Anda di halaman 1dari 42

RANGKUMAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

PADA DOWN SYNDROME

Dosen Pengampu :

Ch. Ririn Widianti, M.Kep., Ns. Sp. Kep.An

Disusun oleh :

Adinda Fajri Oktaviani Putri (201923001)

Aghata Viki Yubiliyani (201923004)

Giovana Angelica Natasya (201923016)

Invana Deca Cahya Anggraeny (201923017)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH

YOGYAKARTA

2021
DAFTAR ISI

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................Error! Bookmark not defined.

1. Definisi ................................................................................................................... 3

2. Etiologi ................................................................................................................... 3

3. Komplikasi ............................................................................................................. 4

4. Karakteristik ......................................................................................................... 4

5. Pencegahan ............................................................................................................ 7

6. Cara penanganan .................................................................................................. 7

7. Upaya perawatan oleh keluarga .......................................................................... 8

8. Konsep asuhan keperawatan ............................................................................... 9

B. Pengkajian ......................................................................................................... 9

C. Diagnosa ........................................................................................................... 12

D. Intervensi ......................................................................................................... 12

E. Implementasi ................................................................................................... 40

9. Link video komunikasi pada anak Down Syndrom (DS) ................................ 40

10. Isi video ............................................................................................................ 40

11. Analisis video ................................................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 42


RANGKUMAN DAN HASIL ANALISIS VIDEO

1. Definisi
Syndrome Down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik
dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan
kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom
untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Wikipedia
indonesia).
Sindroma Down (Trisomi 21, Mongolisme) adalah suatu kelainan
kromosom yang menyebabkan keterbelakangan mental (retardasi mental)
dan kelainan fisik (medicastore). Sindrom Down adalah kecacatan
kromosom bercirikan kehadiran bahan genetik salinan tambahan kromosom
pada keseluruhan trisomi 21 atau sebahagian, disebabkan translokasi
kromosom (wikipedia melayu). Anak dengan sindrom down adalah
individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan
yang terbatas, yang terjadi akibat adanya kromosom 21 yang berlebihan
(Soetjiningsih).

2. Etiologi
Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu
terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :
» Non disjunction (pembentukan gametosit)

a. Genetik Bersifat menurun.


Hal ini dibuktikan dengan penelitian epidemiologi pada keluarga yang
memiliki riwayat sindrom down akan terjadi peningkatan resiko pada
keturunannya.
b. Radiasi
Menurut Uchida (dikutip dari Puechel dkk, dalam buku tumbuh kembang
anak karangan Soetjiningsih) menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang
melahirkan anak dengan sindrom down adalah ibu yang pernah
mengalami radiasi pada daerah perut. Sehingga dapat terjadi mutasi gen.
c. InfeksiInfeksi juga dikaitkan dengan sindrom down, tetapi sampai saat
ini belum ada ahli yang mampu menemukan virus yang menyebabkan
sindrom down ini.
d. Autoimun
Penelitian Fial kow (dikutip dari Puechel dkk, dalam buku tumbuh
kembang anak karangan Soetjiningsih) secara konsisten mendapatkan
adanya perbedaan antibodi ibu yang melahirkan anak dengan sindrom
down dengan anak yang normal.
e. Usia ibu
Usia ibu diatas 35 tahun juga mengakibatkan sindrom down. Hal ini
disebabkan karena penurunan beberapa hormon yang berperan dalam
pembentukan janin, termasuk hormon LH dan FSH.
f. Ayah Penelitian sitogenetik mendapatkan bahwa 20 – 30% kasus
penambahan kromosom 21 bersumber dari ayah, tetapi korelasi tidak
setinggi dengan faktor dari ibu.

3. Komplikasi
a. Penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
b. Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa
terkendalikan).
4. Karakteristik
a. Karakteristik Fisik
Setelah diketahui anak Down Syndrome memiliki ciri fisik yang
berbeda dari anak yang tumbuh dan berkembang dnegan normal. Dalam
buku Mangunsong, Selikowitz menyebutkan ciri – ciri penting yang
dialami anak Down Syndrome dengen mengenali kelainan seperti:
a) Dilihat dari depan bahwa anak Down Syndrome memiliki wajah
bulat, kalau darisamping tampak datar.
b) Sebagian besar kepala penyandang Down Syndrome memiliki
bagian belakang kepala penyandang Down Syndrome memiliki
bagia belakang yang tampaksedikit rata (brachycephal).
c) Hampir semua mata penderita Down Syndrome tampak miring ke
atas. Seringkali terdapatlipatan kecil pada kulit secara vertikal antara
sudut dalam mata dan jembatan hidung, biasanya lipatan tersebut
disebut dengan juling (epichantus).
d) Rambut penderita Down Syndrome biasanya lemas dan lurus.
e) Bayi yang mengidap Down Syndrome memiliki kulit berlebihan
pada bagian leher. Namun biasanya berkurang seiring dengan
bertambahnya usia, biasanya anak yang sudah dewasa cenderung
memiliki leher yang pendek dan lebar.
f) Rongga mulutt pengidap Down Syndrome sedikit lebih besar dari
ukuran anakpada umumnya. Hal ini dapat menyebabkan mereka
terlihat sudka menjulurkan lidah.
g) Kedua tangan cenderung lebar dengan jari-jari yang pendek. Jari
kelingking biasanya hanya memiliki satu sendi, bukan dua sendir
sepertipada anak-anak normal biasanya. Biasanya jari.
h) Bentuk jari kaki cenderung pendek dan gemuk dengan jarak yang
lebar antara ibu jari dengan telunjuk.
i) Tonus adalah tahanan yang diberikan otot terhadap tekanan pada
waktu otot dalam keadaan relaksasi. Otot yang dimiliki mungkin
lembek tetapi niasamya tidak lemah. Ini yang menyebabkan anak
Down Syndrome memiliki tungkai dan leher yang terkulai.
j) Berat badan penderita Down Syndrome biasanya kurang dari berat
badan normal. Panjang tubuh penderita Down Syndrome sewaktu
lahir terbilang pendek. Pada waktu anak-anak para pengidap Down
Syndrome tumbuh kembang mereka berjalan dengan lancar, namun
dengan tempo yang lambat. Tinggi pengidapDown Syndrome
biasanya terdapat di bawah tinggi rata-rata dari orang normal.
b. Karakteristik Kognitif
Mangunsong menyebutkan bahwa kaum profesional
mengklasifikasikan bahwa anak Down Syndrome berdasarkan dengan
tingkat keparahan masalahnya.
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan dengan tingkat kecerdasan skor IQ:
a) Mild Mental
Retardation/ ringan (IQ 55-70) pada tingkat ini dalam segi
pendidikannya mereka termasuk kedalam yang dapat di didik
disekolah umum, meskipun hasilnya lebih rendah draipada anak-
anak normal pada umumnya. Mereka disini juga memperlihatkan
kelainan fisik yang cukup mencolok. Terkadang merekajuga sering
merasakan frustasi saat diminta berguna secarasosial atau secara
akademis yang sesuai dengan usianya, sehingga tingkah laku yang
dimunculkan menjadi kurang baik, tidak jarang juga merasa malu
dan lebih memilih untuk diam. Anak pengidap Down Syndrome juga
dapat melakukan beberapa hal diluar dari segi pendidikan seperti
mandi, makan, berpaikan, dsb.
b) Moderate Mental Retardation (IQ 45-55)
Pada tingkat ini dapat dilatih pada beberapa keterampilan tertentu
seperti membaca dan menulis sederhana. Anak Down Syndrome
juga memiliki kekurangan dalam beberapa kemampuan seperti
mengingat bahasa, konseptual, perseptual dan koordinasi fisik yang
buruk hingga mengalami beberapa masalah salam situasi sosial.
c) Serve Mental Retardation (IQ 25-40)
Di tingkat inidapat memperlihatkan beberpa masalah dan tampak
kesulitan meskipun sudah disekolahkan dalam sekolah khusus.maka
biasanya anak Down Syandrome pada tingkat ini memerlukan
pengawasan yang lebih ketat dan teliti serta perlu adanya pelayanan
khusus pada anak Down Syndrome di tingkat ini, karena pada
tingkat ini anak Down Syndrome biasanya kurang dapat mengurusi
diri mereka secara mandiri.
d) Profound Mental Retradation (IQ dibawah 25)
Pada tingkat ini anak Down Syndrome memiliki beberapa masalah
yang serius yang menyangkut pada fisik, intelegensi, serta program
pendidikan yang cocok bagi mereka. Biasanya yang diperlihatkan
adalah kerusakan dalam otak serta kelainan fisik yang tampak
nyataseperti Hydrochepal, Mongolism, dsb. Pada tingkat ini anak
Down Syndrome dapat berjalan dan makan sendiri layaknya seperti
anak pada umumnya, namun mereka kurang pandai dalam berbahasa
karenakemampuan berbahasa mereka sangat rendah dan
kemampuan mereka untuk bersosialisasi sangat terabatas.
c. Karakteristik kepribadian
Menurut Brink Grundlling, Gibb & Thrope dalam Yustinus
menyatakan bahwa anak dengan Down Syndrome mengidap retardasi
yang cukup berat, namun mereka juga memilikisifat yang baik,
gembira, penuh kasih sayang dan dapat menyesuaikan dirinya dengan
baimdalam masyarakat, dan kadang juga suka membuat hal-hal yang
lucu. Selain itu Lyen juga menyatakan bahwa anak Down Syndrome
juga sering tertawa dan sangat cepat dekat dengan seseorang yang
memiliki sikap yang ramah.
5. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan
kromosom melalui amniocentesis bagi ibu hamil di awal bulan kehamilan,
terutama pada ibu hamil dengan usia diatas 40 tahun karena ibu hamil
dengan usia diatas 40 tahun lebih rentan memiliki resiko melahirkan anak
dengan Down Syndrome yang tinggi (Kosasih, 2012:83).
Down Syndrome tidak dapat dicegah karena ini merupakan kelainan yang
disebabkan karena adanya kelainan jumlah kromosom yang 21 seharunya
hanya 2 menjadi 3.
6. Cara penanganan
Menurut Kusumawati, 2018 menyebutkan ada beberapa penanganan anak
dengan Down Syndrome, yaitu:
a. Mencari tahu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan down
syndrome sehingga dapat lebih memudahkan kita untuk mengetahui
kebutuhan yang diperlukan anak.
b. Selalu memberika kasih sayang terutama dari orangtua dan keluarga agar
dapat membuat anak dengan Down Syndrome dapat hidup lebih lama,
sehat dan juga bahagia.
c. Mengenali bakat anak meskipunanak Down Syndrome dilihat memiliki
keterbelakangan dan keterbatasan, namun ia juga manusia yang memiliki
sebuah bakat. Dan kita sebagai orang tua dan orang terdekat bertugas
untuk merawat anak Down Syndrome dengan benar dan baik agar tetap
berprestasi.
d. Mengunjungi dokter secara rutin karena beberapa anak dengan Down
Syndrome memiliki beberapa penyakit bawaan dan perlu bertemu
dengan dokter. Hal ini digunakan karena dengan mengunjungi dokter
seara rutin dapat membantu anak dalam mengatasi penyakit yang di
derita.
e. Mencarikan sekolah yang cocok Anak karena meskipun anak Down
Syndrome memiliki keterbatasan, namun mereka juga memiliki hak
untuk bersekolah dan tetap merajut pendidikannya. Salah satu sekolah
yang sesuai dengan anak Down Syndrome adalah sekolah luar biasa yang
sesuai dengan kebutuhannya.
f. Bergabung dengan komunitas tua penyandang down syndrome memiliki
banyak manfaat, selain bisa saling berbagi atau bertukar informasi
tentang bagaimana cara merawat anak dengan down syndrome.
7. Upaya perawatan oleh keluarga
Menurut Baumrind yang dikutip oleh Stanrock menyatakan bahwa
polaasuhan orang tua merupakan sebuah pola asuhan tertentu dalam
membentuk kepribadian anak dalam tumbuh kembangnya. Stanrock juga
menyatakan bahwa Ia juga percaya bahwa orang tua tidak boleh
menghukum ataupun menjauh saat mereka mengasuh anak.
Ada 4 jenisgaya pengasuhan yang telah dijelaskan oleh Baumrind, yaitu:
a. Pengasuhan Otoritan
Pengasuhan otoritan merupakan pengasuhan yang membatasi dan
menghukum anak ketika anak didesak untuk mengikuti arahan dan
menghormati orang tua. Gaya pengasuhan ini mengakibatkan anak
merasa tidak bahagia, takut, minder, dan juga memiliki komunikasi yang
lemah.
b. Pengasuhan Autoritatif (dapat diandalkan)
Pengasuhan Autoriatif (dapat diandalkan) merupakan suatu gaya
pengasuhan yang dapat mendorong anak untuk memiliki pribadi yang
mandiri, namun masih merepkan adanya batasan dan pengendalian dari
orang tua. Gaya pengasuhan ini mengakibatkan perilaku anak menjadi
percayadiri dan kompeten secara sosial.
c. Pengasuhan yang Mengabaikan
Gaya ini mengajarkan oranag tua tidak terlibat di dalam kehidupan anak.
Biasanya anak yang diberikan gaya pengasuhan seperti ini memiliki
sikap yang kurang baik, pengendalian dirinya buruk, kurang dewasa dan
merasa terasingkan darikeluarga.
d. Pengasuhan yang Menuruti Pola
Gaya pengasuhan ini mengajarkan bahwa orangtua harus terlibat dan
bahkan sangat terlibat dalam pengasuhan anak, namun disini orang tua
tidak memberikan banyak tuntutan, namun tetap mengontrol anak
dengan ketat. Niasanya pola pengasuhan ini menyebabkan adanya
inkompetensi sosial anak terutama pada pengendalian dirinya.
8. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang dapat dilihat dalam anak Down Syndrome, yaitu:
a. Memiliki postur tubuh yang lebih pendek daripada anak normal dengan
usia sebayanya.
b. Kepandaian yang dimiliki lebih rendah dari anak pada umumnya
c. Fisikpada anak Down Syndrome biasanya memiliki tengkorak yang
lebar, kepapendek, mata yang sipit dan turun,dagu yang kecil dan lidah
kelihatan menonjol keluardengan tangan yang lebar dan jari-jari yang
pendek.
d. Ada beberapa masalah pada saluran pencernaan seperti Atresia Esofagus
(Penyumbatan kerongkongan) dan Atresia Duodenum.
e. Memiliki resiko tinggi menderita leukimia limfostik akut.
8. Konsep asuhan keperawatan
B. Pengkajian
Menurut Kyle (2015), pengkajian pada anak dengan down
syndrome yang mengalami kontrol emosi labil adalah sebagai berikut :
a. Mengkaji identitas dan keadaan umum anak
Pengkajian terdiri dari pemeriksaan umum seperti identitas anak,
identitas penanggung jawab khususnya orangtua atau pengasuh,
pemeriksaan status kesadaran dan status gizi.
b. Keluhan utama
Pengkajian ini dilakukan dengan wawancara pada orang tua tentang
apa yang dikeluhkan saat ini yang terjadi pada anaknya
c. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu didapatkan dari riwayat prenatal (masalah
saat kehamilan), riwayat perinatal (masalah saat persalinan),
postnatal (masalah pascapersalinan), riwayat penyakit yang pernah
diderita anak, alergi anak, dan riwayat imunisasi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dilakukan dengan menanyakan
riwayat kesehatan pada tiga generasi (penyakit menular
dan keturunan).
e. Riwayat perkembangan
Riwayat perkembangan pada anak meliputi perkembangan fisik,
perkembangan emosional atau perilaku, perkembangan
keterampilan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan
motorik kasar dan halus.
f. Riwayat fungsional
Riwayat fungsional didapatkan dari wawancara pada orangtua yang
berisi tentang rutinitas harian anak.
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada anak meliputi pengukuran berat badan dan
tinggi badan, melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
untuk mendapatkan manifestasi kinis sindrom down serta
kelainanlain yang menambah masalah kesehatan anak
Observasi adanya manifestasi Sindrom Down:
a. Karakeristik Fisik (Paling sering terlihat)
• Pada saat lahir terdapat kelemahan otot dan hipotonia
• Kepala pendek (brachycephaly)
• Lipatan epikantus bagian dalam dan fisura palpebra serong
(mata miring ke atas dan keluar)
• Hidung kecil dengan batang hidung tertekan kebawah (hidung
sadel)
• Lidah menjulur kadang berfisura
• Mandibula hipoplastik (membuat lidah tampak besar)
• Palatum berlengkung tinggi
• Leher pendek tebal
• Muskulatur Hipotonik (perut buncit, hernia umbilikus)
• Sendi hiperfleksibel dan lemas
• Tangan dan kaki lebar, pandek tumpul.
• Garis simian (puncak transversal pada sisi telapak tangan)
b. Intelegensia
• Bervariasi dan retardasi hebat sampai intelegensia normal
rendah
• Umumnya dalam rentang ringa sampai sedang
• Kelambatan bahasa lebih berat daripada kelambatan kognitif
c. Anomaly congenital (peningkatan insiden)
• Penyakit jantung congenital (paling umum)
• Defek lain meliputi: Agenesis renal, atresia duodenum, penyakit
hiscprung, fistula esophagus, subluksasi pinggul.
Ketidakstabilan vertebra servikal pertama dan kedua
(ketidakstabilan atlantoaksial)
d. Masalah Sensori (sering berhubungan)
• Kehilangan pendengaran kondukti (sangat umum)
• Strabismus
• Myopia
• Nistagmus
• Katarak
• Konjungtivitis
e. Pertumbuhan dan perkembang seksual
• Pertumbuhan tinggi badan dan BB menurun, umumnya
obesitas
• Perkembangan seksual terhambat, tidak lengkap atau
keduanya
• Infertile pada pria, wanita dapat fertile
• Penuaan premature umum terjadi harapan hidup rendah

C. Diagnosa
Diagnosis Keperawatan menurut Townsend (2011) dalam Carpenito
(2013) dan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia atau SDKI
(2017) pada seseorang yang terkena Down Syndrome yaitu:
f. Gangguan tumbuh kembang b.d Defisiensi Stimulus (SDKI 2017,
D.0106, Hal. 232)
g. Defisit perawatan diri: Mandi, berpakaian, Makan, Toileting, dan
Berhias b.d Gangguan Neuromuskuler (SDKI 2017, D.0109 Hal.
240)
h. Defisit Pengetahuan pada Keluarga tentang Down Syndrome b.d
Kurang Terpapar Informasi (SDKI 2017, D.0111, Hal 246)
i. Kesiapan Peningkatan Koping Keluarga (SDKI 2017, D.0090,Hal.
199)
j. Gangguan KomunikasiVerbal b.d Gangguan Neuromuskuler (SDKI
2017, D.0119, Hal. 246)
k. Resiko Cedera b.d Perubahan Fungsi Psikomotor (SDKI 2017,
D.0136, Hal.294)
l. Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif b.d Hambatan Kognitif
(SDKI 2017, D.003, Hal.258)

D. Intervensi
No. Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Gangguan Tumbuh Setelah dilakukan tindakan Latihan Pengendalian
Kembang keperawatan selama 7x Impuls (SIKI 2018,
berhubungan kunjungan rumah 1.09284, Hal. 146)
dengan Defisiensi diharapkan Status Observasi
Stimulus. (SDKI Perkembangan membaik • Identifikasi
2017, D.0106, Hal. dengan kriteria hasil: masalah yang
232) • Keterampilan/pe dialami
rilaku sesuai usia • Identifikasi
meningkat. tindakan yang
• Kemampuan mungkin
melakukan dilakukan dan
perawatan diri bermanfaat.
meningkat. Terapeutik:
• Respon sosial • Terapkan strategi
meningkat. pemecahan
• Kontak mata masalah sesuai
meningkat. (SLKI dengan tingkat
2018, L.10101, perkembangan
Hal. 124) dan fungsi
kognitif.
• Lakukan
modifikasi
perilaku, sesuai
kebutuhan.
• Fasilitasi
melakukan
tindakan yang
bermanfaat
• Berikan
penguatan positif
untuk tindakan
yang berhasil di
lakukan.
• Motivasi
memberi
penghargaan pada
diri sendiri
• Berikan
kesempatan untuk
mempraktekkan
pemecahan
masalah (role-
play) di
lingkungan
terapeutik
• Sediakan model
langkah-langkah
strategi
pemecahan
masalah
• Motivasi
mempraktekkan
pemecahan
masalah dalam
situasi sosial dan
interpersonal
Edukasi: Ajarkan
memberi isyarat
diri untuk
“berhenti dan
berpikir” sebelum
bertindak
impulsif.
2. Defisit Perawatan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Perawatan
Diri: Mandi, keperawatan selama 7x Diri: BAB/BAK (SIKI
Berpakaian, kunjungan rumah 2018, 1.11349, Hal. 37)
Makan, Toileting, diharapkan Perawatan Diri Observasi:
dan Berhias meningkat dengan kriteria • Identifikasi
berhubungan hasil: kebiasaan
dengan Gangguan • Kemampuan mandi BAK/BAB sesuai
Neuromuskuler. meningkat. usia.
(SDKI 2017, • Kemampuan • Monitor integritas
D.0109, Hal. 240) mengenakan kulit pasien
pakaian meningkat. Terapeutik:
• Kemampuan • Suka pakaian
makan meningkat. yang diperlukan
• Kemampuan ke untuk
toilet (BAB/BAK) memudahkan
meningkat. eliminasi.
• Verbalisasi • Dukung
keinginan penggunaan
melakukan toilet/commode/p
perawatan diri ispot/urinal secara
meningkat. konsisten.
• Minat melakukan • Jaga privasi
perawatan diri selama eliminasi
meningkat. (SLKI • Ganti pakaian
2018, L.11103, pasien setelah
Hal. 81) eliminasi, jika
perlu
• Bersihkan alat
bantu BAB/BAK
setelah digunakan
• Latih BAK/BAB
sesuai jadwal,
jika perlu
• Sediakan alat
bantu (mis.
Kateter eksternal,
urinal), jika perlu
Edukasi:
• Anjurkan
BAB/BAK secara
rutin.
• Anjurkan ke
kamar
mandi/toilet, jika
perlu

Dukungan Perawatan
Diri:
Berpakaian (SIKI 2018,
Hal. 37, 1.11350)
Observasi
• Identifikasi
pemenuhan
kebutuhan
berpakaian dan
berhias
Terapeutik:
• Sediakan pakaian
pada tempat yang
mudah dijangkau
• Sediakan pakaian
pribadi, sesuai
kebutuhan
• Fasilitasi
mengenakan
pakaian, jika
perlu
• Fasilitasi berhias
(mis. Menyisir
rambut,
merapikan
kumis/jenggot)
• Jaga privasi
selama
berpakaian
• Tawarkan untuk
laundry, jika
perlu
• Berikan pujian
terhadap
kemampuan
berpakaian secara
mandiri
Edukasi
• Informasikan
pakaian yang
tersedia untuk
dipilih, jika perlu
• Ajarkan
mengenakan
pakaian, jika
perlu
Dukungan Perawatan
Diri: Makan/Minum
(SIKI 2018, 1.11351,
Hal. 38)
Observasi:
• Identifikasi diet
yang dianjurkan.
• Monitor
kemampuan
menelan
• Monitor status
hidrasi pasien,
jika perlu
Terapeutik
• Ciptakan
lingkungan yang
menyenangkan
selama makan
• Atur posisi yang
nyaman untuk
makan/minum.
• Lakukan oral
hygine sebelum
makan, jika perlu.
• Letakkan
makanan di sisi
mata yang sehat
• Sediakan sedotan
untuk minum,
sesuai kebutuhan
• Siapkan makanan
dengan suhu yang
meningkatkan
nafsu makan
• Sediakan
makanan dan
minuman yang
disukai
• Berikan saat
makan/minum
sesuai tingkat
dengan
kemandirian, jika
perlu.
• Motivasi untuk
makan di ruang
makan, jika perlu
Edukasi
• Jelaskan posisi
makanan pada
pasien yang
mengalami
gangguan
penglihatan
dengan
menggunakan
arah jarum jam
(mis. Sayur di
jam 12, rendang
di jam 3)
Kolaborasi
• Kolaborasi
pemberian obat
(mis. Analgesik,
antiemetik),
sesuai indikasi.
Dukungan Perawatan
Diri: Mandi (SIKI 2018,
1.11352, Hal. 39)
Observasi:
• Identifikasi usia
dan budaya dalam
membantu
kebersihan diri
• Identifikasi jenis
bantuan yang
dibutuhkan.
• Monitor
kebersihan tubuh
(mis. Rambut,
mulut, kulit,
kuku).
• Monitor integritas
kulit
Terapeutik
• Sediakan
peralatan mandi
(mis. Sabun, sikat
gigi, shampoo,
pelembap kulit).
• Sediakan
lingkungan yang
aman dan
nyaman.
• Fasilitasi
menggosok gigi,
sesuai kebutuhan.
• Fasilitas mandi,
sesuai kebutuhan.
• Pertahankan
kebiasaan
kebersihan diri.
• Berikan bantuan
sesuai tingkat
kemandirian.
Edukasi:
• Jelaskan manfaat
mandi dan
dampak tidak
mandi terhadap
kesehatan.
• Ajarkan kepada
keluarga cara
memandikan
pasien, jika perlu.
Dukungan Pengambilan
Keputusan (SIKI 2018,
Hal. 34, 1.09265)
Observasi
• Identifikasi
persepsi
mengenai
masalah dan
informasi yang
memicu konflik.
Terapeutik
• Fasilitasi
mengklarifikasi
nilai dan harapan
yang membantu
membuat pilihan.
• Diskusi kelebihan
dan kekurangan
dari setiap solusi.
• Fasilitasi melihat
situasi secara
realistic.
• Motivasi
mengungkapkan
tujuan perawatan
yang diharapkan.
• Fasilitasi
pengambilan
keputusan secara
kolaboratif.
• Hormati hak
pasien untuk
menerima atau
menolak
informasi.
• Fasilitasi
menjelaskan
keputusan kepada
orang lain, jika
perlu
• Fasilitasi
hubungan antara
pasien, keluarga,
dan tenaga
kesehatan
lainnya.
Edukasi:
• Informasikan
alternative solusi
secara jelas.
• Berikan informasi
yang diminta
pasien.
Kolaborasi
• Kolaborasi
dengan tenaga
kesehatan lain
dalam
memfasilitasi
pengambilan
keputusan
3. Defisit Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan (SIKI
Pengetahuan Pada keperawatan selama 3x 2018, 1.12383, Hal. 65)
Keluarga Tentang kunjungan rumah Observasi:
Down Syndrome diharapkan Tingkat • Identifikasi
berhubungan Pengetahuan meningkat kesiapan dan
dengan Kurang dengan kriteria hasil: kemampuan
Terpapar Informasi • Perilaku sesuai menerima
(SDKI 2017, anjuran meningkat. informasi.
D.0111, Hal. 246) • Kemampuan • Identifikasi
menjelaskan faktor-faktor yang
pengetahuan dapat
tentang suatu topik meningkatkan
meningkat. dan menurunkan
motivasi perilaku
• Pertanyaan tentang hidup bersih dan
masalah yang sehat.
dihadapi menurun. Terapeutik:
• Persepsi yang • Sediakan materi
keliru terhadap dan media
masalah menurun. pendidikan
(SLKI 2018, kesehatan.
L.12111, Hal. 146 • Jadwalkan
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan.
• Berikan
kesempatan untuk
bertanya.
Edukasi
• Jelaskan faktor
risiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan.
• Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat.
• Ajarkan strategi
yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup
bersih dan sehat.
4. Kesiapan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Koping
Peningkatan keperawatan diharapkan Keluarga (SIKI 2018,
Koping Keluarga. Pemeliharaan Kesehatan Hal. 28, 1.09260)
Observasi:
(SDKI 2017, meningkat dengan kriteria • Identifikasi
D.0090, Hal. 199) hasil: respon emosional
• Menunjukkan terhadap kondisi
perilaku adaptif. saat ini
• Menunjukkan • Identiikasi
pemahaman kesesuaian antara
perilaku sehat. harapan pasien,
• Kemampuan keluarga, dan
menjalankan tenaga kesehatan
perilaku sehat. Terapeutik
• Perilaku mencari • Dengarkan
bantuan. (SLKI masalah,
2018, L.12106, perasaan, dan
Hal. 72) pertanyaan
keluarga
• Diskusikan
rencana medis
dan perawatan
• Fasilitasi
memperoleh
pengetahuan,
keterampilan, dan
peralatan yang
diperlukan untuk
mempertahankan
keputusan
perawatan pasien.
Edukasi:
• Informasikan
kemajuan pasien
secara berkala
• Informasikan
fasilitas
perawatan
kesehatan yang
ada
Kolaborasi
• Rujuk untuk
terapi keluarga,
jika perlu
5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Promosi Komunikasi:
Komunikasi Verbal keperawatan selama 7x Defisit Bicara (SIKI
berhubungan kunjungan rumah 2018, 1.13492, Hal. 373)
dengan Gangguan diharapkan Komunikasi Observasi
Neuromuskuler. Verbal meningkat dengan • Monitor
(SDKI 2017, kriteria hasil: kecepatan,
D.0119, Hal. 264) • Kemampuan tekanan,
berbicara kuantitas,
meningkat volume, dan diksi
• Kemampuan bicara.
mendengar • Monitor proses
meningkat. kognitif,
• Kesesuaian anatomis, dan
ekspresi fisiologis yang
wajah/tubuh berkaitan dengan
meningkat. bicara (mis.
• Kontak mata Memori,
meningkat. (SLKI pendengaran, dan
2018, L.13118, Bahasa)
Hal. 49) • Monitor frustasi,
marah, depresi,
atau hal lain yang
mengganggu
bicara
• Identifikasi
perilaku
emosional dan
fisik sebagai
bentuk
komunikasi.
Terapeutik:
• Gunakan metode
komunikasi
alternatif (mis.
Menulis, mata
berkedip, papan
komunikasi
dengan gambar
dan huruf, isyarat
tangan, dan
computer).
• Sesuaikan gaya
komunikasi
dengan kebutuhan
(mis. Berdiri di
depan pasien,
dengarkan dengan
seksama,
tunjukkan satu
gagasan atau
pemikiran
sekaligus,
bicaralah dengan
perlahan sambil
menghindari
teriakan, gunakan
komunikasi
tertulis, atau
meminta bantuan
keluarga untuk
memahami
ucapan pasien).
• Modifikasi
lingkungan untuk
meminimalkan
bantuan.
• Ulangi apa yang
disampaikan
pasien.
• Berikan
dukungan
psikologis.
• Gunakan juru
bicara, jika perlu.
Edukasi
• Anjurkan
berbicara
perlahan
• Ajarkan pasien
dan keluarga
proses kognitif,
anatomis, dan
fisiologis yang
berhubungan
dengan
kemampuan
bicara.
Kolaborasi
• Rujuk ke ahli
patologi bicara
atau terapis.

Dukungan Pengambilan
Keputusan (SIKI 2018,
Hal. 34, 1.09265)
Observasi
• Identifikasi
persepsi
mengenai
masalah dan
informasi yang
memicu konflik.
Terapeutik:
• Fasilitasi
mengklarifikasi
nilai dan harapan
yang membantu
membuat pilihan.
• Diskusi kelebihan
dan kekurangan
dari setiap solusi.
• Fasilitasi melihat
situasi secara
realistis.
• Motivasi
mengungkapkan
tujuan perawatan
yang diharapkan.
• Fasilitasi
pengambilan
keputusan secara
kolaboratif.
• Hormati hak
pasien untuk
menerima atau
menolak
informasi.
• Fasilitasi
menjelaskan
keputusan kepada
orang lain, jika
perlu.
• Fasilitasi
hubungan antara
pasien, keluarga,
dan tenaga
kesehatan
lainnya.
Edukasi:
• Informasikan
alternative solusi
secara jelas.
• Berikan informasi
yang diminta
pasien.
Kolaborasi
• Kolaborasi
dengan tenaga
kesehatan lain
dalam
memfasilitasi
pengambilan
keputusan.
6. Risiko Cedera Setelah dilakukan tindakan Manajemen Keselamatan
berhubungan keperawatan selama 3x Lingkungan (SIKI 2018,
dengan Perubahan kunjungan rumah Hal. 192, 1.14513)
Fungsi Psikomotor diharapkan Tingkat Cedera Observasi
(SDKI 2017, menurun dengan kriteria • Identifikasi
D.0136, Hal. 294) hasil: kebutuhan
• Kejadian cedera keselamatan (mis.
menurun. Kondisi fisik,
• Luka/lecet fungsi kogniti dan
menurun. riwayat perilaku)
• Gangguan Terapeutik:
mobilitas menurun. • Hilangkan bahaya
• Toleransi aktivitas keselamatan
meningkat. (SLKI lingkungan (mis.
2018, L. 14136, Fisik, biologi dan
Hal. 135) kimia), jika
memungkinkan.
• Modifikasi
lingkungan untuk
meminimalkan
bahaya dan
resiko.
• Gunakan
perangkat
pelindung (mis.
Pengekangan
fisik, rel samping,
pintu terkunci,
pagar)
Edukasi
• Ajarkan individu,
keluarga dan
kelompok risiko
tinggi bahaya
lingkungan.

Pencegahan Cedera
(SIKI 2018, Hal. 275,
1.14537)
Observasi
• Identifikasi area
lingkungan yang
berpotensi
menyebabkan
cedera
• Identifikasi
kesesuaian alas
kaki atau stoking
elastis pada
ekstremitas
bawah
Terapeutik
• Sediakan
pencahayaan
yang memadai
• Gunakan lampu
tidur selama jam
tidur
• Gunakan alas
lantai jika
berisiko
mengalami cedera
serius
• Pastikan barang-
barang pribadi
mudah dijangkau
• Diskusikan
mengenai alat
bantu mobilitas
yang sesuai (mis.
Tongkat atau alat
bantu jalan)
• Diskusikan
bersama anggota
keluarga yang
dapat
mendampingi
pasien
• Tingkatkan
frekuensi
observasi dan
pengawasan
pasien, sesuai
kebutuhan
Edukasi
• Jelaskan alasan
intervensi
pencegahan jatuh
ke pasien dan
keluarga
• Anjurkan berganti
posisi secara
perlahan dan
duduk selama
beberapa menit
sebelum berdiri
Pencegahan Jatuh (SIKI
2018, Hal. 279, 1.14540)
Observasi
• Identifikasi faktor
risiko jatuh (mis.
Usia >65 tahun,
penurunan tingkat
kesadaran, defisit
kognitif,
hipotensi
ortostatik,
gangguan
keseimbangan,
gangguan
penglihatan,
neuropati)
• Identifikasi faktor
lingkungan yang
meningkatkan
risiko jatuh (mis.
Lantai licin,
penerangan
kurang)
• Hitung risiko
jatuh dengan
menggunakan
skala (mis. Fall
Morse Scale,
Humpty Dumpty
Scale), jika perlu
Terapeutik:
• Atur tempat tidur
mekanis dengan
posisi rendah
• Gunakan alat
bantu berjalan
(mis. Kursi roda,
walker)
Edukasi:
• Anjurkan
menggunakan
alas kaki yang
tidak licin
• Anjurkan
berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan
tubuh
• Anjurkan
melebarkan jarak
kedua kaki untuk
menigkatkan
keseimbangan
tubuh.
7. Pemeliharaan Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan (SIKI
Kesehatan Tidak keperawatan selama 3x 2018, 1.12383, Hal. 65)
Efektif kunjungan rumah Observasi
berhubungan diharapkan Pemeliharaan
dengan Hambatan Kesehatan meningkat • Identifikasi
Kognitif (SDKI dengan kriteria hasil: kesiapan dan
2017, D.003, Hal. • Menunjukkan kemampuan
258). perilaki adaptif menerima
meningkat. informasi.
• Menunjukkan • Identifikasi
pemahaman faktor-faktor yang
perilaku sehat dapat
meningkat. meningkatkan
• Kemampuan dan menurunkan
menjalankan motivasi perilaku
perilaku sehat hidup bersih dan
meningkat. sehat.
• Perilaku mencari Terapeutik:
bantuan meningkat. • Sediakan materi
(SLKI 2018, L. dan media
12106, Hal. 72) pendidikan
kesehatan.
• Jadwalkan
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan. 3
Berikan
kesempatan untuk
bertanya.
Edukasi:
• Jelaskan faktor
risiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan.
• Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat.
• Ajarkan strategi
yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup
bersih dan sehat.

Kontrak Perilaku Positif


(SIKI, 1.09282, Hal. 139)
Observasi
• Identifikasi
kemampuan
mental dan
kognitif untuk
membuat kontrak.
• Identifikasi cara
dan sumber daya
terbaik untuk
mencapai tujuan.
• Identifikasi
hambatan dalam
menerapkan
perilaku positif.
• Monnitor
pelaksanaan
perilaku
ketidaksesuaian
dan kurang
komitmen untuk
memenuhi
kontrak.
Terapeutik
• Ciptakan
lingkungan yang
terbuka untuk
membuat kontrak
perilaku.
• Fasilitasi
pembuatan
kontrak tertulis.
• Diskusikan
perilaku
kesehatan yang
ingin diubah.
• Diskusikan tujuan
positif jangka
pendek dan
jangka panjang
yang realistis dan
dapat dicapai.
• Diskusikan
pengembangan
rencana perilaku
positif.
• Diskusikan cara
mengamati
perilaku (mis.
Table kemajuan
perilaku).
• Diskusikan
penghargaan yang
diinginkan ketika
tujuan tercapai,
jika perlu.
• Diskusikan
konsekuensi atau
sanksi tidak
memenuhi
kontrak.
• Tetapkan batas
waktu yang
dibutuhkan untuk
pelaksanaan
tindakan yang
realistis.
• Fasilitasi
meninjau ulang
kontrak dan
tujuan, jika perlu.
• Pastikan kontrak
ditandatangani
oleh semua pihak
yang terlibat, jika
perlu.
• Libatkan keluarga
dalam proses
kontrak, jika
perlu.
Edukasi
• Anjurkan
menuliskan
tujuan sendiri,
jika perlu.
E. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan suatu rencana tindakan untuk
mencapai tujuan tertentu. Penulis melakukan atas dasar semua tindakan
yang direncanakan untuk intervensi. Rencana tindakan keperawatan
untuk mengatasi emosi yang tidak stabil pada anak down syndrome
antara lain membantu anak menyalurkan emosinya dengan lebih baik,
membantu anak meningkatkan self reportnya, dan memantau
pernyataan anak tentang perasaannya, merupakan penghubung antara
anak dan keluarga, mendorong anak untuk menilai emosinya. perilaku
sendiri, mendorong anak-anak untuk mengungkapkan secara verbal
konsekuensi dari ketidakmampuan mereka untuk mengendalikan emosi
mereka dan untuk meningkatkan manajemen risiko melukai diri sendiri.
Kita harus ingat bahwa anak down syndrome adalah anak berkebutuhan
khusus, sehingga perlu penanganan khusus. Kita tidak bisa memaksa
anak untuk melakukan sesuatu sendiri, sehingga dalam pelaksanaannya
harus ada metode komunikasi yang menarik agar anak down syndrome
tertarik dan mau peduli.

9. Link video komunikasi pada anak Down Syndrom (DS)


https://youtu.be/8bpzKUjTZCQ

10. Isi video


Video berisi komunikasi terapeutik kepada anak down syndrome
Pentingnya menggunakan kesabaran untuk menghadapi perilaku dan
jawaban – jawaban dari anak down syndrome. Juga perilaku ramah dari
perawat ketika mengajak ngobrol dan menemani bermain

11. Analisis video


Setelah kami melihat video tentang komunikasi pada anak down syndrom,
kita sebagai perawat dalam berkomunikasi harus dengan kesabaran dalam
menghadapi tingkah laku serta perkataan dari anak down syndrome
tersebut. Serta kita harus berperilaku ramah dan telaten kepada anak down
syndrom karena keterbelakangan mental tersebut kita sebagai perawat harus
bisa mengajak berkomunikasi dengan baik, dengan kita bisa berkomunikasi
baik dan bisa membuat nyaman dengan anak down syndrom maka ia juga
pasti akan berkomunikasi baik juga dengan kita.
DAFTAR PUSTAKA

Hasna Rafida Purwandini, H. R. P. (2021). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan


Down Syndrome di Desa Jatisarono Kecamatan Nanggulan (Doctoral
dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Hidayat, Y. N., Mauliani, L., & Satwikasari, A. F. (2019). Penerapan Konsep


Arsitektur Perilaku Pada Bangunan Pusat Rehabilitasi Down Syndrome
di Jakarta. Purwarupa Jurnal Arsitektur, 2(2), 43-56.

Marta, R. (2017). Penanganan Kognitif Down Syndrome melalui Metode Puzzle


pada Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,
1(1), 32-41.

Muharrahman, M. (2019). Upaya Orang Tua Dalam Mendidik Anak Down


Syndrome (Studi Pada Anak Down Syndrome di Desa Sakatiga
Seberang Ogan Ilir). Jurnal I'TIBAR, 3(1).

Putra,S. Tri, I, N. Rotalia, N. (2015) Laporan Pendahuluan dan Asuhan


Keperawatan Tentang Sindrom Down. Program Studi S1 Keperawatan.
Universitas Dharmas Indonesia

Satya Nur Azizah. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Anak Down Syndrom
Dengan Fokus Studi Kontrol Emosi Labil di Sekolah Luar Biasa (SLB)
C Yakut Purwokerto(). Prodi DIII Keperawatan Purwoke:Prodi V
Keperawatan Purwokerto Poltekkes Kemenkes Semarang

Anda mungkin juga menyukai