Anda di halaman 1dari 31

Sesi 14 Perpajakan atas Transaksi Industri

tertentu
MINYAK DAN GAS BUMI

DADANG ABDUL MUTI


PENGANTAR

Sektor Industri Minyak & Gas Bumi memiliki keunikan tersendiri yang menjadi
pembeda antara perpajakan pada sektor industri Migas dengan industri lainnya.
Industri Migas dibagi menjadi dua yaitu Sektor Hulu dan Sektor Hilir. Untuk
sektor hilir pemajakan nya sama dengan industri lainnya, akan tetapi untuk
sektor hulu industrinya unik dan lex specialist.
Industri Migas di Indonesia termasuk kedalam high risk dan high invesment.
Investasi untuk mengelola blok Migas untuk menghasilkan minyak adalah
investasi yang sangat tinggi, oleh karena itu Indonesia sebagai negara yang sedang
berkembang memiliki SDA yang potensial tetapi teknologi yang dimiliki masih
kurang, oleh karena itu memerlukan investasi investasi dari investor asing untuk
mengelola blok Migas di Indonesia . Pada posisi ini Indonesia sebagai pemilik
SDA memiliki bargaining power yang disebut national capacity seperti tenaga
keuangan, tenaga hukum yang berasal dari Indonesia.
Kegiatan Industri Migas merupakan kegiatan yang cukup vital karena
penerimaan Migas merupakan penerimaan yang potensial bagi negara sehingga
terdapat regulator yang mengawasi tiap-tiap sektor yang ada. Hal ini berkaitan
dengan bunyi pasal 33 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia “Bumi dan air
dan kekayaan yang ada didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Dasar Hukum & Ketentuan-ketentuan Pertambangan Migas dan
Panas Bumi.
Undang-Undang :
1.UU No 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali
dan terakhir diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020.
2.UU No 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU
No, 11 tahun 2020.
3.UU No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah
terkahir dengan UU No. 12 tahun 1994.

Peraturan Pemerintah :
1.Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang dapat dikembalikan
dan perlakuan pajak penghasilan dibidang usaha hulu minyak dan gas bumi.
2.PP No. 1 tahun 2012 tentang pelaksanaan UU No 8 tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU no. 42 tahun 2009 tentang perubahan ketiga
atas UU No. 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
Dasar Hukum & Ketentuan-ketentuan Pertambangan Migas.
Peraturan Menteri Keuangan :

1.PMK No. 252/PMK.011/2012 tentang Gas Bumi yang termasuk dalam jenis barang yang
tidak dikenai pajak pertambahan nilai.
2.PMK No. 39/PMK.011/2013 tentang Kewajiban Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak
Penghasilan yang terhutang kepada Pihak Lain oleh perusahaan yang terikat dengan
kontrak bagi hasil, Kontrak Karya atau Perjanjian Kerja sama Pengusahaan
Pertambangan.
3.PMK No. 76/PMK.03/2013 tentang Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Pertambangan untuk pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi dan Panas Bumi. PMK No.
172/PMK.010/2016 tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan untuk kegiatan usaha
Pertambangan/Pengusahaan Panas Bumi pada tahap eksplorasi.
4.PMK No. 131/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 76/PMK.03/2013 tentang Penatausahaan Pajak Bumi dan Banguna Sektor
Pertambangan untuk pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi dan Panas Bumi
5.PMK No. 166/PMK.03/2018 tentang Penunjukan Pemegang Izin Usaha Pertambangan
Khusus Operasi Produksi untuk memungut Menyetor dan Melaporkan Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta tatacara tentang Pemungutan,
Penyetoran dan Pelaporannya .
Dasar Hukum & Ketentuan-ketentuan Pertambangan Minyak &
Gas Bumi

6.PP Nomor 53 tahun 2017 tentang perlakuan Perpajakan pada Kegiatan


Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

7.PMK No. 119/PMK.02/2019 tentang Tatacara Pembayaran Kembali (Reimbursment) Pajak


Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah atas
Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau jasa kena pajak kepada Kontraktor dalam
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

8.PMK No. 186/PMK.03/2019 tentang Klasifikasi Obyek Pajak dan Tata cara Penetapan
Nilai Obyek Pajak Bumi dan Bangunan.
Dasar Hukum & Ketentuan-ketentuan Pertambangan Minyak dan
Gas Bumi.
PP Nomor 53 tahun 2017 tentang perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31D UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16B ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Migas
dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Selanjutnya, yang dimaksud dalam peraturan ini disebutkan dalam Pasal 1 sebagai berikut:
1. Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan
dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau
ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk
batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari
kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha migas.
2. Gas bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan
dan temperature atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan
migas.
3. Migas adalah minyak bumi dan Gas Bumi
4. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada
kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi
5. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi
geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan migas di wilayah
kerja yang ditentukan.
6. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan migas dari
wilayah kerja yang ditentukan yang terdiri dari atas pengeboran dan penyelesaian
sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk
pemisahan dan pemurnian Migas di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.
7. Wilayah kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan
Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi.
8. Kontrak kerja sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain
dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan
hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
9. Kontrak bagi hasil adalah suatu bentuk kontrak kerja sama dalam kegiatan usaha
hulu berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.
10. Kontrak bagi hasil gross split adalah suatu bentuk kontrak kerja sama dalam
kegiatan usaha hulu berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme
pengembalian biaya operasi.
11. Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk
melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak
kerja sama dengan SKK Migas.
12. Operator adalah kontraktor atau dalam hal kontraktor terdiri atas beberapa pemegang
partisipasi interes (PI), salah satu pemegang partisipasi interes yag ditunjuk sebagai
wakil oleh pemegang partisipasi interes lainnya sesuai dengan kontrak kerja sama.
13. Operasi perminyakan adalah kegiatan eksplorasi, eksploitasi, pengangkutan sampai
dengan titik penyerahan, penutupan dan peninggalan sumur serta pemulihan bekas
penambangan migas, termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan,
penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari eksplorasi
dan eksploitasi.
14. Lifting adalah sejumlah migas yang dijual atau dibagi di titik penyerahan (custody
transfer point).
15. Produksi komersial adalah saat dimulainya penjualan migas sampai dengan berakhirnya
kontrak bagi hasil gross split.
16. Partisipasi interes adalah hak dan kewajiban sebagai kontraktor kontrak kerja sama,
baik secara langsung maupun tidak langsung pada suatu wilayah kerja.
17. Uplift adalah imbalan yang diterima oleh kontraktor sehubungan dengan penyediaan
dana talangan untuk pembiayaan operasi kontrak bagi hasil yang seharusnya
merupakan kewajiban partisipasi kontraktor lain berdasarkan perjanjian di antara
para pemegang partisipasi interes dalam satu kontrak kerja sama.
18. Kewajiban penjualan dalam negeri (Domestic Market Obligation) yang selanjutnya
disingkat DMO adalah kewajiban penyerahan bagian kontraktor berupa minyak bumi
dan atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
19. Imbalan DMO adalah imbalan yang dibayarkan oleh pemerintah kepada kontraktor
atas penyerahan minyak bumi dan atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri dengan menggunakan harga yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
20. SKK Migas adalah satuan kerja yang melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan
kegiatan usaha hulu migas dibawah pembinaan, koordinasi dan pengawasan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ESDM
21. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bdiang
keuangan negara.

“Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini


berlaku untuk Kontrak Kerja Sama (KKS) dalam bentuk
Kontrak Bagi Hasil Gross Split pada kegiatan Usaha Hulu,”
demikian bunyi pasal 2, PP 53 tahun 2017.
Selanjutnya pasal 3 ayat (1) sbb:
Pasal 3 ayat (1) bahwa Kontraktor wajib membawa modal
dan teknologi serta menaggung risiko dalam rangka
pelaksanaan Operasi Perminyakan berdasarkan Kontrak
Bagi Hasil Gross Split pada suatu Wilayah kerja dan di ayat
(2) dinyatakan Pelaksanaan Operasi Perminyakan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib dilakukan
berdasarkan prinsip efektif dan efisien, prinsip kewajaran
serta kaidah praktik bisnis dan keteknikan yang baik

Penghasilan Bruto Kontraktor pasal 4 ayat (1)

1. Penghasilan dalam rangka bagi hasil migas


2. Penghasilan lainnya selain dalam rangka bagi hasil migas
Selanjutnya pasal 4 ayat 2 tertulis sbb:
Bahwa penghasilan dalam rangka bagi hasil sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf a dihitung berdasarkan nilai
realisasi minyak bumi dan atau gas bumi bagian kontraktor
dikurangi niali realisasi penyerahan DMO minyak bumi dan
atau gas bumi ditambah imbalan DMO ditambah atau
dikurangi varian harga atas lifting.
Lebih lanjut untuk penghasilan lainnya selain dalam rangka
bagi hasil migas sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat 1
huruf b maka di dalam pasal 4 ayat 3 disebutkan:
1. Penghasilan yang berasal dari Uplift atau imbalan lain yang
sejenis
2. Penghasilan yang berasal dari pengalihan Partisipasi Interes
3. Hasil penjualan produk sampingan dari kegiatan usaha
hulu
4. Penghasilan lainnya yang memberikan tambahan
kemampuan ekonomis.
Pasal 5 ayat (1) berbunyi :
yang terdiri dari biaya operasi disebutkan:
1. Biaya eksplorasi
2. Biaya eksploitasi
3. Biaya lainnya
Lalu dalam ayat 2 biaya eksplorasi tersebut meliputi:
1. Biaya pengeboran eksplorasi
2. Biaya umum dan administrasi pada kegiatan eksplorasi
Biaya geologis dan geofisika terdiri atas:
1. Biaya penelitian geologis
2. Biaya penelitian geofisika
Kemudian biaya eksploitasi tersebut meliputi:
1. Biaya pengeboran pengembangan
2. Biaya langsung produksi untuk:
3. Biaya pemrosesan gas bumi
4. Biaya utility terdiri atas:
5. Biaya umum dan administrasi pada kegiatan eksploitasi
6. Biaya penyusutan
7. Biaya amortisasi

1. Minyak bumi dan atau


2. Gas bumi.

1. Biaya perangkat produksi dan pemeliharaan peralatan: dan


2. Biaya uap, air dan listrik
Pada pasal 4 ayat 4 biaya umum dan administrasi pada kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf e
meliputi:

1.Biaya adminsitrasi dan keuangan


2.Biaya pegawai
3.Biaya jasa material
4.Biaya transportasi
5.Biaya umum kantor
6.Pajak tidak langsung, pajak daerah dan retribusi daerah

Lebih lanjut dalam ayat 5 untuk biaya lainnya yang dimaksud pada ayat 1 huruf c
meliputi:
1.Biaya untuk memindahkan minyak bumi dan atau gas bumi dari titik produksi ke titik
penyerahan
2.Biaya kegiatan pasca operasi kegiatan usaha hulu’
3.Biaya pemasaran minyak bumi dan atau gas bumi yang berasal dalam hal terjadi
terminasi KKS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
4.Biaya penggantian investasi kepada kontraktor sebelumnya dalam hal terjadi terminasi
KKS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
5.Biaya lain yang terkait dengan kegiatan operasi perminyakan
“Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 1 yang dikeluarkan oleh
kontraktor dapat diperhitungkan sebagai unsur pengurang penghasilan dalam rangka
bagi hasil migas dalam penghitungan penghasilan kena pajak,” jelas Pasal 6.

Biaya operasi yang dapat diperhitungkan dalam penghitungan penghasilan kena


pajak memenuhi persyaratan yang disebutkan dalam pasal 7 ayat 1:

1.Dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan dan terkait langsung dengan kegiatan Operasi
Perminyakan di wilayah kerja kontraktor yang bersangkutan di Indonesia
2.Menggunakan jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan apabila tidak dipengaruhi hubungan
istimewa menggunakan jumlah yang seharusnya dikeluarkan sesuai dengan prinsip kewajaran
dan kelaziman usaha yang tidak diengaruhi oleh hubungan istimewa berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
3.Operasi perminyakan yang dilaksanakan sesuai dengan kaidah praktik bisnis dan keteknikan
yang baik
4.Kegiatan operasi perminyakan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana kerja yang telah
mendapatkan persetujuan Kepala SKK Migas
Selanjutnya disebutkan pada pasal 7 ayat 2 bahwa biaya yang dikeluarkan yang terkait
langsung dengan operasi perminyakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a
wajib memenuhi syarat:
1.Untuk biaya penyesuaian hanya atas barang dan peralatan yang digunakan untuk operasi
perminyakan yang menjadi milik negara
2.Untuk biaya langsung kantor pusat yang dibebankan ke proyek di Indonesia yang berasal dari
luar negeri hanya untuk kegiatan yang:
3.Untuk pemberian imbalan sehubungan dengan pekerjaan kepada karyawan/pekerja/ dalam
bentuk natura/kenikmatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan
4.Untuk pemberian sumbangan bencana alam atas nama pemerintah dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
5.Untuk pengeluaran biaya pengembangan masyarakat dan lingkungan yang dikeluarkan pada
masa Eksplorasi dan eksploitasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang
perpajakan
6.Untuk pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat dengan syarat:
7.Untuk pengeluaran remunerasi tenaga kerja asing pada kontraktor kontrak bagi hasil, besaran
remunerasi tidak melampaui batasan yang ditetapkan oleh menteri.
8.Tidak dapat dikerjakan oleh institusi/lembaga di dalam negeri
9.Tidak dapat dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia
10.Tidak rutin
11.Digunakan untuk menunjang usaha atau kegiatan di Indonesia
12.Kontraktor menyerahkan laporan keuangan konsolidasi kantor pusat yang telah diaudit dan
dasar pengalokasiannya
13.Besarannya tidak melampaui batasan pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat
yang ditetapkan oleh Menteri
Dalam pasal 8 disebutkan jenis biaya operasi dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam penghitungan
penghasilan kena pajak meliputi:
1.biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi dan atau keluarga
dari pekerja, pengurus, pemegang partisipasi interes dan pemegang saham
2.pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali biaya penutupan dan pemulihan
tambang yang disimpan pada rekening bersama SKK Migas dan kontraktor dalam rekening
bank umum pemerintah Indonesiayang berada di Indonesia
3.harta dihibahkan
4.sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkaitan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
serta tagihan atau denda yang timbul akibat kesalahan kontraktor karena kesengajaan atau
kealpaan
5.biaya penyusutan atas barang dan peralatan yang digunakan yang bukan milik negara
6.pajak penghasilan
7.insentif pembayaan iuran pensiun, dan premi asuransi untuk kepentingan pribadi dan
atau keluarga dari tenaga kerja asing, pengurus dan pemegang saham
8.biaya tenaga kerja asing yang tidak memiliki izin kerja tenaga asing
9.biaya konsultan hukum yang tidak terkait langsung dengan operasi perminyakan dalam
rangka kontrak
10.biaya representasi, termasuk biaya jamuan dengan nama dan dalam bentuk apapun,
kecuali disertai dengan daftar nominative penerima manfaat dan Nomor Pokok Waji Pajak
penerima manfaat
11. biaya pelatihan teknis untuk tenaga kerja asing
12. biaya terkait merger, akuisisi, atau biaya pengalihan partisipasi interes
13. biaya bunga atas pinjaman
14. royalty sehubungan dengan penggunaan hak paten atau hak lainnya yang dibayarkan
secara langsung atau tidak langsung kepada kantor pusat dan atau afiliasinya
15. pajak pengahasilan pihak lain berupa:
16. nilai buku dan biaya pengoperasian aset yang telah digunakan yang tidak dapat
beroperasi lagi akibat kelalaian kontraktor
17. transaksi yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
18. biaya yang terjadi sebelum penandatanganan kontrak bagi hasil gross split kecuali biaya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 5 huruf d.

1. pajak penghasilan karyawan yang ditanggung Kontraktor, kecuali yang dibayarkan


sebagai tunjangan pajak dan atau
2. pajak penghasilan yang wajb dipotong atau dipungut atas penghasilan pihak ketiga di
dalam negeri yang ditanggung kontraktor atau di gross up
Untuk pengeluaran yang memiliki masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun yang
dilakukan pada masa produksi komersial dalam pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa
dibebankan sebagai biaya pada tahun pengeluaran. Kemudian dalam pasal 9 ayat 2
disebutkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun yang
dilakukan pada masa produksi komersial dibebankan sebagai biaya melalui
penyusutan atau amortisasi.
Sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 2 atas pengeluaran harta berwujud
yang dilakukan pada masa dari 1 tahun, maka dalam pasal 10 ayat 1 bahwa
dilakukan dalam bagian yang menurun selama masa manfaat yang dihitung
dengan cara menetapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan pada akhir
masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus. Kemudian penyusutan
tersebut dimuai pada bulan harta tersebut digunakan (placed into service).

“Penghitungan penyusutan dilakukan sesuai kelompok, tarif, dan masa manfaat


sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari peraturan pemerintah ini,”jelas bunyi pasal 10 ayat 3.
Untuk harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat 1 di atas, maka tidak dapat
digunakan lagi akibat kerusakan karena faktor alamiah atau keadaan kahar, jumlah nilai
sisa buku harta berwujud langsung dapat dibebankan sebagai biaya operasi.
Pasal 11 disebutkan pada ayat 1 bahwa Amortisasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat 2 atas pegeluaran selain harta berwujud sebagaimana dimaksud
dalam pasal 10 ayat 1 yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun yag
dilakukan pada masa produksi komersial, dihitung dengan metode satuan
produksi dan Amortisasi tersebut dimulai pada bulan dilakukan pengeluaran.
Untuk Pengeluaran yang dilakukan sebelum dimulainya produksi komersial baik
berupa harta berwujud maupun tidak berwujud dikapitalisasi dan diamortisasi
yang dipercepat dengan metode satuan produksi yang dimulai pada bulan
produksi komersial. Lalu pengeluarannya Direktorat Jenderal Pajak dapat
melakukan pemeriksaan untuk menetapkan besarnya biaya yang dikapitalisasi.
Lebih lanjut, dalam Pasal 13 ayat 1 bahwa besarnya cadangan biaya penutupan
dan pemulihan tambang yang dibebankan untuk 1 tahun pajak, dihitung
berdasarkan estimasi biaya penutupan dan pemulihan tambang berdasarkan masa
manfaat ekonomis. Kemudian cadangan biaya tersebut wajib disimpan dalam
rekening bersama antara SKK Migas dan Kontraktor di bank umum pemerintah
Indonesia di Indonesia.

“Dalam hal realisasi biaya penutupan dan pemulihan tambang lebih kecil atau lebih besar
dari jumlah yang dicadangkan, selisihnya menjadi pengurangan atau penambah biaya
operasi dari masing-masing wilayah kerja atau lapangan yang bersangkutan, setelah
mendapat persetujuan kepala SKK Migas,” bunyi pasal 13 ayat 3.
Maka, ketentuan mengenai tata cara penggunaan dana cadangan biaya penutupan dan
pemulihan tambang diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
Pengakuan dan Pengukuran Penghasilan

Pasal 14 menyebutkan, penghasilan kontraktor untuk kontrak bagi hasil


gross split diakui pada titik penyerahan.
Disebutkan pasal 15 ayat 1 bahwa penghasilan dari kontrak bagi hasil
gross split dalam bentuk minyak bumi dinilai dengan menggunakan
harga minyak mentah dunia. Metodologi dan formula dari harga minyak
mentah Indonesia ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang ESDM setelah berkoordinasi dengan
Menteri dengan ketentuan mengenai tata cara penetapan metodologi dan
formula harga minyak mentah Indonesia diatur dengan Permen ESDM.
Untuk penghasilan dari kontrak bagi hasil gross split, Pasal 16
disebutkan bahwa dalam bentuk kontrak penjualan gas bumi dihitung
berdasarkan harga yang tercantum dalam kontrak penjualan gas bumi.
Perhitungan Bagi Hasil

Pasal 17 ayat 1 menyatakan, bagi hasil migas dihitung berdasarkan


jumlah gross produksi dengan mekanisme bagi hasil awal (base split)
yang dapat disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen
progresif.
Dalam ayat 2 ditetapkan bahwa kontraktor wajib memenuhi kewajiban
DMO dengan menyerahkan 25% bagiannya dari produksi migas yang
dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Kontraktor mendapat imbalan DMO atas penyerahan migas
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dengan harga yang ditetapkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ESDM,”
bunyi pasal 17 ayat 3.
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran bagi hasil awal (base split),
komponen variabel dan komponen progresif, ditetapkan oleh Menteri
ESDM.
Penghitungan Pajak Penghasilan

Dalam pasal 18 ayat 1 dinyatakan, penghasilan neto untuk satu tahun


pajak bagi kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan ditambah
penghasilan penghasilan lainnya dan dikurangi biaya operasi.
Kemudian dalam hal penghasilan setelah pengurangan biaya operasi
didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan
penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan
10 tahun.
“Penghasilan kena pajak bagi kontraktor dihitung berdasarkan
penghasilan neto dikurangi dengan kompensasi kerugian,” tertulis di
Pasal 18 ayat 3.

Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor, dihitung berdasarkan


penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif pajak yang ditentukan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan. Penghasilan
kena pajak tersebut setelah dikurangi pajak penghasilan, maka terutang pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak
penghasilan.
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Lainnya Selain Dalam Rangka Bagi
Hasil Migas

Pasal 19 ayat 1 menyatakan, Penghasilan lain kontraktor berupa uplift


atau imbalan lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
3 huruf a, dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 20%
dari jumlah bruto.

Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan yang


bersifat final yang berasal dari uplift atau imbalan lain yang sejenis, tidak
dikenai pajak penghasilan.

Penghasilan kontraktor dari pengalihan Participating Interest (PI), dikenai


pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif:

1.5% dari jumlah bruto, untuk pengalihan PI selama masa eksplorasi.


2.7% dari jumlah bruto, untuk pengalihan PI selama masa eksploitasi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemotongan dan pembayaran


atas pajak penghasilan diatur dengan Permen.
Sementara Pasal 20 mengatur, dalam masa eksplorasi, penghasilan dari
pengalihan PI tidak termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 ayat 1 apabila memenuhi kriteria:

1.Tidak mengalihkan seluruh PI yang dimilikinya.


2.PI telah dimiliki lebih dari 3 tahun.
3.telah dilakukan eksplorasi (telah ada pengeluaran investasi).
4.Pengalihan PI tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

Dalam masa eksploitasi, penghasilan dari pengalihan PI yang dilakukan


untuk melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, tidak termasuk penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat 1.

Pembukuan Kontraktor
Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan
memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan
usaha yang sebenarnya.
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas, sesuai dengan
pernyataan standar akuntansi keuangan dan sesuai prinsip kontrak bagi
hasil gross split.
Insentif

Pasal 25 ayat 1 diatur bahwa pada tahap eksplorasi dan eksploitasi


sampai dengan saat dimulainya produksi komersial, kontraktor diberikan
fasilitas meliputi:
a. Pembebasan pungutan bea masuk atas impor barang yang digunakan
dalam rangka operasi perminyakan.
b. Pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak
penjualan atas barang mewah yang terutang tidak dipungut atas:
c. Perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak.
d. Impor barang kena pajak.
e. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar pabean di
dalam daerah paben dan/atau
f. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean, yang digunakan dalam rangka operasi perminyakan.

Tidak dilakukan pemungutan pajak penghasilan Pasal 22 atas impor


barang yang telah memperoleh fasilitas pembebasan dari pungutan bea
masuk.
Pengurangan pajak bumi dan bangunan sebesar 100% dari pajak bumi
dan bangunan migas terutang yang tercantum dalam pemberitahuan
pajak terutang.
Pasal 25 ayat 2 menyatakan, terhadap fasilitas perpajakan yang diberikan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang peruntukannya tidak dalam
rangka operasi perminyakan, wajib dibayar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut tentang pemberian fasilitas, diatur dengan Permen.

Pasal 26 mengatur, dalam hal pada tahap eksploitasi terdapat kapasitas


berlebih pada fasilitas pengolahan lapangan, pengangkutan,
penyimpanan dan penjualan, kontraktor dapat memanfaatkan kelebihan
kapasitas tersebut untuk digunakan kontraktor lainnya berdasarkan
prinsip pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharing)
setelah mendapatkan persetujuan SKK Migas.
Dinyatakan pula, pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost
sharing) oleh kontraktor dalam rangka pemanfaatan barang milik negara
di bidang hulu migas dikecualikan dari pemotongan pajak penghasilan
dan tidak dikenakan pajak pertambahan nilai.
Pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharing) harus memenuhi
kriteria:
a. Barang yang digunakan dan diperoleh atau dibeli kontraktor sebagai
pelaksanaan kontrak merupakan barang milik negara.
b. Pemanfaatan barang milik negara yang digunakan sebagai fasilitas bersama
telah mendapat persetujuan SKK Migas.
c. Pemanfaatan fasilitas bersama tersebut tidak ditujukan untuk memperoleh
keuntungan dan/atau laba.
Pasal 27 mengatur bahwa pembebanan alokasi biaya tidak langsung kantor pusat
tidak dilakukan pemotongan pajak penghasilan dan tidak dikenai pajak
pertambahan nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
Ketentuan Lain-lain
Kontraktor melakukan transaksi dan penyelesaian pembayarannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29 menyatakan, Menteri dalam keadaan tertentu dapat menunjuk pihak
ketiga yang independen untuk melakukan verifikasi finansial dan teknis setelah
berkoordinasi dengan Menteri ESDM.
“Seluruh barang dan peralatan yang dibeli oleh kontraktor dalam rangka operasi
perminyakan menjadi barang milik negara yang pembinaannya dilakukan
Pemerintah dan dikelola oleh SKK Migas,” bunyi Pasal 30.
Pasal 31 ayat 1 mengatur, berdasarkan pertimbangan keekonomian lapangan,
Menteri ESDM dapat melakukan penyesuaian terhadap besaran bagi hasil serta
menetapkan bentuk dan besar insentif kegiatan usaha hulu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat 2 menyatakan, dalam rangka membantu keekonomian kegiatan usaha hulu,
Menteri ESDM dapat memberikan insentif dalam rangka pemanfaatan barang milik
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Peralihan
Pada saat PP ini mulai berlaku:
Kontrak bagi hasil gross split yang telah ditandatangani sebelum PP ini
diundangkan, wajib melaksanakan ketentuan dalam PP ini dengan melakukan
penyesuaian kontrak bagi hasil gross split.

Fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang telah
diberikan terhadap kontrak bagi hasil gros split sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, tetap berlaku sampai dengan masa berlaku yang tercantum dalam
keputusan pemberian fasilitas berakhir.

Kontraktor yang mengusulkan perubahan bentuk kontrak bagi hasil dengan


mekanisme pengembalian biaya operasi menjadi kontrak bagi hasil gross split,
biaya operasi, pajak-pajak tidak langsung dan pajak bumi dan bangunan yang
telah dikeluarkan dan belum dikembalikan dapat diperhitungkan menjadi tambahan
split bagian kontraktor sampai dengan kontrak bagi hasil berakhir.
Ketentuan Penutup
Ketentuan perpajakan lainnya yang tidak diatur dalam PP ini
dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.

PP ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

TERIMA KASIH, Mohon maaf jika ada


kekurangan selama saya mengampu
matakuliah ini, sampai jumpa lagi
Wassalaamu ‘alaikum W. W.

Anda mungkin juga menyukai