Anda di halaman 1dari 20

Kopling Tak Tetap dan Rem

58

BAB 3. KOPLING TAK TETAP DAN REM

Sebuah kopling tak tetap adalah suatu elemen mesin yang menghubungkan poros
yang digerakkan dan poros penggerak, dengan putaran yang sama dalam meneruskan daya
serta dapat melepaskan hubungan kedua poros tersebut baik dlam keadaan diam maupun
 berputar.
Rem adalah alat untuk menghentikan putaran suatu poros dengan perantara gesekan.
Berbeda dengan kopling tak tetap yang membuat kedua poros berputar dengan kecepatan
sama, maka rem berfungsi untuk menghentikan poros atau benda yang sedang berputar.
Sering kali penghentian ini harus dilakukan dalam waktu singkat hingga berhenti sama
sekali, dengan cara yang aman. Kadang-kadang rem juga dipergunakan untuk mengatur
 putaran suatu poros dengan mengurangi atau membatasi putaran.

3.1 Macam-macam Kopling Tak Tetap

Kopling tak tetap mencakup macam-macam berikut ini.

(1) Kopling Cakar


Kopling ini meneruskan momen dengan kontak positif (tidak dengan
 perantaraan gesekan) hingga dapat slip. Ada dua bentuk kopling cakar, yaitu
kopling cakar persegi dan kopling cakar spiral.

(2) Kopling Plat


Kopling ini meneruskan momen dengan perantaraan gesekan. Dengan demikian
 pembebanan yang berlebihan pada poros penggerak pada waktu dihubungkan dapat
dihindari. Selain itu, karena dapat terjadi slip, maka kopling ini sekaligus juga dapat
 berfungsi sebagai pembatas momen.
Menurut jumlah platnya, kopling ini dapat dibagi atas kopling plat tunggal dan
kopling plat banyak dan menurut cara pelayanannya dapat dibagi atas cara manual,
cara hidrolik dan cara maknetik. Kopling disebut kering bila plat-plat gesek tersebut
 bekerja dalam keadaan kering dan disebut basah bila terendam atau dilumasi dengan
minyak.

(3) Kopling Kerucut


Kopling ini menggunakan bidang gesek yang berbentuk bidang kerucut.

(4) Kopling Friwil


Kopling ini hanya dapat meneruskan momen dalam satu arah putaran, sehingga
 putaran yang berlawanan arahnya akan dicegah atau tidak diteruskan. Cara kerjanya
dapat berdasarkan atas efek baji dari bola atau rol.
Kopling Tak Tetap dan 5

(5) Kopling Macam Lainnya


Termasuk dalam golongan ini adalah misalnya kopling fluida kering atau
kopling serbuk, yang meneruskan momen dengan perantaraan gaya sentrifugal pada
 butiran-butiran baja di dalam suatu rumah dan kopling fluida bekerja atas dasar
gaya sentrifugal pada minyak pengisinya. Karena kopling tersebut tidak dapat
dilepaskan hubungannya pada waktu berputar, maka dapat digolongkan dalam
kopling tetap.

3.2 Kopling Cakar


Konstruksi kopling ini adalah yang paling sederhana dari antara kopling tak
tetap yang lain (Gambar 3.1). Kopling cakar dapat meneruskan momen dalam dua
arah putaran, tetapi tidak dapat dihubungkan dalam keadaan berputar. Dengan
demikian tidak dapat sepenuhnya berfungsi sebagai kopling tak tetap yang
sebenarnya. Sebaliknya, kopling cakar spiral dapat dihubungkan dalam keadaan
 berputar, tetapi hanya baik untuk satu arah putaran saja. Namun demikian, karena
timbulnya tumbukan yang besar jika dihubungkan dalam keadaan berputar, maka
cara menghubungkan semacam ini hanya boleh dilakukan jika poros penggerak
mempunyai putaran kurang dari 50 rpm.

Gbr. 3.1 Dua macam kopling tak tetap

Jika daya yang akan diteruskan adalah  P  (kW) dan putaran poros adalah n1
(rpm), serta faktor koreksi  f c  dan bahan poros dipilih, maka diameter poros dapat
dihitung menurut tata cara Diagram 1. Sebuah alur pasak untuk menggeserkan
cakar tentu saja harus disediakan.
Diameter dalam D1 (mm), diameter luar D2 (mm) dan tinggi h (mm) dari cakar
untuk suatu diameter poros d s  (mm) dapat ditentukan secara empiris (Gambar 3.2).

Gbr. 3.2 Lambang-lambang untuk kopling cakar


Kopling Tak Tetap dan 6

 D1 = 1,2ds + 10 (mm)


 D2 = 2ds + 25 (mm)
(3.1)
h = 10,5ds + 8 (mm)

Momen puntir yang diteruskan adalah


T  = 9,74 x 105 x f c P/ n1 (kg.mm) (3.2)

dan jika gaya tangensial Ft   (kg) bekerja pada jari-jari rata-rata rm   (mm),
maka
r m = ( D1 + D2)/4
  (3.3) (3.4)
 Ft   = T/  rm 

Jika luas akar dari cakar adalah ½ dari (π/4)( D 2 − D 2 ), maka tegangan geser τ
2 1
(kg/mm2) yang timbul pada cakar adalah
τ = (8/π) Ft /  ( D 2 − D 2 ) (3.5)
2 1

Momen lentur yang bekerja pada cakar adalah  ( Ft /  n). h, jika Ft   dikenakan pada
ujung cakar, dimana n adalah jumlah cakar.
Alas dari penampang cakar segi empat adalah ( D 2 − D 2 )/2 dan tingginya
2 1
adalah [( D 2 − D 2 )/4](π/n), sehingga momen
2
tahan lenturnya adalah
1 ( D − D ) ⎡π − D )⎤
2 1

( D ⋅
 Z  = ⋅
2 1 1 2
  (3.6)
6 2 4n

⎦ ⎥
Besarnya tegangan lentur σ b (kg/mm2) adalah

σ b  Ft  h
=   (3.7)
nZ 

Tegangan geser maksimum τmax  (kg/mm2) adalah


τ max =   (3.8)
(σ + 4τ  ) 2
2
b
2

Jika harga ini lebih kecil dari tegangan geser yang diizinkan, maka dapat diterima.
Tetapi jika lebih besar, maka D1, D2, h, dsb. harus disesuaikan.
Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa menghubungkan dan melepaskan
kopling harus dilakukan dalam keadaan berhenti.
Kini akan dicoba membuat diagram aliran untuk suatu contoh perhitungan (lihat
Diagram 8).

[Contoh 3.1] Sebuah kopling cakar untuk putaran dua arah akan dihubungkan
dengan sebuah poros baja liat untuk meneruskan daya sebesar 1,5 kW pada 120
rpm. Tentukan diamaeter luar, diameter dalam dan tinggi cakar dengan
mengambil
 jumlah cakar 3 buah.
Kopling Tak Tetap dan 6

8. Diagram aliran untuk merencanakan kopling cakar


Kopling Tak Tetap dan 6

[Penyelesaian]
(1)  P  = 1,5 kW, n1 = 120 rpm
(2) Dengan menganggap kadar karbon poros liat sebesar
0,20 %, σB = 40 kg/mm2
Ambil mis. Sf1  = 6, Sf2  = 2,5 (dengan alur pasak)
τa = 40/96 x 2,5) = 2,67 kg/mm2
(3)  f c = 1,  Pd    = P = 1,5 kW
T = 9,74 x 105 (1,5/120) = 12175 kg.mm
(4)  Kt   = 2,5, Cb  = 1
ds = [(5,1/2,67) x 2,5 x 1 x 12175]1/3  = 38,7 mm →  40 mm
(5) Dengan menganggap kadar karbon baja liat sebagai bahan cakar sebesar 0,25
%
σB  = 45 kg/mm2, Sf1   = 10, Sf2  = 5
τa = 45/(10 x 5) = 0,9 kg/mm2
(6)  D1 = 1,2 x 40 + 10 = 58 mm
 D2 = 2 x 40 + 8 = 105
mm h = 0,5 x 40 + 8 =
28 mm
(7) r m = (58 + 105)/4 = 41 mm
(8)  Ft   = 12175/41 = 297 kg
(9) τ = 297
⋅ 8 = 0,099 kg/mm2
π  (1 052 − 582 )
2
(10)
1 (105 − 58) ⎡π  (105 + = 7141 mm3
58)=
 Z  ⎤ ⋅ ⋅
⎢ ⎥
6 2 ⎣ 4 x 3 ⎦
σ b
297 x 28 = 0,388 kg/mm2
= 3 x
7141
(11) τmax =
0,3882 + 4 x 0,0992 / 2   = 0,218 kg/mm2
(12) 0,218 kg/mm2  < 0,9 kg/mm2  , baik
(13) d s  = 40 mm,  D1 = 58 mm,  D2 = 105 mm, h = 28 mm
Bahan cakar : baja liat (C = 0,25 %)

3.3 Kopling Plat


Kopling plat adalah suatu kopling yang menggunakan satu plat atau lebih yang
dipasang di antara kedua poros serta membuat kontak dengan poros tersebut
sehingga terjadi penerusan daya melalui gesekan antara sesamanya. Konstruksi
kopling ini cukup sederhana dan dapat dihubungkan dan dilepaskan dalam keadaan
 berputar. Karena itu kopling ini sangat banyak dipakai.
Kopling plat dapat dibagi atas kopling plat tunggal dan kopling plat banyak,
yaitu berdasarkan atas banyaknya plat gesek yang dipakai. Juga dapat dibagi atas
kopling basah dan kering, serta atas dasar cara pelayanannya (manual, hidrolik,
 pneumatic dan elektromagnitis). Macam mana yang akan dipilih tergantung pada
tujuan, kondisi kerja, lingkungan dan sebagainya.
Bentuk kopling plat yang paling sederhana diperlihatkan dalam gambar 3.4.
Badan A dipasang tetap pada poros sebelah kiri dan badan B dipasang pada poros
Kopling Tak Tetap dan 6
di
Kopling Tak Tetap dan 6

sebelah kanan serta dapat bergeser secara aksial pada poros tersebut sepanjang
 pasak luncur. Bidang C pada badan B didorong ke badan A hingga terjadi penerusan
 putaran dari poros penggerak di sebelah kiri ke poros yang digerakkan di sebelah
kanan. Pemutusan hubungan dapat dilakukan dengan meniadakan gaya dorong
hingga gesekan akan hilang.

Gbr. 3.3 Bagan kopling plat

Gbr. 3.4 Lambang-lambang untuk kopling plat (satu bidang gesek)

 D1  adalah diameter dalam, dan  D2  adalah diameter luar bidang gesek. Karena
 bagian bidang gesek yang terlalu dekat pada sumbu poros hanya mempunyai
 pengaruh yang kecil saja pada pemindahan momen, maka besarnya perbandingan
 D1/ D2 jarang lebih rendah dari 0,5.
Besarnya tekanan pada permukaan bidang gesek adalah tidak rata pada seluruh
 permukaan tersebut ; makin jauh dari sumbu poros, tekananya semakin kecil. Jika
dalam gambar 3.4 besarnya tekanan rata-rata pada bidang gesek adalah p  (kg/mm2)
maka besarnya gaya yang menimbulkan tekanan ini adalah
 π  2
 F  =
2
− D 2 ) p   (3.9)
( D
4 1

Jika koeffisien gesekan adalah μ dan seluruh gaya dianggap bekerja pada keliling
rata-rata bidang gesek, maka momen gesekan adalah
T   D +  D2
  (3.10)
= μ  F ⋅ 1 4
Harga μ dan harga tekanan yang diizinkan pa (kg/mm2) diberikan dalam table 3.1.
Harga-harga koefisien gesek dalam table tersebut ditentukan dengan
memperhitungkan keadaan bidang gesek yang sudah agak menurun gesekannya
karena telah terpakai beberapa waktu, serta didasarkan atas harga tekanan yang
diizinkan yang dianggap baik.
Selanjutnya harus diperhatikan pula GD2 dari poros yang digerakkan yang harus
dipercepat pada waktu kopling dihubungkan. Faktor keamanan kopling harus
Kopling Tak Tetap dan 6

dihitung dengan memperhatikan macam penggerak mula yang dipakai, variasi


 beban, besarnya GD2 dan ada tidaknya tumbukan.

Tabel 3.1 Harga μ dan pa

Bahan permukaan kontak μ  pa (kg/mm2)


Kering Dilumasi

Besi cor dan besi cor 0,10-0,20 0,08-0,12 0,09-0,17


Besi cor dan perunggu 0,10-0,20 0,10-0,20 0,05-0,08
Besi cor dan asbes (ditenun) 0,35-0,65 - 0,007-0,07
Besi cor dan serat 0,05-0,10 0,05-0,10 0,005-0,03
Besi cor dan kayu - 0,10-0,35 0,02-0,03

Kerja penghubungan yang diizinkan dibatasi menurut banyaknya penghubungan


dalam suatu jangka waktu tertentu. Kenaikan temperature juga dibatasi. Umur plat
gesek juga harus dihitung.
Sekalipun untuk kopling plat yang sederhana, sebanyak mungkin segi yang
 penting harus diperlihatkan, agar kopling dapat bekerja dengan halus dan aman,
karena kopling adalah suatu bagian yang penting. Suatu contoh perhitungan
sederhana akan diberikan di bawah ini tanpa suatu diagram.

[Contoh 3.2] Rencanakan sebuah kopling plat tunggal untuk meneruskan daya
sebesar 7,5 kW pada 100 rpm. Anggaplah besarnya perbandingan diameter D1/ D2 =
0,8 koefisien gesekan μ = 0,2 dan tekanan yang diizinkan pada bidanfg gesek pa =
0,02 kg/mm2.
[Penyelesaian]
(1) P = 7,5 kW, n1 = 100 rpm
(2) Dengan menganggap daya nominal motor sebesar 7,5 kW,  f c = 1,0
(3) Pd    = 1 x 7,5 = 7,5 kW
(4) T = 9,74 x 105 x 7,5/100 = 73050 kg.mm
(5) F = (π/4)( D 2  -  D 2 ) pa = (π/4)(1 – 0,82)  D 2  x 0,02 = 0.00565 D 2
2 1 2 2

(6) r m = ( D1 + D2)/4 = (0,8 + 1) D2/4 = 0,45 D2


(7) T  = μ F. r m = 0,2 x 0,00565 D 2  x 0,45 D2 = 0,0005085 D3  = 508,5 x 10-6 D 3
2 2 2

(8) 73050 = 508,5 x 10  D -6 3


2
73050
 D2 = 3  = 523,7 mm → 530 mm
508,5 x 10−6
(9) D2 = 530 mm
 D1 = 0,8 x 530 = 424 mm

Dalam contoh ini, ukuran kopling hanya ditentukan dari perhitungan momen
saja. Tetapi dalam praktek karena percepatan dll. Turut menentukan, maka
 perhitungan seperti di atas tidak cukup. Di bawah ini akan diberikan cara yang lebih
lengkap.
Kopling Tak Tetap dan 7

Gbr. 3.7 Karakteristik momen puntir gesek dinamis terhadap putaran relative dari kopling
elektromagnit dengan plat tunggal kering (Gbr. 3.6).

Tabel 3.3 Faktor keaman untuk memilih kopling tak tetap

Watak pembebanan Macam penggerak mula


(frekwensi penghubungan,
Macam mesin
inersia, variasi beban, Motor listrik Motor bensin Motor Diesel 4-6
tumbukan) Turbin 4 -6 silinder silinder. Motor
 bensin 1-2 silinder
Frekwensi dan inersia Blower, kipas
rendah, bebas variasi 1,5 1,7 2,1 angin, mesin
 beban. kantor.

Frekwensi dan inersia Mesin perkakas


rendah. 1,7 2,0 2,4 kecil, mesin pintal,
 pompa kecil
kecepatan tinggi,
mesin kayu kecil.
Frekwensi rendah Mesin perkakas
2,0 2,3 2,8  besar, pres kecil,
 pengerek, mesin
 pintal, pompa kecil,
kompresor.
Variasi beban besar, inersia Pres sedang, kran,
 besar. 2,4 2,8 3,4  pengaduk, mesin
tap, penumbuk.
Beban tumbukan,beban Rolling mill berat,
 berat. 3,4 4,0 4,7  pres besar, mesin
serut, mesin tusuk
gerigi.
Kopling Tak Tetap dan 7

 E = Td   0 ⋅ n r  GD 2 ⋅ n

⋅ r
19,1 375(T d   0 − Tl   1 )
∴ GD 2 ⋅ n Td   0
⋅ T  − (kg.m/hb) (3.23)
E = 7160

d 0 l 1

Bila beban dalam keadaan diam, maka nr  = n1


ii) Jika sisi beban berputar berlawanan dengan arah putaran poros penggerak.
Jika jangka waktu yang diperlukan untuk perlambatan dari n2  (rpm) menjadi nol
adalah t 1 (s) dan jangka waktu untuk percepatan dari nol menjadi n1 (rpm) adalah t 2
(s), maka persamaan gerak dari benda yang berputar adalah
– (T – Tl  1 ) GD
⋅(0 – ω 0
 
d  0
2   (3.24)
= )
4 g 
t l 
(T  
d  0 – Tl  1 ) GD   −
2 ⋅(ω 1
  (3.25)
= 0)
4 g 
t l 

Maka,
GD 2 ⋅n GD 2 .nr 
t l  = 375(Td 
2
;t  =   (3.26)
 0
+ 2 −
Tl  1 ) 375(Td  0 Tl  1 )

Besar sudut yang ditempuh adalah 2 /2)t1  + ω1t 1 + 1 /2)t2  , sehingga


((ω  (ω 
⎛ ω  ω   ⎞ T  (2 + n T  n 2
n )n
 E = T  ⎜ t  + ω t  + t  ⎟= d 0
2 1
1
1 2 2
+ d 0 1
d
⎝  2 1 1 2 2 7160(T   T   7 T  )
 ⎠ d  0 l  1 l  1

+ ) 160(Td   0

T  ⎡ (2 π  + n n2 ⎤
)n
∴  E = d 0 1
2 2
+
1
⎥  (3.27)
⎢ – Tl  1 ⎦
7160 ⎣ Td   + Td   
0 0
Tl  1

Jika kerja penghubungan yang diizinkan adalah Ea  (kg.m/hb), maka haruslah


 E ≤  Ea   (3.28)
Jumlah penghubungan terhadap kerja penghubungan yang diizinkan untuk
kopling elektromagnit plat tunggal kering diperlihatkan dalam gamabr 3.8.

(3) Waktu Pelayanan dan Penghubungan (Waktu Kerja)


Pada permulaan perhitungan, momen percepatan yang diperlukan untuk
Kopling Tak Tetap dan 7
memenuhi waktu penghubungan t e  yang direncanakan dicari lebih dahulu dan
momen puntir serta nomor kopling ditentukan. Kemudian momen percepatan oleh
kopling dan waktu penghubungan yang sesungguhnya ta  e dapat dihitung. Karena
Td   0
menjadi lebih besar maka t ae menjadi lebih kecil dari pada te  . Meskipun demikian
 perlu diperiksa untuk menyakinkannya.
Rumus yang diperoleh dalam (2) dapat disusun sebagai berikut.
i) Pada percepatan
GD 2 ⋅ n
t ae =
2
  (3.29)
375(T + Tl  1
 
d  0 )
Kopling Tak Tetap dan 7

Gbr. 3.8 Kerja penghubungan yang diperoleh untuk kopling elektromagnit dengan plat tunggal
kering (Gbr. 3.6)

ii) Bila sisi beban berputar berlawanan dengan arah putaran poros penggerak
GD 2 ⎛  n2  ⎞
t ae = 375

⎜ T  + n+1 ⎟  (3.30)
+ T 
⎝  d 0 l 1 d 0 l 1  ⎠
Waktu yang diambil sejak dari permulaan pelayanan hingga tercapai hubungan
adalah waktu penghubungan yang sesungguhnya t ae  seperti tersebut di atas
ditambah waktu to   yang diambil sejak operator memulai pelayanan sampai
saat mulai bekerja pada badan kopling. Waktu to   mencakup semua waktu di
dalam
 pelayanan yang tergantung pada macam kopling dan perbedaan diantara operator
dalam hal kopling manual. Besarnya waktu tersebut adalah penting, meskipun
harganya tidak tetap.

(4) Perhitungan Panas


Kerja penghubungan pada kopling akan menimbulkan panas karena gesekan
hingga temperature akan naik. Temperatur permukaan plat gesek biasanya naik
sampai 200ºC dalam sesaat. Tetapi untuk seluruh kopling umumnya dijaga agar
suhunya tidak lebih tinggi dari pada 80ºC.
Jika kerja penghubungan untuk satu kali pelayanan direncanakan lebih kecil dari
 pada kerja penghubungan yang diizinkan, pada dasarnya temperature tidak
diperlukan lagi.

(5) Umur Plat Gesek


Umur plat gesek kopling kering adalah lebih rendah daripada kurang lebih
sepersepuluh umur kopling basah. Karena laju keausan plat gesek sangat
tergantung
Kopling Tak Tetap dan 8

[Contoh 3.5] Sebuah drum rem dengan diameter 300 mm dipasang pada sebuah
 poros yang mempunyai putaran sebesar 250 rpm dengan daya 1,6 kW. Ukuran yang
diberikan terdapat dalam gambar 3.16. Berapakah panjang tuas yang diperlukan
untuk menghentikan putaran poros dengan gaya 20 kg pada ujungnya ? Berapakah
ukuran blok rem untuk menjamin keamanan terhadap panas ? Bahan gesek adalah
asbes (pasta) dan panjang tuas tidak lebih dari 1 meter.

Gbr. 3.16 Contoh 3.5 untuk rem blok


[Penyelesaian]
(1)  P  = 1,6 kW ; n1 = 250 rpm, radiasi biasa, perbandingan alamiah
(2)  f c  = 1,2
(3)  Pd    = 1,6 x 1,2 = 1,92 kW → 2 kW dianggap sebagai daya motor
nominal (4) T = 9,74 x 105 x 2/250 = 7792 kg.m
(5) Asbes (pasta) ; bahan drum : besi cor, μ =
0,3 (6) 7792 = 0,3Q x (300/2), Q = 173 kg
(7)  f = 0,3 x 173 = 51,9 kg
(8)  F  = 20 kg
(9) 100 + 0,3 x 30
51,9 ⋅ , l   = 943 → 950 mm
20 = 0,3 l1  1

(10) 950 mm < 1000 mm, baik


(11) Misalkan tekanan kontak rencana dari asbes pasta pd = 0,03 kg/mm2 dan sudut
kontak 50º
(12) 0,03 = 173/bh, bh = 5767 mm2
h = 300 sin (50º/2) =127 mm
b = 5767/127 = 45,4 mm → 50 mm
(13)  p = 173/(127 x 50) = 0,027 kg/mm2
(14) 0,003 < 0,027 < 0,18, baik
(15) Diameter keliling drum rem D (mm)
(16) Kecepatan keliling drum rem
υ  =
π D  n1 π  x 300 x 250
60 x 1000 = 60000  = 3,93 m/s
(17)  μ pυ = 0,3 x 0,027 x 3,93 = 0,032 [kg.m/(mm2.s)]
(18) 0,032 < 0,1 (pendinginan alamiah), 0,06 (pemakaian terus-menerus)
Pemakaian terus-menerus dengan  μ pυ  = 0,32 [kg.m/(mm2.s) adalah cukup
lama
(19) Asbes (pasta)
l 1 = 950 mm, b = 50 mm, h = 127 mm
Kopling Tak Tetap dan 8

3.8 Rem Blok Ganda


Telah disinggung di atas bahwa rem blok tunggal agak kurang menguntungkan
karena drum mendapat gaya tekan hanya dalam satu arah hingga menimbulkan
momen lentur yang besar pada poros serta gaya tambahan pada bantalan.
Kekurangan tersebut dapat diatasi jika dua blok rem yang menekan drum dari dua
arah yang berlawanan, baik dari sebelah dalam atau dari sebelah luar drum. Rem
semacam ini disebut rem blok ganda (gambar 3.17). Rem dengan blok yang
menekan dari luar dipergunakan untuk mesin-mesin industri dan kereta rel yang ada
 pada umumnya digerakkan secara pneumatic, sedangkan yang menekan dari dalam
dipakai pada kendaraan jalan raya yang digerakkan secara hidrolik.

Gbr. 3.17 Rem blok ganda

dalam pembahasan berikut ini hanya akan ditinjau rem blok ganda yang
menekan dari luar, sedang yang menekan dari dalam akan dibicarakan pada pasal
3.9. Mengenai table-tabel dan rumus-rumus, disini dapat dipakai table dan rumus
dari rem blok tunggal.
Karena dipakai dua blok rem, maka momen T  yang diserap oleh rem dapat
dinyatakan dengan rumus-rumus dibawah ini, dengan catatan bahwa besarnya gaya
rem dari kedua blok harus sama atau hampir sama. Dalam gambar 3.18, jika
masing-masing gaya rem adalah f dan f’ dan gaya pada tuas adalah Q dan Q’ , maka
 f ≈ f’ ; Q = Q’
T = f x (D/2) + f’ x (D/2) ≈ fD  (3.45)
atau
T =  μQ(D/2) + μQ’(D/2) ≈  μQD  (3.46)

Gbr. 3.18 Notasi untuk rem blok ganda


Kopling Tak Tetap dan 8

Jadi, dibandingkan dengan persamaan (3.37), besarnya momen T  adalah dua kali
lipat.
Di dalam gambar 3.18, tuas  A ditumpu oleh piston C dari silinder pneumatic.
Jika udara tekan  B dibuang ke atmosfir, A akan jatuh karena pemberat F.  Dengan
demikian  B  akan tertarik ke bawah dan memutar tuas C  (disebut engkol bel).
Gerakan ini akan menarik D dan E ke kanan dan mendorong E ke kiri.
Disini dianggap bahwa gaya Q yang dikenakan dari drum pada E adalah sama
dengan gaya Q’ pada E’. 
Q dapat dihitung dengan perbandingan tuas sebagai berikut
Q = F  a + a' c e + e'
 x  x   (3.47)
x
a' c' e'

Momen rem T  (kg.mm) dapat diperoleh dari rumus di atas dan persamaan
(3.45), dan daya rem P B   (kW) dapat dihitung dari putaran drum rem n1 (rpm).

 P B  = Tn1 '


  (4.48)
9,74 x 105

Perhitungan kapasitas rem dan blok rem adalah sama seperti rem blok tunggal,
karena sederhananya perhitungan ini, maka di sini tidak akan dibuat diagram aliran.

[Contoh 3.6] Pada rem blok ganda seperti diperlihatkan gambar 3.18, dimisalkan a
= 520 mm, a’ = 80 mm, c = 80 mm, c’ = 160 mm, e = 300 mm, e’ =300 mm dan
D = 600 mm. Jika berat F adalah 60 kg dan putaran drum rem adalah 100 rpm,
 berapakah besar daya (kW) yang dapat direm? Dalam hal ini ambilμ = 0,25

[Penyelesaian]
520 + 80 160 300 + 300
Q = 60 x  x  x = 1800 kg
80 80 300
T = 0,25 x 1800 x 600 = 170000 kg.mm
2,7 x 105  x 100
 P  = = 27,7 kW
5
9,74 x 10

3.9 Rem Drum


Rem untuk otomobil umumnya berbentuk rem drum (macam ekspansi) dan
rem cakram (disk). Rem drum mempunyai cirri lapisan rem yang terlindung, dapat
menghasilkan gaya rem yang besar untuk ukuran rem yang kecil dan umur lapiran
rem cukup panjang. Suatu kelemahan re mini adalah pemancaran panasnya buruk.
Blok rem dari re mini disebut sepatu rem karena bentuknya yang mirip sepatu.
Gaya rem tergantung pada letak engsel sepatu rem dan silinder hidrolik serta arah
putaran roda.
Biasanya, macam seperti ini yang diperlihatkan dalam gambar 3.19(a) adalah
yang terbanyak dipakai, yaitu yang memakai sepatu depan dan belakang. Pada
rem macam ini, meskipun roda berputar dalam arah yang berlawanan, gaya rem
tetap
 besarnya. Rem dalam gambar 3.19(b) memakai dua sepatu depan, dimana gaya rem
Kopling Tak Tetap dan 8

dalam satu arah putaran jauh lebih besar daripada dalam arah yang berlawanan.
Juga terdapat macam yang diperlihatkan dalam gambar 3.19(c) yang disebut duo-
servo.

Gbr. 3.19 Macam-macam rem drum

Dalam hal sepatu rem seperti yang diperlihatkan dalam gambar 3.20(a), disebut
sepatu berengsel dan sepatu yang menggelinding pada suatu permukaan seperti
dalam gambar 3.20(b), disebut sepatu mengambang. Macam yang terdahulu
memerlukan ketelitian yang lebih tinggi dalam pembuatannya.
Untuk merencanakan rem drum, pada umumnya perhitungan yang sederhana
seperti diberikan dalam contoh di bawah ini dapat diikuti untuk memperoleh ukuran
 bagian-bagian yang bersangkutan serta gaya untuk menekan sepatu.

Gbr. 3.20 Sepatu berengsel dan sepatu mengambang

[Contoh 3.7] Sebuah rem otomobil seperti diperlihatkan gambar 3.21, mempunyai
ukuran sebagai berikut : a = 162 mm, b = 77 mm, e = 86 mm, dengan  μ = 0,38.
Tentukan gaya F (kg) untuk mengembangkan sepatu rem dan mendapatkan gaya f
=
 f l  + f t = 647 kg. Gaya f diperoleh dengan perhitungan seperti di bawah ini.

Gbr. 3.21 Rem drum


Kopling Tak Tetap dan 10

Pilihlah bahan lapisan rem, dan tetapkan koefisien gesek serta tekanan
 permukaannya menurut Tabel 3.6.
Tentukan sudut kontak θ   (º), dan celah δ (mm) antara permukaan lapisan dan
drum rem. Kemudian hitung eμθ     .
Gaya tarik F1  (kg) pada sisi tarik pita dan gaya tarik F2  (kg) pada sisi lain adalah
F0 = F1 – F2 ; F1/F2 = eμθ   
Maka
eμθ 
 F  =  F 
1 eμθ  − 1 1 e

 F2  =  F e  
eμθ  −1 (3.82)

Lebar rem untuk derek kecil diperlihatkan dalam tabel 3.7. Untuk drum rem
dengan diameter yang lebih besar terdapat lebar rem sampai 150 mm atau pita dapat
dililitkan dua kali.

Tabel 3.7. Tebal dan lebar rem

Pilihlah lebar rem, dan tentukan tekenan rem maksimum pmax (kg/mm2), tekanan
rem minimum pmin  (kg/mm2) dan tekanan rem rata-rata pm  (kg/mm2) dari rumus-
rumus berikut ini :
 pmax = F1 /(D Rb R /2)  (3.83)
 pmin = F2 /(D Rb R /2) (3.84)
 pm = (pmax + pmin ) 2 (3.85)

Periksalah apakah pmax terletak dalam daerah tekanan rem menurut Tabel 3.6, dan jika
ternyata terlalu besar, perbesar lebar rem b R.
Hitunglah kapasitas rem μ p  mν   [kg.m/(mm2s)] dan periksalah apakah harga
ini lebih rendah daripada harga batas yang diberikan di dalam bagian rem blok
tunggal.
Hitunglah panjang dan langkah tuas, dan periksalah apakah hasilnya sesuai
dengan ketentuan yang diberikan.
Jika hasi-hasil di atas dipandang cukup memuaskan, selanjutnya rencanakan pita
dan kelingan.
Pilihlah baha-bahan dan masing-masing kekuatan tariknya. Sebagai faktor
keamanan, ambillah dasar 75 % dari batas kelelahan atau batas mulur (σB  x 0,45)
untuk tegangan tarik dan 40 % dari (σB  x 0,45) untuk tegangan geser. Besarnya
Kopling Tak Tetap dan 10

faktor keamanan adalah 1/(0,45 x 0,75) ≈ 3 dan 1/(0,45 x 0,4) ≈ 5,6. Tetapkan
faktor keamanan akhir dengan mengalikan harga di atas dengan mengalikan harga di
atas dengan 1,2 sampai 2,0 sesuai dengan kondisi masing-masing.
Setelah tegangan tarik yang diizinkan σa   (kg/mm2) dari pita dan tegangan geser
yang diizinkan dari paku keling τ’   a (kg/mm2) ditentukan, tetapkan diameter dan
susunan paku keling sedemikian rupa hingga tidak terlalu banyak mengurangi luas
 penampang efektif pita. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa lubang paku sedikit
lebih besar dari pada diameter paku. Pita d p  adalah diameter paku (mm) dan z adalah
 jumlah paku, maka
 F1  = τ ’ a (π/4) d 2 z   (3.86)
 
Karena gaya tidak terlalu dapat dikenakan pada z  paku keling secara merata,
maka perlu diperhitungkan efisiensi sambungan keling η  p (Tabel 3.8).

Tabel 3.8 Efisiensi kelingan (Diameter paku keling


10 – 30 mm, tebal plat dalam mm)
 z’ = z/η    p  (3.87)
 F1  = d z’)t  
'
(3.88)
σ a(b R -
 
Dimana '
adalah diameter lubang paku (mm). Dari persamaan di atas tebal plat t

(mm) dapat dihitung. Tebal plat ini terletak antara 2 sampai 4 (mm) ; jika kurang
tebal dapat dipakai dua plat yang ditumbuk.
Untuk pita dapat dipakai bahan dari baja konstruksi umum yang luwes (SS41)
atau baja pegas (SUP). Dalam hal ini tebal plat juga terletak antara 2 sampai 4 mm.
Untuk paku, dipakai baja rol untuk paku (SV).
Perhitungan yang sama dapat pula dilakukan untuk sisi F2  .

[Contoh 3.9] Rencanakan sebuah rem pita untuk sebuah derek dengan beban angkat
2000 kg, putaran drum 29 rpm, diameter drum 400 mm, diameter drum dengan lilitan
kabel 3 lapis 470 mm dan diameter drum rem 720 mm.

[Penyelesaian]
(1) W = 2000 kg, D = 400 mm = 0,4 m
D’ = 470 mm – 0,47 m, n p = 29
rpm
(2) Jika η = 0,8, maka
Kopling Tak Tetap dan 10
Kopling Tak Tetap dan 10

Anda mungkin juga menyukai