Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGITIS PADA ANAK

Disusun Oleh :

Fitri Ekahariningtias

NIM: 433131490120010

PROGRAM STUDI PROFESI


NERS STIKes KHARISMA
KARAWANG
Jln. Pangkal Perjuangan Km. 1 By Pass Karawang 41316
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS PADA
ANAK

1. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spiral
column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat. (Suriadi, 2006).
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur. (NANDA,
2012).

Meningitis merupakan keradangan pada daerah meningen, meningitis itu sendiri


terdiri atas meningitis tuberculosis, yang disebabkan oleh bakteri dan meningitis virus
atau disebut nonpurulen meningitis atau istilahnya disebut aseptic meningitis
yang

disebabkan oleh virus. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2006).


Meningitis adalah peradangan pada meninges, membran dari otak dan sumsum tulang
belakang. Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, atau jamur),
tetapi juga dapat diproduksi oleh iritasi kimia, perdarahan subarachnoid, kanker dan
kondisi lainnya. (WHO, 2014).

B. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu :

1. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta ada yang disebabkan metastasis infeksi dari tempat lain yang
menyebar melalui darah. Penyebabnya ialah meningokok (Neisseria
meningitidisis), pneumokok (Diplococcus pneumoniae), haemophilus
influenzae.Ada pula yang timbul karena perjalanan radang langsung dari radang
tulang tengkorak, mastoiditis misalnya, dari tromboflebitis atau pada luka tembus
kepala.Penyebabnya ialah streptokok, stafilokok, kadang-kadang
pneumokok.Likuor serebrospinal keruh kekuning-kuningan karena mengandung
pus, nanah.Nanah ialah campuran leukosit hidup dan yang mati, jaringan yang
mati

dan bakteri.
Pada permulaan gejala awal meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri
kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan
umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12-24 jam tibul gambaran
klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan brudzinski. Bila
terjadi koma yang dalam, tanda-tanda selaput otak akan menghilang, penderita

takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita sering gelisah,
mudah terangsang dan menunjukkan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif
dan halusinasi. Pada keadaan koma yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga
terjadi dilatasi pupil dan koma.

2. Meningitis serosa
Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti
lues, virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia. Likuor serebrospinal jernih meskipun
mengandung jumlah sel dan protein yang meninggi. Meningitis tuberculosis terjadi

akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru-paru.


Meningitis bukan terjadi karena terinfeksi selaput otak langsung penyebaran
hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada
permukaan otak, sumsum tuang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke
dalam rongga arachnoid.

Tuberculosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa.Pada


meningitis tuberculosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau
pengobatan yang terlambat.Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis

sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan, reabsorpsi berkuran atau


produksi berlebihan dari likuor serebrospinal.Anak juga bisa menjadi tuli atau buta
dan kadang-kadang menderita retardasi mental. Gambaran klinik pada penyakit ini
mulanya pelan.Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri
kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri
punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai tanda-
tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi
hemiparases dan kerusakan syaraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII, N VIII
sampai akhirnya kesadaran menurun.
Sedangkan berdasarkan etologinya meningitis terbagi atas:
a. Meningitis Bakterial

Meningitis bakterial merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh


meningen, dimana organisme masuk kedalam ruang arahnoid dan subarahnoid.
Meningitis bacterial adalah suatu peradangan pada selaput otak, ditandai
dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal
dan terbukti adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal.
Meningitis bakterial sering disebut juga sebagai meningitis purulen atau
meningitis septik.

Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), bakteri ini penyebab tersering

meningitis akut, dan paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun
anak-anak. Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian
atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah.

b. Meningitis Virus
Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik. Sering terjadi akibat
lanjutan dari bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi; measles,
mumps, herpes simplek, dan herpes zoster.
Meningitis virus adalah suatu sindrom infeksi virus susunan saraf pusat yang

akut dengan gejalah rangsang meningeal,pleiositosis dalam likuor


serebrospinalis dengan deferensiasi terutama limfosit,perjalanan penyakit tidak
lama dan selflimited tanpa komplikasi. Virus penyebab meningitis dapat dibagi
dalam dua kelompok, yaitu virus RNA (ribonuclear acid) dan virus DNA
(deoxyribo nucleid acid). Contoh virus RNA adalah enterovirus (polio),
arbovirus (rubella), flavivirus (dengue), mixovirus (influenza, parotitis,
morbili). Sedangkan contoh virus DNA antaa lain virus herpes, dan retrovirus
(AIDS).

c. Meningitis Jamur
Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit
oportunistik yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga
penanganannya juga sulit.
Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat dapat berupa
meningitis (paling sering) dan proses desak ruang (abses atau kista).

Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur, disebabkan


oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi pada pasien
acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).

C. Etiologi
1. Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis. Adapun beberapa bakteri yang
secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah:

Haemophillus influenza

Nesseria meningitides (meningococcal)


Diplococcus pneumoniae (pneumococca)

Streptococcus, grup A

Staphylococcus aureus

Escherichia coli

Klebsiella

Proteus

Pseudomonas
2. Virus
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh
sendiri.Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal
(misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem
saraf pusat melalui sistem vaskuler.Virus : Toxoplasma Gondhi, Ricketsia.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus seperti: campak, mumps,
herpes simplek, dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu
metabolisme sel sehingga sel mengalami nekrosis.Jenis lainnya juga mengganggu
produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan
gangguan neurologic.
3. Faktor predisposisi
Jenis kelamin: laki-laki lebih sering dibandingkan wanita.
4. Faktor maternal
Ruptur membrane fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
5. Faktor Imunologi
Defesiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobin, anak yang mendapat obat
imunosupresi.
6. Faktor resiko terjadinya meningitis :
a. Infeksi sistemik

Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis,
pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
b. Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang
memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea
dan rhinorrhea
c. Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga

tengah, operasi cranium.

D. Manifestasi Klinis
1. Neonatus : menolak untuk makan, reflex menghisap kurang, muntah atau diare,
tonus otot kurang, kurang gerak, dan menangis lemah.
2. Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan
perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium,
halusinasi, perilaku agresif atau maniak, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus.
Tanda kernig dan brudzinski positif, reflex fisiologis hiperaktif, ptechiae atau

pruritus (menunjukkan adanya infeksi meningococcal).


3. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : demam, malas makan, muntah,
mudah terstimulasi, kejang, menangis dan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku
kuduk, dan tanda kernig dan Brudzinsky positif.

E. Pathway

F. Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak
dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub
arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang,
direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan
subarachnoid. Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis,

memasuki cairan otak melalui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan
hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang
tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan
otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke
cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis
merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel.
Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf spinal yang
dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat
menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan

hydrocephalus.

Meningitis terjadi akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang
lain. Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya
penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, dan Bronchopneumonia. Masuknya
organisme melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Penyebaran organisme
bisa terjadi akibat prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan sistem
saraf pusat. Otorrhea atau rhinorrhea akibat fraktur dasar tengkorak yang dapat
menimbulkan meningitis, dimana terjadinya hubungan antara CSF (Cerebro-spinal

Fluid) dan dunia luar. Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu
aliran CSF di sekitar otak dan medulla spinalis. Mikroorganisme masuk ke susunan
saraf
pusat melalui ruang pada subarachnoid sehingga menimbulkan respon peradangan
seperti pada via, arachnoid, CSF, dan ventrikel. Efek peradangan yang di sebabkan
oleh mikroorganisme meningitis yang mensekresi toksik dan terjadilah toksekmia,
sehingga terjadi peningkatan suhu oleh hipotalamus yang menyebabkan suhu tubuh
meningkat atau terjadinya hipertermi (Suriadi & Rita Yuliani 2001).

Infeksi mikroorganisme terutama bakteri dari tonsil, bronkus, saluran cerna. Diotak
mikoorganisme berkembang biak membentuk koloni. Toksik yang dihasilan oleh
mikoorganisme melalui hematogen sampai ke hipotalamus.Volume pustula yang
semakin meningkat dapat mengakibatkan peningkatan intracranial.Desakan tersebut
dapat meningkatkan rangsangan di korteks serebri yang terdapat pusat pengaturan
sistem gastrointestinal sehingga merangsang munculna muntah dengan dengan cepat,
juga dapat terjadi gangguan pusat persnafasan.Peningkatan Intrakanial juga dapat

berdampak pada munculnya fase eksitasi yang terlalu cepat pada neuron sehingga
mwmunclkan kejang.Respon saraf juga tidak bisa berlangsung secara kondusif, ini
yang secara klinis dapat memunculkan respon patologis pada jaringan tersebut
seeperti munculnya tanda Kernig dan Brudinsky.

G. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada anak dengan meningitis, antara lain:
1. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul

karena adanya desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga

memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah subdural.


2. Peradangan pada daerah ventrikuler ke otak (ventrikulitis). Abses pada meningen
dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun
hematogen termasuk ke ventrikuler.
3. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi
Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga
memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla
spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di intrakranial.
4. Abses otak. Abses otak terjadinya apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena

meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.


5. Epilepsi
6. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang
sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai
tempat menyimpan memori.
7. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak
tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang
digunakan untuk pengobatan.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Lumbal Pungsi: Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung
jenis sel dan protein, cairan serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan TIK.
2. Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan
protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis

bakteri.
3. Glukosa & dan LDH : meningkat.
4. LED/ESRD: meningkat.
5. CT Scan/MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik.
6. Rontgent kepala: mengindikasikan infeksi intrakranial.
7. Kultur Darah
8. Kultur Swab Hidung dan Tenggorokan

I. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Terapeutik
• Isolasi

• Terapi antimikroba: antibiotik yang diberikan berdasarkan pada hasil kultur,

diberikan dengan dosis tinggi melalui intravena.

• Mempertahankan hidrasi optimum: mengatasi kekurangan cairan dan


mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema.

• Mencegah dan mengobati komplikasi: aspirasi efusi subdural (pada bayi),

terapi heparin pada anak yang mengalami DIC,

• Mengontrol kejang: pemberian terapi antiepilepsi

• Mempertahankan ventilasi

• Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial

• Penatalaksanaan syok bacterial

• Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim

• Memperbaiki anemia

2. Penatalaksanaan Medis
O Antibiotik sesuai jenis agen penyebab

O Steroid untuk mengatasi inflamasi

O Antipiretik untuk mengatasi demam


O Antikonvulsant untuk mencegah kejang

O Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa

dipertahankan
O Pembedahan: seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton).

O Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti


asering atau ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui
penurunan berat badan anak atau tingkat dehidrasi. Ini diberikan karena anak
yang menderita meningitis sering datang dengan penurunan kesadaran
karena kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran cairan melalui proses
evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan yang kurang akibat kesadaran
yang menurun.
O Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Pada dosis awal
diberikan diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian secara intravena. Setelah
kejang dapat diatasi maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada
neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan yang lebih 1
tahun 75 mg. Untuk rumatannya diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/
dibagi dalam 2 kali pemberian diberikan selama 2 hari. Sedangkan
pemberian fenobarbital 2 hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5
mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian. Pemberian diazepam selain untuk
menurunkan kejang juga diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh karena
selain hasil toksik kuman peningkatan suhu tubuh juga berasal dari kontraksi
otot akibat kejang.
O Penempatan pada ruangan yang minimal rangsangan seperti rangsangan
suara, cahaya dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat
membangkitkan kejang pada anak karena peningkatan rangsangan
depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat.
O Pembebasan jalan nafas denga menghisap lendir melalui section dan
memposisikan anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan
pembebasan jalan nafas dipadu dengan pemberian oksigen untuk
mensupport kebutuhan metabolisme yang meningkat selain itu mungkin juga
terjadi depresi pusat pernafasan karena peningkatan tekanan intrakranial
sehingga perlu diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi yang lebih mudah
masuk ke
saluran pernafasan. Pemberian oksigen pada anak dengan meningitis
dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa tinggi melalui masker oksigen.
O Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab.
Antibiotik yang sering dipakai adalah ampisillin dengan dosis 300-
400mg/KgBB dibagi dalam 6 dosis pemberian secara intrevena

dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi dalam 4 dosis


pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional melalui kultur dari
pembelian cairan serebrospinal melalui lumbal fungtio.

3. Penatalaksanaan di Rumah:
O Tempatkan anak pada ruangan dengan sirkulasi udara baik, tidak terlalu

panas dan tidak terlalu lembab. Sirkulasi udara yang baik berfungsi
mensupport penyediaan oksigen lingkungan yang cukup karena anakyang
menderita demam terjadi peningkatan metabolisme aerobik yang praktis
membutuhkan masukan oksigen yang cukup. Selain itu ruangan yang cukup
oksigen juga berfungsi menjaga fungsi saluran pernafasan dapat berfungsi
dengan baik. Adapun lingkunganyang panas selain mempersulit perpindahan
panas anak ke lingkungan juga dapat terjadi sebaliknya kadang anak yang
justru menerima paparan sinar dari lingkungan.
O Tempatkan anak pada tempat tidur yang rata dan lunak dengan posisi kepala

miring hiperektensi. Posisi ini diharapkan dapat menghindari tertekuknya


jalan nafas sehingga mengganggu masuknya oksigen ke saluran pernafasan.
O Berikan kompres hangat pada anak untuk membantu menurunkan demam.
Kompres ini berfungsi memindahan panas anak melalui proses konduksi.
Perpindahan panas anak biar dapat lebih efektif dipadukan dengan
pemberian pakaian yang tipis sehingga panas tubuh anak mudah
berpindah ke lingkungan.
O Berikan anak obat turun panas (dosis disesuaikan dengan umur anak).

Untuk patokan umum dosis dapat diberikan anak dengan usia sampai 1

tahun 60 –
120 mg, 1-5 tahun 120-150 mg, 5 tahun ke atas 250-500 mg yang diberikan
rata-rata 3 kali sehari.
O Anak diberikan minum yang cukup dan hangat dengan patokan rata-rata
kebutuhan 30-40 cc/KgBB/hari. Cairan ini selain secara volume untuk
mengganti cairan yang hilang karena peningkatan suhu tubuh juga berfungsi

untuk menjaga kelangsungan fungsi sel tubuhyang sebagian besar


komposisinya adalah unsur cairan. Sedangkan minuman hangat dapat
membantu mengencerkan sekret yang kental pada saluran pernafasan.

J. Konsep Tumbuh Kembang Anak


Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular,
berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan,
sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. Pertumbuhan berkaitan
dengan perubahan dalam jumlah, ukuran dan fungsi tingkat sel, organ, maupun

individu (Kemenkes RI, 2012).

Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal (genetik) dan
faktor eksternal (lingkungan). Faktor internal antara lain jenis kelamin, obstetrik dan
ras atau suku bangsa. Apabila faktor ini dapat berinteraksi dalam lingkungan yang
baik dan optimal, akan menghasilkan pertumbuhan yang optimal pula. Gangguan
pertumbuhan di negara maju lebih sering diakibatkan oleh faktor genetik, di negara
berkembang selain disebabkan oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh lingkungan

yang tidak memungkinkan seseorang tumbuh secara optimal. Faktor eksternal sangat
menentukan tercapainya potensi genetik yang optimal. (Supariasa dkk, 2016).

Menurut Supariasa dkk, 2016 faktor lingkungan dapat dibagi dua, yaitu faktor
pranatal dan lingkungan pascanatal. Faktor lingkungan pranatal adalah faktor
lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih dalam kandungan.
Soetjiningsih (1998) dalam Supariasa dkk, 2016, faktor lingkungan pasca natal adalah
faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan anak setelah lahir. Faktor
lingkungan pasca natal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anak yaitu :

1) Lingkungan biologis Lingkungan biologis yang berpengaruh terhadap


pertumbuhan adalah ras, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan
terhadap penyakit, penyakit kronis dan fungsi metabolisme yang saling terkait satu
dengan yang lain. Faktor dominan yang mempengaruhi pertumbuhan adalah status
gizi bayi yang dilahirkan. Bayi yang mengalami kekurangan gizi, dapat dipastikan
pertumbuhan anak akan terhambat dan tidak akan mengikuti potensi genetik yang
optimal (Soetjiningsih 1998 dalam Supariasa, dkk 2016).

2) Lingkungan fisik Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan adalah


cuaca, keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan rumah dan radiasi. Cuaca
dan keadaan geografis berkaitan dengan pertanian dan kandungan unsur mineral
dalam tanah. Daerah kekeringan atau musim kemarau yang panjang menyebabkan
kegagalan panen. Kegagalan panen menyebabkan persediaan pangan di tingkat
rumah tangga menurun yang berakibat pada asupan gizi keluarga rendah. Keadaan
ini dapat menyebabkan gizi kurang dan pertumbuhan anak akan terhambat. Di
daerah endemik, gangguan akibat kekurangan iodium (GAKY) menyebabkan
petumbuhan penduduknya sangat terhambat sepeti kerdil atau kretinisme

(Soetjiningsih 1998 dalam Supariasa, dkk 2016).


3) Keadaan sanitasi lingkungan Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik
memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, cacingan dan
infeksi saluran pencernaan. Anak yang menderita infeksi saluran pencernaan akan
mengalami gangguan penyerapan zat gizi sehingga terjadi kekurangan zat gizi.
Anak yang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit dan pertumbuhan
akan terganggu (Soetjiningsih 1998 dalam Supariasa, dkk 2016).
4) Faktor psikososial Faktor psikososial yang berpengaruh pada tumbuh kembang
anak adalah stimulasi, motivasi, ganjaran, kelompok sebaya, stres, lingkungan

sekolah, cinta dan kasih sayang serta kualitas interaksi antara anak dan orang tua.
Interaksi tidak ditentukan oleh seberapa lama orang tua berinteraksi dengan anak,
tetapi ditentukan oleh kualitas interaksi yaitu pemahaman terhadap kebutuhan
masing-masing dan upaya optimal untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang
dilandasi oleh rasa kasih sayang (Soetjiningsih 1998 dalam Supariasa, dkk 2016).
5) Faktor keluarga dan adat istiadat Faktor keluarga dan adat istiadat yang
berpengaruh pada pertumbuhan anak antara lain : pekerjaan atau pendapatan
keluarga, stabilitas rumah tangga, norma dan tabu serta urbanisasi (Soetjiningsih
1998 dalam Supariasa, dkk 2016).

K. Konsep Hospitalisasi Anak


Suatu proses karena alasan darurat atas berencana mengharuskan anak untuk tinggal
di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan . Selama proses
tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan yang asing,
lingkungannya yang asing, orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi akan
menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orang tua akan membuat stress anak

meningkat. Dengan demikian asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak
tetapi juga pada orang tuanya. (Supartini, 2004). Dampak hospitalisasi :
1) Dampak privasi : Setiap mau melakukan tindakan perawat harus selalu
memberitahu dan menjelaskan tindakan perihal apa yang mau dilakukan
2) Gaya hidup : Pasien anak yang dirawat di rumah sakit sering kali mengalami
perubahan pola gaya hidup hal ini disebabkan perbedaan pola di rumah sakit
dengan di rumah anak

3) Otonomi : Ia akan pasrah terhadap tindakan apapun yang dilakukan oleh petugas
kesehatan demi mendapatkan kesembuhan. 4) Peran : Banyak yang berubah seperti
perubahan peran, masalah keuangan, perubahan kebiasaan sosial, dan rasa
kesepian. (Wong, 2008).

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian

Riwayat keperawatan : riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat


pembedahan pada otak, cedera kepala

Pada neonatus : kaji adanya perilaku menolak untuk makan, refleks menghisap
kurang, muntah dan diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menagis lemah
Pada anak-anak dan remaja : kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah yang
diikuti dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan teragitasi,
fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, penurunan kesadaran,
kaku kuduk, opistotonus, tanda kernig dan Brudzinsky positif, reflex fisiologis
hiperaktif, petchiae atau pruritus.

Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : kaji adanya demam, malas

makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dangan merintih, ubun-

ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kernig dan Brudzinsky positif.
Pengkajian fokus yang memungkinkan muncul pada anak dengan Meningitis

a. Riwayat kesehatan
Anak yang menderita Meningitis mengalami gejala awal seperti peradangan pada
jaringan tubuh umumnya yaitu munculnya peningkatan suhu tubuh beberapa
hari.

b. Keluhan utama
Anak yang dibawa ke rumah sakit biasanya sudah mengalami peningkatan suhu
tubuh yang kadang diikuti dengan penurunan kesadaran dan kejang.

c. Kondisi fisik
Kesadaran anak menurun apatis sampai dengan nilai GCS yang berkisar antara 3
sampai dengan 9.Kondisi ini diikuti dengan peningkatan denyut jantung yang
terkesan lemah dan frekuensi > 100x/menit.Frekuensi pernapasan juga meningkat
30x/menit dengan irama kadang dangkal kadang dalam. Pada pengkajian
persarafan di jumpai kaku kuduk dengan reflek Kernig dan Brudiznky positif.
Turgor anak juga mungkin mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan
Cairan melalui proses evaporasi. Kualitas penurunan cairan juga dapat dapat
dibuktikan dengan mukosa bibir yang kering dan penurunan berat badan anak.

d. Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak


Karena organ yang mengalami gangguan adalah organ yang berkaitan dengan
fungsi memori, fungsi pengaturan motoric dan sensorik dang pengaturan yang lain
maka anak kemungkinan besar dapat mengalami masalah ancaman pertumbuhan
dan perkembangan seperti retardasi mental gangguan kelemahan atau
ketidakmampuan menggerakan tangan maupun kaki (paralisis). Karena gangguan
tesebut anak dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan sesuai
dengan tahapan usia misalnya 4 tahun sudah bisa menggosok gigi ketika diberi
gosok gigi anak masih bingung.

B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


Diagnose keperawatan berdasarkan SDKI:

1. Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017)


2. Risiko cedera (D.0136)
3. Nyeri Akut (D.0077)
4. Risiko Infeksi (D.0142)

Intervensi keperawatan berdasarkan SIKI:

No Diagnosis Intervensi

1. Risiko Perfusi Serebral Intervensi Utama


Tidak Efektif
1. Manajemen peningkatan tekanan
intrakranial
Observasi
- Identifikasi penyebab
peningkatan TIK (mis.lesi,
gangguan metabolisme,edema
serebral)
- Monitor tanda/gejala
peningkatan TIK (mis.
Tekanan darah
meningkat, tekanan nadi
melebar,
bradikardia, pola nadas
ireguler, kesadaran menurun)
- Monitor MAP (Mean Arterial
Pressure)
- Monitor CVP (Central Venous
Pressure), jika perlu
- Monitor PAWP, jika perlu
- Monitor PAP, jika perlu
- Monitor ICP (Intra Cranial
Pressure), jika tersedia
- Monitor CPP (Cerebral
Perfusion Pressure)
- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pernafasan
- Monitor intake dan
output cairan
- Monitor cairan serebro-
spinalis (mis. Warna,
konsistensi)

Terapeutik

- Minimalkan stimulus dengan


menyediakan lingkungan
yang tenang
- Berikan posisi semi fowler

- HCHCeingdaahrti emrjanduinvyear

kvea jlasanvga
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2
optimal
- Pertahankan suhu
tubuh normal

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian sedasi


dan anti konvulsan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian diuretik
osmosis, jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak
tinja, jika perlu

2. Risiko Infeksi Pencegahan Infeksi (I.14539)


Tindakan

Observasi :
- Monitor tanda dan gejala infeksi
lokal dan sitemik
Terapeutik
- Batasi jumlah pengunjung
- Berikn perawatan kulit pada
area edema
- Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptik
pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborsi
- Kolaborsi pemberian imunisasi,

jika perlu
-

3. Nyeri Akut (D.0077) Manajemen Nyeri (I.08238) :

Definisi: Pengalaman sensorik


atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan Observasi
aktual atau fungsional dengan
onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga - Identifikasi skala nyeri
berat yang berlangsung kurang

dari 3. Terapeutik
Gejaladantanda mayor
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Subjektif:
Edukasi
- Mengeluh nyeri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
Objektif:

- Tampak meringis
- Bersikap protektif (mis. Kolaborasi
Waspada posisi

- mGelnisgahindari nyeri)
- Kolaborasi pemberian analgetik,
- Frekuensi nadi
meningkat jika perlu
- Sulit tidur

Gejaladantanda minor

Subjektif: -

Objektif:

- Tekanan darah meningkt

- PNoalfasunampaks abnerbuebrauhbah
- Proses berfikir
terganggu
-
Menarik diri
-
Berfokus pada diri
sendiri
- Diaforesis

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1989. Perawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Depkes RI Pusat Pendidikan Tenaga

Kesehatan
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Riyadi,Sujono.2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit.Yogyakarta: Gosyen Publising

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8.

Jakarta: EGC dalam http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-

meningitis.html diakses pada 1 Mei 2014


Suriadi, Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: PT. Penerbitan

Penebar Swadaya

Tucker, Susan Martin et al. 1998. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And

Outcome.Ed. 5. Jakarta: EGC dalam http://askep-

asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-meningitis.html diakses pada 1 Mei

2014

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia: Definisi dan
indikator diagnortik. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia: Definisi dan
tindakan keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai