Proposal Fiksss
Proposal Fiksss
Proposal Penelitian
Oleh
Welly Safira
Po7120318056
A. Latar Belakang
Pola makan yang buruk dapat memberi dampak bagi kualitas hidup
dan aktivitas sehari-hari mahasiswa. Mahasiswa sering mengabaikan
gejala, tidak mencari pertolongan dokter, dan cenderung mengobati diri
sendiri yang akhirnya dapat memperburuk gejala dan mengarah ke
komplikasi serius. Berdasarkan uraian data di atas, masih terdapat
permasalahan dan juga kontroversi mengenai hubungan pola makan
dengan kejadian GERD.
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Gerd
1. Pengertian
Gastroesophageal refluks disease (GERD) adalah salah satu
kelainan yang sering dihadapi di lapangan dalam bidang
gastrointestinal. Penyakit ini berdampak buruk pada kualitas hidup
penderita dan sering dihubungkan dengan morbiditas yang bermakna.
Berdasarkan konsensus Montreal tahun 2006 (the Montreal
definition and classification of gastroesophageal refluks disease: a
global evidence-based consensus), penyakit refluks gastroesofageal
(Gastroesophageal Refluks Disease/GERD) didefinisikan sebagai
suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke
dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu
(troublesome) di esofagus maupun ekstra-esofagus dan/atau
komplikasi (Vakil dkk, 2016)
2. Tanda dan gejala
Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal
(esofagus) dan gejala atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70%
merupakan tipikal, yaitu:
a. Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal.
Gejala heart burn adalah gejala tersering.
b. Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa
di faring Kemudian mulut terasa asam dan pahit.
5. Faktor predisposes
Beberapa faktor yang menimbulkan gastritis/mukosa lambung
misalnya stres fisik akan menyebabkan perfusi mukosa lambung
terganggu disamping itu pula faktor makanan yang merangsang asam
lambung misalnya makanan yang asam, goreng-gorengan, yang
bersantan, makan tidak teratur, minum obat tidak teratur sehingga
menyebabkan timbulnya kembali keluhan tersebut.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang
dipilih oleh evaluasi pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus
diingat bahwa PRGE tidak selalu disertai kerusakan mukosa yang
dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam keadaan ini merupakan
biopsi. Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan
berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi).
b. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak
menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Di
samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE menunjukkan refluks
barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada keadaan
yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding
dan lipatan mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.
c. Tes Provokatif
a). Tes Perfusi Asam (Bernstein)
Digunakan untuk mengevaluasi kepekaan mukosa
esofagus terhadap asam. Pemeriksaan ini dengan
menggunakan HCL 0,1 % yang dialirkan ke esofagus. Tes
Bernstein yang negatif tidak memiliki arti diagnostik dan
tidak bisa menyingkirkan nyeri asal esofagus. Kepekaan tes
perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus menurut
kepustakaan berkisar antara 80-90%.
b). Tes edrofonium
Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium
yang disuntikan intravena. Dengan dosis 80 µg/kg berat badan
untuk menentukan adanya komponen nyeri motorik yang dapat
dilihat dari rekaman gerak peristaltik esofagus secara
manometrik untuk memastikan nyeri dada asal esofagus.
d. Pengukuran pH dan tekanan esofagus
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat
memastikan ada tidaknya RGE, pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas
SEB dianggap diagnostik untuk RGE. Cara lain untuk memastikan
hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan alat yang
mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan
tekanan manometrik esofagus. Selama rekaman pasien dapat
memeberi tanda serangan dada yang dialaminya, sehingga dapat
dilihat hubungan antara serangan dan pH esofagus/gangguan motorik
esofagus. Dewasa ini tes tersebut dianggap sebagai gold standar
untuk memastikan adanya PRGE.
e. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian
pengosongan esofagus dan sifatnya non invasif (Djajapranata, 2015).
f. Pemeriksaaan esofagogram
Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa
penebalan lipatan mukosa esofagus, erosi, dan striktur.
g. Tes PPI
Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2
minggu pada pasien yang diduga menderita GERD. Tes positif bila
75% keluhan hilang selama satu minggu. Tes ini mempunyai
sensitivitas 75%.
h. Manometri esofagus
Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah
pemberian terapi pada pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk
menilai gangguan peristaltik/motilitas esofagus.
i. Histopatologi
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau
keganasan. Tetapi bukan untuk memastikan NERD (Yusuf, 2015).
7. Penatalaksanaan
Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan
gejala-gejala pasien, mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan
durasi refluks esofageal, mempercepat penyembuhan mukosa yang
terluka, dan mencegah berkembangnya komplikasi. Terapi diarahkan
pada peningkatan mekanisme pertahanan yang mencegah refluks dan
atau mengurangi faktor-faktor yang memperburuk agresifitas refluks
atau kerusakan mukosa.
a. Modifikasi Gaya Hidup
1) Tidak merokok
2) Tempat tidur bagian kepala ditinggikan
3) Tidak minum alcohol
4) Diet rendah lemak
5) Hindari mengangkat barang berat
6) Penurunan berat badan pada pasien gemuk
7) Jangan makan terlalu kenyang
8) Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang
b. Terapi Endoskopik
Terapi ini masih terus dikembangkan. Contohnya adalah
radiofrekuensi, endoscopic suturing, dan endoscopic
emplatation. Radiofrekuensi adalah dengan
memanaskangastroesophageal junction. Tujuan dari jenis terapi ini
adalah untuk mengurangi penggunaan obat, meningkatkan kualitas
hidup, dan mengurangi refluks.
c. Terapi medika mentosa
Sampai pada saat ini dasar yang digunakan untuk terapi ini
adalah supresi pengeluaran asam lambung. Ada dua pendekatan
yang biasa dilakukan pada terapi medika mentosa:
1). Step up
2) . Step down
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain (Djajapranata,
2015):
a. Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumne
metaplastik. Barrett esophagus disebabkan oleh gastro-esofagus
penyakit refluks yang memungkinkan isi perut untuk merusak sel-
sel yang melapisi esophagus bagian bawah
b. Perdarahan saluran cerna akibat iritasi mukosa (selaput lendir).
Striktur esophagus. Striktur esofagus merupakan penyempitan lumen
esofagus yang dapat menyebabkan keluhan disfagia. Berdasarkan
etiologinya, striktur esofagus dibedakan menjadi striktur esofagus
benigna dan maligna. Striktur esofagus benigna disebabkan oleh
GERD, zat korosif, web, radiasi, post anastomosis esofagus,
sedangkan striktur esofagus maligna disebabkan oleh keganasan baik
dari dalam maupun dari luar esofagus
c. Aspirasi yaitu masuknya cairan atau isi lambung ke dalam saluran
nafas yang menyebabkan sesak nafas.
Esofagitis yaitu radang esophagus. Hal ini disebabkan karena isi
lambung yang keluar adalah asam lambung. Dimana asam ini akan
merusak mukosa esophagus dan memberikan gejala
9. Kerangka Teori dan Konsep
Kerangka Teori
Keterangan :
: Diteliti
: tidak diteliti
Kerangka Konsep
METODE PENELITIAN
Keterangan :
33
Kelas IV A = ×38 = 20 Mahasiswa
63
30
Kelas IV B = ×38 = 18 Mahasiswa
63
D. Variabel Penelitian
1. Variabel penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah Hubungan Pola Makan
dengan Kejadian Gerd pada Mahasiswa Prodi Sarjana Terapan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palu.
2. Definisi Operasional
Defi nisi operasional ini penting dan diperlukan agar
pengukuran variabel atau pengumpulan data (Variabel) itu
konsisten antara sumber data (Responden) yang satu dengan
responden yang lain. (Notoatmodjo, 2012)
a. Pengetahuan Mahasiswa tentangHubungan Pola makan
dengan terjadinya GERD
Definisi : Segala sesuatu yang di ketahui dan di pahami oleh
mahasiswa keperawata tentang pola makan dengan kejadian
Gerd
b. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Definisi : Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah
suatu kondisi refluksnya HCL dari gaster ke esofagus,
mengakibatkan gejala klinis dan komplikasi yang menurunkan
kualitas hidup seseorang, GERD merupakan salah satu jenis
gangguan pencernaan yang cukup sering dijumpai di
masyarakat sehingga dapat menurunkan kualitas hidu*
E. Teknik pengumpulan data
1. Data primer
Data dikumpulkan dari hasil penelitian kuesioner seluruh
responden yang termasuk dalam chi-square. Data yang diperoleh
terdiri dari data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung
dari seluruh responden melalui pengisian kuesioner tentag aspek
pengetahuan dengan menggunakan skala guttman.
2. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data dari
Mahasiswa Prodi Sarjana Terapan Keperawat Semester VIII
Poltekkes Kemenkes Palu
F. Pengolahan Data
Pengolahan data pada dasarnya proses memperoleh data atau
ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan
menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang
dipeerlukan. Pengolahan data pada penelitian ini dibagi dalam 6
(enam) tahap, yaitu:
1. Editting, yaitu memeriksa kelengkapan dan keseragaman data
2. Coding, yaitu memberi kode pada data atau memberi symbol
tertentu untuk setiap jawaban
3. Tabulating, yaitu pengelompokan data ke dalam suatu table
tertentu menurut sifat yang dimiliki sesuai tujuan penelitian.
4. Entry, yaitu memasukkan data secara manual
5. Clearning data, yaitu merupakan tahap akhir dari pengolahan data
yang membersihkan data yang telah masuk dalam computer.
6. Describing data, menggambarkan atau meperjelas data yang
dikumpulkan (Notoatmodjo, 2012)
G. Penyajian data
Untuk menyajikan hasil penelitian, data disajikan dalam bentuk
tabel dan narasi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
penelitian.
H. Etika Penelitian
Penelitian ini menekankan masalah etika penelitian antara lain :
1. Lembar persetujuan (informed consent)
Lembar persetujuan adalah bentuk persetujuan antara
peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lrmbar
persetujuan sebelum mengisi kusioner. Tujuan Informed consent
adalah agar responden mengerti.
2. Tanpa nama ( Anonymity)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang
memberikan jaminan dalam penggunaan subjek peelitian dengan
cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada
lembar alat ukur 31 dan hanya menuliskan kode pada lembar
pegumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Kerahasiaan (Confidentially)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan
jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya
kelompok data yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA