Anda di halaman 1dari 63

PENGARUH PENDAPATAN BAGI HASIL MUDHARABAH

TERHADAP PROFITABILITAS
(BMT AL-Ittihad Komplek Pasar Cikurubuk)

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syari’ah (S.E)
Pada Program Studi Ekonomi Syari’ah
Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Cipasung

Disusun Oleh :

ILHAM HAMID
NPM : 12.0467.1

FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG (IAIC)
SINGAPARNA TASIKMALAYA
2016 M./1437 H

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia telah menjadi tolak ukur

keberhasilan eksistensi ekonomi syari’ah. Bank muamalat sebagai bank syari’ah

pertama dan menjadi ukuran bagi bank syari’ah lainnya telah lebih dahulu

menerapkan sistem ini di tengah menjamurnya bank-bank konvensional.

Perkembangan bank syari’ah di Indonesia secara umum cukup menggembirakan.

Ini ditandai dengan semakin dikenalnya bank syari’ah secara nasional maupun

internasional bila dilihat dari kinerja bank syari’ah nasional yang selalu

mendapatkan keuntungan (laba).

Semakin berkembangnya bank syari’ah di Indonesia dan Dunia tentu saja

disebabkan oleh keperkasaan bank syari’ah ketika menghadapi krisis keuangan

tahun 1997 maupun krisis keuangan tahun 2009. Fakta memperlihatkan disaat

banyaknya bank konvensional yang kolaps ketika menghadapi krisis, bank

syari’ah justru memperoleh keuntungan (laba).

Bank syari’ah di Indonesia dalam waktu yang relatif singkat telah

memperlihatkan kemajuan yang cukup berarti dan semakin memperlihatkan

eksitensinya, bank mempunyai fungsi dan peranan penting dalam perekonomian

nasional jika di lihat dari kondisi masyarakat Indonesia yang merupakan jumlah

penduduk muslim terbesar di dunia dan menjadikan perkembangan perbankan

syari’ah memiliki peluang yang sangat besar dan sekarang ini jarang sekali orang
3

yang tidak mengenal dan tidak berhubungan dengan bank. Hampir semua orang

berhubungan dengan lembaga keuangan. Kesuksesan manajemen dalam

menghasilkan laba atau keuntungan dari operasi usaha bank itu sendiri, salah satu

aspek terpenting yaitu aspek earning (pendapatan). Aspek earning atau

profitabilitas merupakan salah satu aspek yang dapat menilai bank dalam

menghasilkan laba.

Profitabilitas adalah salah satu alat analisis bank yang digunakann untuk

menilai kinerja manajemen dalam menghasilkan laba atau keuntungan dari

operasional usaha suatu bank1. Profitabilitas yang tinngi dapat menunjukan

kinerja keuangan bank yang baik. Sebaliknya jika profitabilitas yang dicapai

rendah mengidentifikasi kurang maksimalnya kinerja keuangan manajemen dalam

menghasilkan laba.

Bank harus senantiasa menjaga profitabilitasnya untuk menjaga

keberlangsungan usahanya. Tingkat kinerja profitabilitas suatu perusahaan dapat

dilihat dan diukur melalui laporan keuangan dengan cara menganalisis dan

menghitung rasio-rasio dalam kinerja keuangan. Karena rasiao-rasio tersebut

mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai untuk bank yang

bersangkutan. Dengan begitu profitabilitas bank tersebut menunjukan

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

Meningkatkan profitabilitas harus dilakukan upaya pemaksimalan

perolehan laba, salah satunya dengan pemanfaatan aktiva produktif. Aktiva

produktif akan menghasilkan laba jika perusahaan menyalurkan kepada

1
James O.Giel, Dasar-Dasar Analisis keuangan. Informasi Keuangan Untuk Semua Menajer,
(Yogyakarta: Salemba Empat, 2004), cet. Ke-2, h.256.
4

masyarakat dalam bentuk berbagai macam usaha. Penyalurannya pun harus

propisional, karena pengolahan aktifa produktif akan berpengaruh terhadap

perolehan laba, semakin besar pemanfaatan aktifa produktif seharusnya mampu

menghasilkan laba yang besar pula. Dan laba yang besar akan berdampak pada

profitabilitas bank.

Salah satu komponen aktiva produktif bank syari’ah yaitu pembiayaan.

Pembiayaan merupakan produk usaha bank syari’ah yang mampu menghasilkan

keuntungan. Peningkatan pembiayaan bank syari’ah akan meningkatkan risk

pembiayaan juga karena produk pembiayaan termasuk kedalam produk natural

uncertainty contracts2. Pembiayaan mendatangkan ketidakpastian dalam

menghasilkan laba atau keuntungan dari dana yang telah disalurkan bank untuk

membiayai proyek yang telah disepakati oleh bank dan nasabah. Adanya

ketidakpastian tersebut mendatangkan risk yang tinggi pada bank yang berfungsi

sebagai penyalur dana.

Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen

bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar

profitabilitas suatu bank semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai

bank tersebut semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aktiva.

Maka dari itu, pemanfaatan aktiva dalam suatu bank menjadi sangat penting

karena akan mempengaruhi profitabilitas tersebut.

Mudharabah sebenarnya merupakan subsistem dari musyarakah. Prinsip

ini dapat diterapkan ke dalam semua jenis pembiayaan penuh yang merupakan

2
suatu jenis kontrak transaksi dalam bisnis yang tidak memiliki kepastian atas keuntungan dan
pendapatan.
5

ad-hock tanpa campur tangan pengelola bank. Prinsip ini diterapkan pada suatu

usaha atau proyek yang jangka waktunya sangat luas dengan sistem bagi hasil

sesuai dengan perjanjian yang telah terikat. Dengan prinsip tersebut semakin jelas

terlihat bahwa sistem perbankan Islam tampak jelas memiliki sifat dan semangat

kebersamaan serta keadilan.  

Risk yang terdapat dalam al-mudharabah, terutama pada penerapannya,

dalam pembiayaan ralatif tinggi. Diantaranya nasabah menggunakan dana itu

bukan seperti yang disebut dalam kontrak, lalai dan kesalahan yang disengaja,

penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.

Besar kecilnya keuntungan dan kemampuan bank menghasilkan laba akan

menggambarkan besar kecilnya profitabilitas yang diperoleh bank itu sendiri.

Maka dapat diketahui bahwa resiko bagi hasil mudharabah dapat mempengaruhi

besar kecilnya profitabilitas.

Uraian diatas, maka menarik untuk dilakukan penelitian mengenai

hubungan risk bagi hasil mudharabah terhadap profitabilitas. Untuk itu judul

yang digunakan dalam penelitian ini adalah “PENGARUH PENDAPATAN

BAGI HASIL MUDHARABAH TERHADAP PROFITABILITAS (BMT AL-

Ittihad Komplek Pasar Cikurubuk) ”.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat mengindentifikasi masalah

diantaranya sebagai berikut:

a. Sistem mudharabah di BMT Al Ittihad menguntungkan pihak nasabah.


6

b. Aplikasi mudharabah di BMT Al Ittihad berjalan.

c. Sistem mudharabah di BMT Al Ittihad berjalan sesuai sar’i.

d. Syarat-syarat mudharabah yang berkenaan dengan syarat modal dan

laba.

e. Pendapatan mudharabah dapat mempengaruhi profitabilitas BMT secara

persial.

f. Profitabilitas BMT atas pendapatan mudharabah secara bertahap.

g. Pendapatan bagi hasil mudharabah terhadap profitabilitas pada BMT AL

Iittihad.

h. Strategi yang digunakan BMT AL Ittihad dalam meningkatkan

pendapatannya.

2. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan penjelasan diatas maka dalam penelitian ini peneliti akan

membatasi ruang lingkup permasalahannya, yaitu mempermudah dan

menghindari kesalahan dan menegaskan ruang lingkup pembahasan, maka

penulis menyampaikan batasan-batasan terhadap terhadap kajian tentang

pengaruh pendapatan bagi hasil (mudharabah) terhadap profitabilitas pada

bmt al-ittihad (komplek pasar cikurubuk).

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, timbullah permsalahan yang perlu diteliti dan

dicari jawabannya, permasalahan yang penulis ajukan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:


7

a. Bagaimana pengaruh pendapatan bagi hasil mudharabah terhadap

profitabilitas pada BMT Al Ittihad?

b. Bagaimana strategi yang digunakan BMT Al Ittihad dalam

meningkatkan pendapatannya?

c. Bagaimana akad pembiayaan Mudharabah dalam meningkatkan

pendapatan masyarakat?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai masalah yang dirumuskan, maka tujuan pelaksanaan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pendapatan bagi hasil mudharabah terhadap profitabilitas pada

BMT Al Ittihad.

2. Mengetahui strategi yang digunakan BMT Al Ittihad dalam meningkatkan

pendapatannya.

3. Mengetahui akad pembiayaan Mudharabah dalam meningkatkan pendapatan

masyarakat.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara praktis

Kegunaan penelitian secara praktis dalam rangka penyusunan proposal di

BMT AL Ittihad cabang komplek Cikurubuk diantaranya adalah:

a. Memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka memperkaya khazanah

keilmuan dan pemikiran tentang perekonomian, khususnya ekonomi

syari’ah.
8

b. Menjadi sumbangan bagi para pelaksana dan praktisi muamalah dalam

melaksanakan tugasnya di lingkungan keekonomiannya masing-masing.

c. Menjadi bahan pemikiran masyarakat pada umumnya, sehingga

penelitian ini dapat memberikan dampak positif yang signifikan dalam

mewujudkan cita-cita bangsa untuk menstabilkan keekonomian negara.

2. Secara teoritis

Kegunaan penelitian secara teoritis dalam rangka penyusunan proposal di

BMT AL Ittihad cabang komplek Cikurubuk diantaranya adalah:

a. Lebih paham tentang bagaimana kinerja BMT Al Ittihad cabang

komplek Cikurubuk dalam pengelolaan pendapatan akad mudharabah.

b. Menambah pengalaman dan wawasan tentang perbankan dalam

pembiayaan akad mudharabah.

c. Memahami perbedaan transaksi-transaksi di Bank Syari’ah dan Bank

Konvensional.

BAB II
9

KAJIAN TEORI

A. Landasan Teoritik

1. Pendapatan

a. Pengertian Pendapatan

Pendapatan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaan,

semakin besar pendapatan yang diperoleh maka semakin besar kemampuan

perusahaan untuk membiayai segala pengeluaran dan kegiatan-kegiatan yang

akan dilakukan oleh perusahaan. Selain itu pula pendapatan juga berpengaruh

terhadap laba rugi perusahaan yang tersaji dalam laporan laba rugi. Tanpa

pendapatan tidak ada laba, tanpa laba, maka tidak ada perusahaan.

Menurut Munandar Pendapatan adalah suatu pertambahan asset yang

mengakibatkan bertambahnya owner’s equity, tetapi bukan karena

penambahan modal dari pemiliknya, dan bukan pula merupakan pertambahan

asset yang disebabkan karena bertambahnya liabilities.3

Sopyan Syafri Harahap Pendapatan adalah hasil penjualan barang dan

jasa yang dibebankan kepada langganan atau mereka yang menerima.4

Sementara itu, pengertian pendapatan menurut Zaki Baridwan

Pendapatan adalah aliran masuk atau kenaikan lain aktiva suatu badan usaha

atau pelunasan utang (atau kombinasi dari keduanya) selama suatu periode

yang berasal dari penyerahan atau pembuatan barang, penyerahan jasa, atau

3
Munandar, Proses Penyusunan Laporan Keuangan,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Indonesia,
2009), h.16
4
Sopyan Syafri Harahap, Teori Akuntansi, (Jakarta: PT Radja Grafindo persada Indonesia,
2008), h.236.
10

dari kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama badan usaha. Pengertian

pendapatan Zaki Baridwan ini hampir sama dengan pengertian pendapatan

menurut Ilmu Akuntansi.5

Secara sederhana, menurut Harahap (2005: 98) dalam bukunya yang

berjudul Teori Akuntansi; pengertian pendapatan adalah jumlah harta

kekayaan awal periode ditambah perubahan penilaian yang bukan diakibatkan

perubahan modal dan hutang.6

Dari semua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan

adalah keseluruhan pertambahan asset yang diperoleh dari hasil penjualan

barang atau jasa yang diserahkan kepada pembeli dan dapat pula diperoleh

dari penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak lain. Pendapatan dalam

pembebanannya kepada pembeli atau langganan harus diukur dengan mata

uang tertentu. Pendapatan juga memilki sifat menambah atau menaikkan

kekayaan milik perusahaan tetapi tidak semua yang menambah atau

menaikkan kekayaan perusahaan dikategorikan sebagai pendapatan,

Pada dasarnya, pengertian pendapatan menurut Harnanto dapat ditelusuri

dari dua sudut pandang, yaitu:

1) Konsep Pendapatan yang memusatkan pada arus masuk (inflow) aktiva

sebagai hasil dari kegiatan operasi perusahaan. Pendekatan ini

menganggap pendapatan sebagai inflow of net asset.

5
Zaki Baridwan, Proses Penyusunan Laporan Keuangan, (Yogyakarta: PT. Ekonisia
Fakultas Ekonomi UII, 2006), h.213.
6
Harnanto, Dasar-Dasar Akuntansi Keuangan, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2006), h.130.
11

2) Konsep Pendapatan yang memusatkan perhatian kepada penciptaan

barang dan jasa serta penyaluran konsumen atau produsen lainnya, jadi

pendekatan ini menganggap pendapatan sebagai outflow of good and

services.

b. Klasifikasi pendapatan

Pendapatan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pendapatan

operasional dan pendapatan non operasional. Pendapatan operasional adalah

pendapatan yang timbul dari penjualan barang dagangan, produk, atau jasa

dalam periode tertentu dalam rangka kegiatan utama atau yang menjadi

tujuan utama perusahaan yang berhubungan langsung dengan usaha (operasi)

pokok perusahaan yang bersangkutan. Pendapatan ini sifatnya normal sesuai

dengan tujuan dan usaha perusahaan dan terjadinya berulang-ulang selama

perusahaan melangsungkan kegiatannya.

Pendapatan operasional berbeda-beda untuk setiap perusahaan.

Pendapatan operasional dapat diperoleh dari dua sumber:

1) Penjualan kotor yaitu semua hasil penjualan barang atau jasa sebelum

dikurangi dengan potongan yang menjadi hak pembeli.

2) Penjualan bersih yaitu hasil penjualan yang sudah dikurangi dengan

biaya potongan yang menjadi hak pembeli.

Sedangkan pendapatan non operasional merupakan pendapatan yang

diperoleh perusahaan dalam periode tertentu, tetapi bukan diperoleh dari

kegiatan utama atau operasional perusahaan (di luar usaha pokok).

Pendapatan non operasional diperoleh dari kegiatan sampingan yang bersifat


12

insidentil. Jenis pendapatan non operasional dapat dibedakan menjadi dua

jenis, yakni:

1) Pendapatan yang diperoleh dari penggunaan aktiva atau sumber ekonomi

perusahaan oleh pihak lain. Contohnya pendapatan bunga, sewa, dan

royalti.

2) Pendapatan yang diperoleh dari penjualan aktiva di luar barang dagangan

atau hasil produksi. Contohnya penjualan surat-surat berharga dan

penjualan aktiva tak berwujud.

Dalam mengatur pendapatan perusahaan, pemisahan atau pembagian

sumber pendapatan sesuai dengan klasifikasi pendapatan perlu dilakukan. Hal

ini memiliki tujuan agar dapat diperoleh ketepatan dalam mengambil

keputusan bagi pihak eksternal perusahaan, terutama para pemakai laporan

keuangan.

c. Proses Pendapatan
Terdapat dua konsep yang erat hubungannya dengan proses pendapatan, yakni

konsep proses pembentukan pendapatan (Earning Process) dan proses realisasi

pendapatan (Realization Process).

1) Proses pembentukan pendapatan (Earnings Process)

Proses pembentukan pendapatan (Earning Process) adalah suatu

konsep tentang terjadinya pendapatan. Konsep ini berdasarkan pada

asumsi bahwa semua kegiatan operasi yang diperlukan dalam rangka

mencapai hasil akan selalu memberikan kontribusi terhadap hasil akhir

pendapatan berdasarkan perbandingan biaya yang terjadi sebelum

perusahaan tersebut melakukan kegiatan produksi. Kegiatan operasi yang


13

dimaksud dalam pengertian di atas adalah kegiatan yang meliputi semua

tahap kegiatan produksi, pemasaran, maupun pengumpulan piutang.

2) Proses realisasi pendapatan (Realization Process)

Proses realisasi pendapatan (Realization Process) adalah proses

pendapatan yang terhimpun atau terbentuk sesudah produk selesai

dikerjakan dan terjual atas kontrak penjualan. Proses realisasi pendapatan

(Realization Process) dimulai sejak tahap terakhir kegiatan produksi

yaitu pada saat barang atau jasa dikirimkan atau diserahkan kepada

pelanggan. Jika kontrak penjualan mendahului produksi barang atau jasa,

maka pendapatan belum dapat dikatakan terjadi karena belum terjadi

proses penghimpunan pendapatan.

d. Penilaian Pendapatan

Untuk menyusun sebuah laporan keuangan, dibutuhkan suatu pedoman

dasar penilaian untuk mengetahui berapa rupiah yang dapat diperhitungkan

dan dicatat sebagai suatu transaksi serta berapa jumlah rupiah yang harus

diletakkan dalam laporan keuangan. Setidaknya terdapat empat dasar dalam

penilaian pendapatan, yaitu:

1) Biaya Historis (historical cost)

Aktiva dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar

sebesar nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aktiva

tersebut pada saat perolehan.

2) Biaya Kini (current cost)

Aktiva dinilai dalam wujud kas (atau setara kas) yang seharusnya

dibayar bila aktiva yang sama atau setara yang diperoleh sekarang.
14

3) Nilai realisasi atau penyelesaian (realization/settlement value)

Aktiva dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang sama

atau setara aktiva yang sekarang dengan menjual aktiva dalam pelepasan

normal (orderly disposal).

4) Nilai sekarang (present value)

Aktiva dinyatakan sebesar kas masuk bersih di masa depan yang

didiskontokan ke nilai sekarang dari pos yang diharapkan dapat

memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal.

2. Baitul Maal Wattamwil (BMT)

a. Pengertian Baitul Maal Wattamwil (BMT)

Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi utama, yaitu berkaitan

dengan baitul mal dan baitul tamwil. Istilah baitul mal berasal dari dari kata

bait dan al mal. Bait artinya bangunan atau rumah, sedangkan almal berarti

harta benda atau kekayaan. Jadi baitul mal secara harpiah seperti rumah harta

benda atau kekayaan. Meskipun demikian, kata baitul mal bias diartikan

sebagai perbendaharaan (umum atau Negara).7 Sedangkan baitul mal dilihat

dari segi istilah fikih adalah suatu lembaga atau badan yang bertugas untuk

mengurusi kekayaan Negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan

soal pemasukan dan pengelolaan, maupun yang berhubungan dengan masalah

pengeluaran dan lain-lain. Baitul tamwil berarti rumah penyimpanan harta

milik pribadi yang dikelola oleh suatu lembaga.

Apabila dilihat dari segi peristilahan KSM-BMT adalah sekelompok

orang yang menyatukan diri untuk saling membantu dan bekerjasama

7
Suhraawardi k. lubis dan farid wajdi, hukum ekonomi islam, (Jakarta: sinar grafika, 2012).
15

membangun sumber pelayanan keuangan guna mendorong dan

mengembangkan usaha produktif dan meningkatkan tarif hidup para anggota

dan keluarganya.8

Menurut Heri Sudarsono dua fungsi utama BMT yakni sebagai Bait Al

Mall, yaitu lembaga yang mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan

penyaluran dana yang non profit, sepertihalnya zakat, infaq, dan sodaqoh.9

Menurut Hosen dan Husen Ali, BMT (baitul mal wat tamwil) merupakan

lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil,

menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat drajat

dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan

atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh massyarakat setempat

denganberlandaskan pada sistem ekonomi yang salaam keselamatan

(berintikan keadilan), kedamaian dan kesejahteraan.10

Menurut Andri Soemitra, Baitul Maal Wattamwil (BMT) adalah lembaga

keuangan mikro (LKM) yang beroprasi berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah.

Baitul Maal Wattamwil (BMT) sesuai namanya terdiri dari dua fungsi utama,

yaitu: Baitul Maal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan

sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan

amanahnya. Baitut Tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan

kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam

meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro, kecil dan menengah

8
Modul pelatihan pengelolaan BMT, topic 2, halm 4.
9
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia Kampus Fax.
Ekonomi UII, 2004)
10
Pusat komunikasi ekonomi syariah, 2008.
16

dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang

pembiayaan kegiatan ekonomi.11

Adapun menurut Hertanto Widodo, menjelaskan bahwa Baitul Maal

Wattamwil (BMT) pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep

ekonomi dalam Islam terutama dalam bidang keuangan. Baitul Mall adalah

lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat

nirlaba(sosial). Sumber dana diperoleh dari zakat, infaq dan sedekah, atau

sumber lain yang halal. Kemudian, dana tersebut disalurkan kepada mustahik

(yang berhak, atau untuk kebaikan. Adapun Baitul tamwil adalah lembaga

keuangan yengkegiatannya adalah menghimpun dan menyalurkan dana

masyarakat dan bersifat profit motive (tujuan mencari keuntungan).

Penghimpun dana diperoleh melalui simpanan pihak ketiga/deposit dan

penyalurannya dilakukan dalam bentuk pembiayaan atau investasi, yang

dijalankan berdasarkan syariat.12

Menurut Karnaen A.Perwataatmadja dan Hendri Tanjung, Baitul Maal

berasal dari kata bait artinya rumah dan al-maal artinya harta benda dan

kekayaan, sedangkan Baittut tamwil berasaldari kata bait artinya rumah dan

tamwil artinya pembiayaan atau dalam bahasa inggris biasa disebut finance

house (rumah pembiayaan).13

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa Baitul Maal Wattamwil

(BMT) bukan semata-mata mencari keuntungan dan penumpukan laba modal

11
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan, (Yogyakarta: Surya, 2009), cet. Ke-1, h.447.
12
Hertanto widodo, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Yogyakarta: Ekonosia, 2000), cet.
Ke-4, h.81.
13
Karnaen A.Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, (Depok: Usaha Kami,
2007), h.230.
17

pada golongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi pada pendistribusian

laba yang merata dan adil sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam,

terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan

kegiatan ekonomi, sebagaimana yang telah Allah SWT firmankan dalamal

Al-Qur’an surat al-Hasyr ayat 7:

        


     
         
       
      
Artinya: “apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada
RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-
kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-
orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul
kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,
Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”.14

b. Sejarah Baitul Maal Wattamwil (BMT)

1) Pada masa RasulullahSAW

Rasulullah Saw yang dikenal dengan julukan al-amin, dipercaya oleh

masyarakat Makkah menerima simpanan harta, sehingga pada saat

terakhir sebelum hijrah ke Madinah,ia meminta Ali bin Thalib r.a untuk

mengembalikan semua titipan itu kepada para pemiliknya. Dalam konsep

ini, pihak yang dititip tidak dapat memanfaatkan harta titipannya.15

14
Q.S Al-hasyr, ayat 7
15
Adiwarman A.karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontenpoler, (Jakarta: Gema Insani Press,
2004), h.18.
18

Pada masa Rasulullah Saw ini, Baitul Maal lebih mempunyai

pengertian sebagai pihak yang menangani setiap harta benda kaum

muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul

Maaal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta, karena

saat itu hartayang diperoleh belum begitu banyak. kalaupun ada,harta

yang diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kepadakaum

muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka.

Rasulullah Saw senantiasa membagikan ghanimah (harta rampasan

perang). Saat itu para shahabat berselisih paham mengenai cara

pembagian ghanimah tersebut sehingga turun firman Allah SWT yang

menjelaskan hal tersebut:

        


       
    

Artinya: “mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta


rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang
kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah
kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara
sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu
adalah orang-orang yang beriman.”16

seperlima bagiandarinya setelah usainya peperangan, tanpa

menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera

menginfakannya sesuai peruntukannya masing-masing.17

2) Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq (11-13H/632-634M)

16
Q. S Al-Anfal ayat 1
17
Karnaen A.Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, (Depok: Usaha Kami,
2007), h.232.
19

Abu Bakar r.a dikenal sebagai Khalifah yang sangat wara (hati-hati)

dalam masalah harta. Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai’at

(dilantik) sebagai khalifah,beliau tetap berdagangdan tidak mau

mengambil harta umat dari Baitul Maal untuk keperluan pribadi dan

keluarganya. Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad (230 H/844 M) penulis

biografi para tokoh muslim, bahwa Abu Bakar r.a yang sebelumnya

berprofesi sebagai pedagang membawa barang-barang dagangnya yang

berupa bahan pakaian di pundaknya dan pergi ke pasaruntuk menjualnya.

Di tengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khatab r.a. umar bertanya

“anda mau kemana, hai Khalifah?” Abu Bakar menjawab, “ke pasar”

Umar r.a berkata “Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal

Anda telah memegang jabatan sebagai peminpin kaum muslimin?” Abu

Bakar r.a berkata “Lalu dari mana aku akan memberikan nafkah untuk

keluargaku?” Umar r.a berkata “Pergilah kepada Abu Ubaidah (pengelola

Baitul Maal, agar ia menetapkan sesuatu untukmu.” Keduanya pun pergi

menemui Abu Ubaidah, yang segera menetapkan santunan yang cukup

untuk Khalfah Abu Bakar r.a sesuaidengan kebutuhan seseorang secara

sederhana,yakni 4000 dirham setahunyang diambil dari Baitul Maal.18

3) Masa Khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M)

Selama memerintah, Umar bin Khaththab r.a tetap memelihara

Baitul Maal secara hati-hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang

halal sesuai dengan aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang

berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya, yang dicatat oleh lbnu
18
Afif Abdul Fatah, Nabi-Nabi Dalam Al-Qur’an, (Semarang: Toha Putra, 1985)
20

Kasir (700-774 H/1300-1373 M), penulis sejarah dan mufasir, tentang

hak seorang Khalifah dalam Baitul Maal, Umar r.a berkata, “Tidak

dihalalkan bagiku dari harta milik Allah Swt. ini melainkan dua potong

pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang

yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang

Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum

muslimin.”

4) Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)

Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan r.a.

Namun, karena pengaruh yang besar dari keluarganya, tindakan Utsman

r.a banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul

Maal. Dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az

Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam

mengumpulkan hadits, yang menyatakan, “Usman r.a telah mengangkat

sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam

tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus

(seperlima ghanimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4

Bani Umayyah, memerintah antara (684-685 M) dari penghasilan Mesir

serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia

(Usman r.a) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk

silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah Swt. Ia juga menggunakan

harta dan meminjamnya dari Baitul Maal sambil berkata, ‘Abu Bakar r.a

dan Umar r.a tidak mengambil hak mereka dari Baitul Maal, sedangkan
21

aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara

sanak kerabatku.’ Itulah sebab rakyat memprotesnya.”

5) Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)

Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib r.a, kondisi Baitul Maal

ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali r.a, yang juga

mendapat santunan dari Baitul Maal, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir,

mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai

separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.

6) Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya

Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani

Umayyah, kondisi Baitul Maal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika

pada masa sebelumnya Baitul Maal dikelola dengan penuh kehati-hatian

sebagai amanat Allah Swt. dan amanat rakyat, maka pada masa

pemerintahan Bani Umayyah Baitul Maal berada sepenuhnya di bawah

kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat.

7) Sejarah BMT di Indonesia

Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 yaitu

dikembangkan oleh mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) di

Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan

berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil. Kemudian BMT lebih di

berdayakan oleh Ikatan Cendikian Muslim Indonesia (ICMI) sebagai

sebuah gerakan yang secara operasional ditindak lanjuti oleh Pusat

Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK).


22

c. Tujuan BMT

Adapun tujuan dibentuknya lembaga Baitul Maal dalam suatu Negara,

adalah karena Baitul Maal mempunyai peranan yang cukup besar sebagai

sarana tercapainya tujuan Negara serta pemerataan hak dan kesejahteraan

kaum muslimin. Al-Maududi menyebutkan ada dua sasaran dan tujuan

Negara dalam konteks Islam. Pertama, menegakan keadilan dalam kehidupan

manusia dan menghentikan kedzaliman serta menghancurkan kesewenang-

wenangan. Kedua, menegakan sistem yang dapat mendukung terlaksananya

kewajiban tersebut seperti shalat, zakat, dan lainnya.

Imam Al-Mawardi ahli fiqih dari madzhab Syafi’i mengatakan, bahwa

peran utama Baitul Maal sebagai lembaga keuangan kaum muslimin sesuai

dengan tujuan pemerintahan Islam, yakni memelihara hak dan mengayomi

kemaslahatan umum bagi kaum muslimin dalam aspek kebendaan (harta).

Oleh sebab itu, tugas dan tujuan utama Baitul Maal adalah mengelola harta

kaum muslimin yang tidak jelas pamilik dan penerimanya. Tugas ini

menyangkut pemasukan harta, pemeliharaan apa yang telah terkumpul, dan

pendistribusian kepada yang berhak menerimanya.

Adapun Ismail Nawawi menyebutkan bahwa, lembaga ekonomi mikro

ini pada awal pendiriannya memfokuskan diri untuk meningkatkan kualitas

usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat

pada umumnya melalui pemberian pinjaman modal. Pemberian modal

pinjaman sedapat mungkin dapat memandirikan ekonomi para peminjam.


23

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, BMT memainkan peran dan

fungsinya dalam beberapa hal, menurut Ridwan yaitu:

1) Mengidentifikasi, memobilisasi, dan mengorganisasi, medorong serta

mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat

dan daerah kerjanya.

2) Menigkatkan kualitas sumbet daya manusia (SDM) anggota menjadi

lebih professional dan Islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam

menghadapi persaingan global.

3) Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan anggota. Setelah itu BMT dapat melakukan

penggalangan dan mobilisasi atas potensi tersebut sehingga mampu

melahirkan nilai tambah kepada anggota dan masyarakat sekitar.

4) Menjadi perantara keuangan antara aghnia (orang kaya) sebagai shahibul

maal (pemilik harta ) dengan dhu’afa (masyarakat lapisan bawah)

sebagai mudharib (pengelola harta), terutama untuk dana-dana sosial

seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah, dan lain-lain. BMT dalam

fungsi ini bertindak sebagai amil (petugas) yang bertugas untuk

menerima zakat, infak, sedekah dan dana sosial lainnya dan untuk

selanjutnya akan disalurkan kembali kepada golongan-golongan yang

membutuhkannya /dhu’afa (masyarakat lemah/ lapisan bawah).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan berdirinya BMT

adalah untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan

anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.19

19
Andri Soemitra, 2009:448.
24

d. Manfaat BMT

Pada waktu belakangan ini, cendikiawan muslim Indonesia bekerja sama

dengan pengusaha-pengusaha muslim dengan berupaya keras untuk

mengembangkan dan mensosialisasikan KSM-BMT. Dengan berkembangnya

KSM-BMT pada akhirnya diharapkan akan menimbulkan manfaat berupa:

1) Meningkatkan kesejahteraan para anggotanya;

2) Mengembangkan sikap hidup hemat, ekonomis, dan berpandangan ke

depan;

3) Memberikan pelayananmodal bagi anggota;

4) Melatih diri berpikir dan bermusyawarah.

5) Belajar meminpin dan mengembangkan tanggung jawab;

6) Mengembangkan sikap dan kebiasaan menabung;

7) Meningkatkan kepercayaan pihak lain.20

e. Prinsip-prinsip dalam BMT

Dalam kegiatan operasionalnya, BMT menggunakan prinsip bagi hasil,

sistem balas jasa, sistem profit, akad bersyarikat, dan produk pembiayaan.

Masing-masing akan diuraikan sebagai berikut:

1) Prinsip Bagi Hasil

Prinsip ini maksudnya, ada pembagian hasil daripemberi pinjaman

dengan BMT, yakni dengan konsep Al-Mudharabah, Al-Musyarakah, Al-

Muzara’ah, dan Al-Musaqah.

2) Sistem Balas Jasa

Sistem ini merupakan suatu cara jual beli yang dalam pelaksanaanya

BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa melakukan

20
Modul pelatihan pengelolaan BMT, topik 4, hlm 3.
25

pembelian barang atas nama BMT, dan kemudian bertindak sebagai

penjual, dengan menjual barang yang telah dibelinya dengan di tambah

mark up.21 Keuntungan BMT nantinyaakan dibagi kepada penyedia dana.

Sistem balas jasa yang dipakai antaralain berprinsip pada Ba’Al-

murobahah adalah Jual beli barang pada harga asal dengan tambahan

keuntungan yang disepakati, Ba’As-Salam adalah pembelian barang yang

diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka,

Ba’ Al-Istishna adalah membeli sesuatu dengan pesanan, jual beli ini

telah dikenal sebelum islam.22

3) Sistem profit

Sistemyang sering disebut sebagai pembiayaan kebijakan ini

merupakan pelayanan yang bersifat social dan non-komersial nasabah

cukup mengembalikan pokok pinjamannya saja.

4) Akad Bersyarikat

Akad bersyarikat adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dan

masing-masing pihak mengikutsertakan modal (dalamberbagai bentuk)

dengan perjanjian asing pembagian keuntungan/kerugian yang

disepakati. Konsep yang digunakan yaitu Al-Musyarakah dan Al-

Mudharabah.

5) Produk Pembiayaan

Penyediaan uang dan tagihan berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam meminjam di antara BMT dengan pihak lain yang

21
Metode yang biasanya digunakan oleh para pedagang yang usahanya membeli dan menjual kembali
barang tersebut setelah terlebih dahulu ditambah biaya-biaya
22
Muhammad syafi’iantonio, Islamic banking syari’ah, (Jakarta: gema insani 2001).
26

mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya beserta bagi hasil

setelah jangka waktu tertentu. Pembiayaan tersebut yakni: pembiayaan

al- Murabahah, pembiayaan al-Ba’I Bitsaman aji, pembiayaan al-

mudharabah, dan pembiayaan al- Musyarakah.

f. Badan hukum BMT

Baitul Maal Wattamwil ( BMT) berazaskan Pancasila dan Undang-

undang Dasar 1945 serta berlandaskan syari’ah Islam, keimanan, keterpaduan

(kaffah), kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian, dan

profesionalisme. Secara Hukum BMT berpayung pada koperasi tetapi sistim

operasionalnya tidak jauh berbeda dengan Bank Syari’ah, sehingga produk-

produk yang berkembang dalam BMT sama seperti apa yang ada di Bank

Syari’ah.

Oleh karena berbadan hukum koperasi, maka BMT harus tunduk pada

Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor

9 tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Juga

dipertegas oleh KEP.MEN Nomor 91 tahun 2004 tentang Koperasi Jasa

keuangan syari’ah. Undang-undang tersebut sebagai payung berdirinya BMT.

Meskipun sebenarnya, tidak terlalu sesuai karena simpan pinjam dalam

koperasi khusus diperuntukkan bagi anggota koperasi saja, sedangkan

didalam BMT, pembiayaan yang diberikan tidak hanya kepada anggota tetapi

juga untuk diluar anggota atau tidak lagi menjadi anggota jika

pembiayaannya telah selesai.

BMT disahkan oleh Menteri Koperasi dan UMKM. Walaupun demikian,

hal ini tidak membuat kinerja BMT kalah dengan Bank Syari’ah ataupun

Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS). BMT tetap bekerja dengan


27

mengedepankan profesionalisme, menjaga amanah dan kejujuran, serta

menjaga hubungan baik dengan nasabah ataupun sesama karyawan layaknya

sebuah keluarga sehingga rasa optimis menuju kesuksesan perekonomian

BMT, karyawan, dan nasabah akan terwujud serta memperoleh keberkahan

Allah SWT dengan ditambahkannya nilai-nilai Islam dalam menjalankan

program BMT.

Menurut Aries Mufti selaku ketua ABSINDO (Asosiasi BMT Seluruh

Indonesia) dan MES (masyarakat ekonomi syari’ah), “DI Indonesia walaupun

belum ada Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro, masyarakat

telah mengembangkan sendiri lembaga keuangan mikro yang berbentuk

koperasi syari’ah, Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), dan dalam bentuk yang

lain, kehadiran BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (LKMS)

merupakan lembaga pelengkap dari beroperasinya sistem perbankan syari’ah,

tumbuhnya BMT di Indonesia juga merupakan tuntutan dari masyarakat

muslim yang menginginkan bermuamalah secara syari’ah untuk menghindari

bermuamalah secara ribawi. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT

dalam surat al-Baqarah ayat :275:

        


       
        
        
         
     

Artinya:“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
28

itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),


Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah swt
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Dan orang yang kembali (mengambil riba),
Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya.”23

Jabir bin Abdullah r.a berkata,

Artinya: “Rasulullah Saw melaknat orang yang memakan riba dan orang
yang member makan riba (membayar riba), kedua orang saksinya,
dan penulisanya. Beliau bersabda ‘mereka itu sama saja.”24

Ancaman ini terkena pada semua bisnis riba yang bersifat perseorangan.

Adapun jika suatu masyarakat melakukannya secara keseluruhannya maka

semuanya terlaknat. Mereka jadi sasaran serangan Allah SWT dan terjauhkan

dari rahmat-Nya, tanpa diperdebatkan lagi.25

      


         
        
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu,
dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.”26

Memakan harta secara batil ini meliputi semua cara mendapatkan harta

yang tidak diizinkan atau tidak dibenarkan Allah SWT, yakni dilarang oleh-

Nya. Diantaranya dengan cara menipu, menyuap, berjudi, menimbun barang-

23
Q.S Al-Baqarah ayat :275
24
HR Imam Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi, Soheh Muslim,
25
Sayyid Quthb, fiqih Sunnah, (Bandung: PT. Al Ma’arif, 2000), cet. Ke-1, h.382.
26
Q.S An Nisa ayat 29
29

barang kebutuhan pokok untuk menaikan harganya dan semua bentuk jual

beli yang haram, serta sebagai pemukanya adalah riba.

g. Visi dan misi BMT

Adapun visi BMT adalah menjadi lembaga keuangan yang mandiri,

sehat dan kuat, yang kualitas ibadah anggotanya meningkat sedemikian rupa

sehingga mampu berperan menjadi wakil pengabdi (khalifah) Allah Swt. ,

memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan umat manusia pada

umumnya.

Adapun Misi BMT adalah mewujudkan gerakan pembebasan anggota

dan masyarakat dari belenggu rentenir, jerat kemiskinan dan ekonomi ribawi,

gerakan pemberdayaan meningkatkan kapasitas dalam kegiatan ekonomi riil

dan kelembagaannya menuju tatanan perekonomian yang makmur dan maju

dan gerakan keadilan membangun stuktur masyarakat madani yang adil dan

berkemakmuran berkemajuan,serta makmur maju berkeadilan berlandaskan

syari’ah dan ridla Allah Swt.27

h. Kegiatan Operasional BMT

Berdasarkan fungsi dan jenis dana yang dikelola oleh BMT, maka

terdapat dua tugas penting BMT, yakni terkait dengan pengumpulan dana dan

penggunaan dana.

1) Pengumpulan Dana BMT

Pengumpulan dana BMT dilakukan melalui bentuk simpanan

tabungan dan deposito. Adapun akad yang mendasari berlakunya

27
Buchari Alma, dan donni juni priansa, manajemen bisnis syari’ah, (bandung: alfabeta,2009), cet.
Ke-1, h. 24
30

simpanan terikat atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam

pernyertaan dan penarikannya, yakni:

a) Simpanan Wadiah, adalah titipan danayang tiap waktu dapat ditarik

pemilik atau anggota degan mengeluarkan semacam surat berharga

pemindah bukuan atau transfer dan perintah membayar

lainnya.sinpanan yang berakad Wadiah ada dua macam, yakni

Wadi’ah Amanah, yaitu titipan dana zakat, infak dan shadaqah dan

Wadhi’ah Yadhomanah, yaitu titipan yang akan mendapat bonus dari

pihak bank syari’ah jika bank syari’ah mengalami keuntungan.

b) Simpanan Mudharabah, adalah simpanan pemilik dana yang

penyetoran dan penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan

perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Simpanan Mudharabah

tidak memberikan bunga tetapi diberikan bagi hasil. Jenis simpanan

yang berakad Mudharabah dapat dikembangkan dalam berbagai

variasi simpanan.

Sumber dana BMT antara lain berasal dari dana masyarakat

simpanan biasa, simpanan berjangka atau deposito, serta melalui kerja

sama antar instusi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggalangan

dana antara lain momentum, prospek usaha, rasa aman, dan

profesionalisme.

2) Penyaluran Dana BMT

Dana yang dikumpulkan dari anggota harus disalurkan dalam bentuk

pinjaman kepada anggotanya. Pinjaman dana kepada anggota disebut

juga pembiayaan, yaitu suatu fasilitas yang diberikan BMT kepada


31

anggota yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah

dikumpulkan BMT dari anggota yang surplus dana.

Terdapat berbagai jenis pembiayaan yang dikembangkan oleh BMT,

yang semuanya itu mengacu pada dua jenis akad, yakni: akad tijarah, dan

akad syirkah. Masing-masing akan diuraikan sebagai berikut:

a) Akad Tijarah (Jual beli), yakni suatu perjanjian pembiayaan yang

disepakati antara BMT dengan anggota dimana BMT menyediakan

dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan

usaha anggotanya yang kemudian proses pembayaranya dilakukan

secara mencicil atau angsuran atau pengmbalian dibayarkan pada saat

jatuh tempo pengembaliannya.

b) Akad Syirkah (penyertaan dan bagi hasil)

 Musyarakah: Penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam suatu

usaha yang mana antara resiko dan keuntungan ditanggung

bersama secara seimbang denganporsi penyertaan.

 Mudharabah: Suatu perjanjian pembiayaan antara BMT dengan

anggota dimana BMT menyediakan dana untuk penyediaan modal

kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk

pengembangan usahanya.

Penggalangan dana BMT disalurkan untuk sektor perdagangan,

industri rumah tangga, pertanian, Perternakan, perikanan, konveksi,

kontruksi, percetakan, dan jasa. Sedangkan pola angsuran dapat


32

berdasarkan pada angsuran harian , mingguan, dua mingguan, bulanan,

serta pada saat jatuh tempo.28

i. Tahapan Pendirian BMT

Sedangkan proses pendirian BMT perlu dilakukan langkah-langkah

berikut ini:29

1) Pengkondisian

Yang dimaksud pengkondisian adalah langkah-langkah yang

dilakukan oleh pemrakarsa dengan cara menyampaikan ide pembentukan

kepada kelompok masyarakat yang memiliki usaha produktif, tokoh

masyarakat, dan pemimpin formal. Alangkah lebih baik kalau kelompok

masyarakat tersebut telah memiliki wadah sebagai sarana untuk

berkumpul seperti kelompok pengajian dan kelompok arisan, sebab akan

lebih mudah untuk mensosialisasikannya.

Setelah ide tersebut dapat disosialisasikan, pemrakarsa menjaring

beberapa orang yang sudah memahami maksud dan tujuan pendirian

BMT. Selanjutnya, orang tersebut (yang sudah memahami maksud dan

tujuan pendirian BMT) akan diajak bersama-sama untuk menjadi badan

pendiri.

2) Musyawarah Pembentukan/Pendirian

Setelah pemrakarsa dapat menjaring beberapa orang yang sudah

mengetahui dan memahami maksud pendirian BMT, selanjutnya

diadakan musyawarah pembentukan atau pendirian.

28
Buchari Alma Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syari’ah, (Bandung: Alfa Beta, 2009), cet.
Ke-1, h.22.
29
Modul Pelatihan Pengelolaan BMT, Topik 4, h.3-6.
33

Musyawarah pendirian harus dapat mengambil keputusan antara

lain:

a) Risalah rapat pendirian

b) Nama dan Alamat BMT

c) Penentuan personil pengurus, pengawas/pendiri

d) Anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART)

e) Modal awal dan sumbernya

f) Rencana kerja

g) Wilayah kerja

h) Analisis daya dukung social/ekonomi di wilayah kerja

Yang perlu sekali untuk diperhatikan mengenai hasil-hasil rapat

pendirian BMT tersebut adalah menyangkut personil pengelolaan. Dalam

tahap awal pendirian, untuk menjalankan kegiatan BMT tersebut

minimal harus dikelola oleh 3 orang personil (tentunya dengan resiko

perangkapan tugas).

Ketiga pengelola tersebut terdiri dari:

General manager : merangkap tugas sebagai manajer pembiayaan dan

pengerahan tabungan.

Kasir : merangkap sebagai kasir dan pembukuan.

Manajer pembiayaan : merangkap adminitrasi dan pembiayaan.

Ketiga orang pengelola tersebut dapat berasal dari badan pendirian.

Personil pengelola itu harus diberikan gaji sesuai dengan hasil kerja.

Namun, seandainya ada yang bersedia untuk tidak mendapatkan imbalan


34

tentunya lebih baik asalkan tetap memiliki dedikasi kerja yang cukup

tinggi.

Menyangkut tentang nodal dan sumber modal dapat dikemukakan

bahwa pertama sekali harus ditetapkan jumlah dan sumbernya.

Menyangkut pengadaan modal awal ada beberapa alternatif, yaitu dalam

bentuk:

a) Saham pendiri

Menyangkut saham pendiri ini dapat ditempuh dengan beberapa

alternatif, antara lain dengan cara:

 Menentukan nilai nominal dan jumlah yang disetor

 Jumlah yang disetor dijadikan sebagai modal awal

 Nilai saham dapat berubah sesuai dengan asset BMT

 Kepemilikan saham berada pada dewa pendiri

b) Hibah atau bantuan

Hibah dan bantuan yang dimaksud disini harus:

 Hibah atau bantuan semata-mata untuk tujuan pengembangan BMT.

Jadi tidak terkait dengan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS), sebab ZIS

sudah jelas penyalurannya.

 Hibah atau bantuan sebagai nilai awal nisabnya dengan nilai nominal

sahamyang 100 persen milik BMT atau yayasan yang menaunginya.

Perkembangan nilai saham sesuai dengan perkembangan asset

kelayakan BMT
35

c) Simpanan pokok dan simpanan wajib anggota yang ditahan dalam

jangka waktu tertentu.setelah itu dihitung bagi hasilnya.

d) Campuran bentuk-bentuk diatas.

Sedangkan menyangkut persyaratan pendirian dan prosedur

pendirian adalah: setelah diadakan musyawarah pembentukan BMT,

maka badan pendiri pengurus mengajukan kepada salah satu LPSM

setempat yang telah mengikuti program proyekhubungan dengan

KSP/KSM (PHBK) Bank Indonesia (BI). Pengajuan pendirian tersebut

terdiri dari:

a) Surat Permohonan

b) Proposal Pendirian, antara lain:

 Risalah rapat

 Nama/alamat/wilayah kerja BMT

 Daftar pengurus dan foto

 Job Description

 Modal awal

 Analisis daya dukung social ekonomi di wilayah kerja BMT

 Rencana kerja

Setelah pengajuan tersebut diterima oleh LPSM peserta PHBK BI maka

LPSM yang bersangkutan melakukan re-chek usulan pendirian dan

persyaratan teknis lainnya. Setelah segala sesuatunya selesai maka LPSM

yang bersangkutanmemberikan rekomondasi pendirian. Setelah itu BMT

yang bersangkutan dapat beroprasi.


36

3. Profitabilitas

a. Pengertian Profitabilitas

Menurut warren dkk, profitabilitas adalah kemampuan prusahaan untuk

menghasilkan laba.30

Menurut munawir, profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk

memperoleh keuntungan.31

Menurut agus, profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh

laba dalam hubungannya dengan penjualan.32

Menurut ridwan, profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba selama periode tertentu.33

Dari pengertian diatas, dapat dikemukakan profitabilitas adalah suatu

ukuran kinerja perusahaan dalam memperoleh labapada suatu periode tertentu

dan efisiensi penggunaan aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba

tertentu.

b. Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas

Sperti rasio-rasio lain yang sudah dibahas sebelumnya rasio Profitabilitas

juga memilki tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi pihak pemilik usaha atau

manajemen saja, tetapi juga bagi pihak luar di luar perusahaan, terutama

pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahaan.

Tuuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi

pihak luar perusahaan, yaitu:

30
Warren, et al., Pengantar Akuntansi (2005)
31
Munawir, Analisa Laporan Keuangan, (Yogyakarta: BPFE, 2004), cet.ke-1, h.86.
32
Agus Surtono, Manajemen Keuangan (Yogyakarta: BPFE, 2001), cet.ket-3 h.131.
33
Ridwan, Muhammad, Manajemen Baitul Maal Wattamwil (BMT), (Yogyakarta: UIIpress,
2003),cet.ke-1, h.144.
37

1) Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam

satu periode tertentu;

2) Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelum dengan tahun

sekarang;

3) Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu;

4) Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri;

5) Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana pengusaha yang

digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri;

Sementara itu, manfaat yang diperoleh adalah untuk:

1) Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu

periode;

2) Mengetahui posisi perkembangan laba perusahaan tahun sebelumnya

dengan tahun sekarang;

3) Mengetahui perkembangan laba bersih sesudah pajak dengan modal

sendiri;

4) Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan

baik modal sendiri maupun modal pinjaman.34

c. Jenis-jenis Rasio Profitabilitas

Sesuai tujuan yang hendak dicapai, terdapat beberapa jenis rasio

profitabiloitas yang dapat digunakan. Masing-masing jenis rasio digunakan

untuk menilai serta mengukur posisi keuangan perusahaan dalam suatu

periode tertentu atauuntuk beberapa periode.

34
Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: rajawali, 2005), cet. Ke-7, h.198
38

Penggunaan seluruh atau sebagian rasio profitabilitas tergantung dari

kebijakan manajemen. Jelasnya, semakin lengkap jenis rasio yang digunakan,

semakin sempurna hasil yang akan dicapai. Artinya pengetahuan tentang

kondisi dan posisi profitabilitas perusahaan dapat diketahui secara sempurna.

Dalam praktiknya, jenis-jenis rasio profitabiloitas yang dapat digunakan

adalah:

1) Return on Asset (ROA)

ROA merupakan salah stu indikator yang sering digunakan

dalam menilai tingkat profitabilitas bank. ROA sebagai rasio yang

menggambarkan kemampuan bank dalam mengelolah dana yang

diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang menghasilkan

keuntungan. Menurut Brigham Eugene dan Houston Joel ROA dihitung

dengan cara membandingkan seluruh laba sebelum pajak dengan total

aktiva.35

Laba Sebelum Pajak


Return on Asset (ROA)= x100%
Total Aktifa

2) Profit Margin (profit margin on sales)

Profit Margin on Sales atau Ratio Profit Margin atau margin laba

atas penjualan merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk

mengukur margin laba atas penjualan. Cara pengukuran rasio ini adalah

dengan membandingkan laba bersih. Rasio ini juga dikenal dengan nama

profit margin.

Terdapat dua rumusan untuk mencari profit margin, yaitu sebagai

berikut.
35
Brigham Eugene dan Houston Joel (2001:90)
39

a) Untuk margin laba kotor dengan rumusan

Penjualan Bersih−Harga Pokok Penjualan


Profit Margin =
Sales

Margin laba kotor menunjukan laba yang relatif terhadap

perusahaan, dengan cara penjualan bersih dikurangi harga pokok

penjualan. Rasio ini merupakan cara untuk penepatan harga pokok

penjualan.

b) Untuk margin laba bersih dengan rumus:

Earning After Interest∧Tax ( EAIT )


Net Profit Margin =
Sales

Margin laba bersih merupakan ukuran keuntungan dengan

membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dibandingkan

dengan penjualan. Rasio ini menunjukan pendapatan bersihperusahaan

atas penjualan.

3) Hasil Pengambilan Investasi (return on investment/roi)

Hasil pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama return

on investment (ROI) merupakan rasio yang menunjukan hasil (return)

atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan ROI juga

merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelola

investasi.

Disamping itu, hasil pengembalian investasi menunjukan

produktifitas dari seluruh dana perusahaan, baik modal pinjaman maupun

modal sendiri. Semakin kecil rasio ini, semakin kurang baik, demikian

pula sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas

dari keseluruhan operasi perusahaan.


40

Rumusan untuk mencari Return on Investment dapat digunakan

sebagai berikut.

Earning After Interest∧Tax


Return On Invesment (ROI)=
Total assets

4) Hasil Pengembalian Investasi (ROI) dengan pendekatan Du Pont

Untuk mencari hasil pengembalian investasi, selain dengan cara

yang sudah dikemukakan diatas, dapat pula kita menggunakan

pendekatan Du Pont. Hasil yang diperoleh antara cara seperti rumus

diatas dengan pendekatan Du Pont adalahsama

ROI = Margin lababersih X perputaran total aktiva

5) Hasil Pengembalian Ekuitas (Return on Equity/reo)

Hasil pengembalian ekuitas atau rentabilitas modal sendiri

merupakan rasio untuk mrngukur laba bersih sesudah pajak dengan

modal sendiri. Rasio ini menunjukan efisiensi penggunaan modal sendiri.

Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik

perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya.

Rumus untuk mencari Return on Equity (REO)dapat digunakan

sebagai berikut.

Earning Interst∧tax
Return on Equity (REO)=
Equity

6) Hasil Pengembalian Ekuitas (REO) dengan pendekatan Du Pont

Sama dengan ROI, untuk mencari hasil pengembalian ekuitas, selain

dengan cara yang sudah dikemukakan di atas, juga dapat pula digunakan
41

pendekatan Du Pont. Hasil yang diperoleh antara cara seperti rumusan di

atas dengan pendekatan Du Pont adalah sama.

Berikut ini adalah cara untuk mencari hasil pengembalian ekuitas

dengan pendekatan Du Point, yaitu sebagaiberikut.36

REO = Margin Laba Bersih X Perputaran Total Aktiva X Pengganda Ekuitas

4. Mudharabah

a. Pengertian mudharabah

Syarikat Mudharabah memiliki dua istilah, yaitu al-mudharabah dan al-

qiradh sesuai dengan penggunaannya di kalangan kaum muslim. Penduduk

Irak menggunakan istilah al-mudharabah untuk mengungkapkan transaksi

syarikat ini. Disebut Mudharabah karena diambil dari kata dharb, yang

artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga dan berperang.

Allah berfirman:

         


         
      ....... 
Artinya: “…Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang
yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang
di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al
Quran……”37
Adapun menurut para ulama, syarikat Mudharabah memiliki pengertian:

pihak pemodal (Investor) menyerahkan sejumlah pemodal kepada pihak

pengelola untuk diperdagangkan dan berhak mendapat bagian tertentu dari

keuntungan.38 Dengan kata lain, al-mudharabah adalah akad (transaksi)

36
Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: rajawali, 2005), cet. Ke-7, h.206
37
Q.S Al-Muzzammil: 20
38
Al Mugni op.cit 7/133
42

antara dua pihak, yaitu salah satu pihak menyerahkan harta kepada yang lain

agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan di antara keduanya

sesuai dengan kesepakatan.39

Menurut PSAK 105 dalam Sri Nurhayati dan Wasilah mudharabah

didefinisikan sebagai akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak

pertama (pemilik dana atau shahibul maal) menyediakan seluruh dana,

sedangkan pihak kedua (pengelolah danaatau mudharib) bertindak selaku

pengelolah, dan keuntungan dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan

sedangkan kerugian financial hanya ditanggung oleh pemilik dana.

Kerugian akan ditanggung pemilik dana selama kerugian itu tidak

diakibatkan oleh kelalaian pengelola dana, apabilah kerugian yang terjadi

diakibatkan oleh kelalaian pengelola dana maka kerugian ini akan

ditanggung oleh pengelola dana.40

b. Hukum Al-Mudharabah dalam Islam

Ibnu Hazm menyatakan “semua bab dalam fiqih selalu memiliki dasar

dalam Al-Qur’an dan Sunnah yang kita ketahui –Alhamdulilah- kecuali al-

qiraadh (al-mudharabah). Kami tidak mendapati satu dasarpun dalam Al-

Qur’an dan Sunnah. Dasarnya adalah ijma’ yang benar. Yang dapat kami

pastikan bahwa hal initelah terjadi pada zaman shallahu’alaihi wa sallam,

dan beliau mengetahuiya dan menyetujuinya. Seandainya tidak demikian, al-

mudharabah tidak boleh di lakukan.41

39
Al Bunuk Al Islamiyah Baina An Nadzoriyat Wa Tathbiq, h.122
40
Nurhayati sri dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia,(Jakarta: Salemba Empat), cet. Ke-3
h.128.
41
Ibnu hazm, Maratib Al Ijma’, (Beirut: Dar Al-Kutub). Cet.ke-1., h.91
43

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengomentari pertanyaan Ibnu Hazm di

atas dengan menyatakan:

1) Bukan termasuk mazhab Ibnu Hazm untuk membenarkan Ijma’ tanpa

diketahui sandarannya dari Al-Qur’an dan Sunnah dan ia sendiri

mengakui bahwa ia tidak mendapatkan dasar dalil Mudharabah damal

Al-Qur’an dan Sunnah.

2) Ibnu Hazm tidak memandang bahwa tidak adanyayang menyelisih adalah

ijma’, padahal ia tidak memiliki ijma’, kecuali ketidaktahuan adanya

yang menyelisihnya.

3) Ibnu Hazm mengakui Nabi SAW. Setelah mengetahui sistem muamalah

ini. Taqrir (persetujuan) Nabi SAW. Termasuk satu jenis sunnah,

sehingga pengakuannya bahwa tidak adanya dasar dari Sunnah

menentang pernyataannya tentang taqrir ini.

4) Jual beli (perdagangan) dengan keridaan kedua belah pihak yang ada

dalam Al-Qur’an meliputi juga al-qiradh dan Mudharabah.

5) Tidak ditemukannya dalil tidak menunjukan ketidakadaannya42.

c. Jenis Al-Mudharabah

Para ulama membagi al-mudharabah menjadi dua jenis:

1) Al-Mudharabah Al-Muthlaqah (mudharabah bebas)

Pengertiannya adalah sistem mudharabah yang pemilik modal

(investor/shahib al maal) menyerahkan modal kepada pengelola tanpa

42
Naqdh Maratib Al Ijma’ karya Syeikh Islam yang dicetak sebagai foot note kitab Maratib Al Ijma
h.91-92.
44

pembatasan jenis usaha, tempat dan waktu, serta dengan siapa pengelola

bertransaksi. Jenisini memberikan kebebasan kepada mudharib

(pengelola modal) melakukan apa saja yang dipandang dapat

mewujudkan kemaslahatan.

2) Al-Mudharabah Al-Muqayyadah (mudharabah terbatas)

Pengertiannya pemilik modal (investor) menyerahkan modal kepada

pengelola dan menentukan jenisusaha atau tempat atau waktu atau orang

yang akan bertransaksi dengan mudharib.43. Jenis kedua ini

diperselisihkan para ulama keabsahan syaratnya, bahwa pembatasan

tersebut berguna dan tidak sama sekali menyelisihi dalil syar’I, itu

sekedar ijtihad dan dilakukan dengan kesepakatan dan keridaan kedua

belah pihak sehingga wajib ditunaikan.44 Perbedaan antara keduanya

terletak pada pembatasan penggunaan modal sesuai permintaan investor.

3) Rukun Al-Mudharabah

Al-Mudharabah, seperti usaha pengelolaan usaha lainnya memiliki

tiga rukun, yaitu:

a) Dua ataulebih pelaku, yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola

(mudharib);

b) Objek transaksi kerja sama, yaitu modal, usaha, dan keuntungan;

c) Pelafalan perjanjian

Imam Asy-Syarbini dalam syarh Al-Minhaaj menjelaskan bahwa

rukun Mudharabah ada lima, yaitu modal, jenis usaha, keuntungan,

43
Al-Fiqh Al-Muyassar, op.cit., h.186.
44
Khaerul umam, pasar modal syari’ah (Bandung: Pustaka setia, 2013)., cet. Ke-1., h.348.
45

pelafalan transaksi, dan dua pelakutransaksi.45 Ini semua di tinjau

perinciannya dan semuanya tetap kempabali pada tiga rukun di atas.

d. Hal yang dilarang dalam mudharabah

1) pemilik dana tidak boleh mensyaratkan sejumlah tertentu untuk

bagiannya karena dapat dipersamakan dengan riba yang meminta

kelebihan atau imbalan tanpa ada faktor penyeimbang (iwad) yang

diperbolehkan syari’ah.

2) Tidak boleh menggunakan nilai proyeksi (predictive value)46 akan tetapi

harus menggunakan nilai realisasi keuntungan, yang mengacu pada

laporan hasil usaha yang secara periodik disusun oleh pengelola dana

dan diserahkan kepada pemilik dana.

3) Tidak boleh ada jaminan atas modal, namun demikian agar

pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik dana dapat

meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga.

e. Rukun dan Syarat Mudharabah

Ada beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah yaitu:

1) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)

Akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama

bertindak sebagai pemilik modal (shahibul maal), pihak kedua sebagai

pelaksana usaha (mudharib). Syarat keduanya adalah pemodal dan

pengelola harus mampu melakukan traansaksi yang sah secara hukum.

2) Objek Mudharabah (modal dan kerja)


45
Lihat Takmilah Al-Majmu’ Syarhu Al Muhadzab Imam Nawawi oleh Muhammad Najieb Al-
Muthi’I yang digabung dengan kitab Majmu’ Syatrhul Muhadzab 15/148
predictive value adalah nilai perkiraan dari informasi-informasi sebelumnya untuk
46

memberikan prediksi di masa yang akan dating .


46

Karim(2004:hal194) Objek merupakan konsekuensi logis dari

tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan

modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha

menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang

diserahkan berbentuk uang. Sedangkan kerja yang diserahkan bias

berbentuk keahlian, ketrampilan, selling skill, management skill danlain-

lain.

Syarat objek mudharabah adalah :

1) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya (mata uang)

2) Modal harus tunai

Para fuqaha tidak membolehkan modal mudharabah berbentuk

barang. Ia harus uang tunai karena barang tidak dapat dipastikan taksiran

harganya dan mengakibatkan ketidak pastiaan (gharar) besarnya modal

mudharabah. Para fuqaha telah sepakat tidak bolehnya mudharabah

dengan hutang. Tanpa adanya setoran modal, berarti shahibul maal tidak

memberikan kontribusi apapun padahal mudharib telah bekerja. Para

ulama syafi’I dan maliki melarang hal itu karena merusak sahnya akad.

3) Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)

“persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi dari prinsip

‘an-taraadhim minkum (sama-sama rela).” Kedua belah pihak harus

secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah.

Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana

dan sipelaksana usaha pun setuju denganperannya untuk


47

mengkontribusikan kerja. Syaratnya adalah melafazkan ijab dari yang

punya modal dan qalbu dari yang menjalankan.

4) Nisbah Keuntungan

“nisbah adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang

tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang

berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah.”

Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahib al-

maal mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan

inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah

pihakmengenai cara pembagian keuntungan. Syarat adalah:

a) Keuntunagn harus dibagi untuk kedua pihak;

b) Proporsi keuntungan masing-masing pihak harus diketahui pada

waktu kontrak dan proporsi tersebut harus dari keuntungan

c) Nisbah keuntungan dapat disepakati untuk ditinjau dari waktu ke

waktu;

d) Kedua belah pihak juga harus menyepakati biaya-biaya apa saja

yang ditanggung pemodal dan pengelola.

f. Perkara Yang Membatalkan Mudharabah

Mudharabah dianggap batal pada hal berikut:

a) Pembatalan, larangan berusaha dan pemecatan

b) Salah seorang Aqid meninggal dunia

c) Salah seorang Aqid gila

d) Pemilik modal murad

e) Modal rusak di tangan pengusaha

g. Terjadinya kerugian terhadap Mudharabah


48

Kerugian dalam Mudharabah adalah ketidak mampuan nasabah dalam

membayar cicilan pokok senilai pembiayaan yang telah diterimanya atau

jumlah seluruh cicilan lebih kecil dari pembiayaan yang telah diterimanya

kerugian ditanggung oleh bank syar’ah kecuali akibat

1) Nasabah melanggar syarat yang telah disepakati

2) Nasabah lalai dalam menjalankan modalnya

Kemungkinan bank menderita kerugian dari berbagai sumber

menyalurkan dananya kepada masyarakat, apabila terdapatbanyak sekali

nasabah yang tidak memenuhi kewajibannya. Namun apabila bankislam

dikelola secara profesional kemungkinan terjadinya kerugian sangat kecil,

karena kerugian disalah satu portofolio akan dapat ditutupi dengan

keuntungan pada portofolio lain, dalam hal ini semuanya terhimpun dalam

pot dana (pool of fund). Cara mengetahui resiko kerugian yang dihadapi

nasabah atau mengurangi jumlah nasabah yang tidak memenuhi

kewajibannya, maka diperlukan peningkatan profesionalisme para pengelola

bank islam terutama dalam menilai kelayakan proyek dan karakter nasabah

proyek-proyek yang besar dianjurkan memakai akuntan public untuk menilai

laporan keuangan proyek.

h. Teknik Mudharabah dalam perbankan

Teknik Mudharabah dalam perbankan sebagai berikut:

1) Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal,

harus diserahkan tunai, dapat berupa uang. Apabila modal diserahkan

secara bertahap harus jelastahapannya dan disepakati bersama,


49

2) Hasil pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan

dengan dua cara:

a. Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)

b. Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)

3) Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap

bulan atau waktu yang telah disepakati. Bank selaku pemilik modal

menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan

penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan

penyalahgunaan dana.

4) Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak

berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.

5) Jika nasabah cidera janji dengan sengaja, misalnya tidak mau membayar

kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban dapat dikenakan sanksi

adminitrasi.

i. Manfaat Mudharabah

Manfaat mudharabah adalah sebagai berikut:

1) Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha

nasabah meningkat

2) Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah

pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha

bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

3) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas

usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.

4) Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar –benar

aman, halal dan menguntungkan karena keuntungan yang konkrit dan

benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.


50

5) Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip

bungatetap.

j. Pengakuan Laba atau Rugi Mudharabah

Apabila pembiayaan mudharabah melewati satu periode pelaporan:

1) Laba pembiyaan mudharabah diakui dalam periode terjadinya hak bagi

hasil sesuai nisbah yang disepakati

2) Rugi yang terjadi diakui dalam periode terjadinya rugi tersebut dan

mengurangi saldo pembiayaan mudharabah.

Pengakuan laba atau rugi mudharabah dalam praktik dapat diketahui

berdasarkan laporan bagi hasil dari pengelola dana yang diterima oleh bank.

Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode,

yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Bagi

laba, dihitung dari pendapatan setelah dikurangi beban yang bekaitan dengan

pengelola dana mudharabah. Sedangkan bagi pendapatan dihitung dari total

pendapatan pengolahan mudharabah. Rugi pembiayaan mudharabah yang

diakibatkan penghentian mudharabah sebelum masa akad berakhir diakui

sebagai pengurang pembiayaan mudharaba. Rugipengelolaan yang timbul

akibat kelalaian pengelola dana dibebankan pada pengelola dana.

Bagian laba bank yang tidak dibayarkan oleh pengelola dana pada saat

mudharabah selesai atau dihentikan sebelum masanya berakhir diakui

sebagai piutang jatuh tempo kepada pengelola dana.

B. Kerangka Pemikiran

Keberadaan Baitul mal wa tamwil (BMT) sebagai lembaga keuangan

mikro syari’ah mengalami perkembangan yang pasang surut. Pada pertengahan


51

tahun 1990-an jumlah BMT mencapai 3.000 unit. Namun, pada bulan Desember

2005, jumlah BMT yang aktif diperkirakan mencapai 2.017 unit. Menurut

perkiraan Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK), sampai dengan pertengahan

tahun 2006, diperkirakan jumlah BMT mengalami peningkatan kembali sehingga

mencapai sekitar 3.200 unit.47

Pasang surut perkembangan BMT di Indonesia tidak terlepas dari kendala

yang dihadapi. Di antaranya yang paling krusial adalah landasan hukum yang

belum jelas. Karena sebagian besar BMT memiliki badan hukum koperasi, maka

secara legal tidak dapat menghimpun dana dari masyarakat langsung. BMT harus

mensyaratkan keanggotaan bagi nasabah yang akan dilayani, atau menjadikan

nasabah tersebut sebagai calon anggota selama beberapa waktu tertentu.

Konsekuensinya, tidak saja sebagian calon nasabah menjadi enggan, tetapi juga

menyebabkan masalah internal di dalam BMT karena setiap anggota mempunyai

hak suara yang sama. Sementara, bila BMT ingin dapat menghimpun dana dari

masyarakat langsung, maka BMT harus berganti status hukum menjadi bank atau

lembaga keuangan bukan bank, seperti modal ventura48. Konsekuensinya, BMT

justru akan kehilangan kelebihan utama mereka sebagai lembaga keuangan yang

melayani usaha berskala mikro dan kecil.49

Mudharabah merupakan akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana

pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan

pihak kedua menjadi pengelola. Pembiayaan ini termasuk kedalam produk

47
Buchari alma donni juni priansa, Manajemen Bisnis Syari’ah, (Bandung: Alfabeta, 2009), cet. Ke-
1, h.17.
48
Suatu investasi dalam bentuk pembiayaan berupa penyertaan modal ke dalam suatu
perusahaan swasta sebagai pasangan usaha untuk jangka waktu tertentu.
49
Ali Hasan M, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2003), cet. Ke-1,
h.89.
52

natural uncertainty contracts atau produk yang mendatangkan penghasilan yang

tidak pasti. Risiko penghasilan yang tidak pasti ini perlu diminimalisir. Risiko

pembiayaan mudharabah terjadi pada saat mudharib atau mitra mengalami

kegagalan dalam memenuhi kewajiban sesuai dengan akad yang telah disepakati

oleh kedua belah pihak sehingga BMT tidak dapat memperoleh kembali dana

yang telah disalurkan. BMT bertujuan untuk menghasilkan laba dan

memanfaatkan aktiva produktifnya seefektif dan seefisien mungkin supaya

laba yang dihasilkan tinggi. Pada saat BMT mampu menghasilkan laba yang

tinggi maka rasio profitabilitas perusahaan juga akan tinggi. Rasio

profitabilitas perusahaan yang tinggi mengindikasikan bahwa kemampuan

manajemen memanfaatkan aktivanya bisa diandalkan, dan sebaliknya50.

C. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Reki Fiswan (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Tingkat

Non Performing Loan Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah

Terhadap Profitabilitas (Return On Asset) Pada Bank Syariah” menyebutkan

bahwa (1) profitabilitas BSM dalam kondisi yang berfluktiatif dan rata-rata

ROA perode tahun 2004-2007 sebesar 0,87%. (2) NPL mudharabah tahun

2004-2007 mengalami kenaikan dan penurunan dan diperoleh nilai rata-rata

sebesar 3,28%. yang menandakan bahwa pembiayaan dalam kondisi yang

tidak terlalu berisiko (3) NPL musyrakah mengalami peningkatan dan

penurunan, rata-rata NPF musyarakah sebesar 14,91% yang menandakan

dalam kondisi buruk atau berisiko. Persamaan dengan penelitian yang


50
At-Thariqi dan Abdullah Abdul Husain, Ekonomi Syari’ah: Prinsip Dasar, dan Tujuan, (Yogyaka
rta: Magistrasi insania press, 2004)
53

dilakukan yaitu membahas teng pembiayaan mudharabah terhadap

profitabilitas, perbedaannya adalah pada periode tahun yang diteliti dan

tempat penelitian.

2. Citra Maulina Septiani (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh

Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Mudharabah, Dan Pembiayaan

Musyarakah Terhadap Profitabilitan Bank Syariah” menyebutkan bahwa

(1) Kondisi pembiayaan mudharabah BSM mengalami peningkatan pada

tahun 2007 kemudian mengalami penurunan pada tahun 2008-2012.(2)

kondisi pembiayaan musyarakah BSM tergolong tinggi untuk periode tahun

2007-2012. (3) ROA BSM tergolong berfluktuatif dan berada diperingkat

pertama jika dibanding dengan bank syariah yang ada di Indonesia.

Persamaan dengan penelitian ini adalah pada objek penelitian dan variabel

yang dianalisis. Sedangkan perbedaannya terdapat pada tempat penelitiannya.

3. Hutami Kusumawati (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh

Tingkat Risiko Pembiayaan Mudharabah dan Tingkat Risiko pembiayaan

Musyarakah Terhadan Profitabilitas Bank Syariah” menyebutkan bahwa (1)

Tingkat risiko pembiayaan mudharabah BSM pada tahun 2007 peningkatan

dan penurunan pada tahun 2008-2010. (2) Kondisi risiko pembiayaan BSM

cenderung berfluktuatif Persamaan dengan penelitia ini adalah pada objek

penelitian sedangkan perbedaannya terdapat pada tempat penelitiannya.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini terdiri dari hipotesis objek (Ho) dan

hipotesis alternative (Ha) adalah sebagai berikut:


54

Ho : tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara sistem bagi hsil pembiyayaan

mudharabah terhadap profitabilitas di BMT Al-Ittihad.

Ha : terdapat pengaruh yang signifikan antara sistem bagi pembiayaan

mudharabah terhadap profitabilitas di BMT Al-Ittihad.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
55

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, penyusun mengambil lokasi penelitian di BMT Al

Ittihad yang terletak di Jl. Linggajaya, Pasar Cikurubuk, Mangku Bumi, Kota

Tasikmalaya dengan alasan: lokasi lebih dekat dengan domisili penulis dan

penulis pernah PPL di tahun 2015.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada Bulan 01 Juli dan berakhir pada

tanggal 04 Agustus 2015.

B. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang di gunakan oleh penulis, taitu:

1. Empirik, diperoleh langsung dari objek penelitian dengan menggunakan

teknik observasi, wawancara dan test.

2. Teoritik, diperoleh dari sejumlah buku dan bacaan lainnya yang ada

hubungannya dengan judul skripsi untuk dijadikan sumber rujukan.

Sesuai dengan pendekatan kuantitatif dan jenis sumber data yang

digunakan dalam penelitian, maka ada beberapa teknik pengumpulan data yang

digunakan:

1. Metode Wawancara
56

Adalah salah satu cara untuk mendapatkan informasi secara langsung

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada karyawan yang ada di BMT

Al-Ittihad. Pada prinsipnya metode ini sama dengan metode angket, hanya

perbedaanya terdapat pada media yang digunakan, dimana angket pertanyaan

diajukan secara tertulis sedangkan wawancara diajukan secara lisan (bertatap

muka langsung dengan responden).51

Metode ini dilakukan dengan mewawancarai manajer BMT dengan tujuan

untuk mengetahui lebih mendalam tentang permasalahan yang diteliti, sehingga

diperoleh informasi yang sebenarnya.

2. Metode Dokumenter

Metode ini digunakan untuk memperoleh data, dengan cara mengambil

atau mengutip suatu dokumen atau catatan yang sudah ada yang telah

terdokumentasi yang berkaitan dengan operasionalisasi Baitul Maal Wattamwil

(BMT). Dengan teknik ini dapat diperoleh data-data pendukung yang dianggap

perlu terhadap sempurnanya penelitian ini.52

3. Observasi

Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan menggunakan

pengamatan langsung terhadap objek dalam suatu periode tertentu dan

mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamti.

Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data

dengan jalan mengadakan mpengamatan terhadap kegiatan yang berlangsung dari

pendapat para ahli di atas, observasi dapat disimpulkan bahwa teknik


51
Suharmini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT.Rineka Cipta,
1998),cet. ke-1, h.145.
52
Uma Sekaran, Metode Statistika, (Jakarta: Salemba empat, 2009), h.30.
57

pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan langsung terhadap

objek penelitian tertentu. Dalam hal ini observasi dilakukan pada subjek penelitian

keadaan di bank BMT Al-Ittihad Tasikmalaya tentang penghimpunan dana selama

ini.53

4. Studi kepustakaan

Metode ini menggunakan untuk mencari data yang diperoleh dari sumber

bacaan seperti buku yang digunakan peneliti untuk mengetahui apakah praktik

penghimpunan dana di BMT Al Ittihad ini sesuai dengan prinsip syariah.

Adapun buku-buku yang digunakan peneliti sebagai bahan penelitian ini

adalah Wiroso, produk perbankan syariah dan Buchari Alma Donni Juni Priansa,

Manajemen Bisnis Syari’ah. Buku ini memberikan gambaran yang jelas dan rinci

tentang perbankan syariah pada umumnya dan produk-prudok bank syariah

umum.

C. Jenis dan Sumber Data Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang berjenis deskriptif

kuantitatif, yaitu mendeskripsikan data angka hasil analisis dengan menggunakan

tekhnik analisis kuantitatif dan kemudian ditarik kesimpulan berupa kata-kata

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

2. Sumber Data Penelitian


53
Danang Sunyoto, Metodologi Penelitian Akuntansi,(Bandung: PT. Refika Aditama, 2013),cet. Ke-
1, h.22.
58

Data sekunder yaitu data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak

langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat pihak lain). Data

sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun

dalam arsip yang dipublikasikan.

Data yang dibutuhkan dalam penulisan tugas akhir ini adalah :

a. Data umum, yaitu data yang berwujud deskripsi atau penjelasan-

penjelasan. Dalam hal ini meliputi pengambilan data mengenai sejarah

singkat BMT Al-Ittihad KCP Cikurubuk.

b. Data Khusus, yaitu data yang telah disusun oleh perusahaan sedangkan

peneliti hanya mengambil data untuk bahan penulisan tugas akhir skripsi.

Dalam hal ini adalah laporan keuangan BMT Al-Ittihad KCP Cikurubuk.

Periode tahun 2011-2015.

D. Populasi dan Sempel Penelitian

Populasi adalah kumpulan dari keseluruhan pengukuran, objek, atau

individu yang sedang dikaji. Populasi dalam penelitian ini adalah laporan

keuangan BMT Al-Ittihad KCP Cikurubuk 5 tahun terakhir. Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah laporan keuangan bulanan BMT Al-Ittihad KCP

Cikurubuk selama 5 tahun yaitu laporan laba rugi, laporan keuangan periode

tahun 2011-2015.54

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara
54
Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: CV. Alfabeta, 2005), h.115.
59

Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data dengan bertanya

langsung pada responden. Wawancara adalah salah satu bentuk teknik

pengumpulan data yang banyak di gunakan dalam penelitian deskriptif kualitatif.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur

yaaitu wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan

pertanyaan yang akan disajikan untuk setiap subjek. Pada penelitian ini,

wawancara dilakukan terhadap Manajer pada bank BMT Al Ittihad Tasikmalaya.

2. Observasi

Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan menggunakan

pengamatan langsung terhadap objek dalam suatu periode tertentu dan

mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamti.

Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan

data dengan jalan mengadakan mpengamatan terhadap kegiatan yang berlangsung

dari pendapat para ahli di atas, observasi dapat disimpulkan bahwa teknik

pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan langsung terhadap

objek penelitian tertentu. Dalam hal ini observasi dilakukan pada subjek

penelitian keadaan di bank BMT Al-Ittihad Tasikmalaya tentang penghimpunan

dana selama ini.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan

menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,

gambar maupun elektronik. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah

berlalu. Dokumen-dokumen yang dihimpun dipilih sesuai dengan tujuan dan


60

fokus pada masalah yaitu tentang penghimpunan dana serta dokumen-dokumen

pendukung pada BMT Al Ittihad ini.

4. Studi kepustakaan

Metode ini menggunakan untuk mencari data yang diperoleh dari sumber

bacaan seperti buku, artikel, dan literature-literatur lain yang digunakan peneliti

untuk mengetahui apakah praktik penghimpunan dana di BMT Al Ittihad ini

sesuai dengan prinsip syariah.

Adapun buku-buku yang digunakan peneliti sebagai bahan penelitian ini

salah satunya adalah Wiroso, produk perbankan syariah dan Buchari Alma Donni

Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syari’ah. Buku ini memberikan gambaran yang

jelas dan rinci tentang perbankan syariah pada umumnya dan produk-prudok

bank syariah umum.

F. Instrumen Penelitian

Karena pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka

harus ada alat ukur yang baik, alat ukur dalam penelitian dinamakan instrument

penelitian, hal tersebut sejalan dengan pendapat Sugiyono menyatakan bahwa

“Instrumen penelitian adalah suatu alat yang di gunakan untuk mengukur

fenomena alam maupun social diamati secara spesifik”.55

Instrumen penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Pedoman Observasi, yaitu penulis menggunakan instrument penelitian yang

berguna untuk melengkapi data dengan cara melakukan observasi langsung

meliputi pada objek yang diteliti dengan menggunakan pedoman observasi.

55
Sugiyono, Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2009),h.120.
61

2. Pedoman Wawancara, Dalam pelaksanaan wawancara penulis menggunakan

wawancara yang didalamnya terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan

dengan masalah yang akan diteiliti.

G. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang berjenis analisis deskriptif

kuantitatif, yaitu mendeskripsikan angka hasil analisis dengan menggunakan

teknik analisis kuantitatif dan kemudian ditarik kesimpulan berupa kata-kata

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.56 Adapun analisis data dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Net Propit Margin


Rasio ini menunjukan seberapa besar presentase pendapatan bersih yang di

perolehdari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini maka di anggap semakin

lebih baik kemajuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi.

Rasio ini dihitung dengan cara:

Net Profit Margin= Laba Bersih

Penjualan Bersih

Karena perusahaan jasa tidak memiliki data HPP (Harga Penjualan Pokok)

maka penulis menganggap profitabilitas=pendapatan.

2. Analisis Uji Regresi

a. Statistic Deskriptif

56
Sugiyono, Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2009),h.147.
62

Untuk mengetahui rata-rata dan standar deviasi variabel independen dan

variabel dependen.

b. Uji Koefisien Determinasi

Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya

kontribusi atau pengaruh variabel independen (sistem bagi hasil

pembiayaan mudharabah) terhadap variabel dependen (tingkat

profitabilatas) yaitu dengan mengkuadratkan koefisien korelasi.

c. Anova

Digunakan untuk mengetahui apakah model regresi dapat digunakan untuk

memprediksi variabel dependen atau tidak.

1) Hipotesis

Ho : model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi tingkat

profitabilitas.

Ha : model regresi dapat digunakan untuk memprediksi tingkat

profitabilatas.

2) Kriteria Pengujian

Jika profitabilitas <0,05 maka Ho ditolak.

Jika profitabilitas >0,05 maka Ho ditolak.

d. Regresi

Digunakan untuk memprediksi besarnya variabel terikat dengan

menggunakan data variabel bebas yang sudah diketahui besarnya. Adapun

persamaan regresi berganda adalah sebagai berikut:

Y = a + bXl

Dimana :
63

Xl = variabel independen

a = konstanta

b = angka arah atau koefisien regresi yang menunjukan angka

peningkatan atau penurunan variabel dependen yang didasarkan pada

variabel independen.

1) Hipotesis

Ho : koefisien regresi tidak signifikan.

Ha : koefisien regresi signifikan.

2) Kriteria pengujian

Jika profitabilitas <0,05 maka Ho ditolak.

Jika profitabilitas <0,05 maka Ho diterima.

Anda mungkin juga menyukai