Anda di halaman 1dari 3

Pembahasan Kompos

Kompos merupakan hasil pelapukan dari bahan organik dengan melibatkan bantuan mikroorganisme
dalam proses kerjanya. Pupuk kompos sangat dianjurkan untuk digunakan dalam upaya penjagaan
ekosistem keseimbangan dalam tanah. Hal ini dikarenakan pupuk kompos tidak meninggalkan residu
yang berbahaya di dalam tanah, malah menjadi makanan bagi mikroorganisme di dalam tanah. Dengan
melihat pentingnya fungsi kompos, maka dilakukan praktikum kali ini dengan pembuatan pupuk kompos
dari limbah fleshing. Limbah fleshing sendiri merupakan limbah sisa dari proses pembuangan
daging/lemak pada proses industri penyamakan kulit. Limbah fleshing memiliki sifat mudah
teerdegradasi.

Langkah proses awal yang dilakukan yaitu menimbang semua bahan yang telah dihitung berdasarkan
persen hitungan dan dicampur hingga homogen dalam satu wadah ditambahkan larutan starter dan
disiran dengan air secukupnya. Fungsi larutan starter yaitu untuk menambah unsur hara dan
mempercepat pembusukan. Setelah itu kompos dibiarkan dalam keadaan tertutup dan dicek selama
enam hari.

Hasil yang didapatkan selama rata-rata setiap harinya, berat dan volume kompos berubah. pH dari
kompos hasil praktikum juga mengalami perubahan setiap harinya, namun rata- rata pH kompos adalah
5-5,5. Suhu pada kompos juga mengalami perubahan setiap harinya, hal tersebut dikarenakan tidak
menentunya suhu ruang setiap harinya, namun rata-rata suhu kompos berkisar antara 25-28⁰C. Untuk
karakter kompos yang dihasilkan memiliki karakteristik coklat hehitaman dan bertekstur gembur.

Setelah proses pengkomposan selesai kemudian kompos diaplikasikan pada tanaman. Disini
dilakukan perbandingan dengan menggunakan tanaman yang sama tetapi metode yang berbeda,
tanaman satu dengan menggunakan tanah biasa sebanyak 1500 gr, dan yang satu ditambahkan kompos
hasil buatan praktikum 750 gr+ tanah 750 gr. Dilakukan pengecekan dan didapatkan hasil uji tanaman
yang menggunakan kompos maupun tanah biasa sama-sama tidak dapat hidup bahkan tidak ada tanda-
tanda tumbuh sama sekali. Namun, pada hasil kelompok lain, tanaman dapat hidup dan berkembang
biak dengan baik. Hal ini dapat dikarenakan dari faktor kurangnya atau bahkan terlalu berlebih dalam
penyiraman pada tanaman karena kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme
dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 -
60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas
mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila
kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas
mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.

Faktor kedua dapat juga karena penanaman bibit tanaman yang terlalu dalam, sehingga dalam waktu
yang singkat / waktu yang sudah ditentukan, tanaman belum dapat sampai ke permukaan. Faktor
selanjutnya bisa disebabkan karena pH. Salah satu faktor bagi pertumbuhan mikroorganisme yang
terlibat dalam proses pengomposan adalah tingkat keasaman. Karena itu, pengaturan pH selama proses
pengomposan perlu dilakukan. Pada awal pengomposan, reaksi cenderung agak asam karena bahan
yang dirombak menghasilkan asam-asam organik sederhana. Namun pH akan mulai naik sejalan dengan
waktu pengomposan dan akhirnya akan stabil pada pH sekitar netral. Proses pengomposan dapat terjadi
pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai
7.5. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral. Sedangkan pH kelompok kami berkisar
5, dapat diperkirakan juga kompos belum matang.

Kesimpulan
 Limbah dari proses fleshing dapat dijadikan kompos
 pH dan suhu pada kompos berubah di setiap harinya
 Penyebab kompos tidak tumbuh yaitu faktor air yang kurang atau bahkan berlebih, terlalu
dalam dalam penanaman bibit, pH belum sesuai

Dapus

 Jobsheet . teknik pengolahan limbah . politeknik negri sriwijaya . Palembang . 2014


 Lilis Sulistyorini. 2005. Pengelolaan Sampah dengan Cara Menjadikannya Kompos. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1, Juli 2005: 77-84.
 Gunam, w. 2007. Pemanfaatan Sampah Organik Menjadi Pupuk Kompos dengan Bantuan
Mikroorganisme di Desa Sibetan Karangasem. Teknologi industri pertanian – fakultas teknologi
pertanian. Universitas udayana.

Anda mungkin juga menyukai