Anda di halaman 1dari 45

MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENGAJAR

DENGAN WORKSHOP MODEL-MODEL PEMBELARAJAN


PADA SISWA KELAS VII SMP KRISTEN KUSU-KUSU

LANGKAH - LANGKAH PROPOSAL PTS/M

HALAMAN JUDUL
LEMABARAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
 LATAR BELAKANG
 RUMUSAN MASALAH
 TUJUAN PENELITIAN
 MANFAAT PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSATAKA


 GURU DAN MENGAJAR
1. MUTU PENDIDIKAN DAN PROFEI GURU
2. MENGAJAR
3. KETRAMPILAN MENGAJAR YANG HARUS DIMILIKI GURU
BAB III METODE PENELITIAN
 TIPE PENELITIAN
 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
 SUBJEK PENELITIAN
 INTRUMEN PENELITIAN
 THEKNIK PENGUMPULAN DATA
 PROSEDUR PENELITIAN
 THENIK ANALISA DATA
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
 HASIL PENELITIAN
 PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
1. KESIMPULAN
2. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan

kualitas pengajaran yang dilaksanakan. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan

membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi

siswanya dan memperbaiki kualitas mengajarnya.

Hal ini menuntut perubahan-perubahan dalam mengorganisasikan kelas,

penggunaan metode mengajar, strategi belajar mengajar, maupun sikap dan karakteristik

guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Guru berperan sebagai pengelola proses

belajar-mengajar, bertindak sebagai fasilitor yang berusaha menciptakan kondisi belajar

mengajar yang efektif, sehingga memungkinkan proses belajar mengajar, mengembangkan

bahan pelajaran dengan baik, dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak

pelajaran dan menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus mereka capai. Untuk

memenuhi hal tersebut di atas, guru dituntut mampu mengelola proses belajar mengajar

yang memberikan rangsangan kepada siswa, sehingga siswa mau belajar karena siswalah

subjek utama dalam belajar.

Berbicara hal belajar mengajar sangat erat kaitannya dengan keberhasilan siswa

yang diajarnya, untuk meningkatkan hasil belajar siswa agar prestasi meningkat secara

otomatis gurunya yang perlu dan utama dibina dan ditingkatkan dalam pembelajaran agar

siswa termotivasi untuk belajar sehingga prestasi akan meningkat.Kemampuan guru

sangat berpotensi dalam mengajar, dalam pembelajaran wawasan pada guru guru tersebut

melalui workshop model-model pembelajaran untuk meningkatkan potensi guru dan

keprofesional sebagai guru dalam mengajar. Dengan demikian jika guru mengajar dengan

model-model pembelajaran siswa akan aktif, termotivasi hasil akan mengikuti dalam arti

kata akan meningkat. Berdasarkan penyebab-penyebab di atas, Kepala Sekolah berasumsi

pada pembelajaran selanjutnya perlu membina dan menambah wawasan bagi guru tentang

model-model pembelajaran atau macam-macam metode. Kepala Sekolah perlu melakukan

tindakan peningkatan kemampuan guru dalam mengajar dengan menggunakan model-

model pembelajaran. Untuk memahami peserta didik secara mendalam, memanfaatkan

prinsip prinsi perkembangan kognitif, kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal

peserta didik. Merancang pembelajaran, memahami landasan pendidikan untuk


kepentingan pembelajaran yang meliputu memahami landasan pendidikan menerapkan

teori belajar dan pembelajaran menentukan strategi pembelajaran berdasarkan strategi yang

dipilih Pembelajaran merupakan suatu proses yang sangat kompleks untuk mencapai hasil

sesuai dengan tujuan yang di rencancanakan oleh guru dengan mempertimbangkan model

pembelajaran dalam mengajar. Dalam pembelajaran akan dijumpai gejala beraneka ragam.

Keanekaragaman itu terjadi baik tingkah laku guru, siswa maupun situasi kelas. Dalam

mengajar perlu menggunakan model-model pembelajaran. Guru dikatakan memiliki

kemampuan mengajar yang baik atau professional ada guru yang mampu menerapkan lebih

dari empat model pembelajaran dalam mengajar.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan maka guru-guru mata pelajaran di

SMP Kristen Kusu-Kusu khususnya para guru yang mengajar pada siswa kelas VII, belum

mampu melaksanakan model-model pembelajaran yang dapat membantu guru itu sendiri

dalam mengajar. Guru masuk kelas pada umumnya langsung menyuruh siswa berdoa,

dilanjut menerangkan pelajaran sementara beberapa siswa tidak mau mendengarkan, ada

yang ngobrol sama temannya, ada yang diam meletakkan kepala dimeja sebagian besar

siswa tidak antusias tidak termotivasi untuk belajar karena kurang menarik.

Hal tersebut di atas mendorong penulis untuk melaksanakan workshop tentang

model model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam

mengajar. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka peneliti ingin mencoba melakukan

penelitian dengan judul “ Meningkatkan Kemampuan Guru Dalam Mengajar Dengan

Workshop Model-Model Pembelarajan Pada Siswa Kelas VII SMP Kristen Kusu-Kusu”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahannya dapat dirumuskan

sebagai berikut : apakah penerapan workshop model-model pembelarajan dapat

meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar pada Siswa Kelas VII SMP Kristen Kusu-

Kusu?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan workshop model-model

pembelarajan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar pada Siswa Kelas VII

SMP Kristen Kusu-Kusu.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru:

a. Dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi dalam proses pembelajaran

b. Dapat dijadikan modal bagi guru lainnya sebagai acuan dalam memilih media

pembelajaran yang tepat atau cocok guna meningkatkan kemampuan dalam

mengajar.

3. Bagi Sekolah :

a. Meningkatkan kualitas mengajar guru di sekolah.


PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH

MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENGAJAR


DENGAN WORKSHOP MODEL-MODEL PEMBELARAJAN
PADA SISWA KELAS VII SMP KRISTEN KUSU-KUSU

OLEH
KELOMPOK 2

PENGAWAS KEMENTERIAN AGAMA KOTA AMBON

2023
LEMBAR PENGESAHAN

MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENGAJAR


DENGAN WORKSHOP MODEL-MODEL PEMBELARAJAN
PADA SISWA KELAS VII SMP KRISTEN KUSU-KUSU

Ambon, 10 Juni 2023

Mengetahui,

Kepala Kantor Peneliti,


Kementerian Agama Kota Ambon
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan tulisan Penelitian Tindakan Sekolah

(PTS) dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Guru Dalam Mengajar Dengan Workshop

Model-Model Pembelarajan Pada Siswa Kelas VII SMP Kristen Kusu-Kusu” diharapkan dapat

membantu pembaca dalam proses pembelajaran.

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah membantu dalam proses penyelesaian Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) ini. Seperti

kata pepatah “Tak ada gading yang tak retak”, oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dra. S. Rumalean sebagai Kepada Sekolah SMP Kristen Kusu-kusu Ambon

2. Drs. J. Romer, M.Th., M.Pd yang telah membantu dalam penulisan hasil penelitian ini

3. Para guru yang telah memberikan waktu, dan kesediaan sebagai bagian dari penelitian ini.

Maka penulis menyadari sungguh bahwa Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) ini dibuat

masih jauh dari kesepurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan demi pengembangan tugas ini ke depan.

Ambon, 10 Juni 2023

Penulis
ABSTRAK

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) yang bertujuan meningkatkan kemampuan
guru dalam mengajar melalui workshop model-model pembelajaran. Subjek penelitian ini adalah guru
mata pelajaran pada siswa kelas VII SMP Kristen Kusu-Kusu dengan jumlah
responden 17 orang. Setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan,
tahap tindakan, tahap pengamatan, dan tahap refleksi. Hasil penelitian menunjukkan pada hasil indikator
penggunaan model-model pembelajaran dengan kategori sangat baik sebesar 0% (siklus I)
dan 29,41% (siklus II) sedangkan indikator aktivitas pembelajaran guru dengan kategori baik sebesar
64,70% (siklus I) dan 70,59% (siklus II). Dai hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan yang
signifikan, yang berarti workshop model-model pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan guru
dalam mengajar pada siswa Kelas VII SMP Kristen Kusu-Kusu.

Kata kunci : Kemampuan Mengajar, Workshop, Model Pembelajaran


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i
LEMABARAN PENGESAHAN ......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... iii
ABSTRAK.............................................................................................................................. iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSATAKA ....................................................................................... 5
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................................... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 54
BAB V PENUTUP ................................................................................................................ 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. VISI DAN MISI SEKOLAH
2. RENCANA STRATEGI DAN RENCANA OPERASIONAL SEKOLAH
3. ULASAN KERJA KEPALA SEKOLAH
4. LEMBAR OBSERVASI
5. DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI
6. BIAYA PENELITIAN
7. DOKUMENTASI PROSES PENILITIAN TINDAKAN SEKOLAH
BAB I

PENDAHULUAN

C. Latar Belakang Masalah

Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan

kualitas pengajaran yang dilaksanakan. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan

membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi

siswanya dan memperbaiki kualitas mengajarnya.

Hal ini menuntut perubahan-perubahan dalam mengorganisasikan kelas,

penggunaan metode mengajar, strategi belajar mengajar, maupun sikap dan karakteristik

guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Guru berperan sebagai pengelola proses

belajar-mengajar, bertindak sebagai fasilitor yang berusaha menciptakan kondisi belajar

mengajar yang efektif, sehingga memungkinkan proses belajar mengajar, mengembangkan

bahan pelajaran dengan baik, dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak

pelajaran dan menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus mereka capai. Untuk

memenuhi hal tersebut di atas, guru dituntut mampu mengelola proses belajar mengajar

yang memberikan rangsangan kepada siswa, sehingga siswa mau belajar karena siswalah

subjek utama dalam belajar.

Berbicara hal belajar mengajar sangat erat kaitannya dengan keberhasilan siswa

yang diajarnya, untuk meningkatkan hasil belajar siswa agar prestasi meningkat secara

otomatis gurunya yang perlu dan utama dibina dan ditingkatkan dalam pembelajaran agar

siswa termotivasi untuk belajar sehingga prestasi akan meningkat.Kemampuan guru

sangat berpotensi dalam mengajar, dalam pembelajaran wawasan pada guru guru tersebut

melalui workshop model-model pembelajaran untuk meningkatkan potensi guru dan

keprofesional sebagai guru dalam mengajar. Dengan demikian jika guru mengajar dengan

model-model pembelajaran siswa akan aktif, termotivasi hasil akan mengikuti dalam arti

kata akan meningkat. Berdasarkan penyebab-penyebab di atas, Kepala Sekolah berasumsi

pada pembelajaran selanjutnya perlu membina dan menambah wawasan bagi guru tentang

model-model pembelajaran atau macam-macam metode. Kepala Sekolah perlu melakukan


tindakan peningkatan kemampuan guru dalam mengajar dengan menggunakan model-

model pembelajaran. Untuk memahami peserta didik secara mendalam, memanfaatkan

prinsip prinsi perkembangan kognitif, kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal

peserta didik. Merancang pembelajaran, memahami landasan pendidikan untuk

kepentingan pembelajaran yang meliputu memahami landasan pendidikan menerapkan

teori belajar dan pembelajaran menentukan strategi pembelajaran berdasarkan strategi yang

dipilih Pembelajaran merupakan suatu proses yang sangat kompleks untuk mencapai hasil

sesuai dengan tujuan yang di rencancanakan oleh guru dengan mempertimbangkan model

pembelajaran dalam mengajar. Dalam pembelajaran akan dijumpai gejala beraneka ragam.

Keanekaragaman itu terjadi baik tingkah laku guru, siswa maupun situasi kelas. Dalam

mengajar perlu menggunakan model-model pembelajaran. Guru dikatakan memiliki

kemampuan mengajar yang baik atau professional ada guru yang mampu menerapkan lebih

dari empat model pembelajaran dalam mengajar.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan maka guru-guru mata pelajaran di

SMP Kristen Kusu-Kusu khususnya para guru yang mengajar pada siswa kelas VII, belum

mampu melaksanakan model-model pembelajaran yang dapat membantu guru itu sendiri

dalam mengajar. Guru masuk kelas pada umumnya langsung menyuruh siswa berdoa,

dilanjut menerangkan pelajaran sementara beberapa siswa tidak mau mendengarkan, ada

yang ngobrol sama temannya, ada yang diam meletakkan kepala dimeja sebagian besar

siswa tidak antusias tidak termotivasi untuk belajar karena kurang menarik.

Hal tersebut di atas mendorong penulis untuk melaksanakan workshop tentang

model model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam

mengajar. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka peneliti ingin mencoba melakukan

penelitian dengan judul “ Meningkatkan Kemampuan Guru Dalam Mengajar Dengan

Workshop Model-Model Pembelarajan Pada Siswa Kelas VII SMP Kristen Kusu-Kusu”.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahannya dapat dirumuskan

sebagai berikut : apakah penerapan workshop model-model pembelarajan dapat

meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar pada Siswa Kelas VII SMP Kristen Kusu-

Kusu?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan workshop model-model

pembelarajan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar pada Siswa Kelas VII

SMP Kristen Kusu-Kusu.

E. Manfaat Penelitian

2. Bagi Guru:

c. Dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi dalam proses pembelajaran

d. Dapat dijadikan modal bagi guru lainnya sebagai acuan dalam memilih media

pembelajaran yang tepat atau cocok guna meningkatkan kemampuan dalam

mengajar.

3. Bagi Sekolah :

a. Meningkatkan kualitas mengajar guru di sekolah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Guru dan Mengajar

1. Mutu Pendidikan dan Profesi Guru

Profesi guru yang sebenarnya sangat berkaitan erat dengan peningkatan mutu

pendidikan. Hal ini dapat dijelaskan karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi

mutu pendidikan seperti guru, sarana prasarana, kurikulum, dan proses belajar mengajar

serta sistem penilaian. Meskipun demikian, faktor guru tidak dapat disamakan dengan

faktor-faktor lainnya (Mulyasa, E.2007).

Guru adalah sumber daya manusia yang diharapkan mampu mengarahkan dan

mendayagunakan faktor-faktor lainnya sehingga tecipta proses belajar mengajar yang

bermutu. Tanpa mengabaikan peran faktor-faktor lain, guru dapat dianggap sebagai

faktor tunggal yang paling menentukan terhadap meningkatnya mutu pendidikan.

Ada empat faktor yang berhubungan dengan profesi guru, antara lain:

a. Kemampuan profesional guru terdiri dari kemampuan entelegensi, sikap, dan

prestasinya dalam bekerja.

b. Upaya profesional guru adalah mentransformasikan kemampuan profesional

yang dimilikinya ke dalam tindakan mengajar yang nyata. Upaya profesional

guru tersebut ditunjukkan oleh kegiatannya baik dalam mengajar maupun

dalam menambah serta meremajakan pengetahuan dan kemampuannya

menguasai keahlian mengajarnya baik keahlian dalam menguasai materi

pelajaran, penggunaan bahan-bahan pengajaran, maupun mengelola kegiatan

belajar siswa.

c. Waktu yang dicurahkan untuk kegiatanprofesional ( teacher’s time )

menunjukkan intensitas waktu yang digunakan oleh seorang guru untuk

melaksanakan tugas-tugas guru, karena konsepsi waktu belajar ( time on task )

yang diukur dalam belajar siswa secara perorangan, telah ditemukan sebagai

salah satu prediktor terbaik dari mutu hasil belajar siswa.


d. Kesesuaian antara keahlian dengan pekerjaannya mempunyai asumsi bahwa

guru yang dipersiapkan untuk mengajar suatu mata pelajaran dianggap

bermutu jika guru tersebut mengajar mata pelajaran yang bersangkutan..

2. Mengajar

Mengajar adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa sebagaimana

dikatakan oleh Kunandar (2010) bahwa dalam pandangan tradisional, mengajar

dimaknai sebagai penyerahan kebudayaan berupa pengetahuan, pengalaman, dan

kecakapan kepada siswa. Ini sungguh merupakan paradigma lama tentang mengajar.

Pengertian ini seakan-akan melihat siswa sebagai individu yang tidak bisa berbuat apa-

apa. Guru merasa serba tahu dan memiliki kemampuan dan pengetahuan lebih daripada

siswa. Hakikat mengajar menurut Joyce & Weil (2000) dalam Sugiyanto (2010) adalah

membantu pebelajar (peserta didik) memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai-

nilai, cara berpikir, dan belajar bagaimana cara belajar.

Dalam konteks sekarang tidak bisa dipungkiri kalau ada siswa yang memiliki

pengetahuan lebih banyak tentang suatu hal dibandingkan guru karena sumber belajar

berada di mana-mana. Kehadiran internet dewasa ini memberi peluang kepada siapa

saja yang ingin mengetahui lebih banyak tentang apa saja. Jadi, guru harus mengubah

paradigma lama mereka tentang mengajar Pengertian mengajar dalam konteks sekarang

menurut Joyce, Bruce dkk. (2009) adalah (a) membimbing siswa tentang cara belajar,

bukan mengajari siswa tentang materi ajar, (b) mengatur lingkungan agar terjadi proses

belajar-mengajar yang diharapkan. Pengertian yang pertama menempatkan guru sebagai

pembimbing, menempatkan siswa sebagai pusat kegiatan belajar-mengajar, memberikan

peluang untuk diterapkannya prinsip CBSA secara sempurna, dan memungkinkan

tercapainya tujuan pembelajaran secara sempurna. Pengertian kedua mengandung

makna adanya pengaturan lingkungan sebaik-baiknya, menjadikan lingkungan sebagai

stimulus bagi berlangsungnya proses belajar- mengajar, dan lingkungan perlu ditata

agar dapat merangsang minat dan motivasi belajar siswa. Pandangan Subana dan

Sunarti tersebut dapat dibandingkan dengan yang diutarakan oleh Hasibuan, J.J. dan

Moedjiono (2012) bahwa mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang

memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-

komponen yang saling memengaruhi, yakni tujuan, materi ajar, guru, siswa, proses, dan
sarana-prasarana. Selanjutnya Subana dan Sunarti (2009) mengutip pendapat Nasution

yang mengatakan bahwa mengajar dalam pengertian kekinian tersebut menyebabkan

terjadinya beberapa hal positif, yaitu:

a. Membangkitkan dan memelihara perhatian.

b. Menjelaskan hasil yang diharapkan setelah belajar.

c. Merangsang siswa untuk mengingat kembali konsep.

d. Menyajikan stimuli yang berkaitan dengan bahan

e. Memberikan bimbingan dalam proses belajar

f. Memberikan feedback

g. Menilai hasil belajar, dalam hal ini melakukan evaluasi, baik formatif maupun

sumatif yang bersifat menyeluruh dalam segala ranah (kognitif, afektif, dan

psikomotorik)

h. Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh

i. Memantapkan atau memperdalam hal yang dipelajari dengan cara memberikan

latihan.

3. Beberapa Keterampilan Mengajar yang Harus Dimiliki Guru

Kegiatan mengajar merupakan kegiatan yang kompleks yang di dalamnya

terintegrasi berbagai komponen kemampuan. Komponen kemampuan yang dimaksud

meliputi pengetahuan keterampilan, sikap, dan nilai. Sumantri (2016) mengemukakan

delapan keterampilan mengajar yang paling dasar sebagai berikut.

a. Keterampilan bertanya

Keterampilan bertanya merupakan bagian yang takterpisahkan dalam rangka

meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dan sekaligus merupakan

bagian dari keberhasilan dalam pengelolaan pembelajaran. Ada dua jenis

keterampilan bertanya, yaitu keterampilan bertanya dasar dan keterampilan

bertanya lanjut.

1) Keterampilan bertanya dasar

a) Penggunaan pertanyaan secara jelas dan singkat

b) Pemberian acuan

c) Pemusatan perhatian

d) Penyebaran pertanyaan
e) Pemindahan giliran

f) Pemberian waktu berpikir, dan

g) Pemberian tuntunan

2) Keterampilan bertanya lanjut

a) Mengubah tuntutan tingkat kognitif dalam menjawab suatu pertanyaan,

yaitu dari tingkatan yang paling rendah (mengingat) ke tingkat yang lebih

tinggi, seperti memahami, menerapkan, menganalisis, menyintesis, dan

mengevaluasi.

b) Pengaturan urutan pertanyaan secara tepat, yaitu mulai dari pertanyaan

yang paling sederhana diikuti dengan yang agak kompleks sampai kepada

pertanyaan yang paling kompleks.

c) Penggunaan pertanyaan pelacak dengan berbagai teknik, seperti:

- Klarifikasi

- Meminta siswa memberi alasan atas jawabannya

- Meminta kesepakatan pandangan dari siswa lain

- Meminta ketepatan jawaban

- Meminta jawaban yang lebih relevan

- Memberi contoh

- Meminta jawaban yang lebih kompleks

d) Peningkatan terjadinya interaksi dengan cara meminta siswa lain memberi

jawaban atas pertanyaan yang sama

b. Keterampilan memberi penguatan

Penguatan, menurut Aqib (2014) adalah respons terhadap suatu tingkah

laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku

tersebut. Penguatan yang diberikan oleh guru kepada siswa merupakan dorongan

bagi siswa untuk meningkatkan penampilannya, serta dapat meningkatkan perhatian

mereka. Penguatan terbagi atas dua bentuk, yaitu penguatan verbal dan penguatan

nonverbal. Penguatan verbal adalah bentuk penguatan yang berupa kata-kata atau

pujian, seperti bagus, tepat sekali, atau “saya puas atas pekerjaanmu”. Penguatan

nonverbal dapat berupa (a) gerak mendekati, (b) mimik dan gerakan badan, (c)
sentuhan, (d) kegiatan yang menyenangkan, dan (e) token (simbol atau benda kecil

lain).

Perlu dipahami bahwa dalam memberikan penguatan guru sebaiknya

memperhatikan hal-hal berikut:

1) Penguatan harus diberikan dengan hangat dan antusias sehingga peserta

dapat merasakan kehangatan tersebut.

2) Penguatan yang diberikan harus bermakna, yaitu sesuai dengan perilaku

yang diberi penguatan.

3) Menghindari respons negatif terhadap jawaban siswa.

4) Siswa yang diberikan penguatan harus jelas dengan cara menyebutkan

namanya, atau tujukan pandangan kepadanya.

5) Penguatan dapat juga diberikan kepada kelompok siswa tertentu.

6) Agar menjadi lebih efektif, penguatan harus diberikan segera setelah

perilaku yang baik ditunjukkan.

7) Jenis penguatan yang diberikan hendaknya bervariasi.

c. Keterampilan mengadakan variasi

Pembelajaran sebaiknya dirancang dengan menghindari kesan monoton. Guru

dituntut mampu menciptakan keadaan yang bervariasi. Aqib & Ali (2015)

mengemukakan bahwa variasi dalam pembelajaran dimaksudkan perubahan dalam

proses kegiatan yang bertujuan meningkatkan motivasi siswa, serta mengurangi

kejenuhan. Variasi dalam pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian

sebagai berikut:

1) Variasi dalam gaya mengajar, yang dapat dilakukan dengan berbagai cara

seperti (1) variasi suara: rendah, tinggi, besar, kecil; (2) memusatkan perhatian;

(3) membuat kesenyapan sejenak; (4) mengadakan kontak pandang; (5) variasi

gerakan badan dan mimik; dan (6) mengubah posisi, misalnya dari depan kelas

ke tengah atau ke belakang kelas.

2) Variasi dalam penggunaan media dan bahan pelajaran, yang meliputi (1)

variasi alat dan bahan yang berbasis audio; (2) variasi alat dan bahan yang

berbasis visual; dan (3) variasi alat dan bahan yang dapat diraba dan

dimanipulasi.
3) Variasi dalam pola interaksi dan kegiatan, dalam hal ini, pola interaksi dapat

berbentuk klasikal, kelompok, dan perorangan sesuai dengan keperluan.

Sedangkan variasi kegiatan dapat berupa mendengarkan informasi, menelaah

materi, diskusi, latihan, atau demonstrasi.

d. Keterampilan menjelaskan

Menjelaskan berarti mengorganisasikan materi pelajaran dalam tata urutan

yang terencana secara sistematis, sehingga dengan mudah dipahami oleh siswa.

Adapun tujuan keterampilan menjelaskan ini adalah untuk (a) membimbing siswa

memahami berbagai konsep, hukum, prinsip, atau prosedur; (b) membimbing siswa

menjawab pertanyaan “mengapa” secara bernalar; (c) melibatkan siswa untuk

berpikir; (d) mendapatkan balikan mengenai pemahaman siswa; dan (e) menolong

siswa menghayati berbagai proses penalaran. Keterampilan menjelaskan dibagi atas

beberapa komponen sebagai berikut.

1) Komponen merencanakan penjelasan yang mencakup:

a) Isi pesan (pokok-pokok materi) yang dipilih dan disusun secara

sistematis disertai dengan contoh-contoh.

b) Hal-hal yangrkaitan dengan karakteristik penerima pesan, dalam hal

ini siswa.

2) Komponen menyajikan penjelasan yang mencakup:

a) Kejelasan

b) Penggunaan contoh dan ilustrasi yang dapat mengikuti pola induktif

atau pola deduktif.

c) Pemberian tekanan pada bagian-bagian yang penting dengan cara

penekanan suara, membuat ikhtisar, atau mengemukakan tujuan.

d) Balikan tentang penjelasan yang disajikan dengan melihat mimik

siswa atau mengajukan pertanyaan.

Dalam menerapkan keterampilan menjelaskan, ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan, yaitu:

1) Penjelasan dapat diberikan pada awal, tengah, ataupun

2) akhir pelajaran sesuai dengan keperluan.

3) Penjelasan harus relevan dengan tujuan.


4) Materi yang dijelaskan harus bermakna.

5) Penjelasan yang diberikan sesuai dengan kemampuan dan

6) latar belakang siswa.

e. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran

Keterampilan membuka dan menutup pelajaran oleh Wahyudi (2012) dikenal

dengan istilah set induction yang berarti usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh

guru dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan prakondisi bagi siswa agar

mental dan perhatian terpusat pada hal yang akan dipelajari, sehingga usaha

tersebut akan memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar. Sama halnya

yang dikatakan oleh Uno (2011) bahwa membuka pelajaran adalah kegiatan yang

dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana siap mental dan penuh perhatian

pada diri siswa. Sedangkan menutup pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru

untuk mengakhiri kegiatan inti pelajaran. Tujuan kegiatan membuka dan menutup

pelajaran adalah (a) membangkitkan motivasi dan perhatian; (b) membuat siswa

memahami batas tugasnya; (c) membantu siswa memahami hubungan berbagai

materi yang disajikan; dan (d) membantu siswa mengetahui tingkat

keberhasilannya. Namun, perlu diketahui bahwa kegiatan membuka dan menutup

pelajaran tidak hanya dilakukan pada awal atau akhir pelajaran, tetapi dapat

dilakukan pada setiap awal dan akhir kegiatan selama kegiatan ini bermakna dan

berkesinambungan.

Adapun yang termasuk komponen membuka dan menutup pelajaran, yaitu:

1) Membuka pelajaran mencakup hal-hal berikut.

a) Menarik perhatian siswa dengan berbagai cara.

b) Menimbulkan motivasi

c) Memberikan acuan dengan cara:

- Mengemukakan tujuan dan batas-batas tugas.

- Menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan.

- Mengingatkan masalah pokok yang akan dibahas.

- Mengajukan pertanyaan.

d) Membuat kaitan dengan cara:

- Mengajukan pertanyaan appersepsi, atau


- Merangkum pelajaran yang lalu.

2) Menutup pelajaran mencakup hal-hal berikut.

a) Meninjau kembali dengan cara merangkum atau membuat ringkasan.

b) Mengadakan evaluasi penguasaan siswa dengan meminta mereka

- Mendemonstrasikan keterampilan.

- Menerapkan ide baru pada situasi lain.

- Mengekspresikan pendapat sendiri.

- Memberikan soal-soal tertulis.

c) Memberikan tindak lanjut yang dapat berupa pekerjaan rumah, merancang

sesuatu atau berkunjung ke suatu tempat.

f. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil

Diskusi adalah sebuah bentuk interaksi komunikasi antara dua orang atau

lebih. Diskusi kelompok kecil merupakan salah satu bentuk kegiatan pembelajaran

yang paling sering dilakukan di kelas sebagai upaya mengaktifkan siswa dalam

belajar. Diskusi kelompok kecil biasanya ditandai dengan:

1) Keterlibatan 3 – 9 orang anggota kelompok.

2) Berlangsung dalam interaksi tatap muka yang informal. Artinya, setiap

anggota dapat berkomunikasi langsung dengan anggota lainnya.

3) Memiliki tujuan yang ingin dicapai dengan kerja sama antar anggota

lainnya.

4) Berlangsung menurut proses yang sistematis.

Adapun komponen keterampilan yang perlu dimiliki oleh guru sebagai

pemimpin kelompok kecil adalah:

1) Memusatkan perhatian dengan cara:

a) Merumuskan tujuan diskusi secara jelas.

b) Merumuskan kembali masalah jika terjadi penyimpangan.

c) Menandai hal-hal yang tidak relevan jika terjadi penyimpangan, serta

d) Merangkum hasil pembicaraan pada saat-saat tertentu.

2) Memperjelas masalah atau urunan pendapat dengan cara:

a) Menguraikan kembali atau merangkum urunan pendapat peserta.


b) Mengajukan pertanyaan pada anggota kelompok tentang pendapat

anggota lain, atau

c) Menguraikan gagasan anggota kelompok dengan tambahan informasi.

3) Menganalisis pandangan siswa dengan cara

a) Meneliti apakah alasan yang dikemukakan memiliki dasar yang kuat.

b) Memperjelas hal-hal yang disepakati dan yang tidak disepakati.

4) Meningkatkan urunan siswa dengan cara:

a) Mengajukan pertanyaan kunci yang menantang mereka untuk berpikir.

b) Memberi contoh pada saat yang tepat.

c) Menghangatkan suasana dengan mengajukan pertanyaan yang

mengundang perbedaan pendapat.

d) Memberikan waktu untuk berpikir.

e) Mendengarkan dengan penuh perhatian.

5) Menyebarkan kesempatan berpartisipasi dengan cara:

a) Memancing pendapat peserta yang engganberpartisipasi.

b) Memberikan kesempatan pertama kepada peserta yang enggan

berpartisipasi.

c) Mencegah secara bijaksana peserta yang suka memonopoli

pembicaraan.

d) Mendorong siswa untuk mengomentari pendapat temannya.

e) Meminta pendapat siswa jika terjadi jalan buntu.

6) Menutup diskusi dengan cara:

a) Merangkum hasil diskusi.

b) Memberikan gambaran tindak lanjut, atau

c) Mengajak para siswa menilai proses diskusi yang telah berlangsung

g. Keterampilan mengelola kelas

Keterampilan mengelola kelas merupakan keterampilan dalam

menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang optimal guna terjadinya

proses belajar-mengajar yang serasi dan efektif.

Tujuan penguasaan keterampilan ini adalah:


1) Mendorong siswa mengembangkan tanggung jawab individu dan klasikal

dalam berperilaku yang sesuai dengan tata tertib serta aktivitas yang

sedang berlangsung.

2) Menyadari kebutuhan siswa.

3) Memberikan respons yang efektif terhadap perilaku siswa.

Adapun komponen-komponen keterampilan mengelola kelas, yaitu:

1) Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan

kondisi belajar yang optimal dengan cara:

a) Menunjukkan sikap tanggap dengan cara memandang secara saksama,

mendekati, memberikan pertanyaan atau memberi reaksi terhadap

gangguan dalam kelas.

b) Membagi perhatian secara visual dan verbal.

c) Memusatkan perhatian kelompok dengan cara menyiapkan siswa dan

menuntut tanggung jawab siswa.

d) Memberi petunjuk-petunjuk yang jelas.

e) Menegur secara bijaksana, yaitu secara jelas dan tegas, bukan berupa

peringatan atau ocehan, serta membuat aturan.

f) Memberi penguatan bila perlu.

2) Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar

yang optimal. Suparlan (2005) mengemukakan keterampilan ini berkaitan

dengan respons guru terhadap respons negatif yang berkelanjutan. Untuk

mengatasi hal ini, guru dapat menggunakan tiga jenis strategi, yaitu:

a) Modifikasi tingkah laku; dalam strategi ini terdapat tiga hal pokok

yang harus dikuasai guru, yaitu:

- Mengajarkan tingkah laku baru yang diinginkan dengan cara

memberi contoh atau bimbingan.

- Meningkatkan munculnya tingkah laku siswa yang baik dengan

memberikan penguatan, dan

- Mengurangi munculnya tingkah laku yang kurang baik dengan

memberi hukuman.
b) Pengelolaan/proses kelompok; dalam strategi ini, kelompok

dimanfaatkan dalam menyelesaikan masalah-masalah pengelolaan

kelas yang muncul, terutama melalui diskusi. Ada dua hal yang perlu

dilakukan guru, yaitu:

- Memperlancar tugas-tugas dengan cara mengusahakan

terjadinya kerja sama dan memantapkan standar serta prosedur

kerja, dan

- Memelihara kegiatan kelompok dengan cara memelihara dan

memulihkan semangat, menangani konflik yang timbul, serta

memperkecil masalah yang timbul

c) Menemukan dan mengatasi tingkah laku yang menimbulkan

masalah; dalam strategi ini perlu ditekankan bahwa setiap tingkah

laku yang keliru merupakan gejala dari suatu sebab.

h. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan

Menurut Supriadi dan Darmawan (2012) dalam Tanireja, dkk (2013)

mengemukakan bahwa mengajar kelompok kecil dan perorangan adalah

kemampuan guru dalam mengembangkan terjadinya hubungan interpersonal yang

sehat dan akrab, baik antarguru dan siswa maupun antarsiswa dan siswa, baik

dalam kelompok kecil maupun perorangan. Atau, singkatnya, keterampilan

mengajar kelompok kecil dan perorangan adalah kecakapan menanamkan

pengetahuan yang dilakukan pada sekelompok siswa dan pada siswa secara

individu.

Mengajar kelompok kecil dan perorangan terjadi dalam situasi pengajaran

klasikal. Di dalam kelas seorang guru mungkin menghadapi banyak kelompok kecil

dan banyak siswa yang masing-masing diberi kesempatan belajar secara kelompok

atau perorangan. Peran guru dalam pembelajaran seperti ini adalah:

1) Organisator kegiatan belajar-mengajar.

2) Sumber informasi bagi siswa.

3) Pendorong bagi siswa untuk belajar.

4) Penyedia materi dan kesempatan belajar bagi siswa.


5) Pendiagnosa dan pemberi bantuan kepada siswa sesuai dengan

kebutuhannya.

6) Semua siswa yang terlibat memiliki hak dan kewajiban yang sama

B. Model-model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah unsur penting dalam kegiatan belajar mengajar untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran digunakan guru sebagai pedoman

dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Joyce & Weil (dalam Rusman, 2012: 133)

berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat

digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang

bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

Menurut Adi (dalam Asmani, 2011) memberikan definisi model pembelajaran

merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur dalam mengorganisasikan

pengalaman pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran

berfungsi sebagai pedoman guru dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan

pembelajaran. Amri, Sofan (2013) mengartikan model pembelajaran sebagai kerangka

konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman

bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan

aktivitas belajar-mengajar (Asmani, 2011).

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai

tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan

guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar (Syaiful Sagala,

2005).

Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

merupakan pola pilihan para guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai dan efisien

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapakan. Model pembelajaran merupakan

suatu prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan


pembelajaran tertentu. Berfungsi sebagi pedoman bagi perancang pembelajaran dan para

guru dalam merancang dan melaksanakan proses belajar mengajar.

Secara luas, Joyce & Weil (2000) dalam Sugianto (2010) mengemukakan bahwa

model pembelajaran merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan

perencanaan kurikulum, kursus-kursus,rancangan unit pembelajaran, perlengkapan belajar,

buku-buku pelajaran, program multimedia, dan bantuan belajar melalui program komputer.

Merujuk pada beberapa pendapat di atas, Indrawati (2009) memaknai model

pembelajaran sebagai suatu rencana mengajar yang memperlihatkan pola pembelajaran

tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan gurupeserta didik di dalam mewujudkan

kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya belajar pada peserta

didik. Di dalam pola pembelajaran yang dimaksud terdapat karakteristik berupa rentetan

atau tahapan perbuatan/kegiatan guru-peserta didik yang dikenal dengan istilah sintaks.

Secara implisit di balik tahapan pembelajaran tersebut terdapat karakteristik lainnya dari

sebuah model dan rasional yang membedakan antara

model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran yang lainnya.

2. Macam-macam Model Pembelajaran

a. Model Pembelajaran Langsung

Pembelajaran langsung dapat didefinisikan sebagai model pembelajaran di mana guru

mentransformasikan informasi atau keterampilan secara langsung kepada peserta

didik, pembelajaran berorientasi pada tujuan dan distrukturkan oleh guru. (Depdiknas,

2007). Menurut Killen dalam Depdiknas (2007) pembelajaran langsung atau Direct

Instruction merujuk pada berbagai teknik pembelajaran ekspositori (pemindahan

pengetahuan dari guru kepada murid secara langsung, misalnya melalui ceramah,

demonstrasi, dan tanya jawab) yang melibatkan seluruh kelas. Pendekatan dalam

model pembelajaran ini berpusat pada guru, dalam hal ini guru menyampaikan isi

materi pelajaran dalam format yang sangat terstruktur, mengarahkan kegiatan para

peserta didik, dan mempertahankan fokus pencapaian akademik. Model Pembelajaran

Langsung dirancang untuk menciptakan lingkungan belajar terstruktur dan berorientasi

pada pencapaian akademik. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dalam

melakukan tugasnya guru dapat menggunakan berbagai media. Informasi yang


disampaikan dengan strategi direktif dapat berupa pengetahuan prosedural (yaitu

pengetahuan tentang bagaimana

melaksanakan sesuatu) atau pengetahuan deklaratif (yaitu pengetahuan tentang sesuatu

dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi)

b. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Istilah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem

Based Instruction (PBI). Model pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak

zaman John Dewey. Dewasa ini, model pembelajaran ini mulai diangkat sebab ditinjau

secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa

situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada

mereka untuk melakukan penyelidikan dan inquiri (Trianto, 2010). Pengajaran

berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses

berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi

yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan

mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk

mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan dalam Trianto,

2010). Menurut Arends (dalam Trianto, 2010) pengajaran berdasarkan masalah

merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan

yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,

mengembangkan inquiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan

kemandirian, dan percaya diri.

c. Model Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) atau CTL merupakan

konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran

dengan dunia kehidupan siswa secara nyata, sehingga siswa mampu menghubungkan dan

menerapkan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari (Mulyasa: 2007). Menurut Sanjaya

(2006: 109) mengemukakan bahwa CTL adalah suatu konsep pembelajaran yang

menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan

materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi

Sedangkan menurut Slavin (2009) CTL adalah konsep belajar dari guru yang

menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks

yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal

untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.hidupan

nyata .

d. Model Pembelajaran Index Card Match (Mencari Pasangan)

Menurut Zaini (2008: 67)) model pembelajaran Index Card Match (mencari pasangan)

adalah model pembelajaran yang cukup menyenangkan, digunakan untuk mengulang

materi yang telah diberikan sebelumnya. Materi baru pun tetap bisa diajarkan dengan

catatan peserta didik diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu

sehingga peserta didik ketika masuk ruangan kelas sudah memiliki bekal pengetahuan.

Dengan model pembelajaran Index Card Macth, peserta didik dapat belajar aktif dan

berjiwa mandiri. Walaupun dilakukan dengan cara bermain, model pembelajaran Index

Card Macth dapat merangsang peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar secara

bertanggung jawab dan disiplin sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan prestasi

belajar dapat meningkat.

e. Model Pembelajaran Kooperatif

Istilah pembelajaran kooperatif dalam pengertian bahasa asing adalah cooperative

learning. Menurut Saputra dan Rudyanto (2005) metode pembelajaran kooperatif

merupakan metode atau strategi pembelajaran gotong-royong yang konsepnya hampir

tidak jauh berbeda dengan metode pembelajaran kelompok. Pembelajaran kooperatif

berbeda dengan metode pembelajaran kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran

kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-

asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar

akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Pembelajaran kooperatif

proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling

membelajarkan sesama siswa lainnya (Suprijono, 2010).

Menurut Sholihatin dan Raharjo (2007: 4) Pada dasarnya cooperative learning

mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau

membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur, yang terdiri dari dua
orang atau lebih di mana keberhasilan kerjasama sangat dipengaruhi oleh keterlibatan

dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat

diartikan sebagai struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama

anggota kelompok. Sedangkan Sunal dan Hans (2000) dalam Saputra & Ridyanto

(2005) mengemukakan cooperative learning merupakan suatu cara pendekatan atau

serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta

didik agar bekerja sama selama

proses pembelajaran.

C. Workshop

Pengetahuan, keterampilan dan kecakapan manusia dikembangkan melalui belajar.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh ketiga aspek tersebut seperti belajar

di dalam sekolah, luar sekolah, tempat bekerja, sewaktu bekerja, melalui pengalaman, dan

melalui workshop. Menurut Badudu dalam Sasmito Pribadi (2016) bahwa workshop adalah

suatu pertemuan ilmiah dalam bidang sejenis ( pendidikan ) untuk menghasilkan karya

nyata. Lebih lanjut, Harbinson dalam Sasmito Pribadi (2016) mengemukakan bahwa

pendidikan dan pelatihan secara umum diartikan sebagai proses pemerolehan keterampilan

dan pengetahuan yang terjadi di luar sistem persekolahan, yang sifatnya lebih heterogen dan

kurang terbakukan dan tidak berkaitan dengan lainnya, karena memiliki tujuan yang

berbeda.

Dalam banyak bidang pelatihan ( Workshop ), hal tersebut memang sangat sulit

untuk tidak mengatakannya mustahil ( dilakukan validasi dan evaluasi ). Bidang yang

dimaksud misalnya manajemen atau pelatihan hubungan manusia sifatnya. Dalam hal ini,

semua bentuk pelatihan (Workshop) tidak dapat memperlihatkan hasil yang objektif.

Pelatihan umumnya mempunyai masalah mengenai prestasi penatar dalam mengajar, yaitu

masalah evaluasi dan validasi kelangsungannya. Jika pelajaran telah diajarkan dengan baik

dan penatar belajar pelajaran tersebut sesuai dengan ukuran penatarnya maka efektifitas

pelatihan sudah dianggap valid. Penilaiannya juga dilakukan langsung, karena jika si

penatar selalu menjawab enam untuk soal tiga kali maka ia selalu benar.

Pelatihan merupakan proses perbantuan ( facilitating ) guru untuk mendapatkan

keefektifan dalam tugas-tugas mereka sekarang dan masa yang akan datang melalui

pengembangan kebiasaan berpikir, bertindak, keterampilan, pengetahuan dan sikap yang


sesuai (Sasmito Pribadi, 2016). Pelatihan pada dasarnya berkenaan dengan persiapan

pesertanya menuju arah tindakan tertentu yang dilukiskan oleh teknologi dan organisasi

tempat ia bekerja serta sekaligus memperbaiki unjuk kerja, sedang pendidikan berkenaan

dengan membukakan dunia bagi peserta didik untuk memilih minat, gaya hidup kariernya.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan ( action research ) yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar melalui Workshop. Tindakan yang akan

dilakukan adalah Workshop Peningkatan Kemampuan Guru dalam pada siswa kelas VII

SMP Kristen Kusu-Kusu. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan model

Kemmis yang terdiri atas empat langkah, yakni : perencanaan, pelaksanaan, observasi dan

repleksi ( Wardhani, 2007 : 45 ). Penelitian ini akan dilaksanakan dalam dua siklus, dan

langkah-langkah setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan repleksi.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada SMP Kristen Kusu-Kusu.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2023.

C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah guru kelas dan guru mata pelajaran pada siswa kelas VII di

SMP Kristen Kusu-Kusu sebanyak 17 orang.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah Lembar observasi yang dijadikan peneliti sebagai alat

penelitian terhadap guru dalam proses workshop.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh sebagai berikut:

1. Observasi atau pengamatan hasil observasi yaitu untuk mengetahui seberapa jauh guru

mengikuti kegiatan workshop yang dilakukan.

2. Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk merekan data visual

tentang proses kegiatan pembelajaran berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran yaitu

berupa dokumentasi sebagai bukti bahwa penelitian benar-benar mengadakan penelitian

di sekolah.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus masing-masing siklus terdiri atas :

Perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Secara rinci prosedur penelitian mengikuti

langkah-langkah sebagai berikut :

Siklus I

1. Perencanaan

a. Mengumpulkan guru melalui undangan Kepala Sekolah.

b. Menyusun Instrumen.

c. Menyusun jadwal Workshop : hari, tanggal, jam, dan tempat.

d. Menyiapkan materi Workshop.

e. Menyuruh guru membawa bahan-bahan seperti : Kurikulum, Silabus, RPP, dan

sebagainya.

f. Menyiapkan konsumsi untuk Workshop.

g. Menyuruh membawa Laptop ( minimal 4 buah dan 1 LCD ).

2. Pelaksanaan

a. Hari Pertama
- Pengarahan Kepala Sekolah.

- Pemaparan Model-model Pembelajaran

- Presentasi kelompok kecil

- Revisi

- Penilaian

b. Hari Kedua

- Pengarahan Kepala Sekolah.

- Pemaparan Model-model Pembelajaran

- Presentasi kelompok kecil

- Revisi

- Penilaian

3. Observasi

a. Kesiapan mental dan fisik guru.

b. Kesiapan bahan-bahan yang dibawa guru pada saat Workshop.

c. Kehadiran guru.

e. Hasil sementara

d. Respon guru.

4. Refleksi

Untuk menentukan keberhasilan suatu tindakan digunakan

Siklus II

Pada dasarnya siklus II memiliki prosedur yang sama dengan siklus I, hanya saja

diadakan perbaikan pada hal-hal yang dilihat ada kelemahan serta memperhatikan hal-hal

yang sudah berjalan dengan baik. Tidak menutup kemungkinan juga dilakukan modifikasi

terhadap hal-hal sudah baik supaya tindakan yang diberikan tidak membosankan.

1. Perencanaan

a. Mengumpulkan guru melalui undangan Kepala Sekolah.

b. Menyusun Instrumen.

c. Menyusun jadwal Workshop : hari, tanggal, jam, dan tempat.

d. Menyiapkan materi Workshop.

e. Menyuruh guru membawa bahan-bahan seperti : Kurikulum, Silabus, RPP, dan

sebagainya.
f. Menyiapkan konsumsi untuk Workshop.

g. Menyuruh membawa Laptop ( minimal 4 buah dan 1 LCD ).

2. Pelaksanaan

a. Hari Ketiga

- Pengarahan Kepala Sekolah.

- Pemaparan Model-model Pembelajaran

- Presentasi kelompok kecil

- Revisi

- Penilaian

3. Observasi

a. Kesiapan mental dan fisik guru.

b. Kesiapan bahan-bahan yang dibawa guru pada saat Workshop.

c. Kehadiran guru.

e. Hasil sementara

d. Respon guru.

4. Refleksi

G. Teknik Analisa Data

Untuk mengalisis menggunakan deskripsi kuantitatif pada tingkat keberhasilan atau

persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan

dengan cara memberikan evaluasi


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian Tindakan Sekolah dilaksanakan pada Rabu, 11 Januari 2023 di SMP Kristen

Kusu-Kusu, subyek penelitian adalah Guru Mapel yang mengajar pada siswa kelas VII di

SMP Kristen Kusu-Kusu dengan jumlah 17 guru. dengan karakteristik guru kondisi awal

sebagai berikut:

Tabel 4.1 Penggunaan Model-Model Pembelajaran

Penggunaan
Jumlah Presentase
No Kategori Model
Guru (%)
Pembelajaran
1 Sangat Baik 0 5 0
2 Baik 4 4 23.53
3 Cukup 7 3 41.18
4 Kurang Baik 6 <3 35.29
Jumlah 17 100

Hasil penggunaan model-model pembelajaran, guru yang tergolong sangat baik dalam

pembelajaran menggunakan 5 metode masih = 0% yang tergolong baik = 23,53% yang

tergolong cukup baik 41,18% yang tergolong kurang baik 35,29% maka dari itu guru
banyak yang belum menggunakan multi metode atau model-model pembelajaran sehingga

perlu diadakan workshop.

Tabel 4.2 Aktifitas Pembelajaran Guru di Kelas

N Jumlah
o Kategori Guru Skor Nilai Presentase (%)
1 Sangat Aktif 0 100 0
2 Aktif 7 85 41.17
Kurang
3 Aktif 10 65 58.83
4 Tidak Aktif 0 30 0
Jumlah 17 100

Hasil aktifitas pembelajaran guru di belum memenuhi standar profesioanl sebagai guru kelas

sebagai berikut 0% guru tergolong selalu aktif, 9,1% guru yang tergolong sering aktif,

45,45% guru yang tergolong aktif sedangkan 45,45 % guru yang tergolong jarang,tidak

pernah aktif = 0 % sehingga dinyatakan belum memenuhi standar professional. Dinyatakan

memenuhi standar professional guru apabila dalam pembelajaran menggunakan model-

model pembelajaran (sedikitnya 4 metode dalam setiap pembelajaran).

Siklus I

1. Perencanaan

Pada tahap ini pelaksanaan tindakan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah

disusun pada tahap perencanaan. Siklus I terdiri dari dua kali pertemuan dan materi

yang diajarkan sesuai dengan materi yang dipersiapkan. Diakhir pertemuan siklus

pertama ini dilakukan tes akhir untuk menilai para guru dalam menggunakan model-

model pembelajaran.

2. Pelaksanaan

a. Pertemuan Pertama

Pertemuan pertama berlangsung pada Rabu, 11 Januari 2023. Pada tahap awal

workshop diberikan diawalai dengan pembukaan oleh kepala sekolah dengan

melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Pengarahan Kepala Sekolah.

2) Pemaparan Model-model Pembelajaran

3) Presentasi kelompok kecil

4) Revisi

5) Penilaian
b. Pertemuan Kedua

Pertemuan kedua berlangsung pada Kamis, 12 Januari 2023. Mengawali pertemuan

memberikan kesempatan kepada guru yang belum mendapat giliran untuk tampil.

1) Pengarahan Kepala Sekolah.

2) Pemaparan Model-model Pembelajaran

3) Presentasi kelompok kecil

4) Revisi

5) Penilaian

3. Pengamatan

Pada tahap ini, kegiatan dipusatkan pada hasil penilaian kemampuan guru

dalam mengajar melalui workshop model-model pembelajaran. Selanjutnya data tes

yang berupa nilai tes kemampuan memahami model-model pembelajaran dan data non

tes yang berupa data observasi, dan dokumentasi foto yang diperoleh pada siklus I

dijadikan acuan dalam perbaikan untuk siklus II, serta dijadikan sebagai bahan refleksi.

Aspek yang di observasi adalah kesiapan mental dan fisik guru, kesiapan

bahan-bahan yang dibawa guru pada saat workshop, kehadiran guru, hasil sementara

dan respon guru.

Peningkatan kemampuan guru dalam mengajar telah terjadi pada siklus I, dapat

dilihat pada nilai yang diterima oleh masing-masing guru. Meskipun secara keseluruhan

peningkatan ini belum mencapai kriteria penilaian yang ditetapkan sebelumnya.

Tabel 4.3 Penggunaan Model-model Pembelajaran

Penggunaan Model
No Kategori Jumlah Guru Presentase (%)
Pembelajaran
1 Sangat Baik 0 5 0
2 Baik 7 4 41.17
3 Cukup 10 3 58.83
4 Kurang Baik 0 <3 0
Jumlah 17 100
Hasil penggunaan model-model pembelajaran, guru yang tergolong sangat baik dalam

pembelajaran menggunakan model-model pembelajaran masih = 0% yang tergolong

baik = 41,17% yang tergolong cukup baik 58,83% yang tergolong kurang baik 0% maka

dari itu guru masih ada yang belum menggunakan model-model pembelajaran sehingga

perlu diadakan workshop pada siklus 2.

Tabel 4.4. Aktifitas Pembelajaran Guru di Kelas

Aktifitas Pembelajaran Guru Di Kelas


N Jumlah Skor Presentase
o Kategori Guru Nilai (%)
Sangat Aktif 0 100 0
2 Aktif 11 85 64.70
Kurang
3 Aktif 6 65 35.30
4 Tidak Aktif 0 30 0
Jumlah 17 100

Berdasarkan hasil aktifitas pembelajaran guru di kelas siklus 1 adalah 0 % guru

tergolong selalu aktif, 64,70% guru yang tergolong aktif sedangkan 35,30% guru yang

tergolong kurang aktif, 0% guru yang tergolong tidak aktif hal itu masih dinyatakan

belum memenuhi standar profesional sebagai guru. Dinyatakan memenuhi standar

professional guru apabila dalam pembelajaran menggunakan model-model

pembelajaran (sedikitnya 4 metode dalam setiap pembelajaran).

4. Refleksi

Refleksi dilakukan pada akhir workshop. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya untuk

mengkaji segala hal yang terjadi pada tahap tindakan. Refleksi ini digunakan sebagai

bahan masukan dalam menetapkan langkah selanjutnya.

Berdasarkan hasil workshop model-model pembelajaran dalam upaya meningkatkan

kemampuan mengajar guru . Karena dilihat dari hasil evaluasi hasil tes siklus I belum

mencapai target yaitu dari 65, maka kegiatan pembelajaran materi perlu dilanjutkan

pada siklus II. Adapun hasil refleksi pada siklus I ini antara lain :

a. Sebagian guru belum menggunakan sedikitnya 4 model pembelajaran dalam

mengajar.

b. Berdasarkan hasil penilaian akhir siklus I maka jumlah guru dalam penggunaan

model-model pembelajaran dengan kategori baik sebanyak 7 orang atau 58,83%,

sedangkan jumlah guru dalam aktivitas pembelajaran guru dengan kategori aktif
sebanyak 11 orang atau 64,70% Dengan demikian hasil presentasi guru untuk kedua

kategori penilaian belum mencapai standar penilaian workshop sebesar 65%.

Siklus II

1. Perencanaan

Pada tahap ini pelaksanaan tindakan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah

disusun pada tahap perencanaan. Siklus I terdiri dari dua kali pertemuan dan materi

yang diajarkan sesuai dengan materi yang dipersiapkan. Diakhir pertemuan siklus

pertama ini dilakukan tes akhir untuk menilai para guru dalam menggunakan model-

model pembelajaran.

2. Pelaksanaan

a. Pertemuan Pertama

Pertemuan pertama berlangsung pada hari ketiga yakni Jumat, 13 Januari 2023.

Pada tahap awal workshop diberikan diawalai dengan pembukaan oleh kepala

sekolah dengan melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Pengarahan Kepala Sekolah.

2) Pemaparan Model-model Pembelajaran

3) Presentasi kelompok kecil

4) Revisi

5) Penilaian

3. Pengamatan

Pada tahap ini, kegiatan dipusatkan pada hasil penilaian kemampuan guru

dalam mengajar melalui workshop model-model pembelajaran. Selanjutnya data tes

yang berupa nilai tes kemampuan memahami model-model pembelajaran dan data non

tes yang berupa data observasi, dan dokumentasi foto serta dijadikan sebagai bahan

refleksi.

Aspek yang di observasi adalah kesiapan mental dan fisik guru, kesiapan

bahan-bahan yang dibawa guru pada saat workshop, kehadiran guru, hasil sementara

dan respon guru.


Peningkatan kemampuan guru dalam mengajar telah terjadi pada siklus II,

dapat dilihat pada nilai yang diterima oleh masing-masing guru. secara keseluruhan

peningkatan ini mencapai kriteria penilaian yang ditetapkan sebelumnya.

Tabel 4.5 Penggunaan Model-model Pembelajaran

Penggunaan
Kategori Jumlah Guru Model Presentase (%)
No
Pembelajaran
1 Sangat Baik 5 5 29,41
2 Baik 12 4 70,59
3 Cukup 0 3 0
4 Kurang Baik 0 <3 0
Jumlah 17 100

Hasil Penggunaan model-model pembelajaran pada siklus 2, guru yang tergolong sangat

baik dalam pembelajaran menggunakan model-model pembelajaran = 29,41% yang

tergolong baik = 70,59% yang tergolong cukup baik 0% yang tergolong kurang baik

0% maka dari itu guru sudah berhasil menggunakan model-model pembelajaran

sehingga tidak perlu diadakan workshop lagi.

Tabel. 4.6 Aktifitas Pembelajaran Guru Di Kelas

Presentase
No Kategori Jumlah Guru Skor Nilai (%)
1 Sangat Aktif 5 100 29.41
2 Aktif 12 85 70.59
3 Kurang Aktif 0 65 0
4 Tidak Aktif 0 30 0
Jumlah 17 100

Hasil Aktifitas Pembelajaran guru di kelas 29,41% guru tergolong sangat aktif, 70,59%

guru yang tergolong aktif, sedangkan 0% guru yang tergolong kurang aktif, dan 0 %

guru yang tergolong tidak aktif, sehingga hal itu sudah dinyatakan memenuhi standar

professional sebagai guru. Dinyatakan memenuhi standar profesional guru apabila

dalam pembelajaran menggunakan model-model pembelajran (sedikitnya 4 metode

dalam setiap pembelajaran).

4. Refleksi
Refleksi dilakukan pada akhir workshop. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya untuk

mengkaji segala hal yang terjadi pada tahap tindakan. Refleksi ini digunakan sebagai

bahan masukan dalam menetapkan langkah selanjutnya.

Berdasarkan hasil workshop model-model pembelajaran dalam upaya meningkatkan

kemampuan mengajar guru. Adapun hasil refleksi pada siklus II ini antara lain :

a. Sebagian besar guru sudah menggunakan sedikitnya 4 model pembelajaran dalam

mengajar.

b. Berdasarkan hasil penilaian akhir siklus II maka jumlah guru dalam penggunaan

model-model pembelajaran dengan kategori sangat baik sebanyak 5 orang atau

29,41%, dan kategori baik sebanyak 12 orang atau 70,59% sedangkan jumlah guru

dalam aktivitas pembelajaran guru dengan kategori sangat aktif sebanyak 5 orang

atau 29,41% dan kategori aktif sebanyak 12 orang atau 70,59%/. Dengan demikian

hasil presentasi guru untuk kedua kategori penilaian sudah mencapai standar

penilaian workshop sebesar 65%.

B. Pembahasan

Penelitian tindakan sekolah berlangsung kondisi awal dan 2 siklus. Dilihat hasilnya dari tiap

siklus ada peningkatan. Peningkatan penelitian Tindakan Sekolah sebagai berikut:

Tabel. 4.7 Penggunaan Model-model Pembelajaran Siklus I dan 2

No Kategori Kondisi Awal Siklus I Siklus II

1 Sangat Baik `0 % 0% 29.41 %


2 Baik 23.53 % 41.17 % 70.59 %
3 Cukup 41.18 % 58.83 % 0%
4 Kurang Baik 35.29 % 0% 0%
Jumlah 100 % 100 % 100 %

Hasil pembahasan diatas guru yang memenuhi standar penggunaan model-model

pembelajaran pada kondisi awal kategori sangat baik masih 0%, siklus I 0% sedang siklus II

29,41%. Kategori baik pada kondisi awal 23,53%, siklus I 41,17% dan siklus II 70,59%,

Pada penelitian ini dinyatakan telah berhasil karena pada tahap akhir guru yang

menggunakan model-model pembelajaran kategori Baik sekali Kondisi awal 0% setelah

dilakukan workshop pada kondisi akhir mencapai 29,41% ada kenaikan sebesar 29,41%.

Sedangkan kategori Baik kondisi awal 23,53% kondisi akhir 70,59% berarti ada kenaikan

sebesar 47,06% Jadi PTS ini dapat dikatakan telah berhasil di siklus II.
Tabel. 4.8 Aktifitas Pembelajaran Guru Di Kelas Siklus I dan II

N Kondisi
Kategori Siklus I Siklus II
o Awal
1 Sangat Aktif 0% 0% 29.41 %
2 Aktif 41.17 % 64.70 % 70.59 %
3 Kurang Aktif 58.83 % 35.30 % 0%
4 Tidak Aktif 0% 0% 0%
Jumlah 100 % 100 % 100 %

Berdasarkan tabel di atas Aktifitas Pembelajaran guru pada kondisi awal kategori

sangat aktif masih 0%, siklus I 0% sedang siklus II 29,41%. Kategori aktif pada kondisi

awal 41,17%, siklus I 64,70% dan siklus II 70,59%. Pada penelitian ini dinyatakan telah

berhasil karena pada tahap akhir Aktifitas Pembelajaran guru kategori sangat aktif pada

kondisi awal 0% setelah dilakukan workshop pada kondisi akhir mencapai 29,41% ada

kenaikan sebesar 29,41%. Sedang kategori aktif pada kondisi awal 41,17% kondisi akhir

70,59% berarti ada kenaikan sebesar 29,42%.

Dengan adanya hasil tersebut peneliti dalam melaksanakan penelitian tindakan

Sekolah pada guru yang mengajar di kelas VII di SMP Kristen Kusu-Kusu telah berhasil

karena telah memenuhi target pembelajaran menggunakan model-model pembelajaran

kategori baik sekali 29,41% sedangkan kategori baik telah mencapai 70,59% Untuk

aktifitas pembelajaran juga mengalami kenaikan dari kondisi awal hingga kondisi akhir.Ini

berarti Penelitian Tindakan Sekolah Ini telah berhasil.

Pemberian model-model pembelajaran melalui workshop pada siklus II sudah dapat

diikuti dengan baik oleh guru. Hal ini dikarenakan sudah paham dan jelas terhadap materi

workshop yang diberikan. Dari pencapaian yang didapatkan pada siklus I dan siklus II ini

diperoleh peningkatan yang signifikan. Semua semua guru sudah mampu berkonsentrasi dan

memperhatikan penjelasan dengan baik. Guru yang semula kurang aktif sudah bisa aktif.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan hal -hal

sebagai berikut :

1. Penggunaan Model-model Pembelajaran kategori sangat baik pada siklus I sebesar 0% dan

siklus II sebesar 29,41%, berarti ada kenaikan dari siklus 1 ke siklus II sebesar 29,41%.

Sedangkan pada kategori baik pada siklus I sebesar 41,17 %, dan siklus II sebesar 70,59%

berarti ada kenaikan sebesar 29,42%

2. Aktifitas Pembelajaran guru di kelas kategori sangat aktif pada siklus I sebesar 0% siklus II

sebesar 29,41 %, ini berarti ada kenaikan 29,41%, sedangkan kategori aktif pada siklus I

sebesar 64,70% dan siklus II sebesar 70,59% , ini berarti ada kenaikan 5,89%.

3. Melalui workshop model-model pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan guru dalam

mengajar pada siswa kelas VI di SMP Kristen Kusu-Kusu.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Kepada guru mata pelajaran untuk menggunakan model-model pembelajaran sehingga

dapat meningkatkan kemampuan mengajar guru.


2. Kepada pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah agar selalu mengadakan workshop dan

mengontrol setiap guru. Hal ini penting untuk meningkatkan kinerja guru mata pelajaran

dalam mengajar.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, Sofan. 2013. Pengembangan & Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher
Aqib, Zainal. 2015. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif)
Bandung: Yrama Widya.
Aqib, Zainal; Ali Murtadlo. 2016. Kumpulan Metode Pembelajaran Kreatif dan Inovatif.
Bandung: Sarana Tutorial Nurani Sejahtera
Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. 7 Tips Aplikasi Pakem; Menciptakan Metode Pembelajaran yang
Efektif dan Berkualitas. Jogjakarta: Diva Press.
Depdiknas.2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 41
Tahun 2007 Tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta:Depdiknas
Hasibuan, J.J. dan Moedjiono. 2012. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Indrawati. 2009. Model Pembelajaran Terpadu di Sekolah Dasar untuk Guru SD. Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Ilmu
Pengetahuan Alam PPPPTK untuk Program Bermutu
Joyce, Bruce dkk. 2009. Models of Teaching; Model-model Pengajaran (Edisi Kedelapan).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kunandar. 2010. Guru Profesional; Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
dan Sukses dalam Sertifikasi Guru (edisi revisi). Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Mulyasa, E. 2007. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sumantri, Mohamad Syarif. 2016. Strategi Pembelajaran; Teori dan Praktik di Tingkat
Pendidikan Dasar. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Sasmito Pribadi (2016). Kegiatan Workshop Dengan Metode Kolaboratif Dan Konsultatif
Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Guru Dalam Menetapkan KKM. Jurnal
Ilmiah Mitra Swara Ganesha. Vol. 3 (1)
Suparlan. (2005). Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat
Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta
Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Pendidikan. Jakarta: Kencana
Saputra, Y. M dan Ridyanto. 2005. Pembelajaran Kooperatif untuk
Meningkatkan Ketrampilan Anak TK. Jakarta: Depdikbud.
Slavin, E. R. 2009. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik.
Bandung: Nusa Media
Solihatin, E. dan Raharjo. 2009. Cooperative Learning Analisis Model
PembelajaranIPS. Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiyanto, 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta, Yuma Pustaka. Cet II.
Suprijono A.(2010).Cooperative Learning. Yogyakarta :PustakaPelajar
Tanireja, Tukiran; Efi, Miftah Faridli; Sri Harmianto. 2013. Model-Model Pembelajaran Inovatif
dan Efektif. Bandung: Alfabeta
Trianto. 2007. Model–Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka
Uno, Hamzah B. 2011. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Wahyudi, Imam. 2012. Mengejar Profesionalisme Guru; Strategi Praktis Mewujudkan Citra
Guru Profesional. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Zaini, Hisyam, 2008, Strategi pembelajaran Aktif, Yogyakarta, Pustaka
Insan Maadani.

LEMBAR OBSERVASI

Hasil Observasi Penelitian Tindakan Sekolah Siklus I


ASPEK YANG DIAMATI
Kesiapan Mental Kehadiran
Kesiapan Bahan Kesiapan Laptop
Dan Fisik Guru Guru
S TS S TD H TH S TS
Jumlah Guru 10 7 10 7 17 0 9 8
Presentase (%) 58.82 41.18 58.82 41.18 100 0 52.94 47.06
Pencapaian
Keberhasilan Belum Berhasil Belum Berhasil Berhasil Belum Berhasil
Kegiatan

Hasil Observasi Penelitian Tindakan Sekolah Siklus II


ASPEK YANG DIAMATI
Kesiapan Mental Kehadiran
Kesiapan Bahan Kesiapan Laptop
Dan Fisik Guru Guru
S TS S TD H TH S TS
Jumlah Guru 17 0 17 0 17 0 13 4
Presentase (%) 100 0 100 0 100 0 76.47 23.53

Pencapaian
Keberhasilan Berhasil Berhasil Berhasil Berhasil
Kegiatan

JADWAL KEGIATAN DAN RENCANA BIAYA

Jadwal Kegiatan Penelitian

Waktu
No Nama Kegiatan Penelitian Ket
Januari 2023
1 Pelaksaan 1. Bulan Januari minggu 2
Penelitian Hari pertama dan kedua
a. Siklus I 2. Bulan Januari minggu 2
b. Siklus II Hari ketiga
2 Anlisa data 1. Bulan februari minggu 2
a. Pembuatan
laporan
b. Pengumpulan
laporan

Biaya Penelitian

1 . Biaya operasional kegiatan


a. Penyusunan perangkat = Rp. 100.000,-
kegiatan
b. Validasi perangkat = Rp. 100.000,-
kegiatan
c. Penyusunan instrument = Rp. 50.000,-
d. Penggandaan instrumen = Rp. 50.000,-
Jumlah = Rp. 300.000,-
2 . Bahan habis terpakai
a. ATK (Kertas, Tinta, = Rp. 100.000,-
Printer, dll)
3 . Lain-lain = Rp. 100.000,-
TOTAL BIAYA Rp. 500.000

Anda mungkin juga menyukai