutan fiksasi dengan organ.
Buesa dan Peshkov (2012) menemukan bahwa rasio volume fiksasi

berbanding organ dengan perbandingan 1:1, 1:2, 1:5, dan 1:10 tidak memiliki

hasil yang berbeda dimulai dari perbandingan 1:5. Penelitian lain nya seperti

Musyarifah (2018) Rasio yang tinggi antara larutan fiksasi dengan jaringan

akan memastikan proses fiksasi yang baik.

Struktur histologi limfa secara umum terdiri dari kapsula, pulpa merah

dan pulpa putih, kapsula tersusun jaringan ikat pada bagian luar dan otot

polos pada bagian dalam (Setiasih., 2011). Limfa merupakan salah satu organ

yang dijadikan sebagai bahan kontrol pada tahap fiksasi. Limfa memiliki sifat

yang mudah lisis karna memiliki se-sel yang bersifat pagositosit seperti

makrofag, monosit, dan lain lain. Dari penelitian tersebut peneliti ingin

mengetahui bagaimana pengaruh perbandingan rasio volume fiksasi yang

berbeda terhadap hasil dari sediaan histologi organ limfa. (Setiasih., 2011).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan penelitian

sebagai berikut:

1) Apakah perbedaan rasio larutan fiksasi dan jaringan dapat mempengaruhi

kualitas dari sediaan histologi organ limfa

2) Apakah terdapat perbedaan kualitas warna inti pada hasil preparat limfa

yang

diproses dengan rasio berbeda antara larutan fiksasi dan jaringan pada limfa
3) Apakah terdapat perbedaan kualitas warna sitoplasma pada hasil preparat

limfa yang diproses dengan rasio berbeda antara larutan fiksasi dan jaringan

pada limfa

4) Apakah terdapat artefak pada preparat limfa yang diproses dengan rasio

berbeda antara larutan fiksasi dan jaringan yang berbeda terhadap limfa

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk melihat kulitas preparat organ limfa yang diproses dengan NBF

dengan berbagai rasio antara larutan fiksasi terhadap jaringan.

2. Tujuan Khusus

a. Melihat perbedaan kualitas warna inti preparat limfa yang diproses

dengan rasio perbandingan yang berbeda

b. Melihat perbedaan kualitas warna sitoplasma preparat limfa yang

diproses dengan rasio perbandingan yang berbeda

c. Melihat kemunculan artefak pada sediaan jaringan yang diproses dengan

rasio perbandigan yang berbeda

D. Manfaat penelitian

1) Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan menjelaskan secara teori baik itu fungsi, prinsip

dan dampak penggunaan larutan fiksasi untuk pembuatan sedian

mikroskopis.

2) Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada ATLM untuk

lebih memperhatikan antara rasio larutan fiksasi dan organ agar tidak

terjadi kesalahan dalam tahap praanalitik

E. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini terdapat batasan masalah yaitu :

1) Ukuran pemotongan

2) Waktu fiksasi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Laboratorium Patologi Anatomik

Laboratorium Patologi Anatomi adalah laboratorium kesehatan

yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik untuk

mendapatkan informasi tentang kesehatan perorangan, terutama untuk

menunjang upaya penegakan diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit,

dan pemulihan kesehatan, melaksanakan pembuatan preparat

histopatologi, pulasan khusus sederhana, pembuatan preparat sitologi, dan

pembuatan preparat dengan teknik potong beku. Laboratorium Patologi

Anatomi hanya dapat melakukan pemeriksaan laboratorium atas

permintaan tertulis dari dokter spesialis patologi anatomi (Abdul wahab,

2018).

Histoteknik merupakan rangkaian proses dimulai dari pemotongan

jaringan pada organ tertentu hingga menjadi preparat yang siap untuk

diamati menggunakan mikroskop. Jaringan hewan yang umum digunakan

dalam pembuatan sediaan adalah organ hati. Metode pembuatan sediaan

terdiri dari berbagai cara. Salah satu cara adalah teknik parafin. Pembuatan

sediaan jaringan dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu persiapan,

pemrosesan, pengirisan dan pewarnaan (Erwin dkk., 2019).

Hasil dari keseluruhan tahapan tersebut dapat melihat gambaran

tentang bentuk, susunan sel, kualitas pewarnaan inti, sitoplasma dan lain
sebagainya secara mikroskopis. Hasil tersebut diharapkan sesuai dengan

gambaran jaringan dalam kondisi masih hidup yang tahap akhirnya akan

dibandingkan dengan control kualitas (Khristian, 2018).

B. Proses Pembuatan Jaringan

Proses pembuatan sediaan jaringan yang paling umum dalam

pengkajian yaitu menggunakan sediaan sayatan yang telah diproses agar

dapat diamati dengan mikroskop cahaya. Jaringan yang sudah dipotong

kecil kecil dilakukan proses fiksasi, pematangan jaringan, mikrotomi dan

pewarnaan jaringan (Khristian & Inderiati, 2017).

larutan NBF 10% (neutral buffered formalin) 10%. NBF 10%

merupakan larutan fiksasi umum dan paling banyak digunakan sebagai

salah satu larutan fiksasi rutin dalam pembuatan sediaan jaringan histologi

(Suntoro et. al., 1983). NBF 10% memiliki beberapa kelebihan seperti pH

mendekati normal, dapat disimpan dalam jumlah besar dan dalam waktu

yang lama (Miranti, 2010).

Salah satu sifat formaldehida adalah mudah teroksidasi menjadi asam

format yang bersifat asam. Namun formaldehida sendiri mempunyai sifat

asam dan mempunyai afinitas baik pada zat warna basa. Untuk mencegah

ini terjadi formalin sebaiknya disimpan dalam botol yang tertutup rapat,

atau diletakkan bubuk kalsium karbonat pada dasar botol untuk netralisasi

asam format yang terbentuk. Formaldehida tidak boleh dicampur dengan

asam format atau osmium teroksida (Prasetyani, 2017).


Sedangkan kerugian dari cairan fiksasi formalin adalah potongan

jaringanmembutuhkan waktu paling sedikit 24 jam untuk dapat diproses

ke tahapberikutnya, bersifat toksik, iritan, menyebabkan sinusitis, dan

karsinogenik. Jika disimpan lama khususnya pada tempat yang dingin

formalin dapat membentuk paraformaldehida yang menempel pada

jaringan(Prasetyani, 2017)

1. Fiksasi

Fiksasi merupakan suatu tahapan awal yang wajib dilalui untuk

sediaan sel maupun jaringan (Khristian, 2018). Fiksasi merupakan salah

satu bagian dari beberapa tahapan dalam pembuatan sediaan histologi.

Maksud dari dilakukannya fiksasi adalah untuk membuat struktur unsur

unsur jaringan menjadi stabil, tidak mengalami perubahan (post-

morterm) pasca kematian. Apabila individu mati maka ada dua hal yang

bisa merusak struktur jaringan yaitu pengaruh enzim dan pengaruh

bakteri pembusuk.

Dengan fiksasi, jaringan lebih tahan terhadap perlakuan dan

dapat menaikkan indeks bias jaringan. Jenis bahan fiksasi yang

digunakan biasanya tergantung pada jenis pewarnaan yang akan dipakai

nantinya (Kurniawan et al., 2020).

Meskipun fiksasi diperlukan untuk menghindari difusi

komponen jaringan larut dan dekomposisi, itu sendiri merupakan

penyebab utama artefak. Jika prosedur tidak dilakukan dalam kondisi

optimal, jika fiksasi tidak memiliki akses yang tepat ke jaringan, atau
karena sifat dan kualitas reagen tertentu yang digunakan, artefak dapat

terjadi. Fiksasi yang paling umum digunakan adalah formalin 10%.

Konsentrasi formalin, kontaminasi dan waktu fiksasi yang lama

menyebabkan kesulitan dalam pemotongan spesimen (Khan., 2014).

Ada dua macam jenis bahan fiksasi :

a. Sederhana, terdiri dari satu macam zat seperti formalin, etanol, asam

cuka, bekromat, dan sublimat.

b. Campuran, mengandung lebih dari satu macam zat misalnya larutan

bouin, zenker, helly, larutan carnoy.

2. Pematangan Jaringan

Pematangan jaringan adalah proses pengeluaran air dan larutan

fiksasi yang ada di dalam jaringan, lalu digantikan dengan media yang

membuat jaringan kaku sehingga bisa dilakukan pemotongan terhadap

jaringan dengan ketebalan yang sangat tipis. Di dalam histologi rutin,

parafin adalah media paling sering digunakan untuk menanam jaringan.

Air didalam jaringan tidak bisa langsung digantikan oleh parafin, harus

melalui tahapan perantara terlebih dahulu (Khristian & Inderiati, 2017).

Pengerasan jaringan dengan teknik parafinisasi adalah proses

memasukkan parafin ke dalam jaringan. Agar parafin bisa masuk ke

dalam jaringan, maka harus dilakukan tahap tahap pematangan jaringan.

Pematangan jaringan adalah proses pengeluaran air dan larutan fiksasi

yang ada di dalam jaringan, kemudian digantikan dengan media yang

membuat jaringan menjadi kaku sehingga bisa dilakukan pemotongan


terhadap jaringan dengan ketebalan yang sangat tipis. Di dalam

histologi rutin, parafin adalah media paling sering digunakan untuk

menanam jaringan (Khristian & Inderiati, 2017).

a. Dehidrasi

Tahapan dehidrasi adalah tahapan untuk menghilangkan air dan

zat fiksasi dari komponen jaringan. Agen dehidrasi bersifat hidrofilik

(suka air), memiliki kutub yang kuat berinteraksi dengan molekul air

dengan cara mengikat hidrogen. Dehidrasi harus dilakukan secara

perlahan. Jika gradien konsentrasi agen terlalu berlebihan, maka arus

difusi osmosis dalam melintasi membran sel dapat menyebabkan terjadi

kerusakan pada sel. Tahap dehidrasi ini, spesimen diproses

menggunakan agen dengan konsentrasi meningkat dari konsentrasi

terendah hingga absolut. Agen dehidran absolut dilakukan agar tahapan

selanjutnya tidak akan akan mengganggu penetrasi agen “clearing” ke

dalam jaringan (Khristian & Inderiati, 2017)

b. Clearing

Tahapan “clearing” merupakan proses mengeluarkan agen

dehidran dan menggantinya dengan suatu larutan yang dapat berikatan

dengan media infiltrasi. Agen “clearing” harus memiliki kemampuan

penetrasi jaringan yang cepat, menghilangkan agen dehidrasi dengan

cepat, mudah digantikan oleh agen infiltrasi, menimbulkan kerusakan

jaringan yang minimal, tidak mudah terbakar, tidak bersifat toksisitas

rendah dan relatif murah (Khristian & Inderiati, 2017). Agen


“clearing” yang umum digunakan saat ini adalah Xylol dimana Xylol

ini baik dalam tahapan “clearing” namun tidak baik dalam tidak

keamanan baik secara umum ataupun pekerja (teknisi laboratorium).

Proses clearing bertujuan untuk menjadikan struktur terlihat lebih

jelas, jernih, dan transparan saat diamati dengan mikroskop. Proses

clearing berlangsung selama 15 menit dengan melakukan perendaman

di dalam larutan Xylol. Untuk mendapatkan hasil penjernihan yang

maksimal, diperlukan waktu perendaman dalam Xylol selama

semalam (Kurniawan et al., 2020). Pada penelitian Auliawati (2013)

menyebutkan bahwa proses clearing dengan merendam sediaan terlalu

lama akan menyebabkan jaringan menjadi rapuh.

c. Infiltrasi

Infiltrasi ini adalah suatu tahapan memasukkan materi yang

bersifat padat pada suhu ruang (teknik parafinisasi). Materi yang

umum digunakan dalam tahapan ini adalah parafin atau paraplast.

Tahap ini dilakukan menggunakan alat bantu berupa oven yang

berfungsi membuat materi menjadi bentuk cair pada suhu tertentu.

Suhu yang digunakan tergantung dari titik leleh materi yang akan

dimasukkan.

Infiltrasi merupakan suatu proses memasukkan filtrat ke dalam

jaringan sehingga jaringan tersebut dapat mengeras akibat filtrate

tersebut di suhu ruang. Mekanisme masuknya fitrat ini kedalam sel

adalah dengan menggantikan cairan clearing dengan tingkat


kelarutannya. Parafin adalah fitrat yang paling banyak digunakan

untuk infiltrasi dan embedding. Parafin yang digunakan tersedia

dalam berbagai bentuk dengan berbagai suhu lelehnya dan zat

penambahnya untuk bisa menghasilkan potongan jaringan yang

berkualitas. Beberapa praktisi menganjurkan menggunakan parafin

yang mempunyai titik leleh yang rendah dalam mempercepat proses

infiltrasi. Larutan infiltrasi mempertahankan fungsi dan sel komponen

ultrastructural selama proses pemotongan (Khristian & Inderiati,

2017).

3. Embedding

Embedding yaitu proses pengeblokan parafin cair dituangkan

kedalam cetakan (Base mold), jaringan di masukan ke dalam cetakan

yang telah di isi parafin cair, tekan jaringan agar menempel pada dasar

cetakan (Ariyadi & Suryono, 2017). Lab Patologi Anatomi biasanya

menggunakan parafin yang dipanaskan sampai 60°C. saat dingin,

parafin akan mengeras dan potongan jaringaan yang dibenamkan, akan

membentuk blok jaringan yang keras. Blok ini kemudian di potong

(Geneser, 1994).

4. Mikrotomi

Mikrotomi merupakan suatu instrument untuk menghasilkan

suatu pila jaringan yang selanjutnya akan diproses. Dengan alat

mikrotom jaringan dapat dipotong sampai dengan sangat tipis sehingga

2 µm sehingga menghasilkan suatu preparat histologi yang dapat


diamati secara mikroskopis. Mikrotomi merupakan bagian dari jaringan

yang dipotong dan ditempelkan pada suatu kaca objek yang kemudian

akan diproses sehingga menghasilkan suatu sediaan yang dapat teramati

secara mikroskopis (Khristian & Inderiati, 2017). Tahapan ini harus

memperhatikan posisi dari jaringan sehingga orientasi sel dapat terlihat

sesuai dengan yang diharapkan.

5. Pewarnaan jaringan

Pewarnaan jaringan merupakan proses pemberian warna pada

jaringan yang telah dipotong sehingga unsur jaringan menjadi kontras

dan dapat dikenali dengan menggunakan mikroskop. Proses timbulnya

warna pada jaringan yang diwarnai terikat dengan terjadinya ikatan

molekul antara zat warna dengan jaringan tertentu. Zat warna yang

terikat pada jaringan akan menyerap sinar dengan jaringan tertentu. Zat

warna yang terikat pada jaringan akan menyerap sinar dengan panjang

gelombang tertentu sehingga jaringan akan tampak berwarna. Pewarna

sel yang selama ini digunakan adalah safranin, eosin dan metilen blue

tetapi zat kimia tersebut harganya relatif mahal dan bersifat

karsinogenik. Zat karsinogenik dalam pewarna sintetis dapat

menimbulkan masalah bagi lingkungan dan kesehatan bagi manusia.

Zat warna sintesis perlu diganti menggunakan zat pewarna alami untuk

mengurangi masalah yang timbulkan (Rasuane, Noor. & Zen, 2020).

a. Deparafinisasi
Deparafinisasi adalah menghilangkan parafin dari dalam

sediaan jaringan sehingga dapat mencegah terjadinya artefak.

Larutan yang biasa digunakan adalah Xylol (Khristian &

Inderiati, 2017).

b. Rehidrasi

Rehidrasi adalah proses pengembalian air ke jaringan dengan

menggunakan alkohol series tinggi ke rendah (Khristian &

Inderiati, 2017).

c. Hematoxylin

Hematoxylin diekstrak dari kayu bulat amerika yaitu

Haematoxylon Campechianum. Hematoxylin mengikat inti sel

secara lemah, kecuali jika ditambahkan senyawa lain seperti

alumunium, besi, krom dan tembaga. Senyawa yang dipakai pada

hematoxylin adalah bentuk oksidasinya yaitu hematin. Proses

oksidasi ini dikenal sebagai Ripening dan dapat dipercepat

prosesnya dengan menambahkan senyawa yang bertindak sebagai

oksidator seperti merkuri oksida, hydrogen peroksida, potassium

permanganate dan sodium iodat. Hematin mengikat molekul

bermuatan negative. Material kromatis dalam inti sel bermuatan

negative, sehingga hematin akan berikatan dengan material

kromatis di dalam inti sel. Secara sederhana, dapat dijelaskan

bahwa kromatin pada inti sel mempunyai sifat asam dan akan

menarik zat warna yang bersifat basa.


d. Eosin

Eosin adalah pewarna sintetis yang termasuk golongan

xanthene-Eosin yang bersifat asam dan akan mengikat molekul

protein yang bermuatan positif di sitoplasma dan jaringan ikat.

Eosin merupakan counterstain yang dapat mewarnai sitoplasma dan

jaringan ikat menjadi merah dan oranye. Eosin juga mewarnai inti

sel yang telah tewarnai oleh hematoxylin dari warma biru menjadi

warna ungu. Eosin tersedia dalam bentuk komersial diantaranya

yaitu Eosin Y (eosin berwarna kekuningan dan larut dalam air), Etil

Eosin (Eosin yang larut dalam alkohol), dan Eosin B (Eosin

kebiruan, eritrosin B) (Khristian & Inderiati, 2017).

e. Diferensiasi

Proses lain dalam pewarnaan H&E adalah diferensiasi.

Diferensiasi merupakan proses penggunaan larutan asam untuk

menghilangkan pewarnaan yang berlebih / dekolorisasi. Larutan

yang biasa digunakan adalah asam alkohol 1% larutan ini akan

meningkatkan konsentrasi dari H+ (Khristian & Inderiati, 2017).

f. Dehidrasi

Dehidrasi dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan

air dari dalam sediaan, dengan cara melewatkan sediaan kedalam

larutan cair dengan konsentrasi yang ditingkatkan (Khristian &

Inderiati, 2017).

g. Clearing
Clearing adalah proses yang penting dalam prosesing

jaringan, clearing merupakan proses menghilangkan cairan

dehidran dari dalam jaringan dan untuk menghantarkan larutan

infiltrasi. Clearing agent membuat jaringan menjadi jernih dan

transparan agar dapat terwarnai dengan baik. Clearing agent yang

paling sering digunakan adalah xylene.

h. Mounting

Mounting media merupakan salah satu komponen penting

dalam pembuatan slide. Mounting media berfungsi untuk menutupi

jaringan pada slide untuk melindunginya dari kerusakan dan juga

menciptakan indeks bias antara jaringan dan pendekatan lensa

objektif, sehingga dapat dengan jelas dilihat di mikroskop.

C. Limfa

limfe merupakan suatu jalan tambahan tempat cairan dapat

mengalir dari ruang interstitial ke dalam darah.pembuluh limfa dapat

mengangkut protein dan zat partikel besar, keluar ruang jaringan yang

tidak dikeluarkan dengan absorbs secara langsung kedalam kapiler darah.

Sistem pembuluh limfe terdiri dari:

1. Duktus limfatikus dekstra

Duktus limfatikus jugularis dekstra, subclavia, dan bronkomediastinalis

masing-masing mengalisrkan cairan limfa sisi kepala dan leher. Duktus

limfatikus sinistra: Mulai terlihat dalam abdomen sebagai kantong limfe

yang memanjang.
2. Nodus limfatisi

Berbentuk lonjong seperti buah kacang dan terdapat di sepanjang

pembuluh limfe.

3. Kapiler limfa

sedikit cairan yang kembali ke sirkulasi melalui pembuluh limfe.

Histologi limfa

Gambar 2.1 Histologi organ Limfa


Gambar 2.2 Histopatologi Limfa pandangan menyeluruh

Gambar 2.3 Histopatologi limfa pembesaran sedang


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan metode eksperimen karena

menggunakan perbedaan rasio yang berbeda antara larutan fiksasi terhadap

jaringan untuk membuat preparat histologi.

Rancangan Penelitian

Jaringan Limfa Tikus

Fiksasi

1:1 1:2 1:5 1:10 1:20

Pematangan
jaringan

Mikrotomi

Pewarnaan HE

Pengamatan

Pengumpulan data dan kesimpulan


Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian

1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbandingan rasio larutan

fiksasi terhadap jaringan.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat pada dalam penelitian ini adalah kualitas warna inti,

warna sitoplasma dan terjadinya artefak fiksasi.

2. Definisi operasional

Tabel 3.1 Definisi operasional

Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil Skala


Variabel Operasional Ukur
Perbandinga Perbandinga Volometrik Gelas Ukur 1:1 Ordina
n larutan n antara 1:2 l
Fiksasi organ dan 1:5
larutan 1:10
fiksasi 1:20
(NBF10%)
Kualitas Berwarna Mikroskopi Mikroskopi 3=Baik Ordina
warna inti biru s s 2=Cukup l
keunguan 1=Tidak
dari Terwarnai
hematoxylin
yang
mewarnai
inti
Kualitas Warna merah Mikroskopi Mikrokopis 3=Baik Ordina
warna dari eosin s 2=Cukup l
sitoplasma yang 1= Tidak
mewarnai terwarnai
sitoplasma n
Artefak Keberadaan Mikroskopi Mikroskopi 1=Tidak Ordina
tanda s s ada l
kerusakan 0=Ada
akibat
penggunaan
larutan
fiksasi yang
dicirikan
dengan
ditemukan
nya sel
nekrosis
dengan
tingkatan
yang berbeda
beda
(pignotik,
karioreksis,
dan
kariolisis)
B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah limfa tikus.

2. Sampel

Jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Federer sebagai

berikut:

(t-1)(n-1)>15

(5-1)(n-1)>15

4(n-1)>15

n-1>15/4

n-1>3,75

n>3,75+1

n=4,75

Keterangan:
n = Jumlah Sampel

t = Jumlah Kelompok

Hasil dari perhitungan dengan rumus Federer menghasilkan jumlah

5 buah potongan limfa untuk masing-masing kelompok.

C. Pengumpulan Data

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah preparat yang diproses

dengan fiksasi dengan perbandingan 1:1, 1:2, 1:5, 1:10, dan 1:20. Parameter

yang diukur adalah warna inti, warna sitoplasma dan kemunculan artefak

terhadap preparat limfa yang telah diproses.

D. Pengolahan Data

Setelah data diperloleh lalu dilanjutkan dengan tahapan analisis data,

nilai modus, nilai minimal, dan maksimal untuk parameter kualitas inti dan

sitoplasma.

1. Prosedur Penelitian
1. Alat
Tabel 3.2 Alat Penelitian
No Spesifikasi Spesifikasi Jumlah
1 Hot plate Maspion 1
2 Base mold Stainless 5
3 Objek glass 25,4 x 75,5 mm 25
4 Cover glass 24 x 24 mm 25
5 Mikroskop Olympus 1
6 Kaset jaringan Tissue Cassette 5
7 Mikrotom Microm HM 351 1
8 Pinset Stainless 1
9 Water bath Memmert 1
10 Pisau mikrotom High Profile 1
Microtome Blades
2. Bahan
Tabel 3.3 Bahan Penelitian
No Nama Bahan Spesifuikasi Jumlah
1 Jaringan Limfa 5 organ limfa
2 Parafin Parafin non 100 gr
caking for
histology
solidification
3 Xilol Fisher scientific 100 ml
4 Pewarnaan HE PA 100 ml
5 Alkohol 76%, 96%, 100% Masing-masing
6 Entelan merck 5 ml
7 NBF 10% 10% 300 ml

E. Cara kerja

1. Pengambilan jaringan

Jaringan yang diperoleh dari tikus, dilakukan isolasi jaringan

dengan cara jaringan direndam didalam NBF 10%.

2. Fiksasi

Jaringan yang dihasilkan dipotong dengan ketebalan sekitar 4mm

setelah itu masukan kedam gelas ukur yang berisi larutan fiksasi dengan

tujuan untuk mengetahui volume dari organ, setelah volume didapat lalu

melakukan perhitungan perbandingan yang dilakukan dalam penelitian ini

yaitu 1:1, 1:2, 1:5, 1:10, dan 1:20.

Perhitungan volume masing-masing organ dikalikan dengan

perbandingan perbandingan, sehingga jika dalam perbandingan 1:1 maka

volume NBF 10% yang ditambahkan, begitu juga jika ratio 1:2 maka

larutan fiksasi yang diberikan sebanyak 2 kali dari volume jaringan yang

terukur. Setelah seluruh kelompok terendam larutan NBF 10% maka

dilakukan rendaman sekama 24 jam sebelum tahap selanjutnya dilakukan.

3. Pembuatan sediaan jaringan limfa

a. Dehidrasi
Tahapan dehidrasi adalah proses penghilangan cairan secara

bertahap dari jaringan dengan alkohol, dimulai dengan alkohol 70% dan

kemudian alkohol absolut 96% dan alkohol absolut 1,2,3 masing-masing

waktunya 1 jam.

b. Pembeningan

Proses ini menggunakan xilol 1, xilol 2, dan xilol 3dengan waktu

masing-masing selama 45 menit.

c. Infiltrasi

setelah pembeningan dimasukan kedalam parafin 1 dan 2 didalam

oven dengan suhu 600 masing-masing 2 jam.

d. Embedding

Memasukan organ kedalam parafin dan dicetak menjadi blok-blok

menggunakan basemold berukuran 24x24x5 mm.

e. Mikrotomi

Setelah blok terbentuk, lalu dilakukan pemotongan tipis dengan

ukuiran 5µm.

4. Pewarnaan Jaringan

Tabel 3.4 Tahapan pewarnaan

No Tahapan Zat Waktu


1 Deparafinasi Xylol 1 Masing-
(menghilangkan Xylol 2 masing 10
parafin) Xylol 3 menit
2 Rehidrasi Alkohol absolut Masing-
Alkohol 95% masing 10
Alkohol 70% celup / 1 menit
Aquades
3 Pewarnaan Hematoxylin 15 menit
Hematoxylin
4 Pencucian Air mengalir 1 menit
5 Diferesiensi Asam Alkohol 1% 3 celup
6 Pewarnaan Blueing ( litium 1 menit
carbonat)
7 Pencucian Air mengalir 1 menit
8 Pewarnaan Eosin Eosin 3 menit
9 Dehidrasi Alkohol Masing-
70%,95%,Absolud masing 1
menit
10 Clearing Xylol 1 Xylol 2 Masing masing
1 menit
11 Mounting Entelan 3-5 menit
(penutupan
jaringan diantara
cover glass dan
objek glass oleh
entelan

F. Etika Penelitian

Dampak etika pada penelitian ini adalah ketidaknyamanan akibat adanya

perlakuan dan tingkatan dalam riset. Untuk mengurangi dampak

ketidaknyamanan akibat riset diadaptasi selama satu minggu, sedangkan

dampak negative dari perlakuan dakukan pendekatan dengan prinsip 3R

(Refinement Reduction, dan Replacement) yaitu jumlah tikus seminimal

munkin, diupayakan meminimalan rasa sakit dengan melakukan tindakan

dibawah anastesi dan mengganti hewan coba dengan hewan lain bila

memungkinkan.
G. Lokasi dan Waktu penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Shitohistoteknologi Fakultas Ilmu

dan Teknologi Kesehatan (FITKes) Universitas Jendral Achmad Yani.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari-Maret 2023

Anda mungkin juga menyukai