Anda di halaman 1dari 14

Analisa pelaksanaan Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada kinerja karyawan Griya

Facade
BAB 1
LATAR BELAKANG
Umumnya, proses pembangunan proyek konstruksi adalah kegiatan yang melibatkan banyak
risiko dan bahaya. Hal ini menyebabkan industri konstruksi memiliki reputasi yang buruk dalam
hal keselamatan dan kesehatan kerja. Situasi di lokasi proyek mencerminkan sifatnya yang keras,
kompleks, dan sulit dilaksanakan, sehingga para pekerja yang terlibat memerlukan stamina yang
optimal. Oleh karena itu, keselamatan kerja menjadi aspek yang paling penting dan harus
diperhatikan secara terus-menerus. Seperti yang kita ketahui, masalah keselamatan kerja sangat
kompleks dan melibatkan berbagai aspek, seperti perhatian terhadap kesejahteraan manusia,
biaya, manfaat ekonomi, aspek hukum, tanggung jawab, dan juga citra organisasi tersebut.
(Ervianto, 2005)
Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak
mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan standar kemanusiaan.
Pekerjaan dan penghidupan yang layak merujuk pada jenis pekerjaan yang memperlakukan
manusia dengan manusiawi, memastikan bahwa pekerja berada dalam kondisi yang aman dan
sehat, bebas dari kecelakaan dan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, serta lingkungan
kerja yang aman, nyaman, dan damai saat bekerja.
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam proyek konstruksi adalah suatu usaha
untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman, sehat, dan sejahtera. Tujuan utamanya
adalah mencegah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan pencemaran
lingkungan, dengan harapan dapat meningkatkan produktivitas. Prinsip ini diatur dalam Undang-
Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Agar pelaksanaan K3 dapat berjalan
dengan baik, kerjasama dan komunikasi antara semua pihak yang terlibat dalam proyek
konstruksi sangat penting. Pihak-pihak tersebut meliputi pemilik proyek, pengelola, kontraktor,
karyawan, dan pihak lain yang terkait. Dengan adanya kerjasama yang baik, mereka dapat
bekerja bersama-sama untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Dalam praktiknya, hal ini melibatkan implementasi berbagai kebijakan, prosedur, dan tindakan
preventif yang ditujukan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman. Ini termasuk
penggunaan peralatan pelindung diri yang sesuai, pelatihan keselamatan kerja, pemantauan
kondisi kerja, pengendalian risiko, dan inspeksi rutin. Dengan demikian, upaya pencegahan
kecelakaan kerja dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Pada pelaksanaan K3 di proyek konstruksi, seringkali terjadi rendahnya tingkat pengetahuan,
pemahaman, dan penerapan pihak-pihak terkait terhadap keselamatan kerja. Hal ini menjadi
salah satu kendala dalam proyek konstruksi, karena masih ada pradigma yang menganggap
bahwa aspek keselamatan sangat mahal dan hanya membuang-buang uang. Selain itu, pola pikir
yang minim terhadap keselamatan kerja dan ketidaknyamanan dalam menggunakan pakaian
safety juga menjadi faktor yang berkontribusi pada seringnya terjadinya kecelakaan kerja dalam
proyek konstruksi.

Peneliti menggunakan metode wawancara dan observasi dalam mengumpulkan data terkait
pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada karyawan Griya Facade dalam
proyek konstruksi. Metode wawancara melibatkan interaksi langsung antara peneliti dan pekerja
proyek konstruksi, di mana peneliti mengajukan pertanyaan terkait K3, kebijakan keselamatan
yang diterapkan, pemahaman pekerja tentang protokol keselamatan, dan pengalaman mereka
terkait keselamatan kerja.
Wawancara ini dapat dilakukan dalam bentuk wawancara terstruktur, di mana pertanyaan-
pertanyaan telah ditentukan sebelumnya, atau dalam bentuk wawancara tidak terstruktur, di
mana diskusi lebih bebas mengikuti arus percakapan. Selain wawancara, peneliti juga melakukan
observasi langsung di lokasi proyek konstruksi Griya Facade. Observasi ini memungkinkan
peneliti untuk melihat secara langsung praktik keselamatan kerja yang dilakukan oleh pekerja,
memperhatikan kepatuhan terhadap aturan dan prosedur K3, serta mengidentifikasi potensi risiko
atau kecelakaan kerja yang ada. Observasi ini dapat dilakukan melalui pengamatan visual,
pencatatan lapangan, dan dokumentasi foto atau video.
Data yang dikumpulkan dari wawancara dan observasi kemudian akan dianalisis oleh peneliti.
Analisis data melibatkan proses pengorganisasian, pengelompokan, dan penafsiran informasi
yang diperoleh dari partisipan wawancara dan observasi. Hal ini bertujuan untuk
mengidentifikasi pola, tema, dan kesimpulan terkait pelaksanaan program K3 pada karyawan
Griya Facade dalam proyek konstruksi. Dengan menggunakan metode wawancara dan observasi
ini, peneliti dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang pelaksanaan program
K3 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil analisis data ini dapat menjadi dasar untuk
merekomendasikan perbaikan atau perubahan dalam pelaksanaan program K3 di Griya Facade
serta memberikan informasi yang berharga bagi industri konstruksi secara keseluruhan.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan paradigma dan kesadaran yang lebih tinggi
terkait pentingnya keselamatan kerja. Pendidikan dan pelatihan mengenai K3 harus menjadi
prioritas dalam proyek konstruksi. Pihak-pihak terkait, termasuk pemilik proyek, pengelola,
kontraktor, dan karyawan, perlu diberikan pemahaman yang mendalam mengenai risiko kerja,
tindakan pencegahan, penggunaan peralatan pelindung diri, serta pentingnya mengikuti prosedur
keselamatan yang ditetapkan.
Selain itu, perlu adanya kampanye yang kuat untuk mengubah pola pikir yang meremehkan
keselamatan kerja. Kesadaran akan pentingnya keselamatan harus ditanamkan pada setiap
individu yang terlibat dalam proyek konstruksi. Perusahaan dan pihak terkait juga harus
memberikan contoh yang baik dengan mengutamakan keselamatan kerja dalam setiap aspek
proyek. Dengan meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan penerapan K3, serta mengubah
paradigma dan pola pikir yang mengabaikan keselamatan, diharapkan dapat mengurangi
kecelakaan kerja dalam proyek konstruksi dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman
dan sehat.

RUMUSAN MASALAH
- Apakah pada Griya Façade sudah menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada
proyek kontruksi?
- Bagaimana realisasi pelaksanaan K3 pada proyek kontruksi Griya Facade?

TUJUAN PENELITIAN
- Untuk mengetahui apakah sudah ditetapkan program K3 pada Griya Façade pada proyek
kontruksi.
- Untuk mengetahui bentuk realisasi pelaksanaan K3 pada proyek kontruksi Griya Façade.

MANFAAT PENELITIAN
- Pada penilitian ini diharapkan agar bermanfaat dan menambah pengetahuan mengenai
penerapan K3 pada proyek kontruksi Griya Façade.
- Bermanfaat bagi para kontraktor atau karyawan sebagai panduan dalam penerapan K3 di
lapangan untuk setiap pekerjaan terutama pelaksanaan proyek konstruksi gedung.
BAB 2
KAJIAN TEORI
A. Definisi K3
Keselamatan kerja, menurut Mondy dan Noe (2005), adalah upaya untuk melindungi karyawan
dari cedera yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Resiko keselamatan
mencakup berbagai aspek lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, kejadian listrik,
luka sayat, memar, keseleo, patah tulang, kerugian anggota tubuh, serta masalah penglihatan dan
pendengaran. Sementara itu, kesehatan kerja dikaitkan dengan kebebasan dari kekerasan fisik.
Resiko kesehatan melibatkan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang berlangsung dalam
jangka waktu tertentu dan dapat menyebabkan stres emosional atau gangguan fisik.
Menurut Mangkunegara (2002), keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya untuk
memastikan integritas dan keberlangsungan fisik dan mental tenaga kerja secara umum, serta
manusia pada umumnya. Hal ini merupakan hasil dari karya dan budaya yang bertujuan untuk
mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Mathis dan Jackson (2002) menyatakan bahwa
keselamatan mengacu pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terkait dengan
pekerjaan. Sementara itu, kesehatan merujuk pada kondisi umum fisik, mental, dan stabilitas
emosi secara keseluruhan.
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) mengacu pada upaya yang dilakukan oleh organisasi
untuk melindungi karyawan dan mengurangi risiko cedera atau penyakit akibat pekerjaan.
Kesehatan kerja melibatkan pengelolaan faktor-faktor lingkungan dan fisik yang dapat
mempengaruhi kesehatan karyawan, sedangkan keselamatan kerja melibatkan identifikasi,
evaluasi, dan pengendalian risiko yang mungkin muncul selama proses kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja memiliki penting dalam setiap lingkungan kerja, termasuk
kantor, pabrik, atau tempat kerja lainnya. Tujuan utamanya adalah melindungi kesejahteraan
karyawan, mengurangi risiko cedera atau penyakit akibat kerja, meningkatkan produktivitas, dan
mematuhi peraturan dan persyaratan hukum yang berlaku. Beberapa contoh faktor yang relevan
dalam kesehatan dan keselamatan kerja antara lain:
1. Identifikasi bahaya: Mengenali potensi bahaya di tempat kerja, termasuk faktor-faktor seperti
lingkungan fisik, peralatan, bahan kimia, dan perilaku kerja.
2. Evaluasi risiko: Menilai tingkat risiko yang mungkin timbul dari faktor-faktor tersebut dan
menentukan tindakan yang diperlukan untuk mengendalikannya.
3. Pencegahan dan pengendalian: Melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian untuk
mengurangi risiko dan memastikan bahwa karyawan bekerja di lingkungan yang aman dan sehat.
4. Pelatihan dan kesadaran: Memberikan pelatihan kepada karyawan untuk meningkatkan
kesadaran mereka tentang kesehatan dan keselamatan kerja, serta mengajarkan cara melindungi
diri sendiri dan orang lain.
5. Perlindungan peralatan dan pakaian kerja: Memastikan ketersediaan peralatan kerja yang
sesuai dan pakaian pelindung yang diperlukan untuk melindungi karyawan dari risiko cedera
atau paparan berbahaya.
6. Sistem pelaporan dan investigasi kecelakaan: Membangun sistem pelaporan yang efektif untuk
melaporkan insiden kecelakaan atau hampir kecelakaan, dan melakukan investigasi untuk
mencegah kejadian serupa di masa depan.
7. Kesehatan mental: Mengakui pentingnya kesehatan mental di tempat kerja dan menyediakan
dukungan yang diperlukan untuk mengelola stres dan meningkatkan kesejahteraan psikologis
karyawan.

B. Program K3
Program keselamatan kerja adalah serangkaian langkah dan tindakan yang diambil oleh
perusahaan atau organisasi untuk menjaga kondisi yang aman dan melindungi karyawan dari
risiko cedera atau kerugian di tempat kerja. Program ini bertujuan untuk mencegah kecelakaan,
meminimalkan bahaya dan risiko, serta memastikan karyawan memiliki lingkungan kerja yang
aman.
Menurut Mangkunegara (2000), keselamatan kerja mencerminkan kondisi yang bebas dari
penderitaan, kerusakan, atau kerugian di tempat kerja. Ini melibatkan aspek keselamatan yang
terkait dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, serta lingkungan dan
cara pelaksanaan pekerjaan. Sulistyarini (2006) menyatakan bahwa perusahaan juga harus
menjaga keselamatan karyawan di lingkungan kerja dengan memenuhi persyaratan keselamatan
kerja, antara lain:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
b. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
d. Memberikan jalan penyelamatan pada saat terjadi kebakaran atau kejadian berbahaya lainnya.
e. Memberikan pertolongan pada korban kecelakaan.
f. Memberikan alat perlindungan kepada para pekerja.
g. Mencegah dan mengendalikan faktor-faktor seperti suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap,
uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara, dan getaran.
h. Mencegah dan mengendalikan penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan,
infeksi, dan penularan.
i. Memastikan pencahayaan yang cukup dan sesuai.
j. Menyediakan sirkulasi udara yang cukup.
k. Menjaga kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.
l. Menjaga kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, serta cara dan proses kerja.
m. Mengamankan dan memperlancar pengangkatan orang, binatang, tanaman, atau barang.
n. Mengamankan dan memelihara berbagai jenis bangunan.
o. Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan penyimpanan barang.
p. Mencegah kontak dengan aliran listrik.
Program keselamatan kerja yang efektif melibatkan pelaksanaan kebijakan, prosedur, pelatihan
karyawan, inspeksi rutin, penilaian risiko, penerapan tanda peringatan, dan keterlibatan aktif
seluruh pihak di tempat kerja.
Pada dasarnya, upaya untuk memberikan perlindungan keselamatan kerja kepada karyawan
dapat dilakukan melalui dua cara, seperti yang dijelaskan oleh Soeprihanto (2002):
a. Usaha preventif atau mencegah: Langkah-langkah preventif bertujuan untuk mengendalikan
atau menghambat sumber-sumber bahaya di tempat kerja guna mengurangi atau menghindari
bahaya bagi karyawan. Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan meliputi:
 Substitusi: Mengganti alat atau sarana yang kurang atau tidak berbahaya.
 Isolasi: Memberikan isolasi atau alat pemisah terhadap sumber bahaya.
 Pengendalian secara teknis terhadap sumber-sumber bahaya.
 Penggunaan alat pelindung diri seperti perlindungan mata, topi keselamatan, masker gas,
masker debu, dan sebagainya.
 Penyediaan petunjuk dan peringatan di tempat kerja.
 Melakukan latihan dan pendidikan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Usaha represif atau kuratif: Kegiatan kuratif dilakukan untuk mengatasi kejadian atau
kecelakaan yang disebabkan oleh sumber-sumber bahaya di tempat kerja. Ketika terjadi
kecelakaan atau kejadian lainnya, persiapan fisik dan mental karyawan yang baik serta kerja
sama tim sangat penting dalam menghadapinya.
Program kesehatan kerja, seperti yang dijelaskan oleh Mangkunegara (2000), mengacu pada
kondisi bebas gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan
kerja. Resiko kesehatan melibatkan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan stres emosional atau gangguan fisik, dan berlangsung dalam jangka waktu yang
lebih lama dari periode yang ditentukan.
Dalam upaya menjaga kesehatan kerja, perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor
lingkungan yang berpotensi mempengaruhi kesehatan karyawan, baik secara fisik maupun
mental. Hal ini termasuk pengendalian suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, angin,
cuaca, radiasi, suara, getaran, serta mencegah timbulnya penyakit akibat kerja seperti fisik
maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan. Penerangan yang memadai, sirkulasi udara
yang cukup, dan menjaga kebersihan, kesehatan, dan ketertiban juga menjadi aspek penting
dalam program kesehatan kerja.
Perlindungan tenaga kerja melibatkan berbagai aspek, dan salah satu aspek penting adalah
perlindungan keselamatan. Tujuan perlindungan tersebut adalah agar tenaga kerja dapat
melakukan pekerjaannya secara aman, sehingga dapat meningkatkan produksi dan produktivitas.
Tenaga kerja perlu dilindungi dari faktor-faktor eksternal maupun internal yang dapat
membahayakan mereka atau mengganggu pelaksanaan tugas kerja. Program kesehatan fisik yang
disusun oleh perusahaan sebaiknya mencakup beberapa elemen, seperti yang dijelaskan oleh
Ranupandojo dan Husnan (2002):
a. Pemeriksaan kesehatan saat karyawan pertama kali bergabung dengan perusahaan.
b. Pemeriksaan secara periodik untuk para karyawan kunci (key personnel).
c. Pemeriksaan kesehatan sukarela secara periodik untuk semua karyawan.
d. Ketersediaan peralatan dan staf medis yang memadai.
e. Pemberian perhatian secara sistematis dalam mencegah masalah ketegangan.
f. Pemeriksaan sistematis dan periodik terhadap persyaratan sanitasi yang baik.
Selain melindungi karyawan dari penyakit atau keracunan, menjaga kesehatan fisik juga harus
memperhatikan kemungkinan terjadinya ketegangan atau tekanan pada karyawan selama bekerja.
Stress yang dialami oleh karyawan dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut, seperti yang
dijelaskan oleh Ranupandojo dan Husnan (2002) ; Faktor kimia, Faktor fisik, Faktor biologis,
Faktor sosial. Upaya menjaga kesehatan mental juga penting dilakukan, seperti yang disarankan
oleh Ranupandojo dan Husnan (2002):
a. Menyediakan konsultasi dengan psikiater.
b. Kerjasama dengan psikiater di luar perusahaan atau di lembaga konsultan.
c. Memberikan pendidikan kepada karyawan tentang pentingnya kesehatan mental.
d. Mengembangkan dan menjaga program-program hubungan manusiawi yang baik.
Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan kesehatan karyawan dengan
memberikan lingkungan kerja yang lebih sehat. Terutama bagi organisasi yang memiliki tingkat
kecelakaan yang tinggi, perusahaan perlu bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan yang
dapat mempengaruhi kesehatan karyawan. Berikut adalah beberapa sebab yang dapat
menyebabkan kecelakaan dan gangguan kesehatan karyawan, seperti yang dikemukakan oleh
Mangkunegara (2000):
a. Keadaan Lingkungan Kerja:
1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang berbahaya yang kurang memperhatikan
keamanannya.
2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak sesuai dengan tempatnya.
4. Pengaturan udara yang tidak memadai.
5. Kurangnya sirkulasi udara yang baik di ruang kerja yang kotor, berdebu, dan berbau tidak
enak.
6. Pengaturan suhu udara yang tidak sesuai.

b. Pengaturan Penerangan:
1. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
2. Kurangnya pencahayaan di tempat kerja, yang membuat ruangan remang-remang.

c. Pemakaian Peralatan Kerja:


1. Penggunaan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak tanpa dilakukan perbaikan atau
penggantian.
2. Penggunaan mesin dan peralatan elektronik tanpa perlindungan yang memadai.

d. Kondisi Fisik dan Mental Pegawai:


1. Kerusakan indra atau stamina pegawai yang menurun karena faktor usia atau cedera.
2. Ketidakstabilan emosi pegawai atau kepribadian yang rentan.
Dalam rangka mengurangi risiko kecelakaan dan gangguan kesehatan karyawan, perusahaan
perlu mengidentifikasi dan mengatasi sebab-sebab tersebut melalui langkah-langkah pencegahan
dan perbaikan yang tepat.

C. Pendekatan keselamatan dan kesehatan kerja


Pendekatan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya terpadu dan terkoordinasi dalam
mencegah kecelakaan. Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia mengharapkan bahwa
upaya pencegahan kecelakaan dilakukan melalui program-program yang melibatkan koordinasi
berbagai aktivitas, pengawasan yang terarah, serta didasarkan pada sikap, pengetahuan, dan
kemampuan. Terdapat 5 tahapan atau pendekatan utama dalam pencegahan kecelakaan menurut
teori yang dikembangkan oleh beberapa ahli, seperti yang dikutip oleh Sunyoto (2012:242):

1. Organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja:


Pada era industrialisasi yang kompleks, pencegahan kecelakaan tidak dapat dilakukan secara
individu atau oleh satu orang saja, melainkan memerlukan kerjasama banyak orang dan berbagai
jenjang dalam organisasi yang memadai.
2. Menemukan Fakta dan Masalah:
Pada tahap ini dilakukan survei, inspeksi, observasi, investigasi, dan tinjauan rekaman untuk
menemukan fakta-fakta dan masalah-masalah terkait keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Analisis:
Tahap ini melibatkan proses untuk menganalisis fakta dan masalah yang ditemukan, dengan
mencari solusi-solusi yang tepat. Analisis ini mencakup identifikasi sebab utama masalah,
tingkat keparahan, lokasi, serta kaitannya dengan manusia dan kondisi kerja. Hasil analisis ini
dapat menghasilkan satu atau lebih alternatif pemecahan masalah.
4. Pemilihan atau Penetapan Alternatif Pemecahan:
Dari berbagai alternatif pemecahan yang dihasilkan, dilakukan seleksi untuk memilih satu
alternatif yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.
5. Pelaksana:
Setelah alternatif pemecahan dipilih, tindakan pelaksanaan harus dilakukan sesuai dengan
keputusan yang telah ditetapkan. Dalam proses pelaksanaan, penting adanya kegiatan
pengawasan untuk mencegah terjadinya penyimpangan.
Dengan mengikuti pendekatan tersebut, perusahaan dapat meningkatkan keselamatan dan
kesehatan kerja karyawan serta mengurangi risiko kecelakaan dan gangguan kesehatan yang
dapat terjadi di tempat kerja.

D. Tujuan dan manfaat keselamatan dan kesehatan kerja


Seperti yang dijelaskan oleh Mangkunegara (2002), adalah sebagai berikut:
a. Memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik secara fisik, sosial, dan
psikologis kepada setiap pegawai. Hal ini bertujuan untuk melindungi karyawan dari risiko
kecelakaan dan penyakit yang dapat terjadi di tempat kerja.
b. Mengoptimalkan penggunaan perlengkapan dan peralatan kerja dengan sebaik-baiknya.
Tujuannya adalah agar perlengkapan dan peralatan kerja digunakan dengan selektif, efisien, dan
aman, sehingga mengurangi risiko kecelakaan dan gangguan kesehatan.
c. Memastikan semua hasil produksi tetap terjaga keamanannya. Dengan adanya keselamatan
dan kesehatan kerja yang baik, produk-produk yang dihasilkan akan memenuhi standar
keselamatan dan kualitas.
d. Menjamin pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai. Upaya ini bertujuan untuk
memastikan bahwa karyawan mendapatkan asupan gizi yang cukup dan seimbang, sehingga
kesehatan mereka tetap terjaga.
e. Meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. Dengan adanya lingkungan
kerja yang aman dan sehat, karyawan akan merasa lebih termotivasi, bekerja dengan harmonis,
dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan perusahaan.
f. Mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. Dengan
memperhatikan faktor-faktor lingkungan dan kondisi kerja yang mempengaruhi kesehatan, risiko
terjadinya gangguan kesehatan dapat diminimalisasi.
g. Menciptakan rasa aman dan perlindungan bagi setiap pegawai dalam bekerja. Karyawan akan
merasa dihargai dan dilindungi ketika perusahaan memberikan perhatian serius terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja.
Pentingnya peran pimpinan dalam mewujudkan tujuan dan manfaat keselamatan dan kesehatan
kerja juga ditekankan. Pimpinan perlu memahami pentingnya perlindungan karyawan dan
mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat,
dan mendukung kesejahteraan pegawai.

E. Kinerja Karyawan
Kinerja karyawan dapat dijelaskan sebagai perilaku nyata yang ditampilkan oleh seseorang
dalam melaksanakan tugasnya dalam perusahaan. Beberapa pendapat dari ahli mengenai kinerja
karyawan adalah sebagai berikut:
1. Menurut Rivai (2004), kinerja adalah prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai
dengan perannya dalam perusahaan.
2. Menurut Mangkunegara (2000), kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.
3. Bernandin dan Russell, yang dikutip oleh Gomes (2003), menyatakan bahwa kinerja adalah
catatan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan atau kegiatan selama periode waktu tertentu.
4. Mathis dan Jackson (2000) mendefinisikan kinerja sebagai prestasi karyawan yang diukur
berdasarkan standar atau kriteria yang ditetapkan oleh perusahaan. Kinerja dapat dilihat dari
aspek kualitas keluaran, kuantitas keluaran, jangka waktu keluaran, dan kehadiran di tempat
kerja.
Dengan demikian, kinerja karyawan merupakan prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang
dicapai oleh seorang karyawan. Kinerja ini memiliki pengaruh terhadap kontribusi yang
diberikan oleh karyawan kepada organisasi, seperti kualitas dan kuantitas keluaran yang
dihasilkan, kepatuhan terhadap waktu yang ditetapkan, serta kehadiran yang konsisten di tempat
kerja.

F. Faktor Faktor Yang mempengaruhi Kinerja


Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Faktor Kemampuan (Ability):
a. Kemampuan potensi (IQ): Merujuk pada kecerdasan individu yang mempengaruhi
kemampuan untuk memahami dan mempelajari tugas-tugas kerja dengan cepat.
b. Kemampuan reality (knowledge+skill): Melibatkan pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki oleh individu untuk menjalankan tugas-tugas kerja secara efektif. Pendidikan yang
memadai dan keahlian dalam bidang pekerjaan tertentu akan mendukung kinerja yang optimal.
Faktor kemampuan ini mempengaruhi kinerja karyawan dengan memberikan mereka
kemampuan dan kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dengan baik, serta
memberikan peluang karier dan fasilitas kerja yang memadai.

2. Faktor Motivasi (Motivation):


Motivasi merujuk pada sikap individu terhadap situasi kerja di lingkungan organisasi. Individu
yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaan mereka akan menunjukkan tingkat motivasi yang
tinggi, sementara mereka yang memiliki sikap negatif akan menunjukkan tingkat motivasi yang
rendah. Motivasi yang tinggi dapat meningkatkan kinerja karyawan, karena mereka memiliki
dorongan internal untuk mencapai tujuan dan berprestasi dalam pekerjaan. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi motivasi karyawan meliputi lingkungan kerja yang menyenangkan,
pengakuan dan penghargaan atas prestasi, kesempatan pengembangan karier, partisipasi dalam
pengambilan keputusan, dan peningkatan tanggung jawab.
Kedua faktor ini saling berinteraksi dan mempengaruhi kinerja karyawan secara keseluruhan.
Kemampuan yang baik dan motivasi yang tinggi dapat meningkatkan kinerja, sementara
kurangnya kemampuan atau motivasi yang rendah dapat menghambat kinerja yang efektif. Oleh
karena itu, penting bagi organisasi untuk memperhatikan dan mengelola kedua faktor ini guna
meningkatkan kinerja karyawan.
G. Manfaat Penilaian Pekerja
Manfaat penilaian kinerja bagi organisasi atau perusahaan adalah sebagai berikut:
a. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi: Hasil penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar
untuk menentukan kompensasi dan insentif bagi karyawan. Karyawan yang memiliki kinerja
yang baik dapat diberikan penghargaan berupa kenaikan gaji, bonus, atau fasilitas lainnya.
b. Perbaikan kinerja: Penilaian kinerja memberikan umpan balik kepada karyawan mengenai
kekuatan dan kelemahan mereka dalam menjalankan tugas. Hal ini memungkinkan organisasi
untuk mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki dan mengembangkan rencana tindakan yang
sesuai untuk meningkatkan kinerja karyawan.
c. Kebutuhan latihan dan pengembangan: Dengan mengevaluasi kinerja karyawan, organisasi
dapat mengidentifikasi kebutuhan latihan dan pengembangan yang diperlukan. Penilaian kinerja
membantu mengidentifikasi keterampilan dan pengetahuan yang kurang dan memberikan dasar
untuk merancang program pelatihan yang relevan.
d. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian,
dan perencanaan tenaga kerja: Penilaian kinerja memberikan informasi objektif yang digunakan
dalam pengambilan keputusan terkait promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian, dan
perencanaan tenaga kerja. Hasil penilaian kinerja dapat menjadi dasar yang adil dan transparan
untuk pengambilan keputusan ini.
e. Untuk kepentingan penelitian kepegawaian: Data penilaian kinerja dapat digunakan untuk
kepentingan penelitian dan analisis lebih lanjut dalam bidang kepegawaian. Informasi ini dapat
memberikan wawasan tentang tren kinerja karyawan dan membantu dalam pengembangan
strategi manajemen sumber daya manusia yang lebih efektif.
f. Membantu diagnosis terhadap kesalahan desain karyawan: Melalui penilaian kinerja,
organisasi dapat mengevaluasi sejauh mana desain pekerjaan, struktur organisasi, dan sistem
manajemen yang ada telah efektif. Hal ini membantu dalam mengidentifikasi dan memperbaiki
kesalahan desain yang mungkin mempengaruhi kinerja karyawan.
Secara keseluruhan, penilaian kinerja memberikan manfaat penting bagi organisasi dalam
mengelola karyawan dan meningkatkan kinerja secara keseluruhan.

H. Tujuan Penilaian Kinerja


Tujuan penilaian kinerja karyawan, seperti yang disebutkan oleh Rivai (2004), meliputi:
a. Pemberian imbalan yang serasi: Penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk memberikan
imbalan kepada karyawan, seperti kenaikan gaji berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, dan
insentif uang. Dengan menilai kinerja karyawan secara obyektif, organisasi dapat memberikan
imbalan yang sesuai dengan kontribusi yang mereka berikan.
b. Mendorong pertanggungjawaban: Penilaian kinerja mendorong karyawan untuk bertanggung
jawab atas pekerjaan dan hasil yang mereka hasilkan. Dengan mengevaluasi kinerja mereka,
karyawan merasa diharapkan untuk mencapai standar yang ditetapkan dan memenuhi tanggung
jawab mereka.
c. Meningkatkan motivasi kerja: Penilaian kinerja dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan
dengan memberikan umpan balik positif tentang kinerja mereka yang baik. Ini dapat memotivasi
karyawan untuk terus meningkatkan kinerja mereka dan mencapai tujuan yang ditetapkan.
d. Meningkatkan etos kerja: Dengan mengevaluasi kinerja karyawan, organisasi dapat
mempromosikan etos kerja yang kuat di antara karyawan. Karyawan akan menyadari bahwa
kinerja yang baik dihargai dan diakui, sehingga mereka termotivasi untuk bekerja dengan
dedikasi dan kualitas yang tinggi.
e. Memperkuat hubungan antara karyawan dan supervisor: Penilaian kinerja dapat menjadi
kesempatan untuk diskusi antara karyawan dan supervisor tentang kemajuan kerja dan
pencapaian tujuan. Ini memperkuat hubungan antara karyawan dan supervisor serta
memfasilitasi komunikasi yang terbuka dan konstruktif.
f. Umpan balik untuk perbaikan: Penilaian kinerja memberikan kesempatan bagi karyawan untuk
memberikan umpan balik tentang desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karier mereka.
Informasi ini dapat digunakan untuk memperbaiki faktor-faktor tersebut agar sesuai dengan
kebutuhan karyawan dan meningkatkan kinerja mereka di masa depan.
g. Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan/efektivitas: Penilaian kinerja dapat digunakan
sebagai kriteria keberhasilan atau efektivitas dalam penelitian seleksi karyawan. Hasil penilaian
kinerja dapat digunakan untuk memvalidasi prediksi kemampuan kerja dan memperbaiki proses
seleksi karyawan di masa depan.
h. Sumber informasi untuk perencanaan SDM, karier, dan keputusan perencanaan sukses: Hasil
penilaian kinerja merupakan sumber informasi yang berharga untuk perencanaan sumber daya
manusia, pengembangan karier, dan pengambilan keputusan strategis. Informasi ini membantu
organisasi dalam mengelola dan mengembangkan karyawan serta merencanakan langkah-
langkah keberhasilan di masa depan.
Secara keseluruhan, tujuan penilaian kinerja adalah untuk memberikan umpan balik yang
konstruktif, mendorong pertanggungjawaban, meningkatkan motivasi kerja, dan mendukung
pengambilan keputusan yang efektif dalam pengelolaan karyawan dan perencanaan organisasi.
DAFPUS
Ramli soehatman. 2010. System manjemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS 18001.
Jakarta. Penerbit dian rakyat
Somad ismed Ir,MSc.Eng. 2013. Teknik efektif dalam membudayakan keselamatan dan
kesehatan kerja
Mangkunegara, DR. A.A. Anwar Prabu. 2000. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Penerbit Refika
Aditama
Mangkunegara. 2009. manajemen sumber daya manusia perusahaan, bandung. Penerbit pt
remaja rosdakarya
Centers for Disease Control and Prevention. (2016). National Institute for Occupational Safety
and Health
Kusuma jati Ibrahim. 2010. Pelaksanaan program keselamatan dan kesehtan kerja PT bitrtex
industry semarang. Semarang, universitas diponegoro. International Labour Organization.
(2019). Safety and Health at Work.
Occupational Safety and Health Administration. (2019). United States Department of Labor.
Lestari trisna. 2007. Hubungan keselmatan dan kesehatan kerja dengan produktifitas kerja
karyawan. Bogor, institusi pertanin bogor.
European Agency for Safety and Health at Work. (2021)
Dahlawi dharief ahmad. 2006. Factor-faktor yang mempengaruhi perilaku keselamatan dan
kesehatan kerja di area pengolahan PT antam Tbk unit bisnis pertambangan emas pongkor
kabupaten
Commission for Occupational Safety and Health. (2017). Safe Work Australia
Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. Jakarta: Penerbit
Raja Grafindo Persada
Handoko, T. Hani. 2000. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Yogyakarta:
Penerbit BPFE.

Anda mungkin juga menyukai