Disusun Oleh:
Ikram
Nanda Rinalya
22290120011
Dosen Pengampu
Dr. Asmuri, M.Ag & Dr. Nasrul HS, M.A
KELAS 1 C
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA (PPs)
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
KATA PENGANTAR
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii
BAB I
BAB II
BAB III
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................................................. 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangan metode pembelajaran menjadi hal yang sangat penting untuk
dilakukan oleh guru. Pengembangan metode ini menyangkut berbagai hal yang harus
diketahui oleh seorang guru, karena metode pembelajaran itu sendiri tidaklah tampil
dengan sendirinya, akan tetapi membutuhkan ilmu-ilmu lain yang dimiliki oleh guru
tersebut. Dalam mengkaji pendidikan agama islam tentu saja tidak akan terlepas dari
aspek kognitif, afektif dan psikomotor peserta didik, dan hal itu semua tidak terlepas dari
unsur-unsur seperti guru, siswa, kurikulum, evaluasi, metode, serta model pembelajaran
yang dipilih oleh guru.
Model pembelajaran merupakan suatu rencana mengajar yang memperhatikan
pola pembelajaran tertentu. Model-model pembelajaran tersebut berkembang sesuai
dengan perkembangan kebutuhan peserta didik. Guru yang professional dituntut mampu
mengembangkan model pembelajaran, baik teoritik maupun praktek yang meliputi aspek-
aspek, konsep, prinsip, dan teknik. Memilih model yang tepat merupakan persyaratan
untuk membantu siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Model
pembelajaran berpengaruh langsung terhadap keberhasilan belajar siswa. Jika guru
menggunakan model pembelajaran, hendaknya memperhatikan 5 aspek daripembelajaran
efektif, yaitu; kejelasan, variasi, orientasi tugas, keterlibatan siswa dalam belajar,
pencapaian kesuksesan yang tinggi.
Dalam kegiatan belajar mengajar penggunaan strategi, metode yang tepat akan
mempermudah dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, sebelum proses
pembelajaran dilakukan, guru harus bias memilih strategi atau metode pembelajaran yang
didasarkan pada keefektifannya. Jadi sebelum strategy atau metode digunakan, guru perlu
menelaah terlebih dahulu kelemahan dan kelebihan suatu strategi ataupun metode
tersebut. Dan pemilihan strategi atau metode perlu disesuaikan dengan tujuan atau
kompetensi yang ingin dicapai karena dalam proses belajar mengajar, strategi bias
diartikan sebagai pola pola umum kegiatan guru dan murid dalam mewujudkan kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan metode pembelajaran
1
adalah cara yang digunakan guru dalam mengadakan interaksi dengan siswa pada saat
berlangsungnya pembelajaran.1
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang terus berusaha meningkatkan
keterbatasan dirinya, keterbatasan pikirannya dan keterbatasan tradisi yang mengikatnya,
dengan menolaknya sebagai suatu fakta dan sebagai satu kenyataan (Sumaatmadja, 2000).
Hakekat manusia yang demikian itu, dimungkinkan karena manusia memiliki akal budi yang
dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan hidupnya. Oleh karena itu manusia
akan selalu melakukan interaksi dan kerjasama dengan orang lain dalam mencapai tujuan-
tujuan yang diinginkannya. Lebih-lebih dalam era globalisasi seperti saat ini, ada
kecenderungan ketergantungan antar manusia dalam segala hal. Dengan demikian
keterampilan bekerjasama dengan orang lain sangat dibutuhkan, dan merupakan suatu aspek
sosial yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam kehidupannya.
Pengelolaan pembelajaran dalam pendidikan dengan menggunakan model atau
metode yang tepat akan memberikan ketrampilan sosial yang baik serta motivasi yang
tinggi bagi anak didik. Dalam meningkatkan kualitas proses belajar mengajar tersebut
selain pendidiknya harus kreatif, dituntut pula adanya partisipasi aktif dari siswa dalam
mengikuti proses belajar mengajar. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun
sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama
lain. Dalam interaksi ini, siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka
untuk mencintai proses belajar dan mencintai satu sama lain. Dalam suasana belajar yang
penuh dengan persaingan dan pengisolasian siswa, dampak negatifnya antara lain adalah
sikap dan hubungan yang negatif akan terbentuk dan mematikan semangat siswa. Suasana
seperti ini akan menghambat pembentukan pengetahuan secara aktif. Oleh karena itu,
guru perlu menciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga siswa bekerjasama
secara gotong royong dalam suatu kolaborasi yang positif
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan konsep model pembelajaran Abiliti To Work Collaborativaly
(Kemampuan Untuk Bekerjasama)?
2. Bagaimanakah urgensi dalam pembelajaran PAI?
1
Trianto, Model- Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Prestasi Pustaka:Jakarta,
2007), Hal.85
2
3. Apa macam-macam pembelajaran Abiliti To Work Collaborativaly (Kemampuan
Untuk Bekerjasama)?
4. Bagaimana Implementasi model pembelajaran Abiliti To Work Collaborativaly
(Kemampuan Untuk Bekerjasama) dalam pembelajaran PAI?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan konsep model pembelajaran Abiliti To Work
Collaborativaly (Kemampuan Untuk Bekerjasama)
2. Untuk mengetahui macam-macam model pembelajaran Abiliti To Work
Collaborativaly (Kemampuan Untuk Bekerjasama)
3. Untuk mengetahui Implementasi model pembelajaran Abiliti To Work
Collaborativaly (Kemampuan Untuk Bekerjasama) dalam pembelajaran PAI
3
BAB II
PEMBAHASAN
2
Silberman, Active Learning:101 Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: YAPPENDIS, 2001), 16
3
Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategy, Petunjuk Praktis untuk Menerapkan Accelerated Learning,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), 198
4
yang bermacam-macam dalam pembelajaran ini. Tinjauan dari berbagai penulisan
menunjukkan bahwa metode ini dapat meningkatkan pencapaian belajar peserta didik,
mempercepat pembelajaran, meningkatkan daya ingat dan memiliki hasil yaitu tindakan
positif terhadap pembelajaran itu sendiri.
Pembelajaran kolaboratif adalah suatu filsafat personal, bukan sekadar teknik
pembelajaran di kelas. Kolaborasi adalah filsafat interaksi dan gaya hidup yang
menjadikan kerjasama sebagai suatu struktur interaksi yang dirancang sedemikian rupa
guna memudahkan usaha kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Pada segala situasi,
ketika sejumlah orang berada dalam suatu kelompok, kolaborasi merupakan suatu cara
untuk berhubungan dengan saling menghormati dan menghargai kemampuan dan
sumbangan setiap anggota kelompok.4
Collaborative Learning merupakan falsafah tentang tanggung jawab pribadi dan
sikap menghormati sesama. Para peserta didik bertanggungjawab atas belajar mereka
sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
dihadapkan kepada mereka. Pendidik bertindak sebagai fasilitator, memberikan dukungan
tetapi tidak menyetir kelompok ke arah hasil yang sudah disiapkan sebelumnya.
Bentukbentuk peer-assessment (asesmen oleh sesama peserta didik) digunakan untuk
melihat hasil prosesnya.
Ada tiga teori dalam pembelajaran kolaboratif yang mendasari pembelajaran
kolaboratif dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran, yaitu kognitif,
konstruksi sosial, dan motivasi.Teori tersebut berdasarkan pembelajaran kolaboratif
sebagai sebuah pendekatan dalam kegiatan belajar mengajar.
1) Pertama, hubungannya dengan teori kognitif, bekerjasama dalam
kelompok kecil siswa mempunyai kesempatakn untuk berpikir terhadap
pemahaman suatu mata pelajaran dengan yang lainnya.
2) Kedua,Teori kontruksi social.Hubungannya dengan teori ini adalah sebuah
konsep pembelajaran yang tergolong baru.Konstruksi social berfokus pada
perkembangan individu dalam interaksi social. Di dalam pembelajaran
4
Daniel Muijs dan David Reynold, Effective Teaching, Teori dan Aplikasi,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008), 89
5
kolaboratif, interaksi social dibutuhkan sebagai cara untuk membuat siswa
memahami terhadap apa yang sedang mereka pelajari.
3) Ketiga, teori motivasi.Di dalam teori motivasi menekankan bahwa struktur
pembelajaran kolaboratif menciptakan sebuah lingkungan motivasi untuk
belajar.5
Dari pendapat yang dikemukakan diatas jelaslah bahwa metode kolaboratif ini
melibatkan hampir semua aktifitas siswa dalam proses belajar mengajar siswa baik itu
membaca mengeluarkaan pendapat, memecahkan masalah, memberikan saran dan
memberikan tanggung jawa. Dalam proses pembelajaran tersebut tidak berdiri sendiri
trtapi harus saling mendukung dan melengkapi.
2. Tujuan dan prinsip pembelajaran collaborative dalam active learning
Pada saat saat awal dari kegiatan aktif ada tiga tujuan penting yang akan
dicapai. Arti penting tujuan tersebut hendaknya tidak diabaikan sekalipun
pembelajaran hanya berlangsung satu jam pelajaran. Silbermen menyebutkan tujuan-
tujuan tersebut sebagai berikut:6
a. Pembentukan tim: membantu peserta didik untuk lebih mengenal
satu sama lain dan menciptakan semangat kerja sama dan
interdependensi.
b. Evaluasi sederhana: mempelajari tentang prilaku-prilaku,
pengetahuan dan pengalaman peserta didik.
c. Keterlibatan belajar langsung: menciptakan minat awal terhadap
pelajaran
Ketiga tujuan di atas, bila dicapai akan membantu menciptakan
lingkungan belajar yang melibatkan peserta didik, meningkatkan kemauan mereka
untuk ambil bagian dalam kegiatan belajar aktif dan menciptakan norma kelas
yang positif. Pelajaran yang berlangsung hingga dua jam sudah cukup memadai
hanya dengan memakan waktu sekitar lima menit untuk mengalokasikan waktu
pembuka. Memperkenalkan kembali aktifitas dari waktu ke waktu selama
5
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hlm 118
6
Silberman, Op.Cit 28
6
pelajaran juga akan membantu memperbarui pembentukan tim, memperbaiki
evaluasi dan menciptakan kembali minat terhadap mata pelajaran.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pendidik dalam menerapkan
pembelajaran aktif (Active Learning) antara lain:
1. Memahami sifat peserta didik.
2.Mengenal peserta didik secara perorangan.
3.Memanfaatkan prilaku peserta didik dalam pengorganisasian
belajar.
4.Mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif serta
mampu.
5.Menciptakan ruangan kelas sebagai lingkungan belajar yang
menarik.
6.Memanfaatkan lingkungan sebagai lingkungan belajar.
7.Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan
B. Urgensi Pembelajaran Kolaboratif
Sebagian pendidik telah menyadari bahwa pembelajaran yang memandang peserta
didik menjadi cerdas, kritis, dan kreatif serta mampu bekerjasama memecahkan masalah
yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari adalah merupakan hal penting,
karena proses belajar yang diperoleh peserta didik selama ini lebih banyak pada “belajar
tentang” (learning about thing) daripada “belajar bagaimana” (learning how to be).
Contoh dalam pembelajaran, peserta didik belajar tentang toleransi beragama,
maka kepada mereka diajarkan apa pengertian dan ciri-cirinya serta cara untuk mencapai
hidup bertoleransi, tetapi mereka tidak belajar bagaimana mengubah perilaku sehingga
mencapai taraf yang bertoleransi. Dengan demikian dalam kehidupan riil,peserta didik
tahu bahwa tindakan kekerasan merupakan salah satu perilaku yang tidak bertoleransi,
tetapi banyak diantara mereka yang memaksakan kehendak pada orang lain, bahkan
sering terjadi konflik antar mereka.7
Pentingnya memiliki keterampilan kerjasama dalam kehidupan manusia, sejalan
dengan pernyataan Johnson, Johnson & Holubec (1998), yang menyatakan bahwa sama
7
Apriono, D. Implementasi Collaborative Learning dalam Meningkatkan Pemikiran Kritis Maha peserta
didik.Jurnal Prospektus UNIROW Tuban, Vol 7, No 1, 2011, hal.13
7
seperti seorang pendidik harus mengajarkan keterampilan akademis, keterampilan
kerjasama juga harus diberikan kepada peserta didik, karena tindakan ini akan bermanfaat
bagi mereka untuk meningkatkan kerja kelompok, dan menentukan bagi keberhasilan
hubungan sosial di masyarakat. Pentingnya seseorang peserta didik memiliki
keterampilan kerjasama, dengan mengatakan bahwa peserta didik benar-benar harus
belajar untuk bekerjasama menuju satu tujuan, yakni adanya pemahaman bahwa tidak ada
satu orangpun yang memiliki semua jawaban yang tepat, kecuali dengan bekerjasama.
keterampilan kerjasama merupakan aspek kepribadian yang penting, dan perlu
dimiliki oleh setiap orang dalam kehidupan sosial di masyarakat. Oleh karena itu
keterampilan kerjasama khususnya dalam pembelajaran perlu mendapatkan perhatian dari
orang tua dan pendidik untuk diberikan kepada anak semenjak usia dini, agar menjadi
suatu kebiasaan bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan kerjasama
dapat diajarkan melalui keluarga, lembaga sekolah, lembaga agama, lembaga pramuka,
dan lembaga sosial yang lainnya.
Hasil belajar hendaknya lebih beorientasi pada aspek kognitif tingkat tinggi
(analisis, sintesis, dan evaluasi), aspek afektif, dan psikomotor. Hal tersebut akan terkait
dengan perilaku peserta didik setelah mereka berada di tengah-tengah masyarakat, di
mana mereka akan dihadapkan pada masalah-masalah riil yang membutuhkan pemikiran
lebih mendalam. Menurut Hill & Hill (dalam Setyosari, 2009:12), ada beberapa
keunggulan pembelajaran kolaborasi, antara lain berkenaan dengan:
1. prestasi belajar lebih tinggi
2. pemahaman lebih mendalam
3. mengembangkan keterampilan kepemimpinan
4. meningkatkan sikap positif
5. meningkatkan harga diri
6. belajar secara inklusif
7. merasa saling memiliki
8. mengembangkan keterampilan masa depan.
Salah satu hasil penelitian pembelajaran kolaboratif ditunjukkan oleh Clark &
Baker dalam jurnal Djoko Apriono, bahwa penerapan collaborative learning pada
kelompok yang beragam memberikan hasil yang positif. Dan menyimpulkan bahwa
8
pembelajaran kolaboratif melalui diskusi, klarifikasi gagasan, dan evaluasi dari orang lain
dapat menguatkan pemikiran kritis dan efektif dalam mendapatkan pengetahuan faktual.8
8
Djoko Apriono, PEMBELAJARAN KOLABORATIF: Suatu Landasan untuk Membangun Kebersamaan
dan Keterampilan Kerjasama, Diklus, Edisi XVII, Nomor 01, September 2013, hal. 294-295.
9
Mufasiroh, Implementasi Pembelajaran Collaborative Learning Dalam Pendidikan agama Islam,
Fenomena: Vol.19, No.01, 1 April 2020.
9
pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan
keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota maupun
kelompok mempertahankan posisi yang dipilihnya.
5. Jigsaw Proscedure (JP). Dalam bentuk pembelajaran ini, anggota suatu kelompok
diberi tugas yang berbeda-beda tentang suatu pokok bahasan. Agar setiap anggota
dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan dengan materi yang
menyeluruh. Penilaian didasarkan pada rata-rata skor tes kelompok.
6. Student Team Achievement Divisions (STAD). Para siswa dalam suatu kelas
dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam setiap
kelompok saling belajar dan membelajarkan sesamanya. Fokusnya adalah
keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan
demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan
individu siswa. Penilaian didasarkan pada pencapaian hasil belajar individual
maupun kelompok.
7. Complex Instruction (CI). Metode pembelajaran ini menekankan pelaksanaan
suatu proyek yang berorientasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains,
matematika dan pengetahuan sosial. Fokusnya adalah menumbuhkembangkan
ketertarikan semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini
umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan
dua bahasa) dan di antara para siswa yang sangat heterogen. Penilaian didasarkan
pada proses dan hasil kerja kelompok
8. Team Accelerated Instruction (TAI). Bentuk pembelajaran ini merupakan
kombinasi antara pembelajaran kooperatif/ kolaboratif dengan pembelajaran
individual. Secara bertahap, setiap anggota kelompok diberi soal-soal yang harus
mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian bersama-
sama dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar,
setiap siswa mengerjakan soal-soal tahap berikutnya. Namun jika seorang siswa
belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan benar, ia harus
menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap tahapan soal disusun
berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasarkan pada hasil belajar
individual maupun kelompok.
10
9. Cooperative Learning Stuctures (CLS). Dalam pembelajaran ini setiap kelompok
dibentuk dengan anggota dua siswa (berpasangan). Seorang siswa bertindak
sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang
harus dijawab oleh tutee. Bila jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau skor
yang telah ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah
ditetapkan sebelumnya, kedua siswa yang saling berpasangan itu berganti peran.
10. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Model pembelajaran
ini mirip dengan TAI. Sesuai namanya, model pembelajaran ini menekankan
pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para
siswa saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara
tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya.10
10
Silberman, Op.Cit 24
11
e. Pemrosesan secara kelompok (melakukan refleksi terhadap pungsi dan
kemampuan mereka bekerjasama sebagai suatu kelompok, dan bagaimana
untuk mampu berprestasi lebih baik lagi).11
Dari pendapat yang dikemukakan di atas, maka lima elemen tersebut harus
ada diperhatikan pelaksanaannya dalam pembelajaran kolaboratif. Karena lima
elemen tersebut merupakan kunci keberhasilan dalam pembelajaran kolaboratif.
Adapun langkah-langkah metode kolaboratif menurut Adi W. gunawan
adalah :12
1. Guru memberikan penjelasan tentang metode kolaboratif.
2. Guru memberikan instruksi tentang hal-hal yang harus dilakukan siswa
dalam metode kolaboratif.
3. Guru mengajukan setiap kelompok menyiapkan peralatan yang
dibutuhkan saat berlangsungnya pembelajaran kolaboratif.
4. Guru memberikan materi kepada masing-masing kelompok.
5. Guru berusaha mengembangkan pemikiran siswa, agar siswa dapat
menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
6. Guru mengusahakan setiap kelompok bertanggung jawab memberikan
pemahaman kepada sesama anggota kelompoknya.
7. Guru meminta siswa bertukar pendapat dalam memecahkan
permasalahan.
8. Guru mengusahakan agar siswa menyelesaikan tugas secara bersama-
sama dalam kelompoknya.
9. Guru meminta masing-masing kelompok mempertanggung jawabkan
di depan kelas.
10. Mengadakan diskusi dibawah bimbingan guru.
11
Adi W. Gunawan Born To Be A Genius, PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta2007, hlm. 173
12
Ibid. hlm. 198
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Collaborative Learning merupakan falsafah tentang tanggung jawab pribadi dan
sikap menghormati sesama. Para peserta didik bertanggungjawab atas belajar mereka
sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
dihadapkan kepada mereka. Pendidik bertindak sebagai fasilitator, memberikan dukungan
tetapi tidak menyetir kelompok ke arah hasil yang sudah disiapkan sebelumnya.
Bentukbentuk peer-assessment (asesmen oleh sesama peserta didik) digunakan untuk
melihat hasil prosesnya.
Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari tulisan ini, bahwa sekolah-sekolah perlu
merekonstruksi proses pembelajaran di kelas yang selama ini berlangsung. Peserta didik
perlu diberikan wawasan kerja kolaborasi, sehingga akan terpupuk jiwa-jiwa yang saling
menghormati, menghargai, tenggang rasa, tanggung jawab, jujur dan terbuka. Apabila hal
ini telah menjadi pondasi pendidik dalam mengaplikasikan proses pembelajaran di kelas,
Insya Allah hasil pendidikan manusia ke depan akan menghasilkan anak-anak bangsa
yang memiliki rasa ”human dignity” yang tinggi.
Hasil pembelajaran yang nampak tidak hanya tertanamnya pengetahuan semata,
tetapi lebih dari itu berkembangnya jiwa dan budi pekerti yang luhur para peserta didik.
Proses pembelajaran dijalankan berdasarkan metode-metode yang tepat dan relevan, yang
menurut ajaran Islam didasarkan atas syariat, hakikat, tarikat, dan ma’rifat. Dengan
demikian pembelajaran kolaboratif ini akan menjadi cara yang strategis dalam
pembelajaran untuk mewujudkan kedamaian umat manusia melalui kerjasama berbagai
aspek kehidupan
Secara garis besar tahapan implementasi kurikulum meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. Adapun faktor yang memengaruhi implementasi kurikulum
yaitu dukungan kepala sekolah, dukungan rekan sejawat guru, dan dukungan internal
didalam kelas dari berbagai factor tersebut guru merupakan factor penentu utama.
Dengan kata lain, keberhasilan implementasi kurikulum di sekolah sangat ditentukan oleh
13
faktor guru, karena bagaimanapun baiknya sarana pendidikan, jika guru tidak
melaksanakan tugasnya dengan baik, maka implementasi kurikulum tidak akan berhasil.
B. Saran
Penyusun memberi saran kepada pembaca untuk tidak menjadikan makalah ini
sebagai sumber satu-satunya dalam pembelajaran, karena kami sadar masih terdapat
kekurangan di dalam makalah ini.
14
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan .Adi W, 2006. Genius Learning Strategy, Petunjuk Praktis untuk Menerapkan
Accelerated Learning, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Muijs. Daniel dan David Reynold, 2008. Effective Teaching, Teori dan Aplikasi, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
15