DISUSUN OLEH:
Nama:
Imelda Azaliya Rahma (202110370311072)
Muhammad Haddad Richard (202010570311018)
Ameliya Dalallul Hanan (202210570311015)
4
DAFTAR GAMBAR
5
DAFTAR TABEL
6
ABSTRAK
7
BAB 1
PENDAHULUAN
Manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang sempurna. Namun ada beberapa
anak dengan keterbatasan dan keluarbiasaan atau yang sering disebut dengan istilah
Anak Berkebutuhan Khusus. Menurut Baniaturrohmah et al. (2023) Anak
Berkebutuhan Khusus adalah anak yang mengalami gangguan atau
ketidaksempurnaan fisik atau sensomotorik dan mengalami penyimpangan
intelektual, sosial dan emosional dengan anak-anak lain seusianya. Salah satu
penyandang anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak down syndrome yang
memiliki hambatan dan keterlambatan dalam hampir seluruh aspek perkembangan,
yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom (Rahmatunnisa et
al., 2020). Down syndrome pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John
Longdon Down karena ciri-cirinya yang unik, contohnya tinggi badan yang relatif
pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia, Amerika
dan Eropa. World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat 8 juta
penderita down syndrome di seluruh dunia dan 300.000 di antaranya berada di
Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) mencatat pola kenaikan penderita
setiap tahunnya dimana pada tahun 2013 sebesar 0,13% meningkat menjadi 0,21%
pada tahun 2018. Angka kejadian kasus down syndrome semakin tinggi setiap
tahunnya, down syndrome merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius,
baik di dunia maupun di Indonesia (World Down Syndrome Day – HIMAPSI UNY)
Perspektif dalam agama Islam mengenai anak disabilitas yang dikaji pada Al-
Qur’an dapat diterapkan didalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana Al-Qur’an
adalah sumber ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin yang memberi petunjuk
kepada manusia. Menurut Yudistira, (2022) Islam Rahmatan lil'alamin adalah
Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan
kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam. Agama Islam datang
sebagai rahmatan lil alamin, yaitu sebagai rahmat kepada semesta alam. Arti
8
rahmatan lil alamin memiliki implikasi makna yang kuat, bahwa Islam pada
dasarnya memiliki tugas untuk menjaga dan merawat alam semesta dengan
berbagai perbedaan yang ada. Termasuk perbedan antara anak normal dan anak
berkebutuhan khusus. Selain itu Fungsi Al-Qur‘an adalah sebagai petunjuk bagi
manusia dan menjadi pedoman bagi umat Islam. Begitu juga kepada kaum
disabilitas, Al-Qur’an menerangkan dalam firman Allah surat An-nur ayat 61 :
ُ ْۢ ُ ُ َ ٰٓ َ ا ُ ُ َ َ ا َ ا َ َ َ ا َ ا َ َ ٌ َّ َ َ َ ا َ ا َ َ َ ٌ َّ َ َ َ ا َ ا
ض َح َر ٌج َّوْل َعلى انف ِسك ام ا ان تأكل اوا ِم ان ُب ُي او ِتك ام ِ ليس على اْلعمى حرج وْل على اْلعر ِج حرج وْل على اْل ِري
ُ َ َ َ ُ ا َ ُ ُ َ ُ ۤ َ ُ َ ُ َ َ
ا او ُب ُي او ِت ا اع َم ِامك ام ا او ُب ُي او ِت َع ّٰم ِتك ام ا او ُب ُي او ِت ا َبا ِٕىك ام ا او ُب ُي او ِت ا َّمه ِتك ام ا او ُب ُي او ِت ِاخ َو ا ِنك ام ا او ُب ُي او ِت اخو ِتك ام
ُ ُ ُ ا َ ا َ َ َ ا ُ ا َّ َ َ ٰٓ َ ا َ ا ُ ْۗا َ ا َ َ ُ َ َ َ ا َ ُ َ ا َ
س َعل ايك ام ُجناح ا ان تأكل اوا َج ِم اي ًعا ا او ُب ُي او ِت اخ َو ِالك ام ا او ُب ُي او ِت خل ِتكم او ما ملكتم مفا ِتحه او ص ِدي ِقكم لي
ً َ َ َ ا
ْۗ ا او اشتاتا
Artinya: “Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang,
tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan
(bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di
rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah
saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah
saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di
rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau
di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama
mereka atau sendirian”. Berdasarkan potongan ayat di atas, maka ditegaskan
bagaimana Islam menganggap sama dan setara orang-orang yang dengan
keterbatasan fisik dengan orang-orang lainnya dari segi kehidupan, sosial,
ekonomi maupun pendidikan dan dapat dipahami bahwa tidak ada halangan bagi
orang yang memiliki keterbelakangan mental atau berkebutuhan khusus untuk
memperoleh pendidikan terutama pendidikan agama, karena derajat manusia
semuanya sama di mata Allah Swt.
9
undangan tentang Sistem Pendidikan No.20 tahun 2003, mengatakan bahwa
pendidikan merupakan “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia beserta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat”. Begitu juga pendidikan untuk anak disabilitas di
Indonesia yang muncul terminologi pendidikan inklusif yang mesti disediakan pada
anak-anak yang memiliki kondisi tertentu. Namun pelayanan pendidikan sulit untuk
disediakan. Apakah karena anak-anak masuk disebabkan berbagai kendala fisik,
geografis, ekonomi dan sosial. Pengertian pendidikan inklusif menurut peraturan
Menteri Pendidikan Nasional nomor 70 tahun 2009 adalah sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang
memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara
bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Di samping itu alat dan
aplikasi bantu yang digunakan dalam pendidikan inklusif adalah alat perekam suara
dan aktivitas merekam audio kurang membantu kepada anak disabilitas untuk
mendengar dan mempelajari materi.
Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu adanya inovasi alat dan aplikasi
yang bisa membantu anak penyandang down syndrome dalam dunia pendidikan.
Sebelumnya telah ada teknologi yang sudah menyediakan fasilitas pendidikan
untuk anak penyandang down syndrome namun dalam alat dan aplikasi tersebut
masih belum ada fasilitas yang lengkap misalnya pada tampilan gambarnya
(Hasian, 2022). Perlu adanya inovasi untuk melengkapi aplikasi sebelumnya
dengan cara berbasis android. Berdasarkan masalah di atas maka kami membuat
rancangan produk aplikasi Ma’unah yang merupakan rancangan aplikasi berbasis
augment reality dengan dukungan smartphone. Tujuan dari produk ini adalah
untuk membantu anak-anak down syndrome meningkatkan kognitif dalam
pembelajaran. Terutama pembelajaran agama Islam untuk mengetahui huruf
hijaiyah dan doa sehari-hari. Harapannya rancangan aplikasi ini dapat dijadikan
sebuah produk yang nantinya dapat menyetarakan pengetahuan anak-anak down
syndrome dalam meningkatkan pengetahuan.
10
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana efektifitas pendidikan keagamaan bagi anak penyandang down
syndrome?
2. Bagaimana cara kerja Aplikasi Ma’unah?
3. Bagaimana Aplikasi Ma’unah dapat meningkatkan daya ingat jangka pendek
anak penyandang down syndrome?
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
12
terhadap para penyandang disabilitas. Terlebih diskriminasi yang berdasarkan
kesombongan dan jauh dari akhlaqul karimah. Bahkan dari penafsiran ini
menjadi jelas bahwa Islam mengecam sikap dan tindakan diskriminatif
terhadap para penyandang disabilitas. Merendahkan orang lain adalah
perbuatan tercela dan hendaknya menghormati perbedaan satu sama lain dari
segi fisik maupun dari segi kemampuan yang berbeda-beda.
Dalam literatur fikih didapat informasi bahwa dalam Al-Qur’an terdapat
kata-kata yang menunjukan kepada penyandang disabilitas, seperti syalal
(kelumpuhan), al-a’ma (tunanetra), al-a’raj (daksa kaki), dan al-aqtha’ (daksa
tangan). “syalal adalah kerusakan atau ketidakfungsian organ tubuh. Dan
konteks syalal az-zakar maksudnya lemahnya kekuatan zakar”. Tentang al-
a’ma (tunanetra) dapat dijumpai dalam kitab al-Bahr ar-Raiq salah satu kitab
fikih Madzhab Hanafi. Begitu juga Maqāṣyid al-Syarī’ah sebagai asas fikih
disabilitas. Maqāṣid syar’iyyah memandang orang yang mempunyai
kebutuhan khusus (disabilitas) mempunyai hak yang sama dengan orang
normal dalam mendapatkan hak baik saat di dunia dan di akhirat. Menurut
Hadi, 2017, dalam kajian hukum Islam, dimunculkan beberapa jenis maslahah,
yaitu:
1. Kemaslahatan Primer
Yakni yang secara umum dikenal dengan kaidah yang lima, yaitu
menjaga agama, jiwa, akal, keturunan beserta harta. Kelima kaidah umum
tersebut adalah kaidah atau asas agama, kaidah-kaidah syariat, dan
universalitas agama. Jika sebagian tidak dilaksanakan maka akan
mengakibatkan rusaknya agama seluruh rangkaian hukum Islam atau
Syari’at yang terdiri dari Akidah, Ibadah, dan Muamalat, dan Akhlaq,
memenuhi unsur-unsur lima kaidah umum di atas. Oleh kerana itu setiap
amal akan selalu berlandasakan kajian maslahat sebagai tujuan akhirnya.
2. Kemaslahatan sekunder
Kemaslahatan yang harus ada dan dipenuhi untuk kebutuhan hidup,
seperti jual beli, pernikahan, dan semua jenis muamalat. Kemaslahatan
sekunder menempati posisi kedua setelah kemaslahatan primer.
Kemaslahatan sekunder hanyalah mengikuti jejak kemaslahatan primer.
13
Oleh karena itu seluruh hukum yang berkaitan dengan kemaslahatan
sekunder tidak lepas dari kemaslahatan primer.
3. Kemaslahatan tersier
Kemaslahatan yang kembali pada bentuk adat istiadat, akhlak dan adab,
Ketiga jenis kemaslahatan tersebut berhubungan dengan kondisi disabilitas
harus dijiwai dengan prinsip-prinsip kemaslahatan dan mewujudkan
kemaslahatan kemanusiaan universal, melenyapkan segala bentuk
kerusakan dan kerugian. Dalam konteks regulasi di Indonesia, terdapat
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang disabilitas (Konvensi
mengenai Hak-Hak penyandang Disabilitas ) pasal 3 ayat 1,2 dan 3. Pasal 3
ayat 1 berbunyi: Penyandang disabilitas, negara harus mengambil semua
kebijakan yang diperlukan untuk menjamin penuh semua hak-hak
penyandang disabilitas, Dengan demikian, fikih disabilitas adalah fikih atau
hukum Islam yang bertujuan untuk melindungi dan memberikan hak bagi
kalangan disabilitas. Hukum Islam Tentang Disabilitas.
2.2 Down Syndrome
Down syndrome adalah kelainan genetik yang menyebabkan penderitanya
memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan kelainan fisik yang khas.
Renwati et al., 2017 Down Syndome adalah suatu kelainan genetik yang
terjadi sebelum seseorang lahir yang menyebabkan penderitanya mengalami
keterbelakangan perkembangan fisik dan mental. Normalnya seorang
manusia memiliki 23 pasang kromosom dari ayah dan ibunya atau 46
kromosom, namun pada penyandang down syndrome mereka mengalami
kelainan menjadi 47 kromosom. Anak-anak yang dilahirkan dengan down
syndrome juga sering mengalami masalah pendengaran dan penglihatan.
Tidak hanya itu, sejumlah anak yang mengalami down syndrome juga
didiagnosa memiliki gangguan spektrum autisme, yang mempengaruhi
mereka berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. World Health
Organization (WHO) memperkirakan terdapat 8 juta penderita Down
syndrom di seluruh dunia dan 300.000 di antaranya berada di Indonesia. Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) mencatat pola kenaikan penderita setiap
tahunnya dimana pada tahun 2013 sebesar 0,13% meningkat menjadi 0,21%
14
pada tahun 2018. Angka kejadian kasus down syndrome semakin tinggi setiap
tahunnya, down syndrome adalah salah satu masalah kesehatan yang serius,
baik di dunia maupun di Indonesia. Down syndrome dapat menyebabkan
keterlambatan pertumbuhan, kecacatan, kelemahan fisik dan menurunya IQ
pada anak-anak. Menurut Raffi et al., 2018, down Syndrome adalah suatu
sindrom genetik yang sering dijumpai dan mudah untuk dikenali pada anak.
Down syndrome menyebabkan penderita mengalami keterlambatan dalam
pertumbuhan, kecacatan, interaksinya dengan fungsi gen lainnya yang dapat
menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya
penyimpangan perkembangan fisik dan susunan saraf pusat. Keterlambatan
dan kelemahan tersebut menjadikan perlakuan khusus pada anak down
syndrome yaitu pada proses pembelajaran yang mana berbeda dengan anak
normal. Masalah kognitif dan perilaku yang sering dialami anak down
syndrome yaitu kesulitan memusatkan perhatian, berkonsentrasi dan
memecahkan masalah, sikap keras kepala, dan mudah emosional.
2.3 Pendidikan Down Syndrome
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional bahwa Undang-undang Dasar 1945
mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa beserta agar
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional yang diatur dengan Undang-undang begitu juga pendidikan terhadap
disabilitas. Kewajiban pemerintah terhadap peserta didik penyandang
disabilitas berdasarkan UU No 8 Tahun 2016 adalah memfasilitasi pendidikan
untuk penyandang disabilitas di setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan
sesuai dengan kewenangannya. Pendidikan untuk penyandang disabilitas di
setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan sesuai dengan kewenangannya.
Pendidikan untuk penyandang disabilitas dilaksanakan dalam sistem
pendidikan nasional melalui pendidikan inklusif dan pendidikan khusus yang
diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI NO. 70 Tahun 2009
menyebutkan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang
memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk
15
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan
secara Bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
16
BAB III
METODE
Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada tahapan pengerjaan yang
berfungsi untuk menjelaskan urutan dalam pengerjaan penelitian agar
berjalan dengan baik dan mencapai tujuan. Penulis menggunakan jenis
metode kuantitatif pre test dan post test. Untuk menemukan suatu hal yang
berhubungan antara anak down syndrome dengan hal kognitifnya. Kemudian
penulis menggunakan rancangan metode menarik dalam meningkatkan
kemampuan kognitif anak down syndrome pada umur 5-8 tahun
menggunakan aplikasi Ma’unah dengan metode Augmented Reality yang
terhubung dengan system sensor RFID card dan aplikasi android. Untuk
memudahkan penulis, alur yang akan dikerjakan dalam penelitian terdapat
pada Gambar 1. berikut
17
Gambar 1. Rancangan Penelitian
18
BAB IV
Berikut adalah gambar rancangan aplikasi Ma’unah hasil dari perpaduan antara
aplikasi Ma’unah dengan RFID. Aplikasi Ma’unah menggunakan sistem
Augmented Reality yang memunculkan gambar dan audio sesuai gambar yang
19
dipilih. Bermain adalah cara belajar yang efektif pada anak usia dini (Fauziddin,
2016), diantaranya bermain dengan memanfaatkan media.
20
baca seperti doa akan tidur, doa akan makan, doa bangun tidur. Menu camera
berfungsi untuk menampilkan suara dan gambar 3 dimensi dalam bentuk ID Card
maupun foto, selanjutnya menu profile yang berfungsi untuk menampilkan profil
dari user.
(a) (b)
Gambar 5. Tampilan menu “Mengenal huruf hijaiyah”
(a) Macam-macam huruf hijaiyah, (b) Contoh salah satu huruf hijaiyah
(a) (b)
Gambar 6. Tampilan menu “Mengenal doa sehari-hari”
(a) Macam-macam doa sehari-hari, (b) Contoh salah satu doa sehari-hari
Gambar 6, merupakan rancangan pengaplikasian dari menu “Mengenal doa
sehari-hari”. Pada tampilan menu “Mengenal doa sehari-hari” berisikan tentang
doa-doa yang sering dibaca seperti doa bangun tidur, doa untuk kedua orang tua
dan doa lainnya. Ketika user menekan salah satu doa maka akan muncul bacaan
doanya dan cara membaca doa tersebut dalam bentuk suara, contohnya ketika user
menekan doa sebelum tidur maka akan muncul suara doa bangun tidur “Bismika
Allahumma ahyaa wa bismika amuut” atau cara membaca doa tersebut tersebut.
21
(a) (b)
Gambar 7. Tampilan menu utama camera
(a) Huruf Hijaiyah, (b) Doa Sehari-hari
22
merupakan anak penderita down syndrome. Berikut ini rancangan tabel dari hasil
penelitian.
Tabel yang telah disediakan di atas adalah rancangan data yang akan
diambil dari proses pre-test dan post-test berdasarkan kemampuan pendengaran
dan penglihatan yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan mengingat
jangka pendek. Dari data diatas nantinya dapat disimpulkan bagaimana
perbedaan daya ingat jangka pendek anak penyandang down syndrome sebelum
dan sesudah menggunakan aplikasi Ma’unah.
23
BAB V
PENUTUP
24
DAFTAR PUSTAKA
Baniaturrohmah, F., Abdullah, A., Mayangkoro, A. S., Djaka, C. T., Ahmad, U., &
Yogyakarta, D. (n.d.). M a s l i q. 3, 143–157.
RENAWATI, R., DARWIS, R. S., & WIBOWO, H. (2017). Interaksi Sosial Anak
Down Syndrome Dengan Lingkungan Sosial (Studi Kasus Anak Down
Syndome Yang Bersekolah Di Slb Pusppa Suryakanti Bandung). Prosiding
Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(2), 252–256.
https://doi.org/10.24198/jppm.v4i2.14341
Rahmatunnisa, S., Sari, D. A., Iswan, I., Bahfen, M., & Rizki, F. (2020). Study
Kasus Kemandirian Anak Down Syndrome Usia 8 Tahun. Edukids: Jurnal
Pertumbuhan, Perkembangan, Dan Pendidikan Anak Usia Dini, 17(2), 96–
109. https://doi.org/10.17509/edukids.v17i2.27486
Raffi, I., Ganis, I., & Utami, S. (2018). Efektifitas Pemberian Terapi Okupasi
Dalam Meningkatkan Kemandirian Makan Pada Anak Usia Sekolah Dengan
Down Syndrome. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 5(2355), 146–154.
https://lib.unnes.ac.id/23361/1/1601409008.pdf
World Down Syndrome Day – HIMAPSI UNY. (n.d.). Retrieved December 12,
2022, from http://himapsikologi.student.uny.ac.id/world-down-syndrome-
day/
25
26
27
28