Prosedur kerja :
a. Persiapkan alat perendaman air panas, mesin pemanas air, periksa bahan
bakar dan tangki suplai air dingin, kemudian atur posisi suhu air pada 58°C-
60°C.
b. Jalankan pompa air panas dan blowernya pada panel listrik.
c. Waktu yang diperlukan untuk perendaman air panas adalah 60-90 detik.
d. Setelah selesai, sebelum membuang air panas pada tangki perendaman,alat
pemanas air dan pompa harus dimatikan terlebih dahulu.
e. Cuci dan bersihkan alat perendaman air panas dan isi kembali dengan air
bersih sampai penuh.
6. Pencabutan Bulu
Dilakukan oleh petugas pencabutan bulu di bawah pengawasan Kepala Bagian
Produksi Kotor.
Prosedur kerja :
a. Persiapkan dan periksa bagian-bagian peralalatan kerja sebelum mesin
dijalankan. Perhatikan bagian karet-karet pencabut bulunya,jika ada yang
rusak harus segera diganti, dan kondisi mesin penggerak harus diperiksa.
b. Atur jarak lebar mesin sesuai pada posisi yang telah ditetapkan berdasarkan
percobaan, kemudian jalankan mesin segera setelah ayam masuk ke mesin.
Atur lagi jaraknya sampai menghasilkan karkas yang bersih,tapi tidak
merusak bagian-bagian tubuh.
c. Pengaturan jarak lebar tidak selalu tetap, tergantung besar kecilnya ayam.
Oleh karena itu petugas harus selalu memeriksa kerja mesin dan ayam hasil
proses.
d. Bulu yang masih tertinggal dibersihkan secara manual.
e. Waktu yang diperlukan untuk proses ini adalah 10-12 detik.
f. Setelah proses selesai, matikan mesin dan renggangkan pencabut dan segera
bersihkan bagian-bagian mesin.
7. Pemotongan Leher dan Kepala
Dilakukan oleh petugas pemotongan leher di bawah pengawasan Kepala Bagian
Produksi Kotor.
Prosedur kerja :
a. Tarik bagian kepala ke bawah dan potong tulang leher tepat rata dengan
permukaan bahu sayap dengan menggunakan pisau yang tebal dan tajam.
b. Kepala dan leher di tampung pada bak pencucian sekaligus dibersihkan dari
darah dan kotoran, kemudian rendam dengan air es selama 20 menit.
c. Masukkan kepala dan leher ke dalam keranjanag sesuai standar yang sudah
ditentukan.
8. Pembedahan Perut
Dilakukan oleh petugas pembedahan perut di bawah pengawasan Kepala Bagian
Produksi Kotor.
Prosedur kerja :
a. Persiapkan pisau untuk pembedahan perut. Pisau yang digunakan harus tebal,
pendek dan tajam.
b. Pembedahan perut dilakukan dengan cara menorehkan permukaan tajam
pisau dengan hati-hati pada permukaan perut. Pastikan bahwa pembedahan
tidak menyebabkan putusnya usus.
c. Sempurnakan pembedahan perut jika dirasakan kurang lebar atau panjang.
9. Pengeluaran Jeroan
Dilakukan oleh petugas pengeluaran jeroan di bawah pengawasan Kepala Bagian
Produksi Bersih.
Prosedur kerja :
a. Persiapkan peralatan untuk pengeluaran jeroan. Pastikan bahwa peralatan
tersebut dalam kondisi baik untuk digunakan dan sudah dilakukan sanitasi,
termasuk shower air untuk pencucian permukaan produk.
b. Gunakan alat khusus (sejenis sendok) untuk mengeluarkan jeroan, dengan
cara memasukkan secara hati-hati sendok tersebut ke dalam rongga dada,
kemudian tarik secara bersama-bersama hati,jantung, ampela, dan usus. Jaga
agar empedu tidak pecah.
c. Pisahkan jeroan dari karkas, dan alirkan jeroan tersebut ke ruangan untuk
pengolahan produk sampingan .
d. Jaga kebersihan peralatan dan produk selama proses pengeluaran jeroan.
10. Pemisahan Usus, Hati dan Ampela
Dilakukan oleh petugas pengambilan usus dan hati di bawah pengawasan Kepala
Bagian Produksi Kotor.
Prosedur kerja :
a. Persiapkan keranjang untuk penampungan jeroan pada bak penampung
sementara.
b. Lakukan proses pemisahan, jika salah satu dari keranjang sudah terisi penuh
jeroan.
c. Pisahkan usus, hati dan ampela dengan memperhatikan agar tidak terjadi
pecah empedu.
d. Tamping masing-masing jeroan, kemudian hitung jumlah dan lakukan
penimbangan untuk mengetahui beratnya.
e. Berikan es diatas permukaan jenis jeroan dengan cara member lapisan plastik
di permukaan jeroan, sehingga jeroan tidak kontak langsung dengan es, dan
kualitasnya dapat tetap terjaga.
BAB II
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PROGRAM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT
(HACCP)
2.1 Definisi
2.1.1 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).
Suatu pendekatan ilmiah, rasional dan sistematik untuk melakukan identifikasi,
evaluasi dan mengendalikan bahaya sebelum produksi, selama produksi, proses lanjut,
pengemasan, penyiapan, pengiriman, dan penggunaan.
2.1.2 Critical Control Point (CCP)
Setiap tahap pada titik tertentu atau prosedur dimana pengendalian dapat dilaksanakan
untuk mencegah atau mengeliminasi bahaya atau menurunkan bahaya tersebut sampai
tingkat yang aman.
2.1.3 Critical Point (CP)
Batas minimum dan/atau maksimum parameter biologis,kimia atau fisik pada titik
kendali kritis (Critical Control Point/CCP) untuk mencegah, mengeliminasi atau
mencegah bahaya.
2.2 Target Sistem HACCP
2.2.1 Untuk menghasilkan makanan atau produk ayam olahan yang aman dan halal untuk
dikonsumsi.
2.2.2 Untuk mengendalikan semua critical control point (CCP)
2.2.3 Untuk mengambil langkah yang tepat, jika ditemukan adanya penyimpangan pada
proses produksi
2.2.4 Verifikasi sistem HACCP secara menyeluruh dan merevisinya jika ada perubahan
proses maupun produk.
2.3 Analisis Bahaya dan Penandaan Kategori Resiko (Hazard analysis and Assignment of
Risk Categories)
Hazard Karakteristik Applicability
Hazard A Produk tidak steril yang khusus
ditujukan untuk konsumen beresiko
tinggi seperti bayi, orang tua, orang -
sakit
Kategori resiko :4
2.6.2 Hazard
Mikrobiologi, fisik.
2.6.3 Critical Control Point (CCP)
Hasil perebusan dan kodisi air.
2.6.4 Critical Limit
1. Suhu air 58 °C – 60 °C.
2. Waktu perebusan 60 – 90 detik.
3. Ayam benar-benar sudah mati sebelum masuk kedalam scalder.
2.6.5 Penanggung Jawab
Quality Control
2.6.6 Prosedur
1. Sebelum proses dimulai, dilakukan pemeriksaan alat scalder secara
seksama,sehingga pelaksanaan tidak terhambat.
2. Alat pengukur temperatur dikalibrasi minimal 1 minggu sekali.
3. Saat akan masuk kedalam tangki air panas (scalder), pastikan ayam dalam keadaan
mati dan penirisan darah sempurna.
4. Perendaman air panas (scalding) dilakukan pada suhu 58 °C – 60 °C. Selama 60-
90 detik.
5. Kualitas air di jaga agar tetap bersih.
6. Diadakan pemeriksaan terhadap kualitas hasil perendaman air panas, adakah
produk/daging yang hancur karena suhu air yang terlalu tinggi atau waktu
perebusan terlalu lama, atau bahkan suhu dan waktu perebusan kurang, sehingga
pada saat defeathering banyak bulu yang tidak/sulit dicabut.
7. Apabila suhu kurang memenuhi standar, maka dilakukan penyesuaian dengan cara
menunggu suhu naik, namun apabila suhu terlalu panas maka harus ditambahkan
air dingin.
2.6.7 Tindakan Koreksi
Bila ditemukan produk yang terlalu matang/hancur atau bulu tidak tercabut sempurna,
maka dilakukan koreksi pengaturan terperatur air perendaman atau kecepatan
conveyor.
2.6.8 Pencatatan Data
Daftar isian perendaman air panas
2.7 Pencabutan Bulu
2.7.1 Tujuan
Mendapatkan produk karkas yang bersih dari bulu.
2.7.2 Hazard
Mikrobiologi, fisik.
2.7.3 Critical Control Point (CCP)
Kebersihan produk hasil defeathering (pencabutan bulu).
2.7.4 Critical Limit
Produk atau ayam bersih dari bulu.
2.7.5 Penanggung Jawab
Quality Control
2.7.6 Prosedur
1. Menggunanakan mesin pencabut bulu (plucker) yang di gerakkan motor listrik
dengan karet khusus yang lentur berbentuk jari-jari pada blade/cakram.
2. Sebelum proses dimulai, dilakukan pemeriksaan alat defeatherer (karet plucker,
strange/belt, dan motor) harus berfungsi baik.
3. Selama proses pencabutan bulu, pada karet harus selalu dialiri air guna membantu
kesempurnaan pencabutan bulu.
4. Dilakukan pengaturan renggangan karet plucker yang disesuaikan dengan ukuran
ayam, serta kebersihan bulu setelah proses pencabutan.
5. Bulu hasil pencabutan jatuh pada saluran/selokan yang selalu mengalir dan
terkumpul pada bak penampungan yang selanjutnya akan dibawa ke unit
pengolahan limbah.
6. Hasil proses ini adalah ayam yang bersih dari bulu, dan apabila masih tersisa bulu
maka pada proses pencucian dilakukan pencabutan secara manual.
2.7.7 Tindakan Koreksi
1. Dilakukan pencabutan bulu secara manual jika ditemukan karkas yang belum
bersih dari bulu.
2. Penggantian karet plucker yang sudah rusak atau aus.
3. Setting ulang kerenggangan (jarak karet plucker)
2.7.8 Pencatatan Data
Daftar isian pencabutan bulu.
2.8 Eviscerasi
2.8.1 Tujuan
Membentuk karkas ayam utuh (wholesomeness)
2.8.2 Hazard
Mikrobiologi,fisik.
2.8.3 Critical Control Point (CCP)
Hasil eviscerasi.
2.8.4 Crirical Limit
Ayam bersih dari organ dalam (viscera)
2.8.5 Penanggung Jawab
Quality Control
2.8.6 Prosedur
1. Proses dimulai dengan pemotongan kaki pada hock joint menggunakan pisau
tajam, kemudian jatuh pada bak penampungan karkas.
2. Ayam digantung dengan posisi perut menghadap ke petugas eviscerasi.
3. Pembedahan perut karkas dilakukan lurus dari kloaka ke arah keel dengan
menggunakan pisau yang tajam, pendek dan tebal.
4. Organ dalam dikeluarkan secara berurutan, yaitu usus, ampela, hati, ujung ampela,
paru-paru, dan trakea.
5. Pemutusan usus dilakukan diluar rongga perut.
6. Pemisahan empedu dari paru-paru harus dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari pecah empedu.
7. Pembersihan bagian luar dan dalam karkas menggunakan shower yang airnya
sudah mengandung klorin.
2.9 Pencucian
2.9.1 Tujuan
Untuk mendapatkan karkas yang bebas dari kotoran, sisa bulu, dan sisa-sisa organ
dalam.
2.9.2 Hazard
Mikrobiologi,kimia.
2.9.3 Critical Control Point (CCP)
1. Kadar klorin air pencucian.
2. Suhu dan kualitas air.
3. Karkas hasil pencucian.
2.9.4 Critical Limit
1. Kadar klorin bebas 30 – 50 ppm
2. Suhu air maksimal 4 °C.
3. Kondisi air bersih.
2.9.5 Penanggung Jawab
Quality Control
2.9.6 Prosedur
1. Pencucian dilakukan dengan menggunakan shower air bertekanan tinggi.
2. Kandungan klorin air yang digunakan untuk pencucian karkas sebesar 30-50 ppm.
3. Suhu air yang digunakan untuk pencucian 0 °C – 4 °C.
4. Hasil pencucian bagian luar dan dalam rongga dada bersih dari darah dan kotoran.
2.9.7 Tindakan Koreksi
Dilakukan pembersihan ulang karkas yang belum bersih.
2.9.8 Pencatatan Data
Daftar isian pencucian karkas.
2.12 Parting/Cut up
2.12.1 Tujuan
Membuat potongan karkas yang sesuai dengan bentuk, ukuran, dan spesifikasi.
2.12.2 Hazard
Mikrobioligi.fisik
2.12.3 Critical Control Point (CCP)
1. Suhu dan kebersihan produk
2. Bentuk potongan.
2.12.4 Critical Limit
1. Suhu Produk maksimal 7,2 °C.
2. Produk bebas dari benda asing.
2.12.5 Penanggung Jawab
Quality Control
2.12.6 Prosedur
1. Karkas dipotong menjadi beberapa bagian yang sesuai dengan standar dan
spesifikasi permintaan customer.
2. Saat cut up , dilakukan juga seleksi terhadap bagian potongan yang afkir
(memar,merah dan tulang patah).
3. Alat potong dengan poultry cutter dalam kondisi bersih, lancar dan tidak rusak.
4. Untuk menjaga suhu produk tetap standar, bahan baku disiapkan secukupnya.
2.12.7 Tindakan Koreksi
Bila ditemukan bentuk potongan daging yang tidak sesuai standar, segera diafkir.
2.12.8 Pencatatan Data
Daftar isian cut up (Form Data Karkas)
2.13 Trimming.
2.13.1 Tujuan
Membentuk bagian potongan dengan menghilangkan kelebihan kulit pada paha, dan
lemak. Kemudian mencuci sisa darah, serta mengambil sisa paru-paru dan ginjal.
2.13.2 Hazard
Mikrobiologi,fisik.
2.13.3 Critical Control Point (CCP)
1. Hasil trimming.
2. Suhu Produk.
2.13.4 Critical Limit
1. Potongan daging rapih, bebas dari sisa lemak, sisa darah, sisa paru-paru maupun
ginjal.
2. Suhu daging maksimal 7,2 °C.
3. Suhu ruangan maksimal 12 °C.
2.13.5 Penanggung Jawab
Quality Control
2.13.6 Prosedur
1. Karkas yang sudah di parting, ditampung dalam keranjang produksi selanjutnya
dilakukan proses trimming, yaitu membentuk bagian potongan dengan
menghilangkan kelebihan kulit pada paha, menghilangkan lemak, mencuci sisa
darah dan mengambil sisa paru-paru, dan ginjal masih ada.
2. Untuk menjaga suhu produk tetap dalam batas standar, bila perlu masukan kembali
produk dalam chilling room setelah trimming.
3. Suhu daging maksimal 7,2 °C.
2.13.7 Tindakan Koreksi
1. Trimming ulang potongan daging yang belum sesuai criteria.
2. Beri potongan es bila suhu daging melebihi standar.
2.15 Pengiriman
2.15.1 Tujuan
Mengirimkan produk dengan tetap menjaga kualitas yang baik.
2.15.2 Hazard
Mikrobiologi,fisik.
2.15.3 Critical Control Point (CCP)
1. Kondisi ruangan mobil boks.
2. Suhu ruang mobil boks.
2.15.4 Critical Limit
Suhu ruang boks pengiriman di bawah 0 °C, dan ruangan mobil bersih serta tidak bau.
2.15.5 Penanggung Jawab
Quality Control.
2.15.6 Prosedur
1. Menggunakan mobil berpendingin, yang dilengkapi alat pencatat temperature.
2. Kondisi mobil yang dipakai harus dalam keadaan baik (mesin mobil, alat
pendingin, dan sebagainya).
3. Sebelum dipakai, mobil dibersihkan terlebih dahulu (dinding luar mobil dan
ruangan boks) dengan menggunakan air sabun. Untuk ruangan boks, pembilasan
terakhir dengan air berklorin.
4. Alat pendingin diaktifkan dulu ± 30 menit sebelum ruangan dalam mobil boks
dimuat.
5. Suhu ruangan mobil boks harus di bawah 0 °C, sehingga suhu karkas dapat terjaga
maksimal 4 °C.
2.15.7 Tindakan Koreksi
Penyesuaian suhu ruang mobil boks sebelum dimuati.
2.15.8 Pencatatan Data
Daftar isian pengiriman (Form. 02 Data Proses Pemotongan Ayam; Lampiran 2).
BAB III
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PROGRAM SANITASI
3.1 Pendahuluan
Rumah Potong Ayam merupakan kegiatan mengubah bahan baku ayam hidup menjadi
produk berupa karkas dan hasil ikutannya. Kegiatan ini akan meninggalkan kontaminan pada
tempat, peralatan kerja dan mesin produksi jika tidak dijaga kebersihannya selama proses
maupun sesudah produksi. Kontaminan tersebut dapat berupa fisik, kimia maupun biologi.
Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang ke produk karkas dan hasil
ikutannya, maka diperlukan suatu system sanitasi yang dapat menjamin kontinuitas kebersihan
tempat, peralatan, mesin produksi, termasuk kebersihan karyawannya.
Keterampilan dan pengetahuan karyawan mengenai sanitasi sangat diperlukan agar
hasil kerja yang akan dicapai memenuhi standar sanitasi yang diharapkan. Kegiatan sanitasi
merupakan tanggung jawab setiap karyawan yang berhubungan dengan kegiatan produksi, dan
bukan hanya menjadi tanggung jawab karyawan sanitasi.
3.2 Objek Sanitasi
3.2.1 Bahan Baku
Ayam hidup sebagai bahan baku harus berasal dari sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan kesehatannya, sesuai dengan standar untuk produk yang telah
ditetapkan pemerintah.
3.2.2 Bahan Penunjang
Bahan penunjang produksi seperti plastic, boks karbon, dan karung harus terbebas dari
kontaminan dan disimpan dalam gudang yang terjaga sanitasinya.
3.2.3 Air
Persyaratan air yang digunakan untuk proses produksi dan pelaksanaan kegiatan
sanitasi harus memenuhi persyaratan baik kuantitas maupun kualitasnya. Air yang
digunakan harus memenuhi persyaratan (layak minum). Sanitasi air dapat dilakukan
dengan penambahan klorin 2 – 3 ppm.
3.2.4 Kontruksi Bangunan
1. Luas Bangunan
Luas bangunan untuk proses produksi harus dapat menampung kegiatan produksi,
termasuk juga memudahkan dalam pelaksanaan sanitasi.
2. Bahan
Bahan yang digunakan untuk lantai, dinding dan atap harus mudah dibersihkan,
mudah diperbaiki dan mudah dalam pelaksanaan sanitasi.
3. Ventilasi
Ventilasi ruangan harus cukup untuk mencegah kondensasi dari uap air,
pengendalian jamur, dan menjaga kebersihan atau sanitasi dalam ruangan.
3.2.5 Es
Bahan baku air yang digunakan untuk membuat es, merupakan air yang layak minum.
Dalam proses pembuatan, distribusi, dan penyimpanan es harus dijaga kebersihannya.
Es hanya digunakan satu kali dalam proses.
3.2.6 Peralatan Produksi
Peralatan yang langsung bersentuhan dengan produk harus terbuat dari bahan dengan
permukaan licin, tidak beracun dan tidak korosif. Peralatan dirancang agar tidak
menyimpan kontaminan dan tata letaknya diatur sehingga proses pembersihan menjadi
mudah dan efektif.
3.2.7 Fasilitas Pendingin dan Penyimpanan
Ruangan harus didesain dengan sebaik-baiknya, sehingga mudah untuk dibersihkan
dan dilakukan tindakan jika suhu yang distandarkan tidak tercapai. Fasilitas ini harus
bebas dari kontaminan.
3.2.8 Kendaraan dan Fasilitas Transportasi
Bahan yang digunakan untuk transportasi harus terbuat dari bahan yang dapat
mencegah kontaminan dan harus dalam kondisi bersih dan terawatt. Produk segar harus
terjaga suhunya di bawah 4 °C dan produk beku harus terjaga suhunya di bawah -18
°C.
3.2.9 Kamar kecil dan Ruang Sanitasi
Bangunan RPA harus dilengkapi dengan kamar kecil yang memadai, dan dilengkapi
dengan fasilitas cuci tangan. Kamar kecil harus selalu bersih dan terjaga sanitasinya.
Harus ada petunjuk yang menyatakan bahwa karyawan harus cuci tangan dengan
antiseptic setelah keluar dari kamar kecil. Ruang sanitasi diperlukan untuk
menghindari terjadinya kontaminasi silang akibat kebersihan karyawan yang tidak
terjaga. Ruang sanitasi dilengkapi sangat diperlukan untuk proses-proses yang
mengharuskan karyawan kontak langsung dengan produk.
3.2.10 Karyawan
Setiap karyawan harus bertanggung jawab dalam pelaksanaan sanitasi dan berupaya
untuk melakukan tindakan pencegahan guna menghindari terhadinya kontaminasi
silang.
Hal-hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pengendalian Penyakit
Manajemen pabrik harus melakukan pemeriksaan dan dapat mengidentifikasi
mengenai status kesehatan karyawannya, karena karyawan yang sakit beresiko
menularkan penyakitnya ke keryawan yang lain atau dapat mengkontaminasi
produk.
2. Menjaga Kebersihan
a. Menggunakan pakaian seragam yang bersih
b. Mencuci tangan sebelum dan setelah bekerja dengan antiseptik.
c. Tidak menggunakan perhiasan (jam tangan, anting, kalung, dll)yang dapat
mengkontaminasi produk.
d. Jika menggunakan sarung tangan, maka harus sesuai dengan standar sanitasi
dan tidak mengganggu kelancaran kerja.
e. Menggunakan tutup kepala (rambut)
f. Tidak meludah, makan, minum dan merokok di area produksi.
g. Tidak menggunakan kosmetik atau minyak wangi.
3.2.11 Program Pelatihan
Pelaksana dan supervisor harus mendapatkan pelatihan dalam hal penanganan produk,
prinsip pencegahan kontaminasi dan bahaya produk yang diproses dengan tidak
higienis. Fungsi pelatihan sangat penting karena sanitasi dengan latar belakang
pendidikan karyawan yang tidak memadai akan menyebabkan kegagalan.
3.3 Alat dan Bahan
Secara umum alat dan bahan yang dapat digunakan untuk sanitasi di Rumah Potong Ayam
(RPA) adalah sebagai berikut :
3.3.1 Peralatan
1. Sprayer (karcher) : peralatan ini dapat digunakan untuk membersihkan peralatan
dengan menggunakan air bertekanan tinggi dan temperatur tinggi. Dengan alat ini
diharapkan lemak dan kotoran yang menempel pada keranjang atau peralatan
produksi dapat dibersihkan..
2. Sikat plastik : peralatan ini digunakan untuk membersihkan keranjang, dinding,
lantai, atap dan peralatan produksi.
3. Sikat plastik tangkai panjang : peralatan ini digunakan untuk membersihkan
dinding, atap dan peralatan produksi yang tidak atau sulit terjangkau sikat plastik
biasa.
4. Pengering (handymop) : peralatan ini digunakan untuk menjaga kebersihan lantai
agar selalu tetap kering dan bersih.
5. Selang : digunakan untuk mengalirkan air ke objek yang hendak dibersihkan atau
disambungkan ke peralatan sanitasi.
6. Sapu sawang : digunakan untuk membersihkan sarang laba-laba dan laba-laba
yang masih hidup di ruang produksi.
7. Troli dan Drum : untuk mengangkut air yang dgunakan pada proses sanitasi.
3.3.2 Bahan-bahan
1. Antiseptik : digunakan untuk seluruh peralatan, ruangan, dan sanitasi karyawan.
2. Klorin : digunakan untuk sanitasi lantai, dinding, atap, keranjang, dan peralatan
produksi. Kadar klorin yang digunakan antara 100 – 200 ppm (diukur dengan test
kit).
4.1 Pendahuluan
Di dalam operasional suatu bidang usaha, disamping sistem dan prosedur kegiatan
produksi yang secara langsung berhubungan dengan proses produksi, diperlukan pula
suatu peraturan yang sifatnya tidak langsung berhubungan dengan proses produksi.
Pelaksanaan sistem ini dapat membantu di dalam pelaksanaan proses produksi. Sistem
atau peraturan ini mengatur karyawan yang secara langsung berhubungan dengan proses
produksi, pengunjung atau tamu yang berhubungan dengan kegiatan produksi, serta
kontraktor yang kegiatannya berhubungan dengan sarana dan prasarana yang ada di dalam
perusahaan.
Untuk mendapatkan hasil yang efektif, disamping dalam bentuk Peraturan Perusahaan
(PP), petunjuk pendukung yang berhubungan dengan GMP dapat dipasang pada tempat-
tempat tertentu sehlnqqa karyawan, pengunjung, dan kontraktor dapat mengetahui dan
mematuhi petunjuk tersebut.
Pengetahuan merigenai GMP sangat diperlukan, untuk efektivitas pelaksanaannya di
lapangan, karyawan atau pekerja harus diberikan pembekalan-pembekalan yang
berhubungan dengan GMP dalam bentuk pengarahan atau pelatihan-pelatihan rutin.
b. Kebersihan Dinding
Dinding di luar ruang produksi harus dibersihkan secara rutin, dengan
menggunakan air bersih bertekanan tinggi dan sabun.
c. Kebersihan Atap
Atap di luar ruang produksi harus dibersihkan secara rutin, dengan
menggunakan sapu ijuk tangkai panjang.
d. Penerangan
Setiap penerangan yang berada di luar ruang produksi harus diberi
pelindung kaca untuk menghindari kontaminasi terhadap produk.:·
e. Tempat Sampah
Jumlah tempat sampah harus dapat menampung volume sampah yang ada.
Tempat sampah tersebut harus dilengkapi dengan tutup, terjaga
kebersihannya, dan secara rutin dilakukan pembuangan pada tempat
penampungan.
f. Aktifitas Serangga dan Hewan Pengerat (rodent)
Aktifitas serangga dan hewan pengerat (rodent) harus dikendalikan dengan
mengaktifkan program pest control. Program ini dilaksanakan dengan
memasang insect killer di sekitar ruang produksi untuk mencegah masuknya
lalat dan serangga lain ke dalam ruang produksi. Pengendalian hewan
pengerat dilakukan dengan membersihkan dan mencegah adanya
penumpukan barang-barang di suatu tempat.
g. Drainase
Sistem drainase harus dapat menampung dan mengalirkan semua volume air
buangan. Saluran airharus tertutup dan air harus selalu mengalir pada tempat
pembuangan atau pengolahan limbah.
h. Sanitasi I Kebersihan
Kebersihan di luar ruang produksi harus tetap dijaga, dengan
mengumpulkan dan membuang atau membakar sampah.
e. Sanitasi I Kebersihan
Kebersihan ruangan harus tetap dijaga. Ruangan chiller harus terbebas
dari sampah dan genangan air.
f. Pengaturan Suhu
Suhu chiller harus dipertahankan pada keadaan standar 1 °C – 5 °C
Aktifitas keluar masuk harus tetap menjaga suhu ruangan, yaitu dengan
tetap secara disiplin menutup pintu setelah digunakan.
g. Pelaksanaan FIFO (First In, First Out)
Pengaturan di dalam ruangan harus dikelompokkan menurut spesifikasi
produk yang ada. Pelaksanaan pembongkaran harus menggunakan aturan
bahwa produk yang mempunyai spesifikasi yang sama dengan urutan masuk
yang paling awal, harus dikeluarkan lebih dahulu.
4.2.8 Karyawan
1. Pelaksana
Semua Karyawan RPA.
2. Penanggung Jawab
Personalia.
3. Prosedur
a. Karyawan harus menjaga kesehatan, kebersihan, dan menggunakan pakaian
yang bersih.
b. Untuk karyawan yang berhubungan langsung dengan produk tidak boleh
menggunakan kosmetik dan aksesoris.
c. Karyawan harus menggunakan kelengkapan kerja, yaitu seragam luar, penutu
rambut, masker, sepatu boot, dan sarung tangan latex yang sudah disanitasi.
d. Karyawan harus masuk melewati ruang sanitasi dan melakukan sanitasi
sebelum masuk ruang produksi.
e. Karyawan tidak boleh makan, minum, merokok, meludah dan membuang
dahak di dalam area produksi.
f. Karyawan harus menjaga kebersihan diri, produk, dan fasilitas selama proses
produksi berjalan.
g. Karyawan harus menjaga suhu ruangan produksi dengan cara menutup
semua pintu setelah keluar atau masuk.
h. Karyawan harus menjaga kebersihan dan merawat fasilitas kamar mandi
dan ruang ganti untuk karyawan.
BAB V
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PROGRAM PASCAPRODUKSI
5.1 Pendahuluan
Rumah Potong Ayam merupakan kegiatan mengubah bahan baku ayam hidup menjadi
produk berupa karkas dan hasil ikutannya. Prodiuk akhir tersebut selanjutnya akan dikemas
dan didistribusikan sesuai dengan pesanan konsumen.
Selama proses produksi sampai ke pengiriman, kadang dapat dijumpai kesalahan-
kesalahan proses sehingga menyebabkan produk akhir mengalami penurunan kualitas
atau kerusakan fatal. Konsumen yang menerima produk akhir dengan kualitas tidak
sesuai pesanan akan mengambil tindakan pengaduan atau mengembalikan langsung
barang-barang yang diterimanya. Oleh karena itu, perlu adanya suatu prosedur yang
mengatur semua aktivitas yang terjadi setelah kegiatan produksi berlangsung.
5.2. Pemeriksaan, Menyetujui, dan Membuang Bahan Baku, Kemasan, dan Produk
Akhir yang Afkir
5.2.1 Subjek
Memeriksa, menyetujui, dan membuang bahan baku, kemasan dan produk akhir
yang kondisinya tidak baik (afkir)
5.2..2 Pelaksana
Quality Control, di bawah pengawasan Kepala Produksi
5.2.3 Penanggung Jawab
Bagian Marketing
5. 2.4 Prosedur
1. Bahan baku disortir, kemudian dibagi menjadi grade A, yaitu bahan baku
dengan kondisi baik, dan grade B, yaitu bahan baku yang diafkir. Bahan baku di
RPA adalah ayam hidup, dan ayamhidup yang sesuai dengan kriteria adalah
ayam hidup yang sehat, tidak cacat (bebas dari memar, tulang patah), dan berat
hidup sesuai standar. Pencatatan data dalam daftar isian penerimaan ayam hidup
(Form 01 Data Penerimaan Ayam Hidup; Lampiran1).
2. Kemasan yang kondisinya tidak layak digunakan harus segera
dipisahkan..
3. Bahan baku yang baik harus segera dikemas menqqunakan kemasan yang baik
pula, untuk selanjutnya menjadi produk akhir yang baik.
4. Bahan baku, kemasan dan produk akhir yang mengalami kerusakan
harus langsung dibuang.
5.3 Menanggapi dan Mengevaluasi Keluhan Konsumen
5.3.1 Subjek
Menanggapi dan mengevaluasi keluhan konsumen
5.3.2 Pelaksana
Bagian Marketing dan bagian Administrasi
6.1 Definisi
Prosedur food security ini dibuat dengan tujuan membantu melindungi produk yang
dihasilkan dari resiko kerusakan karena tindak kejahatan yang dilakukan oleh orang yang
tidak bertanggung jawab.
6.2 Manajemen Perlindungan Makanan
6..2.1 Pelaksana
Petugas Keamanan (Satpam)
6.2.2 Penanggung Jawab
Bagian Administrasi
6.2.3 Prosedur
1. Prosedur Keamanan
Dilakukan dengan menyerahkan tanggung jawab keamanan RPA kepada orang
yang memenuhi kriteria untuk menjadi petugas keamanan. Selain itu juga dapat
dilakukan dengan memberikan dorongan kepada semua karyawan untuk tetap
waspada terhadap tanda-tanda kerusakan yang terjadi pada produk atau
peralatan, juga mewaspadai tempat-tempat yang mudah dirusak.
2. Pemeriksaan Terhadap Aktivitas yang Mencurigakan
Pemeriksaan dilakukan sesegera mungkin setelah mendapat laporan adanya
aktivitas yang mencurigakan. Segera meminta bantuan bila dianggap perlu,
atau segera melapor kepada pihak yang berwajib.
3. Memperketat Pengawasan
Pengawasan ini diberlakukan kepada semua karyawan, termasuk karyawan
kebersihan, karyawan kontrak, terutama kepada karyawan baru. Pengawasan
dapat dilakukan dengan cara bila karyawan menemukan hal yang
mencurigakan harus segera lapor ke petugas keamanan (Satpam), atau jika
sedang terjadi sesuatu yang mencurigakan harus segera ditangani dan
dilaporkan ke petugas keamanan (Satpam).
6.3 Fasilitas Fisik
6.3.1 Pelaksana
Petugas Keamanan (Satpam)
6.3..2 Penanggung Jawab
Bagian Administrasi
6.3.3 Prosedur
1. Tamu I Pengunjung
Dilakukan dengan cara :
a. Tamu yang berkunjung harus melaporkan diri ke petugas keamanan
(Satpam).
b. Catat maksud dan tujuan kedatangan, nama orang yang akan ditemui,
dan data-data lain yang diperlukan.
c. Sampaikan kepada orang/karyawan yang akan dikunjungi. Jika
karyawan tersebut bersedia dan mengizinkan, maka tamu tersebut diantar
ke ruang tamu dengan meninggalkan tanda pengenal dan mengenakan
kartu pengenal khusus tamu, atau dapat menunggu di pos penjagaan.
d. Tamu atau pengunjung yang akan masuk ke dalam ruang produksi atau
penyimpanan harus mendapat izin tertulis dari Direktur atau Kepala
Produksi, dan harus didampingi oleh Kepala Produksi atau wakil yang
ditunjuk, serta tidak diizinkan mengambil gambar atau foto.
2. Perlindungan Secara Fisik
Dilakukan dengan memeriksa keamanan seluruh bagian RPA, termasuk
pintu-pintu, jendela, atap, lubang ventilasi, mobil-mobil pengangkut,
sampai ke ruang penyimpanan alat-alat. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan
membatasi jumlah orang yang boleh masuk ke ruangan yang terlarang.
3. Tempat Penyimpanan dan Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya Pengamanan
tempat penyimpanan bahan kimia dilakukan dengan membatasi jalan
masuk atau keluar ke ruangan tersebut serta mem batasi jumlah orang
yang mempunyai izin untuk masuk ke ruang pe nyimpanan bahan kimia.
Bahan kimia yang digunakan harus tercatat dengan baik, sehingga dapat
dilakukan pemeriksaan apabila terdapat bahan kimia yang hilang.