Anda di halaman 1dari 36

P

Kontrak
Migas
Anggita M. D.
P

Macam-Macam Kontrak Migas

01 Konsesi 03 Kontrak Bagi Hasil (Production Sha

04
02 Kontrak Karya PSC Gross Split
Bisnis hulu migas memiliki empat karakter utama.
Pertama, pendapatan baru diterima bertahun-tahun setelah
pengeluaran direalisasikan.
Kedua, bisnis ini memiliki risiko dan ketidakpastian tinggi serta
melibatkan teknologi canggih.
Ketiga, usaha hulu migas memerlukan investasi yang sangat besar.
Keempat, menjanjikan keuntungan yang sangat besar.
Idealnya, kontrak yang digunakan adalah yang mampu menyiasati
tantangan dan meraih peluang dari empat karakter tersebut.
0
KONSESI
Dasar Hukum Konsesi
Dasar hukum pemberlakuan konsesi di Indonesia,
utamanya pada zaman Hindia Belanda adalah
Indische Mijn Wet 1899.
Pengertian Konsesi
Konsesi merupakan suatu Howard R. Williams dan Charles J. Meyers
perjanjian antara suatu negara dalam Manual of Oil and Gas Terms memberikan
definisi konsesi sebagai “an agreement (usually
pemilik atau pemegang kuasa from a host government) permitting a foreign
pertambangan migas dengan petroleum company to prospect for and produce oil
kontraktor dimana kontraktor akan in the area subject to the agreement. The terms
ordinarily include a time limitation and a provision
mendapatkan hak untuk melakukan for royalty to be paid to the government” (Sebuah
eksplorasi dan jika berhasil, perjanjian (biasanya dari negara tuan rumah) yang
melakukan produksi serta memberikan izin pada perusahaan minyak asing
untuk mencari dan memproduksi minyak di
memasarkan migas tanpa wilayah yang tertulis pada perjanjian tersebut.
melibatkan negara pemberi konsesi Syarat dan aturan dalam perjanjian tersebut
dalam manajemen operasi. biasanya mencakup batasan waktu dan
ketentuan royalti yang harus dibayarkan kepada
pemerintah).
Keuntungan dan Kerugian Konsesi
Keuntungan Kerugian
Kontrak konsesi membantu Negara penghasil minyak Keputusan pengembangan wilayah
untuk bisa menemukan minyak untuk pertama kali. kerja, penemuan, eksplorasi,
produksi dan penjualan adalah hak
eksklusif perusahaan minyak
pemegang kontrak konsesi.
Perusahaan minyak internasional membayar pajak tinggi Kontrak konsesi jangka waktunya
dan membawa teknologi ke negara tuan rumah. bisa sangat lama hingga 75 tahun.

Kadang berkat kontrak konsesi, perusahaan minyak


internasional membantu negara tuan rumah secara
ekonomi melalui pembayaran tunai.
Keuntungan dan Kerugian Konsesi
Keuntungan Kerugian
Pemerintah negara tuan rumah mudah mendapatkan laba tetap tanpa risiko dari Tidak ada tekanan atau hukuman
hasil produksi perusahaan minyak internasional pemegang kontrak konsesi. terhadap perusahaan minyak oleh
negara penghasil minyak, jika mereka
tidak mengembangkan wilayah kerja
atau tidak menghasilkan minyak sama
sekali.
Kontrak konsesi merupakan kontrak yang sederhana sehingga mudah dipahami. Perusahaan minyak merupakan pemilik
Hal tersebut karena dalam kontrak ini hanya ada perusahaan minyak pemegang produksi minyak mentah.
konsesi yang memiliki semua hak (termasuk hak atas tanah) dan melakukan
operasi industri minyak.

Dengan demikian, terdapat pemberian kewenangan yang luas bagi perusahaan


migas swasta di dalam memproduksi migas, didasarkan pada konsepsi bahwa
migas yang diproduksi merupakan milik dari perusahaan migas swasta
tersebut.
Implikasi Konsesi
a. Kepemilikan kekayaan migas (kekuasaan atas bahan-bahan galian migas yang
ditambangnya) merupakan bagian yang melekat dengan kepemilikan hak atas
tanahnya (asas perlekatan vertikal). Akan tetapi, dalam hal pemilik atas tanah
tidak memiliki kapasitas atau memiliki keengganan untuk mengizinkan
operasi migas, maka hak atas tanah tersebut dapat diambil.
b. Keterlibatan Negara sangat terbatas.
c. Jangka waktu konsesi selama 75 tahun.

d. Negara dalam sistem konsesi hanya menerima royalti yang secara umum
berupa persentase dari pendapatan bruto dan pajak.
Contoh Konsesi
• Pada zaman Pemerintah Hindia
Belanda, pertambangan migas masih
dikuasai perusahaan minyak asing,
tiga besar diantaranya, yaitu BPM,
Stanvac, dan Caltex.

• Semua modal yang dimiliki oleh


perusahaan tersebut berasal dari modal
asing. Sementara itu,
Pemerintah Indonesia tidak memiliki
saham pada ketiga perusahaan
tersebut. Pemerintah Indonesia hanya
memiliki separuh saham pada PT Niam.
Pertimbangan Berakhirnya Rezim Konsesi
- Konsesi terus berlangsung hingga bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya. Kondisi tersebut tidak
berubah meskipun Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 mengamanatkan pengaturan yang berbeda, yakni:
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
- Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 tersebut meletakan filosofi pengusahaan migas. Terkait pengusahaan migas ini,
dikenal ada tiga konsep pengusahaan, yaitu:
a. Mineral Right (Hak atas Kuasa Mineral)
Kuasa mineral merupakan penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung dalam suatu wilayah negara
sebagai bagian integral dari kedaulatan wilayah.
b. Mining Right (Hak atas Kuasa Pertambangan)
Kuasa pertambangan merupakan wewenang dalam pengaturan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan
pertambangan.
c. Economic Right (Hak Mengelola Usaha Penambangan)
Kuasa usaha pertambangan merupakan wewenang untuk melakukan pengelolaan usaha.
Pertimbangan Berakhirnya Rezim Konsesi
- Dasar pengelolaan kekayaan migas yang sesuai dengan jiwa Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945
adalah harus menempatkan mineral right sebagai milik negara, mining right sebagai milik
pemerintah, dan economic right sebagai milik perusahaan negara.
- Konsep perjanjian konsesi menempatkan mineral right, mining right, dan economic right sebagai
milik pemegang konsesi. Dengan demikian, konsep perjanjian konsesi jelas tidak sesuai dengan
jiwa Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 (negara kehilangan hak penguasaan atas sumber daya
migas dan tidak dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki karena tidak terlibat langsung pada
pengelolaannya).
- Kendatipun demikian, karena Indonesia pada waktu itu masih dalam kondisi darurat, amanat
yang digariskan dalam UUD 1945 tersebut belum dapat dilaksanakan sehingga perjanjian konsesi
masih diberlakukan. Usaha untuk mewujudkan amanat UUD 1945 tersebut baru dapat dimulai
setelah pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi.
02
Kontrak Karya
Dasar Hukum Kontrak Karya
● Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 1960 tentang
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi yang
kemudian disahkan menjadi Undang-Undang
Nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.
Pengertian Kontrak Karya

Kontrak karya adalah perjanjian antara pemerintah


dan pengusaha pertambangan berkaitan dengan segala
kegiatan pertambangan.
Prinsip-prinsip Dasar Kontrak Karya

1. Manajemen ada di tangan kontraktor. Dalam Kontrak Karya yang berperan


aktif dalam operasi adalah kontraktor.
2. Semua peralatan yang dibeli kontraktor tetap menjadi milik kontraktor sampai
berakhirnya masa penyusutan.
3. Pembagian hasil didasarkan pada hasil penjualan migas dengan perbandingan 60%
untuk negara dan 40% untuk kontraktor setelah terlebih dahulu dikurangi biaya-
biaya.
4. Kepemilikan atas minyak dan gas bumi yang dihasilkan berada di tangan negara.
5. Kontrak Karya mulai berlaku setelah disahkan dengan Undang-undang.
Contoh Kontrak Karya
Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Prp Tahun 1960
tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
“Perjanjian karya yang tersebut pada ayat 2 diatas mulai
berlaku sesudah disahkan dengan Undang-undang.”

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1963 tentang Penetapan


Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1962 tentang Perjanjian Karya antara Perusahaan
Negara Pertamina dan Pan American Oil Company menjadi
Undang-Undang.

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1963 tentang Pengesahan


"Perjanjian Karya" antara P.N. Pertamina dengan P.T. Caltex
Indonesia dan California Asiatic Oil Company (Calasiatic)
Texaco Overseas Petroleum Company (Topco); P.N. Pertamina
dengan P.T. Stanvac Indonesia; P.N. Permigan dengan P.T.
Shell Indonesia.
Pertimbangan Berakhirnya Rezim Kontrak Karya
- Sistem kontrak karya tidak sesuai dengan jiwa dan semangat Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945.
Hal tersebut karena manajemen masih di tangan pihak kontraktor, terutama kontraktor
asing. Padahal Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 mengamanatkan agar pengelolaan usaha migas
dikuasai oleh negara. Terlebih bila diperhatikan, prinsip-prinsip dalam Kontrak Karya baru
menempatkan mineral right saja sebagai milik negara, sedangkan mining right dan economic
right tetap sebagai milik kontraktor.
- Sejalan dengan hal tersebut, ketidakpuasan terhadap implementasi Kontrak Karya juga
disampaikan oleh sejumlah kalangan, baik dalam kegiatan di dalam negeri maupun di luar negeri.
"Although the contract of work did recognize that the state is and will main to be (sic) the owner of the
oil until it is transferred to a third party at the point of sale, management of these operations is still in
the hands of the foreign companies. These contract of work were the optimum which could be
obtained taking into consideration the prevailing circumstances and the conditions of the country at
that time.”
Pertimbangan Berakhirnya Rezim Kontrak Karya
- Mayor Jenderal Ibnu Sutowo ketika itu juga menyatakan bahwa Kontrak Karya sama saja dengan
konsesi yang selama ini diterapkan di Indonesia. Keuntungan yang didapat negara melalui bisnis
migas sama seperti sebelum diubah menjadi Kontrak Karya.
"Working contract brings no change in concession status. Although the formation of the concession has
been changed, it was not really changed at all and was still the old concession in a new cloak.
While the implementation of This working contract' resulted in a change to suit Indonesia's convenience,
it did not really change the status of the foreign oil companies, essentially it still amounted to a
'concession' which was not in the Indonesia interest. In reality, if not juridically, the status of the
foreign oil companies was unchanged and the working contract' still constituted a concession
agreement... Concession is clearly contrary to Article 33 of the 1945 Constitution.”
- Kondisi inilah yang kemudian mendorong para tokoh untuk memikirkan lebih lanjut skema
kontrak migas yang menguntungkan bagi bangsa Indonesia. Tidak hanya dari pendapatan yang
lebih baik, tetapi juga usaha untuk menegakkan kedaulatan migas di negeri ini.
03
Kontrak Bagi Hasil
(Production Sharing
Contract)
Dasar Hukum Kontrak Bagi Hasil/PSC
1. Undang-Undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak
dan Gas Bumi
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1962 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 1962 tentang Kewajiban
Perusahaan Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri menjadi Undang-
Undang
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1974 tentang Perubahan Pasal 19 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 (Lembaran-Negara Republik Indonesia
Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran-Negara Republik Indonesia
Nomor 2971)
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1982 tentang Kewajiban dan Tata
Cara Penyetoran Pendapatan Pemerintah dari Hasil Operasi Pertamina
Sendiri dan Kontrak Production Sharing
7. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Syarat-syarat dan
Pedoman Kerjasama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi tentang
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
Pengertian Kontrak Bagi Hasil/PSC

Pasal 1 angka 19 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001


mendefinisikan Kontrak Kerja Sama sebagai “Kontrak
Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam
kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih
menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Pokok-Pokok Pengaturan Kontrak Bagi
Hasil/PSC
- Sistem pembagian berdasarkan hasil produksi.
- Kewenangan manajemen ada pada Pertamina.
- Kontraktor menyediakan seluruh dana dan teknologi yang dibutuhkan dalam operasi perminyakan.
- Kontraktor akan memperoleh kembali seluruh biaya operasi setelah produksi komersial.
- Kontraktor menanggung risiko kerugian biaya operasi.
- Hasil produksi setelah dikurangi biaya operasi dibagi antara negara dan kontraktor dengan
pembagian umumnya 85% untuk negara dan 15% untuk kontraktor untuk hasil produksi minyak dan
65% untuk negara dan 35% untuk kontraktor untuk hasil produksi gas bumi.
- Jangka waktu PSC adalah 30 tahun (sesuai dengan Pasal 18 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing) dimana termasuk jangka waktu eksplorasi selama 6-10 tahun.
- Kontraktor wajib menyisihkan/mengembalikan sebagian wilayah kerjanya kepada negara
(relinguishment).
Pokok-Pokok Pengaturan Kontrak Bagi
Hasil/PSC
- Semua peralatan, sarana dan fasilitas yang dibeli dan dibangun untuk operasi menjadi milik
Pertamina.
- Kepemilikan atas mineral tetap di tangan negara dan beralih di “point of export”
- Kontraktor wajib membayar pajak penghasilan secara langsung kepada pemerintah Indonesia.
- PSC efektif setelah adanya persetujuan Presiden, tanpa harus mendapatkan persetujuan lebih lanjut
dari DPR sebagaimana dalam Kontrak Karya.
- Apabila diperhatikan prinsip-prinsip dari Kontrak Bagi Hasil, dapat disimpulkan bahwa sistem
Kontrak Bagi Hasil ini lebih mendekati filosofi yang diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945. Kontrak
Bagi Hasil telah menempatkan mineral right sebagai milik negara, mining right sebagai milik
pemerintah, dan economic right sebagai milik perusahaan negara.
Perkembangan Kontrak Bagi Hasil/PSC
(Kontrak Bagi Hasil/PSC Generasi Pertama (1966-1975))

Kontrak Bagi Hasil Generasi Pertama ditandai dengan ketentuan yang relatif sederhana,
dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Perusahaan migas berkedudukan sebagai kontraktor Pertamina.
2. Manajemen dari seluruh kegiatan kontraktor berada di tangan Pertamina.
3. Cost recovery dibatasi 40% dari total pendapatan per tahun.
4. Selisih antara pendapatan bruto per tahun dikurangi biaya operasi dibagi antara
Pertamina dan kontraktor dengan komposisi 65% : 35%.
5. Kontraktor diwajibkan memasok 25% dari bagian produksinya untuk keperluan
domestik dengan harga $ 0.20 per barrel.
Perkembangan Kontrak Bagi Hasil/PSC
(Kontrak Bagi Hasil Generasi Kedua (1976-1988))
Beberapa perubahan yang diperkenalkan dalam generasi kedua di antaranya sebagai berikut:
1. Cost recovery tidak lagi dibatasi, tetapi didasarkan pada Generally Accepted Accounting Principle
(GAAP).
2. Selisih antara pendapatan bruto per tahun dikurangi biaya operasi dibagi antara Pertamina
dan kontraktor dengan komposisi 65.91% : 34.09% (minyak) dan 31.82% : 68:18% (gas).
3. Bagian kontraktor akan dikenakan tarif pajak sebesar 56%, yang terdiri dari 45%
pajak penghasilan dan 20% pajak deviden.
4. Untuk lapangan baru, kontraktor diberi kredit investasi sebesar 20% dari pengeluaran kapital
untuk fasilitas produksi.
5. Pengeluaran kapital dapat didepresiasi selama 7 tahun.
Perkembangan Kontrak Bagi Hasil/PSC
(Kontrak Bagi Hasil Generasi Ketiga (sejak 1988))

Setelah berjalan selama dua belas tahun, pemerintah memandang perlu untuk merevisi
Kontrak Bagi Hasil generasi kedua, hingga lahirnya Kontrak Bagi Hasil Generasi Ketiga
yang diimplementasikan mulai tahun 1988. Masalah yang ditemukan dalam Kontrak Bagi
Hasil generasi kedua adalah tidak adanya pembatasan cost recovery. Hal ini menjadi
masalah, manakala harga minyak turun sehingga seluruh hasil produksi dapat tersedot
untuk mengganti biaya operasi yang telah dikeluarkan. Dengan demikian, tidak ada yang
tersisa untuk dibagi. Untuk itu pemerintah kemudian memperkenalkan mekanisme First
Tranche Petroleum (FTP) sebesar 20% dari hasil produksi.
Perkembangan Kontrak Bagi Hasil/PSC
(Kontrak Bagi Hasil Generasi Ketiga (sejak 1988))

FTP berarti pengambilan minyak pertama kali segera setelah produksi terjadi. FTP merupakan
pengamanan penerimaan negara dan KKKS sebelum hasil produksi digunakan untuk mengganti biaya
operasi yang telah dikeluarkan. Dalam Kontrak Bagi Hasil Generasi Kedua, karena tidak adanya
pembatasan cost recovery, maka dapat saja hasil produksi habis untuk mengganti biaya operasi dan
tidak ada lagi yang dibagi. FTP sebesar 20% dari hasil produksi ini akan dibagi di antara pemerintah dan
KKKS sesuai dengan komposisi pembagian yang disepakati. FTP bagian KKKS sendiri merupakan
objek pajak penghasilan yang harus dibayar KKKS.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, Kontrak Bagi Hasil selalu dievaluasi secara
periodik, terkadang kurang dari satu tahun. Jika dirasakan adanya kebutuhan untuk melakukan
perubahan, maka akan dikeluarkan Kontrak Bagi Hasil versi baru. Oleh sebab itu, tidak ada lagi istilah
generasi dalam Kontrak Bagi Hasil karena kontrak harus bersifat dinamis untuk menyesuaikan kebutuhan
zaman dan tantangan yang terus berubah dari tahun ke tahun.
Contoh Kontrak Bagi Hasil/PSC
1. Kontrak Bagi Hasil antara PN Permina dengan IIAPCO
(Independent Indonesian American Petroleum Company) pada
tanggal 16 Agustus 1966.
2. Kontrak Bagi Hasil antara PN Permina dan JAPEX pada
tanggal 6 Oktober 1966.
3. Kontrak Bagi Hasil Continental Oil pada bulan Mei 1967.
4. Kontrak Bagi Hasil Union Oil pada bulan Januari 1968.
P
PRODUCTION SHARING
CONTRACT (PSC)
GROSS SPLIT
Dasar Hukum PSC Gross Split
1. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross
Split
2. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia Nomor 52 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 08 Tahun 2017
tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split
3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 08
Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split
4. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 08
Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split
Pengertian PSC Gross Split
Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil
Gross Split mengatur bahwa “Kontrak Bagi Hasil Gross Split adalah
suatu Kontrak Bagi Hasil dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa
mekanisme pengembalian biaya operasi.
Pokok-Pokok Pengaturan PSC Gross Split
- Kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan
- Pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pelaksana
- Modal dan risiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
- Kontrak Bagi Hasil Gross Split tidak menghapuskan kewajiban kontraktor dalam penggunaan
produk barang dan jasa dalam negeri.
- Seluruh barang dan peralatan yang secara langsung digunakan dalam Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi yang dibeli Kontraktor menjadi milik/kekayaan Negara yang
pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dan dikelola oleh SKK Migas.
- SKK Migas melaksanakan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan Kontrak Bagi
Hasil Gross Split.
Contoh PSC Gross Split
Kontrak Wilayah Kerja (WK) Offhore North West
Java (ONWJ) yang dikelola oleh Pertamina Hulu
Energi (PHE).
Thank
you! CREDITS: This presentation template
was created by Slidesgo, including
icons by Flaticon and infographics
& images by Freepik

Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai