Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PROSES MENCIPTAKAN KUALITAS KERJA

Dosen Pengampu: Drs. Iswanto, SE.MM


Mata kuliah: Manajemen Mutu Terpadu

Disusun oleh:

Andreas Heru Singgih Sutiyoso


2122037

INSTISTUT BISNIS DAN EKONOMI INDONESIA


2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam sebuah perusahaan untuk
mencapai tujuan dan sasarannya, karena sumber daya manusia merupakan salah satu faktor
penentu berhasil atau tidaknya suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Salah satu yang
harus diperhatikan dalam mengelola sumber daya manusia adalah mengenai penempatan kerja
karyawan. Menurut Mathis dan Jackson (2006) penempatan adalah menempatkan posisi
seseorang ke posisi pekerjaan yang tepat, seberapa baik seorang karyawan cocok dengan
pekerjaannya akan mempengaruhi jumlah dan kualitas pekerjaan.
Perusahaan sangat membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten dan berkualitas,
terutama di era globalisasi ini. Semua organisasi bisnis harus siap beradaptasi dan memperkuat
diri agar dapat bersaing sehingga mampu menjawab semua tantangan di masa yang akan datang.
Sumber daya manusia dalam hal ini adalah karyawan yang selalu berperan aktif dan dominan
dalam setiap kegiatan organisasi karena manusia sebagai perencana, pelaku serta penentu
terwujudnya tujuan.
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah suatu proses menangani berbagai masalah
pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat
menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat berharga, maka perusahaan bertanggung
jawab untuk memelihara kualitas kehidupan kerja dan membina tenaga kerja agar bersedia
memberikan kontribusinya secara optimal untuk mencapai tujuan perusahaan.
Peranan sumber daya manusia menjadi semakin penting bila dikaitkan dengan perkembangan
global yang penuh dengan persaingan diantara organisasi. Salah satu cara yang dilakukan
organisasi dalam menghadapi persaingan yaitu dengan memberdayakan dan menggali seluruh
potensi SDM yang dimilikinya itu secara maksimal. Sejalan dengan hal tersebut, maka suatu
organisasi perlu meningkatkan perhatiannya terhadap kualitas karyawannya, baik perhatian dari
segi kualitas pengetahuan dan keterampilan, karir maupun tingkat kesejahteraannya, sehingga
dapat meningkatkan prestasi dan motivasi pegawai untuk memberikan seluruh kemampuannya
dalam pencapaian tujuan organisasi.
Menyadari begitu pentingnya pengelolaan SDM dalam mencapai tujuan organisasi maka
perusahaan dan pimpinan perlu meningkatkan perhatiannya terhadap karyawan dalam upaya
meningkatkan prestasi kerjanya. Prestasi kerja karyawan sangat menentukan kemajuan suatu
perusahaan. Hal ini menjadi kewajiban seorang pimpinan untuk dapat menciptakan suasana yang
dapat mendukung terciptanya prestasi kerja yang tinggi dari karyawan. Prestasi kerja setiap
karyawan dapat diukur dengan melihat kuantitas dan kualitas kerja yang telah dilakukannya. Hal
ini dikemukakan oleh Rivai (2004) kinerja karyawan atau prestasi kerja karyawan merupakan
suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuan.
Pelatihan adalah proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, keterampilan
dasar yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaannya. Pelatihan merupakan salah satu usaha
dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja. Karyawan, baik yang baru
ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang
dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya, (Dessler, 2009).
Disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat
terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup
menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi- sanksinya apabila ia melanggar
tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya, (Sastrohadiwiryo, 2003).
Kualitas Kerja seorang karyawan sangat mempengaruhi prestasinya di perusahaan, yang di
mana hal inilah yang menjadi bahan pertimbangan seorang atasan atau manajer dalam
memberikan penilaian. Kualitas kerja yang di maksud adalah di mana pada saat melakukan proses
kegiatan kerja, seorang karyawan mampu menunjukan kualitas SDM yang di milikinya dengan
memberikan kontribusi yang maksimal terhadap perusahaan tempat ia bekerja.
Prestasi kerja adalah suatu bentuk dari hasil kerja seorang karyawan, hasil kerja tersebut
nantinya akan dinilai oleh atasan maupun perusahaan. Dan tentunya jika seorang karyawan
mendapatkan prestasi yang baik dia akan mendapatkan penghargaan atau hadiah dari perusahaan
tempat ia bekerja. Prestasi kerja seorang karyawan tidak selamanya baik, ada yang bagus dan ada
juga yang buruk maka dari itu setiap karyawan suatu organisasi atau perusahaan pasti akan
berusaha untuk mendapatkan hasil kerja yang baik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi saat ini pelaksanaan pelatihan yang dilakukan dalam meningkatkan
kompetensi dan kinerja karyawan?
2. Bagaimanakah rancangan konseptual model competency based training yang akan
diterapkan sebagai langkah strategis dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja
karyawan?
3. Bagaimana pelaksanaan dan penerapan model pelatihan competency based training dalam
meningkatkan kompetensi dan kinerja karyawan?
4. Apakah penerapan model pelatihan competency based training efektif dalam
meningkatkan kompetensi dan kinerja karyawan?

C. Tujuan
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka diharapkan penelitian ini memberi manfaat sebagai
berikut :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan pengaplikasian
ilmu pengetahuan di bidang manajemen, khususnya dalam bidang manajemen sumber
daya manusia.
2. dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai panduan untuk pengelolaan sumber daya
manusia yang berkualitas sehingga bisa menghasilkan prestasi kerja yang optimal.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan rujukan bagi penelitian selanjutnya
serta sebagai pertimbangan bagi organisasi yang menghadapi masalah serupa.

D. Ruang Lingkup
Seperti yang telah diketahui oleh penulis sebelumnya, bahwa ilmu yang mempelajari tentang
sumber daya manusia sangatlah luas, untuk itu penulis merasa perlu menambahkan pembatas
masalah dalam penelitian ini. Pembatasan masalah oleh penulis dimaksudkan agar penelitian dapat
lebih terfokus pada variabel yang akan diteliti. Tujuan adanya pembatasan masalah ini agar ruang
lingkup penelitian tidak perlu luas untuk menghindari kesalahan dan penyimpangan dari pokok
permasalahan serta tujuan yang dicapai
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Kualitas


Kualitas merupakan salah satu indikator penting bagi perusahaan untuk dapat eksis di
tengah ketatnya persaingan dalam industri. kualitas didefinisikan sebagai totalitas dari
karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan
yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Dalam mendefinisikan kualitas produk, ada lima pakar
utama dalam manajemen mutu terpadu (Total Quality Management) yang saling berbeda
pendapat, tetapi maksudnya sama. Di bawah ini dikemukakan pengertian kualitas dari lima
pakar TQM (Nasution, 2001: 15-16).

1. Menurut Juran (1993: 32)


Kualitas adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu didasarkan pada lima ciri
utama berikut: a. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan. b. Psikologis, yaitu citra rasa
atau status. c. Waktu, yaitu kehandalan. d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan. e. Etika,
yaitu sopan santun, ramah dan jujur. Kecocokan penggunaan suatu produk adalah apabila
produk mempunyai daya tahan penggunaan yang lama, meningkatkan citra atau status
konsumen yang memakainya, tidak mudah rusak, adanya jaminan kualitas dan sesuai
etika bila digunakan. Khusus untuk jasa diperlukan pelayanan kepada pelanggan yang
ramah, sopan serta jujur sehingga dapat menyenangkan atau memuaskan pelanggan.
2. Menurut Crosby (1979: 58)
Kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan
atau distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas
yang telah ditentukan. Standar kualitas meliputi bahan baku, proses produksi dan produk
jadi.
3. Menurut Deming (1982: 176)
Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Apabila Juran mendefinisakan
kualitas sebagai fitness for use dan Crosby sebagai conformance to requirement, maka
Deming mendefisinikan kualitas sebagai kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau
konsumen. Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan
konsumen atas suatu produk yang akan dihasilkan.
4. Menurut Feigenbaum (1986: 7)
Kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Suatu
produk dikatakan berkualitas apabila dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada
konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk.
5. Menurut Garvin (1988)
Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan atau konsumen. Selera atau harapan konsumen pada suatu produk
selalu berubah sehingga kualitas produk juga harus berubah atau disesuaikan. Dengan
perubahan kualitas produk tersebut, diperlukan perubahan atau peningkatan keterampilan
tenaga kerja, perubahan proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan
perusahaan agar produk dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, namun
dari ke lima definisi kualitas di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-
elemen sebagai berikut:
1) Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2) Kualitas mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan.
3) Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas
pada masa mendatang) (Nasution, 2001: 15).

1.2 Manajemen Kualitas


Pada dasarnya Manajemen Kualitas (Quality Management) atau Manajemen Kualitas
Terpadu (Total Quality Management = TQM) didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan
performansi secara terusmenerus (continuous performance improvement) pada setiap level
operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi dengan menggunakan
semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia. ISO 8402 (Quality Vocabulary)
mendefinisikan Manajemen Kualitas sebagai semua aktifitas dari fungsi manajemen secara
keseluruhan yang menentukan kebijakansanaan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggung jawab,
serta mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas (quality
planning), pengendalian kualitas (quality control), jaminan kualitas (quality assurance), dan
peningkatan kualitas (quality improvement).
Tanggung jawab untuk manajemen kualitas ada pada semua level dari manajemen,
tetapi harus dikendalikan oleh manajemen puncak (top management) dan implementasinya
harus melibatkan semua anggota organisasi. Dari definisi tentang manajemen kualitas di atas,
ISO 8402 (Quality Vocabulary) juga mengemukakan beberapa definisi tentang perencanaan
kualitas (quality planning), pengendalian kualitas (quality control), jaminan kualitas (quality
assurance), dan peningkatan kualitas (quality improvement), sebagai berikut (Gaspersz, 2001:
5-6):
1. Perencanaan kualitas (quality planning) adalah penetapan dan pengembangan
tujuan dan kebutuhan untuk kualitas serta penerapan sistem kualitas.
2. Pengendalian kualitas (quality control) adalah teknik-teknik dan aktivitas
operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan kualitas.
3. Jaminan kualitas (quality assurance) adalah semua tindakan terencana dan
sistematik yang diimplementasikan dan didemonstrasikan guna memberikan
kepercayaan yang cukup bahwa produk akan memuaskan kebutuhan untuk
kualitas tertentu.
4. Peningkatan kualitas (quality improvement) adalah tindakan-tindakan yang
diambil guna meningkatkan nilai produk untuk pelanggan melalui
peningkatan efektivitas dan efisiensi dari proses dan aktivitas melalui struktur
organisasi.

1.3 Konsep Dasar Six Sigma


1.3.1 Definisi sig Sigma
Sigma (huruf abjad Yunani ke-18) adalah istilah statistik untuk menunjukkan
penyimpangan standar (standard deviation), suatu indikator dari tingkat variasi dalam
seperangkat pengukuran atau proses. Dalam penggunaan bisnisnya, kata itu menunjukkan
cacat pada output suatu proses, dan membantu kita memahami sejauh mana proses itu
menyimpang dari kesempurnaan. Sedangkan Six Sigma merupakan konsep statistik yang
mengukur suatu proses yang berkaitan dengan cacat atau kerusakan. Mencapai enam sigma
berarti bahwa suatu proses menghasilkan hanya 3,4 cacat per sejuta peluang, dengan kata lain
bahwa proses itu berjalan hampir sempurna. Six Sigma pun merupakan falsafah manajemen
yang berfokus untuk menghapus cacat dengan cara menekankan pemahaman, pengukuran,
dan perbaikan proses (Brue, 2002: 2). Secara harfiah, Six Sigma (6σ) adalah suatu besaran
yang bisa kita terjemahkan secara gampang sebagai sebuah proses yang memiliki
kemungkinan cacat (defects opportunity) sebanyak 3.4 buah dalam satu juta produk/jasa. Ada
banyak kontroversi di sekitar penurunan angka Six Sigma menjadi 3.4 DPMO (Defects Per
Million Opportunities). Namun bagi kita, yang penting intinya adalah Six Sigma sebagai
metrics merupakan sebuah referensi untuk mencapai suatu keadaan yang nyaris bebas cacat.
Dalam perkembangannya, 6σ bukan hanya sebuah metrics, namun telah berkembang menjadi
sebuah metodologi dan bahkan strategi bisnis. Six Sigma menekankan penghilangan
kesalahan, penghilangan “sampah”, dan meminimalisir pengerjaan kembali barang yang
cacat. Dengan demikian, biaya yang semula digunakan untuk hal-hal tersebut dapat dikurangi
sehingga keuntungan yang diperoleh organisasi akan meningkat. Six Sigma merupakan
simbol kesempurnaan penyelenggaraan manajemen mutu. Sigma merupakan simbol dari
standar deviasi yang lazim kita temui dalam ilmu matematika dan statistika. Dengan
demikian, konsep ini mengukur besar penyimpangan yang terjadi dari proses yang dilakukan.
Makin tinggi nilai sigma yang diperoleh maka makin sempurnalah proses yang dilakukan
oleh organisasi tersebut. Patut diketahui bahwa rentang nilai sigma yang digunakan adalah 1
hingga 6.

1.3.2 Tema six sigma


“Visi” organisasi six sigma mencakup keenam tema berikut ini (Pande, 2003: 83).
1) Fokus yang sungguh-sungguh kepada pelanggan; didukung oleh
sikap yang mengutamakan kebutuhan para pelanggan, juga sistem
dan strategi yang berfungsi untuk mengikatkan bisnis kepada “Suara
Pelanggan”.
2) Manajemen yang digerakkan oleh data dan fakta; dengan
sistemsistem pengukuran yang efektif yang melacak hasil dan hasil
akhir maupun proses, input dan faktor-faktor prediktif lainnya.
3) Fokus proses, manajemen, dan perbaikan; sebagai sebuah mesin
untuk pertumbuhan dan sukses. Proses-proses dalam six sigma
didokumentasikan, dikomunikasikan, diukur dan diperbaiki pada
basis terus-menerus. Proses-proses tersebut juga dirancang atau
dirancang ulang secara berkala, untuk tetap berada pada kebutuhan
saat ini dari pelanggan dan bisnis.
4) Manajemen proaktif; meliputi kebiasaan dan praktik-praktik yang
mengantisipasi masalah dan perubahan-perubahan, menerapkan fakta
dan data, dan asumsi-asumsi pertanyaan mengenai tujuan dan
bagaimana kami melakukan sesuatu.
5) Kolaborasi tanpa batas; kooperasi khusus antara kelompokkelompok
internal dan dengan para pelanggan, pemasok, dan mitra rantai
persediaan.
6) Dorongan untuk sempurna, tetapi toleransi terhadap kegagalan; hai
ini memberikan kebebasan kepada orang-orang di dalam six sigma
untuk menguji pendekatan-pendekatan baru bahkan sementara
mengelola resiko dan belajar dari kesalahan, dengan demikian
“mencapai palang” kinerja dan kepuasan pelanggan.

Selain itu six sigma juga memberikan nilai filosofi yang bertumpu pada beberapa konsep penting
(Evans, 2007: 4):
 Selalu berpikir dalam kerangka proses bisnis utama serta kebutuhan pelanggan dengan tetap
berfokus pada tujuan strategis perusahaan.
 Memusatkan perhatian pada para pendukung perusahaan yang bertanggung jawab
menyukseskan proyek-proyek penting, mendukung kerja kelompok, membantu mengatasi
keengganan untuk berubah dan menggalang sumber daya.
 Menekankan sistem pengukuran yang bisa dikuantifikasi, seperti cacat persatu juta
kemungkinan (defects per million opportunities-dpmo) yang bisa diterapkan di setiap bagian
perusahaan.
 Memastikan bahwa sistem pengukuran yang tetap teridentifikasi diawal setiap proses serta
memastikan bahwa sistem tersebut berfokus pada pencapaian bisnis sehingga dapat
memberikan sistem insentif dan akuntabilitas.
 Menyediakan pelatihan menyeluruh yang diikuti dengan penugasan proyek untuk
meningkatkan profitabilitas, mengurangi aktivitas yang tidak bernilai tambah, serta mencapai
pengurangan waktu siklus.
 Menciptakan ahli-ahli peningkatan proses berkualifikasi tinggi yang dapat menerapkan aneka
alat untuk meningkatkan kinerja serta dapat memimpin tim.
 Mencanangkan tujuan jangka panjang untuk perbaikan.

1.3.3 Metodologi Six Sigma DMAIC


Akan dijelaskan melalui urutan fase kegiatan yang akan dilakukan, yaitu:
a. Define
Merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas six
sigma. Yaitu mendefinisikan tindakan-tindakan (action plan) yang harus dilakukan
untuk melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses bisnis kunci itu.

Dampak dari kualitas kehidupan kerja yang buruk salah satudiantaranya adalah timbulnya stress di
tempat kerja. Stess kerjamerupakan istilah umum yang menunjuk pada tekanan dan masalah
yangdialami oleh setiap orang dalam kehidupan kerjanya. Konsep stressmengandung dua makna yaitu
positif dan negatif. ;ika orang dapatmengatur atau mengelola stress dengan baik maka secara
psikologisakan menumbuhkan semangat dan moti)asi untuk bekerja. Sebaliknya jika stress terlalu
berlebihan akan menyebabkan terganggunya kesehatanbaik secara fisik maupun nonfisik.
Stress yang sering dikeluhkan orang biasanya merupakan suatuperasaan tegang atau tekanan
yang dialami ketika tuntutan yangdihadapkan melebihi kekuatan yang ada pada diri kita. Saat ini,
reaksistress pada umumnya berhubungan dengan ancaman finansial,emosional, mental, dan sosial.
oleh karena itu pimpinan suatu organisasi perlu mengelola stress agar karya&an mampu bekerja
produktif sehingga kinerja organisasi dapat dicapai secara maksimal.
Problem interpersonal dalam lingkungan kerja dapat terjadi terhadap resipien, kolega, dan
supervisor. individu yang mengalami burnout dapat membaca problem di tempat kerja ke rumah.
individu yang mengalami burnout cenderung menarik diri dari kontaksosial dan lebih buruk lagi jika
mengisolasi dirinya.Sikap negatif yang berkembang tidak hanya terjadi pada hubungan interpersonal
saja tetapi dapat pula terjadi pada pekerjaan atau pun organisasi. Sikap negatif dalam hubungan
interpersonal seperti dehumanisasi, tidak berperasaan, memisahkan diri,acuh tak acuh, sinis terhadap
resipien, merupakan karakteristik yang sering muncul pada penderita burnout.
Burnout dapat memperburuk kualitas kerja, bahkan dapat menyebabkan individu berhenti dari
pekerjaan, turnover tinggi dan juga absen, serta rendahnya produktivitas kerja menimbulkan masalah
bagi organisasi atau perusahaan karena burnout dapat muncul dalam bentuk komitmen kinerja
menurun, frustasi, penurunan semangat kerja, turnover, hilangnya dedikasi dan kreativitas individu.
Berikut ini beberapa cara meningkatkan kualitas kerja:
1. Tetapkan target atau tujuan yang jelas
Langkah ini adalah yang paling dasar. Tugas, tolok ukur, target, tenggat waktu, dan upah
setiap tenaga kerja harus jelas dan tertulis di dalam kontrak.

Kontrak antara pemberi kerja dan karyawan pun harus menguntungkan kedua belah pihak.
Dengan begitu, saat kontrak kerja disepakati, tenaga kerja akan memberikan kinerja terbaik
untuk perusahaan atau tempatnya bekerja.

2. Memberikan kebebasan tenaga kerja umtuk berkreasi


Awasi kinerja karyawan dengan wajar dan beri kebebasan mengatur waktu kerjanya asalkan
tidak melebihi tenggat. Cara ini dapat membuat mereka lebih dinamis, produktif, merasa
dihargai, dan kepercayaan dirinya meningkat.

3. Memberikan insentif berdasarkan prestasi


Sedikit persaingan saat bekerja adalah hal baik dan dapat meningkatkan produktivitas tenaga
kerja. Pihak perusahaan dapat memberikan insentif berdasarkan prestasi di luar bonus tahunan
atau menaikkan jabatan seseorang.

Saat karyawan melampaui target kerjanya, membantu perusahaan mencapai tujuannya, dan
membuktikan kemampuannya, mereka harus diberi penghargaan. Sistem penghargaan
berbasis prestasi ini dapat membantu mendorong produktivitas.

4. Pelatihan berkelanjutan
Mendorong karyawan untuk berkembang adalah jalan terbaik untuk meningkatkan
produktivitasnya. Hal ini bukan dimaksudkan untuk menjebak karyawan melakukan tugas
yang belum pernah dikerjakan, melainkan menampung potensi karyawan untuk terus
berkembang.
Pihak perusahaan dapat berinvestasi atau membiayai karyawannya untuk mengikuti pelatihan
atau memberikan beasiswa pendidikan. Dengan cara ini, mereka akan menjadi aset atau
penerus perusahaan di masa depan dengan ilmu-ilmu baru yang didapatkannya.

5. Ukur produktivitas tenaga kerja


Jika perusahaan ingin berkembang, harus ada alat ukur produktivitas bagi tenaga kerja. Alat
ukur ini tidak hanya berupa angka seperti jam kerja, tetapi juga kepribadian pegawai.

6. Pelayanan kesehatan
Kesehatan tenaga kerja berperan besar dalam peningkatan produktivitas perusahaan.
Karyawan yang berada di tempat kerja dengan fasilitas kebugaran, rekreasi, dan peningkatan
nutrisi akan meningkatkan etos kerja yang lebih baik.
BAB 3
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
1. Gambaran tingkat kualitas kehidupan kerja mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan di Divisi Pelayanan SDM.
2. Kualitas kehidupan kerja adalah tingkat individu individu yang merasa puas atas
kebutuhan kebutuhan penting mereka seperti kebutuhan untuk bebas dimana mereka
bekerja dalam suatu perusahaan.
3. Dalam dimensi kualitas kerja, lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap kualitas
kerja. Jenis lingkungan kerja dibagi menjadi 2 yakni: lingkungan kerja fisik dan
lingkungan kerja non fisik.
4. Memberikan kompensasi merupakan salah satu cara untuk memastikan organisasi
dapat bekerja dengan penuh motivasi dan berkinerja tinggi serta juga penuh motivasi
dan berkinerja tinggi serta juga berpotensi sebagai salah satu sarana terpenting dalam
membentuk perilaku mempengaruhi kinerja.
5. Restrukturasi kerja merupakan sistem kerja yan mencakup pengawasan, penetapan
kerja terutama prosedur dalam pengembangan para pekerja dengan keterlibatan
pekerja.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai