Diajukan oleh :
i
Diajukan oleh :
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................6
C. Tujuan Penulisan............................................................................................6
ii
D. Kegunaan Penelitian.......................................................................................6
E. Terminologi....................................................................................................7
F. Metode Penelitian...........................................................................................9
G. Jadwal Penelitian..........................................................................................14
H. Sistematika Penulisan...................................................................................14
1. Pengertian Kepolisian..............................................................................28
2. Fungsi Kepolisian....................................................................................31
1. Pengertian Asusila...................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................44
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia adalah Negara hukum, hal ini secara tegas dituangkan dalam
i Negara hukum tentunya segala perbuatan dalam kehidupan berbangsa dan berne
gara harus diatur dengan hukum. Hukum sebagai pranata sosial memiliki peranan
n juga mengatur segala perbuatan manusia yang dilarang maupun yang diperintah
kan.
k mengatur perbedaan kepentingan tersebut. Hukum berisi tentang yang mana har
us dilakukan dan yang mana tidak boleh dilakukan yang bersifat memaksa, mengi
Negara Indonesia adalah Negara hukum yang memiliki berbagai macam lem
baga penegak hukum salah satunya ialah Polri. Polri adalah lembaga negara yang
pada semua masyarakat dalam rangka membrerikan rasa aman dalam hidup di neg
ara. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional satu kesat
1
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 2009, hlm.1
1
pengayonan dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keam
an dalam negara.2
anan secara khusus, karena kejahatan selalu menimbulkan keresahan dan ketidak
nyamanan bagi anggota masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu akan selalu d
ulit untuk memberantas kejahatan sampai tuntas, karena kejahatan selalu berkemb
ang mengikuti perkembangan zaman. Kejahatan adalah suatu tindakan yang meny
impang yang dilakukan oleh seseorang ataun kelompok yang menimbulkan korba
n dan kerugian. Kerugian yang timbul itu bisa diderita oleh korban sendiri, maupu
n oleh pihak lain secara tidak langsung dan juga bisa berdampak kepada keluarga
Kesetaraan gender merupakan salah satu hak kita sebagai manusia. Hak hid
up secara terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas menentukan pilihan hidu
p tidak hanya diperuntukkan bagi para laki-laki, pada hakikatnya perempuan pun
mempunyai hak yang sama. Sayangnya sampai saat ini, perempuan sering kali dia
seperti diskriminasi, pelecehan, eksploitasi, dan lain sebagainya. Lebih lanjut, kek
erasan terhadap perempuan melibatkan kekerasan berbasis gender yang akan bera
khir pada bahaya atau penderitaan fisik, seksual, atau psikologis bagi perempuan,
2
http://polreskarawangbagops.wordprees.com, diakses pada tanggal 5 April 2023 Pukul
13.00 WIB
3
J.E. Sahetepy, Viktimologi Sebuah Bunga Rampai, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1987,
hlm. 36
4
Suharsil, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dan Perempuan, Rajagrafindo Persada, D
epok, hlm. 101-102
2
termasuk ancaman, pemaksaan, dan perampasan kemerdekaan secara sewenang-w
enang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.5
ang hanya bisa dinikmati atau dirasakan secara emosional (psikis), seperti rasa pu
an bentuk perlindungan yang dapat dinikmati secara nyata, seperti pemberian yan
g berupa atau bersifat materii maupun non materi. Pemberian yang bersifat materi
dapat berupa pemberian kompensasi atau restitusi, pembebeasan beaya hidup atau
kemanusiaan.6
Korban adalah mereka yang menderita jasmani dan rohani sebagai akibat da
ri tindakannya sendiri maupun tindakan dari pihak lain, yang ingin mencari
pemenuhan kepentingan diri sendiri atau pihak lain yang bertentangan dengan hak
tersebut masih ada korban yang acap kali terabaikan. seharusnya korban juga
5
Guamarawati, Suatu Kajian Kriminologis Mengenai Kekerasan terhadap Perempuan dala
m Relasi Pacaran Heteroseksual. Jurnal Kriminologi Indonesia, Volume 5 No.1, 2009, hlm. 43-55
6
Sri Endah Wahyuningsih, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak
Pidana Kesusilaan Dalam Hukum Pidana Positif Saat Ini, Jurnal Pembaharuan Hukum Unissula,
Vol. III No. 02, 2016, hlm. 108
7
Suharsil, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dan Perempuan, Rajagrafindo Persada, D
epok, 2016, hlm 113-114
8
Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademi Prassindo, Jakarta, 1993, hlm, 36
3
patut untuk diperhatikan karena pada dasarnya korban merupakan pihak yang
memperoleh jaminan hukum atas penderitaan atau kerugian pihak yang telah
menjadi korban tindak pidana.10 Segala macam sesuatu yang dapat meringankan
beban penderitaan yang dialami seseorang akibat menjadi korban tindak pidana
menggurangi penderitaan fisik dan mental yang dialami oleh korban. Tetapi
negara Indonesia.
maupun suatu kelompok. Salah satu tindak kejahatan yang sering kali meresahkan
dan merusak generasi muda bangsa ialah tindak kejahatan kesusilaan. Sehubungan
dengan hal tersebut sebagai manusia normal, Nafsu untuk melakukan hubungan
seksual dengan lawan jenis itumerupakan sifat amali yang dimiliki oleh manusia
9
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Band
ung 2002, hlm. 1-2.
10
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Keja
hatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 56
4
dan harus dilakukan secara benar dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Tetapi pada kenyataannya ada beberapa orang yang menyalurkan sifat alami
tersebut secara menyimpang yang bisa menimbulkan penderitaan fisik dan psikis
bagi korban. Dan yang sangat disayangkankorban dari tindak kejahatan tersebut
ialah seorang anak-anak yang tak berdosa dan tidak tahu apa-apa. Anak-anak yang
ialah kurangnya pendidikan seks dan kurangnya moralitas dari para oknum
sehingga melakukan hal yang melanggar norma kesusilaan dan norma kesopanan,
kurangnya pendidikan dari para oknum inilah yang merupakan penyebab adanya
prilaku melecehkan secara seksual serta kurangnya pengawasan orang tua dan
dapat pula terjadi karena adanya kelaiana seks (homo) yang diderita oleh pelaku
tindak kejahatan tersebut, tak kadang terjadi pada saat ini pelaku tindak kejahatan
kesusilaan itu ialah orang tua si korban itu sendiri. Padahal orang tua khususnya
ayah seharusnya menjaga dan melindungi anak perempuan dari tindak kejahatan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk men
B. Rumusan Masalah
5
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
C. Tujuan Penulisan
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Masyarakat
6
korban tindak pidana kesusilaan.
b. Bagi Pemerintah
pemerintah agar terdapat regulasi yang baik, dan dapat melindungi serta
E. Terminologi
sebagai berikut :
1. Perlindungan Hukum
gris disebut legal protection, sedangkan dalam Bahasa Belanda disebut rechts
kepentingan yang perlu untuk dilindungi tersebut dalam sebuah hak hukum.11
2. Perempuan
3. Korban
11
Harjono, Konstitusi sebagai Rumah Bangsa, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2008, hlm. 357
12
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa, Balai Pustaka, Jakarta, 2010,
hlm.856
7
korban (victims) adalah orang-orang yang baik secara individual
4. Tindak Pidana
enal dengan istilah Strafbaarfeit. Tindak pidana ini merupakan istilah yang m
engandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dib
entuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa huku
eristiwa yang konkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana
haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk
masyarakat.14
dengan masalah kesusilaan. Definisi singkat dan sederhana ini apabila dikaji
mudah karena pengertian dan batas-batasnya kesusilaan itu cukup luas dan
dimasyarakat tertentu
13
Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Unive
rsitas Diponegoro, Semarang, 1997, hlm. 108
14
Amir Ilyas, Asas-asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawab
an Pidana sebagai Syarat Pemidanaan, Rangkang Education Yogyakarta & PuKAP Indonesia, Yo
gyakarta, 2012, hlm.18.
8
Kesusilaan disini pada umumnya diartikan sebagai rasa kesusilaan yang
Hal ini tidak pernah dibantah oleh para sarjana. Simon misalnya mengatakan
F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah langkah yang dimiliki dan dilakukan oleh peneliti d
alam rangka untuk mengumpulkan informasi atau data serta melakukan investigas
i pada data yang telah didapatkan tersebut. Metode penelitian memberikan gambar
yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, dan dengan langkah apa dat
1. Pendekatan Penelitian
ian hukum menggunakan data sekunder sebagai data awalnya, yang kemudian
naan metode pendekatan yuridis sosiologis dalam penelitian hukum ini diseba
15
Leden Marpaung, Kejahatan terhadap kesusilaan dan masalah prevensinya, Sinar Grafik
a, Jakarta, 2004, hlm. 2
16
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2
005, hlm. 51
9
bkan karena permasalahan yang diteliti erat kaitannya dengan faktor yuridis d
an sosiologis. Objek masalah yang diteliti disini tidak hanya menyangkut per
masalahan yang berdasarkan pasal yang ada, melainkan masalah yang diteliti
2. Spesifikasi Penelitian
mbarkan gejala atau peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dengan tepat da
n tentunya jelas. Dalam buku yang ditulis oleh Soerjono Soekanto yaitu menj
elaskan,17 bahwa penelitian deskriptif adalah untuk memberikan data yang set
rta disusun secara teori yang ada untuk mendapatkan pemecahan masalah ses
3. Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini terbagi menjadi dua hal,yaitu meliputi data
a. Data Primer
10
ata primer ini disebut juga data asli atau baru. Untuk penelitian ini data pri
mer berupa data hasil dari wawancara dengan informan. Jadi dalam wawan
ara mendalam.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperlukan untuk melengkapi data pri
mer yang diperlukan melalui studi pustaka. Data sekunder meliputi teori-te
ri dari :
Hukum Pidana
Republik Indonesia.
an Korban
11
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang mendukung dan
han hukum primer yang ada sehingga dapat dilakukan dan pemahaman
yang lebih mendalam, serta adanya penguatan atas dasar hukum mengh
asilkan analisa hukum yang baik. Biasanya bahan hukum sekunder ini b
kum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier ini biasanya berbentuk
kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, kamus bahasa inggris dan ensi
klopedia.
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini yang berhu
a. Studi Kepustakaan
b. Studi Lapangan
12
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara beb
5. Lokasi Penelitian
di Jl. Nasional Blora - Cepu, Nglobener, Jepon, Kec. Blora, Kabupaten Blora,
6. Analisis Data
u suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis. Data d
a dan pengukuran, sehingga apa yang dinyatakan responden secara tertulis ata
u lisan dan yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.18
Dari hasil penelitian terhadap data yang diperoleh, maka dilakukan pengo
lahan data dengan teknik editing, yaitu meneliti, mencocokan data yang didap
at, serta merapikan data tersebut. Selain itu digunakan juga teknik coding, yai
erkait penelitian ini dengan cara mengelompokan dalam kategori tertentu yan
g sudah ditetapkan.19
G. Jadwal Penelitian
18
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 200
3, hlm. 70.
19
Ibid, hlm.70
13
no bentuk April Mei Juni Juli
kegiatan 2023 2023 2023 2023
1 Persiapan
2 Penyusunan
proposal
3 Riset
4 Penyusunan
skripsi
5 Ujian skripsi
6 Revisi dan
Penggandaan
H. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pustaka.
diuraikan pada bab I, dalam bab II ini berisikan teori-teori yang ber
14
tentang kepolisian, tinjauan tentang tindak pidana kesusilaan serta
BAB IV PENUTUP
mbahasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang
15
peristiwa-peristiwa yang konkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga
tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan
dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari
(tiga) kata yaitu straf, baar, dan feit. Dimana ketiganya memiliki arti yaitu:
perbuatan yang dapat dipidana sedangkan delik dalam bahasa asing disebut
dengan delict yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan
hukuman.20
tindak pidana itu adalah perbuatan pidana atau tindak pidana yang merupakan
suatu perbuatan yang tidak sesuai atau bisa dikatakan dengan perbuatan yang
melawan hukum yang disertai dengan sanksi pidana dimana aturan tersebut
20
Amir Ilyas, Asas-asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawab
an Pidana sebagai Syarat Pemidanaan, Rangkang Education Yogyakarta & PuKAP Indonesia, Yo
gyakarta, 2012, hlm. 18.
21
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Raja Gravindo Persada, Jakarta, 20
10, hlm. 71.
16
pidananya ditunjukan kepada orang yang melakukan atau orang yang
orang tersebut sebagai pelaku perbuatan pidana atau pelaku tindak pidana.
Demikian juga antara larangan dan ancaman sangat erat hubungannya dimana
adanya kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian merupakan dua hal
yang konkret.
bahwa:
hukum;
undang-undang.23
22
Ibid, hlm. 72
23
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Raja Gravindo Persada, Jakarta, 20
10, hlm. 71.
17
Dengan melihat pada syarat-syarat peristiwa pidana itu yang dikatakan
beliau, terdapat syarat yang telah mengenai diri si pelaku, seperti halnya pada
pidana ini merupakan perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum dimana jika
di langgar akan dikenakan sanksi yang berupa pidana sesuai dengan aturan
Seseorang dapat dijatuhi pidana jika orang itu telah memenuhi unsur-
unsur tindak pidana sesuai dengan yang dirumuskan dalam KUHP, karena
pada umumnya pasal-pasal yang ada di dalam KUHP terdiri dari unsur-unsur
tindak pidana.
hatinya.
24
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Band
ung, 1997, hlm. 193.
18
Sedangkan unsur-unsur tindak pidana menurut golongan yang
1) Kelakuan manusia;
yaitu:
berikut:26
pembenar);
25
Soedarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto (Fakultas Hukum Universitas Diponegoro),
Semarang, 1990. hlm. 42-43.
26
Ibid, hlm. 50
19
Dengan demikian juga dapat saya simpulkan apabila seseorang dapat
pidana tersebut tidak terpenuhi maka seseorang tersebut tidak akan dijatuhkan
besar yaitu, dalam Buku Kedua dan Ketiga yang masing-masing menjadi
pelanggaran lebih ringan dari pada kejahatan. Hal ini dapat diketahui dari
ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada yang diancam dengan pidana
biasa disebut dengan rechtdelicten dan untuk yang kedua disebut dengan
27
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana dan Pengertian Das
ar dalam Hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta, 1983 hlm 75
20
yang artinya yaitu sifat tercelanya itu tidak semata-mata pada dimuatnya
undang.
perbuatan.
dan dipidana.
21
c. Delik Kesengajaan (Dolus) dan delik Kelalaian (Culpa).
yang berbuat.
saja disebut juga aflopende delicten. Misalnya jika perbuatan itu selesai
22
tindak pidana itu berlangsung terus yang disebut juga dengan
voordurende delicten.
dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materiil (Buku II dan III
menyebabkan luka berat atau matinya orang (Pasal 351 ayat 2, 3 KUHP),
pencurian pada waktu malam hari tersebut (Pasal 363KUHP). Ada delik
23
wakilnya dalam perkara perdata (Pasal72) atau keluarga tertentu dalam
hal tertentu (Pasal 73) atau orang yang diberi kuasa khusus untuk
asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut kepada
oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum untuk memberikan
rasa aman,baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai
serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek
kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari
dimulai saat berada dalam kandungan ibunya dan berakhir pada saat is
menunggal dunia, hal ini berlangsung selama dia hidup. Setiap anak
Indonesia adalah aset bangsa yang sangat berharga, generasi penerus dan
sumber daya manusia Indonesia yang bakal menjadi penentu masa depan
28
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 74
29
Philipus M. Hadjon, Perlindungan hukum bagi rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya,
. 1987, hlm. 25
24
bangsa dan Negara. Negara berkewajiban menciptakan rasa aman dan
pembangunan.
hak-hak anak agar dapat hidup, berkembang dan partisipasi secara optimal
25
undang. Apabilah hal itu terjadi, pengadilan harus menyatakan bahwa
peraturan demikian batal demi hukum, artinya dianggap tidak pernah ada
sehingga akibat yang terjadi karena adanya peraturan itu harus dipulihkan
seperti sediakala. Akan tetapi, apabila pemerintah tetap tidak mau mencabut
aturan yang telah dinyatakan, hal itu akan berubah menjadi masalah politik
a. Adanya Perlindungan
b. Adanya Jaminan
30
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 159-160
26
Adanya jaminan bagi pihak yang terlibat dalam perkara hukum sang
n pengacara, sehingga tiap orang yang terlibat dalam perkara hukum mer
tidak jelas status dari pihak yang terlibat. Kepastian hukum ini penting se
hingga setiap orang tidak terjebak dalam status hukum yang tidak pasti.
Pemberian sanksi bagi para pelanggar hukum juga termasuk salah sat
ulai dari proses penyelidikan, peradilan, sampai akhir putusan hakim. Hal
ini meliputi hak mendapat pengacara, hak diperlakukan sama di mata huk
um, hak mendapat proses pengadilan yang jujur dan adil, hak mengajuka
31
https://www.seluncur.id/unsur-unsur-perlindungan-hukum/) diakses pada tanggal 1 Dese
mber 2022 18.20 WIB
27
1. Pengertian Kepolisian
at. Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 “Kepolisian
adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesu
mbaga yang mengayomi masyarkat dari berbagai persoalan kondisi sosial yan
g ada dalam lingkup negara. Peranan Kepolisian juga dapat disebut sebagai su
atu aspek kedudukan yang menjadi sebagai pelindung serta mengayomi masy
arakat. Menurut pasal 5 ayat (1) UndangUndang Nomor 2 tahun 2002 tentang
Negara Republik Indonesia (Polri) dikata sebagai alat negara yang berperan d
baik karena menurut Dwi Indah Widodo menjelaskan bahwa “Kepolisian seca
linan cocok dengan kedisiplinan masyarkat dengan syarat hukum yang ada gu
28
g-undangan.”32 Karena dengan begitu identitas polisi sebagai penegak hukum
ang masyarakat akan mewujudkan warga yang adil serta makmur dan jiwa ya
hati nurai yang baik, tenang serta tidak tergoyah dalam suasana dan keadaan d
ang terletak dalam ruang lingkup pemerintahan artinya organisasi polisi meru
pakan suatu badan dari pemerintah. Secara universal unit Kepolisian merupak
ngan dalam sesuatu tempat yang biasa dituturkan organisasi. Dengan begitu k
Negeri serta ada di bawah Kementerian Kehakiman, ada yang berada di bawa
h oleh Presiden sendiri, serta Wakil presiden dan bahkan ada yang departeme
n sendiri.”34
29
n seseorang yang melakukan pelanggaran hukum dan lainnya) dan merupakan
n dan sebagainya).35
ari pemeliharaan keamanan dalam negeri. Seiring dengan itu untuk menjalank
kan alat negara dapat menjaga kelancaran pemerintah dan rakyat, sehingga da
Berbagai upaya dilakukan agar negara aman dan bebas dari macam kejahatan.
2. Fungsi Kepolisian
Polisi merupakan salah satu elemen dari sistem peradilan pidana yang me
njadi ujung tombak pencegahan tindak pidana. Peran polisi tampak terlihat sa
ngat penting dari pada lembaga lainnya. Pada lembaga ini akan menemukan k
35
https://kbbi.web.id/polisi diakses pada tanggal 27 Mei 2023 Pukul 23.48 WIB
36
Amanda Julva, “Peranan Penyidikan Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencabulan
Terhadap Anak”. Jurnal Poemal.Vol.5 No. 2, 2017. hlm. 2
30
Menurut Sajipto raharjo berpendapat fungsi polisi di Indonesia umumnya
epresif dalam bahasa prancis yang dapat dikenal sebagai manajemen polisi.37
kan bahwa “Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara
nfaat sebagai penegak hukum yang adil di negara Indoensia, “Polisi wajib me
mahami serta mengetahui beberapa asa-asas hukum yang dapat dipakai sebag
ak hukum.
37
Sajipto rahardjo, Polisi Sipil Dalam Perubahan Sosial Di Indonesia, Kompas, Jakarta, hl
m 28
31
d. Asas Kewajiban, adalah asas bahwa polisi bertanggung jawab dala
kat.”38
n visual, yang membuat polisi fleksibel dalam arti haruslah tegas dalam mem
benahi berbagai suatu kejadian yang terjadi di masyarakat, namun dalam situa
si tertentu yang mengharuskan mereka untuk dekat pada masyarakat agar dap
a. Tugas Kepolisian
38
Sadjijono, Memahami Hukum Kepolisian, cetakan ke 1, P.T Laksbang Presindo, Yogyaka
rta, 2010, hlm. 17
32
Tugas adalah sesuatu yang perlu dilakukan atau diputuskan dan diart
u.39
adi urusan pemeliharan kesejahteraan akan teapi harus diberi batasan pad
u.”40
in ketertiban umum.
rkan subtansi tugas beserta sumber yang melandasi tugas pokok tersebut
33
erta mengabadikan kepada masyarakat juga terkandung dalam susu
nan dan berfungsi sebagai bagian dari misi negara. Oleh karenanya
dasanya adalah bagian dari pelayanan public dan merupakan tugas
umum polisi. ”41
b. Wewenang Kepolisian
olisian yang diatur dalam pasal 7 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.
34
Dengan adanya kewenangan Kepolisian tersebut polisi sebagai penegak h
encegah dan menanggulangi tindak pidana pemungutan liar oleh juru parkir d
engan baik. Karena apabila kepolisian dapat melayani masyarakat dengan bai
k sesuai dengan aturan berlaku maka dapat menjadikan aparat penegak huku
dari Kepolisian.
1. Pengertian Asusila
pidana yang diatur dalam KUHP tersebut dengan sengaja telah dibentuk oleh
atau dimana perbuatan itu telah dilakukan, maupun ditinjau dari segi
35
serta produk atau media-media yang bermuatan asusila dipandang
bertentangan dengan nilai moral dan rasa kesusilaan masyarakat. Sifat asusila
yang hanya menampilkan sensualitas, seks dan eksploitasi tubuh manusia ini
dinilai masih sangat tabu oleh masyarakat yang menjunjung tinggi nilai
moral.42
masalah kesusilaan. Definisi singkat dan sederhana ini apabila dikaji lebih
karena pengertian dan batas-batasnya kesusilaan itu cukup luas dan dapat
tertentu.
beradap. Menurut oemar sana adji, delik susila menjadi ketentuan universal
apabila:
42
https://s-hukum.blogspot.com/2015/09/pengertian-tindak-pidana-asusila.html?m=1
diakses pada tanggal 28 Mei 2023 Pukul 21.00 WIB
36
Jadi kesusilaan disini pada umumnya diartikan sebagai rasa kesusilaan
malu seksual. Hal ini tidak pernah dibantah oleh para sarjana. Simon
bahwa isi dan pertunjukan mengenai kehidupan seksual dan oleh sifatnya
yang tidak senonoh dapat menyinggung rasa malu atau kesusilaan orang lain.
pada umumnya mengenai adat kebiasaan yang baik. Bentuk kejahatan diatur
sebagai berikut:
37
sikap/tabiat .......... kelakuan yang benar atau salah, khususnya dalam
sexual matter” yang artinya tingkah laku untuk berbuat benar atau
solusi terhadap masalah penyimpangan moral dan tindak kejahatan yang terjadi di
tengah masyarakat. Ada pendekatan yang bersifat moral dan ada pula pendekatan
aturan dan ketentuan yang jelas mengenai hukum, sanksi secara terperinci, karena
43
Leden Marpaung, Kejahatan terhadap kesusilaan dan masalah prevensinya, Sinar Grafik
a, Jakarta, 2004, hlm. 2
38
Pelaku pelecehan seksual hukuman yang dijatuhkan merupakan balasan yang
terhadap korban. Pelaku dikenakan hukuman yang cukup berat yang dapat
membuatnya menjadi jera atau agar di kemudian hari tidak mengulangi lagi
perbuatan jahatnya. Ada tuntunan untuk mengantarkan manusia pada pintu taubat,
yakni dimensi spiritualitas yang dilalui manusia dalam membersihkan dirinya dari
Pelaku diberikan sanksi yang tidak sebatas meringankan bebanya di dunia, namun
akhirat kelak.
Hukuman yang cukup berat dijatuhkan kepada pelaku itu diharapkan menjadi
hendak berbuat jahat tidak tidak meneruskan aksi kejahatanya. Jika pelaku
digariskan dalam syari’at Islam, maka sangat mungkin anggota masyarakat yang
berarti manusia berbuat seenaknya sendiri tanpa adanya rasa malu dan batas-batas
Dalam ajaran agama Islam telah jelas memberi aturan dalam pergaulan hidup
39
rendah. Karena syari’at Islam lebih menekankan pada segi akhlaq/moral yang
menjadi tolok ukur seseorang dalam menilai perilaku dan perbuatanya, sehingga
tidak menyalahi aturan dan kebiasaan yang ada di dalam masyarakat, apa yang
perbuatan mesum.
Hubungan seksual (zina) itu, baik dilakukan atas dasar suka sama suka
menurut Muhammad Ali alShabuni, yang didasarkan pada Q.S. An-Nur ayat 3
Sedangkan kejahatan seksual yang sudah sampai taraf zina dan bukti-buktinya
cukup, Islam telah memberi aturan-aturan yang jelas mengenai had zina. Bagi
pezina muhsan (laki-laki dan perempuan yang telah menikah) berzina, maka
hukumanya adalah di cambuk seratus kali dan di rajam sampai mati. Sedangkan
pezina ghoiru muhsan (laki-laki dan perempuan yang belum pernah atau tidak
44
Gunawan Setiardjo, Dialektika hukum dan moral dalam pembangunan masyarakat
Indonesia, Kanisius dan BPK Gunung Mulia , Yogyakarta, 1990, hlm.90
40
berstatus sebagai suami atau isteri yang belum menikah) maka hukumanya
kerugian bagi orang lain atau masyarakat, baik anggota badan maupun jiwa, harta,
benda, keamanan, nama baik perasaan ataupun hal-hal yang harus dipelihara dan
jarimah.
aturan dan ketentuan yang jelas mengenai sanksi hukumnya secara terperinci,
karena baik dalam Al-Qur’an maupun Hadis istilah pelecehan seksual belum
dtemukan. Dalam syariat Islam perbuatan yang belum terdapat ketentuan hukum
yang jelas terperinci, maka ketentuan hukum tersebut menjadi masalah ijtihad
para ulama atau ulil amri yang akan menghasilkan ketentuan hukum terhadap
permasalahan yang dihadapi, dengan mengacu pada ketentuan Al-Qur’an dan al-
Hadis, produk hukum tersebut berbentuk jarimah ta’zir, yaitu jenis hukuman yang
tidak ditentukan oleh alQur’an dan al-Hadis, diberlakukan kepada orang yang
berbuat maksiat atau melakukan jenis pidana tertentu yang tidak ada sanksi had
atau kafaratnya, baik yang berkaitan dengan hak Allah seperti makan disiang hari
tidak taat pada pemerintah, melempar najis di tengah jalan umum, dan
oranglain
41
Adapun contoh kasus lain dalam jarimah ta’zir yang berkaitan dengan
atau perkosaan dan perbuatan yang mendekati zina, seperti mencium, meraba-raba
buah dada atau alat kemaluan, menonton VCD atau gambar porno, goyangan
penyanyi dangdut yang menggunakan pakaian rok mini dan sejenisnya. Meskipun
dilakukan dengan tidak ada paksaan karena hukum Islam tidak memandangnya
kepada seorang hakim atau ulil amri yang berhak untuk memutus perkara
tersebut.
hubungan seksual (zina) yang tentunya di luar pernikahan yang sah, maka akan
perbuatan zina.
Dalam syariat Islam hukuman zina dan perkosaan itu dibedakan menjadi tiga
dengan batu sampai mati). Baik pezina muhsan (laki-laki atau perempuan yang
telah menikah) berzina, maka hukumanya adalah dirajam sampai mati. Sedangkan
bagi pezina yang ghoiru muhsan (laki-laki atau perempuan yang belum menikah)
maka hukumanya adala dicambuk 100 (seratus) kali dan diasingkan selama 1
(satu) tahun.
45
H. Ahmad Djazuli, Fiqih Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam, PT. R
aja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm. 181
42
Artinya : Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari
keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum)
Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian
orang-orang yang beriman.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Amir Ilyas, Asas-asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana dan Pertanggun
gjawaban Pidana sebagai Syarat Pemidanaan, Rangkang Education Yogya
karta & PuKAP Indonesia, Yogyakarta, 2012.
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakar
ta, 2003.
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakt
i, Bandung 2002.
43
________________, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulanga
n Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.
J.E. Sahetepy, Viktimologi Sebuah Bunga Rampai, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1987.
Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 1997.
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakt
i, Bandung, 1997.
Sajipto Rahardjo, Mengkaji Kembali Peran Dan Fungsi Polri Dalam Era Reform
asi, Makalah Seminar Nasional, Jakarta, 2003.
44
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Ja
karta, 2005.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa, Balai Pustaka, Jakarta,
2010.
B. Jurnal
Dwi Indah Widodo, Penegakan Hukum Terhadap Anggota Kepolisian Yang Meny
alahgunakan Narkotika dan Psikotopika, Jurnal Hukum : Magnum Opus, V
olume 1, Nomor 1, diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus
1945 Surabaya, 2018.
C. Peraturan Perundang-Undangan
45
https://www.seluncur.id/unsur-unsur-perlindungan-hukum/) diakses pada tanggal
1 Desember 2022 18.20 WIB
https://s-hukum.blogspot.com/2015/09/pengertian-tindak-pidana-asusila.html?m=
1 diakses pada tanggal 28 Mei 2023 Pukul 21.00 WIB
46