Anda di halaman 1dari 9

Nama : Muhammad Asyrof Maulidi

Nim : 205102010007
Kelas : HK 4
Matkul : HUKUM KEWARISAN INDONESIA

CARA CARA PERHITUNGAN WARISAN


Harta warisan adalah hak milik seseorang yang meninggal
dunia, yang dapat dimanfaatkan secara bebas semasa hidupnya,
setelah dikurangi biaya jenazah, utang dan wasiat. Dalam Al-Qur’an
Allah SWT menjelaskan tentang harta yang tidak boleh di ambil,
dan harta yang boleh di ambil dengan cara yang baik dan benar,
yang mana merupakan harta yang dapat diambil ialah harta pusaka
atau waris. Waris merupakan harta yang ditinggal oleh seseorang
yang meninggal, sehingga harta tersebut dimiliki oleh keluarga yang
ditingggalkan. Waris merupakan suatu perkara yang begitu penting
sehingga Islam dengan tegas dan jelas mengatur tentang pembagian
harta waris, agar tidak terjadi perselisihan di dalam pembagiannya,
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an.
Harta yang ditinggalkan seseorang yang telah meninggal
memerlukan pengaturan tentang siapa yang berhak menerimanya,
berapa jumlahnya dan bagaimana cara mendapatkannya. Bahkan
tidak hanya Islam/Agama yang mengatur mengenai waris, namun
Negara juga mengaturnya, karena dinilai penting guna kenyamanan
dan memberikan keadilan kepada masyarakat. Terutama untuk
menentukan siapa-siapa yang berhak dan yang tidak berhak
mendapat warisan yang pada gilirannya bisa menimbulkan
keretakan keluarga. Menurut salah satu pihak di anggap sudah adil
sedangkan menurut pihak lain masih menganggap tidak adil.
1
Keadilan menurut manusia sangat subjektif, karena itu, Agama
Islam datang membawa ketentuan-ketentuan dari Allah SWT dalam
hal mewarisi ini.
Pembagian harta warisan secara adil sesuai aturan hukum
yang berlaku merupakan hal utama dalam proses pewarisan,
Keselarasan, kerukunan, dan kedamaian merupakan hal terpenting
yang harus mampu dijalankan. Kesepakatan dalam musyawarah
merupakan suatu nilai dasar kebersamaan dalam kehidupan keluarga
yang harus dikedepankan. Kebersamaan tanpa harus terjadi
perselisihan dalam proses pembagian harta warisan merupakan hal
terpenting, karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan
seharusnya mampu menjadi pijakan tanpa harus mengedepankan
ego dan kepentingan masing-masing pihak. Secara sederhana
pewaris dapat diartikan sebagai seorang peninggal warisan yang
pada waktu wafatnya meninggalkan harta kekayaan pada orang
yang masih hidup. Sedangkan ahli waris adalah anggota keluarga
orang yang meninggal dunia yang menggantikan kedudukan
pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena meninggalnya
pewaris. Hukum Waris sendiri adalah hukum yang mengatur tentang
peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang
meninggal serta akibatnya bagi para ahli waris. Keberadaan hukum
waris sangat penting dalam proses pembagian warisan, karena
dengan keberadaanya tersebut mampu menciptakan tatanan
hukumnya dalam kehidupan masyarakat. Ketentuan dan keberadaan
hukum waris telah mengatur mengenai pembagian warisan, di mana
pengaturan tersebut telah mengakomodir hak dan kewajiban di
antara pewaris dan ahli warisnya. Pembagian harta warisan secara
adil sesuai aturan hukum yang berlaku merupakan dasar yang harus
dipenuhi dalam proses pembagianya. KHI juga menjelaskan tentang
pewarisan yakni dalam Pasal 171 yang berbunyi :

2
1. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang
dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan Agama
Islam, meniggalkan harta waris dan harta peninggalan.
2. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris
baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun
yang menjadi hak-hak nya.
Di pembahasan lain jika seorang pewaris yang meninggal
dunia ia beragama Islam maka hak warisnya Islam maka
penyelesaian pewarisan atas yang mewarisi dapat dilakukan secara
Islam dan dapat diselesaikan di Pengadilan Agama. Jika yang
mewarisi berbeda Agama dengan yang mewarisi maka penyelesaian
kewarisan tersebut dilakukan di Pengadilan Umum. Namun
demikian, apabila di antara orang yang berlainan Agama tersebut
mewasiatkan kepada yang lainnya untuk menerima harta setelah
kematiannya, maka wasiat tersebut apabila tidak lebih dari sepertiga
dapat dilaksanakan tanpa memerlukan izin dari para ahli waris,
sebab perbedaan Agama itu dapat di halangi kewarisan tidak
menghalangi wasiat. Menurut ijma para ulama Islam bahwa orang
kafir tidak dapat mewarisi orang muslim, orang muslim tidak dapat
mewarisi orang kafir, yang mana berdasarkan hadits Rasululllah
SAW: ”orang muslim tidak boleh mewarisi oraang kafir, dan orang
kafir tidak boleh mewarsi orang muslim” H.R Bukhori. Muslim .
Dengan demikian itu jika salah seorang di antara anak-anak
mayit ada yang non-muslim lalu ia masuk Islam sesudah orang yang
diwarisi itu meninggal dan tirkahnya tidak di bagikan kepada ahli
warisnya, maka menurut kesepakatan para ulama mazhab orang
tersebut tidak berhak atas waris , namun hal tirkahnya belum
dibagikan, Imamiyah dan Hanabilah menyatakan bahwa orang
tersebut berhak atas waris. Kitab Undang-Undang Mesir bertukar
pendapat bahwa seorang muslim tidak dapat mewarisi ahli warisnya
yang nonmuslim sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 6 ayat (i)
3
Kompilasi Hukum Islam Waris (KUHW) tersebut : ”Penganut dua
agama tidak saling mewarisi”, Dengan demikian itu jika pewaris
berbeda Agama, ada beberapa pendapat yang berbeda dikalangan
ulama. Para ulama berpendapat mengenai mengenai warisan orang
muslim dari orang kafir serta warisan orang muslim yang murtad
serta mengenai masalah ahli waris yang murtad atau berdeda Agama
yang mana ia masuk Islam setelah yang mewarisi meninggal dunia
para jumhur ulama berpendapat bahwa yang mana dipertimbangkan
dalam urusan warisan adalah ketika kematian terjadi. Dengan kata
lain jika pewaris yang Islam meninggal dunia jika ahli waris nya
bukan muslim, maka si ahli waris tidak dapat warisan sama sekali
dari pewaris, baik ahli waris tersebut masuk Islam sebelum harta
waris dibagikan maupun sesudahnya. Demikian itu jika pewaris
meninggal dunia dalam keada’an bukan muslim baik ahli waris nya
bukan muslim juga maka ia bisa saling mewarisi satu sama lain,
baik ia masuk Islam sebelum pembagiannya atau sesudah
pembagian warisan tersbut. Menurut Majlis Ulama Indonesia, pada
28 Juli 2005 menfatwakan bahwa ahli waris yang berbeda Agama
atau nonmuslim tidak mendapatkan harta waris dalam penetapan
fatwa :5/(Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia) Munas V/
MUI/ 9/2005, ada dua inti poin yaitu :
1. Hukum waris Islam tidak memberikan hak saling mewarisi
antar orang-orang yang berbeda Agama (antara muslim
dengan muslim)
2. Pemberian harta antar orang yang berbeda Agama hanya
dapat dilakukan dalam bentuk hibah, wasiat dan hadiah.
Hukum pembagian harta warisan dalam islam akan diatur
kepada ahli warisnya dengan bagian masing-masing yang tidak
sama. Pembagian harta warisan tergantung kepada status kedekatan
hubungan antara pewaris dengan ahli warisnya. Dalam Al-Qur'an
tercantum penjelasan tentang harta waris yang termaktub,
4
diantaranya :

Cara Cara Pembagian Warisan

Bagian Ketentuan Sumber


Suami 1/4 Apabila bersama An-Nisa’: 12
dengan anak dan KHI 179
kandung/cucu dan
seterusnya.
1/2 Apabila tidak
bersama anak/ cucu
dan
seterusnya.
Istri 1/8 Apabila bersama An-Nisa’: 12
dengan anak dan KHI 180
kandung/cucu dan
seterusnya.
1/4 Apabila tidak
bersama anak/ cucu
dan
seterusnya.
Ayah 1/6 Apabila bersama An-Nisa’: 11
dengan anak dan KHI 177
kandung/cucu dan
seterusnya.
ashobah Apabila tidak ada anak
kandung/cucu
dan seterusnya.
1/6 dan Bersama anak
ashobah perempuan
atau cucu perempuan
Ibu 1/6 Apabila bersama An-Nisa’: 11
dengan anak dan KHI 178
kandung/cucu,
5
seterusnya atau
saudara
pewaris lebih dari satu
1/3 Apabila tidak bersama
dengan anak
kandung/cucu,
seterusnya atau saudara
pewaris
hanya satu
Anak 1/2 Jika sendirian dan tidak An-Nisa’: 11
perempuan ada anak laki-laki yang dan KHI 176

6
menariknya menjadi
ashobah
2/3 Jika lebih dari seorang
dan tidak ada yang
menariknya menjadi
ashobah
ashobah Jika bersama dengan
anak
laki-laki
Cucu 1/2 Jika sendirian dan tidak
perempua ada yang menarik
n menjadi ashobah
2/3 Jika lebih dari satu
dan tidak ada yang
menarik
menjadi ashobah
1/6 Jika sendirian dan
bersama dengan
anak perempuan
ashobah Bersama dengan cucu
laki-laki dengan bagain
2:1
terhijab Adanya anak laki-laki
atau
dua atau lebih
anak perempuan
Saudara 1/2 Jika seorang dan tidak An-Nisa’: 176
perempua ada anak, cucu, ayah dan KHI 182
n kandung atau tidak ada yang
atau menariknya jadi ashobah
seayah 2/3 Jika lebih dari satu dan
tidak ada anak, cucu,
ayah atau tidak ada
yang
7
menariknya jadi ashobah
ashobah Bersama saudara laki-
laki
atau juga oleh kakek
terhijab Bersama ayah, anak laki-
laki dan cucu laki-laki
dari

8
anak laki-laki
Saudara 1/6 Sendirian dan tidak An-Nisa’: 12
laki-laki ada ayah, kakek, anak dan KHI 181
dan atau
perempua cucu
n seibu 1/3 Lebih dari satu dan
tidak ada ayah, kakek,
anak
atau cucu
terhijab ada ayah, kakek, anak
atau cucu
Kakek Seperti Tergantung keberadaan
ayah ayah
Nenek 1/6 Sendirian atau lebih dari
jalur ayah atau ibu
terhijab Adanya ibu
terhijab Nenek dari ayah dihijab
oleh ayah

Anda mungkin juga menyukai