PERIODE XLIV
KEPALA LABORATORIUM
Lauditta Irianti, S.T., M.T.
KOORDINATOR ASISTEN
Saras Atiko, S.T.
ASISTEN LABORATORIUM
Adelressa Gracynthia
Afra Shafara, S.T.
Ananda Ilhami Tawakal
Annisa Syaharani Rasyaddiva
Ayang Dinda Yuvi, S.T.
Della Ananda
Dinda Nurul Ramadhani, S.T.
Grace Ivana Sitepu
Ikhsan Adhitya Firmansyah
Regina Darmawan, S.T.
Rifa Tazqia Rahmah, S.T.
Rifky Fitrayuda
Salma Salsabila
Salsabila Annastia Syaira
Yockeu Julyani
2021
PRAKATA
Puji dan syukur tim penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan sehingga tim penyusun dapat
menyelesaikan Modul Praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Periode XLIV.
Modul praktikum ini disusun sedemikian rupa agar dapat digunakan sebagai
pedoman untuk melaksanakan praktikum Rekayasa Sistem Kerja. Pedoman ini
diharapkan dapat dipelajari dan dipahami oleh praktikan dalam mengaplikasikan
pengetahuan yang diperoleh dari perkuliahan.
Tim penyusun berusaha untuk melakukan penelitian, pengembangan dan
perbaikan dalam penyusunan Modul Praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Periode XLIV
dari modul-modul sebelumnya. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan yang
hendak dicapai dari praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Periode XLIV ini.
Tim penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada Kepala Laboratorium
Analisis Perancangan Kerja & Ergonomi, ibu Lauditta Irianti, S.T., M.T. yang telah
membantu, membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan Modul Praktikum
Rekayasa Sistem Kerja II Periode XLIV. Tidak lupa juga tim penyusun mengucapkan
terima kasih kepada seluruh Tim Asisten Analisis Perancangan Kerja & Ergonomi serta
pihak lain yang telah ikut membantu dan memberikan saran terhadap penyusunan
Modul Praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Periode XLIV.
Dalam proses penyusunan modul ini, tim penyusun menyadari masih terdapat
banyak kekurangan. Untuk itu, tim penyusun sangat mengharapkan masukan berupa
kritik maupun saran yang membangun sehingga pada proses penyusunan kedepannya
dapat lebih baik lagi. Akhir kata tim penyusun sangat berharap agar modul ini dapat
berguna serta bermanfaat bagi rekan-rekan praktikan dan Tim Asisten Laboratorium
Analisis Perancangan Kerja & Ergonomi Periode XLIV.
i
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR vi
PERATURAN, TATA TERTIB, DAN SANKSI PRAKTIKUM viii
PENDAHULUAN xiii
MODUL I ANTROPOMETRI
1.1 TUJUAN PRAKTIKUM I-1
1.2 LANDASAN TEORI I-1
1.2.1 Antropometri I-1
1.2.2 Metode Pengukuran I-2
1.2.3 Metode Perancangan Fasilitas Kerja I-2
1.2.4 Pengukuran Antropometri I-6
1.2.5 Jenis Pengukuran I-7
1.2.6 Penggunaan Data Antropometri I-8
1.2.7 Pedoman Pengukuran Data Antropometri I-10
1.2.8 Tahapan Perancangan Kerja I-13
1.2.9 Prinsip Perancangan Kerja I-13
1.2.10 Konsep Persentil I-14
1.2.11 Kriteria Perancangan I-16
1.2.12 Analisa Perancangan I-17
1.2.13 CATIA I-17
1.3 PERALATAN YANG DAPAT DIGUNAKAN I-20
1.4 PROSEDUR PRAKTIKUM I-20
1.5 PENENTUAN DESAIN I-21
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN JURNAL AKHIR PRAKTIKUM I-21
1.7 REFERENSI I-33
MODUL II BIOMEKANIKA
2.1 TUJUAN PRAKTIKUM II-1
2.2 LANDASAN TEORI II-1
2.2.1 Biomekanika II-1
2.2.2 Pengukuran Beban Postur Tubuh II-12
2.3 PERALATAN YANG DAPAT DIGUNAKAN II-27
2.4 LEMBAR PENGAMATAN II-28
2.5 PROSEDUR PRAKTIKUM II-30
2.6 PENGOLAHAN DATA II-30
2.7 SISTEMATIKA PENULISAN JURNAL AKHIR PRAKTIKUM II-31
2.8 REFERENSI II-47
MODUL III BEBAN KERJA FISIK
3.1 TUJUAN PRAKTIKUM III-1
3.2 LANDASAN TEORI III-1
3.2.1 Kerja III-1
3.2.2 Beban Kerja III-4
3.2.3 Beban Kerja Fisik III-5
3.2.4 Shift Kerja III-10
3.2.5 Circadian Rhtym III-13
3.2.6 Kelelahan (fatigue) III-16
3.3 PERALATAN YANG DAPAT DIGUNAKAN III-18
3.4 LEMBAR PENGAMATAN III-18
ii
3.5 PROSEDUR PRAKTIKUM Halaman
3.6 PENGOLAHAN DATA III-20
3.6.1 Pengukuran Beban Kerja Fisik III-20
3.7 SISTEMATIKA PENULISAN JURNAL AKHIR PRAKTIKUM III-20
3.8 REFERENSI III-22
MODUL IV BEBAN KERJA MENTAL III-31
4.1 TUJUAN PRAKTIKUM IV-1
4.2 LANDASAN TEORI IV-1
4.2.1 Kerja Mental IV-1
4.2.2 Beban Kerja Mental IV-1
4.2.3 Lingkungan Kerja IV-8
4.3 PERALATAN YANG DIGUNAKAN IV-31
4.4 LEMBAR PENGAMATAN IV-32
4.5 PROSEDUR PRAKTIKUM IV-32
4.6 PENGUMPULAN DATA IV-33
4.7 PENGOLAHAN DATA IV-34
4.7.1 Pengukuran Jumlah Proporsi Benar IV-34
4.8 SISTEMATIKA PENULISAN JURNAL AKHIR PRAKTIKUM IV-35
4.9 REFERENSI IV-51
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
MODUL I ANTROPOMETRI
Tabel 1.1 Contoh Item Pertanyaan untuk Responden (Mutiara I-3
dkk., 2013)
Tabel 1.2 Contoh Morphological Chart (Reza dkk.,2014) I-4
Tabel 1.3 Contoh Screening Concept (Reza dkk.,2014) I-5
Tabel 1.4 Contoh Proses Selecting (Reza dkk.,2014) I-5
Tabel 1.5 Contoh Customer Need (Reza dkk.,2014) I-6
Tabel 1.6 Kelebihan dan Kekurangan Headthropometry I-7
Tabel 1.7 Cara Pengukuran Data DImensi Tubuh I-11
Tabel 1.8 Pengukuran Kekuatan Tubuh I-22
Tabel 1.9 Pengukuran Dimensi Tubuh I-22
Tabel 1.10 Dimensi Antropometri yang Digunakan I-24
Tabel 1.11 Uji Keseragaman Data I-26
Tabel 1.12 Rekapitulasi Nilai Persentil I-28
Tabel 1.13 Contoh Penentuan Persentil untuk Dimensi Benda I-28
MODUL II BIOMEKANIKA
Tabel 2.1 Faktor Pengali Frekuensi II-8
Tabel 2.2 Tabel Klasifikasi Kopling Tangan ke Cointainer II-9
Tabel 2.3 Faktor Pengali Coupling II-10
Tabel 2.4 Klasifikasi Hasil Lifting Index II-10
Tabel 2.5 Klasifikasi Exposure Level II-14
Tabel 2.6 Tabel Kategori Tindakan Kerja OWAS II-18
Tabel 2.7 Keterangan Skala Nordic Body Map II-19
Tabel 2.8 Kuesioner Nordic Body Map II-20
Tabel 2.9 Tabel Klasifikasi Tingkat Risiko Berdasarkan Total Skor II-20
Individu
Tabel 2.10 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Beban II-20
Postur Tubuh Subjektif
Tabel 2.11 Tabel Klasifikasi Tingkat Risiko MSD pada RULA II-22
Tabel 2.12 Tabel Klasifikasi Tingkat Risiko MSD pada REBA II-24
Tabel 2.13 Tabel Maximum Permissible Limit (MPL) II-29
Tabel 2.14 Tabel Kuesioner Nordic Body Map (NBM) II-30
Tabel 2.15 Tabel Maximum Permissible Limit (MPL) Kondisi Satu II-35
Tabel 2.16 Tabel Kuesioner Nordic Body Map Kondisi Satu II-41
MODUL III BEBAN KERJA FISIK
Tabel 3.1 Tabel Klasifikasi Beban Kerja dengan Metode Brouha III-3
Tabel 3.2 Klasifikasi Hasil Persentase CVL III-7
Tabe 3.3 Taksiran Kebutuhan Kalori III-7
Tabel 3.4 Reaksi Fisiologis Terhadap Beban Kerja Fisik III-9
Tabel 3.5 Contoh Sistem Shift 2-2-3 (Rotasi Continental) III-11
Tabel 3.6 Contoh Sistem Shift 2-2-2 (Rotasi Metrapolitan) III-12
Tabel 3.7 Data Diri Operator III-18
Tabel 3.8 Data Pengamatan Pada Saat Kondisi Normal III-19
Tabel 3.9 Data Pengamatan Pada Saat Kondisi Kerja III-19
Tabel 3.10 Data Pengamatan Pada Saat Kondisi Pemulihan III-19
iv
Halaman
Tabel 3.11 Data Pengamatan Hasil Performansi Setiap Jam Kerja III-19
Dalam Satu Shift
Tabel 3.12 Data Diri Operator III-22
Tabel 3.13 Detak Jantung Kondisi Normal III-22
Tabel 3.14 Detak Jantung Kondisi Kerja III-23
Tabel 3.15 Detak Jantung Kondisi Pemulihan III-23
Tabel 3.16 Pengamatan Data Hasil Performansi Setiap Jam Kerja III-24
Dalam Satu Shift
Tabel 3.17 Klasifikasi Hasil Persentase CVL III-27
MODUL IV BEBAN KERJA MENTAL
Tabel 4.1 Klasifikasi HRV IV-2
Tabel 4.2 Indikator Beban Kerja IV-3
Tabel 4.3 Klasifikasi NASA-TLX IV-4
Tabel 4.4 Faktor Pemicu Stres Kerja IV-7
Tabel 4.5 Pencahayaan Menurut IES IV-10
Tabel 4.6 Tingkat Kebisingan Yang Diizinkan Oleh OSHA IV-13
Tabel 4.7 Tingkat Kebisingan Menurut Keputusan Menteri IV-13
Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002
Tabel 4.8 Teknik Pengendalian Panas Yang Disarankan Oleh OSHA IV-15
Tabel 4.9 Kondisi Yang Terjadi Akibat Paparan Terhadap Panas IV-15
Tabel 4.10 Tipe-tipe Sistem Ventilasi IV-17
Tabel 4.11 Daftar Warna dan Pengaruhnya IV-19
Tabel 4.12 Arti Warna IV-31
Tabel 4.13 Data Pengamatan Hasil Tingkat Stres IV-32
Tabel 4.14 Data Pengamatan IV-32
Tabel 4.15 Kondisi Pengukuran Modul Beban Kerja Mental IV-34
Tabel 4.16 Kondisi Ruangan Operator 1 IV-34
Tabel 4.17 Data Pengamatan Tingkat Stres Operator 1 IV-34
Tabel 4.18 Rekap NASA-TLX Operator 1 IV-34
Tabel 4.19 Data Pengamatan Operator 1 Kondisi 1 IV-35
Tabel 4.20 Persamaan Regresi Berganda Operator 1 IV-35
Tabel 4.21 Data Kondisi Ruangan Operator 1 IV-36
Tabel 4.22 Data Pengamatan HRV Operator 1 IV-36
Tabel 4.23 Data Pengamatan IV-36
Tabel 4.24 Persamaan Regresi Berganda Operator 1 IV-38
Tabel 4.25 Coefficients IV-38
Tabel 4.26 Hasil Perbandingan Kategori Operator 1 Kondisi 1 IV-40
Tabel 4.27 Perhitungan Score Rata-Rata Operator 1 Kondisi 1 IV-40
Tabel 4.28 Rekap NASA-TLX Operator 1 IV-41
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
MODUL I ANTROPOMETRI
Gambar 1.1 Martins Human Body Measurement Instrument I-10
Gambar 1.2 Perancangan Lebar Kursi pada Sofa I-14
Gambar 1.3 Area Jangkauan dengan Persentil Ke-5 untuk Pekerja I-15
Wanita
Gambar 1.4 Grafik dari Nilai Persentil I-15
Gambar 1.5 Penjelasan Grafik Nilai Persentil 5 I-16
Gambar 1.6 Penjelasan Grafik Nilai Persentil 95 I-16
Gambar 1.7 Racing Seat pada Software CATIA I-18
Gambar 1.8 RULA Analysis pada CATIA I-18
Gambar 1.9 Carry Analysis pada CATIA I-19
Gambar 1.10 Analisa CATIA I-19
Gambar 1.11 Simulasi CATIA I-20
Gambar 1.12 Hasil Software STATFIT I-24
Gambar 1.13 Distribusi Khi-Kuadrat I-26
MODUL II BIOMEKANIKA
Gambar 2.1 Grafik Pengali Horizontal II-4
Gambar 2.2 Jarak Horizontal dan Vertikal II-5
Gambar 2.3 Grafik Pengali Vertikal II-5
Gambar 2.4 Jarak Horizontal, Vertikal dan Perpindahan II-6
Gambar 2.5 Grafik Pengali Jarak II-6
Gambar 2.6 Representasi Sudut Asimetrik II-7
Gambar 2.7 Grafik Pengali Asimetrik II-7
Gambar 2.8 Tulang Belakang II-11
Gambar 2.9 Persentase Segmen II-12
Gambar 2.10 Worksheet 1 Quick Exposure Check II-14
Gambar 2.11 Worksheet 2 Quick Exposure Check II-15
Gambar 2.12 Worksheet 3 Quick Exposure Check II-16
Gambar 2.13 Klasifikasi Sikap Punggung II-17
Gambar 2.14 Klasifikasi Sikap Lengan II-17
Gambar 2.15 Klasifikasi Sikap Kaki II-18
Gambar 2.16 Worksheet Rapid Upper Limb Assessment (RULA) II-22
Gambar 2.17 Worksheet Rapid Entire Body Assessment (REBA) II-24
Gambar 2.18 Anatomi Carpal Tunnel II-25
Gambar 2.19 Distribusi Sensorik Saraf Median II-25
Gambar 2.20 Anatomi Cubital Tunnel Syndrome II-26
Gambar 2.21 Anatomi Tennis Elbow II-26
Gambar 2.22 Anatomi Thoracic Outlet Syndrome II-27
Gambar 2.23 Worksheet Recommended Weight Limiy (RWL) II-28
Gambar 2.24 Worksheet Rapid Entire Body Assesment (REBA) II-29
Gambar 2.25 Worksheet Recommended Weight Limit (RWL) dan II-32
Lifting Index (LI)
Gambar 2.26 Worksheet Rapid Entire Body Assessment (REBA) II-37
Tampak Kanan
Gambar 2.27 Worksheet Rapid Entire Body Assessment (REBA) II-39
Tampak Kiri
vi
Halaman
MODUL III BEBAN KERJA FISIK III-13
Gambar 3.1 Ritme Sirkadian III-21
Gambar 3.2 Grafik Detak Jantung terhadap Waktu III-21
Gambar 3.3 Grafik Energi terhadap Waktu III-25
Gambar 3.4 Grafik Detak Jantung terhadap Waktu pada saat
Kondisi Normal, Bekerja, dan Pemulihan III-25
Gambar 3.5 Grafik Energi terhadap Waktu pada saat Kondisi
Normal dan Bekerja
MODUL IV BEBAN KERJA MENTAL IV-1
Gambar 4.1 Contoh Rating Scale Mental Effort (RSME) IV-5
Gambar 4.2 Model Human Information Processing IV-24
Gambar 4.3 Grafik Jumlah Benar terhadap Temperatur IV-37
Gambar 4.4 Grafik HRV Operator IV-38
vii
PERATURAN, TATA TERTIB, DAN SANKSI PRAKTIKUM
A. UMUM
1. Semua kegiatan praktikum dilakukan secara daring.
2. Praktikan wajib menggunakan pakaian formal (kemeja berkerah dan berkancing) dalam
melaksanakan rangkaian kegiatan praktikum.
3. Praktikan wajib mempunyai akun E-Learning ITENAS dengan format: NRP (Spasi) Nama
Lengkap (contoh: First Name: 13-2019-000, Last Name: Ikhsan Ananda) dan wajib
bergabung ke dalam course TIA-305 Laboratorium Analisis Perancangan Kerja dan
Ergonomi (enrollment key APK&EXLIV), serta bergabung sesuai shift yang ditentukan.
4. Praktikan wajib membuat akun schoology dan bergabung sesuai shift yang ditentukan
dengan format: Nama dan NRP (contoh: First Name: Ikhsan Ananda, Last Name: 13-
2019-000).
Kode akses shift 1-4: MKPJ-T8DN-8N4Q2
Kode akses shift 5-8: B9WR-6BW3-DW7BB
5. Praktikan tidak diperkenankan menggunakan alat komunikasi terkecuali atas
persetujuan asisten yang bersangkutan.
6. Dilarang makan, minum-minuman keras, merokok, dan berkata kasar pada saat
kegiatan tatap muka yang dilakukan secara daring.
7. Dilarang menggunakan jaket/sweater selama melaksanakan rangkaian praktikum
(kecuali dalam keadaan sakit dengan bukti surat keterangan dokter/orang tua/wali).
8. Segala bentuk kecurangan/plagiasi (pelaku dan korban) akan dikenakan sanksi, dan
sanksi terberat praktikan tidak lulus praktikum serta tidak diperkenankan untuk
melanjutkan rangkaian kegiatan praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Lab. APK&E.
Notes: Apabila praktikan melakukan 2 kali tindakan plagiasi maka praktikan akan
diberhentikan dari rangkaian praktikum dan dinyatakan tidak lulus pada praktikum
Rekayasa Sistem Kerja II Lab. APK&E.
9. Rangkaian praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Lab. APK&E terdiri dari Praktikum, Tes
Akhir, Asistensi, Pengumpulan Draft, Presentasi Modul, Pengumpulan Jurnal Akhir
Praktikum, Presentasi Besar, dan Ujian Akhir Praktikum.
10. Praktikan dilarang meninggalkan kegiatan perkuliahan dengan alasan adanya rangkaian
kegiatan praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Lab. APK&E.
11. Syarat nilai kelulusan praktikum Rekayasa Sistem Kerja II Lab. APK&E yaitu minimal
40,00.
B. PRAKTIKUM
1. Praktikum dilaksanakan setiap hari Kamis pada pukul 08.00 – 09.20 WIB.
2. Praktikan diwajibkan siap 10 menit sebelum jadwal kegiatan praktikum yang telah
ditentukan.
viii
3. Pengisian absen dilakukan di E-Learning pukul 08.00 – 08.15 WIB.
4. Pemberian materi dibuka pukul 08.15 – 09.15 WIB di E-Learning.
5. Pengerjaan tes akhir dilakukan di E-Learning pukul 09.15 WIB.
6. Praktikan wajib mengerjakan soal tes akhir berdasarkan tipe soal yang telah
ditentukan, apabila salah mengerjakan maka nilai tes akhir sama dengan 0.
7. Studi kasus akan di publish pukul 09.20-13.00 WIB di E-Learning.
8. Waktu keterlambatan kehadiran praktikum
Waktu Konsekuensi
Praktikan masih diperbolehkan mengikuti
1’ – 30’ praktikum tetapi nilai Tes Akhir (TA) dipotong
sebesar 50%
Praktikan masih diperbolehkan mengikuti
31’ – 60’ praktikum tetapi nilai Tes Akhir (TA) dipotong
sebesar 75%
Nilai Tes Akhir (TA) sama dengan 0 dan praktikan
> 60’
dianggap tidak hadir
9. Praktikan wajib mengumpulkan bukti rekaman video melakukan praktikum di E-
Learning (dibuat dalam 1 video sesuai dengan ketentuan tiap modul maksimal size 25
MB dengan maksimal durasi video 3 menit) hari Kamis maksimal pada pukul 23.59 WIB
dengan format Video Modul Shift Kelompok (Contoh: Video_M1_S1_K01).
C. ASISTENSI
1. Praktikan wajib mengikuti asistensi jurnal akhir praktikum dengan jadwal asistensi yang
telah ditentukan serta sudah menyelesaikan dan mempersiapkan kelengkapan asistensi
sesuai standar yang telah disepakati antara asisten dan praktikan.
2. Waktu perjanjian asistensi wajib diikuti pada hari Kamis yang dilaksanakan pada pukul
12.15 – 12.45 WIB secara tatap muka melalui google meet.
3. Apabila ada perubahan jadwal janjian asistensi oleh asisten yang bersangkutan maka
akan diinformasikan di E-Learning yaitu pada announcement.
4. Standar asistensi jurnal akhir praktikum modul antropometri sampai dengan beban
kerja mental.
Hari Standarisasi
Minimal mengerjakan poin 1 dan telah
Jumat
mengumpulkan video praktikum
Minimal poin 1 sampai poin 2 harus sudah selesai
Sabtu
dan telah mengumpulkan video praktikum
Semua poin harus sudah selesai termasuk
Senin/Selasa lampiran dan telah mengumpulkan video
praktikum
5. Pelaksanaan pada saat kegiatan asistensi:
Wajib mengumpulkan draft asistensi sesuai kesepakatan yang telah ditentukan
antara praktikan dan asisten.
Praktikan diwajibkan mengikuti asistensi minimal 2 kali sebelum pengumpulan
draft berlangsung.
ix
Jika praktikan tidak menyelesaikan dan mempersiapkan kelengkapan jurnal akhir
praktikum sesuai dengan standar asistensi yang telah ditentukan dan belum
mengirimkan video praktikum, maka asistensi ditiadakan.
D. DRAFT
1. Pengumpulan dan revisi draft dikumpulkan dalam satu file word dan pdf melalui E-
Learning dan diserahkan oleh salah satu perwakilan kelompok pada pukul 15.00 – 17.00
WIB dengan format file Draft Modul Shift Kelompok (Contoh: Draft_M1_S1_K01).
2. Praktikan wajib bersiap di E-Learning pada saat jam pengumpulan draft dikarenakan
ada kemungkinan pengembalian draft.
3. Revisi draft akan dikembalikan melalui E-Learning dikirimkan melalui feedback file
pada file submission.
4. Apabila praktikan tidak mengumpulkan draft pada hari Rabu sesuai waktu yang telah
ditentukan, maka asisten berhak memotong nilai draft.
Rentang Waktu Konsekuensi
Keterlambatan
1’ – 15’ Pemotongan nilai draft sebesar 25%
16’ – 30’ Pemotongan nilai draft sebesar 50%
Nilai draft bernilai 0 (nol), tetapi tetap wajib
31’ – 60’
mengumpulkan
5. Praktikan wajib mengumpulkan draft yang sudah direvisi dan kemudian disetujui oleh
asisten. Apabila draft belum direvisi dan belum disetujui asisten, maka praktikan tidak
diperbolehkan mengikuti kegiatan presentasi.
E. PRESENTASI
1. Praktikan wajib mengganti format nama google meet dengan format: K_Nama Lengkap
(contoh: K00_Ikhsan Ananda). Apabila format nama tidak sesuai maka praktikan tidak
akan di admit untuk memasuki room google meet.
2. Praktikan diwajibkan siap 10 menit di google meet sebelum presentasi dimulai.
3. Link google meet presentasi dapat dilihat di website APK&E XLIV dan di E-Learning.
4. Presentasi dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Bila praktikan tidak
hadir maka praktikan yang bersangkutan akan mendapat nilai 0 (nol) pada nilai
presentasi.
5. Seluruh praktikan yang mengikuti maupun tidak mengikuti presentasi dan telah
mengumpulkan draft, wajib standby di E-Learning setelah jadwal presentasi yang telah
ditentukan karena akan ada pengembalian file Jurnal Akhir Praktikum.
6. Apabila praktikan terlambat presentasi maka waktu untuk presentasi tidak akan
ditambah sesuai dengan jatah waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
x
7. Keterlambatan presentasi
Rentang Waktu Konsekuensi
Praktikan masih diperbolehkan mengikuti kegiatan
1’ – 15’
presentasi tetapi nilai presentasi dipotong 25%.
Praktikan masih diperbolehkan mengikuti kegiatan
16’ – 30’
presentasi tetapi nilai presentasi dipotong 50%.
Praktikan tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan
> 30’
presentasi dan nilai presentasi 0 (nol)
G. PRESENTASI BESAR
1. Praktikan wajib mengganti format nama google meet dengan format: K_Nama Lengkap
(contoh: K00_Ikhsan Ananda). Apabila format nama tidak sesuai maka praktikan tidak
akan di admit untuk memasuki room google meet.
2. Praktikan diwajibkan siap di google meet 10 menit sebelum presentasi besar dimulai.
3. Link google meet presentasi besar dapat dilihat di website APK&E XLIV dan di E-
Learning.
4. Apabila praktikan telat presentasi besar maka waktu untuk presentasi tidak akan
ditambah sesuai dengan jatah waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Keterlambatan presentasi besar
Rentang Waktu Konsekuensi
Praktikan masih diperbolehkan mengikuti kegiatan
1’ – 15’
presentasi tetapi nilai presentasi dipotong 25%
Praktikan masih diperbolehkan mengikuti kegiatan
16’ – 30’
presentasi tetapi nilai presentasi dipotong 50%
Praktikan tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan
> 30’ presentasi dan nilai presentasi besar bernilai 0
(nol)
xi
H. UJIAN AKHIR PRAKTIKUM
1. Praktikan diwajibkan siap di E-Learning 15 menit sebelum ujian akhir praktikum
dimulai.
2. Ujian berlaku untuk keseluruhan materi dan wajib diikuti oleh seluruh praktikan.
I. KEHADIRAN
1. Praktikan yang berhalangan hadir karena suatu hal dengan alasan yang dapat diterima
maka wajib memberitahukan kepada tim Asisten dengan cara mengirimkan surat
keterangan maksimal 1 hari sebelumnya disertai dengan bukti foto. Bukti foto harus
sesuai dengan alasan perizinan yang dikirimkan paling lambat pukul 17.00 WIB pada
hari Kamis melalui email Lab. APK&E. Jika surat izin dan bukti foto yang diterima tidak
sesuai dengan waktu yang ditentukan maka dianggap tidak berlaku.
2. Pada saat mengirimkan surat izin harus disertai dengan tanda tangan orang tua/wali
dalam bentuk file pdf dan bukti foto dalam bentuk JPG melalui email Lab. APK&E.
Surat izin, bukti foto, dan subject email harus sesuai dengan format sebagai berikut:
Nama/NRP/Kelompok.
3. Apabila pada saat kegiatan rangkaian praktikum terjadi hal yang tidak terduga seperti
gangguan sinyal, mati lampu, bencana alam, dll maka tidak akan ada penambahan
waktu dan praktikan wajib mengirimkan validasi berupa keterangan dan bukti foto yang
dikirimkan melalui email Lab. APK&E paling lambat pukul 23.59 WIB pada hari Kamis.
Apabila tidak mengirimkan keterangan dan bukti foto maka dianggap tidak hadir tanpa
keterangan pada rangkaian praktikum tersebut.
4. Jika praktikan tidak mengikuti rangkaian praktikum maka:
Bila praktikan tidak mengikuti rangkaian praktikum dikarenakan sakit/izin,
konsekuensi akan mendapatkan nilai 0 (nol) pada rangkaian kegiatan yang tidak
dihadiri oleh praktikan.
Satu kali tidak mengikuti rangkaian praktikum dengan tanpa keterangan maka
praktikan akan dianggap mengundurkan diri.
Tidak ada rangkaian praktikum pengganti bagi praktikan yang berhalangan hadir.
J. LAIN-LAIN
1. Email Lab. APK&E : labapkexliv@gmail.com
2. Website Lab. APK&E : http://lab-ti.itenas.ac.id/apk/
xii
K. FLOWCHART UMUM
Mulai
Pelatihan
Briefing Sebelum
Praktikum
Pengisian Absen
Menonton Video
Pemberian Materi
Janjian Asistensi
Pengumpulan Video
Praktikum
Pengerjaan Jurnal
Akhir Praktikum
Asistensi
Pengumpulan Draft
Presentasi
Pengumpulan Jurnal
Akhir Praktikum
Webinar
Presentasi Besar
Selesai
xiii
PENDAHULUAN
xiv
Tiga fokus kajian yang pertama adalah menekankan pada individu atau level
subsistem (ergonomi mikro) sedangkan fokus kajian keempat adalah menekankan pada
sistem keseluruhan (ergonomi makro). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
ergonomi makro merupakan bagian terpisah dan berbeda dengan ergonomi mikro
dalam hal penekanan pada fokus kajiannya. Dalam kaitannya dengan perancangan
sistem kerja, keterkaitan ergonomi makro dan ergonomi mikro dapat digambarkan
sebagai berikut: “Pendekatan ergonomi makro digunakan untuk menentukan
karakteristik perancangan sistem kerja secara keseluruhan, yang selanjutnya
rancangan tersebut dibawa kedalam level ergonomi mikro. Penentuan karakteristik
perancangan sistem kerja secara keseluruhan akan menentukan karakteristik
rancangan pekerjaan dan hubungan manusia dengan subsistem lain pada lingkup kerja
ergonomi mikro. Hasil perancangan dengan ergonomi makro yang efektif akan
menggerakan aspek-aspek rancangan ergonomi mikro sehingga terjadi kesesuaian
secara keseluruhan”
Terdapat beberapa definisi ergonomi lain, yaitu:
“Ergonomi merupakan studi tentang interaksi antara manusia dan mesin, serta faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja sistem
secara keseluruhan” (Bridger, 2018)
“Ergonomi merupakan ilmu pengetahuan tentang kerja yang fokus mengatur pada
peningkatan kemampuan manusia untuk mendapatkan performansi kerja yang
optimal” (Alan Hedge,2017 dalam Sugiono dkk., 2018).
Bidang-bidang kajian ilmu ergonomi menurut (Iridiastadi dan Yassierli, 2014) adalah
sebagai berikut:
1. Antropometri, yaitu bidang yang mengkaji dimensi fisik tubuh manusia, termasuk
usia, tinggi berdiri, bobot, panjang, jangkauan lengan, tinggi duduk dan
sebagainya. Data antropometri banyak dimanfaatkan dalam perancangan produk,
peralatan, serta tempat kerja.
2. Biomekanika, yaitu suatu bidang yang memfokuskan pada proses mekanika (gaya,
momen, kecepatan, percepatan, serta tekanan) yang terjadi pada tubuh manusia,
terkait dengan aktifitas fisik yang dilakukan oleh pekerja. Contoh penerapan
biomekanika adalah dalam penentuan bobot beban yang dapat diangkat oleh
seseorang, dengan meminimalkan risiko cedera pada tulang belakang atau dalam
memahami bagaimana proses terjatuh bisa terjadi.
3. Fisiologi kerja, yaitu bidang ergonomi yang mengkaji respons fungsi-fungsi tubuh
(misal sistem cardiovascular), yang terjadi saat bekerja. Aplikasinya dapat berupa
penentuan beban kerja bila dibandingkan dengan kemampuan metabolik manusia.
xv
Serta penentuan jadwal kerja-isitirahat optimal yang meminimalkan stress dan
kelelahan
4. Human Information Processing (HIP) dan ergonomi kognitif, yaitu bidang ergonomi
yang mempelajari bagaimana manusia memproses informasi dari lingkungan
dimulai dari indra manusia yaitu adanya stimulus dan mempresepsikannya, sampai
dengan mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang diperlukan. Bidang ini
mempelajari proses presepsi, pengingat, pemberian perhatian, serta pengambilan
keputusan.
5. Human Computer Interaction (HCI), yaitu bidang ergonomi yang mengkaji dan
merancang interaksi antar manusia dengan sistem komputer, dengan salah satu
tujuannya antara lain meminimalkan kesalahan, meningkatkan kinerja sistem
operasi serta meningkatkan kepuasan penggunaan.
6. Display dan Control, yaitu bidang ergonomi yang memiliki fokus pada perancangan
display maupun control yang sesuai dengan penggunanya.
7. Lingkungan kerja, yaitu bidang yang mencoba memahami respon manusia terhadap
lingkungan fisik kerja, termasuk kebisingan, temperatur, pencahayaan, getaran
dan lain sebagainya. Contoh penerapannya seperti lampu lalu lintas, dampak rotasi
kerja dan lain-lain.
8. Ergonomi makro, berangkat dari konsep sosio-teknologi, bidang ini merupakan
suatu pendekatan sistem dalam mengkaji kesesuaian antara individu, organisasi,
teknologi serta proses interaksi yang terjadi. Tujuannya adalah tercapainya tujuan
organisasi secara efektif dan berkelanjutan melalui evaluasi organisasi kerja.
xvi
MODUL I
ANTROPOMETRI
1.2.1 Antropometri
Antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik tubuh manusia, ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut
untuk penanganan masalah desain (Stevenson, 1989 dan Nurmianto, 2005). Antropometri
dinyatakan sebagai studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia
(Wignjosoebroto, 2008 dalam Susanti dkk., 2015). Biomekanika merupakan ilmu yang
mempelajari manusia dari segi kemampuannya seperti kekuatan, daya tahan, kecepatan dan
keletihan (Sutalaksana, 1979). Pada penerapannya di bidang Ergonomi kedua hal tersebut
sangat berkaitan, karena ilmu biomekanika menyediakan kriteria untuk aplikasi data
antropometri dalam masalah desain.
Istilah antropometri berasal dari kata ”antropos” yang berarti manusia dan ”metrikos”
yang berarti pengukuran, sehingga secara harfiah antropometri diartikan sebagai ilmu yang
berkaitan dengan pengukuran dimensi dan cara untuk mengaplikasikan karakteristik tertentu
dari tubuh manusia, seperti volume, titik berat, perangkat inersia, dan massa dari bagian-
bagian tubuh.
Data antropometri berguna untuk perancangan berbagai peralatan agar dapat
dipergunakan secara optimal sehingga orang dapat bekerja dengan aman dan nyaman. Meskipun
demikian dalam proses pengukuran tersebut ditemui berbagai kesulitan, misalnya karena
adanya variasi data dalam hal ukuran (tertentu) tubuh manusia.
I-1
Modul I Asisten Antropometri I-2
Contoh:
Rancangan meja dapur multifungsi, meja dapur berguna untuk menaruh peralatan dan
melakukan berbagai kegiatan. Meja dapur yang dihasilkan berguna untuk menaruh
peralatan dan melakukan berbagai kegiatan kemudian memiliki kelebihan dapat dibawa
jika berpergian dan pada saat pindah rumah dan memiliki beberapa posisi dengan
berbagai fungsi dan kegiatan.
Berikut ini adalah contoh item pertanyaan untuk responden yang dapat dilihat pada
Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Contoh Item Pertanyaan untuk Responden (Mutiara dkk., 2013)
Interpretasi Kebutuhan Item Pertanyaan
Desain meja dapur yang menarik Desain meja dapur
Fleksibilitas meja dapur dalam penggunaan Fleksibilitas meja dapur mudah digunakan
Fleksibilitas meja dapur dalam penyimpanan Fleksibilitas meja dapur mudah disimpan
Meja dapur yang multifungsi Meja dapur yang multifungsi
Meja dapur yang aman untuk konsumen Keamanan meja dapur bagi pengguna
Kesesuaian jenis meja dapur yang ringan Meja dapur yang ringan
Kenyamanan meja dapur yang sesuai postur Kenyamanan meja dapur yang sesuai postur tubuh
tubuh
Ketahanan terhadap benturan Ketahanan terhadap benturan
Ketahanan terhadap suhu ruangan Ketahaanan terhadap suhu panas
Umur pakai meja dapur yang lama Meja dapur tahan lama
7. Proses Screening Concept adalah suatu proses yang mengevaluasi konsep dengan
memperhatikan kebutuhan pelanggan, membandingkan kelebihan atau kekurangan
setiap konsep dan selanjutnya memilih satu atau lebih konsep untuk dikembangkan.
Berikut ini adalah contoh untuk screening concept yang dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Contoh Screening Concept (Reza dkk.,2014)
Alternatif Konsep
Kriteria Penilaian Produk saat
1 2 3
ini
Mudah digunakan 0 + + +
Bentuk tas sepeda sesuai sepeda trial 0 + + +
Tidak memakan banyak waktu saat memasukan sepeda
0 + + +
ke dalam tas
Ukuran tas sepeda sesuai dengan ukuran sepeda trial 0 + + +
Terdapat tali untuk mengikat sepeda 0 + + +
Tas sepeda dapat dilipat 0 + + +
Bobot tas ringan 0 0 0 0
Saat digunakan tali pembawa dapat disesuaikan 0 + + +
Pada tali pembawa terdapat busa pelindung bahu 0 + + +
Terdapat partisi untuk menyimpan kunci-kunci 0 0 0 0
Tidak banyak bagian sepeda yang dibuka 0 + + +
Tidak mudah rusak 0 0 + +
Jumlah + 0 9 9 10
Jumlah 0 12 2 3 2
Jumlah - 0 1 0 0
Nilai akhir 0 8 9 10
Peringkat 4 3 2 1
8. Selecting adalah proses pemilihan konsep untuk menilai semua konsep rancangan
produk. Proses selecting concept dilakukan dengan memberikan score terhadap masing-
masing atribut. Berikut ini adalah contoh untuk proses selecting yang dapat dilihat pada
Tabel 1.4.
Tabel 1.4 Contoh Proses Selecting (Reza dkk.,2014)
Bobot Alternatif
Kriteria Penilaian
(%) 1 Score 2 Score 3 Score
Mudah digunakan 12.461 4 0.498 4 0.498 4 0.498
Bentuk tas sepeda sesuai sepeda
10.604 5 0.530 5 0.530 5 0.530
trial
Tidak memakan banyak waktu saat
9.847 5 0.492 5 0.492 5 0.492
memasukan sepeda ke dalam tas
Ukuran tas sepeda sesuai dengan
9.346 5 0.467 5 0.467 5 0.467
ukuran sepeda trial
Terdapat tali untuk mengikat
9.040 5 0.452 5 0.452 5 0.452
sepeda
Tas sepeda dapat dilipat 7.451 4 0.298 4 0.298 4 0.298
Bobot tas ringan 7.414 3 0.222 3 0.222 3 0.222
seusianya. Pada laki-laki, tingkat pertumbuhan maksimum terjadi pada usia sekitar 13-
15 tahun. Selain lebih tinggi dan lebih berat, pada umumnya tubuh laki-laki juga lebih
besar dibandingkan perempuan namun pada beberapa dimensi, perbedaan ini tidak
berarti seperti paha dan pinggul. Selain dalam hal ukuran, perbedaan juga terlihat pada
proporsi bagian-bagian tubuh dan postur tubuh.
3. Suku/ etnis
Ukuran dan proporsi tubuh sangat beragam antara ras dan etnis yang berbeda, misalnya
tinggi rata-rata orang Cina adalah 166cm (laki-laki) dan 152cm (perempuan).
Bandingkan dengan rata-rata orang Amerika Utara dengan tinggi badan sekitar 179cm
(laki-laki) dan 165cm (perempuan). Orang Asia biasanya mempunyai postur yang
berbeda dengan Amerika dan Eropa, dengan proporsi kaki yang lebih pendek dan
punggung lebih panjang.
4. Postur tubuh
Postur tubuh biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan sikap seseorang dalam melakukan
aktivitas yang pada akhirnya dapat mempengaruhi ukuran dimensi tubuh seseorang.
5. Pakaian
Pakaian seperti model, jenis bahan, jumlah rangkapan, dan lain-lain yang melekat di
tubuh akan menambah dimensi ukuran tubuh manusia. Pakaian yang telah lama kita
gunakan akan memengaruhi dimensi tubuh kita, contoh: Penggunaan cincin leher
dengan waktu yang lama akan menyebabkan perubahan pada dimensi tinggi kepala
(leher).
6. Jenis pekerjaan
Perbedaan dalam ukuran dan dimensi fisik dapat dengan mudah kita temukan pada
kumpulan orang yang mempunyai aktivitas kerja berbeda. Sebagai contoh, petani yang
terbiasa melakukan kerja fisik berat memiliki antropometri yang berbeda dengan
pekerjaan kantoran yang hanya duduk di depan komputer.
7. Faktor kehamilan pada wanita
Faktor kehamilan pada wanita merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
variabilitas data antropometri yaitu terutama pada tebal perut dan tebal dada.
Sehingga, data antropometri yang digunakan dalam merancang produk dan stasiun kerja
untuk wanita hamil berbeda dengan data antropometri wanita lainnya.
8. Cacat tubuh secara fisik
Cacat tubuh secara fisik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi variabilitas
data antropometri. Seperti, orang normal dan orang yang memiliki keterbatasan fisik
tidak mempunyai lengan. Untuk dimensi tinggi siku, tinggi pinggul, tinggi tulang ruas,
tinggi ujung jari, dan lain-lain sangatlah berbeda antara orang normal dengan orang
yang memiliki keterbatasan fisik. Sehingga, data antropometri yang digunakan dalam
merancang produk dan stasiun kerja untuk orang yang cacat tubuh secara fisik berbeda
dengan orang normal.
Sanders dan McCormick (1987) menemukan bahwa pengemudi truk lebih berat dan lebih
tinggi dari populasi orang sipil pada umumnya. Perbedaan ini disebabkan oleh jumlah aktivitas
fisik yang terlibat dalam pekerjaan, pembatasan tinggi atau berat badan dan alasan-alasan
praktis atau sosial. Contoh lainnya yaitu berdasarkan jenis kelamin, rata-rata ukuran dimensi
tubuh pria akan lebih besar daripada wanita untuk dimensi lebar pinggul.
Ketika menerapkan data antropometri pada masalah desain apapun, langkah pertama
yang harus dilakukan yaitu mendefinisikan target populasi dari pemakai suatu produk (stasiun
kerja, lingkungan) akan diperuntukan, dan memilih lokasi sumber data antropometri untuk
target populasi yang telah dipilih. Konsekuensi dari data yang tidak tepat menyebabkan sedikit
orang yang akan merasa nyaman daripada yang diperuntukan. Hal tersebut dapat
mempengaruhi performansi dari pemakai sistem kerja tersebut.
Terdapat perbedaan sebesar 7% pada populasi orang dewasa yaitu rata-rata tinggi dari
pria dan wanita. Rata-rata yang lain juga menunjukkan bahwa pria akan lebih besar daripada
wanita untuk dimensi-dimensi yang lain. Pengecualian dari pernyataan ini adalah untuk dimensi
lebar pinggul.
1.2.7 Pedoman Pengukuran Data Antropometri
Gambar pengukuran dimensi tubuh Martins Human Body Measurement Instrument
dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Jangkauan Tangan Horizontal Ukur jarak horizontal dari pangkal lengan sampai titik tengah
10
(JTHT) telapak tangan.
Ukur jarak horizontal dari bagian belakang punggung sampai
11 Punggung ke Tangan (PT)
titik tengah telapak tangan.
Ukur jarak horizontal dari ujung jari terpanjang tangan kiri ke
ujung jari terpanjang tangan kanan, subyek berdiri tegak dan
12 Rentangan Tangan (RT)
kedua tangan direntangkan horizontal ke samping sejauh
mungkin.
Ukur jarak horizontal dari siku bagian kanan sampai dengan
13 Rentangan Siku (RS)
siku kiri.
Ukur jarak vertikal (tinggi) dari ujung tumit ke ujung jari
14 Panjang Telapak Kaki (PTK)
terluar.
Ukur jarak horizontal lengan kaki hingga tepi terluar telapak
15 Lebar Telapak Kaki (LTK)
kaki.
Ukur jarak vertikal (tinggi) tangan dari ujung jari tengah
16 Panjang Telapak Tangan (PTT)
sampai pergelangan tangan, ketika tangan dibentangkan.
Ukur jarak horizontal dari tepi dalam telapak tangan hingga
17 Lebar Telapak Tangan (LTT)
bagian tepi luar telapak tangan.
Ukur jarak vertikal alas duduk sampai ujung atas kepala.
18 Tinggi Duduk Tegak (TDT) Subyek duduk tegak dengan mata memandang lurus ke depan
dan membentuk sudut siku-siku.
Ukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai mata
19 Tinggi Mata Duduk (TMD)
pada saat subjek duduk tegak.
Ukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai tulang
20 Tinggi Bahu Duduk (TBD)
bahu yang menonjol pada saat subyek duduk tegak.
Ukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung
bawah siku kanan. Subyek duduk tegak dengan lengan ke atas
21 Tinggi Siku Duduk (TSD)
vertikal di sisi badan dan lengan bawah membentuk sudut
siku-siku dengan lengan bawah.
22 Tinggi Kepala (TK) Tinggi kepala, dihitung dari dagu menuju kepala bagian atas.
23 Tinggi Popliteal (TPL) Ukur jarak vertikal dari lantai sampai bagian bawah paha.
24 Lutut ke Lantai (LL) Ukur jarak vertikal dari lantai hingga lutut ketika posisi duduk.
Dihitung dari kepala bagian belakang yang paling menonjol
25 Panjang Kepala (PK)
sampai kepala yang paling depan.
26 Tebal Dada (TD) Ukur jarak dari dada sampai punggung secara horizontal.
Ukur jarak horizontal dari punggung bagian belakang hingga di
27 Tebal Perut (TPr)
depan perut.
28 Tebal Paha (Tph) Subyek duduk tegak, ukur jarak dari permukaan ke atas paha.
Ukur jarak horizontal dari bagian terluar pantat sampai ke
29 Pantat ke Lutut (PL) lutut. Paha dan kaki bagian bawah membentuk sudut siku-
siku.
Ukur jarak horizontal dari bagian terluar pantat sampai
30 Pantat Popliteal (PpL) lekukan lutut sebelah dalam. Paha dan kaki bagian bawah
membentuk sudut siku-siku.
Dihitung dari kepala samping kanan menuju kepala samping
31 Lebar Kepala (LK)
kiri.
Ukur jarak horizontal antara titik tengah pundak (bagian atas
32 Lebar Biacromial (Lba) pangkal lengan) bagian kanan dan titik tengah pundak bagian
kiri.
Ukur jarak horizontal antara kedua lengan atas, subyek duduk
33 Lebar Bideltoid (Lbd) tegak dengan lengan atas merapat ke badan dan lengan bawah
direntangkan ke depan.
Ukur jarak horizontal antara kedua siku (bagian kanan dan
34 Siku ke Siku (SS) kiri), subyek duduk tegak dengan lengan atas merapat ke
badan dan lengan bawah direntangkan ke depan.
Subyek duduk tegak, ukur jarak horizontal dari bagian terluar
35 Lebar Pinggul (LP)
pinggul sisi kanan.
Contohnya tinggi pintu, ukuran pintu darurat pesawat terbang dan kekuatan dari alat–
alat pendukung. Sebaliknya perancangan untuk nilai populasi minimum adalah tepat
bila nilai populasi minimum yang diberikan dapat mengakomodasi semua orang.
Inti dari perancangan individu ekstrim ketika dimensi tubuh operator diluar dari
rata-rata populasi manusia normal dapat menggunakan perancangan ini. Persentil
yang digunakan adalah P5 atau P95.
3. Perancangan berdasarkan nilai rata-rata
Prinsip ini digunakan bila berdasarkan individu ekstrim tidak mungkin dilakukan dan
tidak praktis untuk merancang dengan prinsip penyesuaian. Pada dasarnya tidak ada
individu “rata-rata”. Terkadang perancangan berdasarkan nilai rata-rata dibutuhkan
dalam menyelesaikan suatu masalah dengan data antropometri yang rumit. Contohnya
desain fasilitas umum seperti toilet umum, rak supermarket dan kursi tunggu.
Persentil yang digunakan adalah P50.
2. Pada perancangan sebuah kursi digunakan persentil 5, karena hal tersebut dapat
mengakomodasi 5% populasi kecil merasa nyaman, dan 95% dari populasi sisanya yang
harus menyesuaikan. Untuk contoh lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.3
berikut.
Gambar 1.3 Area Jangkauan dengan Persentil Ke-5 untuk Pekerja Wanita
(Sumber: Eastman Kodak Company, 1986)
Secara umum data antropometri yang diterapkan untuk hal-hal yang khusus, cukup
diambil dari persentil ke-5, ke-50, ke-95 atau antara persentil ke-5 sampai persentil ke-95.
Persentil ke-100 hanya diterapkan pada rancangan yang digunakan oleh semua orang, contohnya
perlengkapan di rumah-rumah sakit. Untuk alat yang dapat diatur sesuai dengan operatornya,
misalnya posisi tempat duduk, posisi pegangan kendali, desain sebaiknya dirancang agar dapat
memenuhi selang persentil ke-5 sampai ke- 95 (Zander, 1972).
Populasi manusia memiliki variasi bentuk dan ukuran tubuh yang tinggi. Dengan
menggunakan sebaran normal, persentil dalam data antropometri menunjukkan bila suatu
ukuran adalah rata-rata, di atas atau di bawah rata-rata. Jika kita membuat grafik tinggi tubuh
(atau dimensi lainnya) dari sebuah populasi, gambar tersebut akan terlihat seperti pada Gambar
1.4.
Gambar 1.4 menunjukkan grafik dari nilai persentil dengan menggunakan diagram kurva
normal.
Terakomodasi
Menyesuaikan
3. Kesehatan.
4. Keamanan.
5. Estetika.
1.2.13 CATIA
CATIA (Computer Aided Three-dimensional Interactive Application) merupakan salah
satu software yang digunakan untuk menggambar 2D dan 3D sama seperti AutoCad dan
SolidWork yang diperuntukan bagi engineering yang biasa digunakan untuk merancang
komponen atau produk. CATIA dibuat pada akhir 1980-an oleh produsen pesawat Avion Marcel
Dassalult, Perancis yang digunakan untuk mengembangkan pembuatan jet temur Dassault
Mirage yang selanjutnya digunakan di industri otomotif, perkapalan dan industri lainnya.
Gambar 1.7 merupakan salah satu contoh produk racing seat pada software CATIA.
Penentuan sisi
tubuh yang
ingin di analisa
Postur tubuh
saat bekerja
Parameter saat
bekerja
Semakin pekat
warna, semakin
Berat beban
tidak aman
pekerjaannya
Score
Gambar 1.8 RULA Analysis pada CATIA
Semakin besar nilai final score maka akan semakin pekat warnanya, hal ini
mengindikasikan bahwa postur tubuh operator saat bekerja semakin buruk, dan
membutuhkan investigasi secepatnya.
2. Carry Analysis
Carry analysis merupakan salah satu fitur analisa yang dapat menganalisis operator
ketika sedang membawa benda, CATIA dapat mengetahui berat benda maksimum yang
dapat dibawa oleh operator dengan mengisi spesifikasi yang ada, Carry Analysis pada
CATIA dapat dilihat pada Gambar 1.9 berikut ini.
Frekuensi
membawa
Jarak
Maksimum berat
benda pada saat
membawa
Berikut ini adalah contoh gambar simulasi CATIA yang dapat dilihat pada Gambar 1.11.
Lembar pengamatan untuk pengukuran kekuatan tubuh dapat dilihat pada Tabel 1.8.
Tabel 1.8 Pengukuran Kekuatan Tubuh
Pengukuran Kekuatan Tubuh
Kekuatan Tarik Tubuh
Sudut () Tangan Kiri (Kg) Tangan Kanan (Kg)
0
45
90
225
270
315
Kekuatan Tarik Variansi Tubuh
Sudut () Kedua Tangan (Kg)
30
45
60
75
Kekuatan Jari Tangan (Dikali 0,2)
Jari Kiri Kekuatan (Kg) Jari Kanan Kekuatan (Kg)
Telunjuk Telunjuk
Jari Tengah Jari Tengah
Jari Manis Jari Manis
Kelingking Kelingking
Ibu Jari Ibu Jari
Notes : Data dimensi tubuh setiap operator yang digunakan diberi tanda sesuai dengan
warna yang telah ditentukan. Contoh untuk operator 1 dapat dilihat seperti tabel 1.9.
Operator 1 = Warna Merah
Operator 2 = Warna Kuning
Operator 3 = Warna Hijau
1.1.4 Data Dimensi Antropometri yang Digunakan
(Kalimat pengantar)
(Masing-masing 8 dimensi tubuh yang berjumlah 100 data. Kemudian dibuat ke dalam
bentuk tabel).
Contoh dimensi antropometri yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.10.
Tabel 1.10 Dimensi Antropometri yang Digunakan
Data Siku ke Ujung Jari
1 2 3 4 5
1 48 45 39 42 43
2 37 47 45,5 39 40
… … … … … …
… … … … … …
20 46 39 43 36 42
Notes: Dimensi tubuh hasil pengukuran setiap operator diberi tanda dengan warna
yang telah ditentukan.
Operator 1 = Warna Merah
Operator 2 = Warna Kuning
Operator 3 = Warna Hijau
1.2 Pengolahan Data
(Kalimat pengantar)
1.2.1 Identifikasi Data Antropometri yang Digunakan
(Kalimat pengantar)
Sebutkan dan jelaskan fungsi dimensi antropometri yang digunakan untuk perancangan
tersebut.
(Minimal 8 dimensi, 1 Paragraf terdiri dari 3 kalimat)
Contoh :
1. Siku ke Lantai (SL)
Dimensi antropometri siku ke lantai (SL) ini digunakan untuk mengukur tinggi meja.
1.2.2 Pengolahan Data Antropometri Dimensi Tubuh yang Digunakan
(Kalimat pengantar)
a. Tes Kenormalan Data
Parameter: kecocokan distribusi normal
Hipotesis
H0 = data ....... membentuk distribusi normal
H1 = data ....... tidak membentuk distribusi normal
α = 5%
Stastistik hitung
Kesimpulan
2 2
Terima H0 ( hit < 0,05; 17; ), berarti data observasi berpola distribusi normal.
2 2
Tolak H0 ( hit > 0,05; 17), berarti data observasi tidak berpola distribusi normal.
Xi
X = (3)
k
N
Xi X
i1
2
SD = (4)
N -1
SD
SDx ==
n
(5)
BKA ̿ +3SDx
=X (6)
BKB ̿ -3SDx
=X (7)
Data yang diplot = X
Contoh Perhitungan:
Sub grup Ukuran Sub grup
ke- 1 2 3 X̅ i
1 50 45,5 41 45,50
2 46,3 38,5 44 42,93
3 38 41 45 41,33
4 40 36,6 44 40,22
5 36 44 42,3 40,77
6 45 47,3 40 44,10
7 42 39 40 40,33
8 42 47 54 47,67
9 45 43 39 42,33
10 43 42,3 42 42,43
50+46,3+…+43
̿
X = = 42,730 (2)
10
2
∑N ̿̿̿ Notes:
i=1 (Xi - Xi)
SD =√ (3)
N -1
Untuk mencari SD dapat
SD = STDEV ( ) = 3,900 menggunakan Microsoft (4)
Excel dengan cara pilih
3,900
SDx = = 2,251 function =STDEV kemudian (5)
√3
drag kolom pada tabel
BKA = 42,730 + (3x2,251) = 49,485 diatas. (6)
1.2.4 Penentuan Persentil untuk Dimensi Benda Kerja dengan Menggunakan Prinsip
Antropometri
(Kalimat pengantar)
1. Menentukan dimensi benda kerja dari produk yang dirancang.
2. Mengidentifikasi data antropometri yang digunakan untuk setiap dimensi benda
kerja.
3. Menentukan nilai target persentil dari tiap-tiap data dimensi benda kerja.
Contoh penentuan persentil untuk dimensi benda kerja dapat dilihat pada Tabel 1.13.
Tabel 1.13 Contoh Penentuan Persentil untuk Dimensi Benda Kerja
Dimensi Data Antropometri
No Dimensi Benda Kerja Persentil
Antropometri (Cm)
1 Tinggi Pintu Tinggi Badan Tegak P95 168,332
2 Tinggi Kursi Tinggi Popliteal P5/P95 36,314/49,145
Jangkauan Ujung
3 Lebar Meja P5 63,861
Lengan Horizontal
4 Kerangka Sandaran ... ... ...
5 ... ... ... ...
6 ... ... ... ...
7 ... ... ... ...
8 ... ... ... ...
9 ... ... ... ...
10 ... ... ... ...
2. ANALISIS
(Kalimat pengantar)
3. Jelaskan alasannya
2.3 Analisis Kriteria Perancangan Berdasarkan Dimensi Benda Kerja
(5 paragraf harus hirarki dari kriteria perancangan) (1 paragraf minimal 3 kalimat)
1. Jelaskan hasil perancangan sesuai dengan studi kasus berdasarkan kriteria
perancangan!
2. Apakah perancangan tersebut sudah menunjang terhadap kriteria perancangan.
3. KESIMPULAN DAN SARAN
(Kalimat pengantar)
3.1 Kesimpulan
(Kalimat pengantar)
(5 poin menjawab analisis)
3.2 Saran
(Saran + cantumkan gambar perancangan)
Saran untuk studi kasus atau perancangan stasiun kerja dilengkapi dengan prinsip
perancangan analisis dari kriteria perancangan + Gambar Autocad Stasiun Kerja full.
LAMPIRAN
Lampiran A (Tabel Distribusi)
1. Tabel Distribusi Normal
2. Tabel Khi Kuadrat
Lampiran B (Pengolahan Data Dimensi Tubuh)
1. Dimensi Tubuh yang Digunakan
a. Tes Kenormalan Data
Terdapat parameter, hipotesis (H0 dan H1), dan nilai α
(Kalimat pengantar gambar hasil software STATFIT)
Gambar hasil software STATFIT
(Judul Gambar)
(Kalimat pengantar gambar grafik distribusi khi-kuadrat)
Gambar grafik distribusi khi-kuadrat
(Judul Gambar)
Kesimpulan grafik
(1 Gambar Hasil software STATFIT dan 1 gambar grafik distribusi khi-kuadrat)
b. Tes Keseragaman Data
(Kalimat pengantar tabel)
(Judul Tabel)
Tabel uji keseragaman data dimensi tubuh yang digunakan
̅ i, X̿ , SD, SDx, BKA, BKB)
Contoh perhitungan (X
Gambar grafik keseragaman data dimensi tubuh yang digunakan
(Judul Gambar)
Kesimpulan grafik
Etiket
1.7 REFERENSI
1. Adrianto, Reza dkk., (2014). Usulan Rancangan Tas Sepeda Trial Menggunakan Metode
Ergonomic Function Deployment (EFD). Bandung: Institut Teknologi Nasional.
2. Anggraeni, Mutiara dkk., (2013). Rancangan Meja Dapur Multifungsi Menggunakan
Quality Function Deployment (QFD). Bandung: Institut Teknologi Nasional.
3. Wiley, John. (1986). Kodak’s Ergonomic Design for People at Work. The Eastman Kodak
Company.
4. Iridiastadi, H. Yassierlie. (2014). Ergonomi Suatu Pengantar. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
5. Nurmianto E. (2005). Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Guna Widya, Surabaya.
6. Pulat, B.M. (1997). Fundamentals of industrial ergonomics, Waveland Press.
7. Purnomo, Hari. (2013). Antropometri dan Aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
8. Roebuck, J.A. (1995). Anthropometric methods: designing to fit the human body,
Human Factors and Ergonomics Society Santa Monica, CA.
9. Sanders, M. S., & McCormick, E. J. (1987). Human Factors in Engineering and Design
(6th ed.). Mcgraw-Hill Book Company.
10. Stevenson, M.G. (1989). Lecture Notes on the Principle of Ergonomics, Univ. of New
South Wales, Sydney.
11. Sugiono. dkk., (2018). Ergonomi Untuk Pemula. Malang: Ub Press.
12. Susanti, Lusi, dkk., (2015). Pengantar Ergonomi Industri. Padang: Andalas University
Press.
13. Sutalaksana, I.Z., dkk., (1979). Teknik Tata Cara Kerja, Laboratorium Tata Cara Kerja
& Ergonomi Dept. Teknik Industri-ITB, Bandung.
14. Wignjosoebroto, S. (2008). Ergonomi Studi Gerak Waktu. Surabaya: Guna Widya.
15. Zander, J. (1972). Ergonomics in Machine Design (A Case Study of the Self Propelled
Combine Harvester). H. Veenman & Zonen N.V., Wageningen 72-6
2.2.1 Biomekanika
Menurut European Society of Biomechanics, biomekanika didefinisikan sebagai studi
tentang gaya yang digunakan dan dihasilkan dalam tubuh. Efek kekuatan ini terdapat pada
jaringan, cairan atau bahan yang digunakan untuk diagnosis, pengobatan, atau tujuan
penelitian. Biomekanika adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi sistem
biologi dengan menggunakan metode mekanika (Hamill, dkk., 2015). Penelitian yang
menggunakan pendekatan biomekanika pada dasarnya mempelajari dan menganalisis batas-
batas kekuatan, ketahanan, kecepatan dan ketelitian yang dimiliki manusia dalam melakukan
suatu pekerjaan. Menurut Medicine (2001), biomekanika dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut:
1. Posisi tubuh
2. Tenaga
3. Gaya
4. Gerakan
Notes: Faktor-faktor yang berada diatas dapat mempengaruhi biomekanika karena dilihat
dalam pengertian biomekanika yang merupakan studi gerakan yang mengandalkan metode
mekanika dimana dalam gerakan-gerakan tersebut membutuhkan posisi tubuh yang benar
(contohnya dalam studi kasus pengangkatan), gaya, gerakan, dan tenaga untuk menjalankan
metode mekanika itu sendiri.
II-1
Modul II Asisten Biomekanika II-2
A. Klasifikasi Biomekanika
Menurut Olavyari (1997) biomekanika diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. General Biomechanic
General Biomechanic merupakan bagian dari biomekanika yang berbicara mengenai
hukum-hukum dan konsep-konsep dasar yang mempengaruhi tubuh organic manusia baik
dalam posisi diam maupun bergerak. General Biomechanic dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Biostatic, adalah bagian dari biomekanik umum yang hanya menganalisis tubuh
pada posisi diam atau bergerak pada garis lurus dengan kecepatan seragam.
b. Biodinamic, adalah bagian dari biomekanik umum yang berkaitan dengan
gambaran gerakan-gerakan tubuh tanpa mempertimbangkan gaya yang terjadi
(kinematik) dan gerakan yang disebabkan gaya yang bekerja dalam tubuh (kinetik)
(Tayyari, 1997).
Notes: Untuk contoh biostatic, menganalisis tubuh dalam posisi yang diam, jadi cuma
posisinya saja yang diam tapi orang tersebut melakukan pekerjaan, seperti dalam
pengepakan barang, sedangkan untuk contoh biodinamic menganalisis gerakan-gerakan
tubuh tanpa mempertimbangkan gaya, seperti gaya gravitasi, gaya kinematik, gaya
kinetik, jadi analisis gerakan dari operator. Biodinamic dibagi menjadi dua kategori
yaitu ilmu kinetika (biokinetics) merupakan ilmu tentang faktor-faktor gaya yang
menyebabkan benda bergerak atau diam dan ilmu kinematika (biokinematics)
merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat gerak tanpa memperhatikan bidang mana
atau bagaimana sifat gerakannya atau sudutnya apakah penuh atau tidak.
2. Occupational Biomechanic
Occupational Biomechanic didefinisikan sebagai bahan dari biomekanik terapan yang
mempelajari interaksi fisik antara pekerja dengan mesin, material dan peralatan dengan
tujuan untuk meminimumkan keluhan pada sistem kerangka otot agar produktifitas
kerja dapat meningkat.
Setelah melihat klasifikasi diatas maka dalam praktikum kita ini dapat dikategorikan
dalam occupational biomechanic. Menurut Chaffin (1991), occupational biomechanic adalah
studi mengenai interaksi pekerja dengan peralatan, mesin dan material sehingga dapat
meningkatkan performansi pekerja dan di sisi lain dapat meminimalkan risiko cedera kerja.
B. Pemindahan Beban
Biomekanika pada dasarnya mempelajari kekuatan, ketahanan, kecepatan, dan
ketelitian manusia dalam melakukan kerjanya. Faktor ini sangat berhubungan dengan pekerjaan
yang bersifat manual material handling, seperti pengangkatan dan pemindahan secara manual,
atau pekerjaan lain yang dominan menggunakan otot tubuh.
Sebuah lembaga yang menangani masalah kesehatan dan keselamatan kerja di Amerika
Serikat, NIOSH (National Institute of Occupational Safety and Health) melakukan analisis
terhadap kekuatan manusia dalam mengangkat atau memindahkan beban dan
merekomendasikan batas beban yang dapat diangkat oleh manusia tanpa menimbulkan cedera
meskipun pekerjaan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang
cukup lama.
Rumusan untuk menghitung beban berdasarkan rekomendasi NIOSH tahun 1991
terdapat dua metode, yaitu metode Recommended Weight Limit (RWL) dan metode Maximum
Permissible Limit (MPL).
1. Recommended Weight Limit (RWL)
Recommended Weight Limit (RWL) adalah produk utama dari NIOSH Lifting Equation
yang direvisi. RWL didefinisikan untuk serangkaian kondisi kegiatan tertentu sebagai
berat beban yang dapat dilakukan oleh semua pekerja dalam keadaan sehat selama
periode waktu yang substansial (misalnya, hingga 8 jam) tanpa adanya peningkatan
risiko Low Back Pain terkait pengangkatan. Oleh ''pekerja sehat,'' yang kami maksud ini
merupakan pekerja yang bebas dari kondisi kesehatan yang merugikan yang akan
meningkatkan risiko cedera muskuloskeletal mereka. (Kumar, 2007)
Rumusan RWL mempunyai syarat dan kondisi sebagai berikut:
a. Tidak mengangkat dengan satu tangan.
b. Pengangkatan tidak lebih dari 8 jam.
c. Posisi pengangkatan tidak berlutut atau jongkok.
d. Tidak di tempat yang sempit.
e. Objek yang diangkat harus stabil.
f. Kondisi pengangkatan tidak sambil membawa, mendorong atau menarik.
g. Tidak menggunakan kereta dorong atau sekop.
h. Tidak dalam kecepatan tinggi (± 30 inchi/detik).
I. Kondisi lantai tidak licin.
Rumusan untuk menghitung beban berdasarkan rekomendasi NIOSH tahun 1991 adalah
sebagai berikut:
RWL = LC × HM × VM × DM × AM × FM × CM (II.1)
Keterangan:
RWL : Batas beban yang direkomendasikan.
LC : Konstanta pembebanan = 23 kg
HM : Faktor pengali horizontal = 25/H (II.2)
VM : Faktor pengali vertikal = 1- (0,003 |V - 75|) (II.3)
DM : Faktor pengali perpindahan = 0,82 + 4,5/D (II.4)
AM : Faktor pengali asimetrik = 1 – 0,0032 A (II.5)
FM : Faktor pengali frekuensi
CM : Faktor pengali kopling (handle)
Notes: Tiap faktor pengali mempunyai nilai maksimum 1 yang artinya jika semua
pengali bernilai 1, maka nilai RWL yang didapatkan sama dengan nilai LC yakni 23 kg.
Ini disebut sebagai kondisi optimal pengangkatan. Semakin kecil nilai faktor pengali,
maka semakin kecil pula batas beban yang diangkat. Dahulukan untuk memberbaiki
kondisi pengangkatan dengan faktor pengali yang paling kecil (menjauhi nilai 1).
Berikut adalah penjelasan mengenai variabel-variabel yang digunakan pada rumus
perhitungan batas beban yang direkomendasikan oleh NIOSH:
a. Load Constanta (LC)
Berat objek yang akan diangkat, dalam pound atau kilogram, termasuk wadah
yang akan diangkat. Konstanta beban bernilai 23kg/50lbs, konstanta beban
tersebut merupakan beban maksimum yang direkomendasikan pada saat
pengangkatan.
b. Horizontal Multiplier (HM)
Jarak horizontal adalah titik tengah antara pegelangan kaki dan pegangan
tangan, dalam satuan centimeter atau inci. Perhitungan horizontal multiplier
10/H untuk H yang diukur dalam inci, dan 25/H untuk H yang diukur dalam
centimeter. Grafik faktor pengali horizontal dapat dilihat pada Gambar 2.1.
berupa gaya tekan/kompresi pada lumbar kelima sacrum pertama (L5/S1) yang
terdapat pada Gambar 2.8. Standar yang diberikan metode MPL adalah besar gaya tekan
di bawah 3400 N pada L5/S1 sedangkan gaya geser di bawah 500 N pada L5/S1,
sehingga didapat standar sebagai berikut:
1. Apabila F < 3400 N (Aman).
2. Apabila S < 500 N (Aman.
Semakin kecil gaya tekan dan gaya geser pada L5/S1 maka mengakibatkan postur tubuh
yang lebih baik.
( Notes : Semakin membungkuk (sudut 𝛼 membesar) maka tekanan pada L5/S1 semakin
besar, sedangkan semakin tegak (sudut 𝛼 mengecil) maka tekanan pada L5/S1 semakin
kecil. Sudut 𝛼 dan jarak antara posisi beban & L5/S1 yang terbentuk dapat
mempengaruhi besarnya beban dan gaya-gaya yang timbul pada tulang belakang. )
Dalam gerakan pada sistem kerangka otot, otot bereaksi terhadap tulang untuk
mengendalikan gerak rotasi di sekitar sambungan tulang, beberapa sistem pengungkit
menjelaskan hal tersebut. Dalam sistem ini otot bertindak sebagai sistem mekanis yang
berfungsi untuk suplai energi kinetik dan gerakan angular.
Setiap segmen tubuh memiliki nilai persentase masing-masing dalam pengaruhnya
terhadap gaya tekan (Fc) pada L5/S1. Besarnya nilai persentase setiap segmen tubuh
dapat dilihat pada Gambar 2.9.
menganalisis operatornya secara langsung melalui kuisioner tentang beban postur tubuh yang
dialami oleh operator tersebut.
1. Metode pengukuran beban postur tubuh secara subjektif yaitu:
a. Quick Exposure Check (QEC)
Quick Exposure Check dikembangkan untuk memungkinkan praktisi kesehatan dan
keselamatan melakukan penilaian keterpaparan pekerja terhadap Work-related
Musculoskeletal Disorders (WMSD). Oleh karena itu, QEC adalah alat yang
dirancang untuk dan oleh praktisi. Ini menilai eksposur dan perubahan eksposur ke
faktor risiko utama untuk WMSD. Dengan menilai keterpaparan dan bukan risiko,
keefektifan intervensi di tempat kerja dapat dievaluasi tanpa menunggu
perubahan dalam WMSD menjadi jelas. (David, Woods, & Buckle, 2005).
Quick Exposure Check terdiri dari dua checksheet: checksheet pertama harus
diselesaikan oleh pengamat, yang lainnya oleh operator/pekerja. Checksheet yang
diselesaikan oleh pengamat terdiri dari delapan item cek yang dikelompokkan
berdasarkan bagian tubuh: tulang belakang, bahu/lengan, pergelangan
tangan/tangan dan leher. Pertanyaan untuk beberapa item disediakan dalam
bentuk pilihan ganda.
Lembar kerja yang diselesaikan oleh operator/pekerja adalah kuesioner pilihan
ganda yang terdiri dari tujuh pertanyaan. Hasil dari kedua lembar cek tersebut
dialihkan ke lembaran ketiga, yang disebut dengan lembar penilaian. Lembar
penilaian terdiri dari matriks untuk setiap item. Matriks memungkinkan pengamat
untuk membandingkan hasil checksheet pengamat dengan pekerja untuk
mendapatkan satu skor. Nilai dari semua matriks untuk wilayah tubuh tertentu
kemudian dijumlahkan, untuk memberikan skor risiko indikatif total untuk wilayah
tubuh tersebut. QEC dirancang untuk digunakan untuk menilai dampak sebelum
dan sesudah intervensi diterapkan, untuk memantau dan memastikan bahwa
pengurangan risiko telah dicapai. Setelah menghitung exposure score maka
dilanjutkan dengan menghitung nilai exposure level pada setiap stasiun kerja.
Rumus untuk menghitung exposure level yaitu:
X
E(%) = ×100% (II.11)
Xmax
X = Total skor yang didapat untuk paparan risiko cedera untuk punggung,
bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher yang diperoleh dari
perhitungan kuesioner.
Xmax = Total maksimum skor untuk paparan yang mungkin terjadi untuk punggung,
bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher. Xmax konstan untuk beberapa
pekerjaan seperti untuk pekerjaan statis nilai Xmax yang mungkin terjadi
adalah 162 dan untuk pekerjaan manual handling (mengangkat
benda/menarik benda, membawa benda) nilai Xmax yang mungkin terjadi
adalah 176.
Perhitungan nilai exposure level untuk klasifikasi pada stasiun kerja yang diamati.
Klasifikasi exposure level dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut.
Tabel 2.5 Klasifikasi Exposure Level
QEC Score (Total Presentase) Tindakan
≤ 40% Aman atau dapat diterima
41–49% Diperlukan perbaikan untuk waktu secepatnya
50-69% Tindakan perbaikan dalam waktu dekat
≥ 70% Tindakan perbaikan secepatnya
Worksheet Quick Exposure Check dapat dilihat pada Gambar 2.10, Gambar 2.11,
dan Gambar 2.12:
bagian tubuh dan beban tersebut masuk ke nomor berapa lalu tentukan masuk
kategori tindakan yang mana.
c. Nordic Body Map (NBM)
Nordic Body Map merupakan suatu tools dalam ilmu Ergonomi berupa kuesioner
yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan atau kesakitan
pada tubuh dan dapat mengidentifikasi WMSDs dari pekerja. Kuesioner berisikan
empat skala diantaranya skala A (Tidak Sakit) dengan skor 1, skala B (Cukup Sakit)
dengan skor 2, skala C (Sakit) dengan skor 3, skala D (Sangat Sakit) dengan skor 4.
Terdapat 27 titik otot jenis keluhan yang diamati dalam kuesioner tersebut.
Kondisi fisik yang harus dihindari adalah Work-related Musculoskeletal Disorder
(WMSDs) dan ini berkaitan erat dengan tipe pekerjaan, usia, berat badan,
pengalaman kerja, jenis kelamin, status pernikahan dan tingkat pendidikan.
(Choobineh dkk, 2013 dalam Dewi, 2020). Untuk mengetahui lebih detil bagian
tubuh yang mengalami gangguan atau rasa sakit saat bekerja dapat digunakan
metode Nordic Body Map, meskipun bersifat subjektif, namun kuesioner ini sudah
terstandarisasi dan valid untuk digunakan. (Santoso dkk, 2014 dalam Dewi, 2020).
Nordic Body Map digunakan untuk mengetahui keluhan Musculosceletal Disorder
(MSDs) yang dirasakan pekerja. Keluhan MSDs tersebut akan diketahui dengan
menggunakan kuesioner yang berupa beberapa jenis keluhan MSDs pada peta tubuh
manusia. Keluhan pada sistem musculoskeletal merupakan keluhan pada bagian-
bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang, mulai dari keluhan sangat ringan
sampai sangat sakit (Tarwaka, dkk. 2004). Keterangan skala Nordic Body Map dapat
dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Keterangan Skala Nordic Body Map
Tingkat Keluhan Keterangan
A Tidak Terasa Sakit
B Cukup Sakit
C Sakit
D Sangat Sakit
Tabel 2.10 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Beban Postur Tubuh Subjektif
(Lanjutan)
Metode Kelebihan Kekurangan
3. Membandingkan paparan
risiko cedera diantara
dua orang atau lebih yang
melakukan pekerjaan
yang sama, atau diantara
orang-orang yang 2. Pelatihan dan praktek
melakukan pekerjaan tambahan diperlukan
Quick Exposure Check
yang berbeda. oleh penggunaan yang
(QEC)
belum berpengalaman
(Adha, dkk. 2014) 4. Meningkatkan kesadaran
untuk pengembangan
diantara para manajer,
realibilitas pengukuran.
engineer, desainer,
praktisi keselamatan dan
kesehatan kerja dan para
operator mengenai faktor
risiko musculoskeletal
pada stasiun kerja.
1. Mudah dipelajari dan
1. Kategori postur untuk
digunakan dengan tingkat
trunk dan bahu kurang
reliabilitas yang relative
spesifik.
tinggi.
2. Hasilnya dapat
dibandingkan dengan
2. Tidak menilai faktor
metode yang berbeda
durasi dari postur.
untuk menetapkan
prioritas diintervensi.
3. Skor dari masing-masing
bagian tubuh dapat 3. Tidak memisahkan
digunakan untuk sebelum bagian tangan/kaki
Ovako Working posture
dan sesudah perbandingan menjadi sebelah kanan
Assesment System
untuk evaluasi efektivitas atau kiri.
(OWAS)
intervensi.
(Selvianti, 2009)
4. Tidak menilai postur
pada bagian siku dan
4. Skor dari masing-masing
pinggang, padahal
bagian tubuh dapat
berat beban yang
digunakan untuk studi
diangkat berisiko
epidemiologi.
terhadap postur siku
dan pinggang.
5. Relatif mudah
menyesuaikan dengan 5. Belum menilai faktor
sistem sesuai kebutuhan risiko ergonomic dari
pengguna yang lebih lingkungan.
spesifik.
1. Mengkaji seluruh tubuh
yang dibagi ke dalam 1. Hanya melihat keluhan
sembilan bagian tubuh secara subjektif
tendon, ligamen, tulang dan persendian pada titik-titik ekstrim tubuh bagian atas
(tangan, pergelangan, siku dan bahu), tubuh bagian bawah (kaki, lutut dan pinggul)
dan tulang belakang (punggung dan leher).
dinamis, cepat berubah, atau tidak stabil. Kekurangannya yaitu metode ini hanya
dapat digunakan sebagai alat analisis untuk menilai load handling dan metode ini
juga belum menilai faktor risiko ergonomi dan lingkungan.
Persyaratan untuk metode REBA antara lain adalah:
• Pekerjaan menggunakan seluruh tubuh.
• Postur tubuh dalam keadaan diam (statis), bergerak (dinamis), dapat berubah
dengan cepat (rapidly changing) atau tidak stabil.
• Pengambilan postur tubuh diharuskan untuk diambil dari kondisi origin dan
destination, tetapi pada praktikum ini hanya menggunakan satu kondisi yaitu
berada diantara origin dan destination.
• Beban kerja sedang ditangani baik secara terus menerus maupun tidak. Lalu
untuk batasan metode REBA antara lain:
• Metode ini tidak baik untuk menilai pekerjaan yang memiliki banyak jenis
gerakan dalam satu pekerjaan.
• Metode ini memisahkan penilaian risiko cedera menjadi sisi kiri dan kanan
tubuh. Tidak ada metode yang menggabungkan kedua nilai tersebut.
• Metode ini tidak mempertimbangkan efek-efek lain dalam melakukan pekerjaan
seperti kemampuan pekerja, ketidakbiasaan, kesulitan dll.
• Metode ini tidak mempertimbangkan jangka waktu.
• Hanya menyajikan tingkat risiko yang bersifat umum, tidak dapat meramalkan
besarnya luka yang terjadi pada individu pekerja.
• Tidak meliputi faktor risiko individu yang meliputi jenis kelamin, umur, atau
sejarah medis.
Worksheet REBA dapat dilihat pada Gambar 2.17 sebagai berikut.
ini dilewati oleh saraf median dan tendon fleksor jari. Saraf median merupakan saraf
yang berada di sepanjang lengan dan melewati saluran karpal, berfungsi untuk
mengontrol gerakan dan perasaan pada semua jari kecuali kelingking. Tendon
fleksor jari merupakan tendon yang terletak di sisi telapak tangan yang menekuk.
Penebalan dari selubung tendon meningkatkan volume jaringan yang ada di lorong,
sehingga meningkatkan tekanan pada saraf median.
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Koki, pekerja kantoran (mengetik), pemain alat musik, pengamplasan, pekerjaan
perakitan, proses pengepakan.
Anatomi Carpal Tunnel dapat dilihat pada Gambar 2.17.
e. Shoulder Tendonitis
Rotator cuff merupakan tempat bergabungnya empat otot bahu dan tendonnya yang
menyatu di tulang lengan atas (humerus). Iritasi dan pembengkakan dari tendon
seringkali disebabkan oleh pengangkat lengan secara terus-menerus.
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Kegiatan menekan, pekerjaan perakitan belt conveyor, overhead assembly,
overhead welding, overhead painting, overhead auto repair.
f. Thoracic Outlet Syndrome
Gangguan yang disebabkan oleh tertekannya saraf dan pembuluh darah antara
tulang selangka (klavikula) dengan tulang rusuk pertama dan kedua. Jika kumpulan
saraf ini ditekan maka aliran darah dari lengan akan berkurang. Kondisi ini membuat
lengan mati rasa dan membatasi aktivitas otot.
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Proses penggilingan, proses pemolesan, pengamplasan, perakitan overhead,
mengetik, bermain alat musik, mengemudi truk, membawa berat beban dengan
lengan terentang.
Anatomi TOS dapat dilihat pada Gambar 2.21.
RWL = LC X HM X VM X DM X AM X FM X CM
Origin RWL = X X X X X X = kg
Destination RWL = X X X X X X = kg
Berat benda
Origin LIFTING INDEX = = =
RWL
Berat benda
Destination LIFTING INDEX = = =
RWL
Body Segmentation
Proporsi Tubuh 0.50
RWL = LC X HM X VM X DM X AM X FM X CM
Origin RWL = X X X X X X = kg
Destination RWL = X X X X X X = kg
Berat benda
Origin LIFTING INDEX = = =
RWL
Berat benda
Destination LIFTING INDEX = = =
RWL
Gambar 2.25 Worksheet Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Index (LI)
= … lift/menit
LC = 23 kg
25
HM = (3)
H
=…
VM = 1- (0,003 |V - 75|) (4)
=…
4,5
DM = 0,82 + (5)
D
=…
AM = 1 – 0,0032 A (6)
=…
FM =…
CM =…
RWL = LC × HM × VM × DM × AM × FM × CM (7)
Berat Benda
LI = (8)
RWL
=…
- Destination
D = Vd – Vo (1)
= … cm
Banyak Pengangkatan
F = (2)
Durasi Pengangkatan
= … lift/menit
LC = 23 kg
25
HM = (3)
H
=…
VM = 1- (0,003 |V - 75|) (4)
=…
4,5
DM = 0,82 + (5)
D
=…
AM = 1 – 0,0032 A (6)
=…
FM =…
CM =…
RWL = LC × HM × VM × DM × AM × FM × CM (7)
Berat Benda
LI = RWL
(8)
=…
b. Arti Lifting Index (LI)
(Penjelasan)
Masukkan hasil perhitungan LI untuk origin dan destination. Setelah itu pilih nilai
RWL terbesar yang akan dijadikan nilai LI terpilih beserta klasifikasi dari LI, dan
kesimpulannya.
Notes: RWL terbesar yang dipilih yang akan mempengaruhi nilai dan klasifikasi LI.
Semakin besar nilai RWL maka nilai LI akan semakin kecil (aman).
c. Validasi Perhitungan dengan Software Ergofellow
(Kalimat Pengantar)
Hasil Final Score Software Ergofellow Origin
(Kalimat Pengantar Gambar Origin)
Screenshot hasil dari software ergofellow untuk kondisi 1 origin
(Judul Gambar)
Hasil Final Score Software Ergofellow Destination
(Kalimat Pengantar Gambar Destination)
Screenshot hasil dari software ergofellow untuk kondisi 1 destination
(Judul Gambar)
Arti Lifting Index (LI)
(Penjelasan)
Cantumkan nilai LI origin dan destination. Sebutkan nilai LI beserta
pengertian dari LI, dan kesimpulannya yang didapat dari software ergofellow
untuk kondisi satu yang terpilih. LI terpilih adalah yang memiliki nilai terkecil.
2. Kondisi Dua
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu).
1.2.2 Maximum Permissible Limit (MPL)
(Kalimat Pengantar)
1. Kondisi Satu Origin
(Kalimat Pengantar)
a. Gambar Postur Operator Kondisi Satu Origin
(Kalimat Pengantar Gambar)
Masukkan foto hasil pengamatan untuk kondisi 1 origin yang telah diberi sudut.
(Judul Gambar)
b. Tabel Maximum Permissible Limit (MPL)
(Kalimat Pengantar Tabel)
Masukkan tabel MPL untuk kondisi 1 yang telah diisi, masukkan juga perhitungan
MPL secara manual.
Tabel 2.15 Tabel Maximum Permissible Limit (MPL) Kondisi Satu Origin
Body Segmentation
Proporsi Tubuh 0.50
Perhitungan Manual
Momen di L5/S1
ES x 0,06 = B.b + W.w (9)
B.b + W.w
= 0,06
=…
Gaya-gaya di spine
F – ES – B Cos α – W Cos α = 0 (10)
F = ES + B Cos α + W Cos α
=…
Gaya gaya perpendicular untuk spine
S – B Sin α – W Sin α = 0 (11)
S = B Sin α + W Sin α
=…
Kesimpulan
(Penjelasan)
Setelah itu, simpulkan hasil perhitungan manual dan buat kesimpulannya.
2. Kondisi Satu Destination
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu origin).
3. Kondisi Dua Origin
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu origin).
4. Kondisi Dua Destination
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu origin).
Gambar 2.26 Worksheet Rapid Entire Body Assessment (REBA) Tampak Kanan
Gambar 2.27 Worksheet Rapid Entire Body Assessment (REBA) Tampak Kiri
b. Perhitungan Manual
Masukkan hasil perhitungan total score Nordic Body Map untuk kondisi 1.
Total Skor Individu = ∑ skor tingkat rasa sakit (12)
c. Kesimpulan
(Penjelasan)
Setelah itu, simpulkan hasil total score termasuk kedalam klasifikasi mana, dan
buat kesimpulannya.
2. Kondisi Dua
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu).
2. ANALISIS
(Kalimat Pengantar)
2.1 Analisis Perbandingan Hasil Perhitungan Recommended Weight Limit (RWL) dan
Lifting Index (LI) untuk Kedua Kondisi (3 paragraf)
1. Paragraf 1 menjelaskan kondisi 1 dan cantumkan nilai RWL.
2. Paragraf 2 menjelaskan kondisi 2 dan cantumkan nilai RWL.
3. Paragraf 3 menjelaskan:
a. Bandingkan nilai RWL dari kedua kondisi dan pilih nilai RWL terbesarl untuk
rumus LI, karena ingin melihat kondisi yang aman.
b. Cantumkan nilai LI yang didapat.
c. Mengklasifikasikan nilai LI yang didapat (Nilai LI jika mendekati 1 maka semakin
baik).
d. Menjelaskan faktor-faktor yang mengakibatkan nilai LI.
(keyword: Berat beban dan RWL)
Notes : LI > 3 Beban yang diangkat melebihi batas beban yang direkomendasikan
untuk operator, 1 < LI ≤ 3 Beban = Batas beban, LI ≤ 1 Beban lebih ringan dari
batas beban.
(keyword: Cari LI yang paling mendekati 1 )
2.2 Maximum Permissible Limit (MPL)
(Kalimat Pengantar)
2.2.1 Analisis Perbandingan Hasil Perhitungan Maximum Permissible Limit (MPL) Origin untuk
Kedua Kondisi (2 Paragraf)
1. Paragraf 1 menjelaskan kondisi 1 origin dan kondisi 2 origin, sebutkan nilai F dan S
lalu simpulkan dan berikan alasan mengapa hal tersebut terjadi.
(Kondisi pengangkatan yang dilihat dari gaya tekan operator itu sendiri, nilai MPL,
bahaya atau tidaknya serta alasannya).
2. Paragraf 2 pilih kondisi yang terbaik dan jelaskan kenapa kondisi tersebut terpilih.
(F dan S yang terkecil yang terpilih). Jelaskan faktor-faktor yang mengakibatkan
kondisi tersebut terpilih. (F < 3400 N dan S < 500 N. Semakin kecil gaya tekan dan
gaya geser pada L5/S1 maka mengakibatkan postur tubuh yang lebih baik.)
2.2.2 Analisis Perbandingan Hasil Perhitungan Maximum Permissible Limit (MPL) Destination
untuk Kedua Kondisi(2 Paragraf)
1. Paragraf 1 menjelaskan kondisi 2 destination dan kondisi 2 destination, sebutkan
nilai F dan S lalu simpulkan dan berikan alasan mengapa hal tersebut terjadi.
(Kondisi pengangkatan yang dilihat dari gaya tekan operator itu sendiri, nilai MPL,
bahaya atau tidaknya serta alasannya).
2. Paragraf 2 pilih kondisi yang terbaik dan jelaskan kenapa kondisi tersebut terpilih.
(F dan S yang terkecil yang terpilih). Jelaskan faktor-faktor yang mengakibatkan
kondisi tersebut terpilih. Paragraf 2 pilih kondisi yang terbaik dan jelaskan kenapa
kondisi tersebut terpilih. (F dan S yang terkecil yang terpilih). Jelaskan faktor-faktor
yang mengakibatkan kondisi tersebut terpilih. (F < 3400 N dan S < 500 N. Semakin
kecil gaya tekan dan gaya geser pada L5/S1 maka mengakibatkan postur tubuh yang
lebih baik.)
Notes : Semakin membungkuk (sudut 𝛼 membesar) maka tekanan pada L5/S1 semakin
besar, sedangkan semakin tegak (sudut 𝛼 mengecil) maka tekanan pada L5/S1 semakin
kecil.
2.3 Rapid Entire Body Assessment (REBA)
(Kalimat Pengantar)
2.3.1 Analisis Hasil Final score REBA Tampak Kanan untuk Kedua Kondisi (2 paragraf)
1. Paragraf 1 :
a. Jelaskan hasil final score REBA pada posisi operator saat bekerja dan
hubungkan dengan apa yang dirasakan oleh operator berdasarkan worksheet
dan software ergofellow.
b. Jelaskan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi hasil final score
tersebut (sudut postur tubuh operator, kemiringan tangan atau kaki, kepala
yang tidak tegak lurus, badan yang terlalu bungkuk).
c. Apakah harus dilakukan perbaikan atau tidak? (Hanya menganalisis perlu
perbaikan atau tidaknya saja, tidak perlu hingga memberi solusi).
2. Paragraf 2 untuk kondisi dua sama seperti paragraf 1.
2.3.2 Analisis Hasil Final score REBA Tampak Kiri untuk Kedua Kondisi (2 paragraf)
(sama seperti poin 2.3.1)
2.4 Analisis Hasil Perhitungan Final Score Nordic Body Map untuk Kedua Kondisi
(3 Paragraf)
1. Paragraf 1 menjelaskan kondisi 1, sebutkan total skor individu lalu klasifikasikan
tingkat risiko tersebut termasuk kedalam golongan tingkat risiko apa, berikan
alasan mengapa hal tersebut terjadi, dan apakah perlu tindakan perbaikan?
2. Paragraf 2 untuk kondisi dua sama seperti paragraf 1.
3. Paragraf 3 pilih kondisi yang terbaik dan jelaskan kenapa kondisi tersebut terpilih.
(total skor individu yang terkecil yang terpilih). Jelaskan faktor-faktor yang
mengakibatkan kondisi tersebut terpilih.
2.5 Analisis Perbandingan Kondisi Terpilih Berdasarkan Hasil Perhitungan
Recommended Weight Limit (RWL) dengan Hasil Perhitungan Maximum Permissible
Limit (MPL) (minimal 1 paragraf mencakup poin 1-4)
1. Kondisi yang dibandingkan adalah kondisi LI yang terpilih (kondisi LI menjadi patokan
karena lebih efektif dan efisien). Jika bagian operator akan dirubah maka langsung
terkait beban maupun kondisi pengangkatan. Selain itu jika akan mengubah stasiun
kerja maka secara tidak langsung mengubah beban dan kondisi pengangkatan
operator sehingga terbilang lebih sulit. Jika kedua LI tak hingga (~) maka bandingkan
dengan kedua kondisi dan tidak hanya membandingkan satu kondisi saja.
2. Bandingkan hasil LI dan (F dan S) dari kondisi terpilih.
3. Lihat hasil perbandingan sama atau berbeda (aman atau tidaknya).
4. Analisis kenapa hasilnya bisa sama atau berbeda, lihat dari berbagai kondisi
(dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi dalam RWL dan MPL).
(Keyword: Apabila posisi aman tapi belum tentu frekuensinya aman. Beban sudah
aman tapi dari cara pengangkatannya yang salah).
2.6 Analisis Perbandingan Kondisi Terpilih Berdasarkan Hasil Perhitungan
Recommended Weight Limit (RWL) dengan Hasil Final Score REBA (minimal 1
paragraf mencakup 1-4)
1. Kondisi yang dibandingkan adalah kondisi LI yang terpilih (kondisi LI menjadi
patokan karena lebih efektif dan efisien). Jika kondisi operator akan dirubah maka
langsung terkait beban maupun kondisi pengangkatan. Selain itu jika akan
mengubah stasiun kerja maka secara tidak langsung mengubah beban dan kondisi
pengangkatan operator sehingga terbilang lebih sulit). Jika kedua LI tak hingga (~)
maka bandingkan dengan kedua kondisi dan tidak hanya membandingkan satu
kondisi saja.
2. Bandingkan hasil LI dan REBA (kanan & kiri) dari kondisi terpilih.
3. Lihat hasil perbandingan sama atau berbeda. (aman atau tidaknya)
4. Analisis kenapa hasilnya bisa sama atau berbeda, lihat dari berbagai kondisi.
(dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi dalam RWL dan REBA)
(Keyword: Apabila postur tubuh atau posisi aman tapi belum tentu frekuensinya aman.
Beban sudah aman tapi dari postur tubuh atau posisinya yang salah).
2.7 Analisis Perbandingan Kondisi Terpilih Berdasarkan Hasil Perhitungan
Recommended Weight Limit (RWL) dengan Hasil Final Score Nordic Body Map (NBM)
(minimal 1 paragraf mencakup 1-4)
1. Kondisi yang dibandingkan adalah kondisi LI yang terpilih (kondisi LI menjadi
patokan karena lebih efektif dan efisien). Jika kondisi operator akan dirubah maka
langsung terkait beban maupun kondisi pengangkatan. Selain itu jika akan
mengubah stasiun kerja maka secara tidak langsung mengubah beban dan kondisi
pengangkatan operator sehingga terbilang lebih sulit). Jika kedua LI tak hingga (~)
maka bandingkan dengan kedua kondisi dan tidak hanya membandingkan satu
kondisi saja.
2. Bandingkan hasil LI dan total skor individu NBM dari kondisi terpilih.
3. Lihat hasil perbandingan sama atau berbeda. (aman atau tidaknya)
4. Analisis kenapa hasilnya bisa sama atau berbeda, lihat dari berbagai kondisi.
(dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi dalam RWL dan NBM)
(Keyword: Beban sudah aman tapi dari postur tubuh atau posisinya yang salah dapat
menimbulkan rasa sakit juga, Jarak pengangkatan dapat mempengaruhi tingkat rasa
sakit yang dilakukan oleh operator).
2.8 Analisis Perbandingan Kondisi Terpilih Berdasarkan Hasil Perhitungan Maximum
Permissible Limit (MPL) dengan Hasil Final Score REBA (minimal 1 paragraf
mencakup 1-4)
1. Kondisi yang dibandingkan adalah kondisi MPL yang terpilih (kondisi MPL menjadi
patokan karena MPL memperhitungkan antropometri tubuh operator bukan hanya
sudut serta MPL lebih detail dan valid dibanding REBA dimana MPL sudutnya lebih
terukur sedangkan REBA dalam bentuk range sehingga pada REBA antara sudut 21
derajat dan 24 derajat hampir tidak ada beda untuk output-nya).
2. Bandingkan hasil REBA dan MPL dari kondisi terpilih.
3. Lihat hasil perbandingan sama atau berbeda (aman atau tidaknya).
4. Analisis kenapa hasilnya bisa sama atau berbeda, lihat dari berbagai kondisi. (dilihat
dari faktor-faktor yang mempengaruhi dalam MPL dan REBA)
(Keyword: Seperti bila postur atau posisinya aman tapi belum tentu cara pengangkatan
aman. Cara pengangkatan sudah aman tapi dari postur atau posisnya yang salah).
Notes: Patokan pertama adalah stasiun kerja, jadi lebih baik mengubah beban postur
tubuh atau kondisi pengangkatan operator dengan pertimbangan percuma stasiun kerja
baik tapi beban postur tubuh atau kondisi pengangkatannya buruk. Kecuali jika beban
postur tubuh dan kondisi pengangkatan baik maka jalan terakhir memang harus
mengubah stasiun kerja.
2.9 Analisis Perbandingan Kondisi Terpilih Berdasarkan Hasil Perhitungan Maximum
Permissible Limit (MPL) dengan Hasil Final Score Nordic Body Map (NBM) (minimal
1 paragraf mencakup 1-3)
1. Kondisi yang dibandingkan adalah kondisi MPL dan hasil final skor NBM yang terpilih.
2. Lihat hasil perbandingan sama atau berbeda (aman atau tidaknya).
3. Analisis kenapa hasilnya bisa aman atau tidaknya, lihat dari berbagai kondisi. (dilihat
dari faktor-faktor yang mempengaruhi dalam MPL dan NBM)
(Keyword: Seperti bila postur atau posisinya aman tapi belum tentu cara pengangkatan
aman. Cara pengangkatan sudah aman tapi dapat menimbulkan rasa sakit juga, dilihat
dari jarak dan durasi pengangkatan).
2.10 Analisis Perbandingan Kondisi Terpilih Berdasarkan Hasil Final Score REBA dengan
Hasil Final Score Nordic Body Map (NBM) (minimal 1 paragraf mencakup 1-4)
1. Kondisi yang dibandingkan adalah kondisi REBA dan hasil final skor NBM yang terpilih.
2. Bandingkan hasil REBA dan NBM dari kondisi terpilih.
3. Lihat hasil perbandingan sama atau berbeda (aman atau tidaknya).
4. Analisis kenapa hasilnya bisa aman atau tidaknya, lihat dari berbagai kondisi. (dilihat
dari faktor-faktor yang mempengaruhi dalam REBA dan NBM)
(Keyword: Seperti bila postur atau posisinya aman tapi belum tentu tidak menimbulkan
rasa sakit. Cara pengangkatan sudah aman tapi dapat menimbulkan rasa sakit juga, dan
dilihat dari jarak dan durasi pengangkatan)
Notes: REBA menghasilkan klasifikasi postur tubuh yang beresiko atau tidak, dan NBM
menghasilkan total skor apakah operator merasakan sakit atau tidaknya, sehingga
seharusnya kedua metode ini dapat berhubungan jika posisi salah maka akan
menimbulkan rasa sakit juga, begitupun sebaliknya jika operator merasakan sakit
berarti ada kesalahan di posisi atau postur tubuh.
3. KESIMPULAN DAN SARAN
(Kalimat Pengantar)
3.1 Kesimpulan
(Kalimat Pengantar)
Berisi tentang hasil yang diperoleh dari kegiatan praktikum dan solusi dari analisis
praktikum (Berasal dari analisis (10))
3.2 Saran (minimal 1 paragraf)
Berisi saran yang ditujukan bagi operator atau perusahaan.
Dilihat berdasarkan kondisi RWL yang terpilih. Lalu MPL-nya bagaimana? REBA-nya
bagaimana? Dan NOTESM bagaimana? (contoh: perbaikan dalam postur tubuh operator
agar tidak menyebabkan cedera, perbaikan dalam cara pengangkatan operator dimana
pergerakan diusahakan membuat sudut operator menjadi 0 derajat sehingga
meringankan tekanan pada L5/S1, perbaikan dalam stasiun kerja operator dalam hal
jarak vertikal maupun horizontal, ataupun dalam frekuensi pengangkatan per menit
yang tidak terlalu cepat).
LAMPIRAN
Printscreen dari software ergofellow untuk kedua kondisi.
1. Kondisi Satu
a. Printscreen REBA Tampak Kanan (6 langkah dalam bentuk tabel)
Contoh:
Langkah 1
Langkah 2
Langkah 3
Langkah 4
Langkah 5
Langkah 6
2.8 REFERENSI
1. Adha, Ezi Rezia., Yuniar., & Desrianty, Arie.(2014).Usulan Perbaikan Stasiun Kerja pada
PT.Sinar Advertama Servicindo (SAS) Berdasarkan Hasil Evaluasi Menggunakan Metode
Quick Exposure Check (QEC).Jurnal Online Institut Teknologi Nasional, 108-120.
2. Aghinia, Agin Darojatul.(2017).Pemetaan Keluhan Muskuloskeletal Disorders
Berdasarkan Faktor Risiko Pekerjaan Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa
Bekasi.Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah : Jakarta.
23. Tayyari, F. and J.L. Smith, (1997). Occupational Ergonomi Principles and Applications.
T.J. Press Ltd, Great Britain.
24. Wiley, J., & Inc, S.(2012).Handbook of Human Factors and Ergonomics.Hoboken, New
Jersey:Simultaneously.
3.2.1 Kerja
Chalofsky (2003) dalam Herudiati (2013) mengartikan makna kerja sebagai suatu
kontribusi yang signifikan untuk menentukan tujuan hidup seseorang. Pengeluaran energi
relatif yang banyak dan pada jenis tersebut dapat dibedakan dalam beberapa kerja sesuai fisik
yaitu:
1. Kerja Statis, yaitu Tidak menghasilkan gerak, kontraksi otot bersifat isometric dan
kelelahan lebih cepat terjadi.
2. Kerja Dinamis, yaitu Menghasilkan gerak, kontraksi otot bersifat isotonis, kontraksi otot
bersifat ritmis, dan kelelahan relatif agak lama terjadi. Kerja dinamis dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Kerja total seluruh tubuh, yang menggunakan sebagian besar otot, biasanya
melibatkan dua per tiga atau tiga per empat otot manusia.
b. Kerja sebagian otot, yang membutuhkan lebih sedikit energy expenditure karena
otot yang dipergunakan lebih sedikit.
Kerja fisik yang dilakukan oleh manusia diperoleh melalui proses-proses fisiologis
tertentu ketika seseorang melakukan suatu pekerjaan, dengan demikian sebuah pekerjaan
akan memberikan pengaruh terhadap tubuh manusia. Pengaruh tersebut dapat dideteksi
melalui perubahan:
1. Konsumsi oksigen
Konsumsi oksigen dapat diartikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh
tubuh manusia, yang dinyatakan dalam satuan liter per menit. Konsumsi oksigen akan
meningkat seiring dengan kerja yang dilakukan. Widyasmara (2007) menunjukkan
bahwa dengan menggunakan regresi dapat diketahui hubungan antara denyut jantung,
tinggi badan, berat badan, dan usia dengan energi.
III-1
Modul III Asisten Beban Kerja Fisik III-2
Berikut ini merupakan beberapa contoh standar metode pengukuran kerja fisik digunakan:
1. Metode Brouha
Metode Brouha merupakan metode yang digunakan untuk mengestimasi cardiovascular
strain (ketegangan pada jantung yang disebabkan oleh kinerja jantung yang
semakin meningkat saat beraktivitas) dengan menggunakan denyut nadi pemulihan,
metode ini diusulkan oleh Kilbon (1992) dalam Tarwaka, dkk. (2004). Keuntungan dari
metode ini adalah sama sekali tidak mengganggu atau menghentikan pekerja, karena
pengukuran dilakukan tepat setelah subjek berhenti bekerja. Denyut nadi pemulihan
(P) dihitung pada akhir 30 detik pada menit pertama (P1), kedua (P2) dan ketiga (P3)
yang kemudian hasil denyut nadi yang didapatkan dikalikan dengan dua. Setelah
dikalikan dua, maka nilai P1, P2, dan P3 akan dihubungkan dengan beberapa klasifikasi
seperti dalam Tabel 3.1 Sebagai berikut:
Tabel 3.1 Tabel Klasifikasi Beban Kerja dengan Metode Brouha
Kriteria Klasifikasi Beban Kerja
P1-P3 ≥ 10 dpm dan P1, P2, dan P3 ≤ 90 dpm Normal
P1-P3 ≥ 10 dan P1≤ 110 Tidak Berlebihan
P1-P3 < 10 dpm dan P3 > 90 dpm Berat (Perlu Perancangan Sistem Kerja)
Sumber: (Tayyari dan Smith, 1997)
Namun kekurangannya, metode ini masih berada diluar klasifikasi dari segi nutrisi, jam
istirahat, kesehatan, dan kesalahan teknis. Dalam pengukuran dengan metode brouha
sangat dibutuhkan ketelitian ketika melakukannya, karena terkadang ketika melakukan
penelitian menggunakan metode ini hasilnya bias atau berada diluar klasifikasi yang
sudah ada. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan dari
operator yang diukur. Sehingga diharapkan untuk mendapatkan keakuratan dalam
menggunakan metode ini, operator yang akan diambil datanya harus dalam keadaan
sehat (Rodahl, 1989).
2. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energi.
Kerja fisik dapat diukur dengan cara mengetahui tingkat konsumsi energi pada pekerja.
Semakin tinggi kerja fisik seseorang maka akan semakin banyak pula energi yang
digunakan.
3. Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen.
Tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen yang semakin tinggi menandakan bahwa
kerja fisik yang dilakukan oleh seseorang juga semakin tinggi.
Berdasarkan ketiga contoh standar metode pengukuran kerja fisik yang telah
dijabarkan diatas maka dapat diketahui bahwa metode pengukuran kerja fisik yang digunakan
pada praktikum ini ialah metode tingkat energi untuk mengukur pengeluaran energi dan
perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen.
Secara garis besar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil kerja
(performansi) manusia dan dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu:
1. Faktor-faktor diri individual: umur, berat badan, jenis kelamin, konsumsi alkohol,
merokok, sikap, sifat, sistem nilai, karakteristik fisik, minat, motivasi, pendidikan, dan
lain-lain.
2. Faktor-faktor situasional: faktor yang datangnya dari luar diri pekerja dan faktor ini
bisa di ubah-ubah (oleh pimpinan) dan disebut juga faktor–faktor manajemen. Faktor–
faktor tersebut di bagi dua sub kelompok yaitu faktor sosial dan keorganisasian serta
yang terdiri dari faktor–faktor fisik pekerjaan yang bersangkutan, seperti lingkungan
fisik, mesin dan peralatan, metode kerja, dan lain lain.
Detak jantung selama istirahat (resting pulse) adalah rata-rata detak jantung
sebelum suatu pekerjaan dimulai.
Detak jantung selama bekerja (working pulse) adalah rata-rata detak jantung
selama seseorang bekerja.
Detak jantung untuk kerja (work pulse) adalah selisih antara detak jantung
selama bekerja dan selama istirahat.
Detak jantung selama istirahat total (total recovery cost) adalah jumlah
aljabar detak jantung saat suatu pekerjaan selesai dikerjakan sampai dengan
detak berada pada kondisi istirahatnya.
Detak total (total work pulse or cardiac cost) adalah jumlah detak jantung dari
mulainya suatu pekerjaan sampai detak berada pada kondisi istirahat (resting
level).
Untuk merumuskan hubungan antara konsumsi energi dengan kecepatan detak
jantung dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan antara konsumsi energi dengan
kecepatan detak jantung menggunakan analisa regresi. Bentuk regresi konsumsi
energi dengan kecepatan detak jantung secara umum adalah regresi kuadratis
dengan persamaan sebagai berikut :
Y = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (III.2)
Keterangan :
Y = Energi (Kilo Kalori/Menit)
X = Kecepatan detak jantung (Detak/Menit)
Setelah besaran kecepatan detak jantung telah disetarakan dalam bentuk energi,
maka konsumsi energi untuk pekerjaan yang dilakukan dapat diketahui dari
persamaan sebagai berikut:
̅t − Y
KE = Y ̅i (III.3)
Keterangan:
KE = Konsumsi Energi (Kilo Kalori/Menit)
Yt = Pengeluaran energi ketika melakukan pekerjaan (Kilo Kalori/Menit)
Yi = Pengeluaran energi ketika normal (Kilo Kalori/Menit)
b. Pengukuran Detak Jantung
Detak Jantung ketika normal dibutuhkan untuk mengetahui berapa besar ukuran
normal detak jantung dari seorang operator sebelum mendapatkan tekanan
pekerjaan. Manuaba & Vanwonteerghem (1996) dalam Tarwaka dkk (2004)
menentukan klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja
yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kerja
cardiovascular. Cardiovascular adalah suatu sistem organ yang berfungsi
memindahkan zat ke dan dari sel. Cardiovascular load (%CVL) dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
2. Waktu Intervensi
Waktu intervensi dapat dikatakan sebagai jumlah waktu yang dibutuhkan operator
untuk mengembalikan keseimbangan fisiknya. Pemberian waktu istirahat yang cukup
diyakini dapat membantu seorang pekerja dalam melakukan pekerjaan yang berat.
Diketahui bahwa istirahat dengan cara berkala bisa lebih baik daripada istirahat
panjang namun sekali. Pemberian waktu istirahat dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan Murrel (1971):
𝑾 𝒙 (𝒃−𝒔)
R= (III.5)
𝒃−𝟎,𝟑
Keterangan :
R = Lama waktu istirahat setelah bekerja (menit)
w = Lama kerja yang dilakukan berturut-turut (menit)
b = Rata-rata energi yang dikeluarkan saat melakukan pekerjaan (Kkal/menit)
s = Batas atas energi yang boleh dikeluarkan untuk kerja (Kkal/menit)
nilai s menunjukan batas atas pengeluaran energi yang diperbolehkan yaitu sebesar
5,33 Kkal/menit untuk pria sedangkan untuk wanita yaitu sebesar 4 Kkal/menit, untuk
di Indonesia nilai yang diperbolehkan untuk pria ialah sebesar 5,4 Kkal/menit dan untuk
wanita yaitu sebesar 3,6 Kkal/menit. Sementara nilai 0,3 yang ada pada rumus
mewakili energi yang dikeluarkan saat seseorang melakukan istirahat.
kerja di pagi hari dua kali di lanjutkan kerja di siang hari dua kali dan malam hari dua
kali (rotasi ini disebut metropolitan rota) atau 2-2-3, yaitu kerja di pagi hari dua kali
dilanjutkan kerja pada siang hari dua kali dan malam tiga kali (rotasi ini disebut
continental rota) dimana shift kerja malam selama 3 hari berturut – turut harus diikuti
istirahat lebih dari 24 jam atau istirahat dua hari. Perencanaan shift kerja yang baik
adalah tiap jadwal shift kerja diberikan satu kali waktu istirahat yang cukup (30 – 60
menit) untuk makan dan relaksasi serta keperluan pribadi yang lain.
Selain Maurits (2011), menurut Kodrat (2009) mengkategorikan tiga tipe shift kerja
yaitu;
1. Sistem shift permanen
Setiap individu bekerja hanya pada satu bagian dari 3 shift kerja setiap 8 jam.
2. Sistem rotasi
Tenaga kerja secara bergilir bekerja dengan periode rotasi kerja 2-3 hari. Berdasarkan
faktor sosial dan fisiologis diusulkan sistem rotasi shift cepat yaitu sistem 2-2-2 dan 2-
2-3 yang disebut sistem Metropolitan dan Continental pada tabel 3.5 dan 3.6.
Tabel 3.5 Contoh Sistem Shift 2-2-3 (Rotasi Continental)
Minggu Hari Shift
Senin Pagi
Selasa Pagi
Rabu Sore
I Kamis Sore
Jumat Malam
Sabtu Malam
Minggu Malam
Senin OFF
Selasa OFF
Rabu Pagi
II Kamis Pagi
Jumat Sore
Sabtu Sore
Minggu Sore
Senin Malam
Selasa Malam
Rabu OFF
III Kamis OFF
Jumat Pagi
Sabtu Pagi
Minggu Pagi
Senin Sore
Selasa Sore
Rabu Malam
IV
Kamis Malam
Jumat OFF
Sabtu OFF
Minggu OFF
Sumber: (Kodrat 2009)
b. Aspek Psikologis
Stress akibat shift kerja akan menyebabkan kelelahan (fatigue) yang dapat
menyebabkan gangguan psikis pada pekerja, seperti ketidakpuasan dan iritasi.
c. Aspek Kinerja
Dari beberapa penelitian baik di Amerika maupun Eropa, shift kerja memiliki
pengaruh pada kinerja pekerja Tayyari &Smith, 1997 (dalam Maurits L.K, 2008 ).
Kinerja pekerja, termasuk tingkat kesalahan, ketelitian dan tingkat kecelakaan,
lebih baik pada waktu siang hari dari pada malam hari, sehingga dalam menentukan
shift kerja harus diperhatikan kombinasi dari tipe pekerjaan, sistem shift dan tipe
pekerja.
d. Domestik dan sosial
Shift kerja akan berpengaruh negatif terhadap hubungan keluarga seperti tingkat
berkumpulnya anggota keluarga dan sering berakibat pada konflik keluarga. Secara
sosial, shift kerja juga akan mempengaruhi sosialisasi pekerja karena interaksinya
terhadap lingkungan menjadi terganggu.
a. Lambung
Pada jam 07:00 - 09:00, daya kerja lambung sedang kuat-kuatnya sehingga kita
dianjurkan untuk sarapan yang bergizi tinggi pada waktu ini. Sistem pencernaan
pada kondisi paling efisien karena metabolisme lebih aktif, sehingga lemak yang
diserap jadi lebih mudah terbakar.
b. Jantung
Pada jam 11:00 - 13:00, hindarilah panas berlebih dan olah fisik, terutama bagian
dimana kamu punya keluhan di pembuluh darah. Sistem imunitas tubuh menurun,
karena sel darah putih yang bertugas melawan infeksi dan penyakit kurang aktif.
c. Hati
Pada jam 13:00 - 15:00, kondisi hati sedang lemah sehingga kita dianjurkan untuk
istirahat sejenak, karena pada jam ini akan terjadi proses regenerasi sel-sel hati.
Prioritas tubuh yang utama adalah mencerna makanan karena energi menurun dan
merasakan kantuk.
d. Paru-paru
Pada jam 15:00 - 17:00, Hormon adrenalin dan suhu tubuh berada pada kondisi
paling tinggi. Saat inilah waktu paling tepat untuk berolahraga. Jam ini juga paru-
paru berfungsi maksimal.
e. Ginjal
Pada jam 17:00 -19:00, ginjal manusia dalam kondisi kuat, pada ginjal terjadi
proses pembentukan sumsum tulang dan sel otak. Jam ini merupakan jam terbaik
untuk belajar.
f. Lambung
Pada jam 19:00 - 21:00, kondisi lambung sedang lemah. Kondisi ini sebaiknya untuk
tidak mengkonsumsi makanan padat yang sulit dicerna, dan lebih baik jika behenti
makan.
g. Limpa
Pada jam 21:00 23:00, limpa manusia dalam kondisi lemah, pada limpa terjadi
proses pembuangan racun tubuh dan regenerasi sel limpa.
h. Jantung
Pada jam 23:00 - 01:00, kondisi jantung sedang lemah dan ini adalah waktu yang
tepat untuk istirahat agar memulihkan energi tubuh.
i. Hati
Pada jam 01:00 - 03:00, hati dalam kondisi kuat dan terjadi proses pembuangan
racun hasil metabolisme tubuh serta terjadinya regenerasi sel. Waktu terbaik bagi
tubuh untuk memulihkan diri dan dianjurkan untuk beristirahat.
j. Paru-paru
Pada Jam 02.30 - 04:30, kondisi paru-paru sedang kuat. Dalam paru-paru terjadi
pembersihan dan pembuangan racun atau kotoran.
k. Usus besar
Pada jam 05:00 - 07:00, usus besar dalam kondisi kuat, biasakanlah untuk buang
air besar di jam ini agar semua kotoran, racun dan sisa sistem pencernaan dapat
dikeluarkan.
2. Peran Hormon Melatonin terdahap Ritme Sirkadian
Pada malam hari, di saat kelenjar-kelenjar lain kurang aktif, kelenjar pineal pada otak
bekerja mencapai puncak fungsinya yaitu mengeluarkan hormon melatonin. Melatonin
merupakan hormon yang sangat sensitif terhadap cahaya, memegang peranan penting
terhadap pengaturan beberapa fungsi biologis terutama tidur (Ambarwati, 2017).
Hormon metalonin ini paling banyak diproduksi sekitar pukul 02.00 – 04.00 malam saat
kita tertidur lelap. Hal ini dikarenakan pada waktu itu gangguan cahaya dari alam
paling minimal (Wurtman RJ, 2005). Peran melatonin terhadap jam biologis seseorang
terdapat pada peraturan sirkadian tidur dan mekanisme terjaga (wakefulness), hal ini
diatur setiap hari berdasarkan masukan cahaya dari retina (Guyton, 2010).
3. Hubungan Antara Ritme Sirkadian Mengatur Metabolisme dengan Tidur
Ambarwati (2017) mengatakan bahwa saat tubuh tertidur, tubuh menjalankan
beberapa proses metabolisme. Tubuh memiliki mekanisme tertentu untuk meminta
agar jaringan diistirahatkan, mekanisme tersebut dikenal sebagai kantuk. Menurut
Aaron (2007) kaitan tidur dengan metabolisme adalah saat tidur kerja jantung akan
menurun hingga 10-30 denyut perdetik. Penurunan tekanan darah terjadi akibat
sedikitnya denyut tersebut. Selama waktu istirahat sel akan bekerja lebih maksimal
untuk memperbaiki sistem tubuh yang rusak atau ternggangu. Pengeluaran racun akan
lebih maksimal dilakukan oleh ginjal. Situasi ini memungkinkan tubuh memperbaiki
sistem pertahanan dan sel yang rusak, sistem kekebalan tubuh akan meningkat, karena
protein dan sistem kekebalan akan diproduksi lebih dibandingkan pada saat terjaga.
Hormon melatonin juga akan meningkatkan aktivitas sistem imun, melindungi dari
virus, dan memiliki fungsi anti-kanker yang luar biasa (Ambarwati, 2017).
4. Gangguan Ritme Sirkadian
Siklus irama sirkardian dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami
peregseran, ini dikenal dengan sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur)
yaitu gangguan dimana seseorang tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang
dikehendaki (Ambarwati, 2017). Terdapat jenis-jenis gangguan tidur, faktor yang
mempengaruhi gangguan tidur, risiko gangguan tidur, dan cara memperbaiki gangguan
ritme sirkadian.
a. Jenis-jenis Gangguan Tidur
Menurut Kozier (1995) dalam skripsi Brata (2016) terdapat jenis-jenis gangguan
tidur, diantaranya:
Insomnia
Insomnia merupakan suatu ketidakmampuan untuk memperoleh jumlah atau
kualitas tidur yang kuat.
Hipersomnia
Hipersomnia merupakan gangguan tidur yang berlebihan, khususnya disiang
hari. Orang hipersomnia seringkali tidur sampai pagi hari dan dapat tidur lagi
selama siang hari.
Narkolepsi
Narkolepsi merupakan suatu serangan tidur yang mendadak yang terjadi
selama siang hari, oleh karena itu narkolepsi disebut juga serangan tidur "sleep
attack".
b. Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Tidur
Gangguan tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya (Brata, 2016):
Shift Kerja
Perubahan Zona Waktu (Jet Lag)
Gaya Hidup
c. Risiko Gangguan Tidur
Menurut Anindyaputri (2016) gangguan tidur dapat mengakibatkan risiko kecil
hingga risiko serius yang akan terjadi pada kesehatan manusia, diantaranya:
Depresi
Kecemasan berlebih
Gangguan mood
Stress (dari asam amino tritofan)
Penurunan Kualitas Tidur
Penurunan Kemampuan Konsentrasi
Mempengaruhi Daya Tahan Tubuh
Penyakit Berat (Diabetes, Hipertensi, Kencing Manis, Obesitas, Kanker, dll.)
d. Cara Memperbaiki Gangguan Ritme Sirkadian
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengembalikan jam biologis
dalam ritme sirkadian sehingga tidak berkurangnya gangguan jadwal tidur,
diantaranya (Sinaga Nur dkk., 2021; Brata, 2016):
Makan Teratur
Tidur Siang
Siklus Tidur Normal
cepat. Jika seseorang bekerja pada tingkat energi diatas 5,2 kkal per menit, maka pada saat
itu timbul rasa lelah. Menurut Murrel (1965) kita masih mempunyai cadangan sebesar 25 kcal
sebelum munculnya asam laktat sebagai tanda saat dimulainya waktu istirahat. Cadangan
energi akan hilang jika kita bekerja lebih dari 5,0 kcal per menit. Selama periode istirahat,
cadangan energi tersebut dibentuk kembali. Timbulnya fatigue ini perlu dipelajari untuk
menentukan kekuatan otot manusia, sehingga kerja yang akan dilakukan atau dibebankan dapat
disesuaikan dengan kemampuan otot tersebut.
Barnes (1980) menggolongkan kelelahan ke dalam 3 golongan yaitu merasa lelah,
kelelahan karena perubahan fisiologi dalam tubuh, dan menurunkan kemampuan kerja. Ketiga
tersebut pada dasarnya berkesimpulan sama yaitu bahwa kelelahan terjadi jika kemampuan
otot telah berkurang dan lebih lanjut lagi mengalami puncaknya bila otot tersebut sudah tidak
mampu lagi bergerak (kelelahan sempurna).
1. Jenis – jenis kelelahan
Kelelahan pada manusia dapat dikategorikan berdasarkan waktu terjadinya, penyebab
kelelahan, dan proses dalam tubuh.
a. Berdasarkan waktu terjadinya
Kelelahan akut adalah kelelahan yang disebabkan oleh kerja suatu organ atau
seluruh tubuh secara berlebihan.
Kelelahan kronis adalah kelelahan yang dapat terjadi sepanjang hari,
berkepanjangan dan kadang-kadang telah terjadi sebelum memulai pekerjaan.
b. Berdasarkan penyebab kelelahan
Lelah visual adalah lelah yang disebabkan oleh ketegangan pada organ visual
akibat pencahayaan yang kurang memadai.
Lelah fisik umum adalah kelelahan yang disebabkan oleh ketegangan disemua
organ.
Lelah mental adalah kelelahan psikologis yang disebabkan oleh faktor
psikologis yang monoton atau lingkungan kerja yang menjemukan, dan
pekerjaan yang menumpuk-numpuk.
c. Berdasarkan proses dalam tubuh
Kelelahan otot dapat ditandai dengan perasaan nyeri dan tremor yang terdapat
pada otot.
Kelelahan umum adalah suatu perasaan yang ditandai dengan berkurangnya
kemauan untuk bekerja atau bergerak yang penyebabnya adalah persyarafan
psikis.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fatigue
Faktor diri yang dapat mempengaruhi fatigue:
a. Besarnya tenaga yang diperlukan
b. Kecepatan
c. Cara dan sikap melakukan aktivitas
d. Jenis olahraga
e. Jenis kelamin
f. Umur
3. Cara Mengukur Fatigue
Berikut merupakan cara mengukur fatigue:
a. Mengukur kecepatan denyut jantung dan pernafasan.
b. Mengukur tekanan darah, peredaran udara dalam paru-paru, jumlah oksigen yang
dipakai, jumlah CO2 yang dihasilkan, Temperatur badan, Komposisi kimia dalam
urine dan darah.
c. Menggunakan alat penguji kelelahan riken fatigue indicator.
Tabel data pengamatan detak jantung dan pengeluaran energi pada saat kondisi normal
dapat dilihat pada Tabel 3.8.
Tabel data pengamatan detak jantung dan pengeluaran energi pada saat kondisi kerja
dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9 Data Pengamatan Pada Saat Kondisi Kerja
Detak Jantung Pengeluaran Energi
Operator
(Xt) (Detak/Menit) (Yt) (Kkal/Menit)
Tabel data pengamatan detak jantung pada saat pemulihan dapat dilihat pada Tabel
3.10.
Tabel 3.10 Data Pengamatan Pada Saat Pemulihan
Detak Jantung (X)
Operator
(Detak/Menit)
Tabel pengamatan data hasil performansi setiap jam kerja dalam satu shift dapat
dilihat pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11 Pengamatan Data Hasil Performansi Setiap Jam Kerja Dalam Satu Shift
Jam Kerja Kelompok Operator Performansi (%)
5
10.00
Rata-rata
6
13.00
10
Rata-rata
16.00
7
Rata-rata
Tabel 3.11 Pengamatan Data Hasil Performansi Setiap Jam Kerja Dalam Satu Shift (Lanjutan)
Jam Kerja Kelompok Operator Performansi (%)
19.00
8
Rata-rata
Jumlah Pemindahan
Performansi = Target Jumlah Pemindahan x 100% (III.6)
∑ Performansi Operator
Rata-rata = (III.7)
n
100
Detak jantung (bpm)
80
60
40
20
0 20 25
Waktu (Menit)
Gambar 3.2 Grafik Detak Jantung terhadap Waktu
d. Buat grafik pengeluaran energi terhadap waktu pada saat normal dan bekerja seperti
pada Gambar 3.3.
Grafik Pengeluaran Energi Terhadap Waktu Pada Saat
Kondisi Normal dan Bekerja
5
Pengeluaran Energi
4
3
2
1
0 20 25
Waktu (Menit)
Contoh Perhitungan:
Operator 1
Yi = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
= 1,80441 – 0,0229038(66) + 4,71733.10-4(66)2
= 2,348 Kkal/ menit
Operator 2
Yi = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
= 1,80441 – 0,0229038(68) + 4,71733.10-4(68)2
Contoh Perhitungan:
Operator 1
Yt = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
= 1,80441 – 0,0229038(115) + 4,71733.10-4(115)2
= 5,409 Kkal/ menit
Operator 2
Yt = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
= 1,80441 – 0,0229038(107) + 4,71733.10-4(107)2
= 4,755 Kkal/ menit
Operator 3
Yt = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
= 1,80441 – 0,0229038(129) + 4,71733.10-4(129)2
= 6,700 Kkal/ menit
3. Tabel Detak Jantung Kondisi Pemulihan
(Kalimat pengantar)
Tabel 3.15 Detak Jantung Pemulihan
Detak Jantung (X)
Operator
(Detak/Menit)
Adelressa Gracynthia 99
Yockeu Julyani 90
Ikhsan Adhitya 102
1.2.2 Tabel Pengamatan Data Hasil Performansi
(Kalimat pengantar)
1. Masukan tabel pengamatan data hasil performansi dalam satu shift (warna tabel
kelompok diri sendiri dibedakan dari kelompok yang lain).
2. Berikan contoh perhitungan performansi untuk ketiga operator dalam satu
kelompok.
3. Berikan contoh perhitungan rata-rata performansi untuk salah satu jam pada satu
shift (contoh perhitungan pada jam kelompok diri sendiri).
Contoh:
Tabel 3.16 berikut berisikan data hasil performansi setiap jam kerja dalam satu shift.
Tabel 3.16 Pengamatan Data Hasil Performansi Setiap Jam Kerja Dalam Satu Shift
Jam Kerja Kelompok Operator Performansi (%)
Adelressa Gracynthia 70
1 Yockeu Julyani 67
Ikhsan Adhitya 80
Salma Salsabila 70
5 Della Ananda 75
10.00
Annisa Syaharani 60
Salsabila Annastia 65
9 Grace Ivanna 80
APK 44 85
Rata-rata 72,44
6
13.00
10
Rata-rata
16.00
7
Rata-rata
19.00
8
Rata-rata
Contoh Perhitungan:
Operator 1
Jumlah Pemindahan
Performansi = Target Jumlah Pemindahanx 100% (2)
140
= 200 x 100%
= 70 %
Operator 2
Jumlah Pemindahan
Performansi = Target Jumlah Pemindahanx 100% (2)
134
= 200 x 100%
= 67 %
Operator 3
Jumlah Pemindahan
Performansi = Target Jumlah Pemindahanx 100% (2)
160
= 200 x 100%
= 80 %
= 72,44 %
1.2.3 Grafik Detak Jantung terhadap Waktu pada saat Kondisi Normal, Bekerja, dan
Pemulihan
(Kalimat pengantar)
1. Masukan grafik detak jantung (sumbu Y) terhadap waktu (sumbu X) pada saat
kondisi normal, bekerja dan pemulihan yang diberi warna berbeda pada setiap
kondisinya.
2. Keterangan Grafik harus lengkap (judul grafik, keterangan warna, keterangan
sumbu x dan y, satuan).
*Judul: Grafik Detak Jantung Terhadap Waktu pada Saat Kondisi Normal, Bekerja
dan Pemulihan
Contoh:
Gambar 3.4 Grafik Detak Jantung terhadap Waktu pada saat Kondisi Normal, Bekerja, dan Pemulihan
1.2.4 Grafik Energi Terhadap Waktu Pada Saat Kondisi Normal dan Bekerja
(Kalimat pengantar)
1. Masukan grafik energi (sumbu Y) terhadap waktu (sumbu X) pada saat kondisi
normal dan bekerja yang diberi warna berbeda pada setiap kondisinya.
2. Keterangan Grafik harus lengkap (judul grafik, keterangan warna, keterangan
sumbu x dan y, satuan).
*Judul : Grafik Pengeluaran Energi Terhadap Waktu pada Saat Kondisi Normal dan
Bekerja
Contoh :
Gambar 3.5 Grafik Energi terhadap Waktu pada saat Kondisi Normal dan Bekerja
1.2.5 Perhitungan Persentase Konsumsi Energi, Konsumsi Oksigen, Cardiovascular Load, dan
Waktu Intervensi
(Kalimat pengantar)
Masukan perhitungan konsumsi energi, konsumsi oksigen, persentase cardiovascular
load, dan waktu intervensi untuk ketiga operator dalam satu kelompok.
Contoh:
1. Operator 1
a. Konsumsi Energi
(Kalimat pengantar)
Yt = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
-4 2
= 1,80441 – 0,0229038(115) + 4,71733.10 (115)
= 5,409 Kkal/menit
Yi = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
-4 2
= 1,80441 – 0,0229038(66) + 4,71733.10 (66)
= 2,348 Kkal/menit
KE = Yt – Yi (4)
= 5,409 – 2,348
= 3,061 Kkal/menit
Keterangan:
KE = Konsumsi Energi (Kilokalori/Menit)
Yt = Pengeluaran energi ketika melakukan pekerjaan (Kilokalori/Menit)
Yi = Pengeluaran energi ketika normal (Kilokalori/Menit)
b. Konsumsi Oksigen
(Kalimat pengantar)
Kondisi Normal
VO2i = 0.019HR – 0.024h + 0.016w + 0.045a + 1.15 (5)
= 0.019(66) – 0.024(155) + 0.016(45) + 0.045(20) + 1.15
= 0,304 liter/menit
Kondisi Bekerja
VO2t = 0.019HR – 0.024h + 0.016w + 0.045a + 1.15 (5)
= 0.019(115) – 0.024(155) + 0.016(45) + 0.045(20) + 1.15
= 1,235 liter/menit
Keterangan:
VO2 = Konsumsi Oksigen (liter/menit)
HR = Denyut Jantung (denyut/menit)
h = Tinggi Badan (cm)
w = Berat Badan (kg)
a = Usia (tahun)
= 42,982%
Kesimpulan:
Berdasarkan perhitungan persentase Cardiovascular Load (%CVL) menunjukkan
hasil sebesar 42,982% yang berarti diperlukan perbaikan.
Keterangan:
Tabel 3.17 Klasifikasi Hasil Persentase CVL
Hasil %CVL Keterangan
<30% Tidak terjadi kelelahan
30% ≤ %CVL < 60% Diperlukan perbaikan
60% ≤ %CVL < 80% Kerja dalam waktu singkat
80% ≤ %CVL < 100% Diperlukan tindakan segera
> 100% Tidak diperbolehkan beraktivitas
d. Waktu Intervensi
(Kalimat pengantar)
W x (b -s)
R = (7)
b - 0,3
20 x (5,409-4)
= 5,409-0,3
= 5,516 menit
Keterangan:
R = Lama waktu istirahat setelah bekerja
w = Lama kerja yang dilakukan berturut-turut (menit)
b = Rata-rata energi yang dikeluarkan saat melakukan pekerjaan
(kkal/menit)
s = Batas atas energi yang boleh dikeluarkan untuk kerja (kkal/menit)
untuk pria 5,33 Kkal/menit dan wanita 4 Kkal/menit.
2. ANALISIS
(Kalimat pengantar)
2.1 Analisis Pengeluaran Energi Pada Saat Kondisi Normal dan Bekerja
(1 paragraf setiap operator (3 paragraf))
1. Berisi pergerakan grafik dari kondisi normal ke bekerja bentuknya seperti apa?
Meningkat atau tidak.
2. Jelaskan kenapa pergerakan grafik seperti itu
Notes: karena saat melakukan pekerjaan itu memerlukan energi, hubungkan ke
dalam metabolisme tubuh, jadi ketika detak jantung naik harusnya pengeluaran
energi juga naik.
3.1 Kesimpulan
(Kalimat pengantar)
Berisikan tentang hasil yang didapat untuk menjawab analisis. (7 poin dari analisis).
3.2 Saran
Saran ditujukan untuk perusahaan. Misalnya penambahan waktu intervensi yang
diberikan oleh perusahaan atau merubah jam kerja operator.
LAMPIRAN
1. Printscreen Aplikasi Welltory Operator 1
a. Detak Jantung Kondisi Normal
Contoh:
3.8 REFERENSI
1. Ambarwati, Rini. (2017). Tidur, Irama Sirkadian dan Metabolisme Tubuh. Jurnal
Keperawatan, Vol. X No 1, 42-46.
2. Anindyaputri, Irene. (2016). Memahami Jam Biologis: Jadwal Kerja Organ Dalam Tubuh
Kita. Diambil dari https://hellosehat.com/pola-tidur/tips-tidur/jam-biologis-
manusia/?amp=1: https://hellosehat.com. Diunduh pada tanggal 19 April 2021.
3. Barnes, Ralph M. (1980). Motion and Time Study: Design and Measurement of Work.
New York: John Wiley & Son, Inc.
4. Brata, Viktor B. W. (2016). Ritme Sirkadian Pada Mahasiswa Dengan Pola Tidur Tidak
Normal. Skripsi. FKIP, Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
5. Christensen (1991:1699). Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. ILO.
Geneva.
6. Grandjean, E. (1988). Accuracy Influences Working Against Productivity. London:
Taylor & Francis.
7. Grandjean, E. dan Kroemer K.H.E. (2009). Fitting The Task to The Man, A Text Book
of Occupational Ergonomics, 5th Ed. Taylor and Francis Ltd, London.
8. Herrianto, R. (2010). Kesehatan Kerja. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
9. Kilbon, A. (1992). Measurement and Assessment of dynamic Work. Dalam: Tarwaka,
Bakri, S.
10. Murrel. (1965). Hanna, U. (2015). Fisiologi Kerja. Semarang: Universitas Dian
Nusantoro.
11. Sinaga, N. N. P., Andriana, J., Hutagalung, P. (2021). Risiko Hipertensi pada Pekerja
Shift Malam.
12. Tarwaka, Bakri, Solichul HA., dan Sudiajeng, Lilik. (2004). Ergonomi: Untuk
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA PRESS, Surakarta.
13. Tayyari, F. & Smith, J.L. (1997). Occupational Ergonomics: Principles and applications.
London: Chapman & Hall.
14. Widyasmara, Wiwied. (2007). Tugas Akhir: Penentuan Konsumsi Oksigen berdasarkan
Variabel Fisiologi, Antropometri, dan Demografi pada Pria Dewasa Muda (Suatu Studi
Awal). Teknik Industri – ITB Bandung.
IV-1
Modul IV Asisten Beban Kerja Mental IV-2
Pengukuran beban kerja mental dapat dibagi menjadi beban kerja secara objektif dan
subjektif. Pengukuran beban kerja mental secara objektif dapat mencakup sebagai sebuah
pengukuran dimana sumber datanya bersifat kuantitatif. Pengukurannya dapat berupa:
1. Pengukuran Variabilitas Detak Jantung
Heart Rate Variability (HRV) atau RR interval adalah waktu yang berlalu diantara dua
gelombang R (gelombang dengan amplitude terbesar) yang berurutan. Heart Rate
Variability (HRV) berhubungan erat dengan sistem saraf otonom manusia. Sistem saraf
otonom sendiri terbagi menjadi dua, yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf
parasimpatis. Sistem saraf simpatis berfungsi untuk meningkakan respon-respon tubuh
untuk melakukan aktifitas yang cukup berat atau dalam menghadapi situasi stres. Pada
aktivitas seperti ini, misalnya sistem saraf simpatis akan mengatur jantung untuk
berdenyut lebih cepat dan lebih kuat. Sistem saraf parasimpatis mendominasi pada
aktivitas atau keadaan yang tenang dan santai sehingga akan mengatur jantung untuk
tidak berdenyut dengan cepat dan kuat. Variabilitas detak jantung dapat menunjukkan
tingkat stres, semakin cepat detak jantung maka jarak antar puncaknya akan semakin
rapat dan variabilitas detak jantungnya rendah sehingga semakin tinggi tingkat stres
yang dirasakan. Pengukuran HRV dapat dilakukan dengan menggunakan
electrocardiogram (EKG), smart pulse, smartwatch, ataupun menggunakan aplikasi
welltory.
Klasifikasi HRV dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Klasifikasi HRV
Umur Parameter Klasifikasi HRV
<20 : High Stress
20-35 : Medium Stress
10-49 SDNN
35-50 : Low Stress
>50 : No Stress
<15 : High Stress
15-20 : Medium Stress
50-60 SDNN
20-40 : Low Stress
>40 : No Stress
(Sumber: Medicore, Heart Rate Variability Analysis System)
2. Pengukuran cairan dalam tubuh
Pengukuran cairan dalam tubuh dapat dilihat dari 2 cara yaitu dari asam laktat dan
kadar elektrolit. Pengukuran ini digunakan untuk mengetahui kadar asam laktat yang
bisa menunjukkan kondisi dari beban kerja seseorang yang melakukan suatu aktivitas.
Pengukuran cairan tubuh dapat diuji dengan cara melakukan pembacaan warna cairan
tubuh dengan menggunakan fotodioda dan LED untuk mengetahui tingkat kekurangan
cairan tubuh.
Menurut Tamsuri (2009) kondisi stress berpengaruh pada cairan dan elektrolit dalam
tubuh.
3. Pengukuran waktu kedipan mata
Durasi kedipan mata dapat menunjukkan tingkat beban kerja yang dialami oleh
seseorang. Orang yang mengalami kerja berat dan lelah biasanya durasi kedipan
matanya akan lama, sedangkan untuk orang yang bekerja ringan (tidak terbebani
mental maupun psikisnya), durasi kedipan matanya relatif cepat.
4. Pengukuran kandungan amilase dalam saliva
Kandungan amilase dalam saliva dapat menunjukkan tingkat stres, semakin tinggi
kandungan amilase maka semakin tinggi tingkat stres yang dirasakan. Tes ini
menggunakan suatu alat yang berasal dari Jepang bernama cocorometer. Fungsi dari
cocorometer ialah untuk mengukur tingkat stres manusia yang dilihat dari kadar asam
saliva pada kelenjar ludah.
Pengukuran beban kerja mental secara subjektif dapat mencakup sebagai pengukuran
dimana sumber datanya bersifat kualitatif. Pengukurannya dapat berupa:
1. NASA-TLX (National Aeronoutics and Space Administration – Task Load Index)
Dikembangkan oleh NASA Ames Research Center. NASA-Task Load Index adalah prosedur
rating mutidimensional, yang membagi beban kerja (workload) atas dasar rata-rata
pembebanan 6 indikator yaitu mental demand, physical demand, temporal demand,
own performance, effort, dan frustration.
Kelebihan:
a. Lebih sensitif terhadap berbagai kondisi pekerjaan.
b. Setiap faktor penilaian mampu memberikan sumbangan informasi mengenai struktur
tugas.
c. Proses penentuan keputusan lebih cepat dan sederhana.
d. Analisis data lebih mudah diselesaikan karena tidak memerlukan program khusus.
Kekurangan:
a. Diperlukan adaptasi dari penilai. Tidak stabil dalam pengukurannya.
b. Galat yang lebih besar.
Menurut Hancock dan Meshkati (1988) dalam Neville (2009) menjelaskan langkah-
langkah dalam pengukuran beban kerja mental dengan menggunakan metode NASA-TLX.
a. Penjelasan Indikator beban mental yang akan diukur
Penjelasan indikator beban kerja dapat diamati pada Tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Indikator Beban Kerja
Skala Rating Keterangan
Seberapa besar aktivitas mental dan perseptual yang
dibutuhkan untuk melihat, mengingat, dan mencari.
Mental Demand (MD) Rendah ke tinggi
Apakah pekerjaan tersebut mudah ataukah sulit,
kompleks ataupun sederhana, longgar atau ketat.
Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan (misalnya:
Physical Demand (PD) Rendah ke tinggi
mendorong, menarik, mengontrol putaran).
Jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang
Temporal Demand (TD) Rendah ke tinggi
dirasakan selama elemen pekerjaan berlangsung.
Seberapa besar keberhasilan seseorang dalam
Own Performance (OP) Tidak puas, puas
pekerjaannya dan seberapa puas hasil kerjanya.
Seberapa tidak puas, aman, putus asa, tersinggung,
Frustation Level (FR) Rendah ke tinggi terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman, puas,
nyaman dan kepuasan diri yang dirasakan.
Seberapa keras kerja mental dan fisik yang dibutuhkan
Effort (EF) Rendah ke tinggi
untuk menyelesaikan pekerjaan.
b. Pembobotan
Pada bagian ini responden diminta untuk salah satu dari dua indikator yang
dirasakan lebih dominan menimbulkan beban kerja mental terhadap pekerjaan
tersebut. Kuesioner NASA-TLX yang diberikan berupa perbandingan berpasangan.
Dari kuesioner ini dihitung jumlah tally dari setiap indikator yang dirasakan paling
berpengaruh. Jumlah tally menjadi bobot untuk tiap indicator beban mental.
c. Pemberian Rating
Pada bagian ini responden diminta memberi rating terhadap keenam indicator
beban mental. Rating yang diberikan adalah subjektif tergantung pada beban
mental yang dirasakan oleh responden tersebut. Untuk mendapatkan skor beban
mental NASA-TLX, bobot dan rating untuk setiap indicator dikalikan kemudian
dijumlahkan dan dibagi dengan 15 (jumlah perbandingan berpasangan).
d. Menghitung nilai produk
Diperoleh dengan mengalikan rating dengan bobot faktor untuk masing-masing
deskriptor. Dengan demikian dihasilkan 6 nilai produk untuk 6 indikator (MD, PD,
TD, OP, FR, EF).
Produk = Rating x bobot faktor (IV.1)
e. Menghitung Weighted Workload (WWL)
Diperoleh dengan menjumlahkan keenam nilai produk
WWL = ∑ produk (IV.2)
f. Menghitung rata-rata WWL
Diperoleh dengan membagi WWL dengan jumlah bobot total
∑ (bobot x rating)
Skor = (IV.3)
15
g. Interpretasi Skor
Menurut penjelasan Hancock dan Meshkati (1988) dalam Neville (2009) dalam teori
NASA-TLX, skor beban kerja yang diperoleh terbagi dalam lima klasifikasi
sebagaimana yang tertera pada Tabel 4.3 dibawah ini.
Tabel 4.3 Klasifikasi NASA-TLX
Golongan Beban Kerja Nilai
Rendah 0-9
Sedang 10-29
Agak Tinggi 30-49
Tinggi 50-79
Sangat Tinggi 80-100
(Sumber: Hart, S.G. dan Staveland, L.E., 1988)
Menurut Rodahl (1989) dalam Saleh (2018), bahwa secara umum hubungan
antara beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat
komplek, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor eksternal beban kerja
adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja
eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja. Ketiga aspek
ini sering disebut sebagai stresor. Faktor internal beban kerja adalah faktor yang
berasal dari dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja
eksternal. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh,
kondisi kesehatan, status gizi), serta faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan diri,
keinginan, kepuasan, dll).
2. Subjective Workload Assessment Technique (SWAT)
Dikembangkan oleh Harry G. Armstrong, Aerospace Medical Research Laboratory
Wright-Patterson Air Force Base, Ohio, USA untuk menjawab pertanyaan bagaimana
cara mengukur beban kerja dalam lingkungan yang sebenarnya (real world
environment). Dua tahapan pekerjaan di dalam penggunaan model SWAT yakni scale
development dan event scoring. Scale development membahas mengenai pengurutan
beban kerja dari yang terendah hingga tertinggi menurut persepsi masing-masing
subjek dengan menggunakan kombinasi kartu. Sedangkan event scoring digunakan
rating dari masing-masing SWAT task-nya untuk mengetahui workload scorenya.
Masing-masing scoring terdiri dari 3 tingkatan yaitu rendah, sedang dan tinggi
(Sritomo,2007) dan memiliki dimensi berupa time load, mental effort load, dan
psychological stress load.
Kelebihan:
a. Pengukuran dilakukan berdasarkan teori pengukuran formal, yaitu teori pengukuran
conjoint.
b. Dapat digunakan pada data tunggal maupun berkelompok.
c. Teruji validitasnya (keabsahan)
d. Dapat digunakan untuk penilaian secara global yang diaplikasikan pada ruang
lingkup yang lebih luas.
Kekurangan:
a. Penggunaaan kata-kata secara lisan yang beresiko menimbulkan konotasi yang
berbeda untuk setiap individu.
3. Rating Scale Mental Effort (RSME)
RSME adalah metode pengukuran beban kerja mental subjektif dengan skala tunggal
yang dikembangkan oleh Zijlstra dkk., dalam Widiyanti (2010).
Kelebihan:
a. Alat ukur yang mudah digunakan.
b. Memerlukan biaya yang relatif cukup murah.
c. Alat ukur yang valid.
Kekurangan:
a. Hanya mengukur satu skala.
Responden diminta untuk memberikan tanda pada skala 0-150 dengan deskripsi pada
beberapa titik acuan (anchor point). Bisa dilihat pada Gambar 4.1.
A. Stres Kerja
Stres kerja merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara kemampuan kerja
dengan karakteristik pekerjaannya. Menurut Beehr dan Franz (1987) dalam Cooper (2008) stres
kerja sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang
karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi yang tertentu. Mangkunegara (2008)
mendefinisikan stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi
pekerjaan.
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem
saraf parasimpatis kedua sistem tersebut memiliki fungsi dan cara kerja yang saling
berlawanan. Saraf simpatis berfungsi untuk merespon dari dalam tubuh ketika ada ancaman
atau tekanan pada diri kita, saraf ini akan mempersiapkan dalam mengeluarkan energi untuk
menghadapi ancaman atau tekanan yang dialami pada lingkungan sekitar. Ketika mengalami
cemas atau takut saraf simpatik akan memicu respon dengan mempercepat detak jantung
sehingga ketika manusia mengalami stres atau tekanan detak jantungnya akan meningkat. Hal
ini disebabkan oleh aktifnya saraf simpatis dalam tubuh. Kebalikan dari saraf simpatis, saraf
parasimpatis berfungsi untuk menjaga dan memlihara tubuh ketika tubuh melakukan aktivitas
dengan cara mempertahankan detak jantung dan tekanan darah pada fungsi basa.
Beberapa faktor yang dapat memicu atau menyebabkan terjadinya stres kerja dapat
dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Faktor Pemicu Stres Kerja
Faktor Pemicu Stres Kerja Uraian
Sebagian besar pekerja merasakan beban dan tanggung
Beban Kerja dan Tanggung Jawab
jawab menjadi seorang pekerja sangatlah besar.
Tuntutan mental ini meliputi konsentrasi, daya ingat, dan
fokus. Konsentrasi dan fokus sangat dibutuhkan selama
operator melakukan pekerjaan. Kemungkinan besar
Tuntutan Mental kecelakaan dapat terjadi serta dapat membahayakan diri
operator dan juga perusahaan. Daya ingat operator
diperlukan dalam mengingat urutan pekerjaan yang harus
dilakukan.
Kepuasan terhadap pekerjaan bisa jadi pemicu faktor stres
disebabkan oleh ekspektasi menjadi seorang operator tidak
Kepuasan terhadap Pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan. Jika ekspektasi seseorang
tidak sesuai dengan harapan, maka akan menimbulkan rasa
ketidakpuasan dan ketidaknyamanan.
B. Produktifitas Kerja
Produktifitas adalah sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu
kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari ini dikerjakan untuk kebaikan
hari esok (Sodomo, 1991). Peningkatan produktifitas kerja dari sudut pandang ergonomic
berbeda dari peningkatan produktifitas, demikian pula sebaliknya. Jadi tidak benar, jika ingin
meningkatkan produktifitas hanya dilakukan dengan menambah jumlah produksi dan
mengabaikan faktor sumber dayanya.
Soedirman (1986) dan Tarwaka (2004) merinci faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
produktifitas kerja secara umum.
1. Motivasi.
Motivasi merupakan kekuatan pendorong kegiatan seseorang ke arah tujuan tertentu
dan melibatkan segala kemampuan yang dimiliki untuk mencapainya.
2. Kedisiplinan.
Disiplin merupakan sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah laku
perorangan, kelompok atau masyarakat.
3. Etos kerja.
Etos kerja merupakan salah satu faktor penentu produktifitas, karena etos kerja
merupakan pandangan untuk menilai sejauh mana kita melakukan suatu pekerjaan dan
terus berupaya untuk mencapai hasil yang terbaik dalam setiap pekerjaan yang kita
lakukan.
4. Keterampilan.
Faktor keterampilan baik keterampilan teknis maupun menejerial sangat menentukan
tingkat pencapaian produktifitas. Dengan demikian setiap individu selalu dituntut untuk
terampil dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi (IPTEK) terutama dalam
perubahan teknologi mutakhir.
5. Pendidikan.
Tingkat pendidikan harus selalu dikembangkan baik melalui jalur pendidikan formal
maupun informal. Karena setiap penggunaan teknologi hanya akan dapat kita kuasai
dengan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang handal.
C. Motivasi Kerja
Motivasi menurut Hasibuan (2001) adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan
kegairahan kerja seseorang agar mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan
segala upayanya untuk kepuasan. Berbagai hal yang terkandung dalam definisi motivasi menurut
Siagian (1995) memiliki 3 komponen utama, yaitu:
1. Kebutuhan
Kebutuhan timbul dalam diri seseorang apabila orang tersebut merasa ada kekurangan
dalam dirinya. Menurut pengertian homeostatistik, kebutuhan timbul atau diciptakan
apabila terjadi ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki secara fisiologi dan
psikologis.
2. Dorongan
Usaha untuk mengatasi ketidakseimbangan biasanya ditimbulkan oleh dorongan. Hal
tersebut merupakan usaha pemenuhan kekurangan secara terarah yang berorientasi
pada Tindakan tertentu secara tidak sadar dilakukan oleh seseorang yang dapat
bersumber dari dalam maupun luar diri orang tersebut.
3. Tujuan
Tujuan adalah segala sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan mengurangi
dorongan. Mencapai tujuan, berarti mengembalikan keseimbangan dalam diri
seseorang, baik bersifat fisik maupun psikologis.
Faktor Fisik
Faktor
Organisasi
Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik dan mencapai suatu hasil
yang optimal, apabila ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang baik atau sesuai. Suatu
kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya
secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat
akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan yang kurang baik
dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya
rancangan sistem kerja yang efisien.
Lingkungan kerja terdiri dari dua faktor, yaitu:
a. Faktor Fisik
b. Faktor Organisasi
Berikut ini akan diuraikan masing-masing faktor tersebut dikaitkan dengan kemampuan
manusia, yaitu:
A. Faktor Fisik
Faktor fisik terbagi menjadi 8 kategori, yaitu:
1. Pencahayaan
Berdasarkan KepMenKes RI Nomor 48 Tahun 2016 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, pencahayaan adalah jumlah penyinaran
pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu cahaya yang berasal
dari sinar matahari dan cahaya buatan berupa lampu.
Kriteria pokok penerangan adalah:
a. Harus dapat membantu tugas-tugas visual dengan cara cepat dan tepat.
b. Agar tercapainya kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dan suasana santai
bagi mata.
c. Penyebaran cahaya merata keseluruh bidang kerja di dalam ruangan.
d. Dengan memperhatikan faktor ekonomi.
Daya penglihatan manusia berbeda-beda tergantung dari ukuran objek, derajat kontras
antar objek, luminasi, serta lamanya waktu dalam melihat objek. Alat yang digunakan
untuk mengukur besarnya intensitas cahaya yaitu Lux Meter. Tabel 4.5 merupakan
tabel yang menjelaskan besarnya pencahayaan yang diizinkan oleh IES (Illumindating
Engineering Society).
1 Banyak melakukan pekerjaan dengan banyak melakukan kontak visual 100 - 200
Tingkat kekontrasan yang tinggi dengan ukuran dari benda kerja yang
2 200 – 500
besar
5 Tingkat kekontrasan rendah dengan ukuran benda kerja yang sangat kecil 1000 – 2000
Tingkat kekontrasan rendah dengan ukuran benda kerja yang sangat kecil
6 dan memerlukan tingkat inspeksi yang sangat tinggi 2000 – 5000
Sangat membutuhkan kecermatan yang tinggi, tetapi hal ini sulit untuk
7 dicapai karena tingkat kekontrasan yang sangat rendah 5000 – 10000
(Sumber: Helander, 1998)
Catatan:
Luminansi : Karakteristik fisik yang bergantung pada jumlah cahaya yang jatuh pada
permukaan obyek dan dipantulkan (cahaya keluar).
Iluminansi : Kepadatan dari suatu berkas cahaya yang mengenai suatu permukaan
(cahaya masuk).
Penerangan yang buruk di lingkungan kerja akan menyebabkan beberapa hal sebagai
berikut:
a. Kelelahan dan ketidaknyamanan pada mata yang akan mengakibatan kurangnya
daya efisiensi kerja.
b. Kelelahan mental yang akan berpengaruh pada kelelahan fisik.
c. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
d. Kerusakan alat penglihatan (mata).
e. Meningkatnya kecelakaan kerja.
Keuntungan pencahayaan yang baik adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan semangat kerja.
b. Produktifitas.
c. Mengurangi kesalahan.
d. Meningkatkan keamanan rumah.
e. Kenyamanan lingkungan kerja.
f. Mengurangi kecelakaan kerja.
2. Kebisingan
Berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1405 Tahun 2002, kebisingan adalah terjadinya bunyi
yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atau membahayakan Kesehatan. Bising
adalah suara yang tidak diinginkan (KepMenKes No.48 Tahun 2016). Kebisingan dapat
terjadi karena adanya sumber bising, media penghantar (materi atau udara), juga
manusia yang terkena dampak. Kebisingan juga dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu
kebisingan yang diharapkan dan kebisingan yang tidak diharapkan. Contoh dari
kebisingan yang diharapkan adalah musik yang mengalun pada sebuah ruangan kantor,
ini disesuaikan dengan selera para pegawai yang nantinya akan memotivasi pegawai.
Kebisingan yang mengganggu dapat berasal dari suara mesin pada pabrik ataupun suara
kendaraan di jalan raya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau
Hertz (Hz) yaitu jumlah getaran yang sampai ke telinga setiap detiknya. Sedangkan
intensitas atau arus enegi lazimnya dinyatakan dalam desibel (dB) yaitu perbandingan
antara kekuatan dasar bunyi dengan frekuensi yang tepat dapat didengar oleh telinga
normal.
Berdasarkan jenisnya, kebisingan dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:
a. Bising Kontinu
Tingkat tekanan suara yang relatif sama selama terjadinya bising. Intensitas
fluktuasinya tidak lebih dari 5 dB dan suara yang dihasilkan tidak terputus-putus.
Contoh penyebab bising ini adalah air terjun, mesin pembangkit tenaga listrik,
mesin industri, dan lain-lain.
b. Bising Tidak Kontinu
Tingkat tekanan suara yang berbeda-beda selama bising berlangsung. Suara yang
dihasilkan terputus-putus. Contoh penyebab bising ini adalah lalu lintas kendaraan
bermotor (dari jarak dekat), pesawat terbang sedang lewat, kereta api sedang
lewat dan sebagainya.
c. Bising Tiba-Tiba
Bising yang ditimbulkan oleh kejadian yang sangat singkat dan tiba-tiba. Bising ini
memiliki intensitas suara lebih dari 40 dB. Efek awalnya menyebabkan gangguan
yang lebih besar, seperti akibat ledakan, misalnya dari mesin pemancang, pukulan,
tembakan senapan atau meriam, ledakan dari suara tembakan senjata api.
d. Bising Berpola
Bising yang disebabkan oleh ketidakseimbangan atau pengulangan yang
ditransmisikan melalui permukaan ke udara. Pola gangguan misalnya disebabkan
oleh putaran bagian mesin, seperti motor, kipas, dan pompa. Pola dapat
didefinisikan secara subjektif dengan mendengarkan atau secara objektif dengan
analisis frekuensi.
e. Bising Tiba-Tiba Berulang
Sama dengan bising tiba-tiba, hanya bising ini terjadi berulang-ulang, misalnya
mesin tempa.
Sumber kebisingan berasal dari berbagai lingkungan, antara lain sebagai berikut:
a. Kebisingan dari lingkungan pabrik
Kebisingan yang timbul di sekitar pabrik tersebut.
b. Kebisingan dari alat-alat konstruksi
Kebisingan ini terjadi dari alat-alat konstruksi yang dipakai untuk meringankan
kerja manusia dan meningkatkan produktifitas kerja, misalnya: mixer, dan pompa
generator.
c. Kebisingan yang berasal dari lalu lintas
Kebisingan ini didapat/diperoleh dari:
- Lalu lintas darat
- Lalu lintas udara
d. Kebisingan dari alat-alat rumah tangga
Tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh alat-alat rumah tangga tidak terlalu tinggi
tetapi dapat mengakibatkan gangguan terhadap penghuni rumah tangga.
e. Kebisingan pada tempat rekreasi
Di tempat rekreasi alat-alat modern menimbulkan kebisingan yang hebat, demikian
pula dalam berolahraga, seperti menembak dapat pula terjadi kebisingan sesaat
dengan intensitas lebih dari 130 dBA.
Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi menjadi tiga macam,
yaitu:
a. Bising yang mengganggu (Irritating Noise) merupakan bising yang mempunyai
intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.
b. Bising yang menutupi (Masking Noise) merupakan bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas, secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, misalnya suara musik yang sangat keras
pada suatu konser.
c. Bising yang merusak (Damaging/Injurious Noise) merupakan bunyi yang
intensitasnya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB). Bunyi jenis ini akan merusak
atau menurunkan fungsi pendengaran.
Ada 3 Aspek yang menentukan kualitas bunyi yang bisa menentukan tingkat
gangguan pada manusia, yaitu:
a. Lama waktu bunyi itu terdengar.
b. Intensitas, biasanya diukur dalam satuan desibel (dB).
c. Frekuensi suara yang menunjukan jumlah dari gelombang-gelombang suara sampai
ke telinga kita setiap detik dinyatakan dalam jumlah getaran per detik (Hz).
Kebisingan yang terjadi di lingkungan sekitar akan memberikan dampak bagi manusia,
diantaranya:
a. Gangguan psikologis, berupa:
- Sukar berkonsentrasi & sukar tidur
- Mudah marah
- Kepala pusing & cepat lelah
- Menurunkan daya kerja
- Menimbulkan stres
Tingkat kebisingan yang diizinkan untuk seorang operator menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
tentang kebisingan ruangan dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Tingkat Kebisingan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002
Intensitas Suara (dBA) Durasi (Jam)
85 8
88 4
91 2
94 1
97 0.5
100 0.25
(Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia)
sendiri menggunakan suatu tingkatan bunyi yaitu 90 dBA, dan periode pengukuran,
yaitu 8 jam.
Adapun rumusan untuk menentukan nilai D adalah:
(IV.4)
Keterangan:
Ti : Waktu acuan (Recommended duration)
L : Intensitas suara
(IV.5)
(IV.6)
Keterangan:
Ci : Waktu kondisi aktual pada tingkat suara tertentu (/8 jam)
Ti : Waktu acuan (Recommended duration)
Ci dan Ti merupakan konstanta yang terdapat dalam tabel OSHA yang berbeda untuk
setiap tingkat kebisingan. Kebanyakan negara-negara di dunia menggunakan 5 dB.
Selanjutnya pengukuran kebisingan dapat dikonversikan ke dalam tingkat kebisingan
rata-rata Time Weight Average (TWA).
Sound level tidak mengukur intensitas suara dibawah 80 dB, dan total waktu perioda
selalu 8 jam. Interval 5 dB merupakan rentang waktu yang optimal untuk 8 jam kerja
yaitu 90 dBA, sehingga diperoleh persamaan TWA sebagai berikut:
(IV.7)
3. Temperatur
Temperatur tubuh manusia selalu tetap (konstan). Bagian otak, jantung, dan perut
memiliki suhu normal 37 derajat celcius. Jika suatu ruangan memiliki temperatur di
luar batas kenyamanan, maka akan menimbulkan efek samping bagi operator itu
sendiri. Jika kondisi panas berlebihan, mengakibatkan letih dan kantuk juga
meningkatnya jumlah angka kesalahan kerja. Sebaliknya, jika kondisi dingin
berlebihan akan mengakibatkan berkurangnya kewaspadaan dan konsentrasi.
Temperatur dapat diukur dengan menggunakan termometer. Menurut Sedarmayanti
(1996), bahwa temperatur yang terlalu dingin akan mengakibatkan gairah kerja
menurun, sedangkan temperatur yang terlalu panas, dapat mengakibatkan timbulnya
kelelahan tubuh yang lebih cepat dan dalam bekerja cenderung membuat banyak
kesalahan. Suhu yang baik di tempat kerja yang memebrikan produktivitas kerja yang
tinggi adalah pada temperatur 24˚C- 27˚C. Pengaruh tingkat temperature pada tubuh
manusia saat bekerja berbeda-beda seperti berikut (Wignjosoebroto, 2008):
±49˚C: Temperatur dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh diatas tingkat
kemampuan fisik dan mental.
±30˚C: Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung untuk
membuat kesalahan dalam pekerjaan, timbul kelelahan fisik.
±24˚C: Kondisi optimum.
±10˚C: Kelakuan fisik yang ekstrim mulai muncul
OSHA memberikan beberapa teknik dalam mengendalikan panas, beberapa teknis
tersebut di fokuskan dalam penanganan heat stress. Teknik pengendalian panas yang
disarankan oleh OSHA dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Teknik Pengendalian Panas Yang Disarankan Oleh OSHA
No Teknik Pengendalian Penjelasan
Adaptasi secara bertahap di tempat kerja yang panas selama
1 Aklimatisasi
beberapa hari
Pemberian minuman (dingin, tapi bukan air es) secara berkala,
misalnya satu gelas per 2- menit. Dorong pekerja untuk terus-
2 Cairan menerus melakukan kebiasaan ini. Minuman cukup berupa air, tanpa
harus mengandung elektrolit tambahan.
Ventilasi yang cukup, untuk membawa udara segar dari luar
ruangan
Penggunaan sistem pembuangan udara lokal
3 Engineering Penggunaan AC atau air treatment
Penggunaan kipas angin
Insulasi objek (mesin dan proses) penghasil panas apisan
penangkal antara pekerja dan sumber panas.
Pelatihan kepada pekerja, dengan harapan meningkatkan
kesadaran akan bahaya yang di timbulkan karena paparan panas;
pekerja diminta mengenali bahaya ini
Pelatihan kepada pekerja, fokus pada kebiasaan yang perlu
4 Administratif di lakukan
Menurunkan beban kerja melalui modifikasi cara kerja
Rotasi kerja, penambahan pekerja dll
Pemberian tempat istirahat yang nyaman dan teduh
Pemberian istirahat yang berkala dan terjadwal
Pekerjaan berat di lakukan saat pagi hari atau setelah sore hari
Lakukan kegiatan monitoring terhadap para pekerja, seperti
5 Monitor Pekerja menimbang bobot badan, mengukur suhu tubuh, mengukur detak
jantung, konsumsi obat-obatan dan lain-lain.
(Sumber: Iridiastadi dan Yassierli, 2014)
Heat Stress adalah efek dari semua faktor-faktor yang berpengaruh pada terjadinya
penumpukan atau hilangnya panas pada tubuh panas (Iridiastadi dkk., 2014). Tabel
4.9 menjeleskan kondisi yang dapat terjadi sebagai akibat dari paparan terhadap
panas (Bridger, 2008 dalam Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
Tabel 4.9 Kondisi yang Terjadi Akibat Paparan terhadap Panas
Kondisi Penjelasan
˚
Suhu tubuh mencapai 41 C dan mekanisme pengaturan kesetimbangan suhu tubuh
tidak berfungsi (mendadak). Pekerja dapat mengalami pingsan dan kehilangan
Heat Stroke orientasi. Berakibat fatal bila tidak mendapatkan pertolongan. Kulit berwarna
kemerahan, panas dan kering. Pertolongan dapat berupa pendinginan secara aktif
Disebabkan oleh keringat, kondisi ini ditandai dengan kulit yang memiliki bintik-
Prickly Heat bintik merah (rash). Keadaan ini sering terjadi saat seseorang
mengenakan alat pelindung diri.
Tabel 4.9 Kondisi yang Terjadi Akibat Paparan terhadap Panas (Lanjutan)
Kondisi Penjelasan
Terkaji karena gagalnya mekanisme pengaturan suhu tubuh dan fungsi sistem
kardiovaskular. Salah satu penyebabnya adalah kekurangan cairan tubuh. Pekerja
merasa lemah; pernafasan dangkal disertai dengan detak jantung yang lemah.
Heat Exhaustion Gejala dapat berubah menjadi heat stroke kalau dehidrasi tidak segera ditangani.
Pekerja perlu segera dijauhkan dari sumper panas, dikipas-kipas, dan pakaian yang
tengah dikenakan dapat dilepas.
Gejala berupa lemah dan terhuyung-huyung, yang disebabkan oleh melemahnya
Heat Syncope aliran darah, dampak fatal mungkin terjadi kecuali kalau pekerja segera
berisitirahat (posisi tidur).
Kondisi ini dapat terjadi saat seseorang bekerja dengan mengenakan pakaian
Heat Hyperventilation pelindung diri, yang kemudian berdampak pada kekurangan
karbon dioksida. Pertolongan dilakukan dengan meminta penderita bernafas ke
dalam kantung kecil selama beberapa menit.
(Sumber: diadaptasi dari OSHA 2012,p.2)
4. Ventilasi
Berdasarkan SNI Nomor 03-6572 Tahun 2001, ventilasi merupakan proses mencatu udara
segar ke dalam bangunan gedung dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
Kebutuhan udara bersih per orang per jam adalah 8,5 m 3. Rasa sejuk dan segar selama
bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah bekerja.
Tujuan dari ventilasi:
1. Menghilangkan gas-gas yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh keringat
dan sebagainya dan gas-gas pembakaran (CO 2) yang ditimbulkan oleh pernafasan
dan proses-proses pembakaran.
2. Menghilangkan uap air yang timbul.
3. Menghilangkan kalir yang berlebihan.
4. Membantu mendapatkan kenyamanan termal.
Ventilasi pada suatu ruangan berdasarkan SNI 03-6572-2001 minimal 10% dari luas
lantai.
Ventilasi memiliki berbagai jenis, yaitu:
a. Ventilasi Mekanik; melalui unit penanganan udara atau injeksi langsung ke ruang
oleh kipas. Contohnya exhaust, AC, dan kipas angin.
b. Ventilasi Alami; terjadi ketika udara di ruang berubah dengan udara luar ruangan
tanpa menggunakan sistem mekanis. Paling sering ventilasi alami dipastikan
melalui jendela, tetapi dapat juga dicapai melalui perbedaan suhu dan tekanan
antara ruang.
Beberapa contoh tipe sistem ventilasi yang dapat digunakan untuk keperluan operasi
di dalam suatu industri dapat dilihat pada Tabel 4.10.
5. Getaran
Getaran adalah gerakan bolak balik suatu massa melalui keadaan seimbang
terhadap suatu titik acuan (KepMenKes No. 1405, 2002). Getaran harus diminimisasi
sekecil mungkin karena jika terjadi getaran yang berlebihan pada suatu pekerjaan,
maka akan mengganggu kemampuan saraf motorik akibat adanya efek kejut cairan yang
berada dalam tubuh membentur otot-otot sehingga rangsangan yang harus disampaikan
terganggu oleh benturan-benturan cairan tersebut.
Getaran dapat ditimbulkan dari alat-alat mekanis yang digunakan pada saat operator
sedang bekerja, getaran ini akan sampai ke tubuh kita dan menimbulkan efek kurang
baik. Di dalam tubuh manusia terdapat frekuensi alami yang apabila frekuensi ini
beresonansi dengan frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan yaitu:
a. Mempengaruhi konsentrasi kerja.
b. Mempercepat timbulnya rasa lelah.
c. Gangguan-gangguan pada anggota tubuh seperti mata, syaraf, dan otot-otot.
Getaran seluruh badan dapat memicu terjadinya:
a. Penglihatan kabur, sakit kepala, gemetar.
b. Kerusakan organ pada bagian dalam
Berikut ini adalah klasifikasi getaran, yaitu:
a. Whole Body Vibration
Whole Body Vibration atau getaran seluruh tubuh yang dihasilkan dari alat
pengangkut pada industri atau alat-alat berat. Getaran tersebut dipindahkan ke
seluruh tubuh lewat getaran lantai melalui kaki.
b. Hand Arm Vibration
Hand Arm Vibration atau getaran pada tangan-lengan yang dihasilkan oleh
peralatan mekanis (seperti mesin drill dan gerinda) yang ditransmisikan pada satu
segmen tubuh biasanya lengan dan tangan yang melakukan kontak langsung dengan
peralatan bergetar.
Alat ukur getaran yang biasanya digunakan adalah vibration meter, dimana alat ini
biasanya digunakan untuk mendeteksi getaran pada alat-alat atau perkakas mesin yang
digunakan.
6. Radiasi
Radiasi adalah emisi energi yang dilepas dari bahan atau alat radiasi (KepMenKes No.
1405, 2002). Radiasi ditimbulkan oleh hasil buangan sebuah peralatan, bahan kimia,
dan lain-lain. Setiap benda memiliki radiasi, namun ada yang membahayakan ada juga
yang tidak membahayakan. Segala sesuatu yang melebihi ambang batas yang
ditentukan dapat menimbulkan radiasi yang membahayakan. Salah satu contohnya
yaitu radiasi sinar matahari yang berlebihan akibat bocornya ozon yang dapat
menimbulkan kanker kulit.
7. Warna
Warna dan tekstur memiliki efek psikologis pada manusia. Penggunaan warna dapat
memperbaiki kondisi lingkungan para pekerja dan memberikan kenyamanan visual.
Warna gelap umumnya bersifat menekan dan mengarah pada kekotoran, sedangkan
warna lembut terasa lebih cerah, membagi cahaya, dan menimbulkan efek kebersihan.
Berikut ini merupakan tabel yang menggambarkan sifat alamiah yang ditimbulkan oleh
warna pada ruangan kerja dapat dilihat pada Tabel 4.11.
1996). Secara umum bahwa pengukuran beban kerja mental yang paling tepat yaitu
langsung dari pengukuran aktivitas otak. “Keuntungan menggunakan aktivitas yang
berhubungan dengan peristiwa otak untuk menyimpulkan beban kerja adalah hal itu
memberikan resolusi temporal yang baik dari aktivitas kognitif ”(Fournier dkk., 1999).
Beberapa manfaat lain dari mengukur aktivitas otak adalah bahwa mereka terus
menerus tersedia dan tidak mengganggu tugas (Gevins dkk., 1995).
5. Kelelahan Otot
Kondisi yang dinamis dari suatu pekerjaan akan meningkatkan kelelahan pada otot-otot
tubuh. Kondisi ini bisa juga dikarenakan beban otot yang tidak merata pada sejumlah
jaringan tertentu, jika dibiarkan terlalu lama akan mempengaruhi kinerja
(performance) seseorang, sehingga pada akhirnya konsentrasi kerja operator menurun
dan menimbulkan kesalahan kerja dan cedera pada tubuh.
C. Dampak Kognitif
Dampak kognitif terdiri dari:
1. Waktu Respon Manusia
Pengambilan keputusan yang berupa respon kerja manusia adalah sangat penting
walaupun dalam bentuk keputusan yang sederhana misalnya jawaban “ya atau tidak”.
2. Daya Ingat Jangka Pendek
Karakteristik manusia yang mempunyai daya ingat jangka pendek harus dijadikan bahan
pertimbangan dalam perancangan sistem kerja karena hal tersebut akan berhubungan
dengan kemampuan dalam penyerapan (pengingatan) suatu data informasi.
3. Kewaspadaan
Kewaspadaan merupakan proses kesiapsiagaan yang dilengkapi dengan berbagai macam
informasi dan adanya respon yang cepat untuk mengatasi masalah yang terjadi. Jenis
pekerjaan yang terlalu ringan akan dapat menghilangkan rasa waspada.
dalam Tarwaka dkk., (2004) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa
kelompok sebagai berikut:
a. Kualitas dan Kuantitas Kerja yang Dilakukan
Metode ini, kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu
yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit
waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti;
faktor sosial dan perilaku psikologis dalam kerja, sedangkan kualitas output
(kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat
menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah
merupakan causal factor (faktor yang menyebabkan).
b. Uji Psiko-Motor (Psychomotor Test)
Metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi, dan reaksi motor. Salah satu
cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi
adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat
kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Pada uji waktu reaksi dapat digunakan
nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya
pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses
faal syaraf dan otot.
Sanders dan McCormick (1987) mengatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu
untuk membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimulus terjadi. Waktu
reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150 s/d 200 milidetik. Waktu reaksi
tergantung dari stimulus yang dibuat, intensitas dan lamanya perangsangan, umur
subjek, dan perbedaan individu-individu lainnya.
c. Uji Hilangnya Kelipan (Flicker-Fusion Test)
Ketika kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan
berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk
jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, di samping untuk mengukur kelelahan juga
menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.
tak langsung karena kecepatan kendaraan diketahui secara tak langsung melalui jarum
speedometer sebagai pemberi informasi (Sutalaksana, 1996).
Secara fungsional, display yang baik adalah display yang mampu mengkombinasikan
antara kecepatan, ketepatan dan kepekaan pada saat menyalurkan informasi yang diperlukan
[Galer, 1987]. Agar dapat memenuhi ketiga fungsi tersebut, suatu display harus memenuhi tiga
kriteria dasar yang akan menentukan rancangan akhir dari display, lokasi display dan jenis
display yang sesuai. Ketiga kriteria tersebut adalah:
a. Detection (pendeteksian)
Suatu visual display harus mampu dilihat (visible). Untuk mencapai kriteria tersebut,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain jarak pandang yang dihubungkan
dengan ukuran display keseluruhan, sudut pandang, adanya paralaks, pandangan
kontras dengan lingkungan sekitar (misalnya terdapat papan iklan atau pepohonan),
pengaruh cahaya yang menyilaukan, dan penerangan yang sesuai.
b. Recognition (pengenalan)
Setelah display dapat dideteksi, selanjutnya suatu display harus dapat dikenali dan
dibaca. Faktor inilah yang perlu mendapat perhatian khusus dari ahli ergonomi. Hal-hal
yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kriteria ini antara lain bentuk display, ukuran
karakter atau gambar dalam display, warna, serta kontras antara warna
gambar/karakter dan warna latar belakang. Sifat mudah dikenali dan mudah dibaca
dari suatu display untuk tujuan tertentu biasanya erat kaitannya dengan waktu.
c. Understanding (pemahaman)
Kriteria ketiga yang harus dipenuhi adalah suatu display harus dibuat sejelas mungkin,
dalam arti harus mudah dipahami. Pemakaian simbol atau kode-kode yaang tepat
sangatlah penting sehingga tidak menimbulkan kesalahan persepsi.
B. Tipe-Tipe Display
Sehubungan dengan lingkungan, menurut para ahli display terbagi dalam beberapa
macam. Menurut Sutalaksana display terbagi menjadi dua macam yaitu:
1. Display Statis
Display statis memberikan informasi yang tidak tergantung terhadap waktu, misalnya
informasi yang menggambarkan suatu kota (Sutalaksana, 1996).
2. Display Dinamis
Display dinamis adalah display yang menggambarkan perubahan menurut waktu,
contohnya speedometer.
Menurut Galer (1989), Display dan Informasi yang disampaikan terbagi atas tiga tipe, yaitu:
1. Display Kualitatif
Display kualitatif merupakan penyederhanaan dari informasi yang semula berbentuk
data numerik. Contoh display kualitatif misalnya informasi atau tanda ON, OFF pada
generator, DINGIN, NORMAL, PANAS pada pembacaan temperatur, BELL dan BUZZER
untuk menunjukkan informasi kehadiran, lampu kelap-kelip dan sirine sebagai tanda
peringatan (warning devices).
2. Display Kuantitatif
Jenis display kuantitatif memperlihatkan informasi numerik dan biasanya disajikan
dalam bentuk digital ataupun analog untuk suatu visual display.
3. Display Representatif
Display representatif biasanya berupa sebuah “working model” atau “mimic diagram”
dari suatu mesin. Salah satu contohnya adalah diagram sinyal lintasan kereta api.
Berdasarkan panca indera, display terbagi dalam 5 macam. Berikut adalah tipe-tipe display
berdasarkan panca indera yaitu:
1. Visual display adalah display yang dapat dilihat dengan menggunakan indera
penglihatan yaitu mata.
2. Auditory display adalah display yang dapat didengar dengan menggunakan indera
pendengaran yaitu telinga.
3. Tactual display adalah display yang dapat disentuh dengan menggunakan indera peraba
yaitu kulit.
4. Taste display adalah display yang dapat dirasakan dengan menggunakan indera
pengecap yaitu lidah.
5. Olfactory display adalah display yang dapat dicium dengan menggunakan indera
penciuman yaitu hidung.
C. Poster
Berdasarkan tujuannya, secara garis besar poster terdiri atas dua bagian yaitu:
1. Poster untuk Tujuan Umum
Poster untuk tujuan umum diantaranya mengenai aturan keselamatan kerja umum,
poster tentang kebersihan dan kesehatan lingkungan, poster mengenai kesalahan-
kesalahan manusia dalam bekerja.
2. Poster untuk Tujuan Khusus
Poster untuk tujuan khusus diantaranya poster-poster dalam industri, pekerjaan
konstruksi, dengan demikian pesan-pesan yang dikandung bersifat spesifik untuk
lingkungan yang bersangkutan. Misalnya poster untuk bahaya penggunaan lift, tangga,
penyimpanan benda-benda mudah terbakar atau mudah meledak.
Unsur-unsur di dalam membuat suatu design diantaranya sebagai berikut :
1. Garis (Line)
Garis merupakan salah satu unsur desain yang menghubungkan antara satu titik poin
dengan titik poin lainnya. Garis dapat digunakan sebagai tujuan memperjelas dan
mempermudah pembaca. Bentuknya dapat berupa gambar garis lengkung (curve) atau
lurus (straight). Garis adalah unsur dasar dalam membangun sebuah bentuk, garis dapat
dimanfaatkan secara fleksibel sesuai dengan citra yang ingin ditampilkan. Arah garispun
dapat diatur sesuai dengan citra yang ditampilkan. Contohnya, garis horizontal akan
membuat segala sesuatu terlihat lebih tenang, formal namun tetap profesional.
Berbeda dengan garis vertikal, garis itu akan memperlihatkan kesan keseimbangan,
stabil dan elegan. Pada sisi lain garis juga daoat dijadikan sebagai fungsi atau pertanda,
seperti dalam kemasan produk terdapat garis putus-putus yang menandakan bagian
yang dilipat atau dipotong.
2. Bentuk (Shape)
Bentuk adalah segala sesuatu yang memiliki diameter, tinggi dan lebar. Berdasarkan
kategori sifat, bentuk dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu bentuk geometrik, bentuk
natural dan bentuk abstrak.
3. Tekstur (Texture)
Tekstur adalah tampilan permukaan atau corak dari suatu benda yang dapat dinilai
dengan cara dilihat atau diraba. Penggunaan tekstur pada desain akan menambahkan
pengalaman dan menjadi nilai lebih daripada sekedar estetik.
4. Gelap terang / kontras
Kontras merupakan warna yang berlawanan antara satu dengan lainnya, terdapat
perbedaan baik warna atau titik fokus. Apabila tidak berwarna, dapat pula berupa
perbedaan antara gelap dan terang. Kontras ini dapat digunakan sebagai salah satu cara
untuk menonjolkan pesan atau informasi yang dapat juga menambah kesan dramatis.
Dengan mengatur komposisi gelap terang suatu desain, akan membantu nilai
keterbacaan, fokus dan titik berat suatu desain.
5. Ukuran (Size)
Dalam membuat suatu desain, anda perlu memperhatikan besar kecilnya ukuran visual
yang akan digunakan. Ukuran dapat diartikan sebagai perbedaan besar kecilnya suatu
obyek. Dengan menggunakan unsur ini, anda dapat memnciptakan kontras dan
penekanan (emphasis) pada obyek desain yang hendak dibuat. Pemilihan ukuran visual
dalam membuat desain diperlukan agar anda dapat memperhatikan bagian mana yang
sangat penting, penting dan kurang penting. Pemilihan ukuran ini bertujuan agar semua
desain yang dibuat dapat terbaca dengan baik, sesuai dengan hierarki. Sehingga pesan
yang ingin disampaikan kepada pembaca, akan lebih mudah dibaca dan dimengerti.
6. Warna (Color)
Informasi dapat juga diberikan dalam bentuk kode warna. Indera mata sangat sensitif
terhadap warna BIRU-HIJAU-KUNING, tetapi sangat tergantung juga pada kondisi terang
dan gelap. Pada visual display sebaiknya tidak menggunakan lebih dari 5 warna. Hal ini
berkaitan dengan adanya beberapa kelompok orang yang memiliki gangguan
penglihatan atau mengalami kekurangan dan keterbatasan penglihatan pada matanya.
Sedangkan menurut Bridger (1995) terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dalam
penggunaan warna pada pembuatan display.
a. Kelebihannya antara lain: memberi tanda untuk data-data yang spesifik, informasi
dapat lebih cepat diterima, dan dapat terlihat lebih natural.
b. Kekurangan dalam penggunaan warna pada pembuatan display diantaranya: dapat
menyebabkan “fatigue”, membingungkan dan mungkin dapat memberikan reaksi
yang salah, dan tidak bermanfaat bagi orang yang buta warna.
Dengan warna anda dapat menampilkan identitas atau citra yang ingin disampaikan.
Warna merupakan salah satu elemen yang dapat menarik perhatian, meningkatkan
mood, menggabarkan citra sebuah perusahaan dan lain-lain. Namun, apabila kita salah
dalam memilih, hal tersebut dapat menghilangkan minat untuk pembaca. Warna
memiliki karakter dengan sifat yang berbeda. Pada setiap negara memiliki makna atau
arti warna yang berbeda-beda, namun arti warna berikut ini berdasarkan lingkup yang
universal. Arti warna dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Arti Warna
Warna Arti
Warna yang paling emosional dan cenderung ekstrem. Menyimbolkan agresivitas,
Merah
keberanian, semangat, percaya diri, gairah, kekuatan dan vitalitas
Warna yang disukai banyak wanita ini menyiratkan sesuatu yang lembut dan
Pink
menenangkan, cinta, kasih sayang dan feminim
Tidak bisa lepas dari elemen langitm air dan udara, berasosiasi dengan alam,
Biru melambangkan keharmonisan, memberi kesan lapang, kesetiaan, ketenangan, sensitif
dan kepercayaan
Warna kuning akan meningkatkan konsentrasi, warna ini menyimbolkan warna
Kuning
pesahabatan, optimisme, santai, gembira, harapan, toleran, menonjol dan eksentrik
Hijau Hijau melambangkan alam, kehidupan dan simbol fertilitas, sehat dan natural
Warna yang melambangkan sosialisasi, keceriaan, kehangatan, segar, semangat,
Orange
keseimbangan dan energi
Memberi kesan spirituali yang magis, mistis, misterius dan mampu menarik perhatian
Ungu
kekayaan dan kebangsawanan
Merupakan warna yang netral yang natural, hangat, membumi dan stabil, menghadirkan
Coklat
kenyamanan, memberi kesan anggun, kesejahteraan dan elegan
Abu-abu Warna ini melambangkan kesederhanaan, intelek, futuristik dan milenium
Warna hitam adalah warna yang kuat dan penuh percaya diri, perlindungan, maskulin,
Hitam
elegan dramatis dan misterius.
2. Buat grafik hubungan antara P dan setiap Faktor Lingkungan Fisik, lalu hitung
persamaan regresi beserta koefisien korelasinya.
a. Grafik P Vs Temperatur
b. Grafik P Vs Intensitas Cahaya
c. Grafik P Vs Intensitas Suara
d. Grafik P Vs Kelembaban
Notes: terdapat 12 grafik
3. Persamaan Regresi Berganda
Tabel 4.20 merupakan input persamaan regresi berganda
Tabel 4.20 Persamaan Regresi Berganda Operator 1
1
2
3
Contoh perhitungan:
Benar
Proporsi benar = Trials x 100%
= 100%
Operator 2
(Sama seperti operator 1)
Operator 3
(Sama seperti operator 1 dan 2)
(Total 3 Tabel untuk Kondisi 1)
2. Kondisi 2
(Sama seperti kondisi 1)
3. Kondisi 3
(Sama seperti kondisi 1 dan 2)
(Total 9 Tabel untuk 3 kondisi, 3 operator)
1.2.2 Perbandingan Grafik
(Kalimat Pengantar)
1. Temperatur Terhadap Grafik P
a. Operator 1
(Kalimat Pengantar Gambar)
Rendah Tinggi
0 100
Physical Demand (PD)
Apakah pekerjaan tersebut mudah atau sulit, lambat atau cepat, longgar
atau ketat, santai atau melelahkan?
Rendah Tinggi
0 100
Temporal Demand (TD)
Apakah pekerjaan yang dilakukan perlahan dan santai atau cepat dan
tergesa-gesa?
Rendah Tinggi
0 100
Own Performance (OP)
Seberapa puas anda dengan kinerja sendiri dalam mencapai/menyelesaikan
pekerjaan tersebut?
Rendah Tinggi
0 100
Effort (EF)
Seberapa keras kerja mental dan fisik anda untuk mencapai tingkat kinerja
dalam menyelesaikan pekerjaan ini?
Rendah Tinggi
0 100
Frustation (FR)
Seberapa putus asa, jengkel, stres, dan kesal yang anda rasakan selama
mengerjakan pekerjaan tersebut?
Rendah Tinggi
0 100
b. Pembobotan NASA-TLX
Pilihlah salah satu dari pasangan kategori berikut ini yang menurut anda
mempunyai pengaruh besar dalam sumber beban kerja mental dari pekerjaan
yang anda lakukan, kemudian lakukan perbandingan dari masing-masing
kategori sehingga di dapat kategori mana yang lebih dominan.
Perbandingan kategori-kategori tersebut dimuat ke dalam tabel hasil
perbandingan seperti pada Tabel 4.26.
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 4.26 Hasil Perbandingan Kategori Operator 1 Kondisi 1
MD PD TD OP FR EF
MD MD TD OP FR MD
PD TD OP FR PD
TD TD FR TD
OP FR OP
FR FR
EF
= 73%
(Kesimpulan Skor Rata-Rata)
Maka skor tersebut termasuk kedalam klasifikasi golongan kerja tinggi menurut
operator.
Setelah selesai perhitungan ketiga kondisi setiap operator buat tabel rekapan NASA-
TLX untuk setiap operator.
(Kalimat Pengantar)
Tabel 4.28 Rekap NASA-TLX Operator 1
Operator 1
Rating (%)
Kategori Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3
MD
PD
TD
OP
FR
EF
Jumlah
Notes: Nilai 15 dari mana? Nilai 15 adalah berasal dari banyaknya kategori yang
dibandingkan.
Notes: Membuat 9 NASA-TLX, tapi untuk NASA-TLX 8 hanya dicantumkan perhitungan
score rata rata saja dan di beri rekap hasil tiap operator.
2. ANALISIS
(Kalimat Pengantar)
2.1 Analisis Perbandingan Proporsi Benar Tiap Operator
Sebutkan hasil proporsi benar tiap operator dan setiap kondisinya, lalu bandingkan hasil
proporsinya. Jelaskan sebab akibat kenapa bisa terjadi perbedaan di setiap operator
dan setiap kondisinya. (Lebih kaitkan dengan faktor psikologis dan sosiologis)
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
2.2 Analisis Perbandingan Grafik
(Kalimat Pengantar)
2.2.1 Analisis Temperatur Terhadap Grafik P
Jelaskan perubahan tiap kondisi yang berkaitan dengan proporsi benar Lalu analisis
apakah temperatur mempengaruhi kinerja operator atau tidak.
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
Notes:
- Trend positif = temperatur mempengaruhi kinerja operator
- Trend negatif = temperatur mempengaruhi kinerja operator
- Fluktuatif = temperatur tidak mempengaruhi kinerja operator
- Konstan = temperatur tidak mempengaruhi kinerja operator
2.2.2 Analisis Kelembaban Terhadap Grafik P
Jelaskan perubahan tiap kondisi yang berkaitan dengan proporsi benar Lalu analisis
apakah kelembaban mempengaruhi kinerja operator atau tidak.
terjadi kesamaan antara objektif dan subjektif maka hasil objektif sesuai dengan apa
yang dirasakan oleh operator.
Keterangan: dilakukan analisis untuk 3 operator
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
2.5 Analisis Poster
Penjelasan mengenai maksud dari poster yang telah dibuat, lalu menjelaskan mengenai
tujuan dari poster tersebut serta jelaskan apakah poster tersebut sudah informatif atau
belum, jika sudah berikan alasannya (alasannya mengacu ke unsur-unsur dalam
membuat design poster)
(Minimal 1 paragraf minimal 3 kalimat)
2.6 Analisis Hasil Tingkat Stres Setiap Operator
Lihat hasil perbandingan HRV sebelum dan setelah bekerja. Lihat hasil HRV terhadap
stres kerja setiap operator setelah melakukan test disetiap kondisi nya, dan masuk
klasifikasi manakah tingkat stres pada operator berdasarkan HRV menurut aplikasi
welltory di tiap kondisi.
Keterangan: bisa di hubungan dengan lingkungan kerja ataupun HIP
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
2.7 Analisis Rating NASA-TLX
Sebutkan hasil rating NASA-TLX di setiap kondisi lalu analisis alasan operator
memberikan nilai atau bobot untuk setiap subskalanya dan kaitkan dengan faktor yang
mempengaruhi operator memutuskan memberi nilai tersebut pada setiap subskala,
analisis pada tiap operator dan setiap kondisi.
Keterangan: untuk 3 operator
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
2.8 Analisis Pembobotan NASA-TLX
Sebutkan hasil pembobotan NASA-TLX setiap kondisi lalu analisis faktor yang
mempengaruhi kinerja operator dilihat dari nilai bobotnya (yang paling banyak dan
paling sedikit) di setiap kondisinya. (keyword: lihat faktor yang paling besar dan
paling kecil dalam mempengaruhi operator)
Keterangan: semua faktor semakin ke kanan maka nilainya akan semakin negatif,
tetapi untuk own performance semakin ke kanan akan semakin baik, untuk pembobotan
keseluruhan akan sama, jika nilai own performance dan nilai yang lain sama besar maka
kembali lagi ke operator ingin memilih faktor yang mana (subjektif)
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
2.9 Analisis Perhitungan Score Rata-Rata NASA-TLX
1. Analisis banyaknya faktor internal yang berpengaruh terhadap kinerja operator:
“sebesar 70% kondisi operator dipengaruhi oleh faktor internal, sisanya dipengaruhi
oleh faktor lain misalnya faktor eksternal dll”
Keterangan: faktor internal yang berada didalam diri operator dibagi 2 yaitu faktor
somatis dan faktor psikis (liat modul). Faktor eksternal yang mempengaruhi dapat
berupa tuntutan dari partner kelompoknya untuk mencapai target.
2. Kategorikan kedalam tabel klasifikasi NASA-TLX diatas.
(Minimal 3 paragraf, 1 operator 1 paragraf (minimal 3 kalimat))
3. KESIMPULAN DAN SARAN
(Kalimat Pengantar)
3.1 Kesimpulan
(Kalimat Pengantar)
(13 point menjawab analisis)
3.2 Saran
Saran untuk perusahaan lebih memperhatikan aspek-aspek lingkungan kerja yang akan
berdampak pada performansi kerja dan stres kerja bagi operator.
Notes: Poster dibuat untuk kondisi di iklim dalam bentuk A2.
LAMPIRAN
LAMPIRAN A (Hasil Stroop Test)
1. Printscreen Stroop Test
a. Kondisi 1 Operator 1
b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
LAMPIRAN B (Hasil Lingkungan Kerja)
1. Printscreen Aplikasi Temperatur
a. Kondisi 1 operator 1
b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3
b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3
3. Printscreen Aplikasi Pencahayaan
a. Kondisi 1 Operator 1
b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3
4. Printscreen Aplikasi Intesitas Suara
a. Kondisi 1 Operator 1
b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3
b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3
2. Printscreen Hasil HRV Setelah Bekerja Aplikasi Welltory
a. Kondisi 1 Operator 1
b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3
b. Operator 2
c. Operator 3
b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3
A
b. Kondisi 2 Operator 1
c. Kondisi 3 Operator 1
d. Kondisi 1 Operator 2
e. Kondisi 2 Operator 2
f. Kondisi 3 Operator 2
g. Kondisi 1 Operator 3
h. Kondisi 2 Operator 3
i. Kondisi 3 Operator 3
4.9 REFERENSI
1. Bridger R.S. (1995). "Introduction To Ergonomics" Mc Graw-Hill: Singapore.
2. Davis, Keith, dan Newstorm. (1996). Perilaku Dalam Organisasi, Edisi Tujuh.Erlangga:
Jakarta.
3. Didin, F. S., Mardiono, I., & Yanuarso, H. D. (2020). Analisis Beban Kerja Mental
Mahasiswa saat Perkuliahan Online Synchronous dan Asyncronous Menggunakan Metode
Rating Scale Mental Effort. Jurnal OPSI Vol 13 No.1 Juni 2020, 2.
4. Faritsy AAZ dan Nugroho YA. (2017). Pengukuran Lingkungan Kerja Fisik dan Operator
Menentukan Waktu Istirahat Kerja. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Universitas Teknologi
Yogyakarta.
5. Freibalds, Andris, dan Niebel, Benjamin W. (2014). Niebel’s Methods, Standards, and
Work Design. McGraw-Hill: Unites States of America.
6. Galer, I.A.R. (1989). “Applied Ergonomics Handbook”. Butterworths: London.
7. Groover, Mikell P. (2007). Work System and The Methods, Measurement, and
Management of Work, Seventh Edition. Pearson Education: United States of America
8. Guspriyadi Diki, dkk. (2014). Analisis Tingkat Stres dan Tingkat Kelelahan Masinis
Berdasarkan Heart Rate Variability. Tugas Sarjana – Program Studi Teknik Industri.
Institut Teknologi Nasional, Bandung.
9. Hart, S.G., dan Staveland,L.E. (1988). Development of NASA Task Load Index (TLX):
Results of Empirical and Theoritical Research. NASA-Ames Research, California.
10. Helander, Martin. (1995). A Guide to The Ergonomics of Manufacturing. Taylor &
Francis: London.
11. Hutabarat Julianus. (2018). Kognitif Ergonomi. Malang: Mitra Gajayana.
12. Iridiastadi, Hardianto; Yassierli. (2014). Ergonomi Suatu Pengantar. PT Remaja
Rosdakarya: Bandung.
13. Menteri Kesehatan RI. (2002). Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan
Industri. https://hukumonline.com/pusatdata/detail/12588/keputusan-menteri-
kesehatan-nomor-1405menkesskxi2002-tahun-2002/appendices, Diunduh pada tanggal
4 Mei 2021.
14. Menteri Kesehatan RI. (2016). Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran.
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/113097/permenkes-no-48-tahun-2016,
Diunduh pada tanggal 4 Mei 2021.
15. Meshkati, N., dan Hancock, P.A. (2011). Human Mental Workload. Elsevier: Amsterdam
16. Medicore Co., LTD. (2020). Heart Rate Variability Analysis System Version 3.0.
Medicore: Korea.
17. Mymetabolicmeals.com. (2020, 2 Mei). A Beginner’s Guide to Heart Rate Variability
(HRV). Diakses pada 3 Mei 2021, dari https://www.mymetabolicmeals.com/hrv-guide/
18. Nurmianto, Eko. (1996). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Institut Teknologi
Sepuluh November: Surabaya
19. Pracinasari, I. (2013). Beban Kerja Fisik Vs Beban Kerja Mental. Ergonomic.
20. Roscoe A.H. dan Ellis G.A. (1990). A subjective Rating Scale of Assessing Pilot Workload
in Flight: A Decade of Practical Use, A technical Report, Procurement Executive,
Ministry of Defence Farnborough, Hampshire.
21. Sedarmayanti. (1996). Tata Kerja dan Produktifitas Kerja, cetakan pertama, CV.
Mandar Maju: Bandung.
22. Siagaan, Helmi Festrada, dan Pramestari, Diah. (2018). Analisis Beban Kerja
Menggunakan Metode Rating Scale Mental Effort (RSME) dan Modified Cooper Harper
(MCH) di PT. Bank X. Universitas Persada Indonesia YAI: Jakarta
23. SNI 03-6572-2001. (2001). Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian
Udara pada Bangunan Gedung, Diambil dari
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132100514/pendidikan/perencanaan-
pendingin.pdf. Diunduh pada 24 Mei 2021.
24. Sunarto, Nurhakiki Nazlia. (2018). Analisis Beban Kerja Karyawan dengan Menggunakan
Metode NASA-TLX (Studi Kasus di PT. LG ELECTRONICS INDONESIA). Universitas Islam
Indonesia: Yogyakarta.
25. Sutalaksana, Iftikat Z, Dkk. (1998). Teknik Tata Cara Kerja. Teknik Industri ITB:
Bandung.
26. Staveland, E Lowell. Development of NASA-TLX (Task Load Index): Results of Empirical
and Theoretical Research. San Jose: California.
27. Tarwaka; Bakri, Solichul HA; Sudiajeng, Lilik., (2004). Ergonomi Untuk Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Produktifitas. UNIBA PRESS: Surakarta.
28. Tamsuri, Anas. (2009). Klien Gangguan Keseimbangan Cairan & Elektrolit Seri Asuhan
Keperawatan. Penertbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
29. Warm, J.s, Dkk. (2008). Vigilance requires hard mental work and is stressful. Human
factors, 50(3).
30. Widiastuti, Febriana. (2009). Penilaian Faktor Fisik Lingkungan Kerja di Bagian Produksi
sebagai Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja di PT. Phapros Tbk Semarang. Laporan
Khusus, Universitas Sebelas Maret: Surakarta.
31. Widyanti, Ari. Dkk. (2010). Pengukuran Beban Kerja Mental dalam Searching Task
Dengan Metode Rating Scale Mental Effort (RSME). Universitas Diponegoro: Semarang.
32. Wignjosoebrot, Sritomo, dan Zaini, Purnawan. (2007). Studi Ergonomi Kognitif untuk
Beban Kerja Mental Pilot dalam Pelaksanaan Prosedur Pengendalian Pesawat dengan
Metode SWAT. Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja Jurusan Teknik
Industri ITS: Surabaya.
2x enter
Kelompok / Shift : 01 / I
- Font : Times New Roman
- Size : 12 Nama / NRP : 1. Annisa Syaharani /13-2019-320
- Bold
- Contoh Penulisan Tgl. 2. Salsabila Annastia S. /13-2019-356
Praktikum: 20 September
2018
3. Yockeu Julyani /13-2019-370
- Shift menggunakan angka Tgl. Praktikum : 20 September 2021 Penulisan nama cukup 2
romawi suku kata, namun
Asisten : Salma Salsabila apabila terdapat nama
lebih dari 2 suku kata
maka suku kata terkahir
disingkat
Penulisan diurutkan dari
NRP yang terkecil
Tanggal Diterima :
Diterima Oleh :
Tanggal Revisi : Diisi oleh Asisten
Isi Revisi :
Asisten
Nama Asisten
Laboratorium Analisis Perancangan Kerja & Ergonomi
Program Studi Teknik Industri
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional
Dengan ini menyatakan bahwa laporan Praktikum Rekayasa Sistem Kerja II yang
telah Kami buat adalah hasil pekerjaan Kami dan seluruh ide, pendapat atau materi dari
sumber lain telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai.
Pernyataan ini Kami buat dengan sebenar-benarnya dan jika pernyataan ini tidak
sesuai dengan kenyataan, maka Kami bersedia menanggung sanksi yang akan dikenakan
kepada Kami.
Diisi tanggal
pengumpulan draft
Bandung, 20 September 2021
1
Header dan Footer
Font: Times New Roman
Size: 10 + Capitalize Each
Word
Modul I Antropometri 2
Kelompok 01
Modul I Antropometri 3
α = 5%
Stastistik hitung
(Kalimat pengantar gambar)
Caption Gambar
Isi gambar: Center
Font: Times New
Roman
Size: 11
Line spacing: Single Gambar 1. Hasil Software STATFIT Data Siku ke Ujung Jari (SU)
Distribusi χ2
(Kalimat pengantar gambar)
Kelompok 01
Modul I Antropometri 4
Terima H0 ( 2 hit < 2 0,05; 17), berarti data observasi berpola distribusi
normal.
Tolak H0 ( 2 hit > 2 0,05; 17), berarti data observasi tidak berpola distribusi
normal.
b. Tes Keseragaman Data
(Kalimat pengantar tabel)
Tabel 15. Uji Keseragaman Data
Sub Grup Ukuran Sub Grup ̅i
X
Ke- 1 2 … N
1 … … … … …
… … … … … …
k … … … … …
Σ …
Contoh Perhitungan:
∑ Xi
̅i
X = (1)
n
̅i
∑X
̿
X = (2)
k
N 2
∑ (X - X) ̿
SD = √ i=1 i (3)
N -1
SD
SDx = (4)
√n
̿ + 3SDx
BKA = X (5)
̿ - 3SDx
BKB = X (6)
Kelompok 01
Modul I Antropometri 5
200
BKA
190
BKB
180 Xbar
170
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kesimpulan
Nilai N´ ≤ N, data cukup
Nilai N´ > N, data tidak cukup
d. Perhitungan Persentil
̿ - 1,645 SD
P5 = X (8)
̿
P50 = X (9)
̿ + 1,645 SD
P95 = X (10)
2.2.3 Rekapitulasi Nilai Persentil Data Dimensi Tubuh
(Kalimat pengantar tabel)
Tabel 16. Rekapitulasi Nilai Persentil
No Dimensi Tubuh P5 (Cm) P50 (Cm) P95 (Cm)
1 Tinggi Popliteal 36,314 42,730 49,145
... ... ... ... ...
N ... ... ... ...
Kelompok 01
Modul I Antropometri 6
2.2.4 Penentuan Persentil untuk Dimensi Benda Kerja dengan Menggunakan Prinsip
Antropometri
(Kalimat pengantar tabel)
Tabel 17. Contoh Penentuan Persentil untuk Dimensi Benda Kerja
Dimensi Benda Dimensi Data Antropometri
No Persentil
Kerja Antropometri (Cm)
1 Tinggi Pintu Tinggi Badan Tegak P95 168,332
2 Tinggi Kursi Tinggi Popliteal P5/P95 36,314/49,145
Jangkauan Ujung
3 Lebar Meja P5 63,861
Lengan Horizontal
4 Kerangka Sandaran ... ... ...
5 ... ... ... ...
6 ... ... ... ...
7 ... ... ... ...
8 ... ... ... ...
9 ... ... ... ...
10 ... ... ... ...
Kelompok 01
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
(Tabel Distribusi)
Lampiran A A-1
Caption Gambar
Isi gambar: Center
Font: Times New
Roman
Size: 11
Line spacing: Single
Distribusi χ2
(Kalimat pengantar gambar)
Terima H0 ( 2 hit < 2 0,05; 17), berarti data observasi berpola distribusi
normal.
Tolak H0 ( 2 hit > 2 0,05; 17), berarti data observasi tidak berpola distribusi
normal.
b. Tes Keseragaman Data
(Kalimat pengantar tabel)
Tabel 15. Uji Keseragaman Data
Sub Grup Ukuran Sub Grup ̅i
X
Ke- 1 2 … N
1 … … … … …
… … … … … …
k … … … … …
Σ …
Contoh Perhitungan:
∑ Xi
̅i
X = n
̅i
∑X
̿
X = k
2
∑N ̿
i=1 (Xi - X)
SD =√ N -1
SD
SDx =
√n
̿ + 3SDx
BKA = X
̿ - 3SDx
BKB = X
(Kalimat pengantar grafik tes keseragaman data)
Lampiran B B-3
210
Rata-rata Sub Grup
200
BKA
190
BKB
180 Xbar
170
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kesimpulan
Nilai N´ ≤ N, data cukup
Nilai N´ > N, data tidak cukup
d. Perhitungan Persentil
̿ - 1,645 SD
P5 = X
̿
P50 = X
̿ + 1,645 SD
P95 = X
Lampiran B B-4
LAMPIRAN C
(Rancangan Fasilitas Kerja)
Lampiran C C-5
FORMAT PENULISAN
BIOMEKANIKA
Judul Poin Margins
Font : Times New Roman Top : 3 cm
Size : 12 (Bold) + CAPSLOCK Left : 3.5 cm
Bottom : 2.5 cm
1. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Right : 2.5 cm
Spacing
(Kalimat Pengantar)
Before : 0 pt
1.1 Pengumpulan Data Judul Subpoin After : 0 pt
Font : Times New Roman Line Spacing : 1.5
(Kalimat Pengantar) Size : 12 (Bold) + Capitalize Each Word
1.1.1 Studi Kasus Kondisi Satu
1.1.2 Studi Kasus Kondisi Dua
Judul Subsubpoin
1.2 Pengolahan Data Font : Times New Roman
Size : 12 + Capitalize Each Word
(Kalimat Pengantar)
1.2.1 Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Index (LI)
(Kalimat Pengantar)
1. Kondisi Satu
(Kalimat Pengantar)
a. Perhitungan Manual
(Kalimat Pengantar)
Worksheet Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Index (LI)
(Kalimat Pengantar Gambar)
1
Modul II Biomekanika 2
RWL = LC X HM X VM X DM X AM X FM X CM
Origin RWL = X X X X X X = kg
Destination RWL = X X X X X X = kg
Berat benda
Origin LIFTING INDEX = = =
RWL
Page Worksheet
Berat benda Orientation: Landscape
Destination LIFTING INDEX = = =
RWL Isi Worksheet
Text Box
Gambar 1. Worksheet Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Index (LI) (No Fill, No Outline)
Font: Times New Roman
Size: 12
Kelompok 01
Modul II Biomekanika 3
Kelompok 01
Modul II Biomekanika 4
Judul Gambar
Font: Times New Roman
Size: 11
Line Spacing: Single
Gambar 2. Final Score Aplikasi Ergofellow Origin
Hasil Final Score Software Ergofellow Destination
(Sama dengan Hasil Final Score Aplikasi Ergofellow Origin)
Arti Lifting Index (LI)
(Penjelasan)
2. Kondisi Dua
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu).
1.2.2 Maximum Permissible Limit (MPL)
(Kalimat Pengantar)
1. Kondisi Satu Origin
(Kalimat Pengantar)
a. Gambar Postur Operator Kondisi Satu Origin
(Kalimat Pengantar Gambar)
Kelompok 01
Modul II Biomekanika 5
Body Segmentation
Proporsi Tubuh 0.50
Kelompok 01
Modul II Biomekanika 6
Perhitungan Manual
Momen di L5/S1
ES x 0,06 = B.b + W.w (9)
= ….
Gaya-gaya di spine
F – ES – B Cos α – W Cos α= …. (10)
Gaya gaya perpendicular untuk spine
S – B Sin α – W Sin α = …. (11)
Kesimpulan
(Penjelasan)
2. Kondisi Satu Destination
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu origin).
3. Kondisi Dua Origin
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu origin).
4. Kondisi Dua Destination
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu origin).
1.2.3 Rapid Entire Body Assessment (REBA)
(Kalimat Pengantar)
1. Kondisi Satu
(Kalimat Pengantar)
a. Gambar Postur Operator Tampak Kanan
(Kalimat Pengantar Gambar)
Kelompok 01
Modul II Biomekanika 7
Kelompok 01
Modul II Biomekanika 8
Kelompok 01
Modul II Biomekanika 9
Shape: Circle
Outline Color: Merah
Page Worksheet
Orientation: Landscape
Isi Worksheet (Score)
Text Box
(No Fill, No Outline)
Font: Times New Roman
Size: 12
Gambar 13. Worksheet Rapid Entire Body Assessment (REBA) Tampak Kanan
Kelompok 01
Modul II Biomekanika 10
Kelompok 01
Modul II Biomekanika 11
b. Perhitungan Manual
Total Skor Individu = …. (12)
c. Kesimpulan
(Penjelasan)
2. Kondisi Dua
(Format isi dan penulisan sama dengan kondisi satu)
Kelompok 01
LAMPIRAN
0
Lampiran 1
Langkah 2
Lampiran 2
Langkah 3
Langkah 4
Lampiran 3
Langkah 5
Langkah 6
1.1.2 Tabel Pengamatan Data Diri Operator Judul dan isi tabel
Judul: (Bold) +
(Kalimat pengantar) Capitalize Each Word
Isi tabel : Center
Tabel 1. Data Diri Operator
Font: Times New Roman
Nama Usia (Tahun) Berat (Kg) Tinggi (cm) Size: 11
Line Spacing: Single
Contoh Perhitungan:
Operator 1
Yi = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
Operator 2
Yi = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
Operator 3
Yi = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4 X2 (1)
2. Tabel Detak Jantung Kondisi Kerja
(Kalimat pengantar)
1
Modul III Beban Kerja Fisik 2
10.00
Rata-rata
Kelompok 01
Modul III Beban Kerja Fisik 3
Tabel 5. Pengamatan Data Hasil Performansi Setiap Jam Kerja Dalam Satu Shift (Lanjutan)
Jam Kerja Kelompok Operator Performansi (%)
13.00
Rata-rata
16.00
Rata-rata
19.00
Rata-rata
Contoh Perhitungan:
Operator 1
Jumlah Pemindahan
Performansi = Target Jumlah Pemindahanx 100% (2)
Operator 2
Jumlah Pemindahan
Performansi = Target Jumlah Pemindahanx 100% (2)
Operator 3
Jumlah Pemindahan
Performansi = Target Jumlah Pemindahanx 100% (2)
1.2.3 Grafik Detak Jantung terhadap Waktu pada saat Kondisi Normal, Bekerja, dan
Pemulihan
(Kalimat pengantar)
Kelompok 01
Modul III Beban Kerja Fisik 4
Isi Gambar
Judul Gambar: Center
Font: Times New
Roman
Size: 11
Linespacing: Single
Grafik ditandai dengan
warna berbeda
Caption Gambar
Font: Times New
Roman
Size: 11
Linespacing: Single
Gambar 1. Grafik Detak Jantung terhadap Waktu pada saat Kondisi Normal, Bekerja dan
Pemulihan
1.2.4 Grafik Energi Terhadap Waktu Pada Saat Kondisi Normal dan Bekerja
(Kalimat pengantar)
Gambar 2. Grafik Energi terhadap Waktu pada saat Kondisi Normal dan Bekerja
1.2.5 Perhitungan Persentase Konsumsi Energi, Konsumsi Oksigen, Cardiovascular
Load, dan Waktu Intervensi
(Kalimat pengantar)
1. Operator 1
a. Konsumsi Energi
(Kalimat pengantar)
Yt = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
Yi = 1,80441 – 0,0229038X + 4,71733.10-4X2 (1)
KE = Yt – Yi (4)
Kelompok 01
Modul III Beban Kerja Fisik 5
b. Konsumsi Oksigen
(Kalimat pengantar)
Kondisi Normal
VO2i = 0.019HR – 0.024h + 0.016w + 0.045a + 1.15 (5)
Kondisi Bekerja
VO2t = 0.019HR – 0.024h + 0.016w + 0.045a + 1.15 (5)
c. Persentase Cardiovascular Load
(Kalimat pengantar)
100 X (denyut nadi kerja-denyut nadi normal)
%CVL = (6)
denyut nadi maksimum-denyut nadi normal
2. Operator 2
(Sama dengan Operator 1)
3. Operator 3
(Sama dengan Operator 1 dan Operator 2)
Kelompok 01
LAMPIRAN
Lampiran 1
1
Modul Beban Kerja Mental 2
Operator 2
(Sama dengan Operator 1)
Operator 3
(Sama dengan Operator 1 dan operator 2)
2. Kondisi 2
(Sama dengan kondisi 1)
3. Kondisi 3
(Sama dengan kondisi 1 dan 2)
1.2.2 Perbandingan Grafik
(Kalimat Pengantar)
1. Temperatur Terhadap Grafik P
a. Operator 1
(Kalimat Pengantar Gambar)
Kelompok 01
Modul Beban Kerja Mental 3
Isi Gambar
Judul Gambar: (Bold)
Font: Times New Roman
Size: 11
c. Operator 3
(Sama dengan Operator 1 dan operator 2)
2. Kelembaban Terhadap Grafik P
(Sama dengan poin 1)
3. Intensitas Cahaya Terhadap Grafik P
(Sama dengan poin 1 dan 2)
4. Intensitas Suara Terhadap Grafik P
(Sama dengan poin 1,2 dan 3)
1.2.3 Persamaan Regresi Berganda
(Kalimat Pengantar)
1. Operator 1
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 16. Persamaan Regresi Berganda Operator 1
Proporsi Benar
Kondisi X1 X2 X3 X4
(P)
1 61,3 28 68,5 36 54,2
2
3
Y = a + bX1 + cX2 + dX3 + eX4 (1)
Keterangan:
X1 = Temperatur
X2 = Kelembaban
X3 = Intensitas Cahaya
X4 = Intensitas Suara
Kelompok 01
Modul Beban Kerja Mental 4
Dari output software SPSS tersebut, maka didapatkan persamaan sebagai berikut:
Y = -620,265 + 26,265 X1 – 0,506 X3 (1)
2. Operator 2
(Sama dengan Operator 1)
3. Operator 3
(Sama dengan Operator 1 dan 2)
1.2.4 Perbandingan Hasil Tingkat Stres Setiap Operator
(Kata Pengantar)
1. Operator 1
(Kata Pengantar Gambar)
Kelompok 01
Modul Beban Kerja Mental 5
b. Pembobotan NASA-TLX
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 23. Hasil Perbandingan Kategori Operator 1 Kondisi 1
MD PD TD OP FR EF
MD MD TD OP FR MD
PD TD OP FR PD
TD TD FR TD
OP FR OP
FR FR
EF
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 24. Perhitungan Score Rata-Rata Operator 1 Kondisi 1
Kategori Rating (%) Bobot RatingxBobot
MD 65 2 130
PD 55 1 55
TD 75 4 300
OP 70 3 210
FR 80 5 400
EF 40 0 0
Jumlah 15 1095
Kelompok 01
Modul Beban Kerja Mental 6
∑ (bobot x rating)
Skor rata-rata = (2)
15
1095
Skor rata-rata = 15
= 73%
Kesimpulan Skor Rata-rata
2. Operator 1 Kondisi 2
(Kalimat Pengantar Tabel)
Tabel 25. Perhitungan Score Rata-Rata Operator 1 Kondisi 1
Kategori Rating (%) Bobot Rating x Bobot
MD 65 2 130
PD 55 1 55
TD 75 4 300
OP 70 3 210
FR 80 5 400
EF 40 0 0
Jumlah 15 1095
∑ (bobot x rating)
Skor rata-rata = 15
(2)
1095
Skor rata-rata = 15
= 73%
Kesimpulan Skor Rata-Rata
3. Operator 1 Kondisi 3
4. Operator 2 Kondisi 1
5. Operator 2 Kondisi 2
6. Operator 2 Kondisi 3
7. Operator 2 Kondisi 1
8. Operator 2 Kondisi 2
9. Operator 3 Kondisi 3
(Sama dengan poin 2-8)
Kelompok 01
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
(Hasil Stroop Test)
Lampiran A A-1
b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
LAMPIRAN B
(Hasil Lingkungan Kerja)
Lampiran B B-1
b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
Lampiran B B-2
b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
Lampiran B B-3
b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
Lampiran B B-4
b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
LAMPIRAN C
(Hasil Welltory)
Lampiran C C-1
b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
2. Printscreen Hasil HRV Setelah Bekerja Aplikasi Welltory
a. Kondisi 1 operator 1
b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
LAMPIRAN D
(Hasil SPSS)
Lampiran D D-1
b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
Lampiran D D-2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
LAMPIRAN E
(Hasil NASA-TLX)
Lampiran E E-1
1. Hasil NASA-TLX
a. Kondisi 1 operator 1
b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
LAMPIRAN F
(Hasil Tes Pauli)
Lampiran F F-1
1. Hasil Tes Pauli
a. Kondisi 1 operator 1
b. Kondisi 2 operator 1
c. Kondisi 3 operator 1
d. Kondisi 1 operator 2
e. Kondisi 2 operator 2
f. Kondisi 3 operator 2
g. Kondisi 1 operator 3
h. Kondisi 2 operator 3
i. Kondisi 3 operator 3
LAMPIRAN
(BIOMEKANIKA)
Lampiran Biomekaina II-1
1. Tandai bagian tubuh dari postur kerja operator membentuk sudut. Tarik garis lurus hingga
membentuk sudut pada tiap-tiap bagian tubuh dari postur kerja operator (Upper Arm,
Lower Arm, Wrist Position, Leg, Neck & Trunk).
2. Beri sudut pada tiap-tiap bagian tubuh dari postur kerja operator (Upper Arm, Lower Arm,
Wrist Position, Leg, Neck & Trunk).
Lampiran Biomekaina II-2
3. Buka Ergofellow, kemudian pilih REBA (Rapid Entire Body Assessment) lalu tekan enter.
4. Masukkan nilai sudut yang terbantuk pada leher dan punggung, serta posisi kaki ketika
pengangkatan. Jika ada tambahan lainnya, maka masukkam juga hal tersebut. Jika tidak
ada, langsung klik Load.
Lampiran Biomekaina II-3
5. Masukkan berat beban yang diangkat. Jika ada tambahan lainnya, maka masukkan juga
hal tersebut. Jika sudah, klik Upper arm, lowe arm and wrist.
6. Masukkan nilai sudut yang terbentuk pada lengan atas, lengan bawah dan pergelangan
tangan. Jika ada tambahan lainnya, maka masukkan juga hal tersebut. Jika sudah, klik
Coupling.
Lampiran Biomekaina II-4
7. Masukkan cara pemegangan benda pada saat pengangkatan, kemudian klik Activity.
1. Buka Ergofellow, pilih NIOSH (Revised Lifting Equatiion) lalu klik ENTER.
Lampiran Biomekaina II-6
2. Masukkan keterangan dan semua faktor pengali RWL, kemudian tekan CALCULATE.