Anda di halaman 1dari 20

KONFLIK POLITIK DI TEMPAT KERJA: DAMPAK YANG DIHASILKAN DAN

SOLUSI TERHADAP TERJADINYA KONFLIK


Dosen pengampu : Prof. Pius Suratman Kartasasmita, Drs., M.Si., Ph.D.

Diajukan guna Memenuhi Nilai Ujian Akhir Semester (UAS)


Disusun oleh:

Nabilla Humaira - 6072101017


Konflik Organisasional dan Negosiasi A

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

Pada saat ini, sebuah organisasi dituntut untuk bisa beradaptasi dengan segala perubahan
yang terjadi untuk menghindari adanya konflik yang terjadi dalam lingkungan organisasi. Selain
menjadi suatu konsep dasar dari politik, konflik juga akan selalu melekat dengan interaksi
manusia yang memungkinkan munculnya sebuah kesalahpahaman. Membahas mengenai konflik
politik tentu hal ini bisa terjadi dimana saja dan tidak bisa dihindari. Konflik, persaingan,
pertentangan adalah hal yang tidak dapat dihilangkan dalam budaya organisasi, sebab suatu
konflik dapat terjadi dimana saja dan bisa menyangkut beberapa permasalahan. Konflik politik
merupakan fenomena yang muncul dari berbagai pandangan yang berbeda sehingga menarik
perhatian setiap orang untuk membuat perselisihan antara kedua belah pihak atau lebih. Dalam
menyelesaikan suatu konflik tentu harus dilandaskan sebuah aturan atau norma yang ada dalam
suatu organisasi itu sendiri. Hal ini dilakukan agar tidak banyak pihak yang merasa dirugikan
saat menyelesaikan suatu konflik.
Kemudian jika membahas sebuah politik dalam sebuah organisasi, hal ini dapat dikatakan
sangat penting karena adanya suatu proses yang mempengaruhi perilaku dari masing-masing
individu dalam suatu organisasi tersebut. Menurut para ahli, salah satunya adalah Kreitner (2006)
mengatakan bahwa keterampilan politik muncul karena adanya sebuah ketidakpastian dalam
suatu organisasi dalam membuat keputusan bersama serta tidak memiliki tujuan yang jelas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya politik dalam sebuah organisasi diadakan akibat
pemahaman daring beberapa individu yang berbeda sehingga politik berperan untuk mengatur itu
semua agar tidak melewati batas aturan dalam suatu organisasi tersebut.
Munculnya sebuah konflik politik dalam sebuah organisasi atau tempat kerja tentu akan
banyak sekali pengaruh terhadap kinerja karyawan. Hal ini tentu dikatakan sebagai dampak dari
adanya konflik politik. Sebab konflik politik sendiri akan bertambah besar jika terus dibiarkan,
maka dari itu dibutuhkannya seorang pemimpin yang dapat menemukan solusi dari segala
permasalahan yang dihadapi. Selain berpengaruh terhadap kinerja karyawan, tentu juga akan
menghambat tingkat produktivitas organisasi yang mana hal ini termasuk sebagai dampak negatif
dari sebuah konflik. Konflik politik dalam konteks perusahaan dapat mencakup perselisihan dan
ketegangan yang terjadi antara individu atau kelompok dalam organisasi yang disebabkan oleh
perbedaan kepentingan, tujuan, atau pandangan politik mereka. Konflik politik dalam perusahaan
dapat berkaitan dengan pengambilan keputusan, alokasi sumber daya, kebijakan perusahaan, atau
pemilihan pemimpin.1
Faktor-faktor yang memicu munculnya sebuah konflik politik tentu tidak sedikit, sebab
hal ini melibatkan banyak beberapa individu dengan opini yang berbeda-beda. Faktor-faktor
tersebut contohnya seperti kepemimpinan yang kontroversial, perbedaan pandangan politik,
persaingan sumber daya manusia, dan lain sebagainya. Dampak dari konflik politik dalam
1
Zulifah Chikmawati, “Pengaruh Konflik terhadap Produktivitas Karyawan” diakses dari
http://jp.feb.unsoed.ac.id/index.php/sca-1/article/viewFile/1241/1354 Pada 16 Juni 2023 pukul 17.23
perusahaan dapat mencakup tingkat produktivitas yang menurun, tingkat kinerja karyawan yang
memburuk, kerugian finansial, ketidakstabilan organisasi, atau bahkan pemecatan karyawan.
Oleh karena itu, manajemen perusahaan perlu mengelola konflik politik dengan baik melalui
pendekatan yang inklusif, dialog terbuka, penyelesaian konflik, dan kebijakan yang adil.2
Konflik dalam suatu organisasi juga dikatakan berbahaya terhadap kesehatan mental karyawan
dan bisa menyebabkan tingkat stres yang berlebih. Dengan rasa stres yang berlebih maka tidak
akan menutup kemungkinan jika kinerja karyawan akan memburuk dan bahkan bisa lebih itu
seperti meninggalkan rasa tanggung jawab. Sehingga pada paper ini akan membahas bagaimana
awal mula terjadinya suatu konflik, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan konflik, dampak
apa yang diberikan serta pemberian solusi atas masalah yang dibahas.

BAB II
PEMBAHASAN

Membahas mengenai suatu konflik politik di suatu tempat kerja cenderung akan
mencakup banyak faktor serta dampak yang diberikan. Seperti yang sudah diketahui bahwa suatu
konflik akan selalu keterkaitan dengan interaksi sosial sejumlah individu. Sebab awal mula suatu
konflik dapat terjadi ialah terjadinya interaksi antar individu atau antar karyawan dengan
persepsi yang tentu berbeda-beda. Konflik politik di tempat kerja dapat menjadi sebuah konflik
besar bagi organisasi. Ketika beberapa individu memiliki pendapat politik yang berbeda dan
saling bersaing untuk memperebutkan kekuasaan, hal ini akan terjadinya pertikaian konflik yang
melibatkan banyak individu. Sehingga hal tersebut dapat memicu terjadinya konflik politik di
tempat kerja. Hal ini dapat berdampak pada tingkat produktivitas dan kinerja anggota dan perlu
diingat bahwa umumnya politik tidak bisa dihindari, namun penting bagi semua anggota dalam
sebuah organisasi untuk menjaga hubungan interaksi satu sama lain secara terbuka, jujur dan
adil.
Perilaku politik dalam mendukung organisasi tentu berkaitan dengan sikap dan perilaku
anggota organisasi itu sendiri. Dukungan organisasi yang dirasakan untuk perilaku politik
mengacu pada persepsi karyawan tentang bagaimana organisasi mereka mendukung perilaku
politik. Dalam konteks ini, perilaku politik dipahami sebagai aktivitas yang ditujukan untuk
mempengaruhi distribusi sumber daya, proses pengambilan keputusan, atau dinamika kekuasaan
dalam organisasi. Untuk mengurangi terjadinya suatu konflik maka upaya yang harus dilakukan
oleh para atasan adalah membuat beberapa kebijakan yang harus ditaati serta membuat beberapa
pelatihan guna menambah kegiatan karyawan dan bisa membuat para karyawan fokus untuk
mengembangkan masing-masing kemampuannya. Namun hal ini perlu diperhatikan juga tingkat
kenyamanan para karyawan agar tidak membuat rasa stres yang meningkat. Selain
memperhatikan kualitas kinerja karyawan, penting sekali para atasan juga memperhatikan
kenyamanan serta kesehatan para karyawannya. Untuk menghasilkan kinerja yang berkualitas,

2
Suripto. “Analisis Penyelesaian Sengketa atau Konflik Politik” diakses dari
https://ejournal.ipdn.ac.id/JP/article/view/503/319 Pada 16 Juni 2023 pukul 18.47
maka para karyawan harus diberikan rasa kenyamanan untuk mereka agar bisa menjalankan
tanggung jawabnya dengan maksimal. Jika banyaknya karyawan yang mengalami rasa stres yang
meningkat juga akan menjadi sebuah pemicu untuk terjadinya suatu konflik karena kualitas
kinerja yang dihasilkan menjadi menurun. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya motivasi
terhadap semangat kerja karyawan dan akan mempengaruhi sikap emosional mereka menjadi
tidak stabil. Sehingga dapat dikatakan dengan hilangnya motivasi dan rasa stres yang meningkat
akan menyebabkan suatu konflik baik antar individu maupun kelompok akibat ketidakstabilan
emosional.
Psikologi sosial politik tempat kerja adalah upaya yang penting untuk bisa saling
memahami hubungan antar individu dalam konteks agama, motivasi, persepsi dan pembentukkan
sikap kedisiplinan. Psikologi politik sendiri memang diterapkan dalam menangani konflik di
tempat kerja, sebab banyak tindakan yang bisa ditangani seperti, kekerasan etnis, perilaku etnis
dan pengambilan keputusan. Psikologi politik di tempat kerja juga dikatakan berfokus pada
interaksi, kekuasaan, pengaruh dan persaingan antar rekan kelompok. Ketika organisasi berusaha
mencegah terjadinya konflik, maka hal ini dapat dikatakan kemungkinannya akan kecil. Sebab
dalam mengelola suatu organisasi tentu membutuhkan banyak individu untuk menentukan
keputusan, yang mana akan terkumpulnya persepsi atau pandangan yang berbeda-beda dari
masing individu. Persepsi yang berbeda ini nantinya akan menjadi sebuah solusi dalam hal
pembuat keputusan. Akan tetapi persepsi yang berbeda-beda tidaklah mudah untuk bisa diterima
semua individu/kelompok sebab akan ada saja yang tidak menyetujuinya.
Selain hubungan antara individu dan kelompok, budaya organisasi merupakan bagian
penting lain dari perilaku organisasi. Budaya perusahaan mencerminkan nilai, norma,
kepercayaan, dan praktik yang digunakan dalam organisasi. Budaya yang kuat dan positif dapat
membentuk perilaku karyawan dan menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif.
Secara umum, hubungan antara individu dan kelompok merupakan topik penting dalam
pembahasan perilaku organisasi. Interaksi, komunikasi, kerjasama dan konflik dalam konteks
kelompok dan budaya organisasi berdampak signifikan terhadap dinamika dan kinerja organisasi.
Memahami dinamika ini dan mengelola hubungan secara efektif dapat membantu organisasi
mencapai tujuan mereka dengan lebih baik. Penting sekali dalam meningkatkan kesejahteraan
karyawan dalam suatu tempat kerja. Hal ini akan sangat membantu untuk memperkenalkan
organisasi kepada masyarakat dan juga para pesaing. Menciptakan lingkungan kerja yang
kondusif dan membina hubungan antar karyawan akan meningkatkan kesejahteraan lingkungan
organisasi itu sendiri. Dalam mengelola politik organisasi untuk meningkatkan kesejahteraan
tempat kerja, penting bagi organisasi untuk memastikan kebijakan yang adil, transparan, dan
konsisten.
Menurut Wong et al (2020) ia mengatakan bahwa tidak peduli siapa yang akan
memimpin suatu organisasi, sebab penanganan konflik yang baik dapat menguntungkan
organisasi. Dan sebaliknya, konflik yang tidak ditangani dengan baik dan muncul secara publik
dapat merugikan organisasi itu sendiri. Oleh karena itu, agar tujuan organisasi dapat dicapai
tanpa adanya suatu kendala atau hambatan, manajer atau pimpinan organisasi harus mampu
mengelola konflik dengan baik. Lalu pada kondisi ini lah suatu awal mula konflik dapat terjadi di
sebuah organisasi atau tempat kerja. Seperti yang sudah disebutkan di awal bahwa terdapat
beberapa faktor yang memicu terjadinya konflik politik dalam suatu organisasi yaitu sebagai
berikut:
1. Kepemimpinan yang kontroversial
Pemimpin yang kontroversial biasanya mereka selalu membuat suatu ide atau
kebijakan yang menantang dan umumnya tidak terpikirkan oleh kebanyakan orang.
Pemimpin yang selalu melakukan tindakan kontroversi terkadang juga dibutuhkan oleh
banyak orang untuk membuat perubahan yang besar. Sebab pemimpin yang seperti itu lah
yang tentu berani mengambil segala resiko akan terjadinya suatu konflik. Mereka tidak
akan mengambil pusing dengan konflik seperti apa yang akan muncul akibat dampak dari
tindakan atau ide yang mereka keluarkan. Resiko terjadinya konflik kemungkinan besar
akan terjadi, karena akan banyak masyarakat yang memiliki persepsi yang berbeda-beda,
entah ada yang menyetujuinya bahkan adapun yang tidak menyetujuinya. Pro kontra
seperti ini sudah biasa dijumpai di dalam suatu organisasi, karena kita tidak bisa
melarang seseorang untuk tidak berpendapat. Namun jika pemimpin dapat
mengembangkan tindakan kontroversial tersebut, justru organisasi akan tetap terus
berkembang.
Lalu jika pemimpin tidak berani untuk mengambil tindakan kontroversial,
biasanya organisasi yang mereka kelola akan tetap stabil namun bisa terjadi bahwa
mereka tidak dapat berkembang. Hal ini dapat dikatakan karena biasanya mereka tidak
berani mengambil resiko dan tidak mampu menghadapi segala perubahan yang ada.
Sehingga dengan adanya seorang pemimpin yang kontroversial pun tidak selalu
dipandang buruk oleh kebanyakan orang yang memang melek terhadap kemajuan.
Walaupun hal tersebut akan menjadi sebuah faktor pemicu munculnya pertikaian konflik
politik dalam suatu organisasi.3

2. Perbedaan pandangan politik


Dalam sebuah organisasi tidak jarang bahwa masyarakat menyebutnya sebagai
wadah politik untuk anggota-anggota di dalamnya berebut kepentingan dan juga
kekuasaan. Hubungan interaksi antar individu atau kelompok pada suatu organisasi akan
selalu terpengaruh pada hal kekuasaan kepentingan, sebab kegiatan seperti ini tidak dapat
dicegah oleh siapapun termasuk atasannya. Bahkan tidak jarang, seorang manajer juga
terlibat untuk terus meningkatkan kekuasaan mereka dalam organisasi yang mereka
kelola. Namun dalam kegiatan politik tersebut, sejumlah individu harus tetap
memperhatikan norma aturan dalam organisasi tersebut dan memahami bagaimana etika
berpolitik yang baik dan tidak mengandung sifat memaksa. Terlebih kebanyakan
masyarakat menganggap perpolitikan adalah hal yang sangat licik dan bermain kotor,

3
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, “Kontroversial Seorang Pemimpin” diakses dari
https://uin-malang.ac.id/r/140101/kontroversial-seorang-pemimpin.html pada 23 Juni 2023 pukul 13.13
namun tetap saja sebagian dari mereka tidak bisa menolak dan akan terus terkait dengan
politik yang mana dikatakan sebagai alat untuk menjalin hubungan dengan beberapa
individu yang memang harus dijalankan selama mereka berinteraksi atau menjalin
hubungan kelompok.
Politik dalam organisasi juga bisa dikatakan memiliki pengaruh yang positif.
Misalnya seperti dengan adanya politik tersebut maka dapat mempengaruhi diskusi dan
perdebatan yang konstruktif, yang dapat meningkatkan kemajuan organisasi. Namun
tetap harus diingat bahwa politik dapat dikatakan membawa pengaruh buruk yang mana
bisa menjadi pemicu untuk terjadinya konflik antar individu untuk melakukan korupsi
bahkan nepotisme. Sehingga penting bagi sejumlah individu dalam sebuah organisasi
untuk selalu mengutamakan kejujuran serta mampu menjaga hubungan interaksi yang
baik dengan sejumlah individu atau kelompok lainnya. Sebab hal ini dilakukan demi
menjaga politik organisasi agar organisasi itu sendiri dapat berkembang.4

3. Persaingan sumber daya manusia (SDM)


Setiap organisasi akan selalu terjadinya persaingan ketat antar individu atau
anggota dalam memperebutkan kekuasaan yang bisa memicu terjadinya konflik politik.
Di tempat kerja, setiap karyawan pasti memiliki kemampuan dan tugasnya yang
masing-masing berbeda. Hal ini tentu menjadi pemicu tiap karyawan untuk berusaha
memberikan kontribusi yang besar dalam kualitas kinerja yang baik. Sebab kualitas
kinerja yang baik akan sangat menguntungkan bagi perusahaan atau organisasi itu
sendiri, sehingga banyak karyawan yang berkompetisi atau bersaing dalam pemberian
kontribusi yang bagus agar para atasan dapat memberikan feedback yang baik serta
memberikan gaji yang sepadan. Namun sebuah kompetisi atau persaingan yang ketat
terkadang menimbulkan perpecahan hubungan antar karyawan yang mana mereka
memiliki tekad yang besar untuk bisa mengalahkan satu sama lain. Sehingga hal ini
menjadi sebuah pemicu terjadinya konflik politik dalam tempat kerja. Akan tetapi ada
juga persaingan yang sehat yang mana karyawan akan bersama-sama atau melakukan
kolaborasi untuk memberikan kontribusi yang baik dalam membuat inovasi baru guna
menjaga kualitas perusahaan atau organisasi tersebut.
Untuk persaingan yang tidak sehat biasanya mereka tidak lagi memakai akal
untuk bersaing, sebab mereka sudah tidak memikirkan orang lain lagi dan hanya berfokus
pada kepentingannya sendiri. Dan terkadang suatu perusahaan akan membiarkan
karyawannya untuk bersaing walaupun sudah tidak sehat, karena perusahaan akan tetap
mendapatkan keuntungan.5 Hal ini tergantung kepada atasan, karena atasan yang bijak

4
Siswanto, “Politik dalam Organisasi (Suatu Tinjauan Menuju Etika Berpolitik) diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/22536-ID-politik-dalam-organisasi-suatu-tinjauan-menuju-etika
-berpolitik.pdf pada 23 Juni 2023 pukul 14.24
5
Djajendra, “Persaingan antar Karyawan di dalam Perusahaan” diakses dari
https://www.kompasiana.com/djajendra.com/5519a9bf813311ce799de0c8/persaingan-antar-karyawan-di-
dalam-perusahaan pada 24 Juni 2023 pukul 13.01
tidak akan membiarkan persaingan yang tidak sehat dalam perusahaannya. Menurut
seseorang yang hanya peduli dengan kepentingannya saja, terkadang mereka berpikir
bahwa berkompetisi adalah aktivitas untuk saling menunjukkan kehebatannya
masing-masing dan bahkan tidak jarang seorang karyawan yang merendahkan
kemampuan karyawan lain ketika mereka kalah dalam bersaing. Sehingga hal ini perlu
dihindari dalam perusahaan karena walaupun menguntungkan, namun tetap saja akan
terjadinya penghambatan dalam perkembangan perusahaan itu sendiri. Jika para atasan
membiarkan terjadinya persaingan yang tidak sehat, maka mereka menunjukkan bahwa
tata kelola perusahaan tersebut sangat lah tidak sehat dan masyarakat akan menilai citra
perusahaan tersebut sangat buruk.

Selain faktor atau pemicu terjadinya konflik politik, maka adapun dampak yang diberikan dari
terjadinya konflik yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat produktivitas yang menurun
Akibat terjadinya konflik di suatu perusahaan, maka hal ini sangat mempengaruhi
kegiatan produktivitas menjadi terhambat. Ketika karyawan terlibat dalam suatu konflik
atau merasa terganggu dengan konflik yang terjadi maka bisa mempengaruhi kefokusan
mereka saat melakukan pekerjaannya. Terjadinya konflik dalam suatu organisasi tentu hal
ini akan mempengaruhi emosional seseorang yang tidak stabil. Ketidakstabilan itu lah
yang akan membuat seorang karyawan menjadi tidak termotivasi untuk melakukan
pekerjaannya dengan baik. Seperti yang kita tahu bahwa disaat seseorang ingin
berkontribusi menuntaskan pekerjaannya, biasanya mereka harus memiliki rasa semangat
dan motivasi yang tinggi. Sebab dengan begitu akan mempengaruhi kualitas kinerja dan
tingkat produktivitas mereka menjadi bertambah.
Ketika suatu konflik masuk ke dalam tempat kerja, para karyawan yang bekerja
pun akan merasa terganggu dan suasana tempat kerja akan menjadi tegang. Ketegangan
dan ketidakstabilan emosional karyawan lah yang akan menjadi penghambat bagi mereka
dalam melakukan kegiatan produksi dan lain sebagainya. Maka dari itu, para atasan atau
manajer harus sebisa mungkin menjaga tata kelola perusahaan atau organisasi agar
mencegah para bawahan untuk melakukan konflik pertikaian. Terlebih dalam suatu
organisasi, tentu akan terjadinya persaingan yang ketat dan akan mempengaruhi
karyawan untuk mendahulukan kepentingan kekuasaan. Hal tersebut hanya bisa dicegah
melalui kebijakan para atasan dalam membuat aturan khusus bagi semua karyawan
perusahaan itu sendiri. Dengan adanya aturan yang ketat, akan memungkinkan tidak
terjadinya konflik politik di tempat kerja. Sehingga tingkat produktivitas perusahaan akan
tetap stabil atau bahkan mengalami kenaikkan.

2. Tingkat kualitas kinerja karyawan yang memburuk


Konflik politik pada suatu organisasi akan sangat berbahaya dalam hal kualitas
kinerja karyawan. Dampak yang dihasilkan dari suatu konflik tidak selalu negatif bagi
perusahaan, hal ini tergantung bagaimana karyawan dan para atasan mengatasinya. Jika
suatu perusahaan dapat mengatasi dengan baik maka hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut sudah memiliki aturan dan tata kelola yang baik. Sisi positif yang
didapat dari suatu konflik yang terjadi adalah dapat menjadi bahan evaluasi bagi semua
karyawan dalam melakukan tanggung jawabnya dan mengajarkan mereka bagaimana
cara menyelesaikan masalah di tempat kerja. Namun kemungkinan besar, sisi negatif lah
yang lebih dominan, sebab konflik politik memiliki dampak negatif yang bisa
mempengaruhi berbagai aspek. Oleh karena itu dari dampak yang dihasilkan akan
membuat karyawan menjadi merasa stres ketika menyelesaikan pekerjaannya. Hal
tersebut lah yang akan mempengaruhi kualitas kinerja mereka menjadi menurun.
Dapat dikatakan bahwa sebelum terjadinya konflik politik yang mengakibatkan
kinerja memburuk, sebelumnya diawali dengan kerjasama tim yang tidak cocok akibat
perbedaan segi visi dan misi, sikap dan perilaku, dan cara berpikir. Untuk bisa bekerja
sama tim secara kompak, maka hal utama yang harus diperhatikan adalah visi dan misi
yang sama. Sebab ketika seseorang menentukan visi dalam mencapai suatu tujuan, hal
utama yang harus dilakukan adalah menyelesaikan suatu misi secara tepat. Dalam
menyelesaikan suatu misi secara mudah, upaya yang harus dilakukan tentu diawali
dengan kinerja yang baik. Kinerja yang baik akan mendukung kelancaran suatu visi dan
misi dapat tercapai. Dengan bekerja sama secara tim justru akan memudahkan suatu visi
dan misi dapat tercapai, namun hal ini perlu digaris bawahi yang mana hal tersebut akan
terbukti jika masing-masing anggota tim memiliki visi dan misi yang sama. Jika kedua
hal tersebut sudah berbeda, maka akan sulit mencapai suatu tujuan organisasi itu sendiri.
Kinerja karyawan akan meningkat jika seorang karyawan dapat bijak dalam
menyelesaikan peran dan tanggung jawabnya. Hal ini dilakukan agar terhindarnya dari
sebuah konflik pertikaian yang justru menjadi faktor atau pemicu dapat menurunkan
tingkat kualitas kinerja seorang karyawan.

3. Kerugian finansial
Pada sebuah perusahaan atau organisasi tidak menutup kemungkinan dapat
terjadinya resiko kerugian finansial. Kerugian finansial adalah resiko perusahaan yang
tidak dapat dicegah, yang mana hal ini sudah menjadi hal umum dalam mengelola
manajemen perusahaan. Kerugian finansial dalam sebuah organisasi dapat disebabkan
oleh beberapa faktor seperti tata kelola keuangan yang buruk, adanya kecurangan, atau
pun bencana alam yang tidak terduga. Sehingga untuk mengatur finansial tentu
memerlukan manajemen keuangan yang ketat agar terhindarnya dari kerugian. Sehingga
dapat dikatakan bahwa kerugian finansial adalah pengaruh atau dampak dari konflik.
Tidak heran apabila hal ini dapat terjadi karena seperti yang sudah disebutkan bahwa
terjadinya kerugian bisa disebabkan oleh adanya kecurangan yang mana hal ini dapat
menjadi kesalahpahaman dan bisa saja saling tuduh menuduh. Oleh karena itu dari
kejadian ini dapat diawali dari terjadinya suatu konflik dalam organisasi. Namun tetap
saja resiko terjadinya kerugian finansial tidak dapat dihindari sebab sangat sulit untuk
dicegah.
Kerugian finansial juga bisa dikatakan sebagai dampak awal dari terjadinya
kinerja karyawan yang menurun yang mana menyebabkan tingkat produktivitas menjadi
menurun. Sehingga akibat dari produktivitas dalam suatu organisasi yang menurun, hal
ini bisa mengurangi nilai pendapatan yang diperoleh dan pada akhirnya suatu perusahaan
atau organisasi tertentu bisa dengan mudah mengalami kerugian finansial. Oleh karena
itu dapat dikatakan juga bahwa kinerja karyawan yang memburuk adalah pemicu utama
yang bisa berakibat ke berbagai aspek dan sangat berpengaruh besar terhadap tingkat
produktivitas suatu organisasi. Hal ini perlu dijadikan sebagai fokus perhatian utama bagi
para atasan suatu organisasi untuk tetap memperhatikan tingkat stres dan hubungan antara
kerjasama tim karyawan agar terhindarnya dari kinerja yang memburuk. Apabila kinerja
karyawan yang memburuk maka kualitas perusahaan pun akan menurun dan akan dinilai
remeh oleh para pesaing. Hal tersebut dapat terjadi akibat ketidakstabilan suatu
perusahaan atau organisasi dalam berbagai aspek mulai dari tingkat produktivitas, tingkat
kinerja karyawan, tingkat pendapatan finansial, dan lain sebagainya. Dapat disimpulkan
bahwa ketika perusahaan atau organisasi mengalami kerugian maka dampak yang
diberikan sangat besar dan dapat menurunkan citra suatu perusahaan atau organisasi itu
sendiri.

4. Ketidakstabilan organisasi
Ketidakstabilan adalah situasi yang tidak stabil yang mana para karyawan tidak
dapat menjalankan tugasnya secara seimbang sesuai peran dan tanggung jawabnya.
Ketidakstabilan organisasi dapat disebabkan oleh adanya ketidakjelasan tujuan dan visi
dalam suatu organisasi yang mana karyawan dan anggota organisasi bisa merasa
kehilangan motivasi serta arah yang jelas dalam menjalankan tugas pekerjaan mereka.
Ketidakstabilan ini memungkinkan akan menyebabkan konflik internal antar karyawan
yang membuat mereka menjadi tidak dapat bekerja sama dengan baik. Selain adanya
ketidakjelasan dalam suatu organisasi, ketidakstabilan juga dapat disebabkan oleh
perubahan dalam lingkungan yang berubah secara cepat dan dinamis. Hal ini dapat
dicontohkan seperti terjadinya perubahan kebijakan organisasi secara cepat atau bahkan
persaingan sumber daya manusia (SDM) yang intens. Lalu dapat dikatakan juga bahwa
pemicu terjadinya ketidakstabilan adalah adanya perbedaan kepribadian antara tim
kelompok yang mana tidak bisa kerjasama tim secara baik yang menyebabkan hasil
kinerja mereka tidak maksimal dan visi misi suatu perusahaan pun tidak dapat dicapai.
Untuk mengatasi ketidakstabilan organisasi, penting sekali para atasan melakukan
evaluasi terhadap kinerja karyawan dan mengambil beberapa langkah lain yang tepat
termasuk memperbaiki interaksi antara atasan dan bawahan, membuat tujuan organisasi
yang jelas, mengembangkan sikap kepemimpinan dan manajemen serta memberikan
pelatihan kepada karyawan untuk belajar menghadapi segala perubahan lingkungan
organisasi yang terjadi. Dapat dilakukan juga untuk memperhatikan kemampuan
karyawan yang berbeda-beda. Upaya ini dilakukan agar ketika ditentukan untuk membuat
tim, para manajer perusahaan dapat mengelompokkan mereka sesuai kemampuan agar
para karyawan mengalami kecocokan satu sama lain dalam mencapai suatu visi dan misi
perusahaan. Dengan begitu hasil kinerja antar tim pun akan sangat maksimal dan
organisasi pun akan berjalan secara stabil dalam berbagai aspek.

5. Pemecatan sumber daya manusia (SDM)


Apabila seorang karyawan atau anggota organisasi sudah merasakan kenyamanan
dalam suatu organisasi maka biasanya mereka akan menjaga kualitas kinerja mereka
dengan baik. Upaya ini dilakukan oleh mereka untuk tetap membuktikan kepada para
atasan bahwa mereka masih bisa bertahan untuk bersaing dengan karyawan lain. Namun
tidak sedikit dari mereka, bahwa sebagian karyawan terkadang memiliki tingkat ego yang
tinggi yang mana mereka hanya fokus terhadap kepentingan sendiri demi persaingan
yang ketat. Hal ini lah yang dapat memicu terjadinya sebuah konflik dalam tempat kerja
atau organisasi akibat adanya persaingan yang ketat. Sehingga dapat dikatakan bahwa
terjadinya suatu konflik akibat persaingan yang ketat dapat berdampak pada pemecatan
sumber daya manusia secara paksa. Hal ini dapat berkaitan dengan sikap atau perilaku
masing-masing karyawan dengan melihat bagaimana mereka menyikapi segala
permasalahan sampai terjadinya persaingan. Seorang karyawan yang bijak dan
bertanggung jawab, mereka lebih memilih untuk mengembangkan kemampuan mereka
guna meningkatkan kualitas kinerja mereka dengan cara melakukan kolaborasi dengan
karyawan lain tanpa merasa takut terjadinya persaingan. Sehingga untuk menghindari
adanya pemecatan akibat suatu konflik adalah dengan dibuatnya beberapa aturan atau
kebijakan dalam suatu organisasi itu sendiri.
Pemecatan karyawan yang terjadi akibat suatu konflik maka dapat dikatakan jika
hal ini terjadi dari berbagai situasi mulai dari performa kerja yang buruk, melanggar suatu
kebijakan perusahaan, dan juga ketidakcocokan budaya. Lalu pentingnya mengetahui
bahwa pemecatan merupakan situasi yang serius dan memang harus dilakukan sesuai
dengan kebijakan yang sudah ditetapkan dalam perusahaan itu sendiri. Sebab dalam suatu
perusahaan tentu memiliki prosedur yang adil dan transparan yang memang harus
dijalankan sebagaimana mestinya. Namun karyawan yang sudah terkena dampak juga
masih memiliki hak kesempatan untuk bisa mengajukan banding jika tidak mendapatkan
keadilan. Sehingga penting pula untuk menyelesaikan suatu konflik terlebih dahulu
dengan cara mediasi sebelum pihak yang berwenang memutuskan untuk melakukan
pemecatan.

Dengan banyaknya dampak yang ditimbulkan dari adanya konflik pada suatu organisasi
maka adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menghindari atau mengurangi
dampak akibat terjadinya konflik politik:
1. Mendorong komunikasi terbuka dan transparansi
Komunikasi yang baik dapat mendorong kemajuan suatu organisasi atau
perusahaan tertentu. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang dilakukan secara
terbuka dan transparansi. Dengan diterapkannya komunikasi yang terbuka terhadap
seluruh karyawan berarti mereka dapat dengan mudah menyampaikan ide dan aspirasi
kepada para atasan dengan memperhatikan sikap keprofesionalan. Komunikasi yang
terbuka dan transparansi pada suatu perusahaan biasanya dilakukan saat pelaksanaan
meeting antara rekan-rekan karyawan dan atasan. Adanya komunikasi yang terbuka dan
transparansi dapat memberikan sikap penghargaan kepada para karyawan agar tingkat
motivasi terhadap semangat kerja dapat meningkat.6 Karena dengan adanya suatu bentuk
feedback atau penghargaan yang diberi akan menambah kualitas kinerja karyawan.
Sehingga dengan begitu akan mengurangi terjadinya suatu konflik antar karyawan. Hal
ini dapat dikatakan karena memungkinkan para karyawan untuk berfokus pada peran dan
tanggung jawabnya tanpa memikirkan isu-isu atau gosip antar karyawan yang terjadi
diluar urusan pekerjaan.
Dengan diberikannya kesempatan terhadap karyawan untuk melakukan
komunikasi yang terbuka juga akan meningkatkan hubungan interaksi baik antara rekan
kerja, rekan kelompok dan juga dengan para atasan. Ketika terjadinya hubungan interaksi
yang baik maka tingkat kerja sama tim pun akan menghasilkan kinerja yang maksimal
tanpa adanya suatu hambatan. Transparansi yang dilakukan juga bisa dijadikan sebagai
feedback untuk para karyawan bahwa mereka merasakan adanya keadilan yang diberikan
oleh para atasan. Keadilan sendiri adalah hal utama yang harus diperhatikan dalam suatu
organisasi atau perusahaan. Sebab jika karyawan tidak mendapat keadilan dapat
menyebabkan terjadinya konflik pertikaian antara atasan dan bawahan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa komunikasi yang terbuka dan transparan adalah upaya utama yang
penting diterapkan pada sebuah organisasi atau perusahaan.

2. Menetapkan ekspektasi yang jelas terkait kinerja karyawan


Pentingnya seorang manajer menetapkan ekspektasi yang jelas terhadap kinerja
para karyawan untuk meningkatkan produktivitas karyawan. Sebab seorang manajer atau
atasan yang baik adalah mereka yang memberikan kejelasan dengan memberikan arahan
atau pedoman kepada para karyawan agar dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan
arahan yang diberikan. Sehingga dibuatlah ekspektasi terhadap kinerja karyawan agar
bisa menjadi acuan kepada mereka untuk bisa menghasilkan kinerja yang maksimal dan
sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan harus benar-benar memahami tujuan yang
ditetapkan suatu organisasi atau perusahaan.
Selain penetapan ekspektasi maka hal yang harus dilakukan juga adalah tujuan
organisasi yang jelas, pemberian evaluasi dan juga feedback kepada karyawan. Hal ini

6
M. Ichsan Medina, “Mempraktekkan Komunikasi Terbuka dalam Tim dan Rasakan Manfaatnya” diakses
dari https://glints.com/id/lowongan/komunikasi-terbuka-adalah/ pada 29 Juni 2023 pukul 13.59
dilakukan agar para karyawan mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan agar sesuai
dengan pemenuhan ekspektasi perusahaan. Ekspektasi yang dibuat oleh atasan akan
sangat berguna bagi hubungan antara para atasan dan karyawan agar bisa meningkatkan
hubungan interaksi yang lebih erat.7 Sehingga dapat memudahkan mereka untuk saling
bertukar pikiran dan juga melakukan kolaborasi guna meningkatkan citra suatu
perusahaan itu sendiri. Untuk tercapainya pemenuhan ekspektasi maka manajemen
perusahaan juga harus memiliki kemampuan dalam menyampaikan arahan dan
komunikasi yang baik.

3. Menyediakan pelatihan SDM untuk mendukung keefektifan


Pelatihan atau training adalah hal yang penting dilakukan dalam sebuah
perusahaan untuk meningkatkan citra dan mutu perusahaan. Tidak hanya soal citra
perusahaan saja, namun dengan diberikannya sebuah pelatihan juga akan bermanfaat bagi
para karyawan untuk mengembangkan kemampuannya. Upaya ini dilakukan karena para
karyawan dituntut untuk meningkatkan kualitas kinerja agar bisa menghadapi pesaing
diluar sana.
Dalam kajian ini sudah membahas secara keseluruhan mengenai awal mula terjadinya
suatu konflik di tempat kerja yang mana dikatakan dapat diawali karena perbedaan persepsi dan
tingkat stres yang berlebih. Lalu membahas faktor-faktor apa saja yang menjadi pemicu mengapa
konflik politik di tempat kerja sangat memberikan dampak atau pengaruh yang besar terhadap
organisasi beserta anggotanya. Tidak lupa juga membahas mengenai dampak apa yang
diakibatkan oleh suatu konflik yang terjadi. Karena seperti yang sudah dijelaskan bahwa ketika
terjadinya konflik antara karyawan dalam sebuah organisasi maka akan sangat berpengaruh
terhadap kualitas kinerja yang menurun, tingkat produktivitas yang menurun sampai dengan citra
perusahaan yang memburuk. Sehingga hal ini perlu dihindari atau dicegah dengan beberapa
solusi yang sudah disebutkan. Solusi yang dilakukan tidak sepenuhnya dapat dilakukan dengan
baik karena hal ini kembali kepada situasi perusahaan itu sendiri bagaimana manajemen
perusahaan membuat kebijakan budaya organisasinya, bagaimana mereka menghadapi
situasional yang diakibatkan oleh konflik, dan juga dilihat dari seberapa bijak para karyawan
organisasi dalam penyelesaian masalah. Sebab jika situasi organisasi tidak mendukung
tercapainya pencegahan suatu konflik, maka akan sulit untuk dilakukan.
Organisasi yang mendukung adanya solusi terhadap pencegahan suatu konflik adalah
organisasi yang memiliki tata kelola manajemen yang baik. Hal ini juga memerlukan peran
manajer sebagai pemimpin suatu organisasi agar pemenuhan target organisasi dapat terpenuhi
tanpa adanya hambatan seperti munculnya sebuah konflik. Para atasan harus pandai menciptakan
suasana kerja yang kondusif, sehat dan transparan. Sebab jika ketiga hal tersebut tidak dapat
dilakukan, maka seorang karyawan pun akan menganggap remeh atas kontribusi mereka kepada
perusahaan atau organisasi itu sendiri. Maka peran selaku atasan atau manajer juga dikatakan

7
Linovhr, “Pentingnya Kejelasan Kinerja Bagi Karyawan” diakses dari
https://www.linovhr.com/pentingnya-kejelasan-kinerja-bagi-karyawan/ pada 29 Juni 2023 pukul 14.41
sebagai faktor pendukung terhadap pencegahan konflik di tempat kerja. Manajer yang
berkualitas juga akan menciptakan citra mutu kinerja karyawan dan perusahaan menjadi
berkualitas. Perlu mengingat bahwa setiap organisasi akan memiliki aturan kebijakan yang
berbeda-beda. Sehingga faktor, dampak serta solusi yang diberikan tidak bisa disamaratakan
terhadap semua organisasi. Namun secara umum, ketiga hal tersebut sudah terjadi di beberapa
organisasi tertentu. Oleh karena itu pada intinya, hal ini balik lagi kepada situasi organisasi itu
sendiri dan dilihat dari sikap perilaku terhadap manajer dan karyawannya. Serumit apapun
konflik yang terjadi, akan selalu ada solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Solusi tersebut
akan berguna jika suatu organisasi bijak terhadap pemilihan SDM dan tata kelola organisasi yang
ketat.

BAB III
KESIMPULAN

Dalam kajian ini, membahas konsep konflik politik terhadap suatu organisasi dan
adaptasinya terhadap berbagai faktor dan dampak yang mungkin timbul. Dapat disimpulkan
bahwa konflik merupakan fenomena yang muncul dari berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi fungsi berjalannya suatu organisasi. Konflik merupakan fenomena yang muncul
dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi berfungsinya suatu organisasi. Hal tersebut dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sifat organisasi, tingkat kekuasaan, tingkat sumber daya
organisasi, tingkat manajemen organisasi dan tingkat lingkungan internal organisasi.
Pada kajian ini juga saya selaku penulis membahas pentingnya mengatasi konflik dalam
suatu organisasi dengan mengatasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap fungsinya. Untuk
mengatasi konflik dalam suatu organisasi dapat mengarah pada fungsi organisasi yang lebih
efektif dan efisien. Sehingga dapat ditekankan bahwa pentingnya mengatasi konflik dalam suatu
organisasi untuk memastikan efektivitas dan efisiensinya. Dengan memperhatikan faktor-faktor
yang berkontribusi terhadap berfungsinya suatu organisasi untuk menciptakan organisasi yang
dapat secara efektif mengelola dan menyelesaikan konflik dalam organisasi. Konflik kepentingan
dalam suatu organisasi dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan produktivitas. Penting
untuk mengatasi masalah ini untuk memastikan bahwa organisasi tetap kompetitif dan efektif di
pasar yang kompetitif. Dengan mengatasi masalah ini, organisasi dapat mengelola sumber daya
mereka dengan lebih baik dan memastikan bahwa mereka mampu memenuhi permintaan
karyawan dan pelanggan mereka. Teks tersebut bertujuan untuk memberikan kerangka kerja
untuk memahami dan menangani konflik dalam suatu organisasi atau organisasi. Ini menekankan
pentingnya mengatasi konflik dalam suatu organisasi untuk memastikan bahwa tujuan organisasi
tercapai dan budaya organisasi dipertahankan.
Kajian ini juga membahas pentingnya komunikasi dan transparansi dalam mengatasi
konflik dalam suatu organisasi. Komunikasi yang jelas dan transparan dapat membantu
memotivasi dan menginspirasi karyawan, sedangkan transparansi dapat membantu menjaga
lingkungan kerja yang sehat. Mengatasi konflik dalam organisasi atau organisasi untuk
memastikan tujuan organisasi tercapai dapat dilakukan melalui pemberian umpan balik terhadap
karyawan. Lalu membahas pentingnya mengatasi konflik dalam suatu organisasi atau organisasi
untuk memastikan bahwa tujuan organisasi tercapai dan budaya organisasi dipertahankan. Hal ini
dapat dicapai melalui penggunaan berbagai cara, seperti menerapkan sistem komunikasi,
membangun struktur komunikasi yang jelas, dan menerapkan sistem penyelesaian konflik.
Kesimpulannya, kajian ini menekankan pentingnya mengatasi konflik dalam suatu organisasi
atau organisasi untuk memastikan bahwa itu berfungsi secara efektif dan efisien. Dengan
mengatasi konflik dalam organisasi atau organisasi, dimungkinkan untuk menciptakan
lingkungan kerja yang lebih produktif dan stabil yang memang menguntungkan baik terhadap
organisasi maupun karyawannya.
DAFTAR PUSTAKA

A, Avgar. 2020. “Integrating Conflict: A Proposed Framework for the Interdisciplinary Study of

Workplace Conflict and Its Management.” ILR Review 73(2):281-311.

Amarnani, R., Lawrence B, S., and A. D. Kramer. 2022. “The role of trust in workplace politics.”

Organizational Behavior 43(1):5-20.

Amarnani, R. K., Lawrence B, S., Kramer A, and D. 2022. “The Role of Trust in Workplace Politics.”

Organizational Behavior 43(1):5-2-.

Ambrose, M. L., Hess R, L., Ganesan S., and Pearlman K. 2023. “Organizational Politics and Abusive

Supervision: Examining The Role of Political Skill and Social Awareness.” Applied Psychology

107(1):84-97.

Anderson, D. 2022. “Political Skill and Employee Reactions to Organizational Politics.” Organizational

Behavior 43(1):21-40.

Aselage, J., and R. Eisenberger. 2022. “Perceived Organizational Support for Political Behavior:

Implications for Employee Attitudes and Behavior.” Applied Psychology 107(1):139-150.

Bamberger, P., and Belogolovsky E. 2022. “When do the costs of playing politics at work outweigh the

benefits?” Organizational Behavior and Human Decision Processes 167:141-157.

Basford, T., E., Schminke M, Neale M, and A. 2022. “Should I Stay or Should I go? Predicting Intentions

to Quit Through Workplace Politics and Perceived Organizational Support.” Applied Psychology

107(4):619-633.

Basford, T., Schminke M, and Neale M. A. 2022. “Should I stay or should I go? Predicting intentions to

quit through workplace politics and perceived organizational support.” Applied Psychology

107(4):619-633.
Bendersky, C., and J. L. Kray. 2022. “The Social Psychology of Workplace Politics.” Annual Review of

Organizational Psychology and Organizational Behavior.

Burke, J. R., L. C, and S. A. Antoniou. 2023. “Individuals and Groups.” The SAGE Handbook of

Organizational Behavior 3. SAGE.

C, Chen, C., Chiu S, F., Lin H, and C. n.d. “Managing Workplace Politics: A Model of Supervisor

Political Skill, Political Will, and Political Behavior.” Business Ethics 170(3):407-420. Accessed

05 10, 2023.

C, Peng A., Schaubroeck J., M., and Li Y. 2021. “Supervisors Organizational Embodiment and Employee

Perceptions of Fairness in Workplace Politics.” Applied Psychology 106(9):1213.

Chen, C., Chiu S, F., and Lin H. 2021. “Managing workplace politics: A model of supervisor political

skill, political will, and political behavior.” Business Ethics 170(3):407-420.

Chen, Z. X., W., and J. A. Zhong. 2022. “Abusive Supervisor Organizational Citizenship Behavior: The

Role of Workplace Politics and Power Distance Orientation.” Business Ethics 172(1):165-180.

Chikmawati, Zulifah. 2018. “Pengaruh Konflik Terhadap Produktivitas Karyawan.” Sustainabable

Competitive Advantage, (September).

http://jp.feb.unsoed.ac.id/index.php/sca-1/article/viewFile/1241/1354.

Cullen, Lester, Mathieu, J. E., and T. L. Rapp. 2021. “Workplace Politics and Affective Organizational

Commitment.”

D, Long M., and Schminker M. 2022. “Impression management and political skill.” Management

48(1):215-238.

Djajendra. 2012. “Persaingan antar Karyawan di dalam Perusahaan.” Kompasiana.com.

https://www.kompasiana.com/djajendra.com/5519a9bf813311ce799de0c8/persaingan-antar-karya

wan-di-dalam-perusahaan.

Eissa, G., and Hashisho Z. 2022. “When trust is broken: The role of employee-organization relationship

in the relationship between perceived organizational politics and outcomes.” Personnel Review.
Eissa, G., and Hashisho Z. 2023. “When trust is broken: The role of employee-organization relationship

in the relationship between perceived organizational politics and outcomes.” Personnel Review

51(4):1117-1140.

Farh, J. L., Chen, and Z. X. 2021. “Beyond The Individual Victim of Workplace Aggression:

Organizational Politics and Co-worker Aggression.” Applied Psychology 106(12):1575-1592.

Glavas, A., and L. Godwin. 2021. “The effects of political skill on workplace outcomes: A meta‐analytic

review and extension.” Organizational Behavior 42(5):443-465.

Glavas, A., and L. N. Godwin. 2021. “The effects of political skill on workplace outcomes.”

Organizational Behavior 42(5):443-465.

H, Hu, Wu C, H., Tian A, and W. 2022. “Political skill and employee well-being: The mediating roles of

role clarity and psychological safety.” Business Ethics 179(2):529-542.

H, Liao, and Chen M. 2022. “The role of leader political skill in employee innovative behavior.” Applied

Psychology 107(3):437.

H, Liao, Chen M, Chen C, and C. 2022. “The role of leader political skill in employee innovative

behavior: A multilevel study.” Applied Psychology 107(3):437-453.

Hu, H., and Tian a. w. 2022. “Political skill and employee well-being: The mediating roles of role clarity

and psychological safety.” Business 179(2):529-542.

Lam, L., W., Huang X, Janssen O, and Xu J. 2022. “Daily Workplace Politics and Well-Being.” Applied

Psychology 71(1):79-116.

Linovhr. 2016. “Pentingnya Kejelasan Kinerja Bagi Karyawan.” LinovHR.

https://www.linovhr.com/pentingnya-kejelasan-kinerja-bagi-karyawan/.

Liu, W., Li Y, Jia R, and Ma Q. 2021. “Subordinate political skill and promotability: The roles of leader

political skill and leader-member exchange.” Applied Psychology 106(10):1387-1404.

M, Aalto A., and Heponiemi T. 2022. “The impact of perceived organizational politics on health

complaints.” International Journal of Environmental Research and Public Health 19(1):243.


Medina, M.Ichsan. 2023. “Komunikasi Terbuka: Apa Itu, Manfaat, dan Cara Melakukan.” Glints.

https://glints.com/id/lowongan/komunikasi-terbuka-adalah/.

Morrison, E., W., and Y. Chen. 2021. “Perceived organizational support for one's own job: Implications

for politics perceptions, employee attitudes, and job performance.” Applied Psychology

106(2):186-200.

Nasrudin, A., H., Unsa F, F., Aini F, N., Arifin I, and Adha M. 2023. “Manajemen Konflik dan Cara

Penanganan Konflik Dalam Organisasi Sekolah.” Manajemen Pendidikan Islam 9(1):1-18.

Ozturk, M., B., Heponiemi T, and A. M. Aalto. 2022. “The impact of perceived organizational politics on

health complaints: The moderating role of organizational justice.” Environmental Research and

Public Health 19(1):243.

P, Bamberger, and Bologolovsky E. 2022. “When Do The Costs of Playing Politics Work Outweigh The

Benefits? Organizational Behavior and Human Decision Processes.” 167:141-157.

Pakar Kinerja. 2014. “Bagaimana Cara Mengukur Efektivitas Pelatihan – Training SDM ?” Pakar Kinerja

Sumber Daya Manusia.

https://pakarkinerja.com/bagaimana-cara-mengukur-efektivitas-pelatihan-training-sdm/.

Pellegrini, E., k., Long D, M., and Schminke M. 2022. “Impression management and political skill: An

investigation of political frame alignment.” Management 48(1):215-238.

R, Jia, and Ma Q. 2021. “The roles of leader political skill and leader-member exchange.” Applied

Psychology 106(10):1387-1404.

Rahmadani. n.d. “Upaya Mengelola Konflik di Tempat Kerja dan Relevansinya Terhadap Organisasi saat

ini.”

Siregar, F., A., and Usriyah L. 2021. “Peranan Komunikasi Organisasi dalam Manajemen Konflik.”

Pendidikan dan Kependidikan 5(2):163-174.

Suprayogo, Prof. Dr. H. Iman. 2014. “Kontroversial Seorang Pemimpin.” UIN Malang.

https://uin-malang.ac.id/r/140101/kontroversial-seorang-pemimpin.html.
Suripto. 2016. “Analisis Penyelesaian Sengketa atau Konflik Politik.” ejournal ipdn 3 / No.1 (Oktober):

81-88.

W, Morrison E., and Chen Y. 2021. “Perceived organizational support for one's own job: Implications for

politics perceptions, employee attitudes, and job performance.” Applied Psychology

106(2):186-200.

Wang G., Jiang K., and Chen G. 2021. “Political Skill and Employee Well-being.” Management 47(4).

Anda mungkin juga menyukai