TINJAUAN PUSTAKA
Sering terjadi penumpukan pasien atau Overcrowded di IGD yang salah satu
penyebabnya adalah adanya Waiting Time yang terlalu lama. Waiting Time ini berupa
keputusan dari dokter untuk pasien yang akan di putuskan untuk rawat inap atau
pulang, dan selain itu waktu yang lama juga pada tahap pemindahan ke ruang awat
inap. Waktu dianggap sebagai penentu atau pengukur terpenting untuk melihat
kualitas pelayanan yang di berikan di IGD dan Waiting Time yang terlalu lama akan
penguluran waktu untuk pelayanan terhadap pasien baru dan kurang maksimalnya
waktu tunggu terlalu lama ini juga telah menjadi masalah global di beberapa negara
(Romiko 2018).
menunggu di IGD selama 59 menit sebanyak 44%, menunggu 1-4 jam sebanyak
32,6%, menunggu 4-8 jam sebanyak 15,2%, menunggu lebih dari 8 jam sebanyak
8,2%. Sedangkan di negara India memiliki rata-rata waktu tunggu sekitar 1,26 jam
sampai 2,46 jam terhitung dari awal pasien masuk hingga mendapatkan keputusan. Di
estimasi waktu 6-7 jam terhitung dari awal pasien mendaftar sampai pasien dapat
meninggalkan IGD atau mendapatkan peawatan lebih lanjut seperti harus rawat inap.
dan penyebabnya pun di karenakan keterbatasan tenaga kesehatan dan juga ruang
rawat pasien. Hal ini dapat menyebabkan kerugian yaitu seperti kecemasan yang di
7
rasakan pasien dan keluarga pasien, beban keja terhadap pemberi layanan,
Waiting Time pada umumnya merupakan suatu bentuk dari kualitas pelayanan
yang diberikan oleh seorang penyedia layanan yang melibatkan banyak orang atau
masyarakat sebagai konsumennya. Konsepnya pun tak jauh beda dengan Waiting Time
pada umumnya. Bisa di jadikan contoh seperti pada rawat jalan yang ada di rumah
sakit, selain itu prosedur yang di miliki juga tidak terbilang selalu berjalan lancar
namun terdapat masalah yang sering terjadi juga dan berkaitan dengan terganggunya
terganggunya pola kerja dari rumah sakit dan dari Waiting Time ini di jadikan salah
layanan yang di inginkan. Dimana semakin lama atau kurangnya pelayanan yang di
sediakan dapat mempengaruhi kualitas layanan yang di tawarkan (Calvin and Xie
2017).
yang mulai dari pasien pendaftaran hingga pemeriksaan dilakukan oleh dokter.
Waiting Time ini merupakan bentuk dari mutu pelayanan yang sering menjadi keluhan
masyarakat, Waiting Time yang lama akan menimbulkan resiko terhadap kepuas an
pasien dan juga dari mutu pelayanan yang ada di rumah sakit. Sebuah kualitas
ataupun mutu pelayanan sebuah rumah sakit dapat di tentukan dari tingkatan
kepuasan pasien sebagai pengguna dari jasa pelayanan yang di berikan (Djawa,
Hariyanto, and Ardiyani 2017). Dari lamanya waktu tunggu biasanya di karenakan
ketidak efisiensinan dalam pelayanan seperti dan pengelelolaan sumber daya yang
8
salah, dari waktu tunggu yang lama selain pasien tidak merasa puas maka pasien juga
akan melakukan ketidak patuhan terhadap perintah atau intruksi yang telah diberikan
informasi yang di berikan atau waktu tunggu yang tidak dapat di jelaskan pada pasien
dan juga staf akan menimbulkan ketidak efektifan dalam pelayanan. Rata-rata pasien
yang baru mendaftar untuk mendapatkan pelayanan harus menunggu waktu di atas
15 menit namun sering kali pasien mendapatkan pengalaman waktu tunggu yang
menunggu kamar pasien dan kunjungan pasien yang terlalu banyak. Maka dari itu
waktu tunggu yang darurat sangatlah diperlukan penanganan yang lebih cepat (Saeed
et al. 2018).
Saat memberikan layanan medis pada pasien dibutuhkan waktu yang cukup
cepat untuk menyelamatkan nyawanya, Seperti halnya di Instalasi gawat darurat pada
saat pemberian waktu sangatlah perlu untuk di perhatikan berupa waktu minimum
dari pasien mendapatkan layanan hingga pemberian resep obat. Estimasi waktu
tunggu atau Waiting Time juga dapat berpotensi mengurangi angka kunjungan, karena
bagi pasien menunggu terlalu lama akan menjadikan mereka merasa bosan dan putus
asa untuk menunggu dan kebanyakan menyebabkan kurang lebih 10% pasien pergi
dengan dokter dan mendapatkan perawatan. Selain itu waktu tunggu atau Waiting
Time yang di rasa lama dapat meubah suatu pola pokir atau perilaku dari pasien dan
juga pemberi layanan kesehatan, bukan itu saja namun dapat menimbulkan suatu
9
konsekuensi yang cukup besar yaitu salah satunya kerugian terhadap rumah sakit yang
Memanajemen yang baik sangat diperlukan dalam waktu tunggu pasien, karena
akibat dari waktu tunggu yang lama sangat erat kaitannya dengan penyakit yang di
derita pasien hingga kematian yang akan meningkat. Jadi tidak hanya dalam kepuasan
pasien saja namun juga mempengaruhi presepsi informasi, pengalaman dan intruksi
pelayanan yang di berikan (Jaklič et al. 2018). Adapun yang seharusnya menjadi
pertimbangan dari Waiting Time yaitu sebuah harapan dimana Waiting Time atau waktu
tunggu dapat mendorong kepuasan dan juga lingkungan rumah sakit. Baik dari
sebagai pengguna layanan yang ada di rumah sakit (Davenport et al. 2017).
Pendapat dari pelanggan atau pasien dan kepuasan pasien adalah salah satu faktor
penting yang dapat mempengaruhi daya saing, dalam mencapai suatu tingkatan atau
keberhasilan di institusi untuk kedepannya untuk menggapai peluang yang lebih besar
di masadepan. Banyak definisi mengenai kepuasan salah satunya yaitu “upaya dalam
pemenuhan yang berdasarkan atas harapan dan tuntutan dari klien atau pasien”. Dari
sinilah tingkat kepuasan pasien bisa di bilang dengan masalah yang berbeda antara
kinerja yang di rasakan atau di harapkan oleh setiap individu. Dalam visi ataupun misi
yang utama dalam manajemen membeikan layanan pada pasien berupa upaya untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Seperti rumah sakit yang menjadi salah satu
contoh pusat layanan kesehatan umum yang menangani banyak pasien dalam setiap
10
sangat baik terhadap pasien dalam tujuan untuk dapat meningkatkan kualitas dari
Selain itu kepuasan merupakan suatu pendapat mengenai jasa atau layanan yang
namun pasien juga akan merasa kecewa jika pelayanan yang ia dapatkan tidak sesuai
dengan apa yang di inginkan. Perasaan puas ini akan muncul dari kinerja layanan
kesehatan yang ia dapatkan dengan perbandingan apa yang di harapkan oleh pasien
sebagai pengguna layanan (Wulandari, Utami 2020). Suatu kepuasan pasien menjadi
salah satu konsep yang menjadi pandangan dalam pelayanan pengobatan darurat. Hal
pasien di nilai sebagai kepatuhan dalam pengobatan yang baik, mengursngi adanya
mal praktek dan tanggung jawab yang profesional (Viotti et al. 2020a).
Kepuasan pasien juga sering di sebut atau di definisikan sebagai penentu suatu
pelayanan yang diberikan dari tenaga medis ke pasien, pengalaman seorang pasien di
rumah sakit saat mendapatkan pelayanan, dan selain itu juga sebagai kriteria untuk di
gunakan memeriksa kesehatan, perawatan dan pelayanan yang ada. Kualitas sebuah
kesehatan untuk dapat memahami kualitas layanan dan untuk memahami kebutuhan
(Zakerimoghadam et al. 2016). Dalam suatu pelayanan yang baik di pengaruhi oleh
ketepatan waktu, efisiensi fokus pasien dan kesetaraan. Tak hanya itu kepuasan
pasien juga dapat di ukur dengan beberapa indikator yang berhubungan dengan
pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan layaknya seperti waktu tunggu,
11
ketenagan dan kebersihan dari tempat layanan kesehatan yang di kunjungi (Alrasheedi
et al. 2019).
Kepuasan adalah suatu harapan dari hasil perawatan atau layanan yang di
dapatkan, seorang pasien akan merasa puas akan layanan yang di dapatkan jika
kebutuhan yang di inginkan dapat terpenuhi. Seperti saana dan prasarana yang cukup
memadai, pemberi layanan yang kompeten, layanan yang di dapat baik dan juga
keinginan terhadap kebutuhan agar lekas sembuh (Perceka 2020). Kepuasan juga
sebagai suatu penentu dalam penilaian sebuah layanan kesehatan dan sebagai
gambaran baik atau buruknya rumah sakit. Indikator dari kepuasan seorang pasien
dapat dilihat dari kualitas pelayanan atau perawatan kesehatan yang di dapatkan.
Adapun pelayanan yang menjadi ketidak puasan pasien diliputi beberapa faktor
pengaruh yang yaitu berupa waktu tunggu, standar pelayanan dan praktik, keahlian
tenaga medis, prosedur pelayanan yang diberikan, efisiensi dan ketepatan waktu.
Faktor lainnya yang berhubungann dengan pemberi layanan yang ini seperti
hubungan timbal balik yang serta pemberian atau penyedia layanan. Hal ini sebagian
besar bergantung pada efektifitas pelayanan prosedur, standar dan praktik (Jaklic et
al. 2018).
1. Tangible atau yang biasa di sebut kenyataan, seperti ketersediaan sarana dan
juga prasarana.
12
2. Reliability atau keandalan, dalam memberikan layanan dengan segera, akuran
dan memuaskan.
dalam suatu pelayanan kesehatan sehingga ada timbal balik yang baik.
2017).
3. Aspek geografis: mencakup lokasi atau tempat tinggal pengguna layanan atau
Tak hanya itu saja namun kepuasan pasien sebagai pengguna layanan kesehatan juga
13
3. Aspek biaya di sini informasi kepada pasien dan keluarga pasien sangatlah di
kesehatan.
Adapun aspek lain yang dapat mempengaruhi dari kepuasan pasien yaitu dapat di
lihat dari saraana dan prasarana yang bagus, komunikasi yang baik, proses dalam
Dalam upaya untuk meningkatkan mutu dari pelayanan agar menjadi lebih baik
menjamin kepuasan pasien ada beberapa faktor yang perlu di perhatikan seperti
kebijakan manajemen, ketenagaan yang handal dan unsur lingkungan lainnya. Tak
hanya itu namun dari indikator kepuasan pasien di pengaruhi oleh karakteristik pasien
sendiri sepeti:
14
1. Umur
2. Jenis Kelamin
Dengan perbandingan jenis kelamin ini perempuan lah yang di rasa lebih
3. Tingkat Pendidikan
merasa lebih mudah merasa puas di bandingkan dengan orang yang sudah
4. Pekerjaan
Seperti petani, nelayan, buruh dan sejenisnya lebih mudah merasa puas di
bandingkan dengan orang bekerja seperti pegawai negri, wiraswasta, TNI dan
Tak cukup itu saja namun indikator kepuasan pasien juga dapat di nilai atau di tandai
menyesuaikan keinginan dan kebutuhan pasien yang berpacu pada kode etik profesi
pada perkembangan persaingan di era teknologi yang semakin pesat saat ini, maka
15
rumh sakit sangat di tuntut untuk dapat meningkatkan layanan agar menjadi lebih
berkualitas. Rumah sakit juga merupakan suatu layanan yang mengadakan upaya
tingkatan pertama dengan mengutamakan dari segi promotif dan juga preventif
seperti cepat tanggap, kepedulian terhadap pasien dalam memberikan perawatan, dan
Instalasi Gawat Darurat biasa di anggap sebagai pintu utama dalam pelayanan
kesehatan di rumah sakit dan banyak pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan
pertama kali datang ke bagian IGD. Dalam menerima pelayanan seorang pasien di
dan pengobatan yang lebih cepat dan jarang mau menunggu (Zakerimoghadam et al.
2016). IGD merupakan suatu departemen yang sering di keluhkan oleh pasien terkait
mutu pelayanan. Adapun contohnya keluhan yang sering di rasakan masyarakat atau
pasien sebagai pengguna layanan kesehatan yaitu waktu tunggu yang lama. Pelayanan
yang tepat dan cepat memanglah sangat di butuhkan di IGD, namun ada juga faktor
penghambatnya seperti kondisi IGD yang penuh dan kurangnya ketenagaan. Dari
kondisi ini dapat menyebabkan penambahan waktu tunggu dari awal pendaftaran
hingga mendapatkan pemeriksaan oleh dokter (Siti, Ratna, and Alik 2019).
kesehatan yang terampil, kelengkapan sarana prasarana, sigap, tanggap dan tepat.
16
Waktu tunggu yang ada akan menyebabkan penurunan mutu pelayanan dan akan
berpengaruh juga terhadap tingkat kepuasan pasien sebagai pengguna layanan orang
terdekat, keluarga dan pengunjung lainnya. Dari keluhan ini di artikan sebagai
keluhan pada rumah sakit baik dari segi pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis
atau nonmedis. Penilaian kepuasan bisa di ambil dari awal mendaftar hingga
ketetapan dan kecepatan. Selain itu juga dapat berakibat fatal mengenai keadaan atau
kesehatan pasien hingga membahayakan pasien (Siti, Ratna, and Alik 2019). Adapun
prosedur penerimaan pasien yang baru datang ke IGD, pasien yang baru datang akan
melewati poses pemilihan atau triase yang dimana akan di tentukan akan masuk ke
prioritas yang mana seperti urutan warna hijau, kuning, merah dan hitam tergantung
dengan keadaan pasien, setelah itu akan mendapatkan pelayanan dari tenaga medis
seperti perawat dan juga dokter, lalu akan dilakukan pemeriksaan fisisk dan
pemeriksaan penunjang agar tau diagnosa dan perawatan apa yang tepat untuk di
berikan kepada pasien, selanjutnya akan ada keputusan yang akan di berikan kepada
pasien apakah di perbolehkan untuk pulang, di berikan tindakan lebih lanjut seperti
Kondisi gawat darurat adalah dimana kondisi pasien yang sangat membutuhkan
penanganan medis cukup cepat agar nyawa dapat terselamatkan dan menghindari
kecacatan pada pasien. Instalasi gawat darurat juga memiliki tujuan yang di utamakan
terhadap pasien akut yang sangat membutuhkan tindakan resusitasi dengan latar
belakang kegawat daruratan tertentu. Selain itu tertulis dalam Undang-undang No. 44
Tahun 2009 pasal 1, mengenai Instalasi Gawat Darurat. Instalasi Gawat Darurat atau
Unit Gawat Darurat merupakan salah satu layanan yang di sediakan oleh rumah sakit
17
untuk menangani pasien dalam pertolongan pertama pada pasien yang sakit, cedera
Gawat Darurat sangatlah membutuhkan pertolongan yang tepat dan cepat, maka di
layanan yang baik di bandingkan pelayanan di unit lain baik dalam tenaga medis
Tujuan dari hal ini supaya pasien akan mendapatkan layanan yang terbaik
berkulialitas dan tepat pada waktu. Pertolongan yang cepat dan tepat terhadap pasien
juga memerlukan standar kompetensi dan kemampuan tenaga medis agar dapat
menjamin layanan yang diberikan dalam gawat darurat. Ini pun dapat mempercepat
peningkatan sarana dan prasarana, sumber daya, dan manajemen rumah sakit sesuai
penanganan sesuai dengan keadaan pasien dan seorang tenaga medis pada kasus
gawat darurat di haruskan mampu mengatur prosedur layanan kesehatan pada pasien
sesuai keadaan yang di alami pasien. Beberapa kasus pada umumnya yang terjadi di
Instalasi Gawat Darurat dan menyebabkan kematian pasien yaitu meninggal saat
perjalanan ke rumah sakit sekitar 50% dan meninggal saat perjalanan ke rumah sakit
pada pasien trauma sekitar 35% dalam estimasi waktu 1-2 jam setelah trauma
(Sudarmono 2020).
18