Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

Oleh:
dr. Ginanjar Putri Sari

Pendamping:
dr. Maya Rentina

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA

PUSKESMAS SWASTI SABA

KOTA LUBUKLINGGAU

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pendamping,
dr. Maya Rentina, yang telah banyak meluangkan waktu serta memberikan ilmu
dan saran dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada
waktunya.
Dengan demikian diharapkan laporan kasus ini dapat memberikan kontribusi
positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal. Penulis menyadari
bahwa penulisan laporan kasus ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan saran yang membangun sebagai masukan demi memperbaiki
penulisan laporan-laporan selanjutnya.

Dharmasraya, 10 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

1. Latar Belakang..........................................................................................1
2. Tujuan.......................................................................................................2
3. Manfaat.....................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................3

1. Definisi.....................................................................................................3
2. Epidemiologi............................................................................................3
3. Faktor Resiko...........................................................................................4
4. Patofisiologi.............................................................................................4
5. Penegakkan Diagnosis.............................................................................5
6. Tatalaksana...............................................................................................6

BAB III STATUS PASIEN............................................................................10

BAB IV ANALISA KASUS...........................................................................15

BAB V KESIMPULAN..................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUA

1. Latar Belakang

Vertigo berasal dari bahasa latin, yaitu “vertere” yang dapat diartikan
berputar, dan igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari “dizziness”
yang dapat didefinisikan sebagai ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah
perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya,
lingkungan sekitar kita rasakan berputar. Kasus dizziness atau vertigo yang paling
sering ditemukan adalah Benign Paroxysmal Positional Vertigo. BPPV adalah
salah satu dari masalah keseimbangan dengan rasa seperti melayang, gejala
pusing, dunia seperti berputar, pening, sempoyongan (Edward & Roza, 2014).
Ketika Benign Paroxysmal Positional Vertigo tercetus, pasien akan merasa seperti
ruangan atau lingkungan disekelilingnya berputar atau melayang, sehingga
mengganggu pusat perhatian dan keseimbangan pasien akan menurun
(Sumarliyah, 2011). Gangguan keseimbangan menyebabkan pasien dengan
Benign Paroxysmal Positional Vertigo memiliki risiko tinggi untuk mengalami
jatuh (Widiantopanco, 2010).
Menurut The Internasional Classification of 2 Disease (ICD), jatuh adalah
suatu keadaan yang tidak diinginkan karena seseorang yang terjatuh dari suatu
tempat yang tinggi dapat menyebabkan cidera (Setiati, 2014). Jatuh bisa
mengakibatkan cedera kepala, cedera jaringan lunak, patah tulang dan merupakan
faktor prediktor kematian atau penyebab tidak langsung kematian (Setiati, 2014).
Permasalahan yang terjadi pada pasien BPPV meliputi gejala fisik seperti : pusing
berputar, sempoyongan, pening, rasa seperti melayang – laying atau dunia seperti
terbalik, masalah psikologi seperti : kecemasan, ketakutan (Dodd et-al, 2011).
Hakekat asuhan keperawatan adalah memberikan asuhan kepada pasien secara
holistik dan komprehensif meliputi bio, psiko, sosial dan spiritual (Perry & Potter,
2009).

2. Tujuan
a. Mengetahui mengenai Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
dengan baik dan benar sesuai dengan teori yang ada.
b. Melengkapi tugas laporan kasus pada UPTD Puskesmas Gunung Medan

1
dalam Program Dokter Internsip Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.

2
3. Manfaat
a. Melengkapi ketajaman pemahaman mengenai definisi dan tatalaksana
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).
b. Mampu mengaplikasikan landasan teori Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) dengan kasus yang terjadi pada pasien di lapangan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Vertigo adalah perasaan berputar akibat gangguan simetri tonik pada jalur
nucleus vestibuler. Vertigo merupakan suatu ilusi dari pergerakan tubuh atau
lingkungan sekitar yang dapat disertai dengan impulsi, oscillopsia (sensasi seperti
berputar), mual, muntah ataupun gait ataxia. Secara umum, vertigo merupakan
sensasi gerak dari tubuh atau lingkungan sekitar akibat gangguan sistem
keseimbangan tubuh yang disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit yang
sering disertai dengan mual, muntah, kehilangan keseimbangan dan telinga
berdenging.
Gangguan klinis yang sering terjadi dengan karakteristik serangan vertigo
tipe perifer, berulang dan singkat, sering berkaitan dengan perubahan posisi
kepala dari tidur, melihat keatas, kemudian memutar kepala.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan gagguan
vestibuler yang paling sering dijumpai, Benign Paroxysmal Positional Vertigo
biasanya memiliki gejala rasa pusing berputar diikuti mual dan muntah serta
keringat dingin, hal tersebut dipicu oleh adanya perubahan posisi kepala terhadap
gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi disusunan saraf pusat.

2. Epidemiologi
BPPV menjadi salah satu dari gangguan Neurologi dimana hampir 17%
pasien yang datang dengan keluhan pusing. Pada populasi umum prevalensi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo yaitu antara 11 sampai dengan 64
per
100.000 dengan prevalensi 2,4%. Dari kunjungan 5,6 miliar orang yang datang
ke rumah sakit dan klinik di United State dengan keluhan pusing didapatkan
prevalensi 17% sampai dengan 42% pasien didiagnosis Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV). Dari segi onset Benign Paroxysmal Positional

3
Vertigo biasanya diderita pada usia 50 sampai dengan 70 tahun. Proporsi antara

4
wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yaitu dengan perbandingan 2.2 :
1.5. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan bentuk dari
vertigo posisional. Menurut dr. Badrul Munir, Sp.S (2015) usia rata-rata
penderita Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah 54 tahun dengan
rentang usia 11 – 84 tahun, wanita : pria : 16:11.

3. Faktor Resiko
Beberapa kasus BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau adanya trauma
pada kepala atau leher, adanya pada infeksi telinga tengah atau pernah melakukan
operasi stapedektomi dan adanya proses degenerasi pada telinga dalam juga
merupakan penyebab BPPV sehingga insiden BPPV meningkat dengan
bertambahnya usia. BPPV terjadi lebih umum pada usia lanjut dan pada orang
yang lebih tua akibat dari degenerasi sistem vestibular telinga bagian dalam, hal
ini terjadi akibat dari infeksi virus yang mempengaruhi telinga seperti yang
menyebabkan vestibular neurtitis dan penyakit Meniere adalah penyebab
signifikan.

4. Patofisiologi
Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis, posisi ketiganya pada
bidang yang saling tegak lurus satu sama lain. Pada bagian awal setiap kanalis
semisirkularis terdapat bagian yang melebar yaitu ampula. Kupula terdapat
dibagian dalam ampula, kupula merupakan alat untuk mendeteksi gerakan cairan
dalam kanalis semisirkularis akibat adanya gerakan kepala. Apabila seseorang
menggerakan kepalanya ke arah kanan, maka cairan di bagian dalam kanalis
semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami defleksi ke
arah ampula. Defleksi ini diartikan sebagai sinyal yang diteruskan ke otak
sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya debris atau partakel -
partikel dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan
defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal
ini menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga
timbul sensasi berupa vertigo.

5
5. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis pada pasien Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) dapat
diputuskan berdasarkan :
1) Pengkajian atau anamnese
Pasien biasanya akan mengeluh vertigo dengan waktu akut kurang dari
10 sampai dengan 20 detik akibat adanya perubahan pada posisi kepala.
Bangun dari tempat tidur, berbalik di tempat tidur pada posisi lateral, melihat
ke atas dan belakang, dan membungkuk merupakan posisi yang dapat
memicu munculnya gejala vertigo.
2) Physical Assessment
Pasien yang memiliki pendengaran yang normal, tidak terdapat
nistagmus spontan, dan evaluasi neurologis dalam keadaan normal. Physical
assessment standar untuk Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
adalah : Dix-Hallpike dan Tes kalori.
a) Dix-Hallpike Tets
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah
dengan leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi
serangan vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus.

1. Pasien duduk dekat bagian ujung meja pemeriksaan

2. Pada posisi duduk kepala menengok kearah kiri atau kanan lalu
dengan cepat badan pasien dibaringkan sehingga kepala
tergantung pada ujung meja pemeriksaan
3. Lihat nystagmus dan keluhan vertigo yang muncul

4. Pertahankan posisi selama 10-15 detik

5. Lalu dudukkan kembali pasien dengan cepat

6. Lakukan pada arah sebaliknya

7. Lakukan 2-3 kali untuk melihat “fatigue” maneuver

6
Interpretasi: pada BPPV terdapat nystagmus yang memiliki ciri
yaitu adanya masa laten, lamanya kurang dari 30 detik, disertai
vertigo yang memiliki durasi sama dengan nystagmus dan gejala
akan semakin berkurang ketika maneuver diulang.
b) Tes kalori
Tes kalori ini oleh Dixdan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2 macam
air, dingin dan panas. Air yang digunakan memiliki suhu 30 o Celcius,
suhu air panas adalah 44o Celcius. Jumlah air yang dialirkan ke dalam
liang telinga sebanyak 0.25 liter, dialirkan selama 40 detik. Setelah air
dialirkan pada liang telinga, petugas mencatat berapa lama waktu yang
dibutuhkan nistagmus untuk timbul. Telinga kanan dan kiri diperiksa
menggunakan air dingin. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu
telinga dalam. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau
kanan atau air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5
menit untuk menghilangkan pusingnya.

6. Tatalaksana
1) Non-Farmakologi
Ada lima manuver yang dapat dilakukan tergantung dari varian Benign
Paroxysmal Positional Vertigo yaitu : manuver epley, manuver semont,
manuver lempert, forced prolonged position, dan brandt-daroff exercise.
2) Farmakologi
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) tidak secara rutin dilakukan. Beberapa
pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo,
mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), seperti setelah melakukan terapi
Particle Repositioning Maneuver (PRM). Pengobatan untuk vertigo yang
disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah
golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan antihistamine

7
(meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi
berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi
vestibular perifer. Antihistamin memiliki efek yang supresif pada pusat
muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion
sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga
penggunaannya diminimalkan.
3) Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien Benign Paroxysmal Positional
Vertigo yang telah menjadi kronik dan sangat sering mendapat serangan
Benign Paroxysmal Positional Vertigo yang hebat, bahkan setelah dilakukan
manuver yang telah disebutkan di atas sebelumnya. Indikasi untuk
melakukan tindakan operasi adalah pada intractable Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV), yang biasanya mempunyai klinis penyakit
neurologi vestibular, tidak seperti Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV) biasa. Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang
dapat dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior)
dan oklusi kanal posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan
oklusi karena teknik neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran
yang tinggi.
4) Epley Maneuver

8
Pertama posisi duduk, kepala menoleh ke kiri (1), kemudian langsung
tidur sampai kepala menggantung di pinggir tempat tidur (2), tunggu jika
terasa berputar / vertigo sampai hilang, kemudian putar kepala ke arah
kanan ( sebaliknya ) perlahan sampai muka menghadap ke lantai (3), tunggu
sampai hilang rasa vertigo, kemudian duduk dengan kepala tetap pada posisi
menoleh ke kanan dan kemudian ke arah lantai (4), masing-masing gerakan
ditunggu lebih kurang 30 – 60 detik. Dapat dilakukan juga untuk sisi yang
lain berulang kali sampai terasa vertigo hilang. Pada latihan epley manuver
ini, harus dibantu oleh dokter, tidak boleh dilakukan sendiri oleh pasien
ataupun keluarga pasien.
5) Brandt-Daroff Exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat
dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang
tetap simptomatik setelah manuver semont atau yang lebih dikenal dengan
mauver epley. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan
beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan. Brandt daroff manuver
merupakan upaya disensitisasi reseptor semisirkularis.
a. Langkah – langkah latihan Brandt daroff sebagai berikut :
1. Pasien duduk tegak ditepi tempat tidur dengan tungkai tergantung.
2. Tutup kedua mata.
3. Baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi tubuh, tahan
selama 30 detik.
4. Duduk tegak kembali selama 30 detik.
5. Baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi yang lain, tahan
selama 30 detik.
6. Duduk tegak kembali
Latihan ini dilakukan berulang (3 x sehari) dan masing-masing
dikerjakan 10 menit lamanya.

9
Brandt daroff manuver Kontraindikasi untuk diberikan manuver
diantaranya : obesitas, adanya keterbatasan pada Range Of Motion pada
cervical, gangguan Liver dan Stenosis Carotis.
b. Efek latihan Brandt daroff sebagai berikut :
1) Latihan Brandt daroff merupakan salah satu latihan fisik yang
bertujuan untuk melepaskan otokonia yang menempel pada kupula
dan habituasi pada sistem vestibuler sentral sehingga timbul
kompensasi. Jika otokonia yang terlepas dan keluar dari kanalis
semisirkularis, maka risiko munculnya gejala - gejala vertigo akan
berkurang (mual, muntah, gangguan keseimbangan, dan jatuh)
2) Latihan brandt daroff dalam waktu yang lama dapat memberikan
efek pada fungsi vestibular
3) Latihan brandt daroff akan meningkatkan efek adaptasi dan habituasi
sistem vestibular, dan pengulangan yang lebih sering pada latihan
brandt daroff berpengaruh dalam proses adaptasi pada tingkat
integrasi sensorik sehingga akan melancarkan aliran darah ke otak
yang dapat memperbaiki tiga sistem sensori yaitu sistem penglihatan
(visual), sistem keseimbangan telinga dalam (vestibular) dan sistem
sensori umum yang meliputi sensor gerak, tekanan dan posisi.

10
BAB III
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 46 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Alamat : Mesat Jaya
Tanggal Masuk : 16 Januari 2023

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Pusing berputar saat berubah posisi.
2. Keluhan Tambahan
Keluhan disertai dengan mual dan muntah sebanyak 2 kali
sebelum datang ke puskesmas muntah berisi makanan yang dimakan
sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak ± 2 hari
yang lalu. Keluhan muncul ketika pasien selesai sholat dimana
pasien merasa lingkungan di sekitarnya terasa berputar dan terjadi
selama 15-20 detik. Keluhan menjadi semakin berat ketika pasien
berubah posisi seperti dari berbaring lalu duduk, berdiri ataupun
ketika pasien memiringkan kepala ke kanan dan ke kiri. Keluhan
menjadi lebih baik ketika pasien berbaring atau berdiam diri.
Keluhan pasien juga disertai dengan rasa seperti ingin terjatuh,
mual, muntah sebanyak 2 kali serta berkeringat. Keluhan tersebut
menyebabkan nasfu makan menurun dikarenakan mual.

11
Keluhan merupakan keluhan yang kedua kali dialami oleh
pasien dengan keluhan yang pertama kali muncul sekitar 1 bulan
yang lalu. Pasien menyangkal terdapat keluhan lain seperti demam,
batuk pilek, penglihatan terganggu, telinga tidak dapat mendengar
ataupun kelemahan anggota gerak. Pasien tidak memiliki riwayat
diabetes mellitus, pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit
hipertensi dan telinga sebelumnya. BAB dan BAK dalam batas
normal.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien juga pernah mengalami hal yang sama
sekitar 1 bulan yang lalu, riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes
mellitus (-), riwayat gangguan pendengaran (-).
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien, riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes mellitus (-).
6. Riwayat Pengobatan
Pasien meminum obat Paracetamol
7. Riwayat Alergi
Tidak ada riwayat alergi obat maupun makanan. Alergi terhadap
debu, cuaca dingin, ataupun benda lain disangkal.
8. Riwayat Psikososial
Pasien tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol, sering
makan makanan pedas, berminyak, dan berlemak. Pasien jarang
berolahraga.

12
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital :
- TD : 135/85 mmHg
- Suhu Tubuh : 36,1⁰C
- Nadi : 95 kali/menit,
- Pernapasan : 20 kali/menit
Status Generalis
 Kepala : Normochepal simetris, tidak tampak adanya deformitas,
rambut berwarna hitam distribusi rata
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Hidung : Normonasi, deviasi septum (-), sekret (-)/(-)
 Mulut : Mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
 Telinga : Normotia, sekret (-)/(-), serumen (-), pendengaran
berdengung (-)
 Leher : Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axila dan leher
 Thorax
Paru
Inspeksi : simetris
Palpasi : teraba focal fremitus diseluruh lapang paru
Perkusi : sonor
Asukultasi : vesikuler (+), ronkhi (-), whezzing (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : redup
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

13
 Abdomen
Inspeksi : perut cembung (-)
Perkusi : Timpani di 4 kuadran abdomen
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), organomegali (-)
Auskultasi : BU (+) normal
 Ekstremitas
Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-),sianosis (-/-)

D. Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15  Eye : 4, Verbal : 5, Motorik : 6
Rangsang Meningeal
 Kaku kuduk :-
 Kernig :-
 Lasegue :-
 Brudzinski I, II :-

E. Fungsi Koordinasi

Fungsi Koordinasi
Romberg +
Heel – to-toe walking -
Jari hidung -
Pronasi supinasi -
Tumit Tidak dilakukan
Rebound phenomenon Tidak dilakukan
Arm bounce Tidak dilakukan
Tes telunjuk ke telunjuk Tidak dilakukan

14
F. Diagnosis Banding dan Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
1. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
2. Meniere Disease

Diagnosis Kerja
1. Diagnosis Klinis : Pusing berputar saat perubahan posisi
2. Diagnosis Topis : Gangguan sistem vestibular perifer
3. Diagnosis Etiologi : Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

G. Penatalaksanaan
Non-farmakologis
- Istirahat
- Memperbaiki pola dan asupan diet
- Latihan berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian mata ditutup
- Olahraga yang menggerakan kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi,
gerak miring)
- Latihan Brandt daroff

Farmakologis
- Betahistin Mesylate 6 mg/8 jam per oral
- Domperidon 10 mg/8 jam per oral k/p
- Vitamin B Complex

H. Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

15
BAB IV
ANALISA KASUS

Dari informasi yang didapatkan melalui autoanamnesis, diketahui bahwa


pasien telah mengalami keluhan pusing berputar sejak ± 2 hari yang lalu. Keluhan
muncul ketika pasien selesai sholat dimana pasien merasa lingkungan di
sekitarnya terasa berputar dan terjadi selama 15-20 detik. Keluhan menjadi
semakin berat ketika pasien berubah posisi seperti dari berbaring lalu duduk,
berdiri ataupun ketika pasien memiringkan kepala ke kanan dan ke kiri. Keluhan
menjadi lebih baik ketika pasien berbaring atau berdiam diri. Pasien juga
merasakan kepala terasa mengambang, mual juga dirasakan pasien sehingga
menyebabkan muntah sebanyak 2 kali dan tidak nafsu makan. BAB dan BAK
dalam batal normal.
Dengan tegaknya diagnosis BPPV gangguan ini berkaitan dengan sistem

vestibulokoklearis yang berfungsi sebagai alat keseimbangan. Vertigo yang


dialami pasien merupakan jenis Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV)
yang erat kaitannya dengan perubahan posisi. Pada pasien ini gejala vertigo
timbul ketika pasien berbaring dan memiringkan tubuhnya. Selain itu pasien
merasakan gejalanya dalam interval waktu beberapa detik sampai menit dan
mendadak, interval waktu ini makin memperkuat kearah diagnosis BPPV yang
merupakan jenis dari vertigo perifer. Hal ini menyingkirkan jenis vertigo sentral
lainnya, karena vertigo jenis sentral durasi gejala lebih ringan dan terus menerus.
Selain itu gejala vertigo sentral dapat berupa diplopia, parestesia (rasa baal),
perubahan sensibilitas dan fungsi motorik, sedangkan pada pasien ini tidak
mengalami gangguan tersebut.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis pasien tidak banyak di jumpai
kelainan. Pada status neurologis, pada tes keseimbangan didapatkan tes Romberg
(+) pada saat pasien menutup mata, sedangkan pada saat pasien membuka mata
pasien dapat berdiri tegak. Pada penderita gangguan serebelar, tes Romberg

16
biasanya pasien tidak dapat berdiri tegak baik saat menutup mata maupun
membuka mata.
Terapi yang dapat diberikan berupa betahistin yang tujuannya untuk gejala
vertigo, sedangkan antiemetik (metoklopramide) untuk gejala mual muntah yang
dialami oleh pasien. Sedangkan untuk metoklopramide sendiri merupakan
antagonis reseptor dopamin-2, yang memiliki efek antiemetik melalu blokade
reseptor dopamin pada medullary chemoreceptor trigger zone, meningkatkan
motalitas pada saluran cerna atas dan meningkatkan tonus pada lower esophageal
sphincter.
Selain terapi medikamentosa yang diberikan, terapi suportif/rehabilitatif juga
telah disarankan kepada pasien, berupa berbagai latihan. Jenis latihan yang
diberikan yaitu Canalit Reposition Treatment (CRT) / Epley maneuver
dan Brand-Darroff exercise. Dari beberapa latihan ini kadang memerlukan
seseorang untuk membantunya tapi ada juga yang dapat dikerjakan sendiri.

17
BAB V
KESIMPULAN

Ny. Y usia 46 tahun mengalami keluhan berupa pusing berputar saat


perubahan posisi yang sudah dirasakan sejak 2 hari yang lalu dan sekitar 1 bulan
yang lalu pasien juga mengalami hal yang sama, keluhan juga disertai rasa ingin
jatuh, mual dan muntah. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan
diagnosis BPPV setelah itu diberikan terapi baik farmakologi maupun non
farmakologi berupa latihan yang bisa dilakukan secara mandiri di rumah. Dengan
tegaknya diagnosis BPPV pasien diajarkan untuk tau bagaimana cara untuk
melakukan Teknik Brandt Daroff dengan baik dan benar agar mengurangi
keluhan berupa pusing berputar.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Sutarni S, et all. 2019. Bunga Rampai Vertigo. Yogyakarta : Gadjah Mada


University.
2. Fransisca. 2013. Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Vertigo di Klinik Sinergy
Mind Health Surakarta.
3. Syukri Fahreza. 2012. Vertigo. Diunduh dari :
http://www.scribd.com/doc/100309323/ Vertigo
4. Mardjono M,Sidharta P.Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat; 2008.
5. Irawati, N, dkk. 2008. Vertigo, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, &
Tenggorokan Hal.98. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
6. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach that
Needed for establish of Vetigo. The Practitioner September 2010 - 254 (1732):
19-23.
7. Lumbantobing SM. Neurogeriatri, Jakarta ; Balai Penerbit FKUI ; 2011
8. Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical Assesment
and Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine, June 2008, Vol 69, No 6
9. Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with
Dizziness and Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and wilkins)
10. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and
vestibular migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338

19

Anda mungkin juga menyukai