tertentu
MINYAK DAN GAS BUMI
Sektor Industri Minyak & Gas Bumi memiliki keunikan tersendiri yang menjadi
pembeda antara perpajakan pada sektor industri Migas dengan industri lainnya.
Industri Migas dibagi menjadi dua yaitu Sektor Hulu dan Sektor Hilir. Untuk
sektor hilir pemajakan nya sama dengan industri lainnya, akan tetapi untuk
sektor hulu industrinya unik dan lex specialist.
Industri Migas di Indonesia termasuk kedalam high risk dan high invesment.
Investasi untuk mengelola blok Migas untuk menghasilkan minyak adalah
investasi yang sangat tinggi, oleh karena itu Indonesia sebagai negara yang sedang
berkembang memiliki SDA yang potensial tetapi teknologi yang dimiliki masih
kurang, oleh karena itu memerlukan investasi investasi dari investor asing untuk
mengelola blok Migas di Indonesia . Pada posisi ini Indonesia sebagai pemilik
SDA memiliki bargaining power yang disebut national capacity seperti tenaga
keuangan, tenaga hukum yang berasal dari Indonesia.
Kegiatan Industri Migas merupakan kegiatan yang cukup vital karena
penerimaan Migas merupakan penerimaan yang potensial bagi negara sehingga
terdapat regulator yang mengawasi tiap-tiap sektor yang ada. Hal ini berkaitan
dengan bunyi pasal 33 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia “Bumi dan air
dan kekayaan yang ada didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Dasar Hukum & Ketentuan-ketentuan Pertambangan Migas dan
Panas Bumi.
Undang-Undang :
1.UU No 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali
dan terakhir diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020.
2.UU No 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU
No, 11 tahun 2020.
3.UU No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah
terkahir dengan UU No. 12 tahun 1994.
Peraturan Pemerintah :
1.Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang dapat dikembalikan
dan perlakuan pajak penghasilan dibidang usaha hulu minyak dan gas bumi.
2.PP No. 1 tahun 2012 tentang pelaksanaan UU No 8 tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU no. 42 tahun 2009 tentang perubahan ketiga
atas UU No. 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
Dasar Hukum & Ketentuan-ketentuan Pertambangan Migas.
Peraturan Menteri Keuangan :
1.PMK No. 252/PMK.011/2012 tentang Gas Bumi yang termasuk dalam jenis barang yang
tidak dikenai pajak pertambahan nilai.
2.PMK No. 39/PMK.011/2013 tentang Kewajiban Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak
Penghasilan yang terhutang kepada Pihak Lain oleh perusahaan yang terikat dengan
kontrak bagi hasil, Kontrak Karya atau Perjanjian Kerja sama Pengusahaan
Pertambangan.
3.PMK No. 76/PMK.03/2013 tentang Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Pertambangan untuk pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi dan Panas Bumi. PMK No.
172/PMK.010/2016 tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan untuk kegiatan usaha
Pertambangan/Pengusahaan Panas Bumi pada tahap eksplorasi.
4.PMK No. 131/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 76/PMK.03/2013 tentang Penatausahaan Pajak Bumi dan Banguna Sektor
Pertambangan untuk pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi dan Panas Bumi
5.PMK No. 166/PMK.03/2018 tentang Penunjukan Pemegang Izin Usaha Pertambangan
Khusus Operasi Produksi untuk memungut Menyetor dan Melaporkan Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta tatacara tentang Pemungutan,
Penyetoran dan Pelaporannya .
Dasar Hukum & Ketentuan-ketentuan Pertambangan Minyak &
Gas Bumi
8.PMK No. 186/PMK.03/2019 tentang Klasifikasi Obyek Pajak dan Tata cara Penetapan
Nilai Obyek Pajak Bumi dan Bangunan.
Dasar Hukum & Ketentuan-ketentuan Pertambangan Minyak dan
Gas Bumi.
PP Nomor 53 tahun 2017 tentang perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31D UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16B ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Migas
dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Selanjutnya, yang dimaksud dalam peraturan ini disebutkan dalam Pasal 1 sebagai berikut:
1. Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan
dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau
ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk
batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari
kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha migas.
2. Gas bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan
dan temperature atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan
migas.
3. Migas adalah minyak bumi dan Gas Bumi
4. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada
kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi
5. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi
geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan migas di wilayah
kerja yang ditentukan.
6. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan migas dari
wilayah kerja yang ditentukan yang terdiri dari atas pengeboran dan penyelesaian
sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk
pemisahan dan pemurnian Migas di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.
7. Wilayah kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan
Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi.
8. Kontrak kerja sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain
dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan
hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
9. Kontrak bagi hasil adalah suatu bentuk kontrak kerja sama dalam kegiatan usaha
hulu berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.
10. Kontrak bagi hasil gross split adalah suatu bentuk kontrak kerja sama dalam
kegiatan usaha hulu berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme
pengembalian biaya operasi.
11. Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk
melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak
kerja sama dengan SKK Migas.
12. Operator adalah kontraktor atau dalam hal kontraktor terdiri atas beberapa pemegang
partisipasi interes (PI), salah satu pemegang partisipasi interes yag ditunjuk sebagai
wakil oleh pemegang partisipasi interes lainnya sesuai dengan kontrak kerja sama.
13. Operasi perminyakan adalah kegiatan eksplorasi, eksploitasi, pengangkutan sampai
dengan titik penyerahan, penutupan dan peninggalan sumur serta pemulihan bekas
penambangan migas, termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan,
penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari eksplorasi
dan eksploitasi.
14. Lifting adalah sejumlah migas yang dijual atau dibagi di titik penyerahan (custody
transfer point).
15. Produksi komersial adalah saat dimulainya penjualan migas sampai dengan berakhirnya
kontrak bagi hasil gross split.
16. Partisipasi interes adalah hak dan kewajiban sebagai kontraktor kontrak kerja sama,
baik secara langsung maupun tidak langsung pada suatu wilayah kerja.
17. Uplift adalah imbalan yang diterima oleh kontraktor sehubungan dengan penyediaan
dana talangan untuk pembiayaan operasi kontrak bagi hasil yang seharusnya
merupakan kewajiban partisipasi kontraktor lain berdasarkan perjanjian di antara
para pemegang partisipasi interes dalam satu kontrak kerja sama.
18. Kewajiban penjualan dalam negeri (Domestic Market Obligation) yang selanjutnya
disingkat DMO adalah kewajiban penyerahan bagian kontraktor berupa minyak bumi
dan atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
19. Imbalan DMO adalah imbalan yang dibayarkan oleh pemerintah kepada kontraktor
atas penyerahan minyak bumi dan atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri dengan menggunakan harga yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
20. SKK Migas adalah satuan kerja yang melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan
kegiatan usaha hulu migas dibawah pembinaan, koordinasi dan pengawasan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ESDM
21. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bdiang
keuangan negara.
Lebih lanjut dalam ayat 5 untuk biaya lainnya yang dimaksud pada ayat 1 huruf c
meliputi:
1.Biaya untuk memindahkan minyak bumi dan atau gas bumi dari titik produksi ke titik
penyerahan
2.Biaya kegiatan pasca operasi kegiatan usaha hulu’
3.Biaya pemasaran minyak bumi dan atau gas bumi yang berasal dalam hal terjadi
terminasi KKS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
4.Biaya penggantian investasi kepada kontraktor sebelumnya dalam hal terjadi terminasi
KKS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
5.Biaya lain yang terkait dengan kegiatan operasi perminyakan
“Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 1 yang dikeluarkan oleh
kontraktor dapat diperhitungkan sebagai unsur pengurang penghasilan dalam rangka
bagi hasil migas dalam penghitungan penghasilan kena pajak,” jelas Pasal 6.
“Dalam hal realisasi biaya penutupan dan pemulihan tambang lebih kecil atau lebih besar
dari jumlah yang dicadangkan, selisihnya menjadi pengurangan atau penambah biaya
operasi dari masing-masing wilayah kerja atau lapangan yang bersangkutan, setelah
mendapat persetujuan kepala SKK Migas,” bunyi pasal 13 ayat 3.
Maka, ketentuan mengenai tata cara penggunaan dana cadangan biaya penutupan dan
pemulihan tambang diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
Pengakuan dan Pengukuran Penghasilan
Pembukuan Kontraktor
Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan
memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan
usaha yang sebenarnya.
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas, sesuai dengan
pernyataan standar akuntansi keuangan dan sesuai prinsip kontrak bagi
hasil gross split.
Insentif
Ketentuan Peralihan
Pada saat PP ini mulai berlaku:
Kontrak bagi hasil gross split yang telah ditandatangani sebelum PP ini
diundangkan, wajib melaksanakan ketentuan dalam PP ini dengan melakukan
penyesuaian kontrak bagi hasil gross split.
Fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang telah
diberikan terhadap kontrak bagi hasil gros split sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, tetap berlaku sampai dengan masa berlaku yang tercantum dalam
keputusan pemberian fasilitas berakhir.