Anda di halaman 1dari 261

TIM LABORATORIUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI

PERIODE XLIV

KEPALA LABORATORIUM
Lauditta Irianti, S.T., M.T.

KOORDINATOR ASISTEN
Saras Atiko, S.T.

ASISTEN LABORATORIUM
Adelressa Gracynthia
Afra Shafara, S.T.
Ananda Ilhami Tawakal
Annisa Syaharani Rasyaddiva
Ayang Dinda Yuvi, S.T.
Della Ananda
Dinda Nurul Ramadhani, S.T.
Grace Ivana Sitepu
Ikhsan Adhitya Firmansyah
Regina Darmawan, S.T.
Rifa Tazqia Rahmah, S.T.
Rifky Fitrayuda
Salma Salsabila
Salsabila Annastia Syaira
Yockeu Julyani

2021
PRAKATA

Puji dan syukur tim penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan sehingga tim penyusun dapat
menyelesaikan Modul Praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Periode XLIV.
Modul praktikum ini disusun sedemikian rupa agar dapat digunakan sebagai
pedoman untuk melaksanakan praktikum Rekayasa Sistem Kerja. Pedoman ini
diharapkan dapat dipelajari dan dipahami oleh praktikan dalam mengaplikasikan
pengetahuan yang diperoleh dari perkuliahan.
Tim penyusun berusaha untuk melakukan penelitian, pengembangan dan
perbaikan dalam penyusunan Modul Praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Periode XLIV
dari modul-modul sebelumnya. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan yang
hendak dicapai dari praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Periode XLIV ini.
Tim penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada Kepala Laboratorium
Analisis Perancangan Kerja & Ergonomi, ibu Lauditta Irianti, S.T., M.T. yang telah
membantu, membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan Modul Praktikum
Rekayasa Sistem Kerja II Periode XLIV. Tidak lupa juga tim penyusun mengucapkan
terima kasih kepada seluruh Tim Asisten Analisis Perancangan Kerja & Ergonomi serta
pihak lain yang telah ikut membantu dan memberikan saran terhadap penyusunan
Modul Praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Periode XLIV.
Dalam proses penyusunan modul ini, tim penyusun menyadari masih terdapat
banyak kekurangan. Untuk itu, tim penyusun sangat mengharapkan masukan berupa
kritik maupun saran yang membangun sehingga pada proses penyusunan kedepannya
dapat lebih baik lagi. Akhir kata tim penyusun sangat berharap agar modul ini dapat
berguna serta bermanfaat bagi rekan-rekan praktikan dan Tim Asisten Laboratorium
Analisis Perancangan Kerja & Ergonomi Periode XLIV.

Bandung, September 2021

Tim Asisten APK & E Periode XLIV

i
DAFTAR ISI

Halaman
PRAKATA i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR vi
PERATURAN, TATA TERTIB, DAN SANKSI PRAKTIKUM viii
PENDAHULUAN xiii
MODUL I ANTROPOMETRI
1.1 TUJUAN PRAKTIKUM I-1
1.2 LANDASAN TEORI I-1
1.2.1 Antropometri I-1
1.2.2 Metode Pengukuran I-2
1.2.3 Metode Perancangan Fasilitas Kerja I-2
1.2.4 Pengukuran Antropometri I-6
1.2.5 Jenis Pengukuran I-7
1.2.6 Penggunaan Data Antropometri I-8
1.2.7 Pedoman Pengukuran Data Antropometri I-10
1.2.8 Tahapan Perancangan Kerja I-13
1.2.9 Prinsip Perancangan Kerja I-13
1.2.10 Konsep Persentil I-14
1.2.11 Kriteria Perancangan I-16
1.2.12 Analisa Perancangan I-17
1.2.13 CATIA I-17
1.3 PERALATAN YANG DAPAT DIGUNAKAN I-20
1.4 PROSEDUR PRAKTIKUM I-20
1.5 PENENTUAN DESAIN I-21
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN JURNAL AKHIR PRAKTIKUM I-21
1.7 REFERENSI I-33
MODUL II BIOMEKANIKA
2.1 TUJUAN PRAKTIKUM II-1
2.2 LANDASAN TEORI II-1
2.2.1 Biomekanika II-1
2.2.2 Pengukuran Beban Postur Tubuh II-12
2.3 PERALATAN YANG DAPAT DIGUNAKAN II-27
2.4 LEMBAR PENGAMATAN II-28
2.5 PROSEDUR PRAKTIKUM II-30
2.6 PENGOLAHAN DATA II-30
2.7 SISTEMATIKA PENULISAN JURNAL AKHIR PRAKTIKUM II-31
2.8 REFERENSI II-47
MODUL III BEBAN KERJA FISIK
3.1 TUJUAN PRAKTIKUM III-1
3.2 LANDASAN TEORI III-1
3.2.1 Kerja III-1
3.2.2 Beban Kerja III-4
3.2.3 Beban Kerja Fisik III-5
3.2.4 Shift Kerja III-10
3.2.5 Circadian Rhtym III-13
3.2.6 Kelelahan (fatigue) III-16
3.3 PERALATAN YANG DAPAT DIGUNAKAN III-18
3.4 LEMBAR PENGAMATAN III-18

ii
3.5 PROSEDUR PRAKTIKUM Halaman
3.6 PENGOLAHAN DATA III-20
3.6.1 Pengukuran Beban Kerja Fisik III-20
3.7 SISTEMATIKA PENULISAN JURNAL AKHIR PRAKTIKUM III-20
3.8 REFERENSI III-22
MODUL IV BEBAN KERJA MENTAL III-31
4.1 TUJUAN PRAKTIKUM IV-1
4.2 LANDASAN TEORI IV-1
4.2.1 Kerja Mental IV-1
4.2.2 Beban Kerja Mental IV-1
4.2.3 Lingkungan Kerja IV-8
4.3 PERALATAN YANG DIGUNAKAN IV-31
4.4 LEMBAR PENGAMATAN IV-32
4.5 PROSEDUR PRAKTIKUM IV-32
4.6 PENGUMPULAN DATA IV-33
4.7 PENGOLAHAN DATA IV-34
4.7.1 Pengukuran Jumlah Proporsi Benar IV-34
4.8 SISTEMATIKA PENULISAN JURNAL AKHIR PRAKTIKUM IV-35
4.9 REFERENSI IV-51

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
MODUL I ANTROPOMETRI
Tabel 1.1 Contoh Item Pertanyaan untuk Responden (Mutiara I-3
dkk., 2013)
Tabel 1.2 Contoh Morphological Chart (Reza dkk.,2014) I-4
Tabel 1.3 Contoh Screening Concept (Reza dkk.,2014) I-5
Tabel 1.4 Contoh Proses Selecting (Reza dkk.,2014) I-5
Tabel 1.5 Contoh Customer Need (Reza dkk.,2014) I-6
Tabel 1.6 Kelebihan dan Kekurangan Headthropometry I-7
Tabel 1.7 Cara Pengukuran Data DImensi Tubuh I-11
Tabel 1.8 Pengukuran Kekuatan Tubuh I-22
Tabel 1.9 Pengukuran Dimensi Tubuh I-22
Tabel 1.10 Dimensi Antropometri yang Digunakan I-24
Tabel 1.11 Uji Keseragaman Data I-26
Tabel 1.12 Rekapitulasi Nilai Persentil I-28
Tabel 1.13 Contoh Penentuan Persentil untuk Dimensi Benda I-28
MODUL II BIOMEKANIKA
Tabel 2.1 Faktor Pengali Frekuensi II-8
Tabel 2.2 Tabel Klasifikasi Kopling Tangan ke Cointainer II-9
Tabel 2.3 Faktor Pengali Coupling II-10
Tabel 2.4 Klasifikasi Hasil Lifting Index II-10
Tabel 2.5 Klasifikasi Exposure Level II-14
Tabel 2.6 Tabel Kategori Tindakan Kerja OWAS II-18
Tabel 2.7 Keterangan Skala Nordic Body Map II-19
Tabel 2.8 Kuesioner Nordic Body Map II-20
Tabel 2.9 Tabel Klasifikasi Tingkat Risiko Berdasarkan Total Skor II-20
Individu
Tabel 2.10 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Beban II-20
Postur Tubuh Subjektif
Tabel 2.11 Tabel Klasifikasi Tingkat Risiko MSD pada RULA II-22
Tabel 2.12 Tabel Klasifikasi Tingkat Risiko MSD pada REBA II-24
Tabel 2.13 Tabel Maximum Permissible Limit (MPL) II-29
Tabel 2.14 Tabel Kuesioner Nordic Body Map (NBM) II-30
Tabel 2.15 Tabel Maximum Permissible Limit (MPL) Kondisi Satu II-35
Tabel 2.16 Tabel Kuesioner Nordic Body Map Kondisi Satu II-41
MODUL III BEBAN KERJA FISIK
Tabel 3.1 Tabel Klasifikasi Beban Kerja dengan Metode Brouha III-3
Tabel 3.2 Klasifikasi Hasil Persentase CVL III-7
Tabe 3.3 Taksiran Kebutuhan Kalori III-7
Tabel 3.4 Reaksi Fisiologis Terhadap Beban Kerja Fisik III-9
Tabel 3.5 Contoh Sistem Shift 2-2-3 (Rotasi Continental) III-11
Tabel 3.6 Contoh Sistem Shift 2-2-2 (Rotasi Metrapolitan) III-12
Tabel 3.7 Data Diri Operator III-18
Tabel 3.8 Data Pengamatan Pada Saat Kondisi Normal III-19
Tabel 3.9 Data Pengamatan Pada Saat Kondisi Kerja III-19
Tabel 3.10 Data Pengamatan Pada Saat Kondisi Pemulihan III-19

iv
Halaman
Tabel 3.11 Data Pengamatan Hasil Performansi Setiap Jam Kerja III-19
Dalam Satu Shift
Tabel 3.12 Data Diri Operator III-22
Tabel 3.13 Detak Jantung Kondisi Normal III-22
Tabel 3.14 Detak Jantung Kondisi Kerja III-23
Tabel 3.15 Detak Jantung Kondisi Pemulihan III-23
Tabel 3.16 Pengamatan Data Hasil Performansi Setiap Jam Kerja III-24
Dalam Satu Shift
Tabel 3.17 Klasifikasi Hasil Persentase CVL III-27
MODUL IV BEBAN KERJA MENTAL
Tabel 4.1 Klasifikasi HRV IV-2
Tabel 4.2 Indikator Beban Kerja IV-3
Tabel 4.3 Klasifikasi NASA-TLX IV-4
Tabel 4.4 Faktor Pemicu Stres Kerja IV-7
Tabel 4.5 Pencahayaan Menurut IES IV-10
Tabel 4.6 Tingkat Kebisingan Yang Diizinkan Oleh OSHA IV-13
Tabel 4.7 Tingkat Kebisingan Menurut Keputusan Menteri IV-13
Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002
Tabel 4.8 Teknik Pengendalian Panas Yang Disarankan Oleh OSHA IV-15
Tabel 4.9 Kondisi Yang Terjadi Akibat Paparan Terhadap Panas IV-15
Tabel 4.10 Tipe-tipe Sistem Ventilasi IV-17
Tabel 4.11 Daftar Warna dan Pengaruhnya IV-19
Tabel 4.12 Arti Warna IV-31
Tabel 4.13 Data Pengamatan Hasil Tingkat Stres IV-32
Tabel 4.14 Data Pengamatan IV-32
Tabel 4.15 Kondisi Pengukuran Modul Beban Kerja Mental IV-34
Tabel 4.16 Kondisi Ruangan Operator 1 IV-34
Tabel 4.17 Data Pengamatan Tingkat Stres Operator 1 IV-34
Tabel 4.18 Rekap NASA-TLX Operator 1 IV-34
Tabel 4.19 Data Pengamatan Operator 1 Kondisi 1 IV-35
Tabel 4.20 Persamaan Regresi Berganda Operator 1 IV-35
Tabel 4.21 Data Kondisi Ruangan Operator 1 IV-36
Tabel 4.22 Data Pengamatan HRV Operator 1 IV-36
Tabel 4.23 Data Pengamatan IV-36
Tabel 4.24 Persamaan Regresi Berganda Operator 1 IV-38
Tabel 4.25 Coefficients IV-38
Tabel 4.26 Hasil Perbandingan Kategori Operator 1 Kondisi 1 IV-40
Tabel 4.27 Perhitungan Score Rata-Rata Operator 1 Kondisi 1 IV-40
Tabel 4.28 Rekap NASA-TLX Operator 1 IV-41

v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
MODUL I ANTROPOMETRI
Gambar 1.1 Martins Human Body Measurement Instrument I-10
Gambar 1.2 Perancangan Lebar Kursi pada Sofa I-14
Gambar 1.3 Area Jangkauan dengan Persentil Ke-5 untuk Pekerja I-15
Wanita
Gambar 1.4 Grafik dari Nilai Persentil I-15
Gambar 1.5 Penjelasan Grafik Nilai Persentil 5 I-16
Gambar 1.6 Penjelasan Grafik Nilai Persentil 95 I-16
Gambar 1.7 Racing Seat pada Software CATIA I-18
Gambar 1.8 RULA Analysis pada CATIA I-18
Gambar 1.9 Carry Analysis pada CATIA I-19
Gambar 1.10 Analisa CATIA I-19
Gambar 1.11 Simulasi CATIA I-20
Gambar 1.12 Hasil Software STATFIT I-24
Gambar 1.13 Distribusi Khi-Kuadrat I-26
MODUL II BIOMEKANIKA
Gambar 2.1 Grafik Pengali Horizontal II-4
Gambar 2.2 Jarak Horizontal dan Vertikal II-5
Gambar 2.3 Grafik Pengali Vertikal II-5
Gambar 2.4 Jarak Horizontal, Vertikal dan Perpindahan II-6
Gambar 2.5 Grafik Pengali Jarak II-6
Gambar 2.6 Representasi Sudut Asimetrik II-7
Gambar 2.7 Grafik Pengali Asimetrik II-7
Gambar 2.8 Tulang Belakang II-11
Gambar 2.9 Persentase Segmen II-12
Gambar 2.10 Worksheet 1 Quick Exposure Check II-14
Gambar 2.11 Worksheet 2 Quick Exposure Check II-15
Gambar 2.12 Worksheet 3 Quick Exposure Check II-16
Gambar 2.13 Klasifikasi Sikap Punggung II-17
Gambar 2.14 Klasifikasi Sikap Lengan II-17
Gambar 2.15 Klasifikasi Sikap Kaki II-18
Gambar 2.16 Worksheet Rapid Upper Limb Assessment (RULA) II-22
Gambar 2.17 Worksheet Rapid Entire Body Assessment (REBA) II-24
Gambar 2.18 Anatomi Carpal Tunnel II-25
Gambar 2.19 Distribusi Sensorik Saraf Median II-25
Gambar 2.20 Anatomi Cubital Tunnel Syndrome II-26
Gambar 2.21 Anatomi Tennis Elbow II-26
Gambar 2.22 Anatomi Thoracic Outlet Syndrome II-27
Gambar 2.23 Worksheet Recommended Weight Limiy (RWL) II-28
Gambar 2.24 Worksheet Rapid Entire Body Assesment (REBA) II-29
Gambar 2.25 Worksheet Recommended Weight Limit (RWL) dan II-32
Lifting Index (LI)
Gambar 2.26 Worksheet Rapid Entire Body Assessment (REBA) II-37
Tampak Kanan
Gambar 2.27 Worksheet Rapid Entire Body Assessment (REBA) II-39
Tampak Kiri

vi
Halaman
MODUL III BEBAN KERJA FISIK III-13
Gambar 3.1 Ritme Sirkadian III-21
Gambar 3.2 Grafik Detak Jantung terhadap Waktu III-21
Gambar 3.3 Grafik Energi terhadap Waktu III-25
Gambar 3.4 Grafik Detak Jantung terhadap Waktu pada saat
Kondisi Normal, Bekerja, dan Pemulihan III-25
Gambar 3.5 Grafik Energi terhadap Waktu pada saat Kondisi
Normal dan Bekerja
MODUL IV BEBAN KERJA MENTAL IV-1
Gambar 4.1 Contoh Rating Scale Mental Effort (RSME) IV-5
Gambar 4.2 Model Human Information Processing IV-24
Gambar 4.3 Grafik Jumlah Benar terhadap Temperatur IV-37
Gambar 4.4 Grafik HRV Operator IV-38

vii
PERATURAN, TATA TERTIB, DAN SANKSI PRAKTIKUM

A. UMUM
1. Semua kegiatan praktikum dilakukan secara daring.
2. Praktikan wajib menggunakan pakaian formal (kemeja berkerah dan berkancing) dalam
melaksanakan rangkaian kegiatan praktikum.
3. Praktikan wajib mempunyai akun E-Learning ITENAS dengan format: NRP (Spasi) Nama
Lengkap (contoh: First Name: 13-2019-000, Last Name: Ikhsan Ananda) dan wajib
bergabung ke dalam course TIA-305 Laboratorium Analisis Perancangan Kerja dan
Ergonomi (enrollment key APK&EXLIV), serta bergabung sesuai shift yang ditentukan.
4. Praktikan wajib membuat akun schoology dan bergabung sesuai shift yang ditentukan
dengan format: Nama dan NRP (contoh: First Name: Ikhsan Ananda, Last Name: 13-
2019-000).
 Kode akses shift 1-4: MKPJ-T8DN-8N4Q2
 Kode akses shift 5-8: B9WR-6BW3-DW7BB
5. Praktikan tidak diperkenankan menggunakan alat komunikasi terkecuali atas
persetujuan asisten yang bersangkutan.
6. Dilarang makan, minum-minuman keras, merokok, dan berkata kasar pada saat
kegiatan tatap muka yang dilakukan secara daring.
7. Dilarang menggunakan jaket/sweater selama melaksanakan rangkaian praktikum
(kecuali dalam keadaan sakit dengan bukti surat keterangan dokter/orang tua/wali).
8. Segala bentuk kecurangan/plagiasi (pelaku dan korban) akan dikenakan sanksi, dan
sanksi terberat praktikan tidak lulus praktikum serta tidak diperkenankan untuk
melanjutkan rangkaian kegiatan praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Lab. APK&E.
Notes: Apabila praktikan melakukan 2 kali tindakan plagiasi maka praktikan akan
diberhentikan dari rangkaian praktikum dan dinyatakan tidak lulus pada praktikum
Rekayasa Sistem Kerja II Lab. APK&E.
9. Rangkaian praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Lab. APK&E terdiri dari Praktikum, Tes
Akhir, Asistensi, Pengumpulan Draft, Presentasi Modul, Pengumpulan Jurnal Akhir
Praktikum, Presentasi Besar, dan Ujian Akhir Praktikum.
10. Praktikan dilarang meninggalkan kegiatan perkuliahan dengan alasan adanya rangkaian
kegiatan praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Lab. APK&E.
11. Syarat nilai kelulusan praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Lab. APK&E yaitu minimal
40,00.

B. PRAKTIKUM
1. Praktikum dilaksanakan setiap hari Kamis pada pukul 08.00 – 09.20 WIB.
2. Praktikan diwajibkan siap 10 menit sebelum jadwal kegiatan praktikum yang telah
ditentukan.

viii
3. Pengisian absen dilakukan di E-Learning pukul 08.00 – 08.15 WIB.
4. Pemberian materi dibuka pukul 08.15 – 09.15 WIB di E-Learning.
5. Pengerjaan tes akhir dilakukan di E-Learning pukul 09.15 WIB.
6. Praktikan wajib mengerjakan soal tes akhir berdasarkan tipe soal yang telah
ditentukan, apabila salah mengerjakan maka nilai tes akhir sama dengan 0.
7. Studi kasus akan di publish pukul 09.20-13.00 WIB di E-Learning.
8. Waktu keterlambatan kehadiran praktikum
Waktu Konsekuensi
Praktikan masih diperbolehkan mengikuti
1’ – 30’ praktikum tetapi nilai Tes Akhir (TA) dipotong
sebesar 50%
Praktikan masih diperbolehkan mengikuti
31’ – 60’ praktikum tetapi nilai Tes Akhir (TA) dipotong
sebesar 75%
Nilai Tes Akhir (TA) sama dengan 0 dan praktikan
> 60’
dianggap tidak hadir
9. Praktikan wajib mengumpulkan bukti rekaman video melakukan praktikum di E-
Learning (dibuat dalam 1 video sesuai dengan ketentuan tiap modul maksimal size 25
MB dengan maksimal durasi video 3 menit) hari Kamis maksimal pada pukul 23.59 WIB
dengan format Video Modul Shift Kelompok (Contoh: Video_M1_S1_K01).

C. ASISTENSI
1. Praktikan wajib mengikuti asistensi jurnal akhir praktikum dengan jadwal asistensi yang
telah ditentukan serta sudah menyelesaikan dan mempersiapkan kelengkapan asistensi
sesuai standar yang telah disepakati antara asisten dan praktikan.
2. Waktu perjanjian asistensi wajib diikuti pada hari Kamis yang dilaksanakan pada pukul
12.15 – 12.45 WIB secara tatap muka melalui google meet.
3. Apabila ada perubahan jadwal janjian asistensi oleh asisten yang bersangkutan maka
akan diinformasikan di E-Learning yaitu pada announcement.
4. Standar asistensi jurnal akhir praktikum modul antropometri sampai dengan beban
kerja mental.
Hari Standarisasi
Minimal mengerjakan poin 1 dan telah
Jumat
mengumpulkan video praktikum
Minimal poin 1 sampai poin 2 harus sudah selesai
Sabtu
dan telah mengumpulkan video praktikum
Semua poin harus sudah selesai termasuk
Senin/Selasa lampiran dan telah mengumpulkan video
praktikum
5. Pelaksanaan pada saat kegiatan asistensi:
 Wajib mengumpulkan draft asistensi sesuai kesepakatan yang telah ditentukan
antara praktikan dan asisten.
 Praktikan diwajibkan mengikuti asistensi minimal 2 kali sebelum pengumpulan
draft berlangsung.

ix
 Jika praktikan tidak menyelesaikan dan mempersiapkan kelengkapan jurnal akhir
praktikum sesuai dengan standar asistensi yang telah ditentukan dan belum
mengirimkan video praktikum, maka asistensi ditiadakan.

D. DRAFT
1. Pengumpulan dan revisi draft dikumpulkan dalam satu file word dan pdf melalui E-
Learning dan diserahkan oleh salah satu perwakilan kelompok pada pukul 15.00 – 17.00
WIB dengan format file Draft Modul Shift Kelompok (Contoh: Draft_M1_S1_K01).
2. Praktikan wajib bersiap di E-Learning pada saat jam pengumpulan draft dikarenakan
ada kemungkinan pengembalian draft.
3. Revisi draft akan dikembalikan melalui E-Learning dikirimkan melalui feedback file
pada file submission.
4. Apabila praktikan tidak mengumpulkan draft pada hari Rabu sesuai waktu yang telah
ditentukan, maka asisten berhak memotong nilai draft.
Rentang Waktu Konsekuensi
Keterlambatan
1’ – 15’ Pemotongan nilai draft sebesar 25%
16’ – 30’ Pemotongan nilai draft sebesar 50%
Nilai draft bernilai 0 (nol), tetapi tetap wajib
31’ – 60’
mengumpulkan
5. Praktikan wajib mengumpulkan draft yang sudah direvisi dan kemudian disetujui oleh
asisten. Apabila draft belum direvisi dan belum disetujui asisten, maka praktikan tidak
diperbolehkan mengikuti kegiatan presentasi.

E. PRESENTASI
1. Praktikan wajib mengganti format nama google meet dengan format: K_Nama Lengkap
(contoh: K00_Ikhsan Ananda). Apabila format nama tidak sesuai maka praktikan tidak
akan di admit untuk memasuki room google meet.
2. Praktikan diwajibkan siap 10 menit di google meet sebelum presentasi dimulai.
3. Link google meet presentasi dapat dilihat di website APK&E XLIV dan di E-Learning.
4. Presentasi dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Bila praktikan tidak
hadir maka praktikan yang bersangkutan akan mendapat nilai 0 (nol) pada nilai
presentasi.
5. Seluruh praktikan yang mengikuti maupun tidak mengikuti presentasi dan telah
mengumpulkan draft, wajib standby di E-Learning setelah jadwal presentasi yang telah
ditentukan karena akan ada pengembalian file Jurnal Akhir Praktikum.
6. Apabila praktikan terlambat presentasi maka waktu untuk presentasi tidak akan
ditambah sesuai dengan jatah waktu yang telah ditentukan sebelumnya.

x
7. Keterlambatan presentasi
Rentang Waktu Konsekuensi
Praktikan masih diperbolehkan mengikuti kegiatan
1’ – 15’
presentasi tetapi nilai presentasi dipotong 25%.
Praktikan masih diperbolehkan mengikuti kegiatan
16’ – 30’
presentasi tetapi nilai presentasi dipotong 50%.
Praktikan tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan
> 30’
presentasi dan nilai presentasi 0 (nol)

F. JURNAL AKHIR PRAKTIKUM


1. Pengumpulan dan revisi jurnal akhir praktikum dikumpulkan dalam satu file word dan
pdf melalui E-Learning dan diserahkan oleh salah satu perwakilan kelompok pada pukul
15.00 – 17.00 WIB dengan format file Jurnal Akhir Praktikum Modul Shift Kelompok
(Contoh: JAP_M1_S1_K01).
2. Praktikan wajib standby di E-Learning pada saat jam pengumpulan jurnal akhir
praktikum dikarenakan ada kemungkinan pengembalian jurnal akhir praktikum.
3. Praktikan yang tidak mengumpulkan file draft pada hari Rabu diperbolehkan untuk
mengirim file Jurnal Akhir Praktikum pada hari Jumat.
4. Apabila praktikan tidak mengumpulkan jurnal akhir praktikum pada hari Jumat sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan, maka asisten berhak memotong nilai jurnal akhir
praktikum.
Rentang Waktu Keterlambatan Konsekuensi
1’ – 15’ Pemotongan nilai jurnal akhir praktikum sebesar 25%
16’ – 30’ Pemotongan nilai jurnal akhir praktikum sebesar 50%
Nilai jurnal akhir praktikum bernilai 0 (nol), tetapi
31’ – 60’
tetap wajib mengumpulkan

G. PRESENTASI BESAR
1. Praktikan wajib mengganti format nama google meet dengan format: K_Nama Lengkap
(contoh: K00_Ikhsan Ananda). Apabila format nama tidak sesuai maka praktikan tidak
akan di admit untuk memasuki room google meet.
2. Praktikan diwajibkan siap di google meet 10 menit sebelum presentasi besar dimulai.
3. Link google meet presentasi besar dapat dilihat di website APK&E XLIV dan di E-
Learning.
4. Apabila praktikan telat presentasi besar maka waktu untuk presentasi tidak akan
ditambah sesuai dengan jatah waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Keterlambatan presentasi besar
Rentang Waktu Konsekuensi
Praktikan masih diperbolehkan mengikuti kegiatan
1’ – 15’
presentasi tetapi nilai presentasi dipotong 25%
Praktikan masih diperbolehkan mengikuti kegiatan
16’ – 30’
presentasi tetapi nilai presentasi dipotong 50%
Praktikan tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan
> 30’ presentasi dan nilai presentasi besar bernilai 0
(nol)

xi
H. UJIAN AKHIR PRAKTIKUM
1. Praktikan diwajibkan siap di E-Learning 15 menit sebelum ujian akhir praktikum
dimulai.
2. Ujian berlaku untuk keseluruhan materi dan wajib diikuti oleh seluruh praktikan.

I. KEHADIRAN
1. Praktikan yang berhalangan hadir karena suatu hal dengan alasan yang dapat diterima
maka wajib memberitahukan kepada tim Asisten dengan cara mengirimkan surat
keterangan maksimal 1 hari sebelumnya disertai dengan bukti foto. Bukti foto harus
sesuai dengan alasan perizinan yang dikirimkan paling lambat pukul 17.00 WIB pada
hari Kamis melalui email Lab. APK&E. Jika surat izin dan bukti foto yang diterima tidak
sesuai dengan waktu yang ditentukan maka dianggap tidak berlaku.
2. Pada saat mengirimkan surat izin harus disertai dengan tanda tangan orang tua/wali
dalam bentuk file pdf dan bukti foto dalam bentuk JPG melalui email Lab. APK&E.
Surat izin, bukti foto, dan subject email harus sesuai dengan format sebagai berikut:
Nama/NRP/Kelompok.
3. Apabila pada saat kegiatan rangkaian praktikum terjadi hal yang tidak terduga seperti
gangguan sinyal, mati lampu, bencana alam, dll maka tidak akan ada penambahan
waktu dan praktikan wajib mengirimkan validasi berupa keterangan dan bukti foto yang
dikirimkan melalui email Lab. APK&E paling lambat pukul 23.59 WIB pada hari Kamis.
Apabila tidak mengirimkan keterangan dan bukti foto maka dianggap tidak hadir tanpa
keterangan pada rangkaian praktikum tersebut.
4. Jika praktikan tidak mengikuti rangkaian praktikum maka:
 Bila praktikan tidak mengikuti rangkaian praktikum dikarenakan sakit/izin,
konsekuensi akan mendapatkan nilai 0 (nol) pada rangkaian kegiatan yang tidak
dihadiri oleh praktikan.
 Satu kali tidak mengikuti rangkaian praktikum dengan tanpa keterangan maka
praktikan akan dianggap mengundurkan diri.
 Tidak ada rangkaian praktikum pengganti bagi praktikan yang berhalangan hadir.

J. LAIN-LAIN
1. Email Lab. APK&E : labapkexliv@gmail.com
2. Website Lab. APK&E : http://lab-ti.itenas.ac.id/apk/

xii
K. FLOWCHART UMUM

Mulai

Pelatihan

Briefing Sebelum
Praktikum

Pengisian Absen

Menonton Video
Pemberian Materi

Pengerjaan Tes Akhir

Janjian Asistensi

Pengumpulan Video
Praktikum

Pengerjaan Jurnal
Akhir Praktikum

Asistensi

Pengumpulan Draft

Presentasi

Pengumpulan Jurnal
Akhir Praktikum

Webinar

Presentasi Besar

Ujian Akhir Praktikum


dan Penutupan

Selesai

xiii
PENDAHULUAN

ANALISIS PERANCANGAN KERJA


Banyak definisi yang berbeda-beda mengenai kerja. Beberapa ahli
mendefinisikan kerja adalah sebagai berikut:
Menurut Singh (2003) dalam Jaenudin (2018) mendefinisikan makna kerja
sebagai pemahaman pekerja terhadap konten atau isi di tempat kerja dan nilai-nilai
dari bekerja sebagai hasil kelanjutan dari perbuatan senang (sense making).
Terlepas dari definisi tersebut, pengertian kerja memang sangat luas, dapat
disimpulkan definisi kerja adalah pemahaman individu dalam sebuah pekerjaan dalam
bentuk nilai-nilai yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan kebahagiaan hidup. Akan
tetapi, semua manusia memiliki tujuan tertentu untuk melakukan kerja. Agar tujuan
tersebut dapat tercapai maka manusia harus merasa nyaman dalam bekerja agar
menghasilkan output yang baik. Manusia memiliki berbagai keterbatasan dalam
melakukan suatu pekerjaan baik dari diri manusia sendiri (fisik, sifat, dan
kemampuannya) maupun faktor eksternal yang dapat mempengaruhi seseorang dalam
bekerja (lingkungan kerja, peralatan kerja, dan lain-lain). Oleh karena itu, diperlukan
suatu ilmu yang dapat merancang sistem kerja yang nyaman. Analisis perancangan
kerja adalah ilmu yang terdiri dari prinsip-prinsip dan teknik-teknik untuk
mendapatkan rancangan terbaik dari sistem kerja yang terdiri dari manusia, mesin,
material, dan peralatan kerja serta lingkungan kerja agar sistem tersebut efektif dan
efisien.
ERGONOMI
Menurut Sutalaksana (2006) ergonomi merupakan suatu bidang ilmu yang
memanfaatkan informasi, kemampuan, kebolehan, dan batasan manusia untuk
merancang alat, mesin, cara kerja, sistem, tugas, organisasi, dan lingkungan sehingga
terdapat kondisi kerja dan lingkungan yang Efisien, Nyaman, Aman, Sehat dan Efektif
(ENASE). Ergonomi mengoptimalkan interaksi manusia dengan komponen sistem
lainnya dalam suatu sistem kerja melalui lingkup kajian. Menurut Sugiono dkk., (2018)
lingkup kajian ergonomi sebagai berikut:
• Ergonomi kognitif : cognitive ergonomics
• Manusia-lingkungan : environmental ergonomics
• Manusia-fisik : physical ergonomics
• Manusia-organisasi : organizational ergonomics

xiv
Tiga fokus kajian yang pertama adalah menekankan pada individu atau level
subsistem (ergonomi mikro) sedangkan fokus kajian keempat adalah menekankan pada
sistem keseluruhan (ergonomi makro). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
ergonomi makro merupakan bagian terpisah dan berbeda dengan ergonomi mikro
dalam hal penekanan pada fokus kajiannya. Dalam kaitannya dengan perancangan
sistem kerja, keterkaitan ergonomi makro dan ergonomi mikro dapat digambarkan
sebagai berikut: “Pendekatan ergonomi makro digunakan untuk menentukan
karakteristik perancangan sistem kerja secara keseluruhan, yang selanjutnya
rancangan tersebut dibawa kedalam level ergonomi mikro. Penentuan karakteristik
perancangan sistem kerja secara keseluruhan akan menentukan karakteristik
rancangan pekerjaan dan hubungan manusia dengan subsistem lain pada lingkup kerja
ergonomi mikro. Hasil perancangan dengan ergonomi makro yang efektif akan
menggerakan aspek-aspek rancangan ergonomi mikro sehingga terjadi kesesuaian
secara keseluruhan”
Terdapat beberapa definisi ergonomi lain, yaitu:
“Ergonomi merupakan studi tentang interaksi antara manusia dan mesin, serta faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja sistem
secara keseluruhan” (Bridger, 2018)
“Ergonomi merupakan ilmu pengetahuan tentang kerja yang fokus mengatur pada
peningkatan kemampuan manusia untuk mendapatkan performansi kerja yang
optimal” (Alan Hedge,2017 dalam Sugiono dkk., 2018).
Bidang-bidang kajian ilmu ergonomi menurut (Iridiastadi dan Yassierli, 2014) adalah
sebagai berikut:
1. Antropometri, yaitu bidang yang mengkaji dimensi fisik tubuh manusia, termasuk
usia, tinggi berdiri, bobot, panjang, jangkauan lengan, tinggi duduk dan
sebagainya. Data antropometri banyak dimanfaatkan dalam perancangan produk,
peralatan, serta tempat kerja.
2. Biomekanika, yaitu suatu bidang yang memfokuskan pada proses mekanika (gaya,
momen, kecepatan, percepatan, serta tekanan) yang terjadi pada tubuh manusia,
terkait dengan aktifitas fisik yang dilakukan oleh pekerja. Contoh penerapan
biomekanika adalah dalam penentuan bobot beban yang dapat diangkat oleh
seseorang, dengan meminimalkan risiko cedera pada tulang belakang atau dalam
memahami bagaimana proses terjatuh bisa terjadi.
3. Fisiologi kerja, yaitu bidang ergonomi yang mengkaji respons fungsi-fungsi tubuh
(misal sistem cardiovascular), yang terjadi saat bekerja. Aplikasinya dapat berupa
penentuan beban kerja bila dibandingkan dengan kemampuan metabolik manusia.

xv
Serta penentuan jadwal kerja-isitirahat optimal yang meminimalkan stress dan
kelelahan
4. Human Information Processing (HIP) dan ergonomi kognitif, yaitu bidang ergonomi
yang mempelajari bagaimana manusia memproses informasi dari lingkungan
dimulai dari indra manusia yaitu adanya stimulus dan mempresepsikannya, sampai
dengan mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang diperlukan. Bidang ini
mempelajari proses presepsi, pengingat, pemberian perhatian, serta pengambilan
keputusan.
5. Human Computer Interaction (HCI), yaitu bidang ergonomi yang mengkaji dan
merancang interaksi antar manusia dengan sistem komputer, dengan salah satu
tujuannya antara lain meminimalkan kesalahan, meningkatkan kinerja sistem
operasi serta meningkatkan kepuasan penggunaan.
6. Display dan Control, yaitu bidang ergonomi yang memiliki fokus pada perancangan
display maupun control yang sesuai dengan penggunanya.
7. Lingkungan kerja, yaitu bidang yang mencoba memahami respon manusia terhadap
lingkungan fisik kerja, termasuk kebisingan, temperatur, pencahayaan, getaran
dan lain sebagainya. Contoh penerapannya seperti lampu lalu lintas, dampak rotasi
kerja dan lain-lain.
8. Ergonomi makro, berangkat dari konsep sosio-teknologi, bidang ini merupakan
suatu pendekatan sistem dalam mengkaji kesesuaian antara individu, organisasi,
teknologi serta proses interaksi yang terjadi. Tujuannya adalah tercapainya tujuan
organisasi secara efektif dan berkelanjutan melalui evaluasi organisasi kerja.

xvi
MODUL I
ANTROPOMETRI

1.1 TUJUAN PRAKTIKUM


Pada praktikum ini diharapkan praktikan mampu:
1. Meningkatkan pemahaman mengenai alasan dibutuhkannya antropometri dalam
merancang suatu fasilitas kerja.
2. Mengetahui dan memahami keterbatasan manusia dan mampu mengaplikasikannya
dalam merancang suatu fasilitas kerja.
3. Mengaplikasikan logika dasar tentang prinsip antropometri dalam merancang suatu
fasilitas kerja dalam lingkup kerja yang sederhana.
4. Memahami konsep persentil dalam merancang suatu fasilitas kerja.

1.2 LANDASAN TEORI


Ergonomi memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan
kesehatan kerja. Faktor keselamatan dan juga kesehatan kerja dapat dianalisis dengan
menggunakan ilmu antropometri untuk membuat perancangan fasilitas kerja.

1.2.1 Antropometri
Antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik tubuh manusia, ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut
untuk penanganan masalah desain (Stevenson, 1989 dan Nurmianto, 2005). Antropometri
dinyatakan sebagai studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia
(Wignjosoebroto, 2008 dalam Susanti dkk., 2015). Biomekanika merupakan ilmu yang
mempelajari manusia dari segi kemampuannya seperti kekuatan, daya tahan, kecepatan dan
keletihan (Sutalaksana, 1979). Pada penerapannya di bidang Ergonomi kedua hal tersebut
sangat berkaitan, karena ilmu biomekanika menyediakan kriteria untuk aplikasi data
antropometri dalam masalah desain.
Istilah antropometri berasal dari kata ”antropos” yang berarti manusia dan ”metrikos”
yang berarti pengukuran, sehingga secara harfiah antropometri diartikan sebagai ilmu yang
berkaitan dengan pengukuran dimensi dan cara untuk mengaplikasikan karakteristik tertentu
dari tubuh manusia, seperti volume, titik berat, perangkat inersia, dan massa dari bagian-
bagian tubuh.
Data antropometri berguna untuk perancangan berbagai peralatan agar dapat
dipergunakan secara optimal sehingga orang dapat bekerja dengan aman dan nyaman. Meskipun
demikian dalam proses pengukuran tersebut ditemui berbagai kesulitan, misalnya karena
adanya variasi data dalam hal ukuran (tertentu) tubuh manusia.

I-1
Modul I Asisten Antropometri I-2

Aplikasi antropometri di dunia industri:


1. Perancangan areal kerja (work station, yaitu jarak antara operator dalam melakukan
operasi terhadap kontrol-kontrol yang ada).
2. Perancangan peralatan kerja (perkakas, mesin yang digunakan).
3. Perancangan produk-produk konsumtif (pakaian, kursi, meja, dan lain-lain).

1.2.2 Metode Pengukuran


Terdapat beberapa metode dalam pengukuran antropometri menurut (Iridiastadi dan
Yassierli, 2014) yang dapat dilihat sebagai berikut:
1. Dimensi Linier (Jarak)
Jarak terpendek antara dua titik pada tubuh manusia.
Contoh pengukuran panjang jari, tinggi lutut, lebar pinggul, dsb.
2. Lingkar Tubuh
Lingkar tubuh diukur sebagai panjang keliling bagian tubuh.
Contoh pengukuran lingkar paha, lingkar perut, lingkar kepala, dsb.
3. Ketebalan Lapisan Kulit
Untuk mengetahui kandungan lemak yang mempengaruhi ketebalan lapisan kulit
kemudian dijadikan sebagai acuan tingkat kebugaran tubuh.
4. Sudut
Secara pasif untuk melihat kecenderungan posisi tubuh ketika bekerja. Secara aktif
untuk mengetahui fleksibilitas tubuh dalam kemampuan maksimum gerakan otot sendi.
5. Bentuk dan Kontur Tubuh
Aspek ini diperlukan untuk merancang berbagai peralatan yang berhubungan langsung
dengan manusia, misalnya bentuk kaki untuk membuat sepatu yang nyaman.
6. Bobot Tubuh Secara Keseluruhan
a. Metode langsung dengan alat ukur antropometri meliputi: pita ukur/ mistar ukur,
alat ukur ketebalan.
b. Metode tidak langsung dengan metode fotografi dengan kamera digital.

1.2.3 Metode Perancangan Fasilitas Kerja


Terdapat beberapa metode dalam perancangan fasilitas kerja dimana salah satunya
adalah sebagai berikut:
1. Quality Function Deployment (QFD)
Quality Function Deployment (QFD) merupakan sebuah metode perancangan langsung
melibatkan konsumen dikaitkan dengan aspek kualitas. Keterlibatan konsumen
diperlukan untuk mengetahui yang dirasakan, diinginkan, dibutuhkan, dan kesan
konsumen terhadap suatu produk sehingga hal tersebut dapat mempermudah proses
perancangan produk.

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-3

Contoh:
Rancangan meja dapur multifungsi, meja dapur berguna untuk menaruh peralatan dan
melakukan berbagai kegiatan. Meja dapur yang dihasilkan berguna untuk menaruh
peralatan dan melakukan berbagai kegiatan kemudian memiliki kelebihan dapat dibawa
jika berpergian dan pada saat pindah rumah dan memiliki beberapa posisi dengan
berbagai fungsi dan kegiatan.
Berikut ini adalah contoh item pertanyaan untuk responden yang dapat dilihat pada
Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Contoh Item Pertanyaan untuk Responden (Mutiara dkk., 2013)
Interpretasi Kebutuhan Item Pertanyaan
Desain meja dapur yang menarik Desain meja dapur
Fleksibilitas meja dapur dalam penggunaan Fleksibilitas meja dapur mudah digunakan
Fleksibilitas meja dapur dalam penyimpanan Fleksibilitas meja dapur mudah disimpan
Meja dapur yang multifungsi Meja dapur yang multifungsi
Meja dapur yang aman untuk konsumen Keamanan meja dapur bagi pengguna
Kesesuaian jenis meja dapur yang ringan Meja dapur yang ringan
Kenyamanan meja dapur yang sesuai postur Kenyamanan meja dapur yang sesuai postur tubuh
tubuh
Ketahanan terhadap benturan Ketahanan terhadap benturan
Ketahanan terhadap suhu ruangan Ketahaanan terhadap suhu panas
Umur pakai meja dapur yang lama Meja dapur tahan lama

2. Ergonomic Function Deployment (EFD)


Ergonomic Function Deployment merupakan pengembangan dari Quality Function
Deployment (QFD) yaitu dengan menambahkan hubungan baru antara keinginan
konsumen dan aspek ergonomi dari produk. Identifikasi atribut produk adalah untuk
mengetahui atribut produk yang akan dikembangkan dan sesuai dengan keinginan
konsumen, maka diperlukan identifikasi produk. Atribut produk yang digunakan
diturunkan dari aspek ergonomi, yaitu ENASE (Efektif, Nyaman, Aman, Sehat, dan
Efisien).
a. Efektif, adalah tercapainya sasaran atau target yang telah ditentukan. Berdasarkan
penjelasan literatur, efektif pada tas sepeda adalah sepeda dapat masuk dalam
tas, maka variabel yang digunakan pada tas sepeda adalah bentuk tas sesuai dengan
sepeda trial , dan besar tas sesuai dengan ukuran sepeda trial.
b. Nyaman, adalah suatu kondisi dimana seseorang berada dalam kondisi tanpa
kecemasan, dengan perilaku yang dikondisikan untuk memberikan tingkat kinerja
stabil, biasanya bebas dari resiko. Berdasarkan penjelasan literatur, nyaman pada
tas sepeda adalah tas sepeda saat digunakan tidak menimbulkan rasa sakit.
c. Aman, adalah suatu kondisi dimana seseorang berada dalam kondisi tanpa
kecemasan, dengan perilaku yang dikondisikan untuk memberikan tingkat kinerja
stabil, biasanya bebas dari resiko. Berdasarkan penjelasan literatur, aman pada tas
sepeda adalah tas sepeda saat digunakan tidak membahayakan oleh komponen atau
bagian pada sepeda.

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-4

d. Sehat, adalah menghilangkan hal-hal yang bisa mengakibatkan gangguan kesehatan


atau sakit. Berdasarkan penjelasan literatur, sehat pada tas sepeda adalah tas
sepeda saat digunakan tidak menyebabkan gangguan kesehantan karena desain tas.
e. Efisien, sasaran dapat dicapai dengan upaya, biaya, pengorbanan yang rendah.
Berdasarkan penjelasan literatur efisien pada tas sepeda adalah tas sepeda saat
tidak digunakan tidak memakan waktu, tempat, dan biaya.
Contoh:
Tas sepeda, tas sepeda ini berfungsi untuk membawa bike trial, maka tas sepeda
harus didesain dengan ergonomis agar para pengendara merasa nyaman.
Langkah-langkah pemecahan masalah dalam perancangan adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi atribut produk.
2. Desain kuesioner dilakukan untuk mengetahui atribut mana yang dianggap penting oleh
konsumen.
3. Desain kuesioner penelitian yaitu data hasil penyebaran kuesioner pendahuluan kepada
responden digunakan sebagai input untuk desain kuesioner sebagai alat ukur.
4. Pembentukan House of Ergonomic dibentuk sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen
yang sesuai dengan prinsip-prinsip ergonomi.
5. Pada tahap perancangan bertujuan untuk mengembangkan produk untuk menentukan
kebutuhan konsumen saat ini.
6. Membuat morphological chart yang bertujuan untuk membuat beberapa alternatif dan
memilih alternatif terbaik. Morphological chart berisi kombinasi dan berbagai
kemungkinan solusi untuk membentuk produk yang berbeda atau bervariasi. Berikut ini
adalah contoh morphological chart yang dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Contoh Morphological Chart (Reza dkk.,2014)
Cara mencapai Spesifikasi Teknis
Spesifikasi Teknis
1 2 3
Bentuk tas sepeda trial Persegi panjang Persegi panjang Persegi panjang
Bahan tas yang digunakan D 420 D 600 D 1682
Panjang tas 110 cm 110 cm 110 cm
Lebar tas 28 cm 28 cm 28 cm
Tinggi tas 58 cm 58 cm 58 cm
Panjang sepeda trial 103 cm 103 cm 103 cm
Lebar sepeda trial 28 cm 28 cm 28 cm
Tinggi sepeda trial 58 cm 58 cm 58 cm
Jenis penutup tas Resleting Resleting Resleting
Waktu penggunaan ±10 menit ±10 menit ±10 menit
Mengikuti bentuk Mengikuti Mengikuti bentuk
Posisi tali pengikat sepeda
sepeda bentuk sepeda sepeda
Jumlah tali pengikat sepeda 5 5 5
Panjang tali pengikat sepeda 30 cm 30 cm 30 cm
Panjang tas setelah dilipat ± 35 cm ± 37 cm ± 39 cm
Lebar tas setelah dilipat ± 15 cm ± 16 cm ± 17 cm
Tinggi tas setelah dilipat ± 35 cm ± 37 cm ± 39 cm
Massa total tas ± 2,5 kg ± 2,5 kg ± 2,5 kg
Bahan busa yang digunakan Polyfoam Busa ati Busa ati
Jumlah partisi 1 2 2
Posisi partisi Dalam tas Dalam tas Dalam tas
Jenis jahitan 1:6 1:7 1:7

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-5

Tabel 1.2 Contoh Morphological Chart (Reza dkk.,2014) (Lanjutan)


Cara mencapai Spesifikasi Teknis
Spesifikasi Teknis
1 2 3
Maksimal beban yang dapat
15 kg 15 kg 15 kg
ditahan
Dengan busa Dengan busa Dengan busa
Bentuk tali pembawa pelindung bahu pelindung bahu pelindung bahu
(10x10x1) (10x10x1) (10x10x1)
Panjang tali pembawa 168x10x0,1 cm 168x10x0,1 cm 168x10x0,1 cm
Cara menyesuaikan tali
Geser Geser Geser
pembawa
Bahan partisi D 420 D 600 D 1682

7. Proses Screening Concept adalah suatu proses yang mengevaluasi konsep dengan
memperhatikan kebutuhan pelanggan, membandingkan kelebihan atau kekurangan
setiap konsep dan selanjutnya memilih satu atau lebih konsep untuk dikembangkan.
Berikut ini adalah contoh untuk screening concept yang dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Contoh Screening Concept (Reza dkk.,2014)
Alternatif Konsep
Kriteria Penilaian Produk saat
1 2 3
ini
Mudah digunakan 0 + + +
Bentuk tas sepeda sesuai sepeda trial 0 + + +
Tidak memakan banyak waktu saat memasukan sepeda
0 + + +
ke dalam tas
Ukuran tas sepeda sesuai dengan ukuran sepeda trial 0 + + +
Terdapat tali untuk mengikat sepeda 0 + + +
Tas sepeda dapat dilipat 0 + + +
Bobot tas ringan 0 0 0 0
Saat digunakan tali pembawa dapat disesuaikan 0 + + +
Pada tali pembawa terdapat busa pelindung bahu 0 + + +
Terdapat partisi untuk menyimpan kunci-kunci 0 0 0 0
Tidak banyak bagian sepeda yang dibuka 0 + + +
Tidak mudah rusak 0 0 + +
Jumlah + 0 9 9 10
Jumlah 0 12 2 3 2
Jumlah - 0 1 0 0
Nilai akhir 0 8 9 10
Peringkat 4 3 2 1

8. Selecting adalah proses pemilihan konsep untuk menilai semua konsep rancangan
produk. Proses selecting concept dilakukan dengan memberikan score terhadap masing-
masing atribut. Berikut ini adalah contoh untuk proses selecting yang dapat dilihat pada
Tabel 1.4.
Tabel 1.4 Contoh Proses Selecting (Reza dkk.,2014)
Bobot Alternatif
Kriteria Penilaian
(%) 1 Score 2 Score 3 Score
Mudah digunakan 12.461 4 0.498 4 0.498 4 0.498
Bentuk tas sepeda sesuai sepeda
10.604 5 0.530 5 0.530 5 0.530
trial
Tidak memakan banyak waktu saat
9.847 5 0.492 5 0.492 5 0.492
memasukan sepeda ke dalam tas
Ukuran tas sepeda sesuai dengan
9.346 5 0.467 5 0.467 5 0.467
ukuran sepeda trial
Terdapat tali untuk mengikat
9.040 5 0.452 5 0.452 5 0.452
sepeda
Tas sepeda dapat dilipat 7.451 4 0.298 4 0.298 4 0.298
Bobot tas ringan 7.414 3 0.222 3 0.222 3 0.222

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-6

Tabel 1.4 Contoh Proses Selecting (Reza dkk.,2014) (Lanjutan)


Bobot Alternatif
Kriteria Penilaian
(%) 1 Score 2 Score 3 Score
Saat digunakan tali pembawa
7.320 4 0.293 4 0.293 4 0.293
dapat disesuaikan
Pada tali pembawa terdapat
7.291 4 0.292 4 0.292 4 0.292
busa pelindung bahu
Terdapat partisi untuk
7.069 4 0.283 4 0.283 4 0.283
menyimpan kunci-kunci
Tidak banyak bagian sepeda
6.951 4 0.278 4 0.278 4 0.278
yang dibuka
Tidak mudah rusak 6.670 3 0.200 4 0.267 5 0.334
Score 4.306 4.373 4.439
Peringkat 3 2 1

9. Konsep yang terpilih akan menjadi konsep yang akan dirancang.


Berikut ini adalah contoh untuk customer need yang dapat dilihat pada Tabel 1.5.
Tabel 1.5 Contoh Customer Need (Reza dkk., 2014)
No Customer Need
1 Bentuk tas sepeda sesuai denga sepeda trial
2 Ukuran tas sepeda sesuai dengan ukuran sepeda trial
3 Saat digunakan tali pembawa dapat disesuaikan
4 Bobot tas ringan
5 Terdapat tali untuk mengikat sepeda
6 Terdapat partisi untuk menyimpan kunci-kunci
7 Pada tali pembawa terdapat busa pelindung bahu
8 Tidak banyak bagian sepeda yang dibuka
9 Mudah digunakan
10 Tas sepeda dapat dilipat
11 Tidak memakan banyak waktu saat memasukan sepeda ke dalam tas
12 Tidak mudah rusak

1.2.4 Pengukuran Antropometri


Ada dua cara dalam pengukuran antropometri yaitu antropometri statis dan
antropometri dinamis.
1. Antropometri Statis
Antropometri statis berkaitan dengan pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia
dalam keadaan diam atau dalam keadaan dibakukan. Data antropometri statis dapat
berupa dimensi skeletal (dimensi dititik pusat persendian, seperti antara siku dan
pergelangan tangan), dimensi kontur tubuh (dimensi permukaan kulit, seperti keliling
lingkar luar kepala). Contoh antropometri statis yaitu tinggi badan, lebar bahu, dan lain
sebagainya.
2. Antropometri Dinamis
Pengukuran tubuh ini dilakukan dengan memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin
terjadi saat pekerja melaksanakan kegiatannya. Dimensi tubuh yang sedang bergerak
bukan penjumlahan dari data antropometri statis bagian tubuh yang terlibat. Contoh
antropometri dinamis adalah sudut putaran tangan dan sudut putaran pergelangan kaki.

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-7

1.2.5 Jenis Pengukuran


Pengukuran antropometri statis dan dinamis dapat dilakukan oleh dua jenis pengukuran
yaitu secara konvensional dan secara digital.
1. Pengukuran secara konvensional atau pengukuran langsung
Pengukuran secara konvensional atau pengukuran langsung
membutuhkan beberapa instrumen atau alat seperti kursi
antropometri, meteran, timbangan badan, pengukur tinggi tubuh,
jangka sorong, dan sebagainya tergantung kebutuhan.
2. Pengukuran secara digital
Pengukuran secara digital menggunakan teknologi pengolahan
citra digital. Pengukuran digital secara umum tidak banyak
memakan waktu dan tenaga, cocok untuk melakukan pengukuran
antropometri dalam jumlah besar, mengeliminasi kontak langsung
dengan subjek ukur sehingga dislokasi (perubahan atau
pemindahan lokasi) dan deformasi (perubahan bentuk) jaringan yang lunak pada tubuh
dapat dihindari. Namun untuk memulai pengukuran digital memerlukan biaya yang
cukup besar karena melibatkan teknologi hardware dan software komputer, serta
memerlukan pelatihan khusus. Misalnya Headthropometry, Hand Anthropometry
Digital Measurement, 3D Semi-Automatic Measurement dan Anthroscan.
a. Headthropometry adalah salah satu pengukuran antropometri dengan
menggunakan sistem image processing (pengolahan data dengan inputan awal
berupa foto dalam bentuk digital) yang digunakan untuk melakukan perhitungan
dimensi pada bagian kepala. Kelebihan dan kekurangan penggunaan
Headthropometry dapat dilihat pada Tabel 1.6.
Tabel 1.6 Kelebihan dan Kekurangan Headthropometry
Sistem Pengukuran Antropometri Menggunakan Headthropometry
No Kelebihan Kekurangan

Tidak dapat mengukur dimensi jika


1 Tingkat ketelitian tinggi dan akurat.
kepala ditutup.

Membutuhkan waktu untuk


Waktu pengukuran lebih cepat daripada
2 pengaturan, kalibrasi, dan
manual.
pencahayaan.

Menggantikan kebutuhan akan tenaga Warna kulit mempengaruhi hasil


3
ahli untuk pengukuran tubuh. pengukuran.

Kamera belum terintegrasi dengan


Mudah dan praktis dalam menjalankan
4 software, perlu proses pemindahan
software.
data.

Metode pembacaan skala seragam Rambut dapat mempengaruhi hasil


5
sehingga error sedikit. pengukuran.

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-8

b. Hand Anthropometry Digital Measurement adalah pengukuran dimensi tangan


menggunakan image processing, yaitu mengambil foto secara digital dengan
menggunakan hardware dan mengolah foto tangan tersebut dengan menggunakan
software.
c. 3D Semi-Automatic Measurement, yaitu pengukuran antropometri secara semi-
digital. Biasanya metode ini digunakan untuk mengetahui dimensi tangan. Caranya
adalah dengan membuat sebuah tangan plester yang dicetak, kemudian menandai
titik referensi yang akan digunakan dalam menentukan dimensi. Setelah itu tangan
3D tersebut di-scan untuk mengetahui titik-titik referensi yang telah ditandai
sebelumnya. Lalu tangan dimensi pengukuran secara otomatis diekstrak
berdasarkan perhitungan jarak antara titik-titik referensi sehingga akan didapatkan
dimensi tangan yang terperinci.

d. Anthroscan merupakan sistem yang digunakan untuk pengukuran


dimensi secara tepat dan perilaku gerakan orang dalam 11-15
detik untuk 150 dimensi tubuh manusia. Anthroscan
menghubungkan data yang dihasilkan dengan informasi sosio-
grafis.

1.2.6 Penggunaan Data Antropometri


Karakteristik dari antropometri untuk populasi manusia manapun akan tergantung pada
beberapa faktor. Faktor-faktor yang paling penting dari sisi ergonomi yaitu, jenis kelamin, suku
bangsa, dan pekerjaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik data antropometri
menurut Sugiono dkk., (2018) adalah sebagai berikut:
1. Usia
Tinggi tubuh manusia terus bertambah mulai dari lahir
hingga usia sekitar 20-25 tahun. Usia saat berhentinya
pertumbuhan pada perempuan lebih dini daripada laki-
laki. Berbeda dengan tinggi tubuh, dimensi tubuh yang
lain, seperti bobot badan dan lingkar perut mungkin tetap
bertambah hingga usia 60 tahun. Pada tahap usia lanjut,
dapat terjadi perubahan bentuk tulang seperti bungkuk ada tulang punggung, terutama
pada perempuan.
2. Jenis kelamin
Tingkat pertumbuhan maksimum perempuan terjadi pada usia sekitar 10-12 tahun.
Pada usia ini perempuan cenderung lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan laki-laki

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-9

seusianya. Pada laki-laki, tingkat pertumbuhan maksimum terjadi pada usia sekitar 13-
15 tahun. Selain lebih tinggi dan lebih berat, pada umumnya tubuh laki-laki juga lebih
besar dibandingkan perempuan namun pada beberapa dimensi, perbedaan ini tidak
berarti seperti paha dan pinggul. Selain dalam hal ukuran, perbedaan juga terlihat pada
proporsi bagian-bagian tubuh dan postur tubuh.
3. Suku/ etnis
Ukuran dan proporsi tubuh sangat beragam antara ras dan etnis yang berbeda, misalnya
tinggi rata-rata orang Cina adalah 166cm (laki-laki) dan 152cm (perempuan).
Bandingkan dengan rata-rata orang Amerika Utara dengan tinggi badan sekitar 179cm
(laki-laki) dan 165cm (perempuan). Orang Asia biasanya mempunyai postur yang
berbeda dengan Amerika dan Eropa, dengan proporsi kaki yang lebih pendek dan
punggung lebih panjang.
4. Postur tubuh
Postur tubuh biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan sikap seseorang dalam melakukan
aktivitas yang pada akhirnya dapat mempengaruhi ukuran dimensi tubuh seseorang.
5. Pakaian
Pakaian seperti model, jenis bahan, jumlah rangkapan, dan lain-lain yang melekat di
tubuh akan menambah dimensi ukuran tubuh manusia. Pakaian yang telah lama kita
gunakan akan memengaruhi dimensi tubuh kita, contoh: Penggunaan cincin leher
dengan waktu yang lama akan menyebabkan perubahan pada dimensi tinggi kepala
(leher).
6. Jenis pekerjaan
Perbedaan dalam ukuran dan dimensi fisik dapat dengan mudah kita temukan pada
kumpulan orang yang mempunyai aktivitas kerja berbeda. Sebagai contoh, petani yang
terbiasa melakukan kerja fisik berat memiliki antropometri yang berbeda dengan
pekerjaan kantoran yang hanya duduk di depan komputer.
7. Faktor kehamilan pada wanita
Faktor kehamilan pada wanita merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
variabilitas data antropometri yaitu terutama pada tebal perut dan tebal dada.
Sehingga, data antropometri yang digunakan dalam merancang produk dan stasiun kerja
untuk wanita hamil berbeda dengan data antropometri wanita lainnya.
8. Cacat tubuh secara fisik
Cacat tubuh secara fisik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi variabilitas
data antropometri. Seperti, orang normal dan orang yang memiliki keterbatasan fisik
tidak mempunyai lengan. Untuk dimensi tinggi siku, tinggi pinggul, tinggi tulang ruas,
tinggi ujung jari, dan lain-lain sangatlah berbeda antara orang normal dengan orang
yang memiliki keterbatasan fisik. Sehingga, data antropometri yang digunakan dalam
merancang produk dan stasiun kerja untuk orang yang cacat tubuh secara fisik berbeda
dengan orang normal.

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-10

Sanders dan McCormick (1987) menemukan bahwa pengemudi truk lebih berat dan lebih
tinggi dari populasi orang sipil pada umumnya. Perbedaan ini disebabkan oleh jumlah aktivitas
fisik yang terlibat dalam pekerjaan, pembatasan tinggi atau berat badan dan alasan-alasan
praktis atau sosial. Contoh lainnya yaitu berdasarkan jenis kelamin, rata-rata ukuran dimensi
tubuh pria akan lebih besar daripada wanita untuk dimensi lebar pinggul.
Ketika menerapkan data antropometri pada masalah desain apapun, langkah pertama
yang harus dilakukan yaitu mendefinisikan target populasi dari pemakai suatu produk (stasiun
kerja, lingkungan) akan diperuntukan, dan memilih lokasi sumber data antropometri untuk
target populasi yang telah dipilih. Konsekuensi dari data yang tidak tepat menyebabkan sedikit
orang yang akan merasa nyaman daripada yang diperuntukan. Hal tersebut dapat
mempengaruhi performansi dari pemakai sistem kerja tersebut.
Terdapat perbedaan sebesar 7% pada populasi orang dewasa yaitu rata-rata tinggi dari
pria dan wanita. Rata-rata yang lain juga menunjukkan bahwa pria akan lebih besar daripada
wanita untuk dimensi-dimensi yang lain. Pengecualian dari pernyataan ini adalah untuk dimensi
lebar pinggul.
1.2.7 Pedoman Pengukuran Data Antropometri
Gambar pengukuran dimensi tubuh Martins Human Body Measurement Instrument
dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Martins Human Body Measurement

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-11

Gambar 1.2 Martins Human Body Measurement Instrument Instrument (Lanjutan)


Cara pengukuran data dimensi tubuh dapat dilihat pada Tabel 1.7.
Tabel 1.7 Cara Pengukuran Data Dimensi Tubuh
No. Dimensi Tubuh Cara Pengukuran
Jarak vertikal telapak kaki sampai ujung kepala yang paling
1 Tinggi Badan Tegak (TBT) atas, sementara subyek berdiri tegak mata memandang
lurus ke depan.
Ukur jarak vertikal dari lantai sampai ujung mata bagian
2 Mata ke Lantai (ML) dalam (dekat pangkal hidung). Subyek berdiri tegak dan
memandang lurus ke depan.
Ukur jarak vertikal dari lantai sampai bahu yang menonjol
3 Bahu ke Lantai (BL)
pada saat subyek berdiri tegak.
Ukur jarak vertikal dari lantai ke titik pertemuan antara
4 Siku ke Lantai (SL) lengan atas dan lengan bawah. Subyek berdiri tegak dengan
kedua tangan tergantung secara wajar.
Subyek berdiri tegak tangan di samping, ukur jarak dari siku
5 Pangkal Kaki ke Lantai (PKL)
sampai pergelangan tangan.
Ukur jarak vertikal dari lantai sampai ujung gunung tangan
6 Tangan ke Lantai (TL)
pada saat subyek berdiri tegak.
Ukur jarak vertikal dari lantai sampai ujung jari tangan pada
7 Ujung Jari ke Lantai (UJL)
saat subyek berdiri tegak.
Jangkauan Ujung Lengan
Ukur vertikal pegangan tangan ke telapak kaki pada posisi
8 Vertikal (tegak)
tangan vertikal ke atas dan tubuh berdiri tegak.
(JLVT)

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-12

Tabel 1.7 Cara Pengukuran Data Dimensi Tubuh (Lanjutan)


No. Dimensi Tubuh Cara Pengukuran
Jangkauan Ujung Lengan Ukur jarak horizontal dari pangkal lengan sampai ujung jari
9
Horizontal (tegak) (JUHT) tengah.

Jangkauan Tangan Horizontal Ukur jarak horizontal dari pangkal lengan sampai titik tengah
10
(JTHT) telapak tangan.
Ukur jarak horizontal dari bagian belakang punggung sampai
11 Punggung ke Tangan (PT)
titik tengah telapak tangan.
Ukur jarak horizontal dari ujung jari terpanjang tangan kiri ke
ujung jari terpanjang tangan kanan, subyek berdiri tegak dan
12 Rentangan Tangan (RT)
kedua tangan direntangkan horizontal ke samping sejauh
mungkin.
Ukur jarak horizontal dari siku bagian kanan sampai dengan
13 Rentangan Siku (RS)
siku kiri.
Ukur jarak vertikal (tinggi) dari ujung tumit ke ujung jari
14 Panjang Telapak Kaki (PTK)
terluar.
Ukur jarak horizontal lengan kaki hingga tepi terluar telapak
15 Lebar Telapak Kaki (LTK)
kaki.
Ukur jarak vertikal (tinggi) tangan dari ujung jari tengah
16 Panjang Telapak Tangan (PTT)
sampai pergelangan tangan, ketika tangan dibentangkan.
Ukur jarak horizontal dari tepi dalam telapak tangan hingga
17 Lebar Telapak Tangan (LTT)
bagian tepi luar telapak tangan.
Ukur jarak vertikal alas duduk sampai ujung atas kepala.
18 Tinggi Duduk Tegak (TDT) Subyek duduk tegak dengan mata memandang lurus ke depan
dan membentuk sudut siku-siku.
Ukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai mata
19 Tinggi Mata Duduk (TMD)
pada saat subjek duduk tegak.
Ukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai tulang
20 Tinggi Bahu Duduk (TBD)
bahu yang menonjol pada saat subyek duduk tegak.
Ukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung
bawah siku kanan. Subyek duduk tegak dengan lengan ke atas
21 Tinggi Siku Duduk (TSD)
vertikal di sisi badan dan lengan bawah membentuk sudut
siku-siku dengan lengan bawah.
22 Tinggi Kepala (TK) Tinggi kepala, dihitung dari dagu menuju kepala bagian atas.
23 Tinggi Popliteal (TPL) Ukur jarak vertikal dari lantai sampai bagian bawah paha.
24 Lutut ke Lantai (LL) Ukur jarak vertikal dari lantai hingga lutut ketika posisi duduk.
Dihitung dari kepala bagian belakang yang paling menonjol
25 Panjang Kepala (PK)
sampai kepala yang paling depan.
26 Tebal Dada (TD) Ukur jarak dari dada sampai punggung secara horizontal.
Ukur jarak horizontal dari punggung bagian belakang hingga di
27 Tebal Perut (TPr)
depan perut.
28 Tebal Paha (Tph) Subyek duduk tegak, ukur jarak dari permukaan ke atas paha.
Ukur jarak horizontal dari bagian terluar pantat sampai ke
29 Pantat ke Lutut (PL) lutut. Paha dan kaki bagian bawah membentuk sudut siku-
siku.
Ukur jarak horizontal dari bagian terluar pantat sampai
30 Pantat Popliteal (PpL) lekukan lutut sebelah dalam. Paha dan kaki bagian bawah
membentuk sudut siku-siku.
Dihitung dari kepala samping kanan menuju kepala samping
31 Lebar Kepala (LK)
kiri.
Ukur jarak horizontal antara titik tengah pundak (bagian atas
32 Lebar Biacromial (Lba) pangkal lengan) bagian kanan dan titik tengah pundak bagian
kiri.
Ukur jarak horizontal antara kedua lengan atas, subyek duduk
33 Lebar Bideltoid (Lbd) tegak dengan lengan atas merapat ke badan dan lengan bawah
direntangkan ke depan.
Ukur jarak horizontal antara kedua siku (bagian kanan dan
34 Siku ke Siku (SS) kiri), subyek duduk tegak dengan lengan atas merapat ke
badan dan lengan bawah direntangkan ke depan.
Subyek duduk tegak, ukur jarak horizontal dari bagian terluar
35 Lebar Pinggul (LP)
pinggul sisi kanan.

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-13

Tabel 1.7 Cara Pengukuran Data Dimensi Tubuh (Lanjutan)


No. Dimensi Tubuh Cara Pengukuran
Ukur jarak antara tulang belikat kanan dan tulang belikat
36 Belikat ke Lumbar (Blu)
kiri pada bagian punggung, subyek duduk tegak.
Ukur jarak dari bagian tulang belikat sampai ujung tulang
37 Tinggi Belikat (TB)
punggung bagian bawah, subyek dalam kondisi duduk tegak.
Ukur jarak antara titik tengah telapak tangan sampai dengan
Jangkauan Tangan Vertikal
38 ujung tulang punggung bagian bawah, subyek dalam keadaan
Duduk (JTVD)
duduk tegak.
Ukur jarak vertikal dari antara bahu bagian atas sampai siku
39 Bahu ke Siku (BS)
dengan kondisi subyek dalam keadaan duduk.
Ukur jarak horizontal dari siku ke ujung jari tengah pada
40 Siku ke Ujung Jari (SU)
saat tangan ditekuk 90˚dengan posisi duduk.

1.2.8 Tahapan Perancangan Kerja


Perancangan dan desain sistem kerja erat kaitannya dengan data antropometri.
Terdapat tahapan-tahapan yang perlu diperhatikan dalam perancangan dan desain sistem kerja
(Roebuck, 1995) yaitu:
1. Menentukan kebutuhan perancangan dan kebutuhannya (establish requirement).
2. Mendefinisikan dan mendeskripsikan populasi pemakai.
3. Memilih sampel yang akan diambil datanya.
4. Menentukan kebutuhan data dimensi tubuh yang akan diambil.
5. Menentukan sumber data dan memilih persentil yang akan dipakai.
6. Menyiapkan alat ukur yang akan dipakai.
7. Mengambil data.
8. Mengolah data.
9. Memvisualisasi rancangan.

1.2.9 Prinsip Perancangan Kerja


Terdapat tiga prinsip umum dalam menggunakan data antropometri dalam proses
perancangan (Iridiastasi dan Yassierli, 2014) yaitu :
1. Perancangan fasilitas yang disesuaikan
Konsep ini digunakan untuk berbagai produk atau alat yang dapat diatur atau
disesuaikan panjang, lebar, dan lingkarnya sesusai dengan kebutuhan pengguna.
Kisaran kesesuaian ini biasanya mulai dari perempuan dengan persentil 5 hingga laki-
laki dengan persentil 95. Namun tidak tertutup terdapat kisaran yang lebih besar untuk
menampung persentase populasi yang lebih besar. Perancangan dengan pendekatan ini
merupakan konsep yang ideal namun membutuhkan dukungan teknis dengan biaya
yang mahal. Misalnya, kursi atau meja dengan tinggi yang dapat dinaik-turunkan,
kemiringan yang bisa diatur dan sebagainya.
 Persentil yang digunakan adalah P5 hingga P95.
2. Perancangan individu ekstrim
Perancangan untuk populasi maksimum adalah keputusan yang tepat jika suatu nilai
yang maksimum dari beberapa segi perancangan dapat mengakomodasi semua orang.

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-14

Contohnya tinggi pintu, ukuran pintu darurat pesawat terbang dan kekuatan dari alat–
alat pendukung. Sebaliknya perancangan untuk nilai populasi minimum adalah tepat
bila nilai populasi minimum yang diberikan dapat mengakomodasi semua orang.
 Inti dari perancangan individu ekstrim ketika dimensi tubuh operator diluar dari
rata-rata populasi manusia normal dapat menggunakan perancangan ini. Persentil
yang digunakan adalah P5 atau P95.
3. Perancangan berdasarkan nilai rata-rata
Prinsip ini digunakan bila berdasarkan individu ekstrim tidak mungkin dilakukan dan
tidak praktis untuk merancang dengan prinsip penyesuaian. Pada dasarnya tidak ada
individu “rata-rata”. Terkadang perancangan berdasarkan nilai rata-rata dibutuhkan
dalam menyelesaikan suatu masalah dengan data antropometri yang rumit. Contohnya
desain fasilitas umum seperti toilet umum, rak supermarket dan kursi tunggu.
 Persentil yang digunakan adalah P50.

1.2.10 Konsep Persentil


Persentil adalah nilai yang didapat dari pembagian sejumlah pengamatan menjadi
seratus (100) bagian yang sama (Purnomo, 2013). Nilai persentil dilambangkan sebagai P1, P2,
P3, …, P99 yang berarti bahwa 1% dari seluruh data terletak di bawah P1, 2% di bawah P2, …,
dan seterusnya. Terdapat tiga nilai persentil yang biasanya digunakan dalam perancangan
yakni, persentil kecil, persentil tengah, dan persentil besar. Data antropometri biasanya
mengacu pada distribusi normal dimana tingkat kepercayaan yang digunakan biasanya 5% yang
berarti persentil 5 digunakan sebagai nilai persentil kecil, untuk mengakomodasi 5% dari
populasi, lalu persentil 50 yang biasanya digunakan untuk merancang peralatan kerja yang bisa
disesuaikan dengan kebutuhan, dan juga persentil 95 digunakan sebagai nilai persentil besar,
untuk mengakomodasi 95% dan populasi, pedoman yang digunakan adalah sebagai berikut:
Contoh:
1. Pada perancangan tempat duduk sofa digunakan persentil 95, karena hal tersebut dapat
mengakomodasi 5% populasi besar merasa nyaman, dan 95% dari populasi sisanya yang
harus menyesuaikan. Untuk contoh lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.2
berikut.

Gambar 1.2 Perancangan Lebar Kursi pada Sofa


(Sumber: Purnomo, 2013)

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-15

2. Pada perancangan sebuah kursi digunakan persentil 5, karena hal tersebut dapat
mengakomodasi 5% populasi kecil merasa nyaman, dan 95% dari populasi sisanya yang
harus menyesuaikan. Untuk contoh lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.3
berikut.

Gambar 1.3 Area Jangkauan dengan Persentil Ke-5 untuk Pekerja Wanita
(Sumber: Eastman Kodak Company, 1986)
Secara umum data antropometri yang diterapkan untuk hal-hal yang khusus, cukup
diambil dari persentil ke-5, ke-50, ke-95 atau antara persentil ke-5 sampai persentil ke-95.
Persentil ke-100 hanya diterapkan pada rancangan yang digunakan oleh semua orang, contohnya
perlengkapan di rumah-rumah sakit. Untuk alat yang dapat diatur sesuai dengan operatornya,
misalnya posisi tempat duduk, posisi pegangan kendali, desain sebaiknya dirancang agar dapat
memenuhi selang persentil ke-5 sampai ke- 95 (Zander, 1972).
Populasi manusia memiliki variasi bentuk dan ukuran tubuh yang tinggi. Dengan
menggunakan sebaran normal, persentil dalam data antropometri menunjukkan bila suatu
ukuran adalah rata-rata, di atas atau di bawah rata-rata. Jika kita membuat grafik tinggi tubuh
(atau dimensi lainnya) dari sebuah populasi, gambar tersebut akan terlihat seperti pada Gambar
1.4.
Gambar 1.4 menunjukkan grafik dari nilai persentil dengan menggunakan diagram kurva
normal.

Gambar 1.4 Grafik dari Nilai Persentil

Penjelasan grafik nilai persentil 5 dapat dilihat pada Gambar 1.5.

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-16

Gambar 1.5 Penjelasan Grafik Nilai Persentil 5

Penjelasan grafik nilai persentil 95 dapat dilihat pada Gambar 1.6.

Terakomodasi
Menyesuaikan

Gambar 1.6 Penjelasan Grafik Nilai Persentil 95

1.2.11 Kriteria Perancangan


Dalam konteks Ergonomi, kriteria adalah standard dalam pengambilan keputusan
sebelum kita melangkah ke pembentukan produk (stasiun kerja, lingkungan) yang cocok dengan
manusia penggunanya. Mendesain kriteria adalah suatu hierarki (dalam konteks ergonomi),
misalnya ketika kita akan mendesain rancangan kursi yang ergonomis. Kriteria utama tentunya
adalah kenyamanan, sedangkan subordinat kriterianya adalah lebih tertuju pada spesifik
desainnya, seperti: rancangannya harus sesuai dengan postur tulang belakang manusia, serta
tingkat tekanan yang sesuai pada alas duduknya atau sandaran tulang belakangnya. Selanjutnya
kita dapat menuju ke hal yang lebih dalam lagi yaitu pada komponen-komponennya, misalnya:
sudut dari sandaran, tinggi alas duduknya, dll. Pada tahap yang lebih rendah kita akan lebih
mudah untuk menentukan kriteria operasionalnya. Sebagai contoh kriterianya yaitu bahwa
pengguna dari kursi tersebut harus dapat duduk dengan mudah dengan kaki masih dapat
menyentuh lantai, serta tinggi dari alas tempat duduknya tidak boleh lebih dari panjang kaki
pengguna yang pendek.
Kriteria yang dapat menunjang proses desain (Iridiastadi dan Yassierli, 2014) dapat
dikelompokkan ke dalam lima kelompok utama:
1. Kenyamanan.
2. Performansi.

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-17

3. Kesehatan.
4. Keamanan.
5. Estetika.

1.2.12 Analisa Perancangan


Hasil rancangan yang dibuat dituntut dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan
bagi pemakai. Oleh karena itu rancangan yang akan dibuat harus memperhatikan faktor manusia
sebagai pemakainya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat suatu rancangan
selain faktor manusia antara lain (Pulat, 1997):
1. Analisa Teknik
Analisa ini berhubungan dengan tingkat ketahanan, kekuatan, dan kekerasan suatu
rancangan.
Contoh: Jenis bahan, rigid.
2. Analisa Ekonomi
Analisa ini membandingkan antara biaya yang harus dikeluarkan dengan manfaat yang
diperoleh.
Contoh: Jam tangan yang berharga mahal mempunyai manfaat yang sama dengan jam
tangan berharga murah.
3. Analisa Legalisasi
Analisa ini melihat dari segi hukum/tatanan hukum yang berlaku dan hak cipta.
Contoh: Produk helm berstandar SNI, sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
4. Analisa Pemasaran
Analisa ini berhubungan dengan jalur distribusi produk hasil rancangan sehingga dapat
sampai ke konsumen.
Contoh: Melakukan promosi terhadap barang yang telah dibuat.
5. Analisa Nilai
C.M Walsh membagi Analisa nilai menjadi 4 kategori, yaitu:
a. Uses Value, berhubungan dengan nilai kegunaan.
b. Esteem Value, berhubungan dengan nilai keindahan/estetika.
c. Cost Value, berhubungan dengan pembiayaan.
d. Exchange Value, berhubungan dengan kemampuan tukar.

1.2.13 CATIA
CATIA (Computer Aided Three-dimensional Interactive Application) merupakan salah
satu software yang digunakan untuk menggambar 2D dan 3D sama seperti AutoCad dan
SolidWork yang diperuntukan bagi engineering yang biasa digunakan untuk merancang
komponen atau produk. CATIA dibuat pada akhir 1980-an oleh produsen pesawat Avion Marcel
Dassalult, Perancis yang digunakan untuk mengembangkan pembuatan jet temur Dassault

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-18

Mirage yang selanjutnya digunakan di industri otomotif, perkapalan dan industri lainnya.
Gambar 1.7 merupakan salah satu contoh produk racing seat pada software CATIA.

Gambar 1.7 Racing Seat pada Software CATIA


Kelebihan software CATIA yaitu terdapat desain konseptual (CAD), desain
manufacturing (CAM) hingga desain analisis (CAE). Pada software CATIA dapat melakukan
simulasi penggunaan produk serta melakukan analisa terhadap produk yang dibuat. Hal tersebut
memungkinkan engineer dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan produk. Kekurangan
CATIA yaitu syarat untuk analisa terhadap produk yang dibuat kompleks. Pada desain analisis
CATIA, terdapat beberapa fitur analisa ergonomi, yaitu:
1. RULA Analysis
RULA analysis merupakan salah satu fitur analisa pada CATIA yang dapat menganalisis
postur tubuh operator, analisis dilakukan dengan mengisi parameters yang ada, seperti
data berat beban, postur, sisi tubuh dsb. RULA analysis pada CATIA dapat dilihat pada
Gambar 1.8 berikut ini.

Penentuan sisi
tubuh yang
ingin di analisa

Postur tubuh
saat bekerja

Parameter saat
bekerja
Semakin pekat
warna, semakin
Berat beban
tidak aman
pekerjaannya
Score
Gambar 1.8 RULA Analysis pada CATIA
Semakin besar nilai final score maka akan semakin pekat warnanya, hal ini
mengindikasikan bahwa postur tubuh operator saat bekerja semakin buruk, dan
membutuhkan investigasi secepatnya.

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-19

2. Carry Analysis
Carry analysis merupakan salah satu fitur analisa yang dapat menganalisis operator
ketika sedang membawa benda, CATIA dapat mengetahui berat benda maksimum yang
dapat dibawa oleh operator dengan mengisi spesifikasi yang ada, Carry Analysis pada
CATIA dapat dilihat pada Gambar 1.9 berikut ini.

Frekuensi
membawa

Jarak

Maksimum berat
benda pada saat
membawa

Gambar 1.9 Carry Analysis pada CATIA


Terdapat dua data yang menjadi spesifikasi dalam fitur carry analysis, yaitu jarak
membawa dan frekuensi membawa dalam satuan waktu, setelah menginputkan data
tersebut, maka akan diperoleh score maximum acceptable weightnya dimana semakin
besar nilai maximum acceptable weight maka berat maksimal benda yang dapat dibawa
oleh operator akan semakin besar. Berikut ini adalah contoh gambar analisa CATIA yang
dapat dilihat pada Gambar 1.10.

Gambar 1.10 Analisa CATIA

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-20

Berikut ini adalah contoh gambar simulasi CATIA yang dapat dilihat pada Gambar 1.11.

Gambar 1.11 Simulasi CATIA

1.3 PERALATAN YANG DAPAT DIGUNAKAN


Peralatan yang digunakan pada saat praktikum online adalah meteran dengan ukuran
minimal 200 cm, sedangkan peralatan yang digunakan pada saat praktikum offline adalah
sebagai berikut:
1. Alat Ukur Tinggi Badan
2. Kursi Antropometri
2. Meteran Plastik
3. Martins Human Body Measurement Instrument
4. Timbangan
5. Preston Pinch Gauge
6. Preston Hand Dynamometer
7. Back, Leg and Chest Dynamo Meter
8. Peacock

1.4 PROSEDUR PRAKTIKUM


Prosedur dalam menjalankan praktikum yaitu:
1. Asisten menjelaskan hal-hal yang harus dilakukan berkaitan dengan proses kegiatan
praktikum dan pemberian materi melalui video pada e-learning.
2. Praktikan membaca dan memahami studi kasus berupa narasi yang menjelaskan
masalah pada sebuah stasiun kerja.
3. Bagian-bagian tubuh yang telah ditentukan (dapat dilihat pada data given yang telah
diberikan oleh Tim Asisten).
4. Praktikan mengukur dimensi tubuh dengan menggunakan meteran pita atau jenis
meteran lainnya minimal 200 cm (pengukuran dilakukan oleh seluruh anggota
kelompok).

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-21

5. Dalam melakukan pengukuran masing-masing praktikan berperan sebagai objek yang di


ukur.
6. Seluruh proses pengukuran harus disertakan bukti berupa rekaman video.
7. Pengukuran menggunakan panduan berdasarkan Martin Human Body Measurement
Instrument.
8. Praktikan mengisi dimensi tubuh yang belum ditentukan nilai ukurannya menggunakan
hasil pengukuran masing-masing anggota kelompok.
9. Praktikan membuat perancangan fasilitas kerja yang sesuai dengan studi kasus yang
didapat.

1.5 PENENTUAN DESAIN


Penentuan desain dalam fasilitas kerja, yaitu:
1. Setelah melakukan praktikum, praktikan akan menentukan fasilitas kerja yang akan
digunakan untuk proses perancangan dan penentuan data dimensi berdasarkan studi
kasus yang diberikan.
2. Data yang digunakan adalah data diri responden yang telah diberikan oleh tim asisten
dan dilarang menggunakan data yang berasal dari luar praktikum.
3. Desain fasilitas kerja minimal menggunakan delapan (8) dimensi tubuh.

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN JURNAL AKHIR PRAKTIKUM


COVER
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR TIDAK MENCONTEK
1. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
(Kalimat pengantar)
1.1 Pengumpulan Data
(Kalimat pengantar)
1.1.1 Studi Kasus
Berisikan studi kasus yang telah diberikan oleh Tim Asisten dan ditulis kembali
menggunakan bahasa sendiri.
1.1.2 Data Pengukuran Kekuatan Tubuh
(Kalimat pengantar)
Terdapat data diri setiap operator, lembar pengamatan yang terdiri dari pengukuran
kekuatan tubuh dan pengukuran dimensi tubuh.
DATA DIRI OPERATOR 1
NAMA : ……………………………………………………………………
UMUR : ……………………………………………………………………
JENIS KELAMIN : ……………………………………………………………………
BERAT BADAN : ……………………………………………………………………

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-22

Lembar pengamatan untuk pengukuran kekuatan tubuh dapat dilihat pada Tabel 1.8.
Tabel 1.8 Pengukuran Kekuatan Tubuh
Pengukuran Kekuatan Tubuh
Kekuatan Tarik Tubuh
Sudut () Tangan Kiri (Kg) Tangan Kanan (Kg)
0
45
90
225
270
315
Kekuatan Tarik Variansi Tubuh
Sudut () Kedua Tangan (Kg)
30
45
60
75
Kekuatan Jari Tangan (Dikali 0,2)
Jari Kiri Kekuatan (Kg) Jari Kanan Kekuatan (Kg)
Telunjuk Telunjuk
Jari Tengah Jari Tengah
Jari Manis Jari Manis
Kelingking Kelingking
Ibu Jari Ibu Jari

1.1.3 Data Pengukuran Dimensi Tubuh


(Kalimat pengantar)
PENGUKURAN DIMENSI TUBUH
Lembar pengamatan untuk pengukuran dimensi tubuh dapat dilihat pada Tabel 1.9.
Tabel 1.9 Pengukuran Dimensi Tubuh
Hasil
No. Dimensi Tubuh Alat Simbol
(Cm)
Alat Ukur Tinggi
1 Tinggi Badan Tegak TBT
Badan
2 Mata ke Lantai Kursi Antropometri ML
3 Bahu ke Lantai Meteran BL
4 Siku ke Lantai Meteran SL
5 Pangkal Kaki ke Lantai Meteran PKL
6 Tangan ke Lantai Meteran TL
7 Ujung Jari ke Lantai Meteran UJL
8 Jangkauan Ujung Lengan Vertikal (tegak) Kursi Antropometri JLVT
9 Jangkauan Ujung Lengan Horizontal (tegak) Meteran JUHT
10 Jangkauan Tangan Horizontal Meteran JTHT
11 Punggung ke Tangan Kursi Antropometri PT
12 Rentangan Tangan Kursi Antropometri RT
13 Rentangan Siku Kursi Antropometri RS

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-23

Tabel 1.9 Pengukuran Dimensi Tubuh (Lanjutan)


Hasil
No. Dimensi Tubuh Alat Simbol
(Cm)
14 Panjang Telapak Kaki Meteran PTK
15 Lebar Telapak Kaki Meteran LTK
16 Panjang Telapak Tangan Meteran PTT
17 Lebar Telapak Tangan Meteran LTT
18 Tinggi Duduk Tegak Kursi Antropometri TDT
19 Tinggi Mata Duduk Kursi Antropometri TMD
20 Tinggi Bahu Duduk Kursi Antropometri TBD
21 Tinggi Siku Duduk Kursi Antropometri TSD
22 Tinggi Kepala Peacock TK
23 Tinggi Popliteal Kursi Antropometri TPL
24 Lutut ke Lantai Kursi Antropometri LL
25 Panjang Kepala Peacock PK
26 Tebal Dada Peacock TD
27 Tebal Perut Peacock TPr
28 Tebal Paha Peacock Tph
29 Pantat ke Lutut Kursi Antropometri PL
30 Pantat Popliteal Kursi Antropometri PpL
31 Lebar Kepala Peacock LK
32 Lebar Biacromial Kursi Antropometri Lba
33 Lebar Bideltoid Kursi Antropometri Lbd
34 Siku ke Siku Kursi Antropometri SS
35 Lebar Pinggul Kursi Antropometri LP
36 Belikat ke Lumbar Meteran Blu
37 Tinggi Belikat Meteran TB
38 Jangkauan Tangan Vertikal Duduk Kursi Antropometri JTVD
39 Bahu ke Siku Meteran BS
40 Siku ke Ujung Jari Kursi Antropometri SU

Notes : Data dimensi tubuh setiap operator yang digunakan diberi tanda sesuai dengan
warna yang telah ditentukan. Contoh untuk operator 1 dapat dilihat seperti tabel 1.9.
 Operator 1 = Warna Merah
 Operator 2 = Warna Kuning
 Operator 3 = Warna Hijau
1.1.4 Data Dimensi Antropometri yang Digunakan
(Kalimat pengantar)
(Masing-masing 8 dimensi tubuh yang berjumlah 100 data. Kemudian dibuat ke dalam
bentuk tabel).

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-24

Contoh dimensi antropometri yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.10.
Tabel 1.10 Dimensi Antropometri yang Digunakan
Data Siku ke Ujung Jari
1 2 3 4 5
1 48 45 39 42 43
2 37 47 45,5 39 40
… … … … … …
… … … … … …
20 46 39 43 36 42
Notes: Dimensi tubuh hasil pengukuran setiap operator diberi tanda dengan warna
yang telah ditentukan.
 Operator 1 = Warna Merah
 Operator 2 = Warna Kuning
 Operator 3 = Warna Hijau
1.2 Pengolahan Data
(Kalimat pengantar)
1.2.1 Identifikasi Data Antropometri yang Digunakan
(Kalimat pengantar)
Sebutkan dan jelaskan fungsi dimensi antropometri yang digunakan untuk perancangan
tersebut.
(Minimal 8 dimensi, 1 Paragraf terdiri dari 3 kalimat)
Contoh :
1. Siku ke Lantai (SL)
Dimensi antropometri siku ke lantai (SL) ini digunakan untuk mengukur tinggi meja.
1.2.2 Pengolahan Data Antropometri Dimensi Tubuh yang Digunakan
(Kalimat pengantar)
a. Tes Kenormalan Data
 Parameter: kecocokan distribusi normal
 Hipotesis
H0 = data ....... membentuk distribusi normal
H1 = data ....... tidak membentuk distribusi normal
 α = 5%
 Stastistik hitung

Gambar 1.12 Hasil Software STATFIT

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-25

Gambar 1.12 Hasil Software STATFIT (Lanjutan)


Notes: Jika data antropometri tidak normal maka lakukan penggantian data dan ulang
tes kenormalan data menggunakan software STATFIT.
 Distribusi χ2
Membandingkan hasil perhitungan χ2 dengan nilai tabel χ2
χ2 (0,05; ) = ....
 =k–r–1 (1)
k = jumlah kelas setelah ei digabungkan
r = jumlah parameter yang diamati (2)
Kurva khi-kuadrat dapat diilihat pada Gambar 2.

Gambar 1.13 Distribusi Khi-kuadrat

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-26

 Kesimpulan
2 2
Terima H0 (  hit <  0,05; 17; ), berarti data observasi berpola distribusi normal.

2 2
Tolak H0 (  hit > 0,05; 17), berarti data observasi tidak berpola distribusi normal.

b. Tes Keseragaman Data


Tes keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data hasil pengukuran
berasal dari suatu populasi yang sama atau tidak. Uji keseragaman data dapat
dilihat pada Tabel 1.11.
Tabel 1.11 Uji Keseragaman Data
Sub Grup Ukuran Sub Grup ̅i
X
Ke- 1 2 … N
1 … … … … …
… … … … … …
k … … … … …
Σ …

n = ukuran sub grup  5


N = banyaknya data keseluruhan  100
k = jumlah sub grup  20
Perhitungan yang dilakukan adalah:
 Xi
Xi = (2)
n

 Xi
X = (3)
k
N

 Xi  X
i1
2

SD = (4)
N -1
SD
SDx ==
n
(5)
BKA ̿ +3SDx
=X (6)

BKB ̿ -3SDx
=X (7)
Data yang diplot = X

Dalam bentuk grafik


Jika adanya X yang out of control  buang satu baris dalam satu sub grup (20
data), lalu ganti data tersebut dengan data yang baru.
Notes:
 Xbar berada di dalam BKA dan BKB, maka data seragam.
 Jika Xbar diluar BKA dan BKB, maka buang 1 subgrup.
 Jika setelah dilakukan pengolahan data ulang dan Xbar masih berada di luar
BKA dan BKB, maka diasumsikan data tersebut seragam.

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-27

Contoh Perhitungan:
Sub grup Ukuran Sub grup
ke- 1 2 3 X̅ i
1 50 45,5 41 45,50
2 46,3 38,5 44 42,93
3 38 41 45 41,33
4 40 36,6 44 40,22
5 36 44 42,3 40,77
6 45 47,3 40 44,10
7 42 39 40 40,33
8 42 47 54 47,67
9 45 43 39 42,33
10 43 42,3 42 42,43

50+46,3+…+43
̿
X = = 42,730 (2)
10

2
∑N ̿̿̿ Notes:
i=1 (Xi - Xi)
SD =√ (3)
N -1
Untuk mencari SD dapat
SD = STDEV ( ) = 3,900 menggunakan Microsoft (4)
Excel dengan cara pilih
3,900
SDx = = 2,251 function =STDEV kemudian (5)
√3
drag kolom pada tabel
BKA = 42,730 + (3x2,251) = 49,485 diatas. (6)

BKB = 42,730 - (3x2,251) = 35,975 (7)


c. Tes Kecukupan Data
Tes kecukupan data digunakan untuk mengetahui apakah jumlah data hasil
pengukuran dapat mewakili keseluruhan populasi atau tidak. Untuk tingkat
ketelitian 5% dan tingkat kepercayaan 95% menggunakan rumus:
2
40 √N ∑ Xi ²-( ∑ Xi )²
N´ = [ ∑ Xi
] (8)

N’ ≤ N, artinya data cukup.

N’ > N, artinya data tidak cukup.


Contoh Perhitungan:
2
40 √30𝑥 55293,62−(1645575,84)²
N´ = [ ] = 12,866
1282,8

N' ≤N, maka data sudah cukup


Apabila data tidak cukup maka tambahkan 20 data dengan format 2 kolom 10 baris
ke kanan, lalu kembali ke perhitungan uji kenormalan data.
d. Perhitungan Persentil
Perhitungan persentil dilakukan untuk menentukan dimensi tubuh sesuai dengan
rancangan yang dibuat.
P5 = X̿ - 1,645 SD (9)
P50 = X̿ (10)

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-28

P95 = X̿ + 1,645 SD (11)


Nilai rata-rata dan standar deviasi yang digunakan berasal dari hasil perhitungan 30
buah data.
Contoh Perhitungan:
P5 = 42,730 – 1,645 (3,900) = 36,314 (9)
P50 = 42,730 (10)
P95 = 42,730 +1,645 (3,900) = 49,145 (11)
Notes: Pengolahan data antropometri dilakukan untuk semua dimensi tubuh yang digunakan,
namun yang dicantumkan pada poin pengolahan data hanya 1 dimensi tubuh saja, sisanya
dicantumkan pada lampiran.
1.2.3 Rekapitulasi Nilai Persentil Data Dimensi Tubuh
(Kalimat pengantar)
Rekapitulasi nilai persentil dapat dilihat pada Tabel 1.12.
Tabel 1.12 Rekapitulasi Nilai Persentil
No Dimensi Tubuh P5 (Cm) P50 (Cm) P95 (Cm)
1 Tinggi Popliteal 36,314 42,73 49,145
... ... ... ... ...
N ... ... ... ...

1.2.4 Penentuan Persentil untuk Dimensi Benda Kerja dengan Menggunakan Prinsip
Antropometri
(Kalimat pengantar)
1. Menentukan dimensi benda kerja dari produk yang dirancang.
2. Mengidentifikasi data antropometri yang digunakan untuk setiap dimensi benda
kerja.
3. Menentukan nilai target persentil dari tiap-tiap data dimensi benda kerja.
Contoh penentuan persentil untuk dimensi benda kerja dapat dilihat pada Tabel 1.13.
Tabel 1.13 Contoh Penentuan Persentil untuk Dimensi Benda Kerja
Dimensi Data Antropometri
No Dimensi Benda Kerja Persentil
Antropometri (Cm)
1 Tinggi Pintu Tinggi Badan Tegak P95 168,332
2 Tinggi Kursi Tinggi Popliteal P5/P95 36,314/49,145
Jangkauan Ujung
3 Lebar Meja P5 63,861
Lengan Horizontal
4 Kerangka Sandaran ... ... ...
5 ... ... ... ...
6 ... ... ... ...
7 ... ... ... ...
8 ... ... ... ...
9 ... ... ... ...
10 ... ... ... ...

2. ANALISIS
(Kalimat pengantar)

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-29

2.1 Analisis Antropometri


(Kalimat pengantar)
2.1.1 Analisis Penerapan Data Antropometri dalam Perancangan Fasilitas Kerja
(Minimal 8 paragraf) (1 paragraf untuk 1 dimensi) (1 paragraf minimal 3 kalimat)
1. Alasan pemilihan dimensi tubuh untuk setiap spesifikasi dalam perancangan stasiun
kerja dan akibat jika tidak memakai dimensi tubuh tersebut (Kaitkan dengan
kriteria perancangan).
2. Sebutkan nilai dari setiap persentil dimensi tubuh!
3. Jelaskan mengapa memilih persentil dimensi tubuh tersebut dalam perancangan
stasiun kerja!
4. Apa alasannya jika menggunakan persentil yang lain?
Contoh :
Perancangan fasilitas kerja sebuah meja memakai dimensi tubuh siku ke lantai
karena disesuaikan dengan pengguna agar tidak terlalu bungkuk saat memakai meja
tersebut. Ketika pengguna membungkuk dapat mengakibatkan rasa sakit pada bagian
punggung karena tidak sejajar dengan pengguna.
Dimensi siku ke lantai memakai persentil 5 dengan nilai 92.3 cm agar pengguna
meja dapat digunakan oleh pengguna yang bertubuh pendek. Ketika tinggi meja
menggunakan persentil 95, maka pengguna kesulitan untuk dapat menjangkaunya.
2.1.2 Integrasi antara Data Antopometri dan Perancangan Fasilitas Kerja
(1 paragraf) (minimal 3 kalimat)
1. Mengapa dalam merancang fasilitas kerja membutuhkan data antropometri?
2. Mengapa tidak langsung merancang saja dan apa yang akan terjadi apabila tidak
menggunakan data antropometri?
Keyword:
Keterkaitan antara data antropometri dengan fasilitas kerja dengan
mempertimbangkan prinsip dan kriteria perancangan.
2.1.3 Integrasi antara Fasilitas Kerja yang Dirancang dan Stasiun Kerja
(1 paragraf) (minimal 3 kalimat)
1. Apa pengaruh antara fasilitas kerja yang telah dirancang terhadap stasiun kerja?
2. Jelaskan dimensi tubuh yang digunakan untuk menghubungkan stasiun kerja dan
fasilitas kerja. Contoh: Jarak antar fasilitas kerja.
3. Sebutkan nilai dari setiap persentil yang digunakan
4. Jelaskan mengapa memilih persentil dimensi tubuh tersebut dalam integrasi antara
stasiun kerja dan fasilitas kerja yang dirancang!
2.2 Analisis Pemilihan Prinsip Perancangan Fasilitas Kerja
(1 paragraf) (minimal 3 kalimat)
1. Sebutkan dan jelaskan 3 prinsip perancangan fasilitas kerja.
2. Prinsip mana yang digunakan pada perancangan fasilitas kerja.

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-30

3. Jelaskan alasannya
2.3 Analisis Kriteria Perancangan Berdasarkan Dimensi Benda Kerja
(5 paragraf harus hirarki dari kriteria perancangan) (1 paragraf minimal 3 kalimat)
1. Jelaskan hasil perancangan sesuai dengan studi kasus berdasarkan kriteria
perancangan!
2. Apakah perancangan tersebut sudah menunjang terhadap kriteria perancangan.
3. KESIMPULAN DAN SARAN
(Kalimat pengantar)
3.1 Kesimpulan
(Kalimat pengantar)
(5 poin menjawab analisis)
3.2 Saran
(Saran + cantumkan gambar perancangan)
Saran untuk studi kasus atau perancangan stasiun kerja dilengkapi dengan prinsip
perancangan analisis dari kriteria perancangan + Gambar Autocad Stasiun Kerja full.
LAMPIRAN
Lampiran A (Tabel Distribusi)
1. Tabel Distribusi Normal
2. Tabel Khi Kuadrat
Lampiran B (Pengolahan Data Dimensi Tubuh)
1. Dimensi Tubuh yang Digunakan
a. Tes Kenormalan Data
Terdapat parameter, hipotesis (H0 dan H1), dan nilai α
(Kalimat pengantar gambar hasil software STATFIT)
Gambar hasil software STATFIT
(Judul Gambar)
(Kalimat pengantar gambar grafik distribusi khi-kuadrat)
Gambar grafik distribusi khi-kuadrat
(Judul Gambar)
Kesimpulan grafik
(1 Gambar Hasil software STATFIT dan 1 gambar grafik distribusi khi-kuadrat)
b. Tes Keseragaman Data
(Kalimat pengantar tabel)
(Judul Tabel)
Tabel uji keseragaman data dimensi tubuh yang digunakan
̅ i, X̿ , SD, SDx, BKA, BKB)
Contoh perhitungan (X
Gambar grafik keseragaman data dimensi tubuh yang digunakan
(Judul Gambar)
Kesimpulan grafik

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-31

(1 Tabel dan 1 Grafik)


c. Tes Kecukupan Data
(Kalimat pengantar)
Perhitungan tes kecukupan data (N’)
Kesimpulan tes kecukupan data
d. Perhitungan Persentil (cm)
(Kalimat pengantar)
Perhitungan P5, P50, dan P95
Notes: Untuk Lampiran B mencantumkan data dimensi tubuh yang digunakan selain yang
dicantumkan di pengolahan data pada poin 1.2.2.
Lampiran C (Rancangan Fasilitas Kerja)
Gambar etiket rancangan tiap produk dalam stasiun kerja (Landscape)
(etiket diisi, dan cantumkan dimensi ukuran).
Tampak Atas Isometri

Tampak Depan Tampak Kanan

Etiket

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-32

Contoh Gambar Etiket Rancangan:

Lab APK & E 2021


Modul I Asisten Antropometri I-33

1.7 REFERENSI
1. Adrianto, Reza dkk., (2014). Usulan Rancangan Tas Sepeda Trial Menggunakan Metode
Ergonomic Function Deployment (EFD). Bandung: Institut Teknologi Nasional.
2. Anggraeni, Mutiara dkk., (2013). Rancangan Meja Dapur Multifungsi Menggunakan
Quality Function Deployment (QFD). Bandung: Institut Teknologi Nasional.
3. Wiley, John. (1986). Kodak’s Ergonomic Design for People at Work. The Eastman Kodak
Company.
4. Iridiastadi, H. Yassierlie. (2014). Ergonomi Suatu Pengantar. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
5. Nurmianto E. (2005). Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Guna Widya, Surabaya.
6. Pulat, B.M. (1997). Fundamentals of industrial ergonomics, Waveland Press.
7. Purnomo, Hari. (2013). Antropometri dan Aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
8. Roebuck, J.A. (1995). Anthropometric methods: designing to fit the human body,
Human Factors and Ergonomics Society Santa Monica, CA.
9. Sanders, M. S., & McCormick, E. J. (1987). Human Factors in Engineering and Design
(6th ed.). Mcgraw-Hill Book Company.
10. Stevenson, M.G. (1989). Lecture Notes on the Principle of Ergonomics, Univ. of New
South Wales, Sydney.
11. Sugiono. dkk., (2018). Ergonomi Untuk Pemula. Malang: Ub Press.
12. Susanti, Lusi, dkk., (2015). Pengantar Ergonomi Industri. Padang: Andalas University
Press.
13. Sutalaksana, I.Z., dkk., (1979). Teknik Tata Cara Kerja, Laboratorium Tata Cara Kerja
& Ergonomi Dept. Teknik Industri-ITB, Bandung.
14. Wignjosoebroto, S. (2008). Ergonomi Studi Gerak Waktu. Surabaya: Guna Widya.
15. Zander, J. (1972). Ergonomics in Machine Design (A Case Study of the Self Propelled
Combine Harvester). H. Veenman & Zonen N.V., Wageningen 72-6

Lab APK & E 2021


MODUL II
BIOMEKANIKA

2.1 TUJUAN PRAKTIKUM


Berikut ini merupakan tujuan praktikum modul biomekanika dan pengukuran beban
postur tubuh:
1. Menganalisis suatu sistem kerja berdasarkan prinsip biomekanika.
2. Menganalisis level risiko cedera berdasarkan postur tubuh, berat beban, besar sudut,
jarak pengangkatan, dan rasa sakit yang dirasakan tubuh pada saat bekerja.
3. Menerapkan prinsip biomekanika pada pekerjaan yang bersifat manual handling.

2.2 LANDASAN TEORI


Ergonomi memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan
kesehatan kerja dengan mempertimbangkan level risiko cedera. Faktor keselamatan dan juga
kesehatan kerja dapat dianalisis dengan konsep biomekanika dan juga pengukuran beban postur
tubuh.

2.2.1 Biomekanika
Menurut European Society of Biomechanics, biomekanika didefinisikan sebagai studi
tentang gaya yang digunakan dan dihasilkan dalam tubuh. Efek kekuatan ini terdapat pada
jaringan, cairan atau bahan yang digunakan untuk diagnosis, pengobatan, atau tujuan
penelitian. Biomekanika adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi sistem
biologi dengan menggunakan metode mekanika (Hamill, dkk., 2015). Penelitian yang
menggunakan pendekatan biomekanika pada dasarnya mempelajari dan menganalisis batas-
batas kekuatan, ketahanan, kecepatan dan ketelitian yang dimiliki manusia dalam melakukan
suatu pekerjaan. Menurut Medicine (2001), biomekanika dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut:
1. Posisi tubuh
2. Tenaga
3. Gaya
4. Gerakan
Notes: Faktor-faktor yang berada diatas dapat mempengaruhi biomekanika karena dilihat
dalam pengertian biomekanika yang merupakan studi gerakan yang mengandalkan metode
mekanika dimana dalam gerakan-gerakan tersebut membutuhkan posisi tubuh yang benar
(contohnya dalam studi kasus pengangkatan), gaya, gerakan, dan tenaga untuk menjalankan
metode mekanika itu sendiri.

II-1
Modul II Asisten Biomekanika II-2

A. Klasifikasi Biomekanika
Menurut Olavyari (1997) biomekanika diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. General Biomechanic
General Biomechanic merupakan bagian dari biomekanika yang berbicara mengenai
hukum-hukum dan konsep-konsep dasar yang mempengaruhi tubuh organic manusia baik
dalam posisi diam maupun bergerak. General Biomechanic dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Biostatic, adalah bagian dari biomekanik umum yang hanya menganalisis tubuh
pada posisi diam atau bergerak pada garis lurus dengan kecepatan seragam.
b. Biodinamic, adalah bagian dari biomekanik umum yang berkaitan dengan
gambaran gerakan-gerakan tubuh tanpa mempertimbangkan gaya yang terjadi
(kinematik) dan gerakan yang disebabkan gaya yang bekerja dalam tubuh (kinetik)
(Tayyari, 1997).
Notes: Untuk contoh biostatic, menganalisis tubuh dalam posisi yang diam, jadi cuma
posisinya saja yang diam tapi orang tersebut melakukan pekerjaan, seperti dalam
pengepakan barang, sedangkan untuk contoh biodinamic menganalisis gerakan-gerakan
tubuh tanpa mempertimbangkan gaya, seperti gaya gravitasi, gaya kinematik, gaya
kinetik, jadi analisis gerakan dari operator. Biodinamic dibagi menjadi dua kategori
yaitu ilmu kinetika (biokinetics) merupakan ilmu tentang faktor-faktor gaya yang
menyebabkan benda bergerak atau diam dan ilmu kinematika (biokinematics)
merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat gerak tanpa memperhatikan bidang mana
atau bagaimana sifat gerakannya atau sudutnya apakah penuh atau tidak.
2. Occupational Biomechanic
Occupational Biomechanic didefinisikan sebagai bahan dari biomekanik terapan yang
mempelajari interaksi fisik antara pekerja dengan mesin, material dan peralatan dengan
tujuan untuk meminimumkan keluhan pada sistem kerangka otot agar produktifitas
kerja dapat meningkat.
Setelah melihat klasifikasi diatas maka dalam praktikum kita ini dapat dikategorikan
dalam occupational biomechanic. Menurut Chaffin (1991), occupational biomechanic adalah
studi mengenai interaksi pekerja dengan peralatan, mesin dan material sehingga dapat
meningkatkan performansi pekerja dan di sisi lain dapat meminimalkan risiko cedera kerja.

B. Pemindahan Beban
Biomekanika pada dasarnya mempelajari kekuatan, ketahanan, kecepatan, dan
ketelitian manusia dalam melakukan kerjanya. Faktor ini sangat berhubungan dengan pekerjaan
yang bersifat manual material handling, seperti pengangkatan dan pemindahan secara manual,
atau pekerjaan lain yang dominan menggunakan otot tubuh.
Sebuah lembaga yang menangani masalah kesehatan dan keselamatan kerja di Amerika
Serikat, NIOSH (National Institute of Occupational Safety and Health) melakukan analisis
terhadap kekuatan manusia dalam mengangkat atau memindahkan beban dan

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-3

merekomendasikan batas beban yang dapat diangkat oleh manusia tanpa menimbulkan cedera
meskipun pekerjaan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang
cukup lama.
Rumusan untuk menghitung beban berdasarkan rekomendasi NIOSH tahun 1991
terdapat dua metode, yaitu metode Recommended Weight Limit (RWL) dan metode Maximum
Permissible Limit (MPL).
1. Recommended Weight Limit (RWL)
Recommended Weight Limit (RWL) adalah produk utama dari NIOSH Lifting Equation
yang direvisi. RWL didefinisikan untuk serangkaian kondisi kegiatan tertentu sebagai
berat beban yang dapat dilakukan oleh semua pekerja dalam keadaan sehat selama
periode waktu yang substansial (misalnya, hingga 8 jam) tanpa adanya peningkatan
risiko Low Back Pain terkait pengangkatan. Oleh ''pekerja sehat,'' yang kami maksud ini
merupakan pekerja yang bebas dari kondisi kesehatan yang merugikan yang akan
meningkatkan risiko cedera muskuloskeletal mereka. (Kumar, 2007)
Rumusan RWL mempunyai syarat dan kondisi sebagai berikut:
a. Tidak mengangkat dengan satu tangan.
b. Pengangkatan tidak lebih dari 8 jam.
c. Posisi pengangkatan tidak berlutut atau jongkok.
d. Tidak di tempat yang sempit.
e. Objek yang diangkat harus stabil.
f. Kondisi pengangkatan tidak sambil membawa, mendorong atau menarik.
g. Tidak menggunakan kereta dorong atau sekop.
h. Tidak dalam kecepatan tinggi (± 30 inchi/detik).
I. Kondisi lantai tidak licin.
Rumusan untuk menghitung beban berdasarkan rekomendasi NIOSH tahun 1991 adalah
sebagai berikut:
RWL = LC × HM × VM × DM × AM × FM × CM (II.1)
Keterangan:
RWL : Batas beban yang direkomendasikan.
LC : Konstanta pembebanan = 23 kg
HM : Faktor pengali horizontal = 25/H (II.2)
VM : Faktor pengali vertikal = 1- (0,003 |V - 75|) (II.3)
DM : Faktor pengali perpindahan = 0,82 + 4,5/D (II.4)
AM : Faktor pengali asimetrik = 1 – 0,0032 A (II.5)
FM : Faktor pengali frekuensi
CM : Faktor pengali kopling (handle)
Notes: Tiap faktor pengali mempunyai nilai maksimum 1 yang artinya jika semua
pengali bernilai 1, maka nilai RWL yang didapatkan sama dengan nilai LC yakni 23 kg.
Ini disebut sebagai kondisi optimal pengangkatan. Semakin kecil nilai faktor pengali,

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-4

maka semakin kecil pula batas beban yang diangkat. Dahulukan untuk memberbaiki
kondisi pengangkatan dengan faktor pengali yang paling kecil (menjauhi nilai 1).
Berikut adalah penjelasan mengenai variabel-variabel yang digunakan pada rumus
perhitungan batas beban yang direkomendasikan oleh NIOSH:
a. Load Constanta (LC)
Berat objek yang akan diangkat, dalam pound atau kilogram, termasuk wadah
yang akan diangkat. Konstanta beban bernilai 23kg/50lbs, konstanta beban
tersebut merupakan beban maksimum yang direkomendasikan pada saat
pengangkatan.
b. Horizontal Multiplier (HM)
Jarak horizontal adalah titik tengah antara pegelangan kaki dan pegangan
tangan, dalam satuan centimeter atau inci. Perhitungan horizontal multiplier
10/H untuk H yang diukur dalam inci, dan 25/H untuk H yang diukur dalam
centimeter. Grafik faktor pengali horizontal dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Grafik Pengali Horizontal


(Sumber: NIOSH, 1994)
Notes: Jika H < 25 cm maka diasumsikan H sama dengan 25 cm dan HM = 1.
Nilai H sangat ditentukan oleh sikap tubuh pengangkatan. Kondisi yang ideal
adalah saat beban sedekat mungkin dengan tubuh, yang akan memberikan nilai
H yang paling kecil dan HM = 1. Pada grafik di atas dapat dilihat terjadi
penurunan yang sangat tajam seiring dengan penambahan H.
c. Vertical Multiplier (VM)
Jarak tangan di atas lantai, dalam inci atau centimeter. Perhitungan vertical
multiplier 1 – (0,0075 × |V – 30|) untuk V yang diukur dalam inci, dan 1 – (0,003
× |V – 75|) untuk V yang diukur dalam centimeter. Bentuk pengangkatan dalam
biomekanika dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-5

Gambar 2.2 Jarak Horizontal dan Vertikal


(Sumber: Kumar, 2007)
Grafik faktor pengali vertikal dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Grafik Pengali Vertikal


(Sumber: NIOSH, 1994)
Notes: Nilai V ditentukan oleh sikap tubuh pengangkatan, dengan kondisi ideal
adalah saat beban setinggi pinggang (V = 75 cm sehingga VM = 1). Pada grafik
di atas dapat dilihat terjadinya perubahan VM terhadap V yang bersifat linear,
walaupun relatif tidak setajam perubahan HM terhadap H.
Untuk pekerja Indonesia, terdapat perbedaan VM sebagai berikut:
VM = 1 – 0,132|V - 69|, Untuk pengangkatan dengan ketinggian awal di atas 69
cm
VM = 1 – 0,145|69 - V|, Untuk pengangkatan dengan ketinggian awal di bawah
69 cm.
d. Distance Multiplier (DM)
Jarak perjalanan vertical tangan antara titik asal dengan tujuan pengangkatan.
Perhitungan distance multiplier (0,82 + (1,8/D)) untuk D yang diukur dalam
inci, dan (0,82 + 4,5/D) untuk D yang diukur dalam centimeter.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-6

Gambar 2.4 Jarak Horizontal, Vertikal, dan Perpindahan


(Sumber : Bridger, 2018)
Grafik faktor pengali jarak dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Grafik Pengali Jarak


(Sumber: NIOSH, 1994)
Notes: Nilai D diasumsikan antara 25 cm sampai dengan 175 cm. Jika nilai D <
25 cm, maka dianggap 25 cm. Nilai D juga ditentukan oleh sikap tubuh saat
pengangkatan yang melibatkan kondisi awal dan akhir dengan kondisi ideal
adalah jarak perpindahan vertikal kurang dari 25 cm dan VM = 1. Pada grafik di
atas dapat dilihat perubahan nilai DM terhadap nilai D meskipun tidak setajam
perubahan nilai HM terhadap H.
e. Asymetric Multiplier (AM)
Faktor pengali asimetri dimana variabel A merupakan sudut asimetrik yang
merupakan sudut yang dibentuk antara garis asimetrik dan pertengahan garis
sagital. Sudut asimetri ditentukan oleh lokasi beban yang terhadap bidang
midsagittal pekerja, sebagaimana ditentukan oleh postur tubuh netral, bukan
posisi kaki ataupun tingkat putaran tubuh. Perhitungan asymmetric multiplier
(1 – (0,0032A)). Garis Asimetrik adalah garis horizontal yang menghubungkan
titik tengah dari garis penghubung kedua mata kaki bagian dalam dan proyeksi
titik tengah beban pada lantai. Garis Sagital adalah garis yang melalui titik
tengah kedua mata kaki bagian dalam dan berada pada bidang sagital.
Representasi sudut asimetrik seperti pada Gambar 2.6.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-7

Gambar 2.6 Representasi Sudut Asimetrik


(Sumber: Kumar, 2007)
Grafik faktor pengali asimetri dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Grafik Pengali Asimetri


(Sumber: NIOSH, 1994)
Notes: Kondisi optimal adalah dimana AM = 1 yang diperoleh saat posisi tubuh
berada dalam keadaan netral (tidak berputar). Dari grafik di atas dapat dilihat
perubahan AM terhadap A (dalam derajat) yang menunjukkan perubahan linear.
Walaupun kondisi kaki tidak sejajar namun garis frontal dan sagital tetap
mengikuti tegak lurus dari badan operator.
f. Frequency Multiplier (FM)
Nilai FM ditentukan tergantung pada jumlah rata-rata pengangkatan tiap menit,
jarak vertical dari titik asal, dan durasi dalam proses pengangkatan. Untuk
faktor pengali frekuensi dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-8

Tabel 2.1 Faktor Pengali Frekuensi


Work Duration
Frequency
 1 Hour ≤ 2 Hour ≤ 8 Hour
Lift min (F)
V<75 cm V75 cm V<75 cm V75 cm V<75 cm V75 cm
0.2 1.00 1.00 0.95 0.95 0.85 0.85
0.5 0.97 0.97 0.92 0.92 0.81 0.81
1 0.94 0.94 0.88 0.88 0.75 0.75
2 0.91 0.91 0.84 0.84 0.65 0.65
3 0.88 0.88 0.79 0.79 0.55 0.55
4 0.84 0.84 0.72 0.72 0.45 0.45
5 0.80 0.80 0.60 0.60 0.35 0.35
6 0.75 0.75 0.50 0.50 0.27 0.27
7 0.70 0.70 0.42 0.42 0.22 0.22
8 0.60 0.60 0.35 0.35 0.18 0.18
9 0.52 0.52 0.30 0.30 0.00 0.15
10 0.45 0.45 0.26 0.26 0.00 0.13
11 0.41 0.41 0.00 0.23 0.00 0.00
12 0.37 0.37 0.00 0.21 0.00 0.00
13 0.00 0.34 0.00 0.00 0.00 0.00
14 0.00 0.31 0.00 0.00 0.00 0.00
15 0.00 0.28 0.00 0.00 0.00 0.00
>15 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
(Sumber: Bridger, 2018)
Notes: Untuk pengangkatan dengan frekuensi per menit < 0,2 maka diambil
nilai frekuensi per menit = 0,2. Jika ada nilai frekuensi lift per menit dalam
bentuk desimal, maka dilakukan roundup.
g. Coupling Multiplier (CM)
Sifat metode kopling atau pegangan tangan ke objek dapat mempengaruhi tidak
hanya gaya maksimum yang dapat atau harus dilakukan pekerja pada objek,
tetapi juga lokasi vertikal tangan selama pengangkatan. Kopling yang '' baik ''
akan mengurangi gaya pegang maksimum yang diperlukan dan meningkatkan
bobot yang dapat diterima untuk pengangkatan, sedangkan kopling '' buruk ''
umumnya akan membutuhkan gaya pegang maksimum yang lebih tinggi dan
menurunkan bobot yang dapat diterima untuk pengangkatan. Dapat dilihat
klasifikasi kopling tangan ke container pada Tabel 2.2.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-9

Tabel 2.2 Tabel Klasifikasi Kopling Tangan ke Cointainer


Good Fair Poor
Wadah dengan desain
optimal, seperti Wadah dengan desain yang Wadah dengan desain
beberapa kotak, peti, dll. optimal, kopling tangan ke yang kurang optimal atau
Kopling tangan ke objek objek yang “fair” ada bagian longgar atau
yang “good” didefinisakn sebagai benda tidak beraturan
didefinisikan sebagai pegangan atau potongan yang besar, sulit ditagani,
pegangan atau potongan pegangan dengan desain atau memiliki tepi yang
pegangan tangan dengan yang kurang optimal (lihat tajam (lihat note 5
desain optimal (lihat note 1 sampai 4 dibawah) dibawah)
note 1 sampai 3 dibawah)
Untuk bagian yang
longgar atau benda tidak Wadah dengan desain yang
beraturan, yang biasanya optimal tanpa pegangan
tidak dimasukan kedalam atau lubang pegangan
container, seperti bahan tangan atau untuk bagian
coran, stok, dan pasokan. longgar atau benda tidak
Mengangkat tas yang tidak
Kopling tangan ke objek beraturan, pegangan
kaku (mis., tas yang
yang “good” tangan ke objek yang
melorot ditengah)
didefinisikan sebagai “fair” didefinisikan
pegangan yang nyaman sebagai pegangan di mana
dimana tangan dapat tangan dapat dilipat 90
dengan mudah di pegang derajat (lihat note 4
disekitar objek (lihat dibawah)
note 6 dibawah)
(Sumber: Kumar, 2007)
Notes:
1. Desain pegangan yang optimal memiliki diameter 0,75–1,5 inci (1,9–3,8 cm),
panjang 4,5 inci (11,5 cm), jarak bebas 2 inci (5 cm), bentuk silinder, dan
permukaan anti selip yang halus.
2. Pemutus pegangan tangan yang optimal memiliki karakteristik perkiraan
sebagai berikut: tinggi 1,5 inci (3,8 cm), panjang 4,5 inci (11,5 cm), bentuk
semioval, jarak bebas 2 inci (5 cm), anti selip halus permukaan, dan
ketebalan wadah 0,25 inci (0,60 cm) (misalnya, karton tebal ganda).
3. Desain wadah yang optimal memiliki panjang bagian depan 16 inci (40 cm),
tinggi 12 inci (30 cm), dan permukaan anti selip yang halus.
4. Seorang pekerja harus mampu menjepit jari hampir 90 derajat di bawah
wadah, seperti yang diperlukan saat mengangkat kotak karton dari lantai.
5. Wadah dianggap kurang optimal jika memiliki panjang bagian depan> 16 inci
(40 cm), tinggi> 12 inci (30 cm), permukaan kasar atau licin, tepi tajam,
pusat massa asimetris, isi tidak stabil, atau membutuhkan penggunaan
sarung tangan.
6. Seorang pekerja harus dapat dengan nyaman membungkus tangan di sekitar
objek tanpa menyebabkan penyimpangan pergelangan tangan yang
berlebihan atau postur yang canggung, dan pegangan tidak memerlukan
tenaga yang berlebihan.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-10

Untuk Faktor Pengali coupling dapat dilihat pada Tabel 2.3.


Tabel 2.3 Faktor Pengali Coupling
Coupling Type V  30 in. (75 cm) V  30 in. (75 cm)
Baik (Good) 1.00 1.00
Sedang (Fair) 0.95 1.00
Buruk (Poor) 0.90 0.90
(Sumber: Kumar, 2007)
Notes: Kondisi coupling yang baik adalah adanya handle yang nyaman dipegang
oleh tangan. Kondisi coupling yang buruk berarti tidak terdapat handle sama
sekali pada benda yang akan diangkat (contohnya karung beras atau tepung).
Kondisi coupling dinilai cukup jika berada di antara baik dan buruk, contohnya
terdapat pegangan tangan, namun tidak nyaman digunakan atau tidak sesuai
dengan antropometri tangan.

2. Lifting Index (LI)


Lifting index Menurut (Kumar, 2007) adalah istilah yang memberikan perkiraan relatif
dari tingkat stres fisik yang terkait dengan tugas pengangkatan manual tertentu.
Perkiraan tingkat tekanan fisik ditentukan oleh hubungan berat beban yang diangkat
dan batas berat yang direkomendasikan. LI dapat digunakan untuk memperkirakan
besarnya tegangan fisik untuk suatu tugas atau pekerjaan. Semakin besar LI, semakin
kecil fraksi (sekumpulan orang) pekerja yang mampu mempertahankan tingkat aktivitas
dengan aman. Dengan demikian, dua atau lebih desain pekerjaan bisa dibandingkan. LI
juga bisa membantu memprioritaskan desain ulang ergonomis. Misalnya, serangkaian
pekerjaan yang dicurigai berbahaya dapat digolongkan menurut LI dan strategi
pengendalian dapat dikembangkan sesuai dengan urutan pesanan yaitu, pekerjaan
dengan indeks pengangkatan di atas 1,0 lebih baik dilakukan proses desain ulang).
LI didefinisikan dengan persamaan berikut:
Berat Benda
LI = (II.6)
RWL

Hasil lifting index dapat diklasifikasikan sesuai Tabel 2.4.


Tabel 2.4 Klasifikasi Hasil Lifting Index
Klasifikasi Keterangan
LI ≤ 1 Aman
1 < LI ≤ 3 Mungkin berisiko
LI > 3 Berisiko
(Sumber: Iridiastadi & Yassierli, 2014)

3. Maximum Permissible Limit (MPL)


MPL merupakan batas besarnya gaya tekan pada segmen L5/S1 dari kegiatan
pengangkatan dalam satuan Newton yang distandarkan oleh NIOSH. Pada metode MPL,
input berupa rentang postur (posisi aktivitas), ukuran beban dan ukuran manusia yang
dievaluasi. Proses analisis dimulai dengan melakukan perhitungan gaya yang terjadi
pada telapak tangan, lengan bawah, lengan atas, dan punggung. Output yang dihasilkan

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-11

berupa gaya tekan/kompresi pada lumbar kelima sacrum pertama (L5/S1) yang
terdapat pada Gambar 2.8. Standar yang diberikan metode MPL adalah besar gaya tekan
di bawah 3400 N pada L5/S1 sedangkan gaya geser di bawah 500 N pada L5/S1,
sehingga didapat standar sebagai berikut:
1. Apabila F < 3400 N (Aman).
2. Apabila S < 500 N (Aman.
Semakin kecil gaya tekan dan gaya geser pada L5/S1 maka mengakibatkan postur tubuh
yang lebih baik.
( Notes : Semakin membungkuk (sudut 𝛼 membesar) maka tekanan pada L5/S1 semakin
besar, sedangkan semakin tegak (sudut 𝛼 mengecil) maka tekanan pada L5/S1 semakin
kecil. Sudut 𝛼 dan jarak antara posisi beban & L5/S1 yang terbentuk dapat
mempengaruhi besarnya beban dan gaya-gaya yang timbul pada tulang belakang. )

Gambar 2.8 Tulang Belakang

Dalam gerakan pada sistem kerangka otot, otot bereaksi terhadap tulang untuk
mengendalikan gerak rotasi di sekitar sambungan tulang, beberapa sistem pengungkit
menjelaskan hal tersebut. Dalam sistem ini otot bertindak sebagai sistem mekanis yang
berfungsi untuk suplai energi kinetik dan gerakan angular.
Setiap segmen tubuh memiliki nilai persentase masing-masing dalam pengaruhnya
terhadap gaya tekan (Fc) pada L5/S1. Besarnya nilai persentase setiap segmen tubuh
dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-12

Gambar 2.9 Persentase Segmen (Sumber: Tayyari, 1997)

Penyelesaian untuk mendapatkan persamaan biomekanika untuk pengangkatan adalah


sebagai berikut (Helander, 2005):
B = Berat Badan x Proporsi Tubuh x g (II.7)
Momen di L5/S1: ES x 0,06 = B.b + W.w (II.8)
Gaya-gaya di spine: F – ES – B Cos α – W Cos α = 0 (II.9)
Gaya-gaya perpendikular untuk spine: S – B Sin α – W Sin α = 0 (II.10)
Keterangan:
ES = Gaya otot tulang punggung (Erector Spine) (F otot)
F = Gaya tekan pada lempeng (F compression)
S = Gaya geser lempeng (F shear)
B = Beban tubuh bagian atas (lihat gambar persentase distribusi berat tubuh pada
tiap segmen)
W = Beban angkat
b = Jarak dari L5/S1 ke titik pusat masa tubuh bagian atas
w = Jarak dari L5/S1 ke titik pusat masa benda yang diangkat
g = Gaya gravitasi (10 m/dt2)

2.2.2 Pengukuran Beban Postur Tubuh


Pengukuran beban postur tubuh dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis level
risiko cedera dari suatu pekerjaan yang dilakukan. Banyak metode yang digunakan untuk
mengukur beban postur tubuh. Metode pengukuran beban postur tubuh dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu metode objektif dan metode subjektif.
Metode pengukuran beban postur tubuh secara objektif adalah metode yang dilakukan
dengan cara menganalisis posisi operator pada saat melakukan suatu pekerjaan. Metode
pengukuran beban postur secara subjektif adalah metode yang dilakukan dengan cara

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-13

menganalisis operatornya secara langsung melalui kuisioner tentang beban postur tubuh yang
dialami oleh operator tersebut.
1. Metode pengukuran beban postur tubuh secara subjektif yaitu:
a. Quick Exposure Check (QEC)
Quick Exposure Check dikembangkan untuk memungkinkan praktisi kesehatan dan
keselamatan melakukan penilaian keterpaparan pekerja terhadap Work-related
Musculoskeletal Disorders (WMSD). Oleh karena itu, QEC adalah alat yang
dirancang untuk dan oleh praktisi. Ini menilai eksposur dan perubahan eksposur ke
faktor risiko utama untuk WMSD. Dengan menilai keterpaparan dan bukan risiko,
keefektifan intervensi di tempat kerja dapat dievaluasi tanpa menunggu
perubahan dalam WMSD menjadi jelas. (David, Woods, & Buckle, 2005).
Quick Exposure Check terdiri dari dua checksheet: checksheet pertama harus
diselesaikan oleh pengamat, yang lainnya oleh operator/pekerja. Checksheet yang
diselesaikan oleh pengamat terdiri dari delapan item cek yang dikelompokkan
berdasarkan bagian tubuh: tulang belakang, bahu/lengan, pergelangan
tangan/tangan dan leher. Pertanyaan untuk beberapa item disediakan dalam
bentuk pilihan ganda.
Lembar kerja yang diselesaikan oleh operator/pekerja adalah kuesioner pilihan
ganda yang terdiri dari tujuh pertanyaan. Hasil dari kedua lembar cek tersebut
dialihkan ke lembaran ketiga, yang disebut dengan lembar penilaian. Lembar
penilaian terdiri dari matriks untuk setiap item. Matriks memungkinkan pengamat
untuk membandingkan hasil checksheet pengamat dengan pekerja untuk
mendapatkan satu skor. Nilai dari semua matriks untuk wilayah tubuh tertentu
kemudian dijumlahkan, untuk memberikan skor risiko indikatif total untuk wilayah
tubuh tersebut. QEC dirancang untuk digunakan untuk menilai dampak sebelum
dan sesudah intervensi diterapkan, untuk memantau dan memastikan bahwa
pengurangan risiko telah dicapai. Setelah menghitung exposure score maka
dilanjutkan dengan menghitung nilai exposure level pada setiap stasiun kerja.
Rumus untuk menghitung exposure level yaitu:
X
E(%) = ×100% (II.11)
Xmax

X = Total skor yang didapat untuk paparan risiko cedera untuk punggung,
bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher yang diperoleh dari
perhitungan kuesioner.
Xmax = Total maksimum skor untuk paparan yang mungkin terjadi untuk punggung,
bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher. Xmax konstan untuk beberapa
pekerjaan seperti untuk pekerjaan statis nilai Xmax yang mungkin terjadi
adalah 162 dan untuk pekerjaan manual handling (mengangkat
benda/menarik benda, membawa benda) nilai Xmax yang mungkin terjadi
adalah 176.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-14

Perhitungan nilai exposure level untuk klasifikasi pada stasiun kerja yang diamati.
Klasifikasi exposure level dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut.
Tabel 2.5 Klasifikasi Exposure Level
QEC Score (Total Presentase) Tindakan
≤ 40% Aman atau dapat diterima
41–49% Diperlukan perbaikan untuk waktu secepatnya
50-69% Tindakan perbaikan dalam waktu dekat
≥ 70% Tindakan perbaikan secepatnya
Worksheet Quick Exposure Check dapat dilihat pada Gambar 2.10, Gambar 2.11,
dan Gambar 2.12:

Gambar 2.10 Worksheet 1 Quick Exposure Check

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-15

Gambar 2.11 Worksheet 2 Quick Exposure Check

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-16

Gambar 2.12 Worksheet 3 Quick Exposure Check

b. OWAS (Ovako Working-posture Assesment System)


OWAS merupakan sebuah metode analisa postur kerja dengan melakukan evaluasi
postur kerja yang mengakibatkan cedera musculoskeletal (Karhu dkk., 1981 dikutip
oleh Suhardi & Astuti, 2008). OWAS dikembangkan di sebuah industri baja di
Finlandia, Ovako Oy, pada tahun 1973 untuk menggambarkan beban kerja dalam
merombak peleburan besi. Metode ini digunakan untuk mengklasifikasikan postur
kerja dan beban yang digunakan selama proses kedalam beberapa kategori fase
kerja dengan mengidentifikasi postur kerja yang paling umum untuk punggung,
lengan dan kaki, serta berat beban yang ditangani. Postur tubuh dianalisa dan

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-17

kemudian diberi nilai untuk diklasifikasikan. Sebanyak 252 postur telah


diklasifikasikan ke dalam empat kategori tindakan yang menunjukkan kebutuhan
akan perubahan ergonomi. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan snapshot
dan sampel yang diambil biasanya selama interval waktu yang konstan. Gambar
kategori tindakan kerja OWAS dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Berikut ini adalah klasifikasi sikap bagian tubuh yang diamati untuk dianalisa dan
dievaluasi (Karhu, 1981):
 Sikap Punggung :
1. Lurus
2. Membungkuk
3. Memutar atau miring kesamping
4. Membungkuk dan memutar atau membungkuk kedapan dan menyamping

Gambar 2.13 Klasifikasi Sikap Punggung


 Sikap Lengan:
1. Kedua lengan berada dibawah bahu
2. Satu lengan berada pada atau diatas bahu
3. Kedua lengan pada atau diatas bahu

Gambar 2.14 Klasifikasi Sikap Lengan


 Sikap Kaki:
1. Duduk
2. Berdiri bertumpu pada kedua kaki lurus
3. Berdiri bertumpu pada satu kaki lurus
4. Berdiri bertumpu pada kedua kaki dengan lutut ditekuk
5. Berdiri bertumpu pada satu kaki dengan lutut ditekuk
6. Berlutut pada satu atau kedua lutut
7. Berjalan

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-18

Gambar 2.15 Klasifikasi Sikap Kaki


 Berat Beban :
1. Berat beban adalah kurang dari 10 Kg (W = 10 Kg)
2. Berat beban adalah 10 Kg – 20 Kg (10 Kg < W ≤ 20 Kg)
3. Berat beban adalah lebih besar dari 20 Kg (W > 20 Kg)
Hasil dari analisa postur kerja OWAS terdiri dari empat level skala sikap kerja yang
berbahaya bagi para pekerja.
KATEGORI 1: Pada sikap ini tidak ada masalah pada sistem muskuloskeletal. Tidak
perlu ada perbaikan.
KATEGORI 2: Pada sikap ini berbahaya pada sistem musculoskeletal, postur kerja
mengakibatkan pengaruh ketegangan yang signifikan. Perlu perbaikan dimasa yang
akan datang.
KATEGORI 3: Pada sikap ini berbahaya pada sistem musculoskeletal, postur kerja
mengakibatkan pengaruh ketegangan yang sangat signifikan. Perlu perbaikan
segera mungkin.
KATEGORI 4: Pada sikap ini sangat berbahaya pada sistem muskuloskeletal, postur
kerja ini mengakibatkan resiko yang jelas. Perlu perbaikan secara langsung / saat
ini juga.
Tabel kategori tindakan kerja OWAS dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Tabel Kategori Tindakan Kerja OWAS
Leg
1 2 3 4 5 6 7
B A s
A R Use
C M of
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
K S For
ce
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
1 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3
2 2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 2 3 4
3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 3 4 4 4 1 1 1 1 1 1
3 2 2 2 3 1 1 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3 1 1 1
3 2 2 3 1 1 1 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1
1 2 3 3 2 2 3 2 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
4 2 3 3 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
3 4 4 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
(Sumber: Setiorini, 2020)
Notes: Untuk mendapatkan hasil kategori tindakan dengan menggunakan metode
OWAS, dapat ditentukan melalui 3 bagian bagian tubuh dan bebannya, ketiga

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-19

bagian tubuh dan beban tersebut masuk ke nomor berapa lalu tentukan masuk
kategori tindakan yang mana.
c. Nordic Body Map (NBM)
Nordic Body Map merupakan suatu tools dalam ilmu Ergonomi berupa kuesioner
yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan atau kesakitan
pada tubuh dan dapat mengidentifikasi WMSDs dari pekerja. Kuesioner berisikan
empat skala diantaranya skala A (Tidak Sakit) dengan skor 1, skala B (Cukup Sakit)
dengan skor 2, skala C (Sakit) dengan skor 3, skala D (Sangat Sakit) dengan skor 4.
Terdapat 27 titik otot jenis keluhan yang diamati dalam kuesioner tersebut.
Kondisi fisik yang harus dihindari adalah Work-related Musculoskeletal Disorder
(WMSDs) dan ini berkaitan erat dengan tipe pekerjaan, usia, berat badan,
pengalaman kerja, jenis kelamin, status pernikahan dan tingkat pendidikan.
(Choobineh dkk, 2013 dalam Dewi, 2020). Untuk mengetahui lebih detil bagian
tubuh yang mengalami gangguan atau rasa sakit saat bekerja dapat digunakan
metode Nordic Body Map, meskipun bersifat subjektif, namun kuesioner ini sudah
terstandarisasi dan valid untuk digunakan. (Santoso dkk, 2014 dalam Dewi, 2020).
Nordic Body Map digunakan untuk mengetahui keluhan Musculosceletal Disorder
(MSDs) yang dirasakan pekerja. Keluhan MSDs tersebut akan diketahui dengan
menggunakan kuesioner yang berupa beberapa jenis keluhan MSDs pada peta tubuh
manusia. Keluhan pada sistem musculoskeletal merupakan keluhan pada bagian-
bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang, mulai dari keluhan sangat ringan
sampai sangat sakit (Tarwaka, dkk. 2004). Keterangan skala Nordic Body Map dapat
dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Keterangan Skala Nordic Body Map
Tingkat Keluhan Keterangan
A Tidak Terasa Sakit
B Cukup Sakit
C Sakit
D Sangat Sakit

Kuesioner Nordic Body Map dapat dilihat pada Tabel 2.8

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-20

Tabel 2.8 Kuesioner Nordic Body Map

Untuk menghitung total skor Nordic Body Map yaitu


Total Skor Individu = ∑ skor tingkat rasa sakit (II.12)
Tabel klasifikasi tingkat risiko dapat dilihat pada Tabel 2.9
Tabel 2.9 Tabel Klasifikasi Tingkat Risiko Berdasarkan Total Skor Individu
Skala Total Skor Tingkat
Tindakan Perbaikan
Likert Individu Risiko
Belum diperlukan adanya tindakan
1 28-49 Rendah
perbaikan
Mungkin diperlukan tindakan
2 50-70 Sedang
dikemudian hari
3 71-90 Tinggi Diperlukan tindakan segera
Diperlukan tindakan menyeluruh
4 91-122 Sangat Tinggi
segera mungkin
(Sumber: Dewi, 2020)
Selain itu kelebihan dan kekurangan pada metode subjektif dapat dilihat pada
Tabel 2.10
Tabel 2.10 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Beban Postur Tubuh Subjektif
Metode Kelebihan Kekurangan

1. Dapat digunakan untuk


sebagian besar faktor
risiko fisik dari MSDs.

Quick Exposure Check 1. Metode hanya berfokus


(QEC) pada faktor fisik di
(Adha, dkk. 2014) 2. Mempertimbangkan tempat kerja.
kebutuhan peneliti dan
bisa digunakan oleh
peneliti yang tidak
berpengalaman.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-21

Tabel 2.10 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Beban Postur Tubuh Subjektif
(Lanjutan)
Metode Kelebihan Kekurangan
3. Membandingkan paparan
risiko cedera diantara
dua orang atau lebih yang
melakukan pekerjaan
yang sama, atau diantara
orang-orang yang 2. Pelatihan dan praktek
melakukan pekerjaan tambahan diperlukan
Quick Exposure Check
yang berbeda. oleh penggunaan yang
(QEC)
belum berpengalaman
(Adha, dkk. 2014) 4. Meningkatkan kesadaran
untuk pengembangan
diantara para manajer,
realibilitas pengukuran.
engineer, desainer,
praktisi keselamatan dan
kesehatan kerja dan para
operator mengenai faktor
risiko musculoskeletal
pada stasiun kerja.
1. Mudah dipelajari dan
1. Kategori postur untuk
digunakan dengan tingkat
trunk dan bahu kurang
reliabilitas yang relative
spesifik.
tinggi.
2. Hasilnya dapat
dibandingkan dengan
2. Tidak menilai faktor
metode yang berbeda
durasi dari postur.
untuk menetapkan
prioritas diintervensi.
3. Skor dari masing-masing
bagian tubuh dapat 3. Tidak memisahkan
digunakan untuk sebelum bagian tangan/kaki
Ovako Working posture
dan sesudah perbandingan menjadi sebelah kanan
Assesment System
untuk evaluasi efektivitas atau kiri.
(OWAS)
intervensi.
(Selvianti, 2009)
4. Tidak menilai postur
pada bagian siku dan
4. Skor dari masing-masing
pinggang, padahal
bagian tubuh dapat
berat beban yang
digunakan untuk studi
diangkat berisiko
epidemiologi.
terhadap postur siku
dan pinggang.
5. Relatif mudah
menyesuaikan dengan 5. Belum menilai faktor
sistem sesuai kebutuhan risiko ergonomic dari
pengguna yang lebih lingkungan.
spesifik.
1. Mengkaji seluruh tubuh
yang dibagi ke dalam 1. Hanya melihat keluhan
sembilan bagian tubuh secara subjektif

2. Dapat digunakan untuk


mengevaluasi keluhan
2. Subjektivitas tinggi
Nordic Body Map MSDs (Muscoskeletal
(NBM) Disorders)
(Aghnia, 2017) 3. Tidak dapat
mengetahui total skor
secara menyeluruh dari
3. Menggunakan 28 titik atau
suatu pekerjaan
pertanyaan bagian tubuh
4. Tidak terlalu melihat
faktor fisik di tempat
kerja
Notes: MSDs adalah sekumpulan gangguan atau kekacauan pada sistem
muskuloskeletal (musculosceletal disorders) berupa cedera pada syaraf, otot,

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-22

tendon, ligamen, tulang dan persendian pada titik-titik ekstrim tubuh bagian atas
(tangan, pergelangan, siku dan bahu), tubuh bagian bawah (kaki, lutut dan pinggul)
dan tulang belakang (punggung dan leher).

2. Metode pengukuran beban postur tubuh secara objektif yaitu:


a. Rapid Upper Limb Assesment (RULA)
RULA dikembangkan untuk mengevaluasi keterpaparan pekerja individu terhadap
faktor risiko ergonomis yang terkait dengan MSD (Musculoskeletal Disorder)
ekstremitas atas. Alat penilaian ergonomis RULA mempertimbangkan persyaratan
beban biomekanik dan postur dari pekerjaan di bagian leher, batang tubuh, dan
ekstremitas atas. Worksheet digunakan untuk mengevaluasi postur tubuh, gaya,
dan pengulangan yang diperlukan. Berdasarkan evaluasi, skor dimasukkan untuk
setiap wilayah tubuh di bagian A untuk lengan dan pergelangan tangan, dan bagian
B untuk leher dan badan. Setelah data tiap daerah dikumpulkan dan diberi skor,
tabel pada worksheet tersebut kemudian digunakan untuk menyusun faktor risiko
sehingga menghasilkan skor yang mewakili tingkat risiko MSD. Kelebihan metode
RULA dibandingkan metode sejenis adalah kemudahan dalam perhitungan dan
pengukuran serta pengisian lembar kerja. Dalam waktu yang relatif singkat,
kesimpulan dapat langsung diambil. Kekurangan metode ini adalah validasi dari
kesimpulan yang belum teruji untuk bermacam-macam kondisi pekerjaan karena
ketepatan, tingkat spesifik yang kurang serta nilai prediksi dalam mengkuantifikasi
level risiko cedera yang sebenarnya masih memerlukan penelitian lebih lanjut (Li
dan Buckle, 1999). Worksheet RULA dapat dilihat pada Gambar 2.16 sebagai
berikut.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-23

Gambar 2.16 Worksheet Rapid Upper Limb Assesment (RULA)


(Sumber: Middlesworth, 2020)
Tabel Klasifikasi tingkat risiko MSD pada RULA dapat dilihat pada tabel 2.11.
Tabel 2.11 Tabel Klasifikasi Tingkat Risiko MSD pada RULA
Score Level Risiko dari MSD
Risiko yang diabaikan, tidak ada tindakan
1-2
yang diperlukan
Risiko rendah, perubahan mungkin
3-4
diperlukan
Risiko sedang, investigasi lebih lanjut,
5-6
segera diadakan perubahan
Risiko yang sangat tinggi, perlu diadakan
6+
perubahan sekarang

b. Rapid Entire Body Assesment (REBA)


Alat penilaian ergonomis ini menggunakan proses sistematis untuk mengevaluasi
MSD (Musculoskeletal Disorder) postur seluruh tubuh dan risiko yang terkait dengan
tugas pekerjaan. Worksheet ini digunakan untuk mengevaluasi postur tubuh yang
diperlukan atau dipilih, pengerahan tenaga yang kuat, jenis gerakan atau tindakan,
pengulangan, dan kopling. REBA dirancang agar mudah digunakan tanpa perlu gelar
yang lebih tinggi dalam ergonomi atau menggunakan peralatan yang mahal. Dengan
menggunakan worksheet REBA, penilai akan memberikan skor untuk setiap bagian
tubuh berikut: pergelangan tangan, lengan bawah, siku, bahu, leher, batang,
punggung, kaki dan lutut. Setelah data untuk setiap bagian dikumpulkan dan diberi
skor, tabel pada worksheet kemudian digunakan untuk menyusun faktor risiko,
menghasilkan skor yang mewakili tingkat risiko MSD. Kelebihan metode REBA
dibanding dengan metode yang lain adalah metode ini dapat diaplikasikan untuk
seluruh tubuh yang bekerja dan dapat digunakan pada pekerjaan yang statis,

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-24

dinamis, cepat berubah, atau tidak stabil. Kekurangannya yaitu metode ini hanya
dapat digunakan sebagai alat analisis untuk menilai load handling dan metode ini
juga belum menilai faktor risiko ergonomi dan lingkungan.
Persyaratan untuk metode REBA antara lain adalah:
• Pekerjaan menggunakan seluruh tubuh.
• Postur tubuh dalam keadaan diam (statis), bergerak (dinamis), dapat berubah
dengan cepat (rapidly changing) atau tidak stabil.
• Pengambilan postur tubuh diharuskan untuk diambil dari kondisi origin dan
destination, tetapi pada praktikum ini hanya menggunakan satu kondisi yaitu
berada diantara origin dan destination.
• Beban kerja sedang ditangani baik secara terus menerus maupun tidak. Lalu
untuk batasan metode REBA antara lain:
• Metode ini tidak baik untuk menilai pekerjaan yang memiliki banyak jenis
gerakan dalam satu pekerjaan.
• Metode ini memisahkan penilaian risiko cedera menjadi sisi kiri dan kanan
tubuh. Tidak ada metode yang menggabungkan kedua nilai tersebut.
• Metode ini tidak mempertimbangkan efek-efek lain dalam melakukan pekerjaan
seperti kemampuan pekerja, ketidakbiasaan, kesulitan dll.
• Metode ini tidak mempertimbangkan jangka waktu.
• Hanya menyajikan tingkat risiko yang bersifat umum, tidak dapat meramalkan
besarnya luka yang terjadi pada individu pekerja.
• Tidak meliputi faktor risiko individu yang meliputi jenis kelamin, umur, atau
sejarah medis.
Worksheet REBA dapat dilihat pada Gambar 2.17 sebagai berikut.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-25

Gambar 2.17 Worksheet Rapid Entire Body Assesment (REBA)


(Sumber: Middlesworth, 2020)
Tabel Klasifikasi tingkat risiko MSD pada REBA dapat dilihat pada tabel 2.12.
Tabel 2.12 Tabel Klasifikasi Tingkat Risiko MSD pada REBA
Score Level Risiko dari MSD
Risiko yang diabaikan, tidak ada tindakan
1
yang diperlukan
Risiko rendah, perubahan mungkin
2-3
diperlukan
Risiko sedang, investigasi lebih lanjut,
4-7
segera diadakan perubahan
Risiko tinggi, investigasi dan perlu
8-10
diadakan perubahan
11+ Risiko sangat tinggi, adakan perubahan

3. Analisis Postur Kerja terhadap Gangguan Musculoskeletal


Salah satu dampak yang ditimbulkan dari aktifitas manusia yang tidak memperhatikan
sisi ergonomi yaitu Musculoskeletal Disorders (MSDs). Work Related Musculoskeletal
Disorder (WMSD) didefinisikan sebagai gangguan dan penyakit yang terjadi pada sistem
musculoskeletal, yang memiliki beberapa komponen penyebab terkait pekerjaan.
Keluhan musculoskeletal dikelompokan menjadi dua (Tarwaka, dkk.2004) yaitu:
a. Keluhan sementara (reversible)
b. Keluhan menetap (persistent)
Terdapat beberapa jenis Work Related Musculoskeletal Disorder secara umum menurut
Wiley & Inc (2012), yaitu :
a. Carpal Tunnel Syndrome
Carpal tunnel adalah pembengkakan yang terletak di bawah otot yang mengikat
pada tulang (carpal ligament), pada sisi telapak tangan dari tulang carpal. Lorong

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-26

ini dilewati oleh saraf median dan tendon fleksor jari. Saraf median merupakan saraf
yang berada di sepanjang lengan dan melewati saluran karpal, berfungsi untuk
mengontrol gerakan dan perasaan pada semua jari kecuali kelingking. Tendon
fleksor jari merupakan tendon yang terletak di sisi telapak tangan yang menekuk.
Penebalan dari selubung tendon meningkatkan volume jaringan yang ada di lorong,
sehingga meningkatkan tekanan pada saraf median.
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Koki, pekerja kantoran (mengetik), pemain alat musik, pengamplasan, pekerjaan
perakitan, proses pengepakan.
Anatomi Carpal Tunnel dapat dilihat pada Gambar 2.17.

Gambar 2.18 Anatomi Carpal Tunnel


(Sumber: Davis, 2005)
Distribusi sensorik saraf median dapat dilihat pada Gambar 2.18.

Gambar 2.19 Distribusi Sensorik Saraf Median


(Sumber: Davis, 2005)
b. Cubital Tunnel Syndrome
Cubital Tunnel adalah tekanan pada saraf ulnaris yang terletak di lengan bawah
dekat dengan sudut siku. Saraf ulnaris melemahkan jari kelingking dan sisi ulnaris
jari manis, dan akan menyebabkan mati rasa pada saraf tertentu. Tekanan ini
menyebabkan dampak seperti kesemutan dan sakit yang menjalar ke jari manis atau
kelingking.
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Meletakan lengan di dekat siku dengan permukaan atau tepi yang tajam.
Anatomi Cubital Tunnel Syndrome dapat dilihat pada Gambar 2.19.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-27

Gambar 2.20 Anatomi Cubital Tunnel Syndrome


(Sumber: Rambe AS, 2004)
c. Tennis Elbow
Tendon yang menempel pada epicondilus menjadi iritasi. Kondisi ini sering terjadi
akibat gerakan melempar yang terlalu keras, supinasi dan pronasi yang berulang
pada lengan bawah (gerakan mengadah dan menelungkup pada lengan), dan gerakan
pada pergelangan tangan yang lama. Kondisi ini sering terjadi pada pemain tenis,
pelempar bola pada baseball, dan orang yang menggunakan palu.
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Bermain alat musik, bermain tennis dan bowling, kegiatan memalu, perakitan
bagian yang kecil.
Penjelasan anatomi Tennis Elbow pada siku dapat dilihat pada Gambar 2.20.

Gambar 2.21 Anatomi Tennis Elbow


(Sumber: Mckesson, 2006 dalam Andiana, 2015)
d. Ganglion Cyst (Bible Bump)
Pembengkakan dari selubung tendon yang berisi cairan sendi (synovial) atau tumor
kista atau selaput sendi. Area yang terkena akan membengkak dan menyebabkan
benjolan di bawah kulit, seringkali pada sisi dorsal (punggung tangan) atau sisi
lingkaran dari pergelangan tangan.
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Proses pemotongan, menggergaji, menekan, penggunaan tang, memasukkan skrup
ke lubang.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-28

e. Shoulder Tendonitis
Rotator cuff merupakan tempat bergabungnya empat otot bahu dan tendonnya yang
menyatu di tulang lengan atas (humerus). Iritasi dan pembengkakan dari tendon
seringkali disebabkan oleh pengangkat lengan secara terus-menerus.
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Kegiatan menekan, pekerjaan perakitan belt conveyor, overhead assembly,
overhead welding, overhead painting, overhead auto repair.
f. Thoracic Outlet Syndrome
Gangguan yang disebabkan oleh tertekannya saraf dan pembuluh darah antara
tulang selangka (klavikula) dengan tulang rusuk pertama dan kedua. Jika kumpulan
saraf ini ditekan maka aliran darah dari lengan akan berkurang. Kondisi ini membuat
lengan mati rasa dan membatasi aktivitas otot.
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Proses penggilingan, proses pemolesan, pengamplasan, perakitan overhead,
mengetik, bermain alat musik, mengemudi truk, membawa berat beban dengan
lengan terentang.
Anatomi TOS dapat dilihat pada Gambar 2.21.

Gambar 2.22 Anatomi Thoracic Outlet Syndrome


(Sumber: Norasteh, 2012)
g. Tenosynovitis
Peradangan pada selubung cairan sendi (synovial) menyebabkan selubungnya
membengkak. Akibatnya, pegerakan dari tendon dengan selubung akan menghambat
dan menimbulkan rasa sakit. Jika selubung yang meradang semakin menekan kepada
tendon, maka kondisi tersebut disebut stenosing tendosynovitis atau trigger finger
(kondisi jari terkunci pada kondisi menekuk).
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Proses penggilingan, proses pemolesan, pengamplasan, mendorong, menekan,
menggergaji, penggunaan tang, memasukkan sekrup ke lubang.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-29

h. Low Back Pain


Low Back Pain adalah gejala ketika terdapat nyeri di antara tulang rusuk ke-12 dan
lipatan inferior gluteal (punggung bawah), dengan tanpa nyeri pada kaki dari
berbagai sebab (Norasteh, 2012), namun bukan sebuah penyakit.
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Duduk dengan posisi dan fasilitas kerja yang salah engan waktu yang lama.

2.3 PERALATAN YANG DIGUNAKAN


Berikut ini merupakan peralatan yang digunakan pada praktikum biomekanika dan
pengukuran beban postur tubuh:
1. Beban dengan berat 4,5 kg setara dengan 3 botol untuk wanita dan 9 kg setara dengan
6 botol untuk pria (1 botol = 1,5 liter)
2. Box/Kardus
3. Meteran
4. Stopwatch
5. Worksheet Maximum Permissible Limit (MPL)
6. Worksheet Nordic Body Map (NBM)
7. Worksheet Rapid Entire Body Assessment (REBA)
8. Worksheet Recommended Weight Limit (RWL)

2.4 LEMBAR PENGAMATAN


Lembar pengamatan terdiri dari lembar pengamatan Recommended Weight Limit,
Maximum Permissible Limit, Rapid Entire Body Assessment, dan Nordic Body Map.
1. Recommended Weight Limit (RWL)
Berikut ini merupakan Worksheet Recommended Weight Limit (RWL) yang digunakan
pada praktikum biomekanika.
LANGKAH 1. Mengukur dan mencatat variabel

Lokasi tangan Sudut Frekuensi


Jarak Kopling
Berat benda Origin Destination Origin Destination lift /min
H V H V D A A F C

LANGKAH 2. Tentukan faktor pengali dan hitung RWL

RWL = LC X HM X VM X DM X AM X FM X CM

Origin RWL = X X X X X X = kg

Destination RWL = X X X X X X = kg

LANGKAH 3. Hitung LIFTING INDEX

Berat benda
Origin LIFTING INDEX = = =
RWL

Berat benda
Destination LIFTING INDEX = = =
RWL

Gambar 2.23 Worksheet Recommended Weight Limit (RWL)

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-30

2. Maximum Permissible Limit (MPL)


Berikut ini merupakan Tabel Maximum Permissible Limit (MPL) yang digunakan pada
praktikum biomekanika.
Tabel 2.13 Tabel Maximum Permissible Limit (MPL)

Weight (kg) Konstanta


Berat Beban α
Berat Badan g

Body Segmentation
Proporsi Tubuh 0.50

Weight (N) Jarak (m)


W w
B b

3. Rapid Entire Body Assesment (REBA)


Berikut ini merupakan Worksheet Rapid Entire Body Assesment (REBA) yang digunakan
pada praktikum biomekanika.

Gambar 2.24 Worksheet Rapid Entire Body Assesment (REBA)


4. Nordic Body Map (NBM)
Berikut ini merupakan Tabel Kuesioner Nordic Body Map (NBM) yang digunakan pada
praktikum biomekanika.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-31

Tabel 2.14 Tabel Kuesioner Nordic Body Map (NBM)

2.5 PROSEDUR PRAKTIKUM


Prosedur dalam menjalankan praktikum yaitu:
1. Asisten menjelaskan hal-hal yang harus dilakukan berkaitan dengan proses kegiatan
praktikum dan pemberian materi melalui video pada e-learning.
2. Praktikan membaca dan memahami studi kasus berupa narasi yang menjelaskan
operator yang bekerja di stasiun kerja pengamasan pada suatu perusahaan yang terdiri
dari dua kondisi yang akan dilakukan oleh praktikan.
3. Studi kasus berisikan durasi pengangkatan, jarak horizontal, jarak vertical, dan sudut
asimetrik untuk origin dan destination pada kedua kondisi yang beru data given.
4. Praktikan melakukan pengangkatan untuk perhitungan Recommended Weight Limit
(RWL) dimana operator adalah praktikan yang telah menjadi operator sebelumnya.
Operator tersebut melakukan pengangkatan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Melakukan pengangkatan beban selaama 3 menit untuk kondisi 1 dan kondisi 2.
Praktikan memindahkan beban (4,5 kg setara dengan 3 botol untuk wanita dan 9
kg setara dengan 6 botol untuk pria) dari origin ke destination dengan jarak sesuai
dengan studi kasus.
b. Mengambil gambar postur tubuh operator tampak kanan dan kiri pada saat
pengangkatan untuk kondisi 1 dan kondisi 2.
5. Praktikan menghitung jumlah pengangkatan selama 3 menit.
6. Seluruh Proses pengangkatan harus disertakan bukti berupa rekaman video.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-32

2.6 PENGOLAHAN DATA


Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam pengolahan data:
1. Hitung Recommended Weight Limit (RWL) berdasarkan rumus yanga ada dalam bentuk
tabel.
2. Untuk Melakukan perhitungan Recommended Weight Limit (RWL) dapat dilihat pada
Gambar 2.23.
3. Hitung Lifting Index (LI) berdasarkan hasil perhitungan Recommended Weight Limit
(RWL).
4. Hitung Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Index (LI) menggunakan software
Ergofellow.
5. Hitung momen di L5/S1, gaya-gaya di spine, dan gaya-gaya perpendicular untuk spine
dimulai dari pengisian Tabel 2.13.
6. Hitung final score Rapid Entire Body Assesment (REBA) dengan software Ergofellow dan
worksheet Rapid Entire Body Assesment (REBA)
7. Hitung total skor individu berdasarkan hasil dari Tabel Kuesioner Nordic Body Map.

2.7 SISTEMATIKA PENULISAN JURNAL AKHIR PRAKTIKUM


COVER
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR TIDAK MENCONTEK
1. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
(Kalimat Pengantar)
1.1 Pengumpulan Data
(Kalimat Pengantar)
1.1.1 Studi Kasus Kondisi Satu
Tulis kembali studi kasus untuk kondisi 1 dengan bahasa sendiri.
1.1.2 Studi Kasus Kondisi Dua
Tulis kembali studi kasus untuk kondisi 2 dengan bahasa sendiri.
1.2 Pengolahan Data
(Kalimat Pengantar)
1.2.1 Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Index (LI)
(Kalimat Pengantar)
1. Kondisi Satu
(Kalimat Pengantar)
a. Perhitungan Manual
(Kalimat Pengantar)
 Worksheet Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Index (LI)
(Kalimat Pengantar Gambar)
Gambar RWL untuk origin dan destination dalam orientation landscape

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-33

LANGKAH 1. Mengukur dan mencatat variabel

Lokasi tangan Sudut Frekuensi


Jarak Kopling
Berat benda Origin Destination Origin Destination lift /min
H V H V D A A F C

LANGKAH 2. Tentukan faktor pengali dan hitung RWL

RWL = LC X HM X VM X DM X AM X FM X CM

Origin RWL = X X X X X X = kg

Destination RWL = X X X X X X = kg

LANGKAH 3. Hitung LIFTING INDEX

Berat benda
Origin LIFTING INDEX = = =
RWL

Berat benda
Destination LIFTING INDEX = = =
RWL

Gambar 2.25 Worksheet Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Index (LI)

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-34

 Contoh Perhitungan Manual


Masukkan perhitungan manual dari D, dan F hingga perhitungan RWL (HM, VM,
DM, AM, FM, CM) dan LI untuk kondisi origin lalu destination.
- Origin
 D = Vd – Vo (1)
= … cm
Banyak Pengangkatan
 F = (2)
Durasi Pengangkatan

= … lift/menit
 LC = 23 kg
25
 HM = (3)
H

=…
 VM = 1- (0,003 |V - 75|) (4)
=…
4,5
 DM = 0,82 + (5)
D

=…
 AM = 1 – 0,0032 A (6)
=…
 FM =…
 CM =…
 RWL = LC × HM × VM × DM × AM × FM × CM (7)
Berat Benda
 LI = (8)
RWL

=…
- Destination
 D = Vd – Vo (1)
= … cm
Banyak Pengangkatan
 F = (2)
Durasi Pengangkatan

= … lift/menit
 LC = 23 kg
25
 HM = (3)
H

=…
 VM = 1- (0,003 |V - 75|) (4)
=…
4,5
 DM = 0,82 + (5)
D

=…
 AM = 1 – 0,0032 A (6)
=…
 FM =…

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-35

 CM =…
 RWL = LC × HM × VM × DM × AM × FM × CM (7)
Berat Benda
 LI = RWL
(8)

=…
b. Arti Lifting Index (LI)
(Penjelasan)
Masukkan hasil perhitungan LI untuk origin dan destination. Setelah itu pilih nilai
RWL terbesar yang akan dijadikan nilai LI terpilih beserta klasifikasi dari LI, dan
kesimpulannya.
Notes: RWL terbesar yang dipilih yang akan mempengaruhi nilai dan klasifikasi LI.
Semakin besar nilai RWL maka nilai LI akan semakin kecil (aman).
c. Validasi Perhitungan dengan Software Ergofellow
(Kalimat Pengantar)
 Hasil Final Score Software Ergofellow Origin
(Kalimat Pengantar Gambar Origin)
Screenshot hasil dari software ergofellow untuk kondisi 1 origin
(Judul Gambar)
 Hasil Final Score Software Ergofellow Destination
(Kalimat Pengantar Gambar Destination)
Screenshot hasil dari software ergofellow untuk kondisi 1 destination
(Judul Gambar)
 Arti Lifting Index (LI)
(Penjelasan)
Cantumkan nilai LI origin dan destination. Sebutkan nilai LI beserta
pengertian dari LI, dan kesimpulannya yang didapat dari software ergofellow
untuk kondisi satu yang terpilih. LI terpilih adalah yang memiliki nilai terkecil.
2. Kondisi Dua
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu).
1.2.2 Maximum Permissible Limit (MPL)
(Kalimat Pengantar)
1. Kondisi Satu Origin
(Kalimat Pengantar)
a. Gambar Postur Operator Kondisi Satu Origin
(Kalimat Pengantar Gambar)
Masukkan foto hasil pengamatan untuk kondisi 1 origin yang telah diberi sudut.
(Judul Gambar)
b. Tabel Maximum Permissible Limit (MPL)
(Kalimat Pengantar Tabel)

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-36

Masukkan tabel MPL untuk kondisi 1 yang telah diisi, masukkan juga perhitungan
MPL secara manual.
Tabel 2.15 Tabel Maximum Permissible Limit (MPL) Kondisi Satu Origin

Weight (kg) Konstanta


Berat Beban α
Berat Badan g

Body Segmentation
Proporsi Tubuh 0.50

Weight (N) Jarak (m)


W w
B b

 Perhitungan Manual
 Momen di L5/S1
ES x 0,06 = B.b + W.w (9)
B.b + W.w
= 0,06

=…
 Gaya-gaya di spine
F – ES – B Cos α – W Cos α = 0 (10)
F = ES + B Cos α + W Cos α
=…
 Gaya gaya perpendicular untuk spine
S – B Sin α – W Sin α = 0 (11)
S = B Sin α + W Sin α
=…
 Kesimpulan
(Penjelasan)
Setelah itu, simpulkan hasil perhitungan manual dan buat kesimpulannya.
2. Kondisi Satu Destination
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu origin).
3. Kondisi Dua Origin
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu origin).
4. Kondisi Dua Destination
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu origin).

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-37

1.2.3 Rapid Entire Body Assessment (REBA)


(Kalimat Pengantar)
1. Kondisi Satu
(Kalimat Pengantar)
a. Gambar Postur Operator Tampak Kanan
(Kalimat Pengantar Gambar)
Masukkan gambar postur kondisi 1 statis yang telah diberi sudut (tampak kanan)
(Judul Gambar)
b. Gambar Postur Operator Tampak Kiri
(Kalimat Pengantar Gambar)
Masukkan gambar postur kondisi 1 statis yang telah diberi sudut (tampak kiri)
(Judul Gambar)
c. Hasil Final Score Software Ergofellow
 Tampak Kanan
(Kalimat Pengantar Gambar)
Screenshot hasil dari software ergofellow untuk kondisi 1 tampak kanan.
(Judul Gambar)
Sertakan penjelasan hasil final score yang didapat dari software ergofellow
untuk kondisi 1.
 Tampak Kiri
(Kalimat Pengantar Gambar)
Screenshot hasil dari software ergofellow untuk kondisi 1 tampak kiri.
(Judul Gambar)
Sertakan penjelasan hasil final score yang didapat dari software ergofellow
untuk kondisi 1.
d. Hasil Final Score Worksheet
 Tampak Kanan
(Kalimat Pengantar Gambar)
Masukan worksheet untuk kondisi 1 tampak kanan, dalam orientation
landscap

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-38

Gambar 2.26 Worksheet Rapid Entire Body Assessment (REBA) Tampak Kanan

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-39

 Penjelasan Tampak Kanan


(Penjelasan)
Hasil score yang didapat dari worksheet, menjelaskan klasifikasi pada postur
REBA tampak kanan kondisi 1.
 Tampak Kiri
(Kalimat Pengantar Gambar)
Masukan worksheet untuk kondisi 1 tampak kiri, dan dalam orientation
landscape.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-40

Gambar 2.27 Worksheet Rapid Entire Body Assessment (REBA) Tampak Kiri

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-41

 Penjelasan Tampak Kiri


Hasil score yang didapat dari worksheet, menjelaskan klasifikasi pada postur
REBA tampak kiri kondisi 1.
2. Kondisi Dua
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu).
1.2.4 Nordic Body Map (NBM)
(Kalimat Pengantar)
1. Kondisi Satu
(Kalimat Pengantar)
a. Tabel Kuesioner Nordic Body Map
(Kalimat Pengantar Tabel)
Masukkan tabel Nordic Body Map untuk kondisi 1 yang telah diisi.
Tabel 2.16 Tabel Kuesioner Nordic Body Map Kondisi Satu

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-42

b. Perhitungan Manual
Masukkan hasil perhitungan total score Nordic Body Map untuk kondisi 1.
Total Skor Individu = ∑ skor tingkat rasa sakit (12)
c. Kesimpulan
(Penjelasan)
Setelah itu, simpulkan hasil total score termasuk kedalam klasifikasi mana, dan
buat kesimpulannya.
2. Kondisi Dua
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu).
2. ANALISIS
(Kalimat Pengantar)
2.1 Analisis Perbandingan Hasil Perhitungan Recommended Weight Limit (RWL) dan
Lifting Index (LI) untuk Kedua Kondisi (3 paragraf)
1. Paragraf 1 menjelaskan kondisi 1 dan cantumkan nilai RWL.
2. Paragraf 2 menjelaskan kondisi 2 dan cantumkan nilai RWL.
3. Paragraf 3 menjelaskan:
a. Bandingkan nilai RWL dari kedua kondisi dan pilih nilai RWL terbesarl untuk
rumus LI, karena ingin melihat kondisi yang aman.
b. Cantumkan nilai LI yang didapat.
c. Mengklasifikasikan nilai LI yang didapat (Nilai LI jika mendekati 1 maka semakin
baik).
d. Menjelaskan faktor-faktor yang mengakibatkan nilai LI.
(keyword: Berat beban dan RWL)
Notes : LI > 3  Beban yang diangkat melebihi batas beban yang direkomendasikan
untuk operator, 1 < LI ≤ 3  Beban = Batas beban, LI ≤ 1  Beban lebih ringan dari
batas beban.
(keyword: Cari LI yang paling mendekati 1 )
2.2 Maximum Permissible Limit (MPL)
(Kalimat Pengantar)
2.2.1 Analisis Perbandingan Hasil Perhitungan Maximum Permissible Limit (MPL) Origin untuk
Kedua Kondisi (2 Paragraf)
1. Paragraf 1 menjelaskan kondisi 1 origin dan kondisi 2 origin, sebutkan nilai F dan S
lalu simpulkan dan berikan alasan mengapa hal tersebut terjadi.
(Kondisi pengangkatan yang dilihat dari gaya tekan operator itu sendiri, nilai MPL,
bahaya atau tidaknya serta alasannya).
2. Paragraf 2 pilih kondisi yang terbaik dan jelaskan kenapa kondisi tersebut terpilih.
(F dan S yang terkecil yang terpilih). Jelaskan faktor-faktor yang mengakibatkan
kondisi tersebut terpilih. (F < 3400 N dan S < 500 N. Semakin kecil gaya tekan dan
gaya geser pada L5/S1 maka mengakibatkan postur tubuh yang lebih baik.)

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-43

2.2.2 Analisis Perbandingan Hasil Perhitungan Maximum Permissible Limit (MPL) Destination
untuk Kedua Kondisi(2 Paragraf)
1. Paragraf 1 menjelaskan kondisi 2 destination dan kondisi 2 destination, sebutkan
nilai F dan S lalu simpulkan dan berikan alasan mengapa hal tersebut terjadi.
(Kondisi pengangkatan yang dilihat dari gaya tekan operator itu sendiri, nilai MPL,
bahaya atau tidaknya serta alasannya).
2. Paragraf 2 pilih kondisi yang terbaik dan jelaskan kenapa kondisi tersebut terpilih.
(F dan S yang terkecil yang terpilih). Jelaskan faktor-faktor yang mengakibatkan
kondisi tersebut terpilih. Paragraf 2 pilih kondisi yang terbaik dan jelaskan kenapa
kondisi tersebut terpilih. (F dan S yang terkecil yang terpilih). Jelaskan faktor-faktor
yang mengakibatkan kondisi tersebut terpilih. (F < 3400 N dan S < 500 N. Semakin
kecil gaya tekan dan gaya geser pada L5/S1 maka mengakibatkan postur tubuh yang
lebih baik.)
Notes : Semakin membungkuk (sudut 𝛼 membesar) maka tekanan pada L5/S1 semakin
besar, sedangkan semakin tegak (sudut 𝛼 mengecil) maka tekanan pada L5/S1 semakin
kecil.
2.3 Rapid Entire Body Assessment (REBA)
(Kalimat Pengantar)
2.3.1 Analisis Hasil Final score REBA Tampak Kanan untuk Kedua Kondisi (2 paragraf)
1. Paragraf 1 :
a. Jelaskan hasil final score REBA pada posisi operator saat bekerja dan
hubungkan dengan apa yang dirasakan oleh operator berdasarkan worksheet
dan software ergofellow.
b. Jelaskan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi hasil final score
tersebut (sudut postur tubuh operator, kemiringan tangan atau kaki, kepala
yang tidak tegak lurus, badan yang terlalu bungkuk).
c. Apakah harus dilakukan perbaikan atau tidak? (Hanya menganalisis perlu
perbaikan atau tidaknya saja, tidak perlu hingga memberi solusi).
2. Paragraf 2 untuk kondisi dua sama seperti paragraf 1.
2.3.2 Analisis Hasil Final score REBA Tampak Kiri untuk Kedua Kondisi (2 paragraf)
(sama seperti poin 2.3.1)
2.4 Analisis Hasil Perhitungan Final Score Nordic Body Map untuk Kedua Kondisi
(3 Paragraf)
1. Paragraf 1 menjelaskan kondisi 1, sebutkan total skor individu lalu klasifikasikan
tingkat risiko tersebut termasuk kedalam golongan tingkat risiko apa, berikan
alasan mengapa hal tersebut terjadi, dan apakah perlu tindakan perbaikan?
2. Paragraf 2 untuk kondisi dua sama seperti paragraf 1.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-44

3. Paragraf 3 pilih kondisi yang terbaik dan jelaskan kenapa kondisi tersebut terpilih.
(total skor individu yang terkecil yang terpilih). Jelaskan faktor-faktor yang
mengakibatkan kondisi tersebut terpilih.
2.5 Analisis Perbandingan Kondisi Terpilih Berdasarkan Hasil Perhitungan
Recommended Weight Limit (RWL) dengan Hasil Perhitungan Maximum Permissible
Limit (MPL) (minimal 1 paragraf mencakup poin 1-4)
1. Kondisi yang dibandingkan adalah kondisi LI yang terpilih (kondisi LI menjadi patokan
karena lebih efektif dan efisien). Jika bagian operator akan dirubah maka langsung
terkait beban maupun kondisi pengangkatan. Selain itu jika akan mengubah stasiun
kerja maka secara tidak langsung mengubah beban dan kondisi pengangkatan
operator sehingga terbilang lebih sulit. Jika kedua LI tak hingga (~) maka bandingkan
dengan kedua kondisi dan tidak hanya membandingkan satu kondisi saja.
2. Bandingkan hasil LI dan (F dan S) dari kondisi terpilih.
3. Lihat hasil perbandingan sama atau berbeda (aman atau tidaknya).
4. Analisis kenapa hasilnya bisa sama atau berbeda, lihat dari berbagai kondisi
(dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi dalam RWL dan MPL).
(Keyword: Apabila posisi aman tapi belum tentu frekuensinya aman. Beban sudah
aman tapi dari cara pengangkatannya yang salah).
2.6 Analisis Perbandingan Kondisi Terpilih Berdasarkan Hasil Perhitungan
Recommended Weight Limit (RWL) dengan Hasil Final Score REBA (minimal 1
paragraf mencakup 1-4)
1. Kondisi yang dibandingkan adalah kondisi LI yang terpilih (kondisi LI menjadi
patokan karena lebih efektif dan efisien). Jika kondisi operator akan dirubah maka
langsung terkait beban maupun kondisi pengangkatan. Selain itu jika akan
mengubah stasiun kerja maka secara tidak langsung mengubah beban dan kondisi
pengangkatan operator sehingga terbilang lebih sulit). Jika kedua LI tak hingga (~)
maka bandingkan dengan kedua kondisi dan tidak hanya membandingkan satu
kondisi saja.
2. Bandingkan hasil LI dan REBA (kanan & kiri) dari kondisi terpilih.
3. Lihat hasil perbandingan sama atau berbeda. (aman atau tidaknya)
4. Analisis kenapa hasilnya bisa sama atau berbeda, lihat dari berbagai kondisi.
(dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi dalam RWL dan REBA)
(Keyword: Apabila postur tubuh atau posisi aman tapi belum tentu frekuensinya aman.
Beban sudah aman tapi dari postur tubuh atau posisinya yang salah).
2.7 Analisis Perbandingan Kondisi Terpilih Berdasarkan Hasil Perhitungan
Recommended Weight Limit (RWL) dengan Hasil Final Score Nordic Body Map (NBM)
(minimal 1 paragraf mencakup 1-4)
1. Kondisi yang dibandingkan adalah kondisi LI yang terpilih (kondisi LI menjadi
patokan karena lebih efektif dan efisien). Jika kondisi operator akan dirubah maka

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-45

langsung terkait beban maupun kondisi pengangkatan. Selain itu jika akan
mengubah stasiun kerja maka secara tidak langsung mengubah beban dan kondisi
pengangkatan operator sehingga terbilang lebih sulit). Jika kedua LI tak hingga (~)
maka bandingkan dengan kedua kondisi dan tidak hanya membandingkan satu
kondisi saja.
2. Bandingkan hasil LI dan total skor individu NBM dari kondisi terpilih.
3. Lihat hasil perbandingan sama atau berbeda. (aman atau tidaknya)
4. Analisis kenapa hasilnya bisa sama atau berbeda, lihat dari berbagai kondisi.
(dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi dalam RWL dan NBM)
(Keyword: Beban sudah aman tapi dari postur tubuh atau posisinya yang salah dapat
menimbulkan rasa sakit juga, Jarak pengangkatan dapat mempengaruhi tingkat rasa
sakit yang dilakukan oleh operator).
2.8 Analisis Perbandingan Kondisi Terpilih Berdasarkan Hasil Perhitungan Maximum
Permissible Limit (MPL) dengan Hasil Final Score REBA (minimal 1 paragraf
mencakup 1-4)
1. Kondisi yang dibandingkan adalah kondisi MPL yang terpilih (kondisi MPL menjadi
patokan karena MPL memperhitungkan antropometri tubuh operator bukan hanya
sudut serta MPL lebih detail dan valid dibanding REBA dimana MPL sudutnya lebih
terukur sedangkan REBA dalam bentuk range sehingga pada REBA antara sudut 21
derajat dan 24 derajat hampir tidak ada beda untuk output-nya).
2. Bandingkan hasil REBA dan MPL dari kondisi terpilih.
3. Lihat hasil perbandingan sama atau berbeda (aman atau tidaknya).
4. Analisis kenapa hasilnya bisa sama atau berbeda, lihat dari berbagai kondisi. (dilihat
dari faktor-faktor yang mempengaruhi dalam MPL dan REBA)
(Keyword: Seperti bila postur atau posisinya aman tapi belum tentu cara pengangkatan
aman. Cara pengangkatan sudah aman tapi dari postur atau posisnya yang salah).
Notes: Patokan pertama adalah stasiun kerja, jadi lebih baik mengubah beban postur
tubuh atau kondisi pengangkatan operator dengan pertimbangan percuma stasiun kerja
baik tapi beban postur tubuh atau kondisi pengangkatannya buruk. Kecuali jika beban
postur tubuh dan kondisi pengangkatan baik maka jalan terakhir memang harus
mengubah stasiun kerja.
2.9 Analisis Perbandingan Kondisi Terpilih Berdasarkan Hasil Perhitungan Maximum
Permissible Limit (MPL) dengan Hasil Final Score Nordic Body Map (NBM) (minimal
1 paragraf mencakup 1-3)
1. Kondisi yang dibandingkan adalah kondisi MPL dan hasil final skor NBM yang terpilih.
2. Lihat hasil perbandingan sama atau berbeda (aman atau tidaknya).
3. Analisis kenapa hasilnya bisa aman atau tidaknya, lihat dari berbagai kondisi. (dilihat
dari faktor-faktor yang mempengaruhi dalam MPL dan NBM)

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-46

(Keyword: Seperti bila postur atau posisinya aman tapi belum tentu cara pengangkatan
aman. Cara pengangkatan sudah aman tapi dapat menimbulkan rasa sakit juga, dilihat
dari jarak dan durasi pengangkatan).
2.10 Analisis Perbandingan Kondisi Terpilih Berdasarkan Hasil Final Score REBA dengan
Hasil Final Score Nordic Body Map (NBM) (minimal 1 paragraf mencakup 1-4)
1. Kondisi yang dibandingkan adalah kondisi REBA dan hasil final skor NBM yang terpilih.
2. Bandingkan hasil REBA dan NBM dari kondisi terpilih.
3. Lihat hasil perbandingan sama atau berbeda (aman atau tidaknya).
4. Analisis kenapa hasilnya bisa aman atau tidaknya, lihat dari berbagai kondisi. (dilihat
dari faktor-faktor yang mempengaruhi dalam REBA dan NBM)
(Keyword: Seperti bila postur atau posisinya aman tapi belum tentu tidak menimbulkan
rasa sakit. Cara pengangkatan sudah aman tapi dapat menimbulkan rasa sakit juga, dan
dilihat dari jarak dan durasi pengangkatan)
Notes: REBA menghasilkan klasifikasi postur tubuh yang beresiko atau tidak, dan NBM
menghasilkan total skor apakah operator merasakan sakit atau tidaknya, sehingga
seharusnya kedua metode ini dapat berhubungan jika posisi salah maka akan
menimbulkan rasa sakit juga, begitupun sebaliknya jika operator merasakan sakit
berarti ada kesalahan di posisi atau postur tubuh.
3. KESIMPULAN DAN SARAN
(Kalimat Pengantar)
3.1 Kesimpulan
(Kalimat Pengantar)
Berisi tentang hasil yang diperoleh dari kegiatan praktikum dan solusi dari analisis
praktikum (Berasal dari analisis (10))
3.2 Saran (minimal 1 paragraf)
Berisi saran yang ditujukan bagi operator atau perusahaan.
Dilihat berdasarkan kondisi RWL yang terpilih. Lalu MPL-nya bagaimana? REBA-nya
bagaimana? Dan NOTESM bagaimana? (contoh: perbaikan dalam postur tubuh operator
agar tidak menyebabkan cedera, perbaikan dalam cara pengangkatan operator dimana
pergerakan diusahakan membuat sudut operator menjadi 0 derajat sehingga
meringankan tekanan pada L5/S1, perbaikan dalam stasiun kerja operator dalam hal
jarak vertikal maupun horizontal, ataupun dalam frekuensi pengangkatan per menit
yang tidak terlalu cepat).

LAMPIRAN
Printscreen dari software ergofellow untuk kedua kondisi.
1. Kondisi Satu
a. Printscreen REBA Tampak Kanan (6 langkah dalam bentuk tabel)
Contoh:

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-47

Langkah 1

Langkah 2

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-48

Langkah 3

Langkah 4

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-49

Langkah 5

Langkah 6

b. Printscreen REBA Tampak Kiri (6 langkah dalam bentuk tabel)


2. Kondisi Dua
a. Printscreen REBA Tampak Kanan (6 langkah dalam bentuk tabel)
b. Printscreen REBA Tampak Kiri (6 langkah dalam bentuk tabel)

2.8 REFERENSI
1. Adha, Ezi Rezia., Yuniar., & Desrianty, Arie.(2014).Usulan Perbaikan Stasiun Kerja pada
PT.Sinar Advertama Servicindo (SAS) Berdasarkan Hasil Evaluasi Menggunakan Metode
Quick Exposure Check (QEC).Jurnal Online Institut Teknologi Nasional, 108-120.
2. Aghinia, Agin Darojatul.(2017).Pemetaan Keluhan Muskuloskeletal Disorders
Berdasarkan Faktor Risiko Pekerjaan Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa
Bekasi.Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah : Jakarta.

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-50

3. Andiana, Olivia.(2015).Penatalaksanaan Cedera Tennis Elbow.Malang: Universitas


Negeri Malang.
4. Bridger, R.S. (2018). Introduction to Ergonomics. New York: Taylor & Francis Inc.
5. Chaffin, D.B., & Andersson, G.B.J. (1991). Occupational Biomechanics. Wiley-
Interscience: English.
6. David, G., Woods, V., & Buckle, P. (2005). Further Development of the Usability and
Validity of the Quick Exposure Check (QEC). Guildford.
7. Davis Larry E, Molly K. King, Jessica L. Schultz. (2005). Carpal Tunnel Syndrome in
Fundamenrals of Neurologic Disease. Demos Medical Publishing New York: 61-63.
8. Dewi, N. F. (2020). Identifikasi Risiko Ergonomi dengan Metode Nordic Body Map
Terhadap Perawat Poli RS X. Jurnal Sosial Humaniora Terapan, 125-134.
9. Hamill, J., Kathleen, M.K., & Timothy, R.D. (2015).Biomechanical Basis of Human
Movement Fourth Edition.Philadelphia: Wolters Kluwer.
10. Helander, Martin.(2005). A Guide to Human Factors and Ergonomics Second Edition.
Boca Raton London New York: CRC Press.
11. Iridiastadi, Hardianto. Yassirlie. (2014). Ergonomi Suatu Pengantar. ITB: Bandung.
12. Kumar, S.(2007).Biomechanics in Ergonomics.Boca Raton: CRC Press.
13. Li, Guangyan, and Buckle, Peter, (1999). A Practical Method For The Assessment of
Work, Related Musculosketal Risk.
14. Medicine, N. R.(2001).Musculoskeletal Disorders and the Workplace : Low Back and
Upper Extrimities.Washington, DC: National Academy Press.
15. Middlesworth, Mark.(2020).A Step by Step Guide to the REBA Assesment Tool. Retrivied
from Ergo Plus: https://ergo-plus.com/reba-assessment-tool-guide/.
16. Middlesworth, Mark.(2020).A Step by Step Guide to the RULA Assesment Tool. Retrivied
from Ergo Plus: https://ergo-plus.com/rula-assessment-tool-guide/ .
17. Norasteh, Ali Asghar.(2012).Low Back Pain.Croatia : InTech.
18. Rambe AS. (2004). Sindrom Terowongan Karpal (Carpal Tunnel Syndrome). Universitas
Sumatera Utara : Sumatera Utara.
19. Selvianti, Rizka.(2009).Gambaran Tingkat Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)
dengan Metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) pada Pekerjaan Mengangkat
Pasien oleh Perawat Unit Gawat Darurat (UGD) di Rumah Sakit Atma Jaya.Universitas
Indonesia : Depok.
20. Setiorini, Anggi.(2020).OWAS (Ovako Work Analysis System).Jurnal Kedokteran UNILA,
197-204.
21. Suhardi, Bambang., & Astuti, Rahmaniyah Dwi.(2008).Analisis Postur Kerja Manual
Material Handling Menggunakan Metode OWAS (Ovako Work Posture Analysis
System).GEMA TEKNIK, 67-75.
22. Tarwaka, dkk. (2004). Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja Dan
Produktivitas. UNIBA PRESS. Cetakan pertama. Surakarta

Lab APK & E 2021


Modul II Asisten Biomekanika II-51

23. Tayyari, F. and J.L. Smith, (1997). Occupational Ergonomi Principles and Applications.
T.J. Press Ltd, Great Britain.
24. Wiley, J., & Inc, S.(2012).Handbook of Human Factors and Ergonomics.Hoboken, New
Jersey:Simultaneously.

Lab APK & E 2021


MODUL III
BEBAN KERJA FISIK

3.1 TUJUAN PRAKTIKUM


Berikut ini merupakan tujuan praktikum modul beban kerja fisik:
1. Mengukur beban kerja fisik pekerja pada suatu sistem kerja.
2. Menganalisis suatu sistem kerja berdasarkan beban kerja fisik.
3. Menganalisis suatu sistem kerja yang lebih baik berdasarkan beban kerja fisik.

3.2 LANDASAN TEORI


Ergonomi memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan
kesehatan kerja. Faktor ini dapat dikaji dengan menggunakan konsep pengukuran beban kerja
fisik.

3.2.1 Kerja
Chalofsky (2003) dalam Herudiati (2013) mengartikan makna kerja sebagai suatu
kontribusi yang signifikan untuk menentukan tujuan hidup seseorang. Pengeluaran energi
relatif yang banyak dan pada jenis tersebut dapat dibedakan dalam beberapa kerja sesuai fisik
yaitu:
1. Kerja Statis, yaitu Tidak menghasilkan gerak, kontraksi otot bersifat isometric dan
kelelahan lebih cepat terjadi.
2. Kerja Dinamis, yaitu Menghasilkan gerak, kontraksi otot bersifat isotonis, kontraksi otot
bersifat ritmis, dan kelelahan relatif agak lama terjadi. Kerja dinamis dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Kerja total seluruh tubuh, yang menggunakan sebagian besar otot, biasanya
melibatkan dua per tiga atau tiga per empat otot manusia.
b. Kerja sebagian otot, yang membutuhkan lebih sedikit energy expenditure karena
otot yang dipergunakan lebih sedikit.
Kerja fisik yang dilakukan oleh manusia diperoleh melalui proses-proses fisiologis
tertentu ketika seseorang melakukan suatu pekerjaan, dengan demikian sebuah pekerjaan
akan memberikan pengaruh terhadap tubuh manusia. Pengaruh tersebut dapat dideteksi
melalui perubahan:
1. Konsumsi oksigen
Konsumsi oksigen dapat diartikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh
tubuh manusia, yang dinyatakan dalam satuan liter per menit. Konsumsi oksigen akan
meningkat seiring dengan kerja yang dilakukan. Widyasmara (2007) menunjukkan
bahwa dengan menggunakan regresi dapat diketahui hubungan antara denyut jantung,
tinggi badan, berat badan, dan usia dengan energi.

III-1
Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-2

VO2 = 0.019HR – 0.024h + 0.016w + 0.045a + 1.15 (III.1)


Dengan,
VO2 = Konsumsi Oksigen (liter/menit)
HR = Denyut Jantung (denyut/menit)
h = Tinggi Badan (cm)
w = Berat Badan (kg)
a = Usia (tahun)
Fungsi oksigen dalam tubuh ialah untuk membakar kalori dalam proses perombakan
glukosa menjadi energi dalam tubuh.
2. Detak jantung
Pada kondisi normal atau sedang beristirahat, laju detak jantung manusia berkisar
diantara 60 beat setiap menit. Ketika sedang dalam kondisi bekerja, rata-rata laju
detak jantung mengalami kenaikan menjadi sekitar 110 beat setiap menit. Jantung
berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh, dimana fungsi darah itu sendiri
ialah sebagai pengikat oksigen.
3. Peredaran udara dalam paru-paru
Semakin tinggi aktivitas kerja seseorang maka akan semakin cepat pula sirkulasi
oksigen di paru-paru.
4. Temperatur tubuh
Temperatur tubuh akan meningkat seiring dengan kerja yang dilakukan. Hal ini
diakibatkan oleh meningkatnya tingkat pembakaran yang terjadi di dalam tubuh
selama bekerja.
5. Konsentrasi asam laktat dalam darah
Asam laktat dalam darah akan terus meningkat seiring dengan kerja yang dilakukan.
Selama aktivitas otot, asam laktat diproduksi dari glikogen dan saat istirahat akan
dioksidasi lagi. Asam laktat merupakan hasil dari proses pemecahan glikogen menjadi
glukosa, dimana:
Glycogen  lactasidogen  glucosa + asam laktat
Peningkatan konsentrasi asam laktat dalam darah dapat ditandai dengan terjadinya
pegal-pegal pada tubuh.
6. Komposisi kimia dalam darah dan air seni
Jika komposisi kimia dalam darah yang diperlukan oleh tubuh mulai berkurang akibat
proses kerja fisik, maka akan menyebabkan kelelahan.
7. Tingkat penguapan
Selama melakukan kerja, seseorang akan mengeluarkan keringat. Apabila kondisi laju
pengeluaran keringat semakin bertambah dan bertahan lama, seorang operator dapat
mengalami dehidrasi (kekurangan zat cair dalam tubuh).

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-3

Berikut ini merupakan beberapa contoh standar metode pengukuran kerja fisik digunakan:
1. Metode Brouha
Metode Brouha merupakan metode yang digunakan untuk mengestimasi cardiovascular
strain (ketegangan pada jantung yang disebabkan oleh kinerja jantung yang
semakin meningkat saat beraktivitas) dengan menggunakan denyut nadi pemulihan,
metode ini diusulkan oleh Kilbon (1992) dalam Tarwaka, dkk. (2004). Keuntungan dari
metode ini adalah sama sekali tidak mengganggu atau menghentikan pekerja, karena
pengukuran dilakukan tepat setelah subjek berhenti bekerja. Denyut nadi pemulihan
(P) dihitung pada akhir 30 detik pada menit pertama (P1), kedua (P2) dan ketiga (P3)
yang kemudian hasil denyut nadi yang didapatkan dikalikan dengan dua. Setelah
dikalikan dua, maka nilai P1, P2, dan P3 akan dihubungkan dengan beberapa klasifikasi
seperti dalam Tabel 3.1 Sebagai berikut:
Tabel 3.1 Tabel Klasifikasi Beban Kerja dengan Metode Brouha
Kriteria Klasifikasi Beban Kerja
P1-P3 ≥ 10 dpm dan P1, P2, dan P3 ≤ 90 dpm Normal
P1-P3 ≥ 10 dan P1≤ 110 Tidak Berlebihan
P1-P3 < 10 dpm dan P3 > 90 dpm Berat (Perlu Perancangan Sistem Kerja)
Sumber: (Tayyari dan Smith, 1997)
Namun kekurangannya, metode ini masih berada diluar klasifikasi dari segi nutrisi, jam
istirahat, kesehatan, dan kesalahan teknis. Dalam pengukuran dengan metode brouha
sangat dibutuhkan ketelitian ketika melakukannya, karena terkadang ketika melakukan
penelitian menggunakan metode ini hasilnya bias atau berada diluar klasifikasi yang
sudah ada. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan dari
operator yang diukur. Sehingga diharapkan untuk mendapatkan keakuratan dalam
menggunakan metode ini, operator yang akan diambil datanya harus dalam keadaan
sehat (Rodahl, 1989).
2. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energi.
Kerja fisik dapat diukur dengan cara mengetahui tingkat konsumsi energi pada pekerja.
Semakin tinggi kerja fisik seseorang maka akan semakin banyak pula energi yang
digunakan.
3. Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen.
Tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen yang semakin tinggi menandakan bahwa
kerja fisik yang dilakukan oleh seseorang juga semakin tinggi.
Berdasarkan ketiga contoh standar metode pengukuran kerja fisik yang telah
dijabarkan diatas maka dapat diketahui bahwa metode pengukuran kerja fisik yang digunakan
pada praktikum ini ialah metode tingkat energi untuk mengukur pengeluaran energi dan
perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen.

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-4

Secara garis besar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil kerja
(performansi) manusia dan dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu:
1. Faktor-faktor diri individual: umur, berat badan, jenis kelamin, konsumsi alkohol,
merokok, sikap, sifat, sistem nilai, karakteristik fisik, minat, motivasi, pendidikan, dan
lain-lain.
2. Faktor-faktor situasional: faktor yang datangnya dari luar diri pekerja dan faktor ini
bisa di ubah-ubah (oleh pimpinan) dan disebut juga faktor–faktor manajemen. Faktor–
faktor tersebut di bagi dua sub kelompok yaitu faktor sosial dan keorganisasian serta
yang terdiri dari faktor–faktor fisik pekerjaan yang bersangkutan, seperti lingkungan
fisik, mesin dan peralatan, metode kerja, dan lain lain.

3.2.2 Beban Kerja


Beban kerja yang dimaksud adalah ukuran (porsi) dari kapasitas operator yang terbatas
yang dibutuhkan untuk melakukan kerja tertentu. Menurut Herrianto (2010) beban kerja adalah
jumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok orang selama
periode waktu tertentu dalam keadaan normal. Untuk mencapai beban kerja normal dalam
arti volume pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan kerja cukup sulit, sehingga selalu terjadi
ketidakseimbangan meskipun penyimpangannnya kecil.
Beban Kerja yang disebabkan oleh Faktor eksternal, yang mempengaruhinya adalah
lingkungan kerja, tugas yang diterima, dan faktor organisasi. Ketiga aspek ini sering disebut
sebagai stressor. Beban kerja terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu:
1. Beban kerja diatas normal artinya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan
pekerjaan lebih besar dari jam kerja tersedia atau volume pekerjaan melebihi
kemampuan pekerjaan.
2. Beban kerja normal artinya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan
sama dari jam kerja tersedia atau volume pekerjaan sama dengan kemampuan pekerja.
3. Beban kerja dibawah normal artinya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan
pekerjaan lebih kecil dari jam kerja tersedia atau volume pekerjaan lebih rendah dari
kemampuan pekerjaan.
Selain itu Beban kerja yang dialami seorang pekerja dapat berupa:
1. Beban kerja fisik
Beban kerja fisik merupakan suatu dampak negatif yang ditimbulkan dari hasil
pekerjaan fisik manusia atau kerja yang menggunakan alat gerak tubuh.
2. Beban kerja mental/psikologis
Beban kerja mental merupakan suatu dampak negatif yang ditimbulkan dari hasil
pekerjaan mental manusia. Hal ini berhubungan dengan ergonomi kognitif yang
mempelajari kemampuan dan keterbatasan otak dan sistem indera manusia ketika
melakukan pekerjaan yang melibatkan pemrosesan informasi. Sebagai contoh, pekerja

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-5

yang sedang mengalami deadline yang melebihi kapasitas mental/kognitifnya maka


akan semakin mudah mengalami stress kerja.
3. Beban kerja sosial/moral yang timbul dari lingkungan kerja.
Beban kerja sosial merupakan suatu dampak negatif yang ditimbulkan dari hasil
interaksi manusia dengan manusia lain dalam ruang lingkup kerjanya. Contohnya saat
hubungan sosial antar pekerja tidak baik maka akan menyebabkan pekerja mudah
mengalami stress akibat kebutuhan sosialnya tidak terpenuhi.
Beban kerja sebaiknya dirancang sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan baik fisik
maupun mental pekerja.

3.2.3 Beban Kerja Fisik


Beban kerja fisik dapat dikatakan sebagai suatu aktivitas yang memerlukan energi fisik
otot manusia sebagai sumber tenaganya (power). Beban kerja fisik yang berlebihan dapat
merusak organ tubuh manusia dan menurunkan produktivitas. Beban kerja fisik manusia sangat
erat kaitannya dengan fisiologi kerja. Fisiologi kerja sendiri merupakan ilmu yang mempelajari
fungsi/faal tubuh manusia saat bekerja. Pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan dengan
pengukuran fisiologi kerja dan pengukuran waktu intervensi.
1. Fisiologi kerja
Fisiologi kerja merupakan salah satu cakupan dari ergonomi yang membahas tentang
kapasitas kerja manusia dari segi fungsi atau faal tubuh manusia pada saat bekerja.
Kriteria fisiologi dari kegiatan kerja manusia biasanya ditentukan berdasarkan
kecepatan detak jantung dan pernapasan. Semakin tinggi kecepatan detak jantung
maka konsumsi oksigennya akan semakin besar dan semakin besar pula konsumsi
energinya, sehingga beban fisik yang ditanggung akan semakin berat. Pengukuran
beban kerja fisik dapat dilakukan dengan pengukuran fisiologi kerja (meliputi konsumsi
energi, perubahan tingkat kerja jantung, dan konsumsi oksigen) dan pengukuran waktu
intervensi.
a. Konsumsi energi
Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan erat dengan
konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya ditentukan dengan
cara tidak langsung, yaitu dengan pengukuran tekanan darah, aliran darah,
komposisi kimia dalam darah, temperatur tubuh, tingkat penguapan dan jumlah
udara yang dikeluarkan oleh paru-paru. Untuk penentuan konsumsi energi biasa
digunakan parameter indeks kenaikan bilangan kecepatan detak jantung. Indeks
ini merupakan perbedaan antara kecepatan detak jantung pada waktu kerja
tertentu dengan kecepatan detak jantung pada saat istirahat. Sebelum
merumuskan hubungan antara konsumsi energi dengan kecepatan detak jantung,
terdapat beberapa macam detak jantung yang perlu diketahui, yaitu:

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-6

 Detak jantung selama istirahat (resting pulse) adalah rata-rata detak jantung
sebelum suatu pekerjaan dimulai.
 Detak jantung selama bekerja (working pulse) adalah rata-rata detak jantung
selama seseorang bekerja.
 Detak jantung untuk kerja (work pulse) adalah selisih antara detak jantung
selama bekerja dan selama istirahat.
 Detak jantung selama istirahat total (total recovery cost) adalah jumlah
aljabar detak jantung saat suatu pekerjaan selesai dikerjakan sampai dengan
detak berada pada kondisi istirahatnya.
 Detak total (total work pulse or cardiac cost) adalah jumlah detak jantung dari
mulainya suatu pekerjaan sampai detak berada pada kondisi istirahat (resting
level).
Untuk merumuskan hubungan antara konsumsi energi dengan kecepatan detak
jantung dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan antara konsumsi energi dengan
kecepatan detak jantung menggunakan analisa regresi. Bentuk regresi konsumsi
energi dengan kecepatan detak jantung secara umum adalah regresi kuadratis
dengan persamaan sebagai berikut :
Y = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (III.2)
Keterangan :
Y = Energi (Kilo Kalori/Menit)
X = Kecepatan detak jantung (Detak/Menit)
Setelah besaran kecepatan detak jantung telah disetarakan dalam bentuk energi,
maka konsumsi energi untuk pekerjaan yang dilakukan dapat diketahui dari
persamaan sebagai berikut:
̅t − Y
KE = Y ̅i (III.3)
Keterangan:
KE = Konsumsi Energi (Kilo Kalori/Menit)
Yt = Pengeluaran energi ketika melakukan pekerjaan (Kilo Kalori/Menit)
Yi = Pengeluaran energi ketika normal (Kilo Kalori/Menit)
b. Pengukuran Detak Jantung
Detak Jantung ketika normal dibutuhkan untuk mengetahui berapa besar ukuran
normal detak jantung dari seorang operator sebelum mendapatkan tekanan
pekerjaan. Manuaba & Vanwonteerghem (1996) dalam Tarwaka dkk (2004)
menentukan klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja
yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kerja
cardiovascular. Cardiovascular adalah suatu sistem organ yang berfungsi
memindahkan zat ke dan dari sel. Cardiovascular load (%CVL) dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-7

100 × (Denyut nadi kerja − Denyut nadi normal) (III.4)


%CVL =
Denyut nadi maksimum − Denyut nadi normal
Keterangan:
Denyut nadi kondisi normal = Rata-rata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai
Denyut nadi kerja = Rata-rata denyut nadi selama bekerja
Denyut nadi maksimum = (220 – umur) untuk laki-laki
(200 – umur) untuk wanita
Hasil perhitungan %CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang
telah ditetapkan, yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Klasifikasi Hasil Persentase CVL
Hasil %CVL Keterangan
<30% Tidak terjadi kelelahan
30% ≤ %CVL < 60% Diperlukan perbaikan
60% ≤ %CVL < 80% Kerja dalam waktu singkat
80% ≤ %CVL < 100% Diperlukan tindakan segera
> 100% Tidak diperbolehkan beraktivitas
Sumber: (Tarwaka, dkk. 2004)
Pengeluaran energi meningkat secara linier dengan meningkatnya berat badan
seseorang. Pengeluaran energi diukur secara nasional (USA) pada ‘standard person’
yaitu orang dengan berat badan 70 kg (Phesant, 1991). Total pengeluaran energi
tiap orang sehari-hari sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukannya.
Berkaitan dengan hal tersebut, Menteri Tenaga Kerja melalui Keputusan Nomor 51
(1999) menetapkan kategori beban kerja menurut kebutuhan kalori sebagai
berikut: Beban kerja ringan : 100-200 Kilo kalori/jam, Beban kerja sedang : >200-
350 Kilo kalori/jam, Beban kerja berat: > 350-500 Kilo kalori/jam.
Kebutuhan kalori dapat dinyatakan dalam Kalori yang dapat diukur secara tidak
langsung dengan menentukan kebutuhan oksigen. Sebagai dasar perhitungan dalam
menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh seseorang dalam melakukan
aktivitas pekerjaannya, dapat dilakukan melalui pendekatan atau taksiran
kebutuhan kalori menurut jenis aktivitasnya. Taksiran kebutuhan kalori per jam
untuk setiap jenis aktivitas dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Taksiran Kebutuhan Kalori
No. Jenis Aktivitas Kilo Kalori/Jam/Kg/Berat Badan
1 Tidur 0,98
2 Duduk dalam keadaan istirahat 1,43
3 Membaca dengan intonasi keras 1,50
4 Berdiri dalam keadaan tenang 1,50
5 Menjahit dengan tangan 1,59
Berdiri dengan konsentrasi terhadap
6 1,63
satu objek
7 Berpakaian 1,69
8 Menyanyi 1,74
9 Menjahit dengan mesin 1,93
11 Menyetrika (berat setrika ± 2,5 kg) 2,06
12 Mencuci peralatan dapur 2,06
Menyapu lantai dengan kecepatan ± 38
13 2,41
kali per menit)
15 Pelatihan ringan (light exercise) 2,43

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-8

Tabel 3.3 Taksiran Kebutuhan Kalori (Lanjutan)


No. Jenis Aktivitas Kilo Kalori/Jam/Kg/Berat Badan
Jalan ringan dengan kecepatan ± 3,9
16 2,86
km/jam
Pekerjaan kayu, logam, dan
17 3,43
pengecatan dalam industri
18 Pelatihan sedang (moderate exercise) 4,14
Jalan agak cepat dengan kecepatan ±
19 4,28
5,6 km/jam
20 Jalan turun tangga 5,20
21 Pekerjaan tukang batu 5,71
22 Pelatihan berat (heavy exercise) 6,43
23 Penggergajian kayu secara manual 6,86
24 Berenang 7,14
25 Lari dengan kecepatan ± 8 km/jam 8,14
Pelatihan sangat berat (very heavy
26 8,57
exercise)
Berjalan sangat cepat dengan
27 9,28
kecepatan ± 8 km/jam
28 Jalan naik tangga 15,80
Sumber: (Suma’mur, 1982)
Maksimum pengeluaran energi per hari yang wajar bagi seorang pria dengan
harapan energi tersebut dapat dipertahankan dalam setiap kegiatan kerjanya tiap
hari adalah sebesar 4000 kkal (Edholm, 1967) atau 4800 kkal (Lehmann, 1958).
a. Perlu diketahui konsumsi energi akan tetap diperlukan meskipun orang tidak
melakukan aktivitas fisik. Kondisi seperti ini disebut sebagai basal metabolisme,
dimana dalam kondisi seperti ini energi kimiawi dari makanan hampir seluruhnya
akan dipakai untuk menjaga panas badan (360C) agar manusia bisa tetap hidup.
Adanya kerja fisik akan menyebabkan penambahan energi. Kenaikan konsumsi
energi dalam kerja fisik ini disebut kalori kerja, sehingga nilai konsumsi energi
untuk kerja atau metabolisme kerja dapat didefinisikan sebagai berikut:
Metabolisme kerja = Basal metabolisme + Nilai kalori kerja
NB: Basal metabolisme adalah energi yang diperlukan oleh tubuh ketika tidak
melakukan pekerjaan. Energi tersebut digunakan untuk menjaga panas tubuh.
Pengeluaran energi untuk metabolisme basal selama waktu istirahat dan
konsumsi energi untuk keperluan pribadi adalah sekitar 2000 - 2300 kkal. Ketika 1
liter oksigen dikonsumsi dalam tubuh manusia, rata-rata terjadi pergantian energi
sebesar 20 KJ atau 5 kkal/menit. Untuk menjaga kebugaran fisik, setiap hari harus
dicukupi kebutuhan energi minimal 3000 kkal untuk pria dan 2500 kkal untuk
wanita (Grandjean, 2009)
Kebutuhan energi akan berbeda untuk setiap aktivitas pekerjaan. Semakin tinggi
beban kerja fisik, maka semakin tinggi pula kebutuhan energinya.
Tabel 3.4 menunjukkan klasifikasi beban kerja untuk berbagai tingkat reaksi
fisiologis tubuh.

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-9

Tabel 3.4 Reaksi Fisiologis Terhadap Beban Kerja Fisik


Konsumsi Oksigen Detak Jantung Pengeluaran Energi
Kategori
(liter/menit) (detak/menit) (Kkal/menit)

Ringan 0,5 – 1,0 60 – 100 2,5 – 5,0


Moderat 1,0 – 1,5 100 – 125 5,0 – 7,5
Berat 1,5 – 2,0 125 – 150 7,5 – 10,0
Sangat berat 2,0 – 2,5 150 – 175 10,0 – 12,5
Berat Ekstrim >2,5 > 175 >12,5
Sumber: (Christensen, 1991)
Proses metabolisme adalah proses dalam rangka untuk menghasilkan energi
yang diperlukan untuk kerja fisik. Pada proses ini zat-zat makanan akan
bersenyawa dengan oksigen yang dihirup, terbakar dan menghasilkan panas serta
energi mekanik. Besarnya energi yang dihasilkan/dikonsumsi dinyatakan dalam
bentuk kilo kalori (kkal) atau kilo joule (KJ).
Energi untuk gerakan otot, didapat dari ATP (Adenosin Trifosfat) yang berubah
menjadi ADP (Adenosin Difosfat). ATP terbentuk kembali dari energi yang berasal
dari glukosa. Agar kadar glukosa darah tidak turun akibat direspirasi dengan
memanfaatkan oksigen untuk dapat menghasilkan ATP, maka cadangan glikogen
akan dijadikan glukosa. Proses ini dinamakan respirasi aerobik.
Respirasi Aerob:
CHO + 6O  6CO + 6HO + Energi (674 Kal)
Hasil akhir ATP yang terbentuk dari hasil respirasi aerob 1 molekul glukosa adalah
2 ATP (hasil glikolisis) + 2 ATP (hasil daur Kreb) + 34 ATP (hasil transfer electron)
= 38 ATP.
Ketika awal kerja otot atau pada saat intensitas kerja fisik berlebihan akan terjadi
ketidaktersediannya oksigen dan akan terjadi mekanisme pengkonversian glukosa
dan glikogen menjadi ATP tanpa bantuan oksigen untuk memperoleh energi yang
dinamakan respirasi anaerobik.
Respirasi Anaerob:
CHO  6CO + Energi + Asam Laktat
Pada respirasi anaerob proses glikolisis seperti pada respirasi aerob, tetapi asam
piruvat yang terbentuk tidak memasuki siklus asam sitrat karena tanpa O. Jumlah
ATP = 2.
Konversi satuan:
a. 1 kkal = 4,2 KJ selanjutnya 1 liter O = 4.8 kkal = 20 KJ
b. 5,2 kkal/menit = 1,08 liter O = 21,84 KJ/menit = 364 watt
Berdasarkan hasil penelitian tentang fisiologi kerja diperoleh kesimpulan bahwa
5,2 kkal/menit adalah energi maksimum yang dikonsumsi untuk melakukan
pekerjaan fisik yang berat. Selanjutnya energi yang dihasilkan atau dikonsumsi
dapat dinyatakan ke dalam daya (watt).

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-10

2. Waktu Intervensi
Waktu intervensi dapat dikatakan sebagai jumlah waktu yang dibutuhkan operator
untuk mengembalikan keseimbangan fisiknya. Pemberian waktu istirahat yang cukup
diyakini dapat membantu seorang pekerja dalam melakukan pekerjaan yang berat.
Diketahui bahwa istirahat dengan cara berkala bisa lebih baik daripada istirahat
panjang namun sekali. Pemberian waktu istirahat dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan Murrel (1971):
𝑾 𝒙 (𝒃−𝒔)
R= (III.5)
𝒃−𝟎,𝟑

Keterangan :
R = Lama waktu istirahat setelah bekerja (menit)
w = Lama kerja yang dilakukan berturut-turut (menit)
b = Rata-rata energi yang dikeluarkan saat melakukan pekerjaan (Kkal/menit)
s = Batas atas energi yang boleh dikeluarkan untuk kerja (Kkal/menit)
nilai s menunjukan batas atas pengeluaran energi yang diperbolehkan yaitu sebesar
5,33 Kkal/menit untuk pria sedangkan untuk wanita yaitu sebesar 4 Kkal/menit, untuk
di Indonesia nilai yang diperbolehkan untuk pria ialah sebesar 5,4 Kkal/menit dan untuk
wanita yaitu sebesar 3,6 Kkal/menit. Sementara nilai 0,3 yang ada pada rumus
mewakili energi yang dikeluarkan saat seseorang melakukan istirahat.

3.2.4 Shift Kerja


Shift kerja merupakan sistem pengaturan waktu kerja yang memungkinkan karyawan
berpindah dari satu waktu ke waktu yang lain setelah periode tertentu, yaitu dengan cara
bergantian antara kelompok kerja satu dengan kelompok kerja yang lain sehingga memberi
peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan
pekerjaan.
1. Pembagian Jadwal Shift Kerja
Dalam jurnal The Design Of Shift Systems (1988) yang dikutip dalam Maurits (2011),
dikemukakan bahwa terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan dalam
penentuan shift kerja, yaitu:
a. Jenis shift kerja pagi, atau siang, atau malam.
b. Panjang waktu shift kerja.
c. Waktu dimulai dan diakhiri suatu shift.
d. Distribusi waktu istirahat.
e. Arah perubahan shift kerja.
Grandjean (1995) dalam Maurits (2011), mengemukakan teori Schwartzenau yang
menyebutkan ada beberapa saran yang harus diperhatikan dalam penyusunan jadwal
shift kerja, yaitu pekerja yang berumur dibawah 25 tahun dan diatas 50 tahun dan
pekerja yang memiliki kecenderungan mudah sakit perut, serta memiliki emosi yang
labil disarankan untuk tidak dipekerjakan pada shift kerja malam. adalah 2-2-2, yaitu

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-11

kerja di pagi hari dua kali di lanjutkan kerja di siang hari dua kali dan malam hari dua
kali (rotasi ini disebut metropolitan rota) atau 2-2-3, yaitu kerja di pagi hari dua kali
dilanjutkan kerja pada siang hari dua kali dan malam tiga kali (rotasi ini disebut
continental rota) dimana shift kerja malam selama 3 hari berturut – turut harus diikuti
istirahat lebih dari 24 jam atau istirahat dua hari. Perencanaan shift kerja yang baik
adalah tiap jadwal shift kerja diberikan satu kali waktu istirahat yang cukup (30 – 60
menit) untuk makan dan relaksasi serta keperluan pribadi yang lain.
Selain Maurits (2011), menurut Kodrat (2009) mengkategorikan tiga tipe shift kerja
yaitu;
1. Sistem shift permanen
Setiap individu bekerja hanya pada satu bagian dari 3 shift kerja setiap 8 jam.
2. Sistem rotasi
Tenaga kerja secara bergilir bekerja dengan periode rotasi kerja 2-3 hari. Berdasarkan
faktor sosial dan fisiologis diusulkan sistem rotasi shift cepat yaitu sistem 2-2-2 dan 2-
2-3 yang disebut sistem Metropolitan dan Continental pada tabel 3.5 dan 3.6.
Tabel 3.5 Contoh Sistem Shift 2-2-3 (Rotasi Continental)
Minggu Hari Shift
Senin Pagi
Selasa Pagi
Rabu Sore
I Kamis Sore
Jumat Malam
Sabtu Malam
Minggu Malam
Senin OFF
Selasa OFF
Rabu Pagi
II Kamis Pagi
Jumat Sore
Sabtu Sore
Minggu Sore
Senin Malam
Selasa Malam
Rabu OFF
III Kamis OFF
Jumat Pagi
Sabtu Pagi
Minggu Pagi
Senin Sore
Selasa Sore
Rabu Malam
IV
Kamis Malam
Jumat OFF
Sabtu OFF
Minggu OFF
Sumber: (Kodrat 2009)

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-12

Tabel 3.6 Contoh Sistem Shift 2-2-2 (Rotasi Metropolitan)


Minggu Hari Shift
Senin Pagi
Selasa Pagi
Rabu Sore
I Kamis Sore
Jumat Malam
Sabtu Malam
Minggu OFF
Senin OFF
Selasa Pagi
Rabu Pagi
II Kamis Sore
Jumat Sore
Sabtu Malam
Minggu Malam
Senin OFF
Selasa OFF
Rabu Pagi
III Kamis Pagi
Jumat Sore
Sabtu Sore
Minggu Malam
Senin Malam
Selasa OFF
Rabu OFF
IV Kamis Pagi
Jumat Pagi
Sabtu Sore
Minggu Sore
Sumber: (Kodrat, 2009)
Menurut Internasional Labour Organizazion (ILO) dalam Kodrat 2009, sistem shift kerja
terbagi:
a. Sistem 3 shift 4 kelompok (4x8 hours continous shift work), yaitu 3 kelompok shift
bekerja setiap 8 jam dan 1 kelompok istirahat. Sistem ini digunakan bagi aktivitas
terus menerus tanpa hari libur. Rotasi shift 2-3 hari.
b. Sistem 3 shift 3 kelompok (3x8 hours semi continous shift work), yaitu 3 kelompok
shift bekerja setiap 8 jam, pada ahkir minggu libur. Rotasi shift 5 hari
2. Dampak Shift Kerja
Berikut merupakan dampak dari adanya shift kerja:
a. Aspek Fisiologis
Circadian rhythms adalah proses-proses yang saling berhubungan yang dialami
tubuh untuk menyesuaikan dengan perubahan waktu selama 24 jam Tayyari dan
Smith, 1997 (dalam Maurits, 2008). Dengan terganggunya circadian rhythms pada
tubuh pekerja akan terjadi dampak fisiologis pada pekerja seperti gangguan
gastrointestinal, gangguan pola tidur dan gangguan kesehatan lain. Circadian
rhythms berhubungan dengan suhu tubuh, tingkat metabolisme, detak jantung,
tekanan darah, dan komposisi kimia tertentu pada tubuh. Circadian rhythms
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti terang, gelap, dan suhu lingkungan.

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-13

b. Aspek Psikologis
Stress akibat shift kerja akan menyebabkan kelelahan (fatigue) yang dapat
menyebabkan gangguan psikis pada pekerja, seperti ketidakpuasan dan iritasi.
c. Aspek Kinerja
Dari beberapa penelitian baik di Amerika maupun Eropa, shift kerja memiliki
pengaruh pada kinerja pekerja Tayyari &Smith, 1997 (dalam Maurits L.K, 2008 ).
Kinerja pekerja, termasuk tingkat kesalahan, ketelitian dan tingkat kecelakaan,
lebih baik pada waktu siang hari dari pada malam hari, sehingga dalam menentukan
shift kerja harus diperhatikan kombinasi dari tipe pekerjaan, sistem shift dan tipe
pekerja.
d. Domestik dan sosial
Shift kerja akan berpengaruh negatif terhadap hubungan keluarga seperti tingkat
berkumpulnya anggota keluarga dan sering berakibat pada konflik keluarga. Secara
sosial, shift kerja juga akan mempengaruhi sosialisasi pekerja karena interaksinya
terhadap lingkungan menjadi terganggu.

3.2.5 Circadian Rhytm


Maurits (2010) mengatakan bahwa Circadian Rhythm berasal dari bahasa Latin, yaitu
circa yang berarti putaran dan dies yang berarti hari (circadian = kira-kira dalam satu hari).
Secara praktis, semua fungsi fisiologis dan psikologis manusia digambarkan sebagai irama
selama periode waktu 24 jam, dan menunjukkan adanya fluktuasi harian. Fungsi tubuh yang
ditandai dengan circadian adalah tidur, kesiapan untuk bekerja, dan seperti metabolisme,
temperatur tubuh, detak jantung, dan tekanan darah. Semua fungsi manusia tersebut
menunjukkan siklus harian yang teratur. Pada sistem shift kerja diperusahaan/tempat kerja
dapat diperoleh berbagai dampak positif namun adanya shift kerja malam dapat menimbulkan
akibat yang cukup menggangu pekerja khusunya apabila pekerja mengalami kurang tidur.
1. Jam Biologis pada Ritme Sirkadian
Jam biologis pada ritme sirkadian dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini.

Gambar 3.1 Ritme Sirkadian


(Sumber: Monk & Folkard 1997)

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-14

a. Lambung
Pada jam 07:00 - 09:00, daya kerja lambung sedang kuat-kuatnya sehingga kita
dianjurkan untuk sarapan yang bergizi tinggi pada waktu ini. Sistem pencernaan
pada kondisi paling efisien karena metabolisme lebih aktif, sehingga lemak yang
diserap jadi lebih mudah terbakar.
b. Jantung
Pada jam 11:00 - 13:00, hindarilah panas berlebih dan olah fisik, terutama bagian
dimana kamu punya keluhan di pembuluh darah. Sistem imunitas tubuh menurun,
karena sel darah putih yang bertugas melawan infeksi dan penyakit kurang aktif.
c. Hati
Pada jam 13:00 - 15:00, kondisi hati sedang lemah sehingga kita dianjurkan untuk
istirahat sejenak, karena pada jam ini akan terjadi proses regenerasi sel-sel hati.
Prioritas tubuh yang utama adalah mencerna makanan karena energi menurun dan
merasakan kantuk.
d. Paru-paru
Pada jam 15:00 - 17:00, Hormon adrenalin dan suhu tubuh berada pada kondisi
paling tinggi. Saat inilah waktu paling tepat untuk berolahraga. Jam ini juga paru-
paru berfungsi maksimal.
e. Ginjal
Pada jam 17:00 -19:00, ginjal manusia dalam kondisi kuat, pada ginjal terjadi
proses pembentukan sumsum tulang dan sel otak. Jam ini merupakan jam terbaik
untuk belajar.
f. Lambung
Pada jam 19:00 - 21:00, kondisi lambung sedang lemah. Kondisi ini sebaiknya untuk
tidak mengkonsumsi makanan padat yang sulit dicerna, dan lebih baik jika behenti
makan.
g. Limpa
Pada jam 21:00 23:00, limpa manusia dalam kondisi lemah, pada limpa terjadi
proses pembuangan racun tubuh dan regenerasi sel limpa.
h. Jantung
Pada jam 23:00 - 01:00, kondisi jantung sedang lemah dan ini adalah waktu yang
tepat untuk istirahat agar memulihkan energi tubuh.
i. Hati
Pada jam 01:00 - 03:00, hati dalam kondisi kuat dan terjadi proses pembuangan
racun hasil metabolisme tubuh serta terjadinya regenerasi sel. Waktu terbaik bagi
tubuh untuk memulihkan diri dan dianjurkan untuk beristirahat.
j. Paru-paru
Pada Jam 02.30 - 04:30, kondisi paru-paru sedang kuat. Dalam paru-paru terjadi
pembersihan dan pembuangan racun atau kotoran.

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-15

k. Usus besar
Pada jam 05:00 - 07:00, usus besar dalam kondisi kuat, biasakanlah untuk buang
air besar di jam ini agar semua kotoran, racun dan sisa sistem pencernaan dapat
dikeluarkan.
2. Peran Hormon Melatonin terdahap Ritme Sirkadian
Pada malam hari, di saat kelenjar-kelenjar lain kurang aktif, kelenjar pineal pada otak
bekerja mencapai puncak fungsinya yaitu mengeluarkan hormon melatonin. Melatonin
merupakan hormon yang sangat sensitif terhadap cahaya, memegang peranan penting
terhadap pengaturan beberapa fungsi biologis terutama tidur (Ambarwati, 2017).
Hormon metalonin ini paling banyak diproduksi sekitar pukul 02.00 – 04.00 malam saat
kita tertidur lelap. Hal ini dikarenakan pada waktu itu gangguan cahaya dari alam
paling minimal (Wurtman RJ, 2005). Peran melatonin terhadap jam biologis seseorang
terdapat pada peraturan sirkadian tidur dan mekanisme terjaga (wakefulness), hal ini
diatur setiap hari berdasarkan masukan cahaya dari retina (Guyton, 2010).
3. Hubungan Antara Ritme Sirkadian Mengatur Metabolisme dengan Tidur
Ambarwati (2017) mengatakan bahwa saat tubuh tertidur, tubuh menjalankan
beberapa proses metabolisme. Tubuh memiliki mekanisme tertentu untuk meminta
agar jaringan diistirahatkan, mekanisme tersebut dikenal sebagai kantuk. Menurut
Aaron (2007) kaitan tidur dengan metabolisme adalah saat tidur kerja jantung akan
menurun hingga 10-30 denyut perdetik. Penurunan tekanan darah terjadi akibat
sedikitnya denyut tersebut. Selama waktu istirahat sel akan bekerja lebih maksimal
untuk memperbaiki sistem tubuh yang rusak atau ternggangu. Pengeluaran racun akan
lebih maksimal dilakukan oleh ginjal. Situasi ini memungkinkan tubuh memperbaiki
sistem pertahanan dan sel yang rusak, sistem kekebalan tubuh akan meningkat, karena
protein dan sistem kekebalan akan diproduksi lebih dibandingkan pada saat terjaga.
Hormon melatonin juga akan meningkatkan aktivitas sistem imun, melindungi dari
virus, dan memiliki fungsi anti-kanker yang luar biasa (Ambarwati, 2017).
4. Gangguan Ritme Sirkadian
Siklus irama sirkardian dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami
peregseran, ini dikenal dengan sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur)
yaitu gangguan dimana seseorang tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang
dikehendaki (Ambarwati, 2017). Terdapat jenis-jenis gangguan tidur, faktor yang
mempengaruhi gangguan tidur, risiko gangguan tidur, dan cara memperbaiki gangguan
ritme sirkadian.
a. Jenis-jenis Gangguan Tidur
Menurut Kozier (1995) dalam skripsi Brata (2016) terdapat jenis-jenis gangguan
tidur, diantaranya:

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-16

 Insomnia
Insomnia merupakan suatu ketidakmampuan untuk memperoleh jumlah atau
kualitas tidur yang kuat.
 Hipersomnia
Hipersomnia merupakan gangguan tidur yang berlebihan, khususnya disiang
hari. Orang hipersomnia seringkali tidur sampai pagi hari dan dapat tidur lagi
selama siang hari.
 Narkolepsi
Narkolepsi merupakan suatu serangan tidur yang mendadak yang terjadi
selama siang hari, oleh karena itu narkolepsi disebut juga serangan tidur "sleep
attack".
b. Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Tidur
Gangguan tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya (Brata, 2016):
 Shift Kerja
 Perubahan Zona Waktu (Jet Lag)
 Gaya Hidup
c. Risiko Gangguan Tidur
Menurut Anindyaputri (2016) gangguan tidur dapat mengakibatkan risiko kecil
hingga risiko serius yang akan terjadi pada kesehatan manusia, diantaranya:
 Depresi
 Kecemasan berlebih
 Gangguan mood
 Stress (dari asam amino tritofan)
 Penurunan Kualitas Tidur
 Penurunan Kemampuan Konsentrasi
 Mempengaruhi Daya Tahan Tubuh
 Penyakit Berat (Diabetes, Hipertensi, Kencing Manis, Obesitas, Kanker, dll.)
d. Cara Memperbaiki Gangguan Ritme Sirkadian
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengembalikan jam biologis
dalam ritme sirkadian sehingga tidak berkurangnya gangguan jadwal tidur,
diantaranya (Sinaga Nur dkk., 2021; Brata, 2016):
 Makan Teratur
 Tidur Siang
 Siklus Tidur Normal

3.2.6 Kelelahan (fatigue)


Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari
kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Makin berat beban yang
dikerjakan dan semakin tidak teraturnya pergerakan, maka timbulnya fatigue akan semakin

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-17

cepat. Jika seseorang bekerja pada tingkat energi diatas 5,2 kkal per menit, maka pada saat
itu timbul rasa lelah. Menurut Murrel (1965) kita masih mempunyai cadangan sebesar 25 kcal
sebelum munculnya asam laktat sebagai tanda saat dimulainya waktu istirahat. Cadangan
energi akan hilang jika kita bekerja lebih dari 5,0 kcal per menit. Selama periode istirahat,
cadangan energi tersebut dibentuk kembali. Timbulnya fatigue ini perlu dipelajari untuk
menentukan kekuatan otot manusia, sehingga kerja yang akan dilakukan atau dibebankan dapat
disesuaikan dengan kemampuan otot tersebut.
Barnes (1980) menggolongkan kelelahan ke dalam 3 golongan yaitu merasa lelah,
kelelahan karena perubahan fisiologi dalam tubuh, dan menurunkan kemampuan kerja. Ketiga
tersebut pada dasarnya berkesimpulan sama yaitu bahwa kelelahan terjadi jika kemampuan
otot telah berkurang dan lebih lanjut lagi mengalami puncaknya bila otot tersebut sudah tidak
mampu lagi bergerak (kelelahan sempurna).
1. Jenis – jenis kelelahan
Kelelahan pada manusia dapat dikategorikan berdasarkan waktu terjadinya, penyebab
kelelahan, dan proses dalam tubuh.
a. Berdasarkan waktu terjadinya
 Kelelahan akut adalah kelelahan yang disebabkan oleh kerja suatu organ atau
seluruh tubuh secara berlebihan.
 Kelelahan kronis adalah kelelahan yang dapat terjadi sepanjang hari,
berkepanjangan dan kadang-kadang telah terjadi sebelum memulai pekerjaan.
b. Berdasarkan penyebab kelelahan
 Lelah visual adalah lelah yang disebabkan oleh ketegangan pada organ visual
akibat pencahayaan yang kurang memadai.
 Lelah fisik umum adalah kelelahan yang disebabkan oleh ketegangan disemua
organ.
 Lelah mental adalah kelelahan psikologis yang disebabkan oleh faktor
psikologis yang monoton atau lingkungan kerja yang menjemukan, dan
pekerjaan yang menumpuk-numpuk.
c. Berdasarkan proses dalam tubuh
 Kelelahan otot dapat ditandai dengan perasaan nyeri dan tremor yang terdapat
pada otot.
 Kelelahan umum adalah suatu perasaan yang ditandai dengan berkurangnya
kemauan untuk bekerja atau bergerak yang penyebabnya adalah persyarafan
psikis.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fatigue
Faktor diri yang dapat mempengaruhi fatigue:
a. Besarnya tenaga yang diperlukan
b. Kecepatan
c. Cara dan sikap melakukan aktivitas

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-18

d. Jenis olahraga
e. Jenis kelamin
f. Umur
3. Cara Mengukur Fatigue
Berikut merupakan cara mengukur fatigue:
a. Mengukur kecepatan denyut jantung dan pernafasan.
b. Mengukur tekanan darah, peredaran udara dalam paru-paru, jumlah oksigen yang
dipakai, jumlah CO2 yang dihasilkan, Temperatur badan, Komposisi kimia dalam
urine dan darah.
c. Menggunakan alat penguji kelelahan riken fatigue indicator.

3.3 PERALATAN YANG DAPAT DIGUNAKAN


Berikut ini merupakan peralatan yang digunakan pada praktikum pengukuran beban
kerja fisik offline:
1. Treadmill
2. Sepeda Statis
3. Earthermo
4. Stopwatch
5. Pulse Oxymeter
Berikut ini merupakan peralatan yang digunakan pada praktikum pengukuran beban
kerja fisik online:
1. Welltory
2. Stopwatch
3. Meteran
4. Air Mineral Ukuran 1,5 Liter
5. Kardus

3.4 LEMBAR PENGAMATAN


Tabel pengamatan data diri operator untuk perhitungan konsumsi oksigen dapat dilihat
pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Data Diri Operator
Nama Usia (tahun) Berat (kg) Tinggi (cm)

Tabel data pengamatan detak jantung dan pengeluaran energi pada saat kondisi normal
dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-19

Tabel 3.8 Data Pengamatan Pada Saat Kondisi Normal


Detak Jantung Pengeluaran Energi
Operator
(Xi) (Detak/Menit) (Yi) (Kkal/Menit)

Tabel data pengamatan detak jantung dan pengeluaran energi pada saat kondisi kerja
dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9 Data Pengamatan Pada Saat Kondisi Kerja
Detak Jantung Pengeluaran Energi
Operator
(Xt) (Detak/Menit) (Yt) (Kkal/Menit)

Tabel data pengamatan detak jantung pada saat pemulihan dapat dilihat pada Tabel
3.10.
Tabel 3.10 Data Pengamatan Pada Saat Pemulihan
Detak Jantung (X)
Operator
(Detak/Menit)

Tabel pengamatan data hasil performansi setiap jam kerja dalam satu shift dapat
dilihat pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11 Pengamatan Data Hasil Performansi Setiap Jam Kerja Dalam Satu Shift
Jam Kerja Kelompok Operator Performansi (%)

5
10.00

Rata-rata

6
13.00

10

Rata-rata

16.00
7

Rata-rata

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-20

Tabel 3.11 Pengamatan Data Hasil Performansi Setiap Jam Kerja Dalam Satu Shift (Lanjutan)
Jam Kerja Kelompok Operator Performansi (%)

19.00
8

Rata-rata

Jumlah Pemindahan
Performansi = Target Jumlah Pemindahan x 100% (III.6)

∑ Performansi Operator
Rata-rata = (III.7)
n

3.5 PROSEDUR PRAKTIKUM


Prosedur dalam menjalankan praktikum yaitu:
1. Asisten menjelaskan hal-hal yang harus dilakukan berkaitan dengan proses kegiatan
praktikum dan pemberian materi melalui video pada e-learning.
2. Praktikan membaca dan memahami studi kasus yang telah diberikan oleh asisten.
3. Waktu intervensi, waktu kerja, dan target jumlah pengangkatan dapat dilihat pada
studi kasus.
4. Melakukan pengamatan data diri operator untuk perhitungan konsumsi oksigen.
5. Mengukur detak jantung operator menggunakan aplikasi welltory sebelum melakukan
kerja fisik.
6. Mengukur detak jantung operator menggunakan aplikasi welltory tepat setelah
melakukan kerja fisik.
7. Mengukur detak jantung operator menggunakan aplikasi welltory setelah pemulihan
atau istirahat.
8. Seluruh proses pengukuran harus disertakan bukti berupa rekaman video.

3.6 PENGOLAHAN DATA


Sub bab ini menjelaskan mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah
data untuk mengukur beban kerja fisik.

3.6.1 Pengukuran Beban Kerja Fisik


Pengolahan data untuk pengukuran beban kerja fisik adalah sebagai berikut:
a. Untuk melakukan perhitungan pengukuran beban kerja fisik dapat dilihat pada Tabel
3.8 sampai Tabel 3.10.
b. Hitung kalori yang dikeluarkan (Y) pada saat bekerja (Yt) dan pada saat kondisi normal
(Yi).
c. Buat grafik detak jantung terhadap waktu pada saat kondisi normal, bekerja dan
pemulihan seperti pada Gambar 3.2.

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-21

Grafik Detak Jantung Terhadap Waktu Pada Saat Kondisi


Normal, Bekerja dan Pemulihan

100
Detak jantung (bpm)

80
60
40
20

0 20 25

Waktu (Menit)
Gambar 3.2 Grafik Detak Jantung terhadap Waktu
d. Buat grafik pengeluaran energi terhadap waktu pada saat normal dan bekerja seperti
pada Gambar 3.3.
Grafik Pengeluaran Energi Terhadap Waktu Pada Saat
Kondisi Normal dan Bekerja
5
Pengeluaran Energi

4
3
2
1

0 20 25

Waktu (Menit)

Gambar 3.3 Grafik Energi terhadap Waktu


e. Hitung konsumsi energi (KE) yang dibutuhkan.
f. Hitung Nilai Konsumsi Oksigen pada saat kondisi normal (VO 2i) dan Kondisi bekerja
(VO2t)
g. Hitung nilai persentase cardiovascular load (%CVL).
h. Hitung waktu intervensi berdasarkan rumus.

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-22

3.7 SISTEMATIKA PENULISAN JURNAL AKHIR PRAKTIKUM


COVER
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR TIDAK MENCONTEK
1. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
(Kalimat pengantar)
1.1 Pengumpulan Data
(Kalimat pengantar)
1.1.1 Studi Kasus
Berisikan studi kasus yang diberikan oleh asisten dan ditulis ulang dengan bahasa
sendiri.
1.1.2 Tabel Pengamatan Data Diri Operator
(Kalimat pengantar)
Tabel 3.12 Data Diri Operator
Nama Usia (Tahun) Berat (Kg) Tinggi (cm)
Adelressa Gracynthia 20 45 155
Yockeu Julyani 20 50 160
Ikhsan Adhitya 20 75 160

1.2 Pengolahan Data


(Kalimat pengantar)
1.2.1 Tabel Pengamatan Detak Jantung dan Pengeluaran Energi
(Kalimat pengantar)
1. Masukan tabel detak jantung pada kondisi normal, bekerja serta pemulihan, dan
pengeluaran energi pada kondisi normal dan bekerja.
2. Berikan contoh perhitungan pengeluaran energi untuk kondisi normal (Yi) serta
bekerja (Yt). *untuk ketiga operator
Contoh:
1. Tabel Detak Jantung Kondisi Normal
(Kalimat pengantar)
Tabel 3.13 Detak Jantung Kondisi Normal
Detak Jantung (Xi) Pengeluaran Energi
Operator
(Detak/Menit) (Yi) (Kkal/Menit)
Adelressa Gracynthia 66 2,348
Yockeu Julyani 68 2,428
Ikhsan Adhitya 87 3,382

Contoh Perhitungan:
 Operator 1
Yi = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
= 1,80441 – 0,0229038(66) + 4,71733.10-4(66)2
= 2,348 Kkal/ menit
 Operator 2
Yi = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
= 1,80441 – 0,0229038(68) + 4,71733.10-4(68)2

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-23

= 2,428 Kkal/ menit


 Operator 3
Yi = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4 X2 (1)
= 1,80441 – 0,0229038(87) + 4,71733.10-4(87)2
= 3,382 Kkal/ menit
2. Tabel Detak Jantung Kondisi Kerja
(Kalimat pengantar)
Tabel 3.14 Detak Jantung Kondisi Kerja
Detak Jantung (Xt) Pengeluaran Energi
Operator
(Detak/Menit) (Yt) (Kkal/Menit)
Adelressa Gracynthia 115 5,409
Yockeu Julyani 107 4,755
Ikhsan Adhitya 129 6,700

Contoh Perhitungan:
 Operator 1
Yt = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
= 1,80441 – 0,0229038(115) + 4,71733.10-4(115)2
= 5,409 Kkal/ menit
 Operator 2
Yt = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
= 1,80441 – 0,0229038(107) + 4,71733.10-4(107)2
= 4,755 Kkal/ menit
 Operator 3
Yt = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
= 1,80441 – 0,0229038(129) + 4,71733.10-4(129)2
= 6,700 Kkal/ menit
3. Tabel Detak Jantung Kondisi Pemulihan
(Kalimat pengantar)
Tabel 3.15 Detak Jantung Pemulihan
Detak Jantung (X)
Operator
(Detak/Menit)
Adelressa Gracynthia 99
Yockeu Julyani 90
Ikhsan Adhitya 102
1.2.2 Tabel Pengamatan Data Hasil Performansi
(Kalimat pengantar)
1. Masukan tabel pengamatan data hasil performansi dalam satu shift (warna tabel
kelompok diri sendiri dibedakan dari kelompok yang lain).
2. Berikan contoh perhitungan performansi untuk ketiga operator dalam satu
kelompok.
3. Berikan contoh perhitungan rata-rata performansi untuk salah satu jam pada satu
shift (contoh perhitungan pada jam kelompok diri sendiri).
Contoh:

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-24

Tabel 3.16 berikut berisikan data hasil performansi setiap jam kerja dalam satu shift.
Tabel 3.16 Pengamatan Data Hasil Performansi Setiap Jam Kerja Dalam Satu Shift
Jam Kerja Kelompok Operator Performansi (%)
Adelressa Gracynthia 70
1 Yockeu Julyani 67
Ikhsan Adhitya 80
Salma Salsabila 70
5 Della Ananda 75
10.00
Annisa Syaharani 60
Salsabila Annastia 65
9 Grace Ivanna 80
APK 44 85
Rata-rata 72,44

6
13.00

10

Rata-rata

16.00
7

Rata-rata

19.00
8

Rata-rata
Contoh Perhitungan:
 Operator 1
Jumlah Pemindahan
Performansi = Target Jumlah Pemindahanx 100% (2)
140
= 200 x 100%

= 70 %
 Operator 2
Jumlah Pemindahan
Performansi = Target Jumlah Pemindahanx 100% (2)
134
= 200 x 100%

= 67 %
 Operator 3
Jumlah Pemindahan
Performansi = Target Jumlah Pemindahanx 100% (2)
160
= 200 x 100%

= 80 %

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-25

 Rata-rata Performansi Setiap Jam


∑ Performansi Operator
Rata-rata Jam 10.00 = (3)
n
70 + 67 + … + 85
= 9

= 72,44 %
1.2.3 Grafik Detak Jantung terhadap Waktu pada saat Kondisi Normal, Bekerja, dan
Pemulihan
(Kalimat pengantar)
1. Masukan grafik detak jantung (sumbu Y) terhadap waktu (sumbu X) pada saat
kondisi normal, bekerja dan pemulihan yang diberi warna berbeda pada setiap
kondisinya.
2. Keterangan Grafik harus lengkap (judul grafik, keterangan warna, keterangan
sumbu x dan y, satuan).
*Judul: Grafik Detak Jantung Terhadap Waktu pada Saat Kondisi Normal, Bekerja
dan Pemulihan
Contoh:

Gambar 3.4 Grafik Detak Jantung terhadap Waktu pada saat Kondisi Normal, Bekerja, dan Pemulihan
1.2.4 Grafik Energi Terhadap Waktu Pada Saat Kondisi Normal dan Bekerja
(Kalimat pengantar)
1. Masukan grafik energi (sumbu Y) terhadap waktu (sumbu X) pada saat kondisi
normal dan bekerja yang diberi warna berbeda pada setiap kondisinya.
2. Keterangan Grafik harus lengkap (judul grafik, keterangan warna, keterangan
sumbu x dan y, satuan).
*Judul : Grafik Pengeluaran Energi Terhadap Waktu pada Saat Kondisi Normal dan
Bekerja
Contoh :

Gambar 3.5 Grafik Energi terhadap Waktu pada saat Kondisi Normal dan Bekerja

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-26

1.2.5 Perhitungan Persentase Konsumsi Energi, Konsumsi Oksigen, Cardiovascular Load, dan
Waktu Intervensi
(Kalimat pengantar)
Masukan perhitungan konsumsi energi, konsumsi oksigen, persentase cardiovascular
load, dan waktu intervensi untuk ketiga operator dalam satu kelompok.
Contoh:
1. Operator 1
a. Konsumsi Energi
(Kalimat pengantar)
 Yt = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
-4 2
= 1,80441 – 0,0229038(115) + 4,71733.10 (115)
= 5,409 Kkal/menit
 Yi = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
-4 2
= 1,80441 – 0,0229038(66) + 4,71733.10 (66)
= 2,348 Kkal/menit
 KE = Yt – Yi (4)
= 5,409 – 2,348
= 3,061 Kkal/menit
Keterangan:
KE = Konsumsi Energi (Kilokalori/Menit)
Yt = Pengeluaran energi ketika melakukan pekerjaan (Kilokalori/Menit)
Yi = Pengeluaran energi ketika normal (Kilokalori/Menit)
b. Konsumsi Oksigen
(Kalimat pengantar)
 Kondisi Normal
VO2i = 0.019HR – 0.024h + 0.016w + 0.045a + 1.15 (5)
= 0.019(66) – 0.024(155) + 0.016(45) + 0.045(20) + 1.15
= 0,304 liter/menit
 Kondisi Bekerja
VO2t = 0.019HR – 0.024h + 0.016w + 0.045a + 1.15 (5)
= 0.019(115) – 0.024(155) + 0.016(45) + 0.045(20) + 1.15
= 1,235 liter/menit
Keterangan:
VO2 = Konsumsi Oksigen (liter/menit)
HR = Denyut Jantung (denyut/menit)
h = Tinggi Badan (cm)
w = Berat Badan (kg)
a = Usia (tahun)

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-27

c. Persentase Cardiovascular Load


(Kalimat pengantar)
100 X (denyut nadi kerja-denyut nadi normal)
%CVL = denyut nadi maksimum-denyut nadi normal
(6)
100 X (115-66)
= 180-66

= 42,982%
Kesimpulan:
Berdasarkan perhitungan persentase Cardiovascular Load (%CVL) menunjukkan
hasil sebesar 42,982% yang berarti diperlukan perbaikan.
Keterangan:
Tabel 3.17 Klasifikasi Hasil Persentase CVL
Hasil %CVL Keterangan
<30% Tidak terjadi kelelahan
30% ≤ %CVL < 60% Diperlukan perbaikan
60% ≤ %CVL < 80% Kerja dalam waktu singkat
80% ≤ %CVL < 100% Diperlukan tindakan segera
> 100% Tidak diperbolehkan beraktivitas
d. Waktu Intervensi
(Kalimat pengantar)
W x (b -s)
R = (7)
b - 0,3
20 x (5,409-4)
= 5,409-0,3

= 5,516 menit
Keterangan:
R = Lama waktu istirahat setelah bekerja
w = Lama kerja yang dilakukan berturut-turut (menit)
b = Rata-rata energi yang dikeluarkan saat melakukan pekerjaan
(kkal/menit)
s = Batas atas energi yang boleh dikeluarkan untuk kerja (kkal/menit)
untuk pria 5,33 Kkal/menit dan wanita 4 Kkal/menit.
2. ANALISIS
(Kalimat pengantar)
2.1 Analisis Pengeluaran Energi Pada Saat Kondisi Normal dan Bekerja
(1 paragraf setiap operator (3 paragraf))
1. Berisi pergerakan grafik dari kondisi normal ke bekerja bentuknya seperti apa?
Meningkat atau tidak.
2. Jelaskan kenapa pergerakan grafik seperti itu
Notes: karena saat melakukan pekerjaan itu memerlukan energi, hubungkan ke
dalam metabolisme tubuh, jadi ketika detak jantung naik harusnya pengeluaran
energi juga naik.

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-28

2.2 Analisis Hasil Konsumsi Energi


(2 paragraf setiap operator (6 paragraf))
Paragraf 1 berisi:
1. Lihat Hasil KE positif atau negatif.
2. Apa artinya dari nilai positif atau negatif tersebut kaitkan dengan rumus?
Hasil Positif  Pengeluaran energi pada saat bekerja lebih besar dibandingkam
ketika normal.
Hasil Negatif  Pengeluaran energi pada saat bekerja lebih kecil dibandingkam
ketika normal.
Paragraf 2 berisi penjelasan kenapa hasil tersebut bisa terjadi.
Hasil positif  Beban Kerja yang dilakukan saat praktikum lebih melelahkan
sehingga operator menghabiskan energi lebih besar dari kondisi normal.
Hasil negatif  Pekerjaan saat praktikum dirasa tidak berat bagi operator bisa
juga (operarator telah terbiasa dengan pekerjaan tersebut) atau pekerjaan yang
dilakukan operator pada saat kondisi normal (sebelum praktikum) lebih berat,
misalnya operator sudah melakukan olahraga pagi sebelum praktikum.
2.3 Analisis Hasil Konsumsi Oksigen
(1 paragraf setiap operator (3 paragraf))
1. Cantumkan hasil KO saat sebelum (kondisi normal) dan sesudah bekerja.
2. Bandingkan hasil KO saat sebelum dan sesudah bekerja, jika:
KO sebelum bekerja > KO sesudah bekerja, maka operator telah terbiasa
mengerjakan pekerjaan tersebut, dan operator merasa tidak memiliki kesulitan
untuk melakukan pekerjaannya. Operator juga mungkin pernah melakukan aktivitas
yang membutuhkan energi yang lebih banyak dibandingkan energi yang dikeluarkan
untuk melakukan pekerjaan di praktikum tersebut.
KO sebelum bekerja < KO sesudah bekerja, maka operator tidak terbiasa
mengerjakan pekerjaan tersebut, dan operator merasa kesulitan untuk melakukan
pekerjaannya.
2.4 Analisis Beban Kerja Fisik Berdasarkan Persentase Cardiovascular Load
(1 paragraf setiap operator (3 paragraf))
1. Hasil %CVL dibandingkan dengan tabel klasifikasi %CVL.
2. Penjelasan penyebab mengapa hasilnya seperti itu.
(keyword: hubungkan dengan detak jantung, pekerjaan dan kebiasaan)
Notes: Hubungkan dengan detak jantung saat bekerja dan sebelum bekerja lalu
lihat apakah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh operator sudah biasa dilakukan
atau tidak.
2.5 Analisis Waktu Intervensi Terhadap Waktu Pemulihan yang Diberikan
(1 paragraf setiap operator (3 paragraf))
1. Waktu intervensi hasil perhitungan.

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-29

2. Perbandingan waktu intervensi dengan waktu pemulihan yang diberikan (5 menit).


3. Cukup atau tidak waktu pemulihan yang diberikan oleh perusahaan.
Waktu intervensi < waktu pemulihan dari perusahaan (5 menit)  berarti waktu
pemulihan yang diberikan oleh perusahaan untuk operator sudah cukup dimana
operator bisa mengembalikan kondisi fisiknya (recovery) ke kondisi awal sebelum
bekerja, yang menandakan operator bisa kerja lagi.
Waktu intervensi > waktu pemulihan dari perusahaan (5 menit)  berarti waktu
pemulihan yang diberikan oleh perusahaan untuk operator tidak cukup, dimana
keadaan operator dengan waktu yang diberikan tersebut belum bisa
mengembalikan kondisi fisiknya (recovery) ke kondisi awal sebelum bekerja,
operator bisa kerja lagi tetapi keadaan fisiknya masih lelah atau belum kembali ke
kondisi awal.
2.6 Analisis Perbandingan Performansi Operator Terhadap Target yang Diberikan
(1 paragraf setiap operator (3 paragraf))
1. Hasil performansi setiap masing-masing operator.
2. Perbandingan antara performansi dengan target yang diberikan perusahaan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi tercapai/tidak tercapainya target.
2.7 Analisis Jam Kerja Berdasarkan Ritme Sirkadian
(3 paragraf)
Paragraf 1 berisi:
1. Sebutkan jam kerja dan kaitkan dengan jam ritme sirkadian.
2. Apa saja yang mempengaruhi tubuh di jam tersebut? Hormon atau organ apa saja
yang sedang aktif.
Paragraf 2 berisi:
1. Sebutkan masing-masing nilai performansi dari masing-masing operator dalam satu
kelompok (3 operator).
2. Bandingkan hasil performansi ketiga operator tersebut, operator mana yang
performansinya lebih baik dan lebih buruk.
3. Sebutkan kondisi fisik masing-masing operator pada saat bekerja (contoh:
sebelumnya begadang, perokok, dll), lalu kaitkan dengan hasil performansinya.
Paragraf 3 berisi:
1. Sebutkan rata-rata performansi dalam satu shift disetiap jamnya.
2. Sebutkan hasil performansi ketiga operator dan bandingkan dengan rata-rata
performansi dalam satu shift disetiap jamnya.
3. Kenapa nilai performansi tersebut bisa diatas atau dibawah rata-rata jika dikaitkan
dengan ritme sirkadian.
3. KESIMPULAN DAN SARAN
(Kalimat pengantar)

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-30

3.1 Kesimpulan
(Kalimat pengantar)
Berisikan tentang hasil yang didapat untuk menjawab analisis. (7 poin dari analisis).
3.2 Saran
Saran ditujukan untuk perusahaan. Misalnya penambahan waktu intervensi yang
diberikan oleh perusahaan atau merubah jam kerja operator.
LAMPIRAN
1. Printscreen Aplikasi Welltory Operator 1
a. Detak Jantung Kondisi Normal
Contoh:

b. Detak Jantung Kondisi Bekerja


Contoh:

c. Detak Jantung Kondisi Pemulihan


Contoh:

2. Printscreen Aplikasi Welltory Operator 2


a. Detak Jantung Kondisi Normal
b. Detak Jantung Kondisi Bekerja
c. Detak Jantung Kondisi Pemulihan

Lab APK & E 2021


Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-31

3. Printscreen Aplikasi Welltory Operator 3


a. Detak Jantung Kondisi Normal
b. Detak Jantung Kondisi Bekerja
c. Detak Jantung Kondisi Pemulihan

3.8 REFERENSI
1. Ambarwati, Rini. (2017). Tidur, Irama Sirkadian dan Metabolisme Tubuh. Jurnal
Keperawatan, Vol. X No 1, 42-46.
2. Anindyaputri, Irene. (2016). Memahami Jam Biologis: Jadwal Kerja Organ Dalam Tubuh
Kita. Diambil dari https://hellosehat.com/pola-tidur/tips-tidur/jam-biologis-
manusia/?amp=1: https://hellosehat.com. Diunduh pada tanggal 19 April 2021.
3. Barnes, Ralph M. (1980). Motion and Time Study: Design and Measurement of Work.
New York: John Wiley & Son, Inc.
4. Brata, Viktor B. W. (2016). Ritme Sirkadian Pada Mahasiswa Dengan Pola Tidur Tidak
Normal. Skripsi. FKIP, Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
5. Christensen (1991:1699). Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. ILO.
Geneva.
6. Grandjean, E. (1988). Accuracy Influences Working Against Productivity. London:
Taylor & Francis.
7. Grandjean, E. dan Kroemer K.H.E. (2009). Fitting The Task to The Man, A Text Book
of Occupational Ergonomics, 5th Ed. Taylor and Francis Ltd, London.
8. Herrianto, R. (2010). Kesehatan Kerja. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
9. Kilbon, A. (1992). Measurement and Assessment of dynamic Work. Dalam: Tarwaka,
Bakri, S.
10. Murrel. (1965). Hanna, U. (2015). Fisiologi Kerja. Semarang: Universitas Dian
Nusantoro.
11. Sinaga, N. N. P., Andriana, J., Hutagalung, P. (2021). Risiko Hipertensi pada Pekerja
Shift Malam.
12. Tarwaka, Bakri, Solichul HA., dan Sudiajeng, Lilik. (2004). Ergonomi: Untuk
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA PRESS, Surakarta.
13. Tayyari, F. & Smith, J.L. (1997). Occupational Ergonomics: Principles and applications.
London: Chapman & Hall.
14. Widyasmara, Wiwied. (2007). Tugas Akhir: Penentuan Konsumsi Oksigen berdasarkan
Variabel Fisiologi, Antropometri, dan Demografi pada Pria Dewasa Muda (Suatu Studi
Awal). Teknik Industri – ITB Bandung.

Lab APK & E 2021


MODUL IV
BEBAN KERJA MENTAL

4.1 TUJUAN PRAKTIKUM


Dibawah ini merupakan tujuan praktikum yang ingin dicapai:
1. Mengetahui metode dan cara pengukuran beban kerja mental.
2. Mengetahui pengaruh lingkungan kerja terhadap beban kerja mental.
3. Memahami konsep perancangan poster.

4.2 LANDASAN TEORI


Ergonomi memberikan peranan penting dalam meningkatkan respon manusia terhadap
lingkungan kerja. Faktor ini dapat dikaji dengan menggunakan konsep pengukuran beban kerja
mental dan lingkungan kerja.

4.2.1 Kerja Mental


Menurut Widyanti, dkk (2010), aktivitas manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik
(otot), dan kerja mental (otak). Kerja fisik merupakan suatu pekerjaan dengan menggunakan
otot yang dapat menyebabkan perubahan pada fungsi tubuh. Perubahan dapat dideteksi melalui
konsumsi oksigen, denyut jantung, peredaran udara dalam paru-paru, temperatur tubuh,
konsenstrasi asam laktat dalam darah, komposisi kimia dalam darah dan air seni, dan tingkat
penguapan. Sedangkan kerja mental merupakan kerja yang menggunakan otak sebagai
pemikiran utama. Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi faal
tubuh. Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan
sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah. Padahal secara moral dan
tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat dibandingkan dengan aktivitas fisik, karena
lebih melibatkan kerja otak (white-collar) daripada kerja otot (blue-collar) (Pracinasari, 2013).

4.2.2 Beban Kerja Mental


Menurut Jex (1988) dalam Hutabarat (2018) beban kerja mental adalah selisih antara
tuntutan beban kerja dari suatu tugas dengan kapasitas maksimum beban mental seseorang
dalam kondisi termotivasi. Beban kerja mental timbul oleh aktivitas yang terjadi pada
lingkungan kerja menurut Warm dkk., (2008) yang disebabkan oleh:
1. Keharusan untuk tetap dalam kondisi kewaspadaan tinggi dalam waktu lama.
2. Kebutuhan untuk mengambil keputusan yang melibatkan tanggung jawab yang besar.
3. Menurunnya konsentrasi akibat aktivitas yang monoton.
4. Kurangnya kontak dengan orang lain, terutama untuk tempat kerja yang terisolasi
dengan orang lain.

IV-1
Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-2

Pengukuran beban kerja mental dapat dibagi menjadi beban kerja secara objektif dan
subjektif. Pengukuran beban kerja mental secara objektif dapat mencakup sebagai sebuah
pengukuran dimana sumber datanya bersifat kuantitatif. Pengukurannya dapat berupa:
1. Pengukuran Variabilitas Detak Jantung
Heart Rate Variability (HRV) atau RR interval adalah waktu yang berlalu diantara dua
gelombang R (gelombang dengan amplitude terbesar) yang berurutan. Heart Rate
Variability (HRV) berhubungan erat dengan sistem saraf otonom manusia. Sistem saraf
otonom sendiri terbagi menjadi dua, yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf
parasimpatis. Sistem saraf simpatis berfungsi untuk meningkakan respon-respon tubuh
untuk melakukan aktifitas yang cukup berat atau dalam menghadapi situasi stres. Pada
aktivitas seperti ini, misalnya sistem saraf simpatis akan mengatur jantung untuk
berdenyut lebih cepat dan lebih kuat. Sistem saraf parasimpatis mendominasi pada
aktivitas atau keadaan yang tenang dan santai sehingga akan mengatur jantung untuk
tidak berdenyut dengan cepat dan kuat. Variabilitas detak jantung dapat menunjukkan
tingkat stres, semakin cepat detak jantung maka jarak antar puncaknya akan semakin
rapat dan variabilitas detak jantungnya rendah sehingga semakin tinggi tingkat stres
yang dirasakan. Pengukuran HRV dapat dilakukan dengan menggunakan
electrocardiogram (EKG), smart pulse, smartwatch, ataupun menggunakan aplikasi
welltory.
Klasifikasi HRV dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Klasifikasi HRV
Umur Parameter Klasifikasi HRV
<20 : High Stress
20-35 : Medium Stress
10-49 SDNN
35-50 : Low Stress
>50 : No Stress
<15 : High Stress
15-20 : Medium Stress
50-60 SDNN
20-40 : Low Stress
>40 : No Stress
(Sumber: Medicore, Heart Rate Variability Analysis System)
2. Pengukuran cairan dalam tubuh
Pengukuran cairan dalam tubuh dapat dilihat dari 2 cara yaitu dari asam laktat dan
kadar elektrolit. Pengukuran ini digunakan untuk mengetahui kadar asam laktat yang
bisa menunjukkan kondisi dari beban kerja seseorang yang melakukan suatu aktivitas.
Pengukuran cairan tubuh dapat diuji dengan cara melakukan pembacaan warna cairan
tubuh dengan menggunakan fotodioda dan LED untuk mengetahui tingkat kekurangan
cairan tubuh.
Menurut Tamsuri (2009) kondisi stress berpengaruh pada cairan dan elektrolit dalam
tubuh.
3. Pengukuran waktu kedipan mata
Durasi kedipan mata dapat menunjukkan tingkat beban kerja yang dialami oleh
seseorang. Orang yang mengalami kerja berat dan lelah biasanya durasi kedipan

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-3

matanya akan lama, sedangkan untuk orang yang bekerja ringan (tidak terbebani
mental maupun psikisnya), durasi kedipan matanya relatif cepat.
4. Pengukuran kandungan amilase dalam saliva
Kandungan amilase dalam saliva dapat menunjukkan tingkat stres, semakin tinggi
kandungan amilase maka semakin tinggi tingkat stres yang dirasakan. Tes ini
menggunakan suatu alat yang berasal dari Jepang bernama cocorometer. Fungsi dari
cocorometer ialah untuk mengukur tingkat stres manusia yang dilihat dari kadar asam
saliva pada kelenjar ludah.
Pengukuran beban kerja mental secara subjektif dapat mencakup sebagai pengukuran
dimana sumber datanya bersifat kualitatif. Pengukurannya dapat berupa:
1. NASA-TLX (National Aeronoutics and Space Administration – Task Load Index)
Dikembangkan oleh NASA Ames Research Center. NASA-Task Load Index adalah prosedur
rating mutidimensional, yang membagi beban kerja (workload) atas dasar rata-rata
pembebanan 6 indikator yaitu mental demand, physical demand, temporal demand,
own performance, effort, dan frustration.
Kelebihan:
a. Lebih sensitif terhadap berbagai kondisi pekerjaan.
b. Setiap faktor penilaian mampu memberikan sumbangan informasi mengenai struktur
tugas.
c. Proses penentuan keputusan lebih cepat dan sederhana.
d. Analisis data lebih mudah diselesaikan karena tidak memerlukan program khusus.
Kekurangan:
a. Diperlukan adaptasi dari penilai. Tidak stabil dalam pengukurannya.
b. Galat yang lebih besar.
Menurut Hancock dan Meshkati (1988) dalam Neville (2009) menjelaskan langkah-
langkah dalam pengukuran beban kerja mental dengan menggunakan metode NASA-TLX.
a. Penjelasan Indikator beban mental yang akan diukur
Penjelasan indikator beban kerja dapat diamati pada Tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Indikator Beban Kerja
Skala Rating Keterangan
Seberapa besar aktivitas mental dan perseptual yang
dibutuhkan untuk melihat, mengingat, dan mencari.
Mental Demand (MD) Rendah ke tinggi
Apakah pekerjaan tersebut mudah ataukah sulit,
kompleks ataupun sederhana, longgar atau ketat.
Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan (misalnya:
Physical Demand (PD) Rendah ke tinggi
mendorong, menarik, mengontrol putaran).
Jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang
Temporal Demand (TD) Rendah ke tinggi
dirasakan selama elemen pekerjaan berlangsung.
Seberapa besar keberhasilan seseorang dalam
Own Performance (OP) Tidak puas, puas
pekerjaannya dan seberapa puas hasil kerjanya.
Seberapa tidak puas, aman, putus asa, tersinggung,
Frustation Level (FR) Rendah ke tinggi terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman, puas,
nyaman dan kepuasan diri yang dirasakan.
Seberapa keras kerja mental dan fisik yang dibutuhkan
Effort (EF) Rendah ke tinggi
untuk menyelesaikan pekerjaan.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-4

b. Pembobotan
Pada bagian ini responden diminta untuk salah satu dari dua indikator yang
dirasakan lebih dominan menimbulkan beban kerja mental terhadap pekerjaan
tersebut. Kuesioner NASA-TLX yang diberikan berupa perbandingan berpasangan.
Dari kuesioner ini dihitung jumlah tally dari setiap indikator yang dirasakan paling
berpengaruh. Jumlah tally menjadi bobot untuk tiap indicator beban mental.
c. Pemberian Rating
Pada bagian ini responden diminta memberi rating terhadap keenam indicator
beban mental. Rating yang diberikan adalah subjektif tergantung pada beban
mental yang dirasakan oleh responden tersebut. Untuk mendapatkan skor beban
mental NASA-TLX, bobot dan rating untuk setiap indicator dikalikan kemudian
dijumlahkan dan dibagi dengan 15 (jumlah perbandingan berpasangan).
d. Menghitung nilai produk
Diperoleh dengan mengalikan rating dengan bobot faktor untuk masing-masing
deskriptor. Dengan demikian dihasilkan 6 nilai produk untuk 6 indikator (MD, PD,
TD, OP, FR, EF).
Produk = Rating x bobot faktor (IV.1)
e. Menghitung Weighted Workload (WWL)
Diperoleh dengan menjumlahkan keenam nilai produk
WWL = ∑ produk (IV.2)
f. Menghitung rata-rata WWL
Diperoleh dengan membagi WWL dengan jumlah bobot total
∑ (bobot x rating)
Skor = (IV.3)
15
g. Interpretasi Skor
Menurut penjelasan Hancock dan Meshkati (1988) dalam Neville (2009) dalam teori
NASA-TLX, skor beban kerja yang diperoleh terbagi dalam lima klasifikasi
sebagaimana yang tertera pada Tabel 4.3 dibawah ini.
Tabel 4.3 Klasifikasi NASA-TLX
Golongan Beban Kerja Nilai
Rendah 0-9
Sedang 10-29
Agak Tinggi 30-49
Tinggi 50-79
Sangat Tinggi 80-100
(Sumber: Hart, S.G. dan Staveland, L.E., 1988)
Menurut Rodahl (1989) dalam Saleh (2018), bahwa secara umum hubungan
antara beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat
komplek, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor eksternal beban kerja
adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja
eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja. Ketiga aspek
ini sering disebut sebagai stresor. Faktor internal beban kerja adalah faktor yang

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-5

berasal dari dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja
eksternal. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh,
kondisi kesehatan, status gizi), serta faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan diri,
keinginan, kepuasan, dll).
2. Subjective Workload Assessment Technique (SWAT)
Dikembangkan oleh Harry G. Armstrong, Aerospace Medical Research Laboratory
Wright-Patterson Air Force Base, Ohio, USA untuk menjawab pertanyaan bagaimana
cara mengukur beban kerja dalam lingkungan yang sebenarnya (real world
environment). Dua tahapan pekerjaan di dalam penggunaan model SWAT yakni scale
development dan event scoring. Scale development membahas mengenai pengurutan
beban kerja dari yang terendah hingga tertinggi menurut persepsi masing-masing
subjek dengan menggunakan kombinasi kartu. Sedangkan event scoring digunakan
rating dari masing-masing SWAT task-nya untuk mengetahui workload scorenya.
Masing-masing scoring terdiri dari 3 tingkatan yaitu rendah, sedang dan tinggi
(Sritomo,2007) dan memiliki dimensi berupa time load, mental effort load, dan
psychological stress load.
Kelebihan:
a. Pengukuran dilakukan berdasarkan teori pengukuran formal, yaitu teori pengukuran
conjoint.
b. Dapat digunakan pada data tunggal maupun berkelompok.
c. Teruji validitasnya (keabsahan)
d. Dapat digunakan untuk penilaian secara global yang diaplikasikan pada ruang
lingkup yang lebih luas.
Kekurangan:
a. Penggunaaan kata-kata secara lisan yang beresiko menimbulkan konotasi yang
berbeda untuk setiap individu.
3. Rating Scale Mental Effort (RSME)
RSME adalah metode pengukuran beban kerja mental subjektif dengan skala tunggal
yang dikembangkan oleh Zijlstra dkk., dalam Widiyanti (2010).
Kelebihan:
a. Alat ukur yang mudah digunakan.
b. Memerlukan biaya yang relatif cukup murah.
c. Alat ukur yang valid.
Kekurangan:
a. Hanya mengukur satu skala.
Responden diminta untuk memberikan tanda pada skala 0-150 dengan deskripsi pada
beberapa titik acuan (anchor point). Bisa dilihat pada Gambar 4.1.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-6

Gambar 4.1 Contoh Rating Scale Mental Effort (RSME)


Contoh Pernyataan
a. Usaha yang Dilakukan Sangat Besar Sekali
b. Usaha yang Dilakukan Sangat Besar
c. Usaha yang Dilakukan Besar
d. Usaha yang Dilakukan Cukup Besar
e. Usaha yang Dilakukan Agak Besar
f. Usaha yang Dilakukan Kecil
g. Usaha yang Dilakukan Sangat Kecil
h. Usaha yang Dilakukan Hampir Tidak ada
i. Usaha yang Dilakukan Tidak Ada Sama Sekali

A. Stres Kerja
Stres kerja merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara kemampuan kerja
dengan karakteristik pekerjaannya. Menurut Beehr dan Franz (1987) dalam Cooper (2008) stres
kerja sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang
karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi yang tertentu. Mangkunegara (2008)
mendefinisikan stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi
pekerjaan.
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem
saraf parasimpatis kedua sistem tersebut memiliki fungsi dan cara kerja yang saling
berlawanan. Saraf simpatis berfungsi untuk merespon dari dalam tubuh ketika ada ancaman
atau tekanan pada diri kita, saraf ini akan mempersiapkan dalam mengeluarkan energi untuk
menghadapi ancaman atau tekanan yang dialami pada lingkungan sekitar. Ketika mengalami
cemas atau takut saraf simpatik akan memicu respon dengan mempercepat detak jantung
sehingga ketika manusia mengalami stres atau tekanan detak jantungnya akan meningkat. Hal
ini disebabkan oleh aktifnya saraf simpatis dalam tubuh. Kebalikan dari saraf simpatis, saraf
parasimpatis berfungsi untuk menjaga dan memlihara tubuh ketika tubuh melakukan aktivitas
dengan cara mempertahankan detak jantung dan tekanan darah pada fungsi basa.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-7

Beberapa faktor yang dapat memicu atau menyebabkan terjadinya stres kerja dapat
dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Faktor Pemicu Stres Kerja
Faktor Pemicu Stres Kerja Uraian
Sebagian besar pekerja merasakan beban dan tanggung
Beban Kerja dan Tanggung Jawab
jawab menjadi seorang pekerja sangatlah besar.
Tuntutan mental ini meliputi konsentrasi, daya ingat, dan
fokus. Konsentrasi dan fokus sangat dibutuhkan selama
operator melakukan pekerjaan. Kemungkinan besar
Tuntutan Mental kecelakaan dapat terjadi serta dapat membahayakan diri
operator dan juga perusahaan. Daya ingat operator
diperlukan dalam mengingat urutan pekerjaan yang harus
dilakukan.
Kepuasan terhadap pekerjaan bisa jadi pemicu faktor stres
disebabkan oleh ekspektasi menjadi seorang operator tidak
Kepuasan terhadap Pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan. Jika ekspektasi seseorang
tidak sesuai dengan harapan, maka akan menimbulkan rasa
ketidakpuasan dan ketidaknyamanan.

B. Produktifitas Kerja
Produktifitas adalah sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu
kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari ini dikerjakan untuk kebaikan
hari esok (Sodomo, 1991). Peningkatan produktifitas kerja dari sudut pandang ergonomic
berbeda dari peningkatan produktifitas, demikian pula sebaliknya. Jadi tidak benar, jika ingin
meningkatkan produktifitas hanya dilakukan dengan menambah jumlah produksi dan
mengabaikan faktor sumber dayanya.
Soedirman (1986) dan Tarwaka (2004) merinci faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
produktifitas kerja secara umum.
1. Motivasi.
Motivasi merupakan kekuatan pendorong kegiatan seseorang ke arah tujuan tertentu
dan melibatkan segala kemampuan yang dimiliki untuk mencapainya.
2. Kedisiplinan.
Disiplin merupakan sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah laku
perorangan, kelompok atau masyarakat.
3. Etos kerja.
Etos kerja merupakan salah satu faktor penentu produktifitas, karena etos kerja
merupakan pandangan untuk menilai sejauh mana kita melakukan suatu pekerjaan dan
terus berupaya untuk mencapai hasil yang terbaik dalam setiap pekerjaan yang kita
lakukan.
4. Keterampilan.
Faktor keterampilan baik keterampilan teknis maupun menejerial sangat menentukan
tingkat pencapaian produktifitas. Dengan demikian setiap individu selalu dituntut untuk
terampil dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi (IPTEK) terutama dalam
perubahan teknologi mutakhir.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-8

5. Pendidikan.
Tingkat pendidikan harus selalu dikembangkan baik melalui jalur pendidikan formal
maupun informal. Karena setiap penggunaan teknologi hanya akan dapat kita kuasai
dengan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang handal.

C. Motivasi Kerja
Motivasi menurut Hasibuan (2001) adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan
kegairahan kerja seseorang agar mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan
segala upayanya untuk kepuasan. Berbagai hal yang terkandung dalam definisi motivasi menurut
Siagian (1995) memiliki 3 komponen utama, yaitu:
1. Kebutuhan
Kebutuhan timbul dalam diri seseorang apabila orang tersebut merasa ada kekurangan
dalam dirinya. Menurut pengertian homeostatistik, kebutuhan timbul atau diciptakan
apabila terjadi ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki secara fisiologi dan
psikologis.
2. Dorongan
Usaha untuk mengatasi ketidakseimbangan biasanya ditimbulkan oleh dorongan. Hal
tersebut merupakan usaha pemenuhan kekurangan secara terarah yang berorientasi
pada Tindakan tertentu secara tidak sadar dilakukan oleh seseorang yang dapat
bersumber dari dalam maupun luar diri orang tersebut.
3. Tujuan
Tujuan adalah segala sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan mengurangi
dorongan. Mencapai tujuan, berarti mengembalikan keseimbangan dalam diri
seseorang, baik bersifat fisik maupun psikologis.

4.2.3 Lingkungan Kerja


Menurut Nitisemito (1982) dalam Darmadi (2018) lingkungan kerja adalah segala
sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang dibebankan. Pada saat melakukan pekerjaannya, manusia selalu dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasalh dari kondisi operator itu sendiri
saat melakukan pekerjaan, sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan yang mempengaruhi
sikap kerja operator agar tercapai kondisi kerja yang ENASE (Efisien, Nyaman, Aman, Sehat,
dan Efektif).
1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

Faktor Fisik

Faktor
Organisasi

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-9

Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik dan mencapai suatu hasil
yang optimal, apabila ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang baik atau sesuai. Suatu
kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya
secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat
akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan yang kurang baik
dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya
rancangan sistem kerja yang efisien.
Lingkungan kerja terdiri dari dua faktor, yaitu:
a. Faktor Fisik
b. Faktor Organisasi
Berikut ini akan diuraikan masing-masing faktor tersebut dikaitkan dengan kemampuan
manusia, yaitu:
A. Faktor Fisik
Faktor fisik terbagi menjadi 8 kategori, yaitu:
1. Pencahayaan
Berdasarkan KepMenKes RI Nomor 48 Tahun 2016 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, pencahayaan adalah jumlah penyinaran
pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu cahaya yang berasal
dari sinar matahari dan cahaya buatan berupa lampu.
Kriteria pokok penerangan adalah:
a. Harus dapat membantu tugas-tugas visual dengan cara cepat dan tepat.
b. Agar tercapainya kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dan suasana santai
bagi mata.
c. Penyebaran cahaya merata keseluruh bidang kerja di dalam ruangan.
d. Dengan memperhatikan faktor ekonomi.
Daya penglihatan manusia berbeda-beda tergantung dari ukuran objek, derajat kontras
antar objek, luminasi, serta lamanya waktu dalam melihat objek. Alat yang digunakan
untuk mengukur besarnya intensitas cahaya yaitu Lux Meter. Tabel 4.5 merupakan
tabel yang menjelaskan besarnya pencahayaan yang diizinkan oleh IES (Illumindating
Engineering Society).

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-10

Tabel 4.5 Pencahayaan Menurut IES


No Jenis Pekerjaan Range Of IES (Lux)

1 Banyak melakukan pekerjaan dengan banyak melakukan kontak visual 100 - 200

Tingkat kekontrasan yang tinggi dengan ukuran dari benda kerja yang
2 200 – 500
besar

3 Bekerja pada terminal display 300 - 500

Tingkat kekontrasan medium (sedang) dengan ukuran benda kerja yang


4 500 - 1000
kecil

5 Tingkat kekontrasan rendah dengan ukuran benda kerja yang sangat kecil 1000 – 2000

Tingkat kekontrasan rendah dengan ukuran benda kerja yang sangat kecil
6 dan memerlukan tingkat inspeksi yang sangat tinggi 2000 – 5000

Sangat membutuhkan kecermatan yang tinggi, tetapi hal ini sulit untuk
7 dicapai karena tingkat kekontrasan yang sangat rendah 5000 – 10000
(Sumber: Helander, 1998)

Catatan:
Luminansi : Karakteristik fisik yang bergantung pada jumlah cahaya yang jatuh pada
permukaan obyek dan dipantulkan (cahaya keluar).
Iluminansi : Kepadatan dari suatu berkas cahaya yang mengenai suatu permukaan
(cahaya masuk).
Penerangan yang buruk di lingkungan kerja akan menyebabkan beberapa hal sebagai
berikut:
a. Kelelahan dan ketidaknyamanan pada mata yang akan mengakibatan kurangnya
daya efisiensi kerja.
b. Kelelahan mental yang akan berpengaruh pada kelelahan fisik.
c. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
d. Kerusakan alat penglihatan (mata).
e. Meningkatnya kecelakaan kerja.
Keuntungan pencahayaan yang baik adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan semangat kerja.
b. Produktifitas.
c. Mengurangi kesalahan.
d. Meningkatkan keamanan rumah.
e. Kenyamanan lingkungan kerja.
f. Mengurangi kecelakaan kerja.
2. Kebisingan
Berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1405 Tahun 2002, kebisingan adalah terjadinya bunyi
yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atau membahayakan Kesehatan. Bising
adalah suara yang tidak diinginkan (KepMenKes No.48 Tahun 2016). Kebisingan dapat
terjadi karena adanya sumber bising, media penghantar (materi atau udara), juga

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-11

manusia yang terkena dampak. Kebisingan juga dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu
kebisingan yang diharapkan dan kebisingan yang tidak diharapkan. Contoh dari
kebisingan yang diharapkan adalah musik yang mengalun pada sebuah ruangan kantor,
ini disesuaikan dengan selera para pegawai yang nantinya akan memotivasi pegawai.
Kebisingan yang mengganggu dapat berasal dari suara mesin pada pabrik ataupun suara
kendaraan di jalan raya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau
Hertz (Hz) yaitu jumlah getaran yang sampai ke telinga setiap detiknya. Sedangkan
intensitas atau arus enegi lazimnya dinyatakan dalam desibel (dB) yaitu perbandingan
antara kekuatan dasar bunyi dengan frekuensi yang tepat dapat didengar oleh telinga
normal.
Berdasarkan jenisnya, kebisingan dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:
a. Bising Kontinu
Tingkat tekanan suara yang relatif sama selama terjadinya bising. Intensitas
fluktuasinya tidak lebih dari 5 dB dan suara yang dihasilkan tidak terputus-putus.
Contoh penyebab bising ini adalah air terjun, mesin pembangkit tenaga listrik,
mesin industri, dan lain-lain.
b. Bising Tidak Kontinu
Tingkat tekanan suara yang berbeda-beda selama bising berlangsung. Suara yang
dihasilkan terputus-putus. Contoh penyebab bising ini adalah lalu lintas kendaraan
bermotor (dari jarak dekat), pesawat terbang sedang lewat, kereta api sedang
lewat dan sebagainya.
c. Bising Tiba-Tiba
Bising yang ditimbulkan oleh kejadian yang sangat singkat dan tiba-tiba. Bising ini
memiliki intensitas suara lebih dari 40 dB. Efek awalnya menyebabkan gangguan
yang lebih besar, seperti akibat ledakan, misalnya dari mesin pemancang, pukulan,
tembakan senapan atau meriam, ledakan dari suara tembakan senjata api.
d. Bising Berpola
Bising yang disebabkan oleh ketidakseimbangan atau pengulangan yang
ditransmisikan melalui permukaan ke udara. Pola gangguan misalnya disebabkan
oleh putaran bagian mesin, seperti motor, kipas, dan pompa. Pola dapat
didefinisikan secara subjektif dengan mendengarkan atau secara objektif dengan
analisis frekuensi.
e. Bising Tiba-Tiba Berulang
Sama dengan bising tiba-tiba, hanya bising ini terjadi berulang-ulang, misalnya
mesin tempa.
Sumber kebisingan berasal dari berbagai lingkungan, antara lain sebagai berikut:
a. Kebisingan dari lingkungan pabrik
Kebisingan yang timbul di sekitar pabrik tersebut.
b. Kebisingan dari alat-alat konstruksi

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-12

Kebisingan ini terjadi dari alat-alat konstruksi yang dipakai untuk meringankan
kerja manusia dan meningkatkan produktifitas kerja, misalnya: mixer, dan pompa
generator.
c. Kebisingan yang berasal dari lalu lintas
Kebisingan ini didapat/diperoleh dari:
- Lalu lintas darat
- Lalu lintas udara
d. Kebisingan dari alat-alat rumah tangga
Tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh alat-alat rumah tangga tidak terlalu tinggi
tetapi dapat mengakibatkan gangguan terhadap penghuni rumah tangga.
e. Kebisingan pada tempat rekreasi
Di tempat rekreasi alat-alat modern menimbulkan kebisingan yang hebat, demikian
pula dalam berolahraga, seperti menembak dapat pula terjadi kebisingan sesaat
dengan intensitas lebih dari 130 dBA.
Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi menjadi tiga macam,
yaitu:
a. Bising yang mengganggu (Irritating Noise) merupakan bising yang mempunyai
intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.
b. Bising yang menutupi (Masking Noise) merupakan bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas, secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, misalnya suara musik yang sangat keras
pada suatu konser.
c. Bising yang merusak (Damaging/Injurious Noise) merupakan bunyi yang
intensitasnya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB). Bunyi jenis ini akan merusak
atau menurunkan fungsi pendengaran.
Ada 3 Aspek yang menentukan kualitas bunyi yang bisa menentukan tingkat
gangguan pada manusia, yaitu:
a. Lama waktu bunyi itu terdengar.
b. Intensitas, biasanya diukur dalam satuan desibel (dB).
c. Frekuensi suara yang menunjukan jumlah dari gelombang-gelombang suara sampai
ke telinga kita setiap detik dinyatakan dalam jumlah getaran per detik (Hz).
Kebisingan yang terjadi di lingkungan sekitar akan memberikan dampak bagi manusia,
diantaranya:
a. Gangguan psikologis, berupa:
- Sukar berkonsentrasi & sukar tidur
- Mudah marah
- Kepala pusing & cepat lelah
- Menurunkan daya kerja
- Menimbulkan stres

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-13

b. Gangguan pendengaran, yaitu hilangnya pendengaran seseorang, jika dibiarkan


berlanjut dapat menderita ketulian yang bersifat sementara dan permanen.
c. Gangguan tubuh lainnya, dapat berupa:
- Ketegangan otot
- Kontraksi pembuluh darah
- Meningkatnya tekanan darah
- Meningkatnya detak jantung
- Meningkatnya produksi adrenalin
Suara bising adalah suatu hal yang dihindari oleh siapapun, lebih-lebih dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, karena konsentrasi karyawan akan dapat terganggu.
Terganggunya konsentrasi ini akan menyebabkan pekerjaan yang dilakukan
menimbulkan banyak kesalahan ataupun kerusakan sehingga akan menimbulkan
kerugian. Alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan adalah sound level meter
dan satuan dari intensitas bunyi adalah desibel (dB). Tingkat kebisingan yang diizinkan
untuk seorang operator berdasarkan OSHA (Occupational Safety and Health
Administration) dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Tingkat Kebisingan yang Diizinkan Oleh OSHA
Intensitas Suara (dBA) Durasi (Jam)
80 32
85 16
90 8
95 4
100 2
105 1
110 0.5
115 0.25

Tingkat kebisingan yang diizinkan untuk seorang operator menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
tentang kebisingan ruangan dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Tingkat Kebisingan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002
Intensitas Suara (dBA) Durasi (Jam)
85 8
88 4
91 2
94 1
97 0.5
100 0.25
(Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia)

Tingkat kebisingan tergantung dari durasi dalam menghadapi kebisingan. Konsep


persyaratan OSHA adalah Noise Dose (D). Noise Dose adalah suatu penyajian persentase
dari kebisingan, di mana 100% adalah dosis maksimum yang diizinkan. Kebisingan itu

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-14

sendiri menggunakan suatu tingkatan bunyi yaitu 90 dBA, dan periode pengukuran,
yaitu 8 jam.
Adapun rumusan untuk menentukan nilai D adalah:
(IV.4)

Keterangan:
Ti : Waktu acuan (Recommended duration)
L : Intensitas suara
(IV.5)

(IV.6)

Keterangan:
Ci : Waktu kondisi aktual pada tingkat suara tertentu (/8 jam)
Ti : Waktu acuan (Recommended duration)
Ci dan Ti merupakan konstanta yang terdapat dalam tabel OSHA yang berbeda untuk
setiap tingkat kebisingan. Kebanyakan negara-negara di dunia menggunakan 5 dB.
Selanjutnya pengukuran kebisingan dapat dikonversikan ke dalam tingkat kebisingan
rata-rata Time Weight Average (TWA).
Sound level tidak mengukur intensitas suara dibawah 80 dB, dan total waktu perioda
selalu 8 jam. Interval 5 dB merupakan rentang waktu yang optimal untuk 8 jam kerja
yaitu 90 dBA, sehingga diperoleh persamaan TWA sebagai berikut:
(IV.7)

3. Temperatur
Temperatur tubuh manusia selalu tetap (konstan). Bagian otak, jantung, dan perut
memiliki suhu normal 37 derajat celcius. Jika suatu ruangan memiliki temperatur di
luar batas kenyamanan, maka akan menimbulkan efek samping bagi operator itu
sendiri. Jika kondisi panas berlebihan, mengakibatkan letih dan kantuk juga
meningkatnya jumlah angka kesalahan kerja. Sebaliknya, jika kondisi dingin
berlebihan akan mengakibatkan berkurangnya kewaspadaan dan konsentrasi.
Temperatur dapat diukur dengan menggunakan termometer. Menurut Sedarmayanti
(1996), bahwa temperatur yang terlalu dingin akan mengakibatkan gairah kerja
menurun, sedangkan temperatur yang terlalu panas, dapat mengakibatkan timbulnya
kelelahan tubuh yang lebih cepat dan dalam bekerja cenderung membuat banyak
kesalahan. Suhu yang baik di tempat kerja yang memebrikan produktivitas kerja yang
tinggi adalah pada temperatur 24˚C- 27˚C. Pengaruh tingkat temperature pada tubuh
manusia saat bekerja berbeda-beda seperti berikut (Wignjosoebroto, 2008):

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-15

±49˚C: Temperatur dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh diatas tingkat
kemampuan fisik dan mental.
±30˚C: Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung untuk
membuat kesalahan dalam pekerjaan, timbul kelelahan fisik.
±24˚C: Kondisi optimum.
±10˚C: Kelakuan fisik yang ekstrim mulai muncul
OSHA memberikan beberapa teknik dalam mengendalikan panas, beberapa teknis
tersebut di fokuskan dalam penanganan heat stress. Teknik pengendalian panas yang
disarankan oleh OSHA dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Teknik Pengendalian Panas Yang Disarankan Oleh OSHA
No Teknik Pengendalian Penjelasan
Adaptasi secara bertahap di tempat kerja yang panas selama
1 Aklimatisasi
beberapa hari
Pemberian minuman (dingin, tapi bukan air es) secara berkala,
misalnya satu gelas per 2- menit. Dorong pekerja untuk terus-
2 Cairan menerus melakukan kebiasaan ini. Minuman cukup berupa air, tanpa
harus mengandung elektrolit tambahan.
 Ventilasi yang cukup, untuk membawa udara segar dari luar
ruangan
 Penggunaan sistem pembuangan udara lokal
3 Engineering  Penggunaan AC atau air treatment
 Penggunaan kipas angin
 Insulasi objek (mesin dan proses) penghasil panas apisan
penangkal antara pekerja dan sumber panas.
 Pelatihan kepada pekerja, dengan harapan meningkatkan
kesadaran akan bahaya yang di timbulkan karena paparan panas;
pekerja diminta mengenali bahaya ini
 Pelatihan kepada pekerja, fokus pada kebiasaan yang perlu
4 Administratif di lakukan
 Menurunkan beban kerja melalui modifikasi cara kerja
 Rotasi kerja, penambahan pekerja dll
 Pemberian tempat istirahat yang nyaman dan teduh
 Pemberian istirahat yang berkala dan terjadwal
 Pekerjaan berat di lakukan saat pagi hari atau setelah sore hari
Lakukan kegiatan monitoring terhadap para pekerja, seperti
5 Monitor Pekerja menimbang bobot badan, mengukur suhu tubuh, mengukur detak
jantung, konsumsi obat-obatan dan lain-lain.
(Sumber: Iridiastadi dan Yassierli, 2014)

Heat Stress adalah efek dari semua faktor-faktor yang berpengaruh pada terjadinya
penumpukan atau hilangnya panas pada tubuh panas (Iridiastadi dkk., 2014). Tabel
4.9 menjeleskan kondisi yang dapat terjadi sebagai akibat dari paparan terhadap
panas (Bridger, 2008 dalam Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
Tabel 4.9 Kondisi yang Terjadi Akibat Paparan terhadap Panas
Kondisi Penjelasan
˚
Suhu tubuh mencapai 41 C dan mekanisme pengaturan kesetimbangan suhu tubuh
tidak berfungsi (mendadak). Pekerja dapat mengalami pingsan dan kehilangan
Heat Stroke orientasi. Berakibat fatal bila tidak mendapatkan pertolongan. Kulit berwarna
kemerahan, panas dan kering. Pertolongan dapat berupa pendinginan secara aktif
Disebabkan oleh keringat, kondisi ini ditandai dengan kulit yang memiliki bintik-
Prickly Heat bintik merah (rash). Keadaan ini sering terjadi saat seseorang
mengenakan alat pelindung diri.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-16

Tabel 4.9 Kondisi yang Terjadi Akibat Paparan terhadap Panas (Lanjutan)
Kondisi Penjelasan
Terkaji karena gagalnya mekanisme pengaturan suhu tubuh dan fungsi sistem
kardiovaskular. Salah satu penyebabnya adalah kekurangan cairan tubuh. Pekerja
merasa lemah; pernafasan dangkal disertai dengan detak jantung yang lemah.
Heat Exhaustion Gejala dapat berubah menjadi heat stroke kalau dehidrasi tidak segera ditangani.
Pekerja perlu segera dijauhkan dari sumper panas, dikipas-kipas, dan pakaian yang
tengah dikenakan dapat dilepas.
Gejala berupa lemah dan terhuyung-huyung, yang disebabkan oleh melemahnya
Heat Syncope aliran darah, dampak fatal mungkin terjadi kecuali kalau pekerja segera
berisitirahat (posisi tidur).
Kondisi ini dapat terjadi saat seseorang bekerja dengan mengenakan pakaian
Heat Hyperventilation pelindung diri, yang kemudian berdampak pada kekurangan
karbon dioksida. Pertolongan dilakukan dengan meminta penderita bernafas ke
dalam kantung kecil selama beberapa menit.
(Sumber: diadaptasi dari OSHA 2012,p.2)

4. Ventilasi
Berdasarkan SNI Nomor 03-6572 Tahun 2001, ventilasi merupakan proses mencatu udara
segar ke dalam bangunan gedung dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
Kebutuhan udara bersih per orang per jam adalah 8,5 m 3. Rasa sejuk dan segar selama
bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah bekerja.
Tujuan dari ventilasi:
1. Menghilangkan gas-gas yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh keringat
dan sebagainya dan gas-gas pembakaran (CO 2) yang ditimbulkan oleh pernafasan
dan proses-proses pembakaran.
2. Menghilangkan uap air yang timbul.
3. Menghilangkan kalir yang berlebihan.
4. Membantu mendapatkan kenyamanan termal.
Ventilasi pada suatu ruangan berdasarkan SNI 03-6572-2001 minimal 10% dari luas
lantai.
Ventilasi memiliki berbagai jenis, yaitu:
a. Ventilasi Mekanik; melalui unit penanganan udara atau injeksi langsung ke ruang
oleh kipas. Contohnya exhaust, AC, dan kipas angin.
b. Ventilasi Alami; terjadi ketika udara di ruang berubah dengan udara luar ruangan
tanpa menggunakan sistem mekanis. Paling sering ventilasi alami dipastikan
melalui jendela, tetapi dapat juga dicapai melalui perbedaan suhu dan tekanan
antara ruang.
Beberapa contoh tipe sistem ventilasi yang dapat digunakan untuk keperluan operasi
di dalam suatu industri dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-17

Tabel 4.10 Tipe-tipe Sistem Ventilasi


Sistem Ventilasi Gambar Penjelasan
Pertukaran udara untuk membuat keadaan
menjadi nyaman dikenal sebagai comfort
Comfort
ventilation, sebagai contoh adalah penggunaan
Ventilation
Air Conditioning untuk meningkatkan perasaan
nyaman dan enak selama bekerja.

Beban panas yang tinggi, pancaran gas atau uap


atau kontaminan lain di dalam suatu ruangan
dapat dikendalikan dengan cara memasukkan
Dilution
udara segar ke dalam ruangan tersebut, dan
Ventilation
menghisap ke luar udara kontaminan dari
lingkungan kerja. Contohnya adalah
penggunaan Exhaust Fan.
Tujuan dari sistem ventilasi ini adalah untuk
mengeluarkan udara kontaminan dari sumber
tanpa memberi kesempatan kepada
kontaminan untuk mengadakan difusi dengan
udara di dalam lingkungan kerja. Kelebihan dari
Local Exhaust penggunaan LEV ini adalah dapat me-remove
Ventilation kontaminan lebih baik daripada hanya
mendilusikannya. Kelebihan selanjutnya adalah
sistem memerlukan aliran udara yang lebih
sedikit daripada dilution/general ventilation
untuk sistem dalam aplikasi yang sama.

Kecepatan yang sangat tinggi dari kontaminan


yang dipancarkan dari suati sumber dan
merupakan bahan yang sangat beracun harus
dikendalikan dengan proses isolasi, dan
Exhausted
selanjutnya untuk ventilasi pada ruang tersebut
Enclosure
dilakukan menggunakan pengendalian jarak
jauh. Tenaga kerja yang sewaktu-waktu masuk
ke ruangan tersebut perlu menggunakan alat
pelindung diri dilengkapi breathing apparatus.

Sistem pertukaran udara dari beberapa ruangan


yang saling berhubungan dipasang filter yang
mempunyai efisiensi tinggi untuk memberi
Clean Room udara segar yang ditempatkan sedekat mungkin
Ventilation kepada tempat kerja. Filter akan menutup
salah satu sisi ruangan atau atap ruangan, dan
dibuat lubang di salah satu sisi atau lantai
ruangan untuk mengeluarkan kontaminan.

5. Getaran
Getaran adalah gerakan bolak balik suatu massa melalui keadaan seimbang
terhadap suatu titik acuan (KepMenKes No. 1405, 2002). Getaran harus diminimisasi
sekecil mungkin karena jika terjadi getaran yang berlebihan pada suatu pekerjaan,
maka akan mengganggu kemampuan saraf motorik akibat adanya efek kejut cairan yang
berada dalam tubuh membentur otot-otot sehingga rangsangan yang harus disampaikan
terganggu oleh benturan-benturan cairan tersebut.
Getaran dapat ditimbulkan dari alat-alat mekanis yang digunakan pada saat operator
sedang bekerja, getaran ini akan sampai ke tubuh kita dan menimbulkan efek kurang

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-18

baik. Di dalam tubuh manusia terdapat frekuensi alami yang apabila frekuensi ini
beresonansi dengan frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan yaitu:
a. Mempengaruhi konsentrasi kerja.
b. Mempercepat timbulnya rasa lelah.
c. Gangguan-gangguan pada anggota tubuh seperti mata, syaraf, dan otot-otot.
Getaran seluruh badan dapat memicu terjadinya:
a. Penglihatan kabur, sakit kepala, gemetar.
b. Kerusakan organ pada bagian dalam
Berikut ini adalah klasifikasi getaran, yaitu:
a. Whole Body Vibration
Whole Body Vibration atau getaran seluruh tubuh yang dihasilkan dari alat
pengangkut pada industri atau alat-alat berat. Getaran tersebut dipindahkan ke
seluruh tubuh lewat getaran lantai melalui kaki.
b. Hand Arm Vibration
Hand Arm Vibration atau getaran pada tangan-lengan yang dihasilkan oleh
peralatan mekanis (seperti mesin drill dan gerinda) yang ditransmisikan pada satu
segmen tubuh biasanya lengan dan tangan yang melakukan kontak langsung dengan
peralatan bergetar.
Alat ukur getaran yang biasanya digunakan adalah vibration meter, dimana alat ini
biasanya digunakan untuk mendeteksi getaran pada alat-alat atau perkakas mesin yang
digunakan.
6. Radiasi
Radiasi adalah emisi energi yang dilepas dari bahan atau alat radiasi (KepMenKes No.
1405, 2002). Radiasi ditimbulkan oleh hasil buangan sebuah peralatan, bahan kimia,
dan lain-lain. Setiap benda memiliki radiasi, namun ada yang membahayakan ada juga
yang tidak membahayakan. Segala sesuatu yang melebihi ambang batas yang
ditentukan dapat menimbulkan radiasi yang membahayakan. Salah satu contohnya
yaitu radiasi sinar matahari yang berlebihan akibat bocornya ozon yang dapat
menimbulkan kanker kulit.
7. Warna
Warna dan tekstur memiliki efek psikologis pada manusia. Penggunaan warna dapat
memperbaiki kondisi lingkungan para pekerja dan memberikan kenyamanan visual.
Warna gelap umumnya bersifat menekan dan mengarah pada kekotoran, sedangkan
warna lembut terasa lebih cerah, membagi cahaya, dan menimbulkan efek kebersihan.
Berikut ini merupakan tabel yang menggambarkan sifat alamiah yang ditimbulkan oleh
warna pada ruangan kerja dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-19

Tabel 4.11 Daftar Warna dan Pengaruhnya


Warna Karakteristik
Memiliki visibilitas tertinggi dari semua warna dalam hampir semua kondisi
pencahayaan. Cenderung memberikan perasaan segar dan kering, bisa
Kuning
memberi sensasi kekayaan dan kemuliaan, namun bisa juga untuk menunjukan
penyakit.
Menarik banyak perhatian dibandingkan warna lain dalam spektrum.
Oranye Memberikan perasaan hangat, dan seringkali memiliki efek merangsang atau
bersemangat.
Merah Warna yang menunjukan panas, stimulasi, dan tindakan.
Warna yang cenderung mengarahkan pikiran pada perhatian dan
Biru
pertimbangan, dan cenderung menenangkan.
Hijau Warna yang memberikan perasaan tenang, sejuk, dan stabil.
Ungu dan violet Warna yang membawa perasaan lemah, rapuh, dan kusam.
(Sumber: Niebel’s Methods, Standards, and Work Design, 2014)
8. Bau-bauan Tidak Sedap
Menurut Febriana (2009), bau-bauan adalah suatu jenis pencemaran udara yang tidak
disukai, dan mengganggu kesehatan. Bau-bauan tidak sedap biasanya ditimbulkan oleh
suatu hasil larutan kimia dan buangan hasil produksi tertentu. Dampaknya pada manusia
adalah dapat mengganggu sistem pernafasan dan daya konsentrasi. Kondisi ini dapat
dicegah dengan mengatur tata letak tempat kerja operator dengan bahan-bahan yang
dapat menimbulkan bau tidak sedap. Pemakaian “air condition” yang tepat merupakan
salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu
di sekitar tempat kerja.
B. Faktor Organisasi
Faktor organisasi merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan psikologis
karyawan, dimana hal yang paling menonjol dalam faktor organisasi adalah iklim organisasi.
Iklim organisasi merupakan lingkungan sosial manusia dimana mereka melakukan
pekerjaannya. (Davis dan Newstrom, 1993). Pengertian ini dapat mengacu pada lingkungan
sosial suatu departemen, unit perusahaan yang penting seperti cabang pabrik, atau organisasi
perusahaan secara keseluruhan. Iklim organisasi dapat mempengaruhi motivasi, prestasi, dan
kepuasan kerja karyawan.

2. Dampak-Dampak yang Dipengaruhi oleh Lingkungan Kerja


Dampak yang ditimbulkan dari lingkungan kerja terdiri dari dampak psikologis, dampak
fisiologis, dan dampak kognitif.
A. Dampak Psikologis
Dampak psikologis terdiri dari:
1. Rasa Bosan
Rasa bosan merupakan reaksi adanya suasana yang monoton (tidak bervariansi). Oleh
karena itu rasa bosan dikategorikan sebagai kelelahan.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-20

2. Mudah Marah dan Tersinggung


Mudah marah dan tersinggung merupakan reaksi yang diakibatkan adanya suatu
perasaan yang menekan atau tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi
pekerjaanya.
B. Dampak Fisiologis
Dampak fisiologis terdiri dari:
1. Detak Jantung
Detak jantung adalah pengukuran yang tepat karena sinyal dapat diukur dalam bentuk
denyut. Secara umum, ketika beban kerja meningkatkan peningkatan denyut jantung
(Costa, 1993; Hankins dan Wilson, 1998; Jorna,1993; Roscoe, 1993; Veltman dan
Gaillard, 1996; Wilson, 1993; Wilson, Fullenkamp, dan Davis, 1994). Pengukuran beban
kerja melalui detak jantung dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu psikologis,
lingkungan, dan faktor emosional yang dapat memengaruhi respons (Jorna, 1992; Lee,
1990; Roscoe, 1992).
2. Tingkat Pernapasan
Pengukuran laju pernafasan sangat mudah dan tidak mengganggu indikator beban
mental. Pengukuran dapat terjadi di dunia nyata atau lingkungan yang terkendali.
Secara umum bahwa peningkatan laju pernapasan mengindikasikan peningkatan beban
kerja (Brookings dkk.,1996; Fournier, Wilson, dan Swain, 1999; Roscoe, 1992; Veltman
dan Gaillard, 1996; Wilson, 1992, 1993). Tingkat pernapasan digunakan biasanya
sebagai indikator keadaan emosional, stres, gairah, dan beban mental (Roscoe, 1992).
Tingkat pernapasan mempengaruhi ukuran beban kerja lainnya termasuk varians detak
jantung, jadi perlu digunakan pengukuran tingkat pernapasan jika mengukur HRV
(Heart Rate Varians) untuk menemukan perbandingan antara keduanya (Jorna, 1992;
Veltman dan Gaillard, 1996; Wilson, 1992).
3. Jumlah Kedipan Mata
Jumlah kedipan mata adalah jumlah penutupan mata dalam jumlah waktu tertentu.
Interval penutupan (durasi kedip). Didefinisikan sebagai waktu yang dihabiskan untuk
berkedip (East, 2000). Meskipun mengukur tingkat kedipan mata itu mudah, hasilnya
dicampur. Secara umum diterima bahwa kedipan mata bagus dalam mengukur beban
kerja visual. Mata berkedip dan durasi kedipan berkurang dengan meningkatnya beban
kerja visual (Brookings dkk., 1996; De Waard, 1996; East, 2000; Hankins dan Wilson,
1998; Van Orden, 1999; Veltman dan Gaillard, 1996; Wilson, 1993).
4. Aktivitas Otak
Semua cara fisiologis sebelumnya untuk mengukur beban kerja menggunakan cara tidak
langsung untuk mengumpulkan data. Aktivitas jantung, pernapasan, mata, dan bicara
semuanya dipengaruhi oleh sinyal yang dikirim oleh otak ketika mengalami jumlah
beban mental yang berbeda. "Otak bertanggung jawab untuk memproses informasi,
membuat keputusan dan memulai tindakan pada lingkungan eksternal” (Brookings dkk.,

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-21

1996). Secara umum bahwa pengukuran beban kerja mental yang paling tepat yaitu
langsung dari pengukuran aktivitas otak. “Keuntungan menggunakan aktivitas yang
berhubungan dengan peristiwa otak untuk menyimpulkan beban kerja adalah hal itu
memberikan resolusi temporal yang baik dari aktivitas kognitif ”(Fournier dkk., 1999).
Beberapa manfaat lain dari mengukur aktivitas otak adalah bahwa mereka terus
menerus tersedia dan tidak mengganggu tugas (Gevins dkk., 1995).
5. Kelelahan Otot
Kondisi yang dinamis dari suatu pekerjaan akan meningkatkan kelelahan pada otot-otot
tubuh. Kondisi ini bisa juga dikarenakan beban otot yang tidak merata pada sejumlah
jaringan tertentu, jika dibiarkan terlalu lama akan mempengaruhi kinerja
(performance) seseorang, sehingga pada akhirnya konsentrasi kerja operator menurun
dan menimbulkan kesalahan kerja dan cedera pada tubuh.
C. Dampak Kognitif
Dampak kognitif terdiri dari:
1. Waktu Respon Manusia
Pengambilan keputusan yang berupa respon kerja manusia adalah sangat penting
walaupun dalam bentuk keputusan yang sederhana misalnya jawaban “ya atau tidak”.
2. Daya Ingat Jangka Pendek
Karakteristik manusia yang mempunyai daya ingat jangka pendek harus dijadikan bahan
pertimbangan dalam perancangan sistem kerja karena hal tersebut akan berhubungan
dengan kemampuan dalam penyerapan (pengingatan) suatu data informasi.
3. Kewaspadaan
Kewaspadaan merupakan proses kesiapsiagaan yang dilengkapi dengan berbagai macam
informasi dan adanya respon yang cepat untuk mengatasi masalah yang terjadi. Jenis
pekerjaan yang terlalu ringan akan dapat menghilangkan rasa waspada.

3. Kelelahan Dampak dari Lingkungan Kerja


Beban kerja yang dirasakan oleh seorang operator dapat menimbulkan rasa lelah.
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan
lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya
menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara
kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.
Kelelahan dapat ditandai dengan kondisi yang cenderung untuk mengantuk. Hal ini
dapat diukur EEG (electro-enchepalograms) atau alat untuk mengukur gelombang getaran
didalam otak. Gejala kelelahan ini yaitu rasa lemah, lelah, letih, dan lesu (4L), mengantuk,
motivasi kerja menurun, dan rasa pesimis. Evaluasi terhadap kelelahan secara umum dilakukan
dengan berbagai macam penelitian dalam rangka untuk menyusun dasar-dasar bagi pengaturan
jam istirahat kerja, tempat kerja, jam kerja, dan interval rotasi pekerjaan. Grandjean (1993)

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-22

dalam Tarwaka dkk., (2004) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa
kelompok sebagai berikut:
a. Kualitas dan Kuantitas Kerja yang Dilakukan
Metode ini, kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu
yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit
waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti;
faktor sosial dan perilaku psikologis dalam kerja, sedangkan kualitas output
(kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat
menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah
merupakan causal factor (faktor yang menyebabkan).
b. Uji Psiko-Motor (Psychomotor Test)
Metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi, dan reaksi motor. Salah satu
cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi
adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat
kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Pada uji waktu reaksi dapat digunakan
nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya
pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses
faal syaraf dan otot.
Sanders dan McCormick (1987) mengatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu
untuk membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimulus terjadi. Waktu
reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150 s/d 200 milidetik. Waktu reaksi
tergantung dari stimulus yang dibuat, intensitas dan lamanya perangsangan, umur
subjek, dan perbedaan individu-individu lainnya.
c. Uji Hilangnya Kelipan (Flicker-Fusion Test)
Ketika kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan
berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk
jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, di samping untuk mengukur kelelahan juga
menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

4. Model Human Information Processing (HIP)


Ergonomi kognitif mempelajari kemampuan dan keterbatasan otak dan sistem indera
manusia ketika melakukan pekerjaan yang memiliki konten pemrosesan informasi (Groover,
2007). Ergonomi kognitif penting untuk dipelajari karena perkembangan pada sektor industri
dimana pekerjaan memproses informasi dan komunikasi semakin meningkat. Selain itu,
peningkatan penggunaan peralatan dengan teknologi canggih, mekanisasi, dan otomasi akan
memberikan pengaruh terhadap perilaku manusia dalam sistem manusia-mesin. Operator dapat
dimodelkan sebagai permroses informasi dari sistem yang harus memecahkan permasalahan
dengan menggunakan informasi dari sistem.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-23

Ergonomi kognitif berkaitan dengan proses mental, seperti persepsi, memori,


penalaran, dan respon motorik, yang disebabkan karena pengaruh interaksi manusia dan elemen
lain dari sistem. Topik yang relevan dengan ergonomi kognitif mencakup beban mental,
pengambilan keputusan, performansi, interaksi manusia-komputer, keandalan manusia (human
realibility), dan stres kerja yang berkaitan dengan sistem manusia-mesin. Lebih spesifik lagi,
ergonomi kognitif mempelajari kemampuan dan keterbatasan otak dan sistem indera manusia
ketika melakukan pekerjaan yang melibatkan pemrosesan informasi. Model HIP tersebut dapat
dilihat pada Groover (2007), yang diilustrasikan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Model Human Information Processing


(Sumber: Groover, 2007)
Stimulus yang diterima oleh individu melalui saraf sensorik (short-term sensory store)
ditransformasikan ke dalam bentuk energi fisis menuju working memory (short-term memory).
Bagian tubuh yang menerima stimulus tersebut disebut reseptor. Terdapat 5 jenis indera tubuh
manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, sentuhan, rasa, dan bau. Reseptor pendengaran
(audio) menerima 15-19% informasi dari seluruh informasi yang diterima dan sebagian besar,
yaitu 80% informasi, diterima manusia melalui penglihatan (visual). Stimulus yang diterima oleh
indera tubuh manusia kemudian diteruskan menjadi persepsi.
Working memory bekerja sama dengan long term memory mengambil informasi dari
long term memory untuk mengembangkan dan memperkuat persepsi berdasarkan informasi-
informasi dan pengalaman yang dimiliki oleh individu. Kemudian dari persepsi dilanjutkan
dalam bentuk respon dan berakhir sebagai keputusan atau tindakan.
Akhir dari model HIP ini adalah proses eksekusi atas keputusan yang dipilih, efektivitas
proses-proses tersebut dibatasi oleh attention resources, yang menunjukan kapasitas berbagai
proses mental yang dapat dilakukan secara bersamaan. Terakhir respons yang dipilih dan
dilakukan oleh manusia akan menghasilkan masukan (feedback), yang bersama-sama dengan
stimulus dari lingkungan dirasakan kembali oleh indra dan bermanfaat dalam menentukan
apakah tujuan aktivitas yang dilakukan telah tercapai.
Penjelasan memalui model HIP ini dapat membantu kita dalam mengevaluasi
performansi operator untuk dapat dimanfaatkan dalam memperkirakan kinerja sistem.
Pemahaman atas bagaimana proses mental berlangsung dapat dimanfaatkan dalam mengetahui
keterbatasan seseorang operator saat memproses informasi serta merancang sistem yang dapat

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-24

mengakomodasi keterbatasan tersebut. Pemahaman ini dapat juga digunakan untuk


mengeksplorasi kelebihan manusia dan memanfaatkannya dalam meningkatkan performansi
interaksi manusia-mesin. Perlu dicatat bahwa Gambar 4.1 hanyalah sebuah model yang
memiliki fungsi untuk mempermudah pemahaman atas rangkaian aktivitas mental yang terlibat
dalam pemrosesan informasi. Model ini bersifat menyederhanakan, sedangkan yang
sesungguhnya terjadi saat otak manusia memproses informasi boleh jadi tidaklah sesederhana
ini. Selain itu, aktivitas pengambilan keputusan dapat pula berlangsung secara cepat dan
otomatis, “tanpa” memerlukan bantuan working maupun long term memory.
Tahap-tahap pada Human Information Processing (HIP) dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Sensasi (Sensation)
Tahap awal dalam penerimaan informasi adalah sensasi. Sensasi berasal dari kata
sense artinya alat penginderaan yang menguhubungkan organisme dengan
lingkungannya. Bila alat indera mengubah informasi ke dalam bentuk impuls-impuls
syaraf dengan bahasa yang dipahami oleh otak maka terjadilah proses sensasi.
b. Persepsi (Perception)
Persepsi merupakan tahap kognitif dimana manusia menyadari sensasi yang
disebabkan oleh stimulus dan interpretasi informasi dari pengalaman atau
pengetahuannya (Groover, 2007). Proses persepsi terdiri dari dua tahap, yaitu
deteksi dan rekognisi. Deteksi terjadi pada saat manusia menyadari adanya stimulus
(bottomup processing), dan rekognisi terjadi ketika manusia menginterpretasikan
arti dari stimulus tersebut serta mengidentifikasinya dengan
pengalaman/pengetahuan sebelumnya (topdown processing).
c. Perhatian (Attention)
Groover menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi dan ingatan
adalah perhatian (Attention). Perhatian merupakan aktivitas menjaga sesuatu
tetap dalam pikiran yang membutuhkan kerja mental dan konsentrasi. Perhatian
memerlukan aspek atau pengarah tertentu yang menyangkut lingkungan yang
memberikan prioritas tinggi dalam performansinya.
d. Ingatan (Memory)
Stimulus yang diterima oleh sistem indera tubuh kemudian diterima manusia
sebagai informasi dan disimpan dalam ingatan sensori. Ingatan ini mempengaruhi
persepsi manusia dan kemudian menjadi ingatan kerja (ingatan jangka pendek).
Memori adalah proses penyimpanan informasi yang masuk ke dalam otak. Seringkali
setelah diproses hanya beberapa informasi saja yang dipilih untuk disimpan di
dalam otak. Kita tidak tahu bagaimana informasi yang telah diproses dibawa keluar.
Setiap orang memiliki kemampuan yang baik untuk memilih informasi yang akan
disimpan apakah itu berhubungan dengan dirinya atau tidak.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-25

e. Pusat Pemilihan Respon dan Pengambilan Keputusan


Pemilihan respon dan pengambilan keputusan dapat timbul secara otomatis sebagai
output dari pemrosesan informasi. Kesesuaian pemilihan respon dan pengambilan
keputusan terjadi secara otomatis atau secara refleks, kesesuaian ini diperlukan
untuk menghindari bahaya yang akan datang akibat kesalahan pengambilan
keputusan. Hal itu digunakan sebagai pemicu untuk melakukan respon segera (quick
response) yang mempengaruhi kecepatan reaksi.
f. Umpan Balik (Feedback)
Umpan balik ini memiliki manfaat untuk memastikan bahwa tujuan sistem dapat
tercapai melalui perbaikan atas deviasi proses pencapaian tersebut. Pada sejumlah
sistem, umpan balik sering kali dapat berupa stimulus visual maupun auditori.

5. Hazard dan Risiko


Bahaya atau hazard adalah sifat-sifat intrinsik dari suatu zat atau proses yang
berpotensi dapat menyebabkan kerusakan atau membahayakan (Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016).
Bahaya (hazard) dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis yaitu:
1. Bahaya fisik (Physical hazards)
Physical hazards atau bahaya fisik adalah yang paling umum dan akan hadir di sebagian
besar tempat kerja pada satu waktu tertentu. Hal itu, termasuk kondisi tidak aman
yang dapat menyebabkan cedera, penyakit, dan kematian. Bahaya ini biasanya paling
mudah untuk diidentifikasi tempatnya, tetapi sering terabaikan karena sudah
dipandang akrab dengan situasi demikian (seperti selalu ada kabel tak terawat,
sambungan terkelupas atau kena bocoran air), kurangnya pengetahuan (tidak dianggap
sebagai bahaya), ketahanan terhadap menghabiskan waktu atau uang untuk melakukan
perbaikan yang diperlukan atau hanya penundaan dalam membuat perubahan untuk
menghilangkan bahaya (menunggu sampai besok atau saat “kita tidak begitu sibuk”).
Contoh bahaya fisik adalah: suara bising, radiasi, getaran, temperatur, kondisi
pencahayaan, tata letak area kerja yang tidak tepat, permukaan lantai yang tidak rata,
gerakan angkat yang tidak tepat, dan lain-lain.
2. Bahaya kimia (Chemical hazards)
Bahaya kimia (Chemical hazards) adalah zat yang memiliki karakteristik dan efek yang
dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia. Bahaya kimia dapat
dipecah untuk memasukkan paparan, uap, gas, kabut, debu, dan asap. Bahaya kimia
juga dapat merusak property.
Contoh bahaya kimia mencakup paparan: zat beracun, debu, uap berbahaya, reaksi
kimia, proses produksi kimia, zat yang mudah terbakar, korosif, oksidasi, daya ledakan,
dan lain-lain.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-26

3. Bahaya ergonomi (Ergonomic hazards)


Bahaya ergonomi (Ergonomic hazards) terjadi ketika jenis pekerjaan, posisi tubuh, dan
kondisi kerja meletakkan beban pada tubuh. Penyebabnya paling sulit untuk
diidentifikasi secara langsung karena kita tidak selalu segera melihat ketegangan pada
tubuh atau bahaya-bahaya ini saat melakukan. Paparan jangka pendek dapat
menyebabkan “nyeri otot” hari berikutnya atau pada hari-hari setelah terekspos, tetapi
paparan jangka panjang dapat mengakibatkan cedera jangka panjang yang serius.
Bahaya ergonomi meliputi: ruangan sempit, mengangkat, mendorong, tempat kerja
tidak tepat dan tidak disesuaikan dengan tubuh pekerja, postur tubuh yang kurang
memadai, mengulangi gerakan yang sama berulang-ulang, dan lain-lain.
4. Bahaya psikososial (Psychological hazards)
Bahaya psikososial (Psychological hazards) menyebabkan pekerja mengalami tekanan
mental atau gangguan. Meskipun termasuk klasifikasi bahaya yang baru, sangat penting
bahwa bahaya psikologis secara menyeluruh diidentifikasi dan dikendalikan.
Contoh bahaya psikologis meliputi: waktu kerja yang lama, tekanan atasan, trauma,
kekerasan di tempat kerja, fobia pekerja, kurangnya motivasi, kelelahan, jam kerja
yang panjang, dan lain-lain.
Begitu pula dengan risiko, risiko memiliki beberapa pengertian menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016, yaitu:
a. Risiko adalah kemungkinan bahwa bahaya dan cidera karena suatu bahaya akan terjadi
pada individu tertentu atau kelompok individu yaitu perusahaan yang terpajan bahaya.
b. Ukuran dari risiko tergantung pada seberapa mungkin bahaya tersebut membahayakan
dan kekuatannya.
c. Risiko adalah probabilitas/kemungkinan dari suatu efek buruk tertentu untuk terjadi.
*Catatan: Incident : Tidak ada yang dirugikan
Accident : Ada yang dirugikan
6. Display
Berikut ini adalah beberapa hal yang berkaitan dengan display, diantaranya adalah
sebagai berikut:
A. Pengertian Display
Display merupakan bagian dari lingkungan yang perlu memberi informasi kepada
pekerja agar tugas-tugasnya menjadi lancar. Arti informasi disini cukup luas, menyangkut
semua rangsangan yang diterima oleh indera manusia baik langsung maupun tidak langsung.
Visual display adalah alat penyalur informasi kepada manusia yang ditampilkan secara visual.
Contoh dari display diantaranya adalah jarum penunjuk speedometer, keadaan jalan
raya memberikan informasi langsung ke mata, peta yang menggambarkan keadaan suatu kota.
Jalan raya merupakan contoh dari display langsung, karena kondisi lingkungan jalan bisa
langsung diterima oleh pengemudi. Jarum penunjuk speedometer merupakan contoh display

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-27

tak langsung karena kecepatan kendaraan diketahui secara tak langsung melalui jarum
speedometer sebagai pemberi informasi (Sutalaksana, 1996).
Secara fungsional, display yang baik adalah display yang mampu mengkombinasikan
antara kecepatan, ketepatan dan kepekaan pada saat menyalurkan informasi yang diperlukan
[Galer, 1987]. Agar dapat memenuhi ketiga fungsi tersebut, suatu display harus memenuhi tiga
kriteria dasar yang akan menentukan rancangan akhir dari display, lokasi display dan jenis
display yang sesuai. Ketiga kriteria tersebut adalah:
a. Detection (pendeteksian)
Suatu visual display harus mampu dilihat (visible). Untuk mencapai kriteria tersebut,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain jarak pandang yang dihubungkan
dengan ukuran display keseluruhan, sudut pandang, adanya paralaks, pandangan
kontras dengan lingkungan sekitar (misalnya terdapat papan iklan atau pepohonan),
pengaruh cahaya yang menyilaukan, dan penerangan yang sesuai.
b. Recognition (pengenalan)
Setelah display dapat dideteksi, selanjutnya suatu display harus dapat dikenali dan
dibaca. Faktor inilah yang perlu mendapat perhatian khusus dari ahli ergonomi. Hal-hal
yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kriteria ini antara lain bentuk display, ukuran
karakter atau gambar dalam display, warna, serta kontras antara warna
gambar/karakter dan warna latar belakang. Sifat mudah dikenali dan mudah dibaca
dari suatu display untuk tujuan tertentu biasanya erat kaitannya dengan waktu.
c. Understanding (pemahaman)
Kriteria ketiga yang harus dipenuhi adalah suatu display harus dibuat sejelas mungkin,
dalam arti harus mudah dipahami. Pemakaian simbol atau kode-kode yaang tepat
sangatlah penting sehingga tidak menimbulkan kesalahan persepsi.

Pemahaman terhadap display tergantung pada dua hal:


1. Kata-kata atau simbol-simbol yang digunakan mungkin terlalu rumit. Kata-kata yang
terlalu panjang, tidak umum, atau istilah-istilah teknis akan lebih sulit dimengerti
dibandingkan kata-kata yang pendek, umum dan bukan istilah teknis. Penyingkatan
kadang-kadang dapat memperpendek kata atau kalimat secara efektif, tetapi harus
tetap dipilih dengan hati-hati karena mungkin justru bisa membuat display sulit
dimengerti, membingungkan, bahkan menimbulkan salah interpretasi. Demikian juga
dengan penggunaan kode, simbol atau gambar.
2. Jika pemakai hanya memiliki sedikit pengetahuan dasar mengenai data atau informasi
yang diperlukannya, pemahaman juga akan sulit dicapai. Misalnya display pada motor
yang menginformasikan kondisi baterai yang melemah. Informasi ini tidak akan
efektif/berguna jika pemakai tidak mengetahui apa sebenarnya kegunaan baterai
tersebut.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-28

Agar display dapat menyajikan informasi-informasi yang diperlukan manusia dalam


melaksanakan pekerjaannya maka display harus dirancang dengan baik. Perancangan display
yang baik adalah bila display tersebut dapat menyampaikan informasi selengkap mungkin tanpa
menimbulkan banyak kesalahan dari manusia yang menerimanya.
Menurut Sutalaksana (1996), Display yang baik harus dapat menyampaikan pesan
tertentu sesuai dengan tulisan atau gambar yang dimaksud dalam display atau sejenis poster.
Ciri-ciri display dan poster yang baik adalah:
1. Dapat menyampaikan pesan.
2. Bentuk/gambar menarik dan menggambarkan kejadian.
3. Menggunakan warna-warna mencolok dan menarik perhatian.
4. Proporsi gambar dan huruf memungkinkan untuk dapat dilihat/dibaca.
5. Menggunakan kalimat-kalimat pendek, lugas, dan jelas.
6. Menggunakan huruf yang baik sehingga mudah dibaca.
7. Realistis sesuai dengan permasalahan.
8. Tidak membosankan.
Ukuran poster bervariasi mulai dari stiker yang berukuran kecil sampai yang berukuran
besar. Tetapi umumnya berukuran sebesar kalender. Poster berukuran kecil biasanya dalam
bentuk stiker yang mudah ditempel dimana-mana, misalnya “Dilarang Menumpang” dapat
ditempel di bagian forklift dan buldoser.
Display yang berbentuk rambu-rambu berbahaya, biasanya dipasang pada dinding, pintu
masuk atau pada tiang-tiang. Display ini berbentuk seperti rambu-rambu lalu lintas (berbentuk
bulat, segitiga, segiempat atau belah ketupat).
Peran ergonomi sangat penting dalam membuat rancangan display dan poster yang
memiliki daya sambung yang tinggi dengan pembaca. Display dan poster harus mampu
memberikan informasi yang jelas. Konsep “Human Centered Design” sangat kuat dalam
pembuatan display dan poster karena terkait dengan sifat-sifat manusia sebagai “penglihat dan
pemaham isyarat”.

B. Tipe-Tipe Display
Sehubungan dengan lingkungan, menurut para ahli display terbagi dalam beberapa
macam. Menurut Sutalaksana display terbagi menjadi dua macam yaitu:
1. Display Statis
Display statis memberikan informasi yang tidak tergantung terhadap waktu, misalnya
informasi yang menggambarkan suatu kota (Sutalaksana, 1996).
2. Display Dinamis
Display dinamis adalah display yang menggambarkan perubahan menurut waktu,
contohnya speedometer.
Menurut Galer (1989), Display dan Informasi yang disampaikan terbagi atas tiga tipe, yaitu:

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-29

1. Display Kualitatif
Display kualitatif merupakan penyederhanaan dari informasi yang semula berbentuk
data numerik. Contoh display kualitatif misalnya informasi atau tanda ON, OFF pada
generator, DINGIN, NORMAL, PANAS pada pembacaan temperatur, BELL dan BUZZER
untuk menunjukkan informasi kehadiran, lampu kelap-kelip dan sirine sebagai tanda
peringatan (warning devices).
2. Display Kuantitatif
Jenis display kuantitatif memperlihatkan informasi numerik dan biasanya disajikan
dalam bentuk digital ataupun analog untuk suatu visual display.
3. Display Representatif
Display representatif biasanya berupa sebuah “working model” atau “mimic diagram”
dari suatu mesin. Salah satu contohnya adalah diagram sinyal lintasan kereta api.
Berdasarkan panca indera, display terbagi dalam 5 macam. Berikut adalah tipe-tipe display
berdasarkan panca indera yaitu:
1. Visual display adalah display yang dapat dilihat dengan menggunakan indera
penglihatan yaitu mata.
2. Auditory display adalah display yang dapat didengar dengan menggunakan indera
pendengaran yaitu telinga.
3. Tactual display adalah display yang dapat disentuh dengan menggunakan indera peraba
yaitu kulit.
4. Taste display adalah display yang dapat dirasakan dengan menggunakan indera
pengecap yaitu lidah.
5. Olfactory display adalah display yang dapat dicium dengan menggunakan indera
penciuman yaitu hidung.

C. Poster
Berdasarkan tujuannya, secara garis besar poster terdiri atas dua bagian yaitu:
1. Poster untuk Tujuan Umum
Poster untuk tujuan umum diantaranya mengenai aturan keselamatan kerja umum,
poster tentang kebersihan dan kesehatan lingkungan, poster mengenai kesalahan-
kesalahan manusia dalam bekerja.
2. Poster untuk Tujuan Khusus
Poster untuk tujuan khusus diantaranya poster-poster dalam industri, pekerjaan
konstruksi, dengan demikian pesan-pesan yang dikandung bersifat spesifik untuk
lingkungan yang bersangkutan. Misalnya poster untuk bahaya penggunaan lift, tangga,
penyimpanan benda-benda mudah terbakar atau mudah meledak.
Unsur-unsur di dalam membuat suatu design diantaranya sebagai berikut :

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-30

1. Garis (Line)
Garis merupakan salah satu unsur desain yang menghubungkan antara satu titik poin
dengan titik poin lainnya. Garis dapat digunakan sebagai tujuan memperjelas dan
mempermudah pembaca. Bentuknya dapat berupa gambar garis lengkung (curve) atau
lurus (straight). Garis adalah unsur dasar dalam membangun sebuah bentuk, garis dapat
dimanfaatkan secara fleksibel sesuai dengan citra yang ingin ditampilkan. Arah garispun
dapat diatur sesuai dengan citra yang ditampilkan. Contohnya, garis horizontal akan
membuat segala sesuatu terlihat lebih tenang, formal namun tetap profesional.
Berbeda dengan garis vertikal, garis itu akan memperlihatkan kesan keseimbangan,
stabil dan elegan. Pada sisi lain garis juga daoat dijadikan sebagai fungsi atau pertanda,
seperti dalam kemasan produk terdapat garis putus-putus yang menandakan bagian
yang dilipat atau dipotong.
2. Bentuk (Shape)
Bentuk adalah segala sesuatu yang memiliki diameter, tinggi dan lebar. Berdasarkan
kategori sifat, bentuk dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu bentuk geometrik, bentuk
natural dan bentuk abstrak.
3. Tekstur (Texture)
Tekstur adalah tampilan permukaan atau corak dari suatu benda yang dapat dinilai
dengan cara dilihat atau diraba. Penggunaan tekstur pada desain akan menambahkan
pengalaman dan menjadi nilai lebih daripada sekedar estetik.
4. Gelap terang / kontras
Kontras merupakan warna yang berlawanan antara satu dengan lainnya, terdapat
perbedaan baik warna atau titik fokus. Apabila tidak berwarna, dapat pula berupa
perbedaan antara gelap dan terang. Kontras ini dapat digunakan sebagai salah satu cara
untuk menonjolkan pesan atau informasi yang dapat juga menambah kesan dramatis.
Dengan mengatur komposisi gelap terang suatu desain, akan membantu nilai
keterbacaan, fokus dan titik berat suatu desain.
5. Ukuran (Size)
Dalam membuat suatu desain, anda perlu memperhatikan besar kecilnya ukuran visual
yang akan digunakan. Ukuran dapat diartikan sebagai perbedaan besar kecilnya suatu
obyek. Dengan menggunakan unsur ini, anda dapat memnciptakan kontras dan
penekanan (emphasis) pada obyek desain yang hendak dibuat. Pemilihan ukuran visual
dalam membuat desain diperlukan agar anda dapat memperhatikan bagian mana yang
sangat penting, penting dan kurang penting. Pemilihan ukuran ini bertujuan agar semua
desain yang dibuat dapat terbaca dengan baik, sesuai dengan hierarki. Sehingga pesan
yang ingin disampaikan kepada pembaca, akan lebih mudah dibaca dan dimengerti.
6. Warna (Color)
Informasi dapat juga diberikan dalam bentuk kode warna. Indera mata sangat sensitif
terhadap warna BIRU-HIJAU-KUNING, tetapi sangat tergantung juga pada kondisi terang

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-31

dan gelap. Pada visual display sebaiknya tidak menggunakan lebih dari 5 warna. Hal ini
berkaitan dengan adanya beberapa kelompok orang yang memiliki gangguan
penglihatan atau mengalami kekurangan dan keterbatasan penglihatan pada matanya.
Sedangkan menurut Bridger (1995) terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dalam
penggunaan warna pada pembuatan display.
a. Kelebihannya antara lain: memberi tanda untuk data-data yang spesifik, informasi
dapat lebih cepat diterima, dan dapat terlihat lebih natural.
b. Kekurangan dalam penggunaan warna pada pembuatan display diantaranya: dapat
menyebabkan “fatigue”, membingungkan dan mungkin dapat memberikan reaksi
yang salah, dan tidak bermanfaat bagi orang yang buta warna.
Dengan warna anda dapat menampilkan identitas atau citra yang ingin disampaikan.
Warna merupakan salah satu elemen yang dapat menarik perhatian, meningkatkan
mood, menggabarkan citra sebuah perusahaan dan lain-lain. Namun, apabila kita salah
dalam memilih, hal tersebut dapat menghilangkan minat untuk pembaca. Warna
memiliki karakter dengan sifat yang berbeda. Pada setiap negara memiliki makna atau
arti warna yang berbeda-beda, namun arti warna berikut ini berdasarkan lingkup yang
universal. Arti warna dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Arti Warna
Warna Arti
Warna yang paling emosional dan cenderung ekstrem. Menyimbolkan agresivitas,
Merah
keberanian, semangat, percaya diri, gairah, kekuatan dan vitalitas
Warna yang disukai banyak wanita ini menyiratkan sesuatu yang lembut dan
Pink
menenangkan, cinta, kasih sayang dan feminim
Tidak bisa lepas dari elemen langitm air dan udara, berasosiasi dengan alam,
Biru melambangkan keharmonisan, memberi kesan lapang, kesetiaan, ketenangan, sensitif
dan kepercayaan
Warna kuning akan meningkatkan konsentrasi, warna ini menyimbolkan warna
Kuning
pesahabatan, optimisme, santai, gembira, harapan, toleran, menonjol dan eksentrik
Hijau Hijau melambangkan alam, kehidupan dan simbol fertilitas, sehat dan natural
Warna yang melambangkan sosialisasi, keceriaan, kehangatan, segar, semangat,
Orange
keseimbangan dan energi
Memberi kesan spirituali yang magis, mistis, misterius dan mampu menarik perhatian
Ungu
kekayaan dan kebangsawanan
Merupakan warna yang netral yang natural, hangat, membumi dan stabil, menghadirkan
Coklat
kenyamanan, memberi kesan anggun, kesejahteraan dan elegan
Abu-abu Warna ini melambangkan kesederhanaan, intelek, futuristik dan milenium
Warna hitam adalah warna yang kuat dan penuh percaya diri, perlindungan, maskulin,
Hitam
elegan dramatis dan misterius.

4.3 PERALATAN YANG DIGUNAKAN


Peralatan yang digunakan pada saat praktikum offline Beban Kerja Mental:
1. Cocorometer
2. Environment meter
3. Reaction Time Tools
Aplikasi yang digunakan pada saat praktikum online Beban Kerja Mental:
1. Aplikasi Design Tools
2. Aplikasi Welltory

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-32

3. Aplikasi Thermometer & Hygrometer (IOS) / Temperature Checker: Room, Phone,


Wether Forecast (Android)
4. Aplikasi Thermometer & Hygrometer (IOS) / DS Hygrometer-Humidity (Android)
5. Aplikasi Lux Light Meter Pro (IOS) / Lux Light Meter (Android)
6. Aplikasi Decibel X: dB Sound Level Meter (IOS) / Decibel X-dB Sound Level Meter, Noise
Detector (Android)
7. Aplikasi TesKoran (IOS), Paulin (Android)

4.4 LEMBAR PENGAMATAN


Tabel data pengamatan hasil tingkat stres dapat dilihat pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Data Pengamatan Hasil Tingkat Stres
Operator 1
Kondisi Hasil HRV Sebelum Bekerja Hasil HRV Setelah Bekerja
1
2
3

Tabel data pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.14.


Tabel 4.14 Data Pengamatan
Kondisi 1
Temperatur Kelembaban Intensitas Suara Intensitas Cahaya
Operator (oC) (%) (dBA) (Lux)

Error Benar Proporsi Benar (%)


1

4.5 PROSEDUR PRAKTIKUM


Berikut prosedur dalam menjalankan praktikum Beban Kerja Mental (BKM) yaitu:
1. Asisten menjelaskan materi dan hal-hal yang harus dilakukan oleh praktikan pada
kegiatan praktikum dalam bentuk video.
2. Praktikan membaca dan memahami petunjuk praktikum dan studi kasus yang diberikan.
3. Seluruh praktikan berperan sebagai operator dalam praktikum.
4. Praktikan melakukan pengukuran lingkungan kerja diantaranya temperatur,
kelembaban, intensitas suara, dan intensitas cahaya pada lingkungan rumah masing-
masing dengan menggunakan aplikasi Thermometer & Hygrometer (IOS) atau
Temperature Checker: Room, Phone, Wether Forecast (Android) untuk mengukur
temperatur, aplikasi Thermometer & Hygrometer (IOS) atau DS Hygrometer-Humidity
(Android) untuk mengukur kelembaban, aplikasi Lux Light Meter Pro (IOS) atau Lux
Light Meter (Android) untuk mengukur intensitas cahaya, dan aplikasi Decibel X: dB
Sound Level Meter (IOS) atau Decibel X-dB Sound Level Meter, Noise Detector (Android)
untuk mengukur intensitas suara. Praktikan diharuskan untuk melakukan screenshot
seluruh hasil pengukuran lingkungan kerja.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-33

5. Praktikan melakukan pengukuran Heart Rate Variability (HRV) sebelum bekerja


menggunakan aplikasi welltory, praktikan diharuskan melakukan screenshot hasil
pengukuran HRV.
6. Setelah melakukan pengukuran Heart Rate Variability (HRV) praktikan mengerjakan tes
pauli selama 3 menit. Pengerjaan tes pauli menggunakan aplikasi Paulin (Android), atau
aplikasi TesKoran (ios). Praktikan membuka aplikasi tes pauli dan mengatur time
menjadi 3 minutes. Pada aplikasi paulin (Android) pengaturan order yang dipilih adalah
sequential dan pengaturan operation yang dipilih adalah additional. Setelah selesai
pengaturan, praktikan memilih start untuk memulai tes pauli. Sedangkan untuk aplikasi
TesKoran (IOS) setelah mengatur time menjadi 3 minutes praktikan memilih start untuk
memulai tes pauli. Cara mengerjakan tes pauli adalah dengan memilih angka pada layar
sesuai dengan hasil penjumlahan soal yang ditampilkan, jika hasil penjumlahan bernilai
puluhan maka angka yang diambil adalah angka terakhir pada bilangan puluhan untuk
dipilih pada layar sebagai jawaban soal tersebut. Jika sudah 3 menit, tes pauli akan
otomatis berhenti dan akan menampilkan hasil pengerjaan tes pauli. Praktikan
diharuskan screenshot layar yang menujukan hasil pengerjaan tes pauli.
7. Setelah melakukan tes pauli, praktikan melakukan tes kognitif yaitu stroop test dengan
menggunakan aplikasi design tools.
8. Praktikan membuka aplikasi design tools dan memilih cognitive experiment.
9. Praktikan memilih stroop test kemudian akan muncul tampilan stroop test, selanjutnya
praktikan memilih Color-Words, Interference dan mengatur jumlah trials dengan
mengatur No. trials menjadi 30.
10. Praktikan mengerjakan 30 percobaan. Pada layar akan muncul nama warna yang tidak
sesuai dengan warna yang muncul. Praktikan harus memilih kotak warna yang sesuai
dengan nama warna yang muncul.
11. Jika sudah menyelesaikan 30 percobaan, akan muncul tulisan “task complete”, dan
praktikan memilih view results untuk melihat hasil test.
12. Praktikan diharuskan printscreen hasil test design tools setelah selesai melakukan
stroop test. Pada hasil stroop test akan muncul jawaban benar atau salah pada kolom
errors. Huruf N menandakan No errors yang berarti jawaban benar, sedangkan huruf Y
menandakan Yes errors yang berarti jawaban salah.
13. Praktikan yang telah selesai melakukan test design tools mengukur Heart Rate
Variability (HRV) setelah bekerja dengan menggunakan aplikasi welltory dan praktikan
diharuskan screenshot hasilnya.
14. Setelah melakukan test design tools praktikan mengisi kuisoner NASA-TLX.
15. Praktikan melakukan langkah 4-14 untuk kondisi 1, kondisi 2, dan kondisi 3.
16. Kondisi pengukuran praktikum Beban Kerja Mental (BKM):

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-34

Tabel 4.15 Kondisi Pengukuran Modul Beban Kerja Mental


Kondisi Jam (WIB/WIT/WITA) Lingkungan Kerja
 Intensitas suara 25-35 dBA.
1 13.00 - 13.30  Intensitas cahaya berasal dari cahaya matahari dan lampu. (>100
Lux)
 Intensitas suara 45-55 dBA.
2 17.00 – 17.30  Intensitas cahaya hanya berasal dari cahaya alami matahari. (50-
70 Lux)
 Intensitas suara 70-80 dBA.
3 20.00 – 20.30  Intensitas cahaya hanya berasal dari cahaya laptop ataupun HP.
(<30 Lux)
4.6 PENGUMPULAN DATA
1. Kondisi Ruangan
Tabel 4.16 merupakan kondisi ruangan Operator 1 sampai dengan operator 3.
Tabel 4.16 Kondisi Ruangan Operator 1
Temperatur Kelembaban Intensitas Suara Intensitas Cahaya
Kondisi
(oC) (%) (dBA) (Lux)
1
2
3

2. Data Pengamatan Tingkat Stres Setiap Operator


Tabel 4.17 merupakan data pengamatan tingkat stres operator 1 sampai dengan
operator 3 untuk setiap Kondisi.
Tabel 4.17 Data Pengamatan Tingkat Stres Operator 1
Operator 1
Kondisi Hasil HRV Sebelum Bekerja Hasil HRV Setelah Bekerja
1
2
3

3. Data Rekap NASA-TLX Tiap Operator


Tabel 4.18 berisikan tabel hasil rekap NASA-TLX tiap operator untuk Kondisi 1, Kondisi
2, dan Kondisi 3.
Tabel 4.18 Rekap NASA-TLX Operator 1
Operator 1
Rating (%)
Kategori Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3
MD
PD
TD
OP
FR
EF
Jumlah

4.7 PENGOLAHAN DATA


(Kalimat Pengantar)
4.7.1 Pengukuran Jumlah Proporsi Benar
1. Buat tabel pengamatan sebanyak 9 tabel, setiap operator untuk setiap kondisi.
Tabel 4.19 merupakan data pengamatan pelaksanaan praktikum.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-35

Tabel 4.19 Data Pengamatan Operator 1 Kondisi 1


Kondisi 1
Temperatur Kelembaban Intensitas Suara Intensitas Cahaya
Operator (oC) (%) (dBA) (Lux)

Error Benar Proporsi Benar (%)


1

2. Buat grafik hubungan antara P dan setiap Faktor Lingkungan Fisik, lalu hitung
persamaan regresi beserta koefisien korelasinya.
a. Grafik P Vs Temperatur
b. Grafik P Vs Intensitas Cahaya
c. Grafik P Vs Intensitas Suara
d. Grafik P Vs Kelembaban
Notes: terdapat 12 grafik
3. Persamaan Regresi Berganda
Tabel 4.20 merupakan input persamaan regresi berganda
Tabel 4.20 Persamaan Regresi Berganda Operator 1

Kondisi Proporsi Benar(P) X1 X2 X3 X4

1
2
3

Y = a + bX1 + cX2 + dX3 + eX4


Keterangan:
X1 = Temperatur
X2 = Kelembaban
X3 = Intensitas Cahaya
X4 = Intensitas Suara

4.8 SISTEMATIKA PENULISAN JURNAL AKHIR PRAKTIKUM


COVER
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR TIDAK MENCONTEK
1. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
(Kalimat Pengantar)
1.1 Pengumpulan Data
(Kalimat Pengantar)
1.1.1 Studi Kasus
Berisikan studi kasus yang telah diberikan oleh Tim Asisten dan ditulis kembali
menggunakan bahasa sendiri.
1.1.2 Data Kondisi Ruangan
(Kalimat Pengantar)
1. Kondisi Ruangan Operator 1

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-36

(Kalimat Pengantar Tabel)


(Tabel Data Kondisi Ruangan)
Tabel 4.21 Data Kondisi Ruangan Operator 1
Temperatur Kelembaban Intensitas Cahaya Intensitas Suara
Kondisi
(oC) (%) (Lux) (dBA)
1
2
3
2. Kondisi Ruangan Operator 2
(Sama seperti operator 1)
3. Kondisi Ruangan Operator 3
(Sama seperti operator 1 dan 2)
(Total ada 3 tabel)
1.1.3 Data Pengamatan HRV Setiap Operator
(Kalimat Pengantar)
1. Data Pengamatan HRV Operator 1
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 4.22 Data Pengamatan HRV Operator 1
Operator 1
Kondisi Hasil HRV Sebelum Bekerja Hasil HRV Setelah Bekerja
1
2
3

2. Data Pengamatan HRV Operator 2


(Sama seperti operator 1)
3. Data Pengamatan HRV Operator 3
(Sama seperti operator 1 dan 2)
(Total ada 3 tabel)
1.2 Pengolahan Data
(Kalimat Pengantar)
1.2.1 Perhitungan Proporsi Benar (P) Setiap Kondisi
(Kalimat Pengantar)
1. Kondisi 1
a. Proporsi Benar
 Operator 1
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 4.23 Data Pengamatan
Kondisi 1
Temperatur Kelembaban Intensitas Suara Intensitas Cahaya
Operator (oC) (%) (dBA) (Lux)

Error Benar Proporsi Benar (%)


1
0 30 100%

Contoh perhitungan:
Benar
Proporsi benar = Trials x 100%

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-37
30
= 30 x 100%

= 100%
 Operator 2
(Sama seperti operator 1)
 Operator 3
(Sama seperti operator 1 dan 2)
(Total 3 Tabel untuk Kondisi 1)
2. Kondisi 2
(Sama seperti kondisi 1)
3. Kondisi 3
(Sama seperti kondisi 1 dan 2)
(Total 9 Tabel untuk 3 kondisi, 3 operator)
1.2.2 Perbandingan Grafik
(Kalimat Pengantar)
1. Temperatur Terhadap Grafik P
a. Operator 1
(Kalimat Pengantar Gambar)

Gambar 4.3 Grafik Jumlah Benar Terhadap Temperatur


(Penjelasan gambar)
b. Operator 2
(Sama seperti operator 1)
c. Operator 3
(Sama seperti operator 1 dan 2)
2. Kelembaban Terhadap Grafik P
(Sama seperti poin 1)
3. Intensitas Cahaya Terhadap Grafik P
(Sama seperti poin 1 dan 2)
4. Intensitas Suara Terhadap Grafik P
(Sama seperti poin 1, 2 dan 3)

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-38

1.2.3 Persamaan Regresi Berganda


(Kalimat Pengantar)
1. Operator 1
(Kalimat Pengantar)
(Masukkan tabel regresi berganda, rumus, keterangan rumus dan output SPSS yang tabel
coefficients, serta hasil persamaan SPSS).
Notes: SPSS tabel X1, X2, X3, X4.
Tabel 4.24 Persamaan Regresi Berganda Operator 1
Kondisi Proporsi Benar (P) X1 X2 X3 X4
1 61,33 23,6 68,5 36 94,9
2
3

Y = a + bX1 + cX2 + dX3 + eX4


Keterangan:
X1 = Temperatur
X2 = Kelembaban
X3 = Intensitas Cahaya
X4 = Intensitas Suara
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 4.25 Coefficients

(Hasil persamaan atau ouput SPSS)


2. Operator 2
(Sama seperti operator 1)
3. Operator 3
(Sama seperti operator 1 dan 2)
1.2.4 Perbandingan Hasil HRV Setiap Operator
(Kalimat Pengantar)
1. Operator 1
(Kalimat Pengantar Gambar)
(Hasil tingkat stres sesudah bekerja setiap operator dibuat dalam bentuk grafik, yang
diberi keterangan sumbu dan judul grafik pada gambar)

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-39

Gambar 4.4 Grafik HRV Operator


(Penjelasan grafik)
1.2.5 Perhitungan NASA-TLX
(Kalimat Pengantar)
1. Operator 1 Kondisi 1
a. Rating NASA-TLX dan Klasifkasi NASA-TLX
NASA-TLX merupakan multidimensional rating procedure yang berasal dari
keseluruhan skor beban kerja berdasarkan penimbangan rata-rata dari 6
indikator, dalam satuan persentase (%). Indikator tersebut ialah:
 Mental Demand (MD)
Apakah pekerjaan tersebut mudah atau sulit, sederhana atau kompleks,
longgar atau ketat?

Rendah Tinggi
0 100
 Physical Demand (PD)
Apakah pekerjaan tersebut mudah atau sulit, lambat atau cepat, longgar
atau ketat, santai atau melelahkan?

Rendah Tinggi
0 100
 Temporal Demand (TD)
Apakah pekerjaan yang dilakukan perlahan dan santai atau cepat dan
tergesa-gesa?

Rendah Tinggi
0 100
 Own Performance (OP)
Seberapa puas anda dengan kinerja sendiri dalam mencapai/menyelesaikan
pekerjaan tersebut?

Rendah Tinggi
0 100

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-40

 Effort (EF)
Seberapa keras kerja mental dan fisik anda untuk mencapai tingkat kinerja
dalam menyelesaikan pekerjaan ini?

Rendah Tinggi
0 100
 Frustation (FR)
Seberapa putus asa, jengkel, stres, dan kesal yang anda rasakan selama
mengerjakan pekerjaan tersebut?

Rendah Tinggi
0 100
b. Pembobotan NASA-TLX
Pilihlah salah satu dari pasangan kategori berikut ini yang menurut anda
mempunyai pengaruh besar dalam sumber beban kerja mental dari pekerjaan
yang anda lakukan, kemudian lakukan perbandingan dari masing-masing
kategori sehingga di dapat kategori mana yang lebih dominan.
Perbandingan kategori-kategori tersebut dimuat ke dalam tabel hasil
perbandingan seperti pada Tabel 4.26.
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 4.26 Hasil Perbandingan Kategori Operator 1 Kondisi 1
MD PD TD OP FR EF
MD MD TD OP FR MD
PD TD OP FR PD
TD TD FR TD
OP FR OP
FR FR
EF

Setelah diketahui hasil perbandingan, kemudian dilakukan perhitungan score


rata-rata seperti pada Tabel 4.27.
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 4.27 Perhitungan Score Rata-Rata Operator 1 Kondisi 1
Kategori Rating (%) Bobot RatingxBobot
MD 65 2 130
PD 55 1 55
TD 75 4 300
OP 70 3 210
FR 80 5 400
EF 40 0 0
Jumlah 15 1095

Masukan tabel seperti 4.28 lalu ke perhitungan


∑ (bobot x rating)
Skor rata-rata = 15
1095
Skor rata-rata = 15

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-41

= 73%
(Kesimpulan Skor Rata-Rata)
Maka skor tersebut termasuk kedalam klasifikasi golongan kerja tinggi menurut
operator.
Setelah selesai perhitungan ketiga kondisi setiap operator buat tabel rekapan NASA-
TLX untuk setiap operator.
(Kalimat Pengantar)
Tabel 4.28 Rekap NASA-TLX Operator 1
Operator 1
Rating (%)
Kategori Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3
MD
PD
TD
OP
FR
EF
Jumlah
Notes: Nilai 15 dari mana? Nilai 15 adalah berasal dari banyaknya kategori yang
dibandingkan.
Notes: Membuat 9 NASA-TLX, tapi untuk NASA-TLX 8 hanya dicantumkan perhitungan
score rata rata saja dan di beri rekap hasil tiap operator.
2. ANALISIS
(Kalimat Pengantar)
2.1 Analisis Perbandingan Proporsi Benar Tiap Operator
Sebutkan hasil proporsi benar tiap operator dan setiap kondisinya, lalu bandingkan hasil
proporsinya. Jelaskan sebab akibat kenapa bisa terjadi perbedaan di setiap operator
dan setiap kondisinya. (Lebih kaitkan dengan faktor psikologis dan sosiologis)
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
2.2 Analisis Perbandingan Grafik
(Kalimat Pengantar)
2.2.1 Analisis Temperatur Terhadap Grafik P
Jelaskan perubahan tiap kondisi yang berkaitan dengan proporsi benar Lalu analisis
apakah temperatur mempengaruhi kinerja operator atau tidak.
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
Notes:
- Trend positif = temperatur mempengaruhi kinerja operator
- Trend negatif = temperatur mempengaruhi kinerja operator
- Fluktuatif = temperatur tidak mempengaruhi kinerja operator
- Konstan = temperatur tidak mempengaruhi kinerja operator
2.2.2 Analisis Kelembaban Terhadap Grafik P
Jelaskan perubahan tiap kondisi yang berkaitan dengan proporsi benar Lalu analisis
apakah kelembaban mempengaruhi kinerja operator atau tidak.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-42

(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))


Notes:
- Trend positif = kelembaban mempengaruhi kinerja operator
- Trend negatif = kelembaban mempengaruhi kinerja operator
- Fluktuatif = kelembaban tidak mempengaruhi kinerja operator
- Konstan = kelembaban tidak mempengaruhi kinerja operator

2.2.3 Analisis Intensitas Cahaya Terhadap Grafik P


Jelaskan perubahan tiap kondisi yang berkaitan dengan proporsi benar Lalu analisis
apakah intensitas cahaya mempengaruhi kinerja operator atau tidak.
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
Notes:
- Trend positif = intensitas cahaya mempengaruhi kinerja operator
- Trend negatif = intensitas cahaya mempengaruhi kinerja operator
- Fluktuatif = intensitas cahaya tidak mempengaruhi kinerja operator
- Konstan = intensitas cahaya tidak mempengaruhi kinerja operator
2.2.4 Analisis Intensitas Suara Terhadap Grafik P
Jelaskan perubahan tiap kondisi yang berkaitan dengan proporsi benar Lalu analisis
apakah intensitas suara mempengaruhi kinerja operator atau tidak.
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
Notes:
- Trend positif = intensitas suara mempengaruhi kinerja operator
- Trend negatif = intensitas suara mempengaruhi kinerja operator
- Fluktuatif = intensitas suara tidak mempengaruhi kinerja operator
- Konstan = intensitas suara tidak mempengaruhi kinerja operator
2.3 Analisis Persamaan Regresi Berganda
Sebutkan hasil persamaan regresi berganda, Jelaskan faktor apa saja yang berpengaruh,
jelaskan besaran nilai konstanta (a, b, c, dan d), jelaskan arti nilai positif atau negatif
pada nilai X.
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
2.4 Analisis Faktor Fisik Berdasarkan Hasil Objektif dan Subjektif Operator
Sebutkan hasil perhitungan objektif (HRV) faktor Fisik yang di dapatkan dari aplikasi
welltory lalu sebutkan faktor-faktor Fisik yang paling berdampak bagi kinerja operator
dilihat dari persepsi operator. Hubungkan kedua penilaian tersebut (objektif dan
subjektif) sama atau berbeda? Jelaskan alasan mengapa bisa terjadi kesamaan ataupun
perbedaan.
Keyword: Jika terjadi perbedaan antara objektif dan subjektif di sebabkan karena
faktor operator yang sudah terbiasa dengan situasi lingkungan kerja seperti itu. Jika

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-43

terjadi kesamaan antara objektif dan subjektif maka hasil objektif sesuai dengan apa
yang dirasakan oleh operator.
Keterangan: dilakukan analisis untuk 3 operator
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
2.5 Analisis Poster
Penjelasan mengenai maksud dari poster yang telah dibuat, lalu menjelaskan mengenai
tujuan dari poster tersebut serta jelaskan apakah poster tersebut sudah informatif atau
belum, jika sudah berikan alasannya (alasannya mengacu ke unsur-unsur dalam
membuat design poster)
(Minimal 1 paragraf minimal 3 kalimat)
2.6 Analisis Hasil Tingkat Stres Setiap Operator
Lihat hasil perbandingan HRV sebelum dan setelah bekerja. Lihat hasil HRV terhadap
stres kerja setiap operator setelah melakukan test disetiap kondisi nya, dan masuk
klasifikasi manakah tingkat stres pada operator berdasarkan HRV menurut aplikasi
welltory di tiap kondisi.
Keterangan: bisa di hubungan dengan lingkungan kerja ataupun HIP
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
2.7 Analisis Rating NASA-TLX
Sebutkan hasil rating NASA-TLX di setiap kondisi lalu analisis alasan operator
memberikan nilai atau bobot untuk setiap subskalanya dan kaitkan dengan faktor yang
mempengaruhi operator memutuskan memberi nilai tersebut pada setiap subskala,
analisis pada tiap operator dan setiap kondisi.
Keterangan: untuk 3 operator
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
2.8 Analisis Pembobotan NASA-TLX
Sebutkan hasil pembobotan NASA-TLX setiap kondisi lalu analisis faktor yang
mempengaruhi kinerja operator dilihat dari nilai bobotnya (yang paling banyak dan
paling sedikit) di setiap kondisinya. (keyword: lihat faktor yang paling besar dan
paling kecil dalam mempengaruhi operator)
Keterangan: semua faktor semakin ke kanan maka nilainya akan semakin negatif,
tetapi untuk own performance semakin ke kanan akan semakin baik, untuk pembobotan
keseluruhan akan sama, jika nilai own performance dan nilai yang lain sama besar maka
kembali lagi ke operator ingin memilih faktor yang mana (subjektif)
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
2.9 Analisis Perhitungan Score Rata-Rata NASA-TLX
1. Analisis banyaknya faktor internal yang berpengaruh terhadap kinerja operator:
“sebesar 70% kondisi operator dipengaruhi oleh faktor internal, sisanya dipengaruhi
oleh faktor lain misalnya faktor eksternal dll”

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-44

Keterangan: faktor internal yang berada didalam diri operator dibagi 2 yaitu faktor
somatis dan faktor psikis (liat modul). Faktor eksternal yang mempengaruhi dapat
berupa tuntutan dari partner kelompoknya untuk mencapai target.
2. Kategorikan kedalam tabel klasifikasi NASA-TLX diatas.
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
3. KESIMPULAN DAN SARAN
(Kalimat Pengantar)
3.1 Kesimpulan
(Kalimat Pengantar)
(13 point menjawab analisis)
3.2 Saran
Saran untuk perusahaan lebih memperhatikan aspek-aspek lingkungan kerja yang akan
berdampak pada performansi kerja dan stres kerja bagi operator.
Notes: Poster dibuat untuk kondisi di iklim dalam bentuk A2.

LAMPIRAN
LAMPIRAN A (Hasil Stroop Test)
1. Printscreen Stroop Test
a. Kondisi 1 Operator 1

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-45

b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
LAMPIRAN B (Hasil Lingkungan Kerja)
1. Printscreen Aplikasi Temperatur
a. Kondisi 1 operator 1

b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-46

2. Printscreen Aplikasi Kelembaban


a. Kondisi 1 Operator 1

b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3
3. Printscreen Aplikasi Pencahayaan
a. Kondisi 1 Operator 1

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-47

b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3
4. Printscreen Aplikasi Intesitas Suara
a. Kondisi 1 Operator 1

b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-48

LAMPIRAN C (Hasil Welltory)


1. Printscreen Hasil HRV Sebelum Bekerja Aplikasi Welltory
a. Kondisi 1 Operator 1

b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3
2. Printscreen Hasil HRV Setelah Bekerja Aplikasi Welltory
a. Kondisi 1 Operator 1

b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-49

LAMPIRAN D (Hasil SPSS)


1. Printscreen Hasil SPSS
a. Operator 1

b. Operator 2
c. Operator 3

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-50

LAMPIRAN E (Hasil NASA-TLX)


1. Hasil NASA-TLX
a. Kondisi 1 Operator 1

b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-51

LAMPIRAN F (Hasil Tes Pauli)


1. Hasil Tes Pauli
a. Kondisi 1 Operator 1

A
b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3

4.9 REFERENSI
1. Bridger R.S. (1995). "Introduction To Ergonomics" Mc Graw-Hill: Singapore.
2. Davis, Keith, dan Newstorm. (1996). Perilaku Dalam Organisasi, Edisi Tujuh.Erlangga:
Jakarta.
3. Didin, F. S., Mardiono, I., & Yanuarso, H. D. (2020). Analisis Beban Kerja Mental
Mahasiswa saat Perkuliahan Online Synchronous dan Asyncronous Menggunakan Metode
Rating Scale Mental Effort. Jurnal OPSI Vol 13 No.1 Juni 2020, 2.
4. Faritsy AAZ dan Nugroho YA. (2017). Pengukuran Lingkungan Kerja Fisik dan Operator
Menentukan Waktu Istirahat Kerja. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Universitas Teknologi
Yogyakarta.
5. Freibalds, Andris, dan Niebel, Benjamin W. (2014). Niebel’s Methods, Standards, and
Work Design. McGraw-Hill: Unites States of America.
6. Galer, I.A.R. (1989). “Applied Ergonomics Handbook”. Butterworths: London.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-52

7. Groover, Mikell P. (2007). Work System and The Methods, Measurement, and
Management of Work, Seventh Edition. Pearson Education: United States of America
8. Guspriyadi Diki, dkk. (2014). Analisis Tingkat Stres dan Tingkat Kelelahan Masinis
Berdasarkan Heart Rate Variability. Tugas Sarjana – Program Studi Teknik Industri.
Institut Teknologi Nasional, Bandung.
9. Hart, S.G., dan Staveland,L.E. (1988). Development of NASA Task Load Index (TLX):
Results of Empirical and Theoritical Research. NASA-Ames Research, California.
10. Helander, Martin. (1995). A Guide to The Ergonomics of Manufacturing. Taylor &
Francis: London.
11. Hutabarat Julianus. (2018). Kognitif Ergonomi. Malang: Mitra Gajayana.
12. Iridiastadi, Hardianto; Yassierli. (2014). Ergonomi Suatu Pengantar. PT Remaja
Rosdakarya: Bandung.
13. Menteri Kesehatan RI. (2002). Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan
Industri. https://hukumonline.com/pusatdata/detail/12588/keputusan-menteri-
kesehatan-nomor-1405menkesskxi2002-tahun-2002/appendices, Diunduh pada tanggal
4 Mei 2021.
14. Menteri Kesehatan RI. (2016). Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran.
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/113097/permenkes-no-48-tahun-2016,
Diunduh pada tanggal 4 Mei 2021.
15. Meshkati, N., dan Hancock, P.A. (2011). Human Mental Workload. Elsevier: Amsterdam
16. Medicore Co., LTD. (2020). Heart Rate Variability Analysis System Version 3.0.
Medicore: Korea.
17. Mymetabolicmeals.com. (2020, 2 Mei). A Beginner’s Guide to Heart Rate Variability
(HRV). Diakses pada 3 Mei 2021, dari https://www.mymetabolicmeals.com/hrv-guide/
18. Nurmianto, Eko. (1996). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Institut Teknologi
Sepuluh November: Surabaya
19. Pracinasari, I. (2013). Beban Kerja Fisik Vs Beban Kerja Mental. Ergonomic.
20. Roscoe A.H. dan Ellis G.A. (1990). A subjective Rating Scale of Assessing Pilot Workload
in Flight: A Decade of Practical Use, A technical Report, Procurement Executive,
Ministry of Defence Farnborough, Hampshire.
21. Sedarmayanti. (1996). Tata Kerja dan Produktifitas Kerja, cetakan pertama, CV.
Mandar Maju: Bandung.
22. Siagaan, Helmi Festrada, dan Pramestari, Diah. (2018). Analisis Beban Kerja
Menggunakan Metode Rating Scale Mental Effort (RSME) dan Modified Cooper Harper
(MCH) di PT. Bank X. Universitas Persada Indonesia YAI: Jakarta
23. SNI 03-6572-2001. (2001). Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian
Udara pada Bangunan Gedung, Diambil dari
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132100514/pendidikan/perencanaan-
pendingin.pdf. Diunduh pada 24 Mei 2021.

Lab APK & E 2021


Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-53

24. Sunarto, Nurhakiki Nazlia. (2018). Analisis Beban Kerja Karyawan dengan Menggunakan
Metode NASA-TLX (Studi Kasus di PT. LG ELECTRONICS INDONESIA). Universitas Islam
Indonesia: Yogyakarta.
25. Sutalaksana, Iftikat Z, Dkk. (1998). Teknik Tata Cara Kerja. Teknik Industri ITB:
Bandung.
26. Staveland, E Lowell. Development of NASA-TLX (Task Load Index): Results of Empirical
and Theoretical Research. San Jose: California.
27. Tarwaka; Bakri, Solichul HA; Sudiajeng, Lilik., (2004). Ergonomi Untuk Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Produktifitas. UNIBA PRESS: Surakarta.
28. Tamsuri, Anas. (2009). Klien Gangguan Keseimbangan Cairan & Elektrolit Seri Asuhan
Keperawatan. Penertbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
29. Warm, J.s, Dkk. (2008). Vigilance requires hard mental work and is stressful. Human
factors, 50(3).
30. Widiastuti, Febriana. (2009). Penilaian Faktor Fisik Lingkungan Kerja di Bagian Produksi
sebagai Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja di PT. Phapros Tbk Semarang. Laporan
Khusus, Universitas Sebelas Maret: Surakarta.
31. Widyanti, Ari. Dkk. (2010). Pengukuran Beban Kerja Mental dalam Searching Task
Dengan Metode Rating Scale Mental Effort (RSME). Universitas Diponegoro: Semarang.
32. Wignjosoebrot, Sritomo, dan Zaini, Purnawan. (2007). Studi Ergonomi Kognitif untuk
Beban Kerja Mental Pilot dalam Pelaksanaan Prosedur Pengendalian Pesawat dengan
Metode SWAT. Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja Jurusan Teknik
Industri ITS: Surabaya.

Lab APK & E 2021


Margins
Top: 3 cm
Left: 3.5 cm
Right: 2.5 cm
Bottom: 2.5 cm JURNAL AKHIR PRAKTIKUM Font : Times New Roman
Spacing Size : 14
Before: 0, After: 0 REKAYASA SISTEM KERJA II Capital + Bold
Line Spacing : 1.5
NAMA MODUL

2x enter

Kelompok / Shift : 01 / I
- Font : Times New Roman
- Size : 12 Nama / NRP : 1. Annisa Syaharani /13-2019-320
- Bold
- Contoh Penulisan Tgl. 2. Salsabila Annastia S. /13-2019-356
Praktikum: 20 September
2018
3. Yockeu Julyani /13-2019-370
- Shift menggunakan angka Tgl. Praktikum : 20 September 2021  Penulisan nama cukup 2
romawi suku kata, namun
Asisten : Salma Salsabila apabila terdapat nama
lebih dari 2 suku kata
maka suku kata terkahir
disingkat
 Penulisan diurutkan dari
NRP yang terkecil

LABORATORIUM ANALISIS PERANCANGAN


KERJA DAN ERGONOMI
Font : Times New Roman PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
Size : 14
Capital + Bold FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2021
LEMBAR PENGESAHAN Tanggal Diterima adalah
Tanggal Pengumpulan JAP dan
diisi oleh praktikan

Tanggal Diterima :
Diterima Oleh :
Tanggal Revisi : Diisi oleh Asisten

Isi Revisi :

Asisten

Nama Asisten
Laboratorium Analisis Perancangan Kerja & Ergonomi
Program Studi Teknik Industri
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional

Pernyataan Tidak Mencontek Atau Melakukan Tindakan Plagiat

Kami yang bertanda tangan dibawah ini,

Kelompok / Shift : 01/ I


Nama / NRP : 1. Annisa Syaharani / 13-2019-320
Penulisan nama sesuai
2. Salsabila Annastia S. / 13-2019-356 dengan format
penulisan pada cover
3. Yockeu Julyani / 13-2019-370

Dengan ini menyatakan bahwa laporan Praktikum Rekayasa Sistem Kerja II yang
telah Kami buat adalah hasil pekerjaan Kami dan seluruh ide, pendapat atau materi dari
sumber lain telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai.

Pernyataan ini Kami buat dengan sebenar-benarnya dan jika pernyataan ini tidak
sesuai dengan kenyataan, maka Kami bersedia menanggung sanksi yang akan dikenakan
kepada Kami.

Diisi tanggal
pengumpulan draft
Bandung, 20 September 2021

Tanda tangan jelas


menggunakan pulpen
tinta biru atau hitam

(Scan tanda tangan) (Scan tanda tangan) (Scan tanda tangan)


Annisa Syaharani Salsabila Annastia S. Yockeu Julyani
13-2019-320 13-2019-356 13-2019-370
Penulisan nama sesuai
dengan format
penulisan pada cover
FORMAT PENULISAN
ANTROPOMETRI
Margins
Judul Poin
Font : Times New Roman Top : 3 cm
Size : 12 (Bold) + CAPSLOCK Left : 3.5 cm
Bottom : 2.5 cm
1. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Right : 2.5 cm
Spacing
(Kalimat pengantar) Judul Subpoin Before : 0 pt
Font : Times New Roman After : 0 pt
1.1 Pengumpulan Data Size : 12 (Bold) + Capitalize Each Word Line Spacing : 1.5
(Kalimat pengantar)
1.1.1 Studi Kasus
(Kalimat pengantar)
Judul Subsubpoin
1.1.2 Data Pengukuran Kekuatan Tubuh Font : Times New Roman
Size : 12 + Capitalize Each Word
(Kalimat pengantar)
DATA DIRI OPERATOR 1
NAMA : …………………………………………………
UMUR : …………………………………………………
JENIS KELAMIN : …………………………………………………
BERAT BADAN : …………………………………………………
(Kalimat pengantar tabel) Line spacing :1
Font : 11
Tabel 1. Pengukuran Kekuatan Tubuh
Pengukuran Kekuatan Tubuh
Kekuatan Tarik Tubuh
Sudut () Tangan Kiri (Kg) Tangan Kanan (Kg)
0
45
90 Judul dan Isi Tabel
225 Judul : (Bold) + Capitalize
270 Each Word
Isi tabel : Center
315
Font : Times New
Kekuatan Tarik Variansi Tubuh Roman
Sudut () Kedua Tangan (Kg) Size : 11
30 Line spacing: Single
45
60 INTERV
75 KELAS
Kekuatan Jari Tangan (Dikali 0,2)
LCL1 – UC
Kekuatan
Jari Kiri Kekuatan (Kg) Jari Kanan ..... - ..
(Kg)
Telunjuk Telunjuk LCLn– UC
Jari Tengah Jari Tengah
Jari Manis Jari Manis 
Kelingking Kelingking
Ibu Jari Ibu Jari

1.1.3 Data Pengukuran Dimensi Tubuh


(Kalimat pengantar + Kalimat pengantar tabel)

1
Header dan Footer
Font: Times New Roman
Size: 10 + Capitalize Each
Word
Modul I Antropometri 2

Tabel 4. Pengukuran Dimensi Tubuh


No. Dimensi Tubuh Alat Simbol Hasil (Cm)
1 Tinggi Badan Tegak Alat Ukur Tinggi Badan TBT …
2 Mata ke Lantai Kursi Antropometri ML …
… … … … …
… … … … …
… … … … …
… … … … …
… … … … …
N … … … …

1.1.4 Data Dimensi Antropometri yang Digunakan


(Kalimat pengantar)
1. Siku ke Ujung Jari (SU)
(Kalimat pengantar tabel)
Tabel 7. Dimensi Antropometri yang Digunakan
Data Siku ke Ujung Jari (Cm)
1 2 3 4 5
1 48 45 39 42 43
2 37 47 45,5 39 40
… … … … … …
… … … … … …
20 46 39 43 36 42

1.2 Pengolahan Data


(Kalimat pengantar)
1.2.1 Identifikasi Data Antropometri yang Digunakan
(Kalimat pengantar)
1. Siku ke Ujung Jari (SU)
(Penjelasan dimensi yang digunakan)
Minimal 8 dimensi
1.2.2 Pengolahan Data Antropometri Siku ke Ujung Jari
(Kalimat pengantar)
a. Tes Kenormalan Data
 Parameter: kecocokan distribusi normal
 Hipotesis
H0 = data siku ke ujung jari membentuk distribusi normal
H1 = data siku ke ujung jari tidak membentuk distribusi normal

Kelompok 01
Modul I Antropometri 3

 α = 5%
 Stastistik hitung
(Kalimat pengantar gambar)

Caption Gambar
Isi gambar: Center
Font: Times New
Roman
Size: 11
Line spacing: Single Gambar 1. Hasil Software STATFIT Data Siku ke Ujung Jari (SU)

 Distribusi χ2
(Kalimat pengantar gambar)

Kelompok 01
Modul I Antropometri 4

Gambar 2. Distribusi Khi-kuadrat


 Kesimpulan

Terima H0 (  2 hit <  2 0,05; 17), berarti data observasi berpola distribusi
normal.

Tolak H0 (  2 hit >  2 0,05; 17), berarti data observasi tidak berpola distribusi
normal.
b. Tes Keseragaman Data
(Kalimat pengantar tabel)
Tabel 15. Uji Keseragaman Data
Sub Grup Ukuran Sub Grup ̅i
X
Ke- 1 2 … N
1 … … … … …
… … … … … …
k … … … … …
Σ …

Contoh Perhitungan:
∑ Xi
̅i
 X = (1)
n
̅i
∑X
 ̿
X = (2)
k

N 2
∑ (X - X) ̿
 SD = √ i=1 i (3)
N -1
SD
 SDx = (4)
√n

 ̿ + 3SDx
BKA = X (5)
 ̿ - 3SDx
BKB = X (6)

(Kalimat pengantar grafik tes keseragaman data)

Kelompok 01
Modul I Antropometri 5

Data Siku ke Ujung Jari (SU)


220
Rata-rata Sub Grup 210

200
BKA
190
BKB
180 Xbar
170

160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Jumlah Sub Grup

Gambar 3. Grafik Data Siku ke Ujung Jari


 Kesimpulan
Data berada diantara BKA dan BKB maka data seragam.
Data berada diluar BKA dan BKB maka data tidak seragam.
c. Tes Kecukupan Data
2
40 √N ∑ Xi²-( ∑ Xi)²
 N´ =[ ∑ Xi
] (7)

 Kesimpulan
Nilai N´ ≤ N, data cukup
Nilai N´ > N, data tidak cukup
d. Perhitungan Persentil
 ̿ - 1,645 SD
P5 = X (8)
 ̿
P50 = X (9)
 ̿ + 1,645 SD
P95 = X (10)
2.2.3 Rekapitulasi Nilai Persentil Data Dimensi Tubuh
(Kalimat pengantar tabel)
Tabel 16. Rekapitulasi Nilai Persentil
No Dimensi Tubuh P5 (Cm) P50 (Cm) P95 (Cm)
1 Tinggi Popliteal 36,314 42,730 49,145
... ... ... ... ...
N ... ... ... ...

Kelompok 01
Modul I Antropometri 6

2.2.4 Penentuan Persentil untuk Dimensi Benda Kerja dengan Menggunakan Prinsip
Antropometri
(Kalimat pengantar tabel)
Tabel 17. Contoh Penentuan Persentil untuk Dimensi Benda Kerja
Dimensi Benda Dimensi Data Antropometri
No Persentil
Kerja Antropometri (Cm)
1 Tinggi Pintu Tinggi Badan Tegak P95 168,332
2 Tinggi Kursi Tinggi Popliteal P5/P95 36,314/49,145
Jangkauan Ujung
3 Lebar Meja P5 63,861
Lengan Horizontal
4 Kerangka Sandaran ... ... ...
5 ... ... ... ...
6 ... ... ... ...
7 ... ... ... ...
8 ... ... ... ...
9 ... ... ... ...
10 ... ... ... ...

Kelompok 01
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
(Tabel Distribusi)
Lampiran A A-1

1. Tabel Distibusi Normal


2. Tabel Distribusi χ2
LAMPIRAN B
(Pengolahan Data)
Lampiran B B-1

2. Pengolahan Data Antropometri Rentangan Tangan (RT)


(Kalimat pengantar)
a. Tes Kenormalan Data
 Parameter: kecocokan distribusi normal
 Hipotesis
H0 = data siku ke ujung jari membentuk distribusi normal
H1 = data siku ke ujung jari tidak membentuk distribusi normal
 α = 5%
 Stastistik hitung
(Kalimat pengantar gambar)

Caption Gambar
Isi gambar: Center
Font: Times New
Roman
Size: 11
Line spacing: Single

Gambar 1. Hasil Software STATFIT Data Rentangan Tangan (RT)


Lampiran B B-2

 Distribusi χ2
(Kalimat pengantar gambar)

Gambar 2. Distribusi Khi-kuadrat


 Kesimpulan

Terima H0 (  2 hit <  2 0,05; 17), berarti data observasi berpola distribusi
normal.

Tolak H0 (  2 hit >  2 0,05; 17), berarti data observasi tidak berpola distribusi
normal.
b. Tes Keseragaman Data
(Kalimat pengantar tabel)
Tabel 15. Uji Keseragaman Data
Sub Grup Ukuran Sub Grup ̅i
X
Ke- 1 2 … N
1 … … … … …
… … … … … …
k … … … … …
Σ …
Contoh Perhitungan:
∑ Xi
̅i
 X = n
̅i
∑X
 ̿
X = k
2
∑N ̿
i=1 (Xi - X)
 SD =√ N -1
SD
 SDx =
√n

 ̿ + 3SDx
BKA = X
 ̿ - 3SDx
BKB = X
(Kalimat pengantar grafik tes keseragaman data)
Lampiran B B-3

Data Rentangan Tangan (RT)


220

210
Rata-rata Sub Grup

200
BKA
190
BKB
180 Xbar

170

160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Jumlah Sub Grup

Gambar 3. Grafik Data Rentangan Tangan (RT)


 Kesimpulan
Data berada diantara BKA dan BKB maka data seragam.
Data berada diluar BKA dan BKB maka data tidak seragam.
c. Tes Kecukupan Data
2
40 √N ∑ Xi²-( ∑ Xi)²
 N´ = [ ∑ Xi
]

 Kesimpulan
Nilai N´ ≤ N, data cukup
Nilai N´ > N, data tidak cukup
d. Perhitungan Persentil
 ̿ - 1,645 SD
P5 = X
 ̿
P50 = X
 ̿ + 1,645 SD
P95 = X
Lampiran B B-4

LAMPIRAN C
(Rancangan Fasilitas Kerja)
Lampiran C C-5
FORMAT PENULISAN
BIOMEKANIKA
Judul Poin Margins
Font : Times New Roman Top : 3 cm
Size : 12 (Bold) + CAPSLOCK Left : 3.5 cm
Bottom : 2.5 cm
1. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Right : 2.5 cm
Spacing
(Kalimat Pengantar)
Before : 0 pt
1.1 Pengumpulan Data Judul Subpoin After : 0 pt
Font : Times New Roman Line Spacing : 1.5
(Kalimat Pengantar) Size : 12 (Bold) + Capitalize Each Word
1.1.1 Studi Kasus Kondisi Satu
1.1.2 Studi Kasus Kondisi Dua
Judul Subsubpoin
1.2 Pengolahan Data Font : Times New Roman
Size : 12 + Capitalize Each Word
(Kalimat Pengantar)
1.2.1 Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Index (LI)
(Kalimat Pengantar)
1. Kondisi Satu
(Kalimat Pengantar)
a. Perhitungan Manual
(Kalimat Pengantar)
 Worksheet Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Index (LI)
(Kalimat Pengantar Gambar)

1
Modul II Biomekanika 2

LANGKAH 1. Mengukur dan mencatat variabel

Lokasi tangan Sudut Frekuensi


Jarak Kopling
Berat benda Origin Destination Origin Destination lift /min
H V H V D A A F C

LANGKAH 2. Tentukan faktor pengali dan hitung RWL

RWL = LC X HM X VM X DM X AM X FM X CM

Origin RWL = X X X X X X = kg

Destination RWL = X X X X X X = kg

LANGKAH 3. Hitung LIFTING INDEX

Berat benda
Origin LIFTING INDEX = = =
RWL
Page Worksheet
Berat benda Orientation: Landscape
Destination LIFTING INDEX = = =
RWL Isi Worksheet
Text Box
Gambar 1. Worksheet Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Index (LI) (No Fill, No Outline)
Font: Times New Roman
Size: 12

Kelompok 01
Modul II Biomekanika 3

 Contoh Perhitungan Manual


Header dan Footer
- Origin Font: Times New Roman
Size: 10 + Capitalize Each
D = …. Word (1)
.
.
.
.
 LI = …. (8)
.
.
.
.
- Destination
D = …. (1)
.
.
.
.
 LI = …. (8)
.
.
.
.
b. Arti Lifting Index (LI)
(Penjelasan)
c. Validasi Perhitungan dengan Software Ergofellow
(Kalimat Pengantar)
 Hasil Final Score Software Ergofellow Origin
(Kalimat Pengantar Gambar Origin)

Kelompok 01
Modul II Biomekanika 4

Judul Gambar
Font: Times New Roman
Size: 11
Line Spacing: Single
Gambar 2. Final Score Aplikasi Ergofellow Origin
 Hasil Final Score Software Ergofellow Destination
(Sama dengan Hasil Final Score Aplikasi Ergofellow Origin)
 Arti Lifting Index (LI)
(Penjelasan)
2. Kondisi Dua
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu).
1.2.2 Maximum Permissible Limit (MPL)
(Kalimat Pengantar)
1. Kondisi Satu Origin
(Kalimat Pengantar)
a. Gambar Postur Operator Kondisi Satu Origin
(Kalimat Pengantar Gambar)

Kelompok 01
Modul II Biomekanika 5

Gambar 7. Postur Operator Kondisi Satu

b. Tabel Maximum Permissible Limit (MPL)


(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 1. Tabel Maximum Permissible Limit Kondisi Satu

Weight (kg) Konstanta


Berat Beban α
Berat Badan g

Body Segmentation
Proporsi Tubuh 0.50

Weight (N) Jarak (m)


W w
B b
Page Worksheet
Orientation: Landscape
Isi Worksheet
Text Box
(No Fill, No Outline)
Font: Times New Roman
Size: 12

Kelompok 01
Modul II Biomekanika 6

 Perhitungan Manual
 Momen di L5/S1
ES x 0,06 = B.b + W.w (9)
= ….
 Gaya-gaya di spine
F – ES – B Cos α – W Cos α= …. (10)
 Gaya gaya perpendicular untuk spine
S – B Sin α – W Sin α = …. (11)
 Kesimpulan
(Penjelasan)
2. Kondisi Satu Destination
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu origin).
3. Kondisi Dua Origin
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu origin).
4. Kondisi Dua Destination
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu origin).
1.2.3 Rapid Entire Body Assessment (REBA)
(Kalimat Pengantar)
1. Kondisi Satu
(Kalimat Pengantar)
a. Gambar Postur Operator Tampak Kanan
(Kalimat Pengantar Gambar)

Kelompok 01
Modul II Biomekanika 7

Gambar 11. Postur Operator Tampak Kanan


b. Gambar Postur Operator Tampak Kiri
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu)
c. Hasil Final score Software Ergofellow
4. Tampak Kanan
(Kalimat Pengantar Gambar)

Gambar 13. Hasil Final Score Aplikasi Ergofellow Tampak Kanan


(Penjelasan)
5. Tampak Kiri
(Format isi dan penulisan sama dengan tampak kanan)

Kelompok 01
Modul II Biomekanika 8

d. Hasil Final Score Worksheet


6. Tampak Kanan
(Kalimat Pengantar Gambar)

Kelompok 01
Modul II Biomekanika 9

Shape: Circle
Outline Color: Merah

Page Worksheet
Orientation: Landscape
Isi Worksheet (Score)
Text Box
(No Fill, No Outline)
Font: Times New Roman
Size: 12

Gambar 13. Worksheet Rapid Entire Body Assessment (REBA) Tampak Kanan

Kelompok 01
Modul II Biomekanika 10

7. Penjelasan Tampak Kanan


(Penjelasan)
8. Tampak Kiri
(Format isi dan penulisan sama dengan tampak kanan)
9. Penjelasan Tampak Kiri
(Penjelasan)
2. Kondisi Dua
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu).
1.2.4 Nordic Body Map (NBM)
(Kalimat Pengantar)
1. Kondisi Satu
(Kalimat Pengantar)
a. Tabel Kuesioner Nordic Body Map
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 3. Tabel Kuesioner Nordic Body Map Kondisi Satu

Kelompok 01
Modul II Biomekanika 11

b. Perhitungan Manual
Total Skor Individu = …. (12)
c. Kesimpulan
(Penjelasan)
2. Kondisi Dua
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu)

Kelompok 01
LAMPIRAN

0
Lampiran 1

Printscreen dari software ergofellow untuk kedua kondisi.


1. Kondisi Satu
a. Printscreen REBA Tampak Kanan
Langkah 1

Langkah 2
Lampiran 2

Langkah 3

Langkah 4
Lampiran 3

Langkah 5

Langkah 6

b. Printscreen REBA Tampak Kiri


(Format isi sama dengan poin a)
1. Kondisi Dua
a. Printscreen REBA Tampak Kanan
(Format isi sama dengan poin a kondisi satu)
b. Printscreen REBA Tampak Kiri
(Format isi sama dengan poin a kondisi satu)
FORMAT PENULISAN
BEBAN KERJA FISIK
Judul Poin
Font: Times New Roman
Size: 12 (Bold) + CAPSLOCK Margins
Top: 3 cm
Left: 3.5 cm
1. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bottom: 2.5 cm
Judul Subpoin Right: 2.5 cm
(Kalimat pengantar) Spacing
Font: Times New Roman
Size: 12 (Bold) + Capitalize Each Word Before: 0 pt
1.1 Pengumpulan Data After: 0 pt
Line Spacing: 1.5
(Kalimat pengantar) Judul Subsubpoin
Font: Times New Roman
1.1.1 Studi Kasus Size: 12 + Capitalize Each Word

1.1.2 Tabel Pengamatan Data Diri Operator Judul dan isi tabel
Judul: (Bold) +
(Kalimat pengantar) Capitalize Each Word
Isi tabel : Center
Tabel 1. Data Diri Operator
Font: Times New Roman
Nama Usia (Tahun) Berat (Kg) Tinggi (cm) Size: 11
Line Spacing: Single

1.2 Pengolahan Data


(Kalimat pengantar)
1.2.1 Tabel Pengamatan Detak Jantung dan Pengeluaran Energi
(Kalimat pengantar)
Caption Tabel
1. Tabel Detak Jantung Kondisi Normal Font: Times New Roman
Size: 11
(Kalimat pengantar) Line Spacing: Single

Tabel 2. Detak Jantung Kondisi Normal


Detak Jantung (Xi) Pengeluaran Energi (Yi)
Operator
(Detak/Menit) (Kkal/Menit)

Contoh Perhitungan:
 Operator 1
Yi = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
 Operator 2
Yi = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
 Operator 3
Yi = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4 X2 (1)
2. Tabel Detak Jantung Kondisi Kerja
(Kalimat pengantar)

1
Modul III Beban Kerja Fisik 2

Tabel 3. Detak Jantung Kondisi Kerja


Detak Jantung (Xt) Pengeluaran Energi (Yt)
Operator Header dan Footer
(Detak/Menit) (Kkal/Menit) Font: Times New
Roman
Size: 10 +
Capitalize Each
Word
Contoh Perhitungan:
 Operator 1
Yt = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
 Operator 2
Yt = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
 Operator 3
Yt = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
3. Tabel Detak Jantung Kondisi Pemulihan
(Kalimat pengantar)
Tabel 4. Detak Jantung Pemulihan
Detak Jantung (X)
Operator
(Detak/Menit)

1.2.2 Tabel Pengamatan Data Hasil Performansi


(Kalimat pengantar)
Tabel 5. Pengamatan Data Hasil Performansi Setiap Jam Kerja Dalam Satu Shift
Jam Kerja Kelompok Operator Performansi (%)

10.00

Rata-rata

Kelompok 01
Modul III Beban Kerja Fisik 3

Tabel 5. Pengamatan Data Hasil Performansi Setiap Jam Kerja Dalam Satu Shift (Lanjutan)
Jam Kerja Kelompok Operator Performansi (%)

13.00

Rata-rata

16.00

Rata-rata

19.00

Rata-rata
Contoh Perhitungan:
 Operator 1
Jumlah Pemindahan
Performansi = Target Jumlah Pemindahanx 100% (2)

 Operator 2
Jumlah Pemindahan
Performansi = Target Jumlah Pemindahanx 100% (2)

 Operator 3
Jumlah Pemindahan
Performansi = Target Jumlah Pemindahanx 100% (2)

 Rata-rata Performansi Setiap Jam


∑ Performansi Operator
Rata-rata Jam 10.00 = (3)
n

1.2.3 Grafik Detak Jantung terhadap Waktu pada saat Kondisi Normal, Bekerja, dan
Pemulihan
(Kalimat pengantar)

Kelompok 01
Modul III Beban Kerja Fisik 4

Isi Gambar
Judul Gambar: Center
Font: Times New
Roman
Size: 11
Linespacing: Single
Grafik ditandai dengan
warna berbeda

Caption Gambar
Font: Times New
Roman
Size: 11
Linespacing: Single

Gambar 1. Grafik Detak Jantung terhadap Waktu pada saat Kondisi Normal, Bekerja dan
Pemulihan
1.2.4 Grafik Energi Terhadap Waktu Pada Saat Kondisi Normal dan Bekerja
(Kalimat pengantar)

Gambar 2. Grafik Energi terhadap Waktu pada saat Kondisi Normal dan Bekerja
1.2.5 Perhitungan Persentase Konsumsi Energi, Konsumsi Oksigen, Cardiovascular
Load, dan Waktu Intervensi
(Kalimat pengantar)
1. Operator 1
a. Konsumsi Energi
(Kalimat pengantar)
 Yt = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
 Yi = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
 KE = Yt – Yi (4)

Kelompok 01
Modul III Beban Kerja Fisik 5

b. Konsumsi Oksigen
(Kalimat pengantar)
 Kondisi Normal
VO2i = 0.019HR – 0.024h + 0.016w + 0.045a + 1.15 (5)
 Kondisi Bekerja
VO2t = 0.019HR – 0.024h + 0.016w + 0.045a + 1.15 (5)
c. Persentase Cardiovascular Load
(Kalimat pengantar)
100 X (denyut nadi kerja-denyut nadi normal)
%CVL = (6)
denyut nadi maksimum-denyut nadi normal

(Kesimpulan dan Klasifikasi)


d. Waktu Intervensi
(Kalimat pengantar)
W x (b -s)
R = (7)
b - 0,3

2. Operator 2
(Sama dengan Operator 1)
3. Operator 3
(Sama dengan Operator 1 dan Operator 2)

Kelompok 01
LAMPIRAN
Lampiran 1

1. Printscreen Aplikasi Welltory Operator 1


Margins
a. Detak Jantung Kondisi Normal Top: 3 cm
Left: 3.5 cm
Header dan Footer Bottom: 2.5 cm
Font: Times New Roman Right: 2.5 cm
Header: 2 Spacing
Footer: 1.5 Before: 0 pt
Size: 10 After: 0 pt
Line Spacing: 1.5

b. Detak Jantung Kondisi Bekerja


Isi Printscreen
Keterangan jam dan heart
rate harus terlihat dalam
printscreen

c. Detak Jantung Kondisi Pemulihan

2. Printscreen Aplikasi Welltory Operator 2


a. Detak Jantung Kondisi Normal
b. Detak Jantung Kondisi Bekerja
c. Detak Jantung Kondisi Pemulihan
3. Printscreen Aplikasi Welltory Operator 3
a. Detak Jantung Kondisi Normal
b. Detak Jantung Kondisi Bekerja
c. Detak Jantung Kondisi Pemulihan
FORMAT PENULISAN
BEBAN KERJA MENTAL
Margins
Top: 3 cm
Left: 3.5 cm
Bottom: 2.5 cm
Judul Poin Right: 2.5 cm
1. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Font: Times Spacing
New Roman Before: 0 pt
(Kalimat Pengantar)
Size: 12 (Bold) After: 0 pt
1.1 Pengumpulan Data Judul Subpoin + CAPSLOCK Line Spacing: 1.5
Font: Times New Roman
(Kalimat Pengantar) Size: 12 (Bold) + Capitalize
Each Word
1.1.1 Studi Kasus
(Kalimat Pengantar)
Judul Subsubpoin
1.1.2 Data Kondisi Ruangan Font: Times New Roman
(Kalimat Pengantar) Size: 12 + Capitalize Each Word

1. Kondisi Ruangan Operator 1 Caption Tabel


Font: Times New Roman
Kepala tabel (Kalimat Pengantar Tabel) Size: 11
dan isi tabel Line Spacing: Single
Tabel 1. Kondisi Ruangan Operator 1
Judul: (Bold)
+ Capitalize Temperatur Kelembaban Intensitas Cahaya Intensitas
Kondisi o
Each Word ( C) (%) (Lux) Suara (dBA)
Isi tabel: 1
Center 2
Font: Times 3
New Roman 2. Kondisi Ruangan Operator 2
Size: 11
Paragraph: (Sama seperti operator 1)
Single
3. Kondisi Ruangan Operator 3
(Sama seperti operator 1 dan operator 2)
1.1.3 Data Pengamatan HRV Setiap Operator
(Kalimat Pengantar)
2. Data Pengamatan HRV Operator 1
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 4. Data Pengamatan HRV Operator 1
Operator 1
Hasil HRV Sebelum Hasil HRV Setelah
Kondisi
Bekerja Bekerja
1
2
3
3. Data Pengamatan HRV Operator 2
(Sama seperti operator 1)
4. Data Pengamatan HRV Operator 3
(Sama seperti operator 1 dan operator 2)
1.2 Pengolahan Data
(Kalimat Pengantar)

1
Modul Beban Kerja Mental 2

1.2.1 Perhitungan Proporsi Benar (P) Setiap Kondisi


(Kalimat Pengantar)
1. Kondisi 1
(Kalimat Pengantar)
Perhitungan:
a. Proporsi Benar
 Operator 1
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 7. Data Pengamatan
Kondisi 1
Temperatur Kelembaban Intensitas Suara Intensitas Cahaya
Operator (oC) (%) (dBA) (Lux)

Error Benar Proporsi Benar (%)


1

 Operator 2
(Sama dengan Operator 1)
 Operator 3
(Sama dengan Operator 1 dan operator 2)
2. Kondisi 2
(Sama dengan kondisi 1)
3. Kondisi 3
(Sama dengan kondisi 1 dan 2)
1.2.2 Perbandingan Grafik
(Kalimat Pengantar)
1. Temperatur Terhadap Grafik P
a. Operator 1
(Kalimat Pengantar Gambar)

Kelompok 01
Modul Beban Kerja Mental 3

Isi Gambar
Judul Gambar: (Bold)
Font: Times New Roman
Size: 11

Gambar 1. Grafik Jumlah Benar Terhadap Temperatur


(Kalimat Penjelasan Grafik) Caption Gambar
Font: Times New Roman
b. Operator 2 Size: 11
(Sama dengan Operator 1) Line Spacing: Single

c. Operator 3
(Sama dengan Operator 1 dan operator 2)
2. Kelembaban Terhadap Grafik P
(Sama dengan poin 1)
3. Intensitas Cahaya Terhadap Grafik P
(Sama dengan poin 1 dan 2)
4. Intensitas Suara Terhadap Grafik P
(Sama dengan poin 1,2 dan 3)
1.2.3 Persamaan Regresi Berganda
(Kalimat Pengantar)
1. Operator 1
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 16. Persamaan Regresi Berganda Operator 1
Proporsi Benar
Kondisi X1 X2 X3 X4
(P)
1 61,3 28 68,5 36 54,2
2
3
Y = a + bX1 + cX2 + dX3 + eX4 (1)
Keterangan:
X1 = Temperatur
X2 = Kelembaban
X3 = Intensitas Cahaya
X4 = Intensitas Suara

Kelompok 01
Modul Beban Kerja Mental 4

(Kalimat Pengantar Tabel)


Tabel 17. Coefficients

Dari output software SPSS tersebut, maka didapatkan persamaan sebagai berikut:
Y = -620,265 + 26,265 X1 – 0,506 X3 (1)
2. Operator 2
(Sama dengan Operator 1)
3. Operator 3
(Sama dengan Operator 1 dan 2)
1.2.4 Perbandingan Hasil Tingkat Stres Setiap Operator
(Kata Pengantar)
1. Operator 1
(Kata Pengantar Gambar)

Gambar 13. Grafik Tingkat Stres Operator


(Kalimat Penjelasan Grafik)
2. Operator 2
(Sama dengan Operator 1)
3. Operator 3
(Sama dengan Operator 1, dan 2)
1.2.5 Perhitungan NASA-TLX
(Kalimat Pengantar)
1. Operator 1 Kondisi 1

Kelompok 01
Modul Beban Kerja Mental 5

a. Rating NASA-TLX dan Klasifkasi NASA-TLX


 Mental Demand (MD)

Rendah Tinggi
0 100
 Physical Demand (PD)

Rendah Tinggi
0 100
 Temporal Demand (TD)

Rendah Tinggi
0 100
 Own Performance (OP)

Rendah Tinggi
0 100
 Effort (EF)

Rendah Tinggi
0 100
 Frustation (FR)

Rendah Tinggi
0 100

b. Pembobotan NASA-TLX
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 23. Hasil Perbandingan Kategori Operator 1 Kondisi 1
MD PD TD OP FR EF
MD MD TD OP FR MD
PD TD OP FR PD
TD TD FR TD
OP FR OP
FR FR
EF
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 24. Perhitungan Score Rata-Rata Operator 1 Kondisi 1
Kategori Rating (%) Bobot RatingxBobot
MD 65 2 130
PD 55 1 55
TD 75 4 300
OP 70 3 210
FR 80 5 400
EF 40 0 0
Jumlah 15 1095

Kelompok 01
Modul Beban Kerja Mental 6

∑ (bobot x rating)
Skor rata-rata = (2)
15
1095
Skor rata-rata = 15

= 73%
Kesimpulan Skor Rata-rata
2. Operator 1 Kondisi 2
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 25. Perhitungan Score Rata-Rata Operator 1 Kondisi 1
Kategori Rating (%) Bobot Rating x Bobot
MD 65 2 130
PD 55 1 55
TD 75 4 300
OP 70 3 210
FR 80 5 400
EF 40 0 0
Jumlah 15 1095
∑ (bobot x rating)
Skor rata-rata = 15
(2)
1095
Skor rata-rata = 15

= 73%
Kesimpulan Skor Rata-Rata
3. Operator 1 Kondisi 3
4. Operator 2 Kondisi 1
5. Operator 2 Kondisi 2
6. Operator 2 Kondisi 3
7. Operator 2 Kondisi 1
8. Operator 2 Kondisi 2
9. Operator 3 Kondisi 3
(Sama dengan poin 2-8)

Kelompok 01
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
(Hasil Stroop Test)
Lampiran A A-1

1. Printscreen Test Stroop Test Header


Font: Times New Roman
a. Kondisi 1 operator 1
Header: 2
Margin Footer: 1.5
Top: 3cm Size: 10
Left: 3.5cm
Bottom:2.5cm
Right: 2.5cm

b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
LAMPIRAN B
(Hasil Lingkungan Kerja)
Lampiran B B-1

1. Printscreen Aplikasi Temperatur


a. Kondisi 1 operator 1

b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
Lampiran B B-2

2. Printscreen Aplikasi Temperatur


a. Kondisi 1 operator 1

b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
Lampiran B B-3

3. Printscreen Aplikasi Pencahayaan


a. Kondisi 1 operator 1

b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
Lampiran B B-4

4. Printscreen Aplikasi Intesitas Suara


a. Kondisi 1 operator 1

b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
LAMPIRAN C
(Hasil Welltory)
Lampiran C C-1

1. Printscreen Hasil HRV Sebelum Bekerja Aplikasi Welltory


a. Kondisi 1 operator 1

b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
2. Printscreen Hasil HRV Setelah Bekerja Aplikasi Welltory
a. Kondisi 1 operator 1

b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
LAMPIRAN D
(Hasil SPSS)
Lampiran D D-1

1. Printscreen Hasil SPSS


a. Kondisi 1 operator 1

b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
Lampiran D D-2

e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
LAMPIRAN E
(Hasil NASA-TLX)
Lampiran E E-1

1. Hasil NASA-TLX
a. Kondisi 1 operator 1

b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
LAMPIRAN F
(Hasil Tes Pauli)
Lampiran F F-1
1. Hasil Tes Pauli
a. Kondisi 1 operator 1

b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
LAMPIRAN
(BIOMEKANIKA)
Lampiran Biomekaina II-1

Petunjuk Penggunaan REBA Software Ergofellow

1. Tandai bagian tubuh dari postur kerja operator membentuk sudut. Tarik garis lurus hingga
membentuk sudut pada tiap-tiap bagian tubuh dari postur kerja operator (Upper Arm,
Lower Arm, Wrist Position, Leg, Neck & Trunk).

2. Beri sudut pada tiap-tiap bagian tubuh dari postur kerja operator (Upper Arm, Lower Arm,
Wrist Position, Leg, Neck & Trunk).
Lampiran Biomekaina II-2

3. Buka Ergofellow, kemudian pilih REBA (Rapid Entire Body Assessment) lalu tekan enter.

4. Masukkan nilai sudut yang terbantuk pada leher dan punggung, serta posisi kaki ketika
pengangkatan. Jika ada tambahan lainnya, maka masukkam juga hal tersebut. Jika tidak
ada, langsung klik Load.
Lampiran Biomekaina II-3

5. Masukkan berat beban yang diangkat. Jika ada tambahan lainnya, maka masukkan juga
hal tersebut. Jika sudah, klik Upper arm, lowe arm and wrist.

6. Masukkan nilai sudut yang terbentuk pada lengan atas, lengan bawah dan pergelangan
tangan. Jika ada tambahan lainnya, maka masukkan juga hal tersebut. Jika sudah, klik
Coupling.
Lampiran Biomekaina II-4

7. Masukkan cara pemegangan benda pada saat pengangkatan, kemudian klik Activity.

8. Masukkan aktivitas pada saat pengangkatan, kemudian klik Result.


Lampiran Biomekaina II-5

9. Analisis hasil dari Final Score.

Petunjuk Penggunaan RWL Software Ergofellow

1. Buka Ergofellow, pilih NIOSH (Revised Lifting Equatiion) lalu klik ENTER.
Lampiran Biomekaina II-6

2. Masukkan keterangan dan semua faktor pengali RWL, kemudian tekan CALCULATE.

3. Hasil nilai RWL dan LI beserta klasifikasi nilai LI

Anda mungkin juga menyukai