Anda di halaman 1dari 14

NILAI - NILAI MADRASAH

A. Proses Belajar Mengajar di Madrasah


Madrasah adalah sebuah institusi pendidikan Islam yang berada di bawah naungan
Kementerian Agama dan memiliki karakter formal.1 Kurikulumnya mengikuti kurikulum
pendidikan nasional yang mencakup mata pelajaran umum, namun juga menyertakan
pengajaran Islam melalui mata pelajaran Aqidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam,
Al-Qur'an Hadits, dan Bahasa Arab.
a. Sistem Pembelajaran di Madrasah
Sistem pendidikan dan pengajaran yang digunakan pada madrasah merupakan
perpaduan antara sistem pondok pesantren denagn sistem yang berlaku pada sekolah-
sekolah modern. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur,
mulai dari mengikuti sistem klasikal. Sistem pengajian kitab, diganti dengan bidang-
bidang pelajaran tertentu, walaupun masih menggunakan kitab-kitab yang lama.
Kenaikan tingkat ditentukan oleh penguasaan terhadap sejumlah bidang pelajaran
tertentu.
Dalam perkembangannya, kurikulum pada madrasah dari waktu kewaktu
senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan kemajuan zaman.
Semua ini dilakukan adalah dengan tujuan peningkatan kualitas madrasah, agar
keberadaanya tidak diragukan dan sejajar dengan sekolah-sekolah lainnya.

b. Belajar adalah Ibadah


Salah satu keunggulan madrasah dari pada lembaga pendidikan lain adalah
Madrasah berupaya memberikan penekanan pada bidang agama. Untuk itu, dalam
proses belajar mengajar di madrasah baik siswa maupun pengajar selalu
mengedepankan aspek ibadah. Implementasi dari hal itu adalah dengan belajar secara
sungguh-sungguh untuk mencapai ridho Allah Swt,2 serta tidak menjadikan belajar
sebagai alasan untuk meniggalkan kewajiban ibadah wajib seperti sholat lima waktu.
Harapanya jika semakin banyak belajar kita justru semakin mengerti dan paham
bagaimana bertindak sesuai dengan syariat Islam.

1
Muarifah, Alif, Nurul Hidayati Rofiah, Mujidin Mujidin, Zhooriyati Sehu Mohamad, and Fitriana Oktaviani.
"Students’ academic procrastination during the COVID-19 pandemic: How does adversity quotient mediate
parental social support?." In Frontiers in Education, vol. 7, p. 961820. Frontiers, 2022.
2
Sulfemi, Wahyu Bagja. "Pengaruh disiplin ibadah sholat, lingkungan sekolah, dan intelegensi terhadap hasil
belajar peserta didik mata pelajaran pendidikan agama Islam." Edukasi: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama
dan Keagamaan 16, no. 2 (2018).

Harvard
B. Tata Krama/berakhlak
Dalam interaksi sosial dengan manusia, diperlukan penerapan prinsip tata karma.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, "tata" merujuk pada sikap yang penuh hormat dan
tertib sesuai dengan adat istiadat yang baik, serta beradab dalam tingkah laku, ucapan,
berpakaian, dan sebagainya, termasuk berbudi pekerti serta perilaku yang timbul darinya.
Sementara itu, "krama" mengacu pada sikap yang baik dalam berbudi pekerti dan
berperilaku. Jadi, apabila kedua kata tersebut digabungkan, "tata krama" mengandung
makna tentang memiliki moralitas yang baik, beradab, dan berperilaku dengan tata cara
yang baik. Tata krama merupakan kebiasaan sopan santun yang telah disepakati dalam
lingkungan sosial antara manusia.3 Tata krama memegang peran penting dalam pandangan
masyarakat terhadap seseorang. Jika seseorang memiliki tata krama yang baik, masyarakat
akan lebih mudah menerima kehadiran individu tersebut dalam kehidupan sehari-hari di
lingkungan mereka. Tata karma dalam islam biasa dikenal dengan kata “akhlak” yang
memiliki pengertian sifat-sifat yang timbul dari dalam diri individu secara spontan dan tanpa
disadari. Beberapa tokoh seperti Imam Ghazali menyampaikan penjelasan mengenai akhlak
sebagai karakteristik bawaan dalam diri yang menghasilkan berbagai tindakan dengan
mudah tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu.4
a. Tata Krama dalam Pergaulan
Tata krama dalam pergaulan merupakan aturan kehidupan yang mengatur
hubungan antar sesama manusia.5 merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan
saat membangun hubungan sosial dengan orang lain. Keuntungan menggunakan tata
krama dalam interaksi sosial adalah mengungkapkan sikap pribadi yang positif dan
menghormati orang lain, sehingga memudahkan seseorang untuk diterima di dalam
lingkungan.
Dengan menerapkan tata krama, seseorang akan diberi penghargaan dan orang
lain akan cenderung menghindari perilaku yang tidak sopan. Hal ini menciptakan
kenyamanan bagi orang lain dan memfasilitasi terjalinnya hubungan yang baik dengan
mereka. Tata krama juga berperan dalam menciptakan keteraturan, keselarasan,
kerukunan, keamanan, kedamaian, dan rasa tenteram dalam kehidupan bermasyarakat.

1. Tata krama berbicara


Setiap harinya, manusia melakukan kegiatan berbicara sebagai bagian dari rutinitas
mereka. Tata krama berbicara mencakup sikap sopan dan santun dalam berkomunikasi,
yang mencerminkan kualitas kepribadian individu. Dalam berbicara, penting untuk
menggunakan bahasa yang sopan, mengucapkan salam, menjaga intonasi yang tepat,
menghindari penggunaan kosa kata kasar, serta menggunakan kata-kata seperti maaf,
tolong, dan terima kasih.

2. Tata krama saat makan


Makan merupakan keperluan dasar bagi setiap makhluk hidup. Tata krama saat makan
melibatkan perilaku sopan dan santun, terutama saat bersama orang lain. Beberapa

3
Shaula, Dea Faustina, and Noor Hasyim. "Menanamkan konsep tata krama pada anak melalui
perancangan game edukasi." Jurnal Informatika Upgris 3, no. 1 (2017).
4
Habibah, Syarifah. "Akhlak dan etika dalam islam." Jurnal Pesona Dasar 1, no. 4 (2015).
5
Gumilar, Gumgum. "ETIKA PERGAULAN."
orang bahkan tidak menyukai kebiasaan mengunyah makanan dengan suara yang
mengganggu. Tata krama makan dapat diterapkan dengan duduk dengan sikap yang
sopan, mengunyah makanan dengan tenang dan tanpa mengeluarkan suara, menjaga
kebersihan dan kerapihan meja makan, menghindari mengkritik makanan,
menghormati masakan orang lain dengan memberikan pujian, dan menghabiskan
makanan yang disajikan.

3. Tata krama bertamu


Dalam berinteraksi dengan individu yang memiliki perbedaan usia, penting untuk
menerapkan tata krama yang sesuai dengan usia mereka. Sebagai contoh, menghormati
dan berbicara dengan sopan serta lemah lembut kepada orang tua. Untuk teman sebaya,
diperbolehkan menggunakan bahasa yang lebih santai dan informal, namun tetap
menjaga saling menghormati.

4. Tata krama meminta bantuan


Saat membutuhkan bantuan, disarankan untuk mengucapkan kata "tolong" dan
"maaf". Saat meminta tolong, penting untuk tidak memaksa dan mengganggu orang
yang diminta bantuan. Setelah menerima pertolongan, harus menunjukkan rasa terima
kasih, dan ketika orang tersebut menghadapi kesulitan, sebaiknya membantu mereka
sebagai balasan.
b. Tata Krama dalam Ber-media Sosial
Media sosial saat ini menjadi hampir suatu kebutuhan bagi masyarakat,
terutama generasi muda. Memiliki berbagai platform media sosial dan jumlah pengikut
yang signifikan seakan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri. Bagi mereka, media
sosial tidak hanya sebagai wadah untuk berbagi informasi, tetapi juga sebagai sarana
untuk menunjukkan keberadaan dan eksistensi mereka dalam pergaulan sosial.
Namun sayangnya, kurangnya kesadaran akan sikap yang baik dalam bermedia
sosial sangat tampak. Kita sering kali menyaksikan berbagai postingan dan komentar
yang provokatif, bahkan saling menghujat antara sesama pengguna. Padahal, penting
untuk menjunjung tinggi tata krama dalam bermedia sosial. Terdapat beberapa kaidah
yang bertujuan mengatur tata cara kita berkomunikasi di media sosial agar tidak
menyakiti satu sama lain.6 Berikut adalah lima prinsip etika yang perlu diperhatikan
saat berada di dunia media sosial.

1. Menghargai perbedaan
Pada zaman ini, peran media sosial tidak hanya sebatas sebagai platform untuk
berbagi informasi, tetapi juga sebagai sarana untuk menyampaikan aspirasi dan
mengungkapkan pendapat. Sudah tidak asing lagi bagi kita melihat berbagai pendapat
dan pemahaman yang kadang-kadang berbeda dengan prinsip-prinsip yang kita anut.
Untuk menghadapi situasi tersebut, penting bagi kita untuk memiliki sikap
saling menghargai. Perlu kita sadari bahwa setiap individu memiliki prinsip dan
pemikiran yang unik. Seperti halnya prinsip dan pendapat kita yang tidak bisa diubah,
demikian juga mereka memiliki pemikiran dan pendapat yang tidak bisa dipaksa.

6
Mutiah, Tuty, Ilham Albar, A. Rafiq Fitriyanto, and A. Rafiq. "Etika Komunikasi dalam menggunakan Media
Sosial." Jurnal Global Komunika 1, no. 1 (2019): 14-24.
2. Tidak menyebarkan berita hoax
Media sosial memiliki karakteristik yang bertentangan. Di satu sisi, dapat
memudahkan penyebaran informasi dan memfasilitasi komunikasi. Namun, di sisi lain,
mungkin menimbulkan sejumlah masalah, termasuk penyebaran berita palsu yang tidak
terkendali.
Dalam konteks ini, penting untuk menerapkan etika dalam penggunaan media
sosial. Salah satu aspeknya adalah menghindari dengan sungguh-sungguh
menyebarkan berita palsu. Meskipun tampak remeh, konsekuensi dari penyebaran
berita hoaks dapat menciptakan kecemasan bahkan perpecahan dalam masyarakat.

3. Tidak Mudah Terprovokasi


Pastinya kamu sudah familiar dengan berbagai berita dan artikel yang diunggah
di media sosial. Seringkali, artikel-artikel yang mengandung ujaran kebencian malah
disusun dengan gaya bahasa yang indah dan menarik, sehingga menarik minat banyak
orang untuk membagikannya. Padahal, hal ini berpotensi memicu konflik.
Sebagai pengguna media sosial yang bijak, kamu perlu mengetahui bahwa salah
satu prinsip etika dalam bermedia sosial adalah tidak mudah terprovokasi. Saat
menemui berita atau postingan yang menghasut, sangat penting untuk melakukan
penelitian yang teliti untuk memastikan apakah itu sesuai dengan fakta yang ada atau
hanya sekadar ujaran kebencian yang berpotensi memicu konflik dan perbedaan
pendapat.

4. Hindari Saling Menghujat


Perundungan (bullying) merupakan fenomena umum yang sering terjadi saat
menggunakan media sosial. Pastinya kamu sudah mengenal berbagai bentuk
penghinaan dan makian yang ditujukan kepada seseorang. Baik itu komentar negatif
terkait penampilan fisik atau kekurangan-kekurangan lain yang terdapat pada mereka.
Namun, perilaku seperti itu justru menandakan bahwa kamu sebagai netizen
kurang mengerti tata krama. Salah satu prinsip etika yang perlu diperhatikan saat
menggunakan media sosial adalah tidak saling menghujat. Setiap individu pasti
memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri, sehingga saling mencela atau menjatuhkan
orang bukanlah tindakan yang bijak.

5. Jangan Memposting atau Mengumbar Informasi Pribadi


Terdapat tantangan yang unik bagi banyak individu, terutama generasi muda,
dalam menghadapi media sosial. Dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan dari
orang lain, mereka seringkali berbagi berbagai hal di media sosial, termasuk informasi
pribadi dan urusan pribadi.
Penting untuk mengingat dengan jelas salah satu prinsip etika saat
menggunakan media sosial, yaitu menghindari pengungkapan berlebihan mengenai
informasi pribadi. Media sosial memiliki dua sisi, di mana selain terdapat kemungkinan
positif juga terdapat kemungkinan negatif. Mengungkapkan terlalu banyak informasi
dan masalah pribadi justru dapat berpotensi merugikan diri sendiri.
C. Kekerasan
Istilah "kekerasan" umumnya digunakan untuk menggambarkan berbagai masalah yang
terkait dengan perlakuan atau tindakan yang dianggap tidak menyenangkan, tidak manusiawi,
melanggar norma/nilai tertentu atau hukum, atau bertentangan dengan keinginan individu kita.7
Kekerasan merupakan suatu tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh individu atau
kelompok dengan maksud untuk menindas orang yang lebih lemah, sehingga mengakibatkan
penderitaan yang berkelanjutan.Terdapat berbagai bentuk kekerasan, diantaranya mungkin
pernah kita temui di lingkungan hidup atau bahkah kita rasakan sendiri.
a. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik merujuk pada bentuk kekerasan yang terjadi secara nyata dan
dapat diamati serta dirasakan secara langsung oleh tubuh. Bentuk kekerasan fisik ini
seringkali meninggalkan jejak luka pada korban, sehingga dalam melaporkan kejadian
tersebut seringkali memerlukan pemeriksaan medis. Kekerasan fisik dapat mengambil
berbagai bentuk, termasuk pemukulan, penusukan, bahkan hingga menyebabkan
kematian seseorang.

b. Kekerasan Psikis (Bullying)


Kekerasan psikologis merujuk pada bentuk kekerasan yang bertujuan untuk
melukai kesehatan mental atau emosional seseorang, dan dapat menyebabkan gangguan
jiwa. Bentuk kekerasan psikologis ini lebih umum dikenal dengan istilah kekerasan
psikis. Contoh bentuk kekerasan psikologis meliputi kata-kata yang menyakitkan hati,
penghinaan terhadap individu atau kelompok, ancaman, dan sejenisnya.
Kekerasan psikologis tidak hanya menciptakan rasa takut, tetapi juga dapat
menyebabkan trauma psikologis pada individu yang terkena dampaknya. Jika korban
kekerasan psikologis mengalami dampak yang parah, penting untuk membawanya ke
dokter psikiater atau psikolog. Selain itu, penting bagi orang-orang di sekitarnya untuk
tetap memberikan dukungan agar korban dapat mencari keadilan.
D. Penelantaran
Istilah "penelantaran" berasal dari kata "telantar" yang menggambarkan kondisi
ketidakterpeliharaan, kekurangan perawatan, dan keadaan terbelenggu. Menelantarkan
berarti membuat seseorang menjadi terlantar, dibiarkan tanpa perhatian, tidak terurus, atau
terabaikan. Penelantaran merujuk pada proses atau tindakan meninggalkan seseorang dalam
keadaan terlantar.8
Contoh dari perilaku penelantaran ini adalah, orang tua yang membiarkan anaknya yang
masih kecil dan belum bisa memenuhi kebutuhanya sendiri dalam keadaan tidak terurus,
missal tidak diberi makan, tidak disekolahkan dan lain sebagainya. Dalam kehidupan kita
juga sering melihat orang tua yang sudah lemah dan tidak lagi mampu mengurus dirinya
sendiri ditelantarkan oleh anaknya.
Penelantaran baik kapada anak kecil atau orang tua merupakan tindakan yang tidak
terpuji dan sudah ada ketentuan hokum negara bagi pelakunya.

7
Makarim, Mufti. "Memaknai Kekerasan." Pusat Dokumentasi ELSAM 19 (2012).
8
Sukardi, Didi. "Perlindungan Hukum Anak Korban Penelantaran Orang Tua Berbasis Hukum Positif dan Islam."
Mahkamah: Jurnal Kajian Hukum Islam 1, no. 2 (2016).
E. Pelecehan seksual
Pelecehan seksual merupakan sebuah perbuatan melanggar hukum yang
berpotensi merugikan individu lain dan bahkan dapat menyebabkan trauma pada korban.9
Kejadian pelecehan seksual semakin meningkat, walaupun masih banyak orang yang
tidak mengerti tanda-tanda yang ada. Sebagai konsekuensinya, sangat menantang untuk
menghindari perilaku tersebut, baik ketika dialami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Memahami variasi pelecehan seksual kemudian dapat berfungsi sebagai upaya
perlindungan individu.
Macam – macam pelecehan seksual :
1. Pelecehan gender
Tindakan dan sikap seksis yang meremehkan dan mengejek perempuan dapat
berupa pernyataan dan perilaku yang merendahkan. Contoh-contohnya meliputi
komentar yang menghina, gambar atau tulisan yang merendahkan perempuan, lelucon
cabul, serta humor tentang seks atau perempuan secara umum.

2. Perilaku Menggoda
Perilaku seksual yang merendahkan, tidak pantas, dan tidak diinginkan meliputi
berulangnya ajakan seksual yang tidak diinginkan, memaksa lawan jenis untuk
melakukan kegiatan seperti makan malam, minum, atau berkencan, mengirimkan surat
dan melakukan panggilan telepon yang tetap berlanjut meskipun sudah ditolak, serta
tindakan serupa lainnya.

3. Penyuapan Seksual
Tuntutan untuk terlibat dalam aktivitas seksual atau perilaku seksual lainnya
dengan janji imbalan merupakan tindakan yang dapat dilakukan dengan cara terang-
terangan atau melalui cara yang lebih halus. Jenis tindakan semacam ini juga termasuk
dalam kategori pelecehan seksual.

4. Pemaksaan Seksual
Penggunaan paksaan dalam aktivitas seksual atau perilaku seksual lainnya
dengan ancaman hukuman termasuk dalam tindakan tersebut. Contohnya adalah
mengancam dengan evaluasi kerja negatif, mencabut promosi, bahkan ancaman
pembunuhan. Jika Anda mengalami perlakuan semacam itu, segera laporkan kepada
orang-orang terdekat atau kepada pihak berwenang yang berkompeten.

5. Pelanggaran Seksual
Pelanggaran seksual serius, yang mencakup tindakan seperti menyentuh,
merasakan, atau meraih secara paksa, serta penyerangan seksual, termasuk dalam
kelompok pelecehan seksual.

F. Narkoba dan Rokok


Narkotika atau narkoba adalah zat atau obat baik yang bersifat alamiah, sintetis,
maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan efek penurunan kesadaran, halusinasi,

9
Sari, Ratna, Soni Akhmad Nulhaqim, and Maulana Irfan. "Pelecehan seksual terhadap anak." Prosiding
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2, no. 1 (2015).
serta daya rangsang.10 Dampak dan risiko narkoba atau narkotika dan obat-obatan
terhadap kehidupan dan kesehatan pecandu dan keluarganya semakin menimbulkan
kekhawatiran.

Narkoba memiliki sisi dua yang dapat memberikan manfaat namun juga
merusak kesehatan. Beberapa jenis obat-obatan termasuk dalam kategori narkoba dan
digunakan dalam proses penyembuhan karena efek menenangkan yang dimilikinya.
Namun, jika digunakan dalam dosis berlebihan, dapat menyebabkan ketergantungan.
Penyalahgunaan ini biasanya dimulai ketika pengguna merasakan efek yang
menyenangkan.

Hal ini mendorong keinginan untuk terus menggunakan narkoba guna mencapai
perasaan ketenangan yang bersifat halusinasi. Meskipun bahaya narkoba sudah diketahui
oleh banyak orang, hal ini tidak mengurangi jumlah pengguna. Meskipun ada
kemungkinan penyembuhan dari bahaya narkoba dan ketergantungannya, lebih baik
untuk segera berhenti menggunakan narkoba atau bahkan tidak menggunakannya sama
sekali.
Rokok merupakan tabung terbuat dari kertas yang berisi serpihan daun
tembakau, dilengkapi dengan filter atau tanpa filter. Ada berbagai jenis senyawa dalam
rokok, termasuk karbon monoksida, tar, dan nikotin. Karbon monoksida adalah gas
beracun yang bereaksi dengan hemoglobin dalam tubuh, mengakibatkan penurunan
kadar oksigen dalam darah. Tar adalah zat yang memiliki sifat karsinogenik, sementara
nikotin adalah zat beracun yang dapat merusak organ tubuh dan menyebabkan
kecanduan.11 Rokok mengandung racun-racun yang akan merusak semua fungsi organ
tubuh. Mula-mula rokok akan menganggu saluran pernapasan, yaitu hidung, tenggorokan
dan paru-paru.
Bahaya merokok bukan saja dapat mengancam kesehatan si perokok tetapi juga
orang lain yang ada di sekitar perokok. Mereka sering disebut dengan istilah “perokok
pasif”. Oleh karena itu, jika disekitarmu ada orang yang merokok tegurlah agar menjauh
darimu atau kamu yang berusaha menjauh dari mereka, agar terhindar dari kemungkinan
ikut menghirup asap dari rokok tersebut.
G. Pencegahan dan penanganan terhadap tindak kekerasan
a. Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Fisik
Berikut adalah beberapa langkah pencegahan dan penanganan yang dapat
dilakukan terhadap kekerasan fisik:

Pencegahan:

1. Pendidikan dan kesadaran: Meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat


tentang pentingnya menghindari dan mencegah kekerasan fisik serta mengedukasi
tentang alternatif penyelesaian konflik yang damai.

10
Supramono, Gatot. "Hukum Narkoba Indonesia." (2004).
11
Hakameri, Cecen Suci, Nia Septia Lisa, and Nurul Latifa. "Penyuluhan Rokok & Narkoba Di SMP N 4 Siak
Hulu." Prosiding Hang Tuah Pekanbaru (2020): 34-38.
2. Mengatasi faktor risiko: Mengidentifikasi dan mengatasi faktor risiko yang dapat
menyebabkan kekerasan fisik, seperti pengangguran, kemiskinan, ketidaksetaraan
sosial, dan kurangnya akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan.

3. Penguatan keluarga: Membangun hubungan yang sehat dan saling mendukung dalam
keluarga, serta meningkatkan keterampilan komunikasi dan penyelesaian konflik yang
positif.

4. Pengawasan dan perlindungan anak: Menerapkan sistem pengawasan yang efektif


untuk melindungi anak-anak dari kekerasan fisik, termasuk melibatkan orang tua, guru,
dan institusi pendidikan.

Penanganan:

1. Pelaporan dan penegakan hukum: Mendorong korban dan saksi untuk melaporkan
kekerasan fisik kepada pihak berwenang dan memastikan penegakan hukum yang tegas
terhadap pelaku kekerasan.

2. Pendampingan korban: Memberikan dukungan emosional dan psikologis kepada


korban kekerasan fisik, termasuk akses ke layanan kesehatan, konseling, dan
perlindungan yang aman.

3. Intervensi dan rehabilitasi: Mengembangkan program intervensi dan rehabilitasi bagi


pelaku kekerasan fisik untuk mengubah perilaku mereka dan mencegah terjadinya
kekerasan berulang.

4. Pendidikan dan keterampilan: Memberikan pendidikan dan keterampilan kepada


individu dan komunitas tentang pemahaman yang benar mengenai kekerasan fisik,
penyelesaian konflik yang damai, dan kemampuan untuk membangun hubungan yang
sehat.

Penting untuk melibatkan semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil,


lembaga pendidikan, dan individu, dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan
fisik guna menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan.
b. Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Psikis (Bullyng)
Berikut adalah beberapa langkah dalam penanganan dan pencegahan perilaku
kekerasan psikis:

Penanganan:

1. Mengidentifikasi dan mengakui: Penting untuk mengenali tanda-tanda perilaku


kekerasan psikis dan mengakui bahwa ada masalah yang perlu ditangani. Ini melibatkan
pemahaman tentang jenis perilaku yang termasuk dalam kekerasan psikis, seperti
ancaman, penghinaan, pelecehan verbal, dan isolasi sosial.
2. Mencari bantuan profesional: Segera mencari bantuan dari tenaga medis atau
profesional kesehatan mental yang terlatih dalam menangani kasus kekerasan psikis.
Mereka dapat memberikan dukungan, konseling, dan strategi penanganan yang tepat.

3. Mengembangkan rencana keamanan: Bersama dengan profesional yang


berkompeten, korban kekerasan psikis dapat merencanakan langkah-langkah keamanan
untuk melindungi diri mereka sendiri. Ini dapat melibatkan mencari tempat yang aman,
menghubungi keluarga atau teman dekat untuk dukungan, atau mengubah pola interaksi
dengan pelaku kekerasan.

4. Menjaga bukti dan dokumentasi: Penting untuk mencatat dan menjaga bukti perilaku
kekerasan psikis yang terjadi, termasuk catatan tanggal, waktu, dan deskripsi insiden.
Hal ini dapat berguna sebagai bukti dalam proses hukum atau ketika meminta
perlindungan hukum.

Pencegahan:

1. Pendidikan dan kesadaran: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kekerasan


psikis, dampaknya, serta cara untuk mencegahnya. Pendidikan ini dapat dilakukan
melalui kampanye publik, program pendidikan di sekolah, dan media sosial.

2. Pembangunan keterampilan sosial: Mempersiapkan individu dengan keterampilan


sosial yang sehat, seperti komunikasi efektif, pemecahan masalah, pengelolaan emosi,
dan pengembangan hubungan yang saling menghormati. Ini membantu mencegah
konflik dan mengurangi risiko terjadinya kekerasan psikis.

3. Mempromosikan kesehatan mental: Mendukung kesehatan mental yang baik dalam


masyarakat dengan menyediakan akses yang mudah ke layanan kesehatan mental,
mengurangi stigma terkait dengan masalah kesehatan mental, dan meningkatkan
pemahaman tentang pentingnya perawatan kesehatan mental.

4. Menggalang dukungan sosial: Mendorong terciptanya lingkungan sosial yang


mendukung, di mana individu merasa didukung dan memiliki jaringan dukungan yang
sehat. Ini dapat melibatkan membangun komunitas yang inklusif, mengadakan kegiatan
sosial yang positif, dan memperkuat ikatan keluarga.

Pencegahan dan penanganan kekerasan psikis memerlukan kolaborasi antara individu,


keluarga, komunitas, dan lembaga pemerintah. Penting untuk bekerja bersama dalam
menciptakan lingkungan yang aman, mendukung, dan bebas dari kekerasan psikis.
c. Pencegahan dan Penanganan terhadap Penelantaran
Berikut adalah beberapa langkah dalam penanganan dan pencegahan terhadap
tindakan penelantaran:

Penanganan:
1. Menyelamatkan dan melindungi: Jika ada indikasi atau laporan penelantaran,
langkah pertama yang penting adalah menyelamatkan dan melindungi korban. Hal ini
dapat dilakukan melalui intervensi langsung oleh pihak berwenang atau melalui
organisasi yang berfokus pada perlindungan anak atau orang dewasa yang rentan.

2. Evaluasi dan intervensi medis: Korban penelantaran seringkali membutuhkan


evaluasi dan perawatan medis. Pihak berwenang dan profesional medis dapat
melakukan evaluasi fisik dan mental, memberikan perawatan yang sesuai, serta
merujuk korban ke layanan yang tepat.

3. Konseling dan dukungan: Korban penelantaran dapat membutuhkan konseling dan


dukungan psikologis untuk membantu mereka mengatasi trauma dan memulihkan
kesejahteraan mereka. Terapi individu, terapi keluarga, atau dukungan kelompok
adalah beberapa bentuk dukungan yang dapat diberikan.

4. Intervensi sosial dan rehabilitasi: Intervensi sosial dapat melibatkan penempatan


sementara korban dalam lingkungan yang aman, seperti panti asuhan atau rumah
perlindungan. Selain itu, program rehabilitasi dapat membantu korban penelantaran
dalam membangun kembali kepercayaan, memperoleh keterampilan hidup yang
mandiri, dan mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.

Pencegahan:

1. Pendidikan dan kesadaran: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang tindakan


penelantaran, termasuk tanda-tanda dan konsekuensinya. Pendidikan ini dapat
dilakukan melalui kampanye publik, seminar, atau program pendidikan di sekolah.

2. Dukungan keluarga: Memberikan dukungan kepada keluarga untuk memenuhi


kebutuhan dasar fisik, emosional, dan pendidikan anak. Program dukungan keluarga
dapat membantu memperkuat hubungan orang tua-anak, memberikan keterampilan
pengasuhan yang sehat, dan memberikan sumber daya yang dibutuhkan.

3. Akses ke layanan sosial: Memastikan akses yang mudah ke layanan sosial yang
mendukung, termasuk perumahan yang layak, pelayanan kesehatan yang terjangkau,
layanan konseling, dan dukungan keuangan. Ini dapat membantu mencegah situasi di
mana keluarga merasa terdesak dan mungkin melakukan tindakan penelantaran.

4. Sistem pemantauan dan pelaporan: Membangun dan memperkuat sistem pemantauan


penelantaran untuk mendeteksi dan melaporkan kasus-kasus yang terjadi. Ini
melibatkan peran penting pihak berwenang, lembaga sosial, dan masyarakat dalam
melaporkan tindakan penelantaran yang mencurigakan.

Pencegahan dan penanganan tindakan penelantaran membutuhkan kolaborasi antara


pemerintah, lembaga sosial, dan masyarakat. Penting untuk bekerja bersama dalam
melindungi dan memastikan kesejahteraan anak-anak dan orang dewasa yang rentan
terhadap penelantaran.
d. Pencegahan dan Penanganan terhadap Pelecehan Seksual
Berikut adalah beberapa langkah dalam pencegahan dan penanganan kekerasan
seksual:

Pencegahan:

1. Pendidikan dan kesadaran: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kekerasan


seksual, termasuk pemahaman tentang definisi, tanda-tanda, dan konsekuensinya.
Pendidikan ini dapat dilakukan melalui kampanye publik, program pendidikan di
sekolah, dan media sosial.

2. Pembangunan keterampilan sosial: Mempersiapkan individu dengan keterampilan


sosial yang sehat, termasuk komunikasi yang jelas, pemahaman tentang batasan pribadi
dan orang lain, serta kemampuan untuk mengenali dan menolak perilaku yang tidak
pantas.

3. Penguatan peran gender yang positif: Mendorong penghargaan terhadap kesetaraan


gender, menghindari stereotip berbahaya, dan mempromosikan hubungan yang sehat
dan saling menghormati antara individu.

4. Keamanan fisik dan lingkungan: Meningkatkan langkah-langkah keamanan fisik dan


lingkungan, termasuk penerangan yang cukup, pengawasan yang efektif, dan
penggunaan teknologi keamanan yang tepat.

Penanganan:

1. Menyediakan layanan medis dan konseling: Korban kekerasan seksual perlu


mendapatkan perawatan medis dan dukungan konseling yang sesuai. Dukungan medis
dapat meliputi pengumpulan bukti forensik, penanganan cedera fisik, dan pengobatan
penyakit menular seksual. Dukungan konseling dapat membantu korban dalam
mengatasi trauma dan memulihkan kesejahteraan mereka.

2. Penegakan hukum dan keadilan: Penting untuk melaporkan kekerasan seksual


kepada pihak berwenang agar pelaku dapat dituntut dan diadili sesuai hukum. Sistem
peradilan yang adil dan sensitif terhadap korban kekerasan seksual sangat penting
dalam memberikan keadilan kepada korban dan mencegah terjadinya kekerasan
berulang.

3. Pusat krisis dan tempat perlindungan: Membangun dan menyediakan pusat krisis dan
tempat perlindungan bagi korban kekerasan seksual. Tempat-tempat ini dapat
menyediakan perlindungan yang aman, bantuan medis dan konseling, serta dukungan
emosional bagi korban.

4. Pendidikan dan rehabilitasi: Memberikan pendidikan kepada pelaku kekerasan


seksual tentang konsekuensi perbuatannya dan program rehabilitasi yang bertujuan
untuk mengubah perilaku mereka. Pendekatan rehabilitasi dapat melibatkan terapi
kognitif perilaku, konseling, dan dukungan sosial.

Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual membutuhkan komitmen dari


pemerintah, lembaga hukum, lembaga kesehatan, dan masyarakat secara keseluruhan.
Penting untuk bekerja bersama dalam menciptakan lingkungan yang aman dan
mendukung, serta memberikan dukungan yang diperlukan bagi korban kekerasan
seksual.
e. Pencegahan dan Penanganan terhadap Narkoba dan Rokok
Penanganan dan pencegahan terhadap narkoba dan rokok melibatkan berbagai
strategi yang berfokus pada edukasi, pengurangan permintaan, pengawasan, penegakan
hukum, serta dukungan rehabilitasi. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat
diambil:

Penanganan Narkoba:

1. Edukasi dan Kesadaran: Meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat


tentang bahaya narkoba, efek negatifnya, dan risiko yang terkait. Kampanye publik,
program pendidikan di sekolah, serta informasi yang mudah diakses dapat membantu
mengedukasi masyarakat tentang bahaya narkoba.

2. Pengurangan Permintaan: Membangun program pencegahan narkoba yang bertujuan


mengurangi permintaan dan melibatkan komunitas, keluarga, serta individu. Program-
program ini dapat melibatkan pelatihan keterampilan hidup, konseling, dukungan
sosial, dan kegiatan alternatif yang sehat.

3. Pengawasan dan Penegakan Hukum: Meningkatkan pengawasan terhadap peredaran


narkoba, termasuk pencegahan penyelundupan, pengungkapan jaringan peredaran
narkoba, serta penegakan hukum terhadap pelaku. Kerjasama antara penegak hukum,
lembaga pemerintah, dan masyarakat penting untuk menghentikan peredaran narkoba.

4. Dukungan Rehabilitasi: Menyediakan layanan rehabilitasi yang komprehensif bagi


pecandu narkoba, termasuk layanan pemulihan medis, psikososial, dan dukungan
pasca-rehabilitasi. Pendekatan rehabilitasi dapat melibatkan terapi perilaku, konseling,
dan program pemulihan yang berkelanjutan.

Pencegahan Rokok:

1. Edukasi dan Kesadaran: Memberikan informasi yang jelas dan faktual tentang
bahaya merokok serta risiko kesehatan yang terkait. Kampanye edukasi yang kuat dan
jelas tentang bahaya merokok dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan
mempengaruhi perilaku konsumen.

2. Kebijakan Pemerintah: Mendorong dan mengimplementasikan kebijakan yang


bertujuan mengurangi prevalensi merokok, seperti peningkatan pajak rokok, larangan
merokok di tempat umum, pembatasan iklan rokok, dan peringatan kesehatan yang jelas
pada kemasan rokok.

3. Dukungan Berhenti Merokok: Memberikan dukungan dan sumber daya bagi mereka
yang ingin berhenti merokok. Program dukungan berhenti merokok yang melibatkan
konseling, terapi penggantian nikotin, dan kelompok dukungan dapat membantu
individu dalam mengatasi kecanduan dan memulai gaya hidup bebas rokok.

4. Pengawasan dan Penegakan Hukum: Mengawasi dan menegakkan kepatuhan


terhadap kebijakan dan peraturan terkait merokok, termasuk larangan merokok di
tempat umum dan penjualan rokok kepada anak di bawah umur.

Pencegahan dan penanganan narkoba dan rokok memerlukan kolaborasi antara


pemerintah, lembaga kesehatan, pendidikan, dan masyarakat secara luas. Melalui
pendekatan yang terpadu dan komprehensif, kita dapat mengurangi penggunaan
narkoba dan merokok serta melindungi masyarakat dari dampak buruk yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Muarifah, Alif, Nurul Hidayati Rofiah, Mujidin Mujidin, Zhooriyati Sehu Mohamad,
and Fitriana Oktaviani. 2022. "Students’ academic procrastination during the COVID-19
pandemic: How does adversity quotient mediate parental social support?." In Frontiers in
Education.

Sulfemi, Wahyu Bagja. 2018. "Pengaruh disiplin ibadah sholat, lingkungan sekolah,
dan intelegensi terhadap hasil belajar peserta didik mata pelajaran pendidikan agama Islam."
Edukasi: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan

Shaula, Dea Faustina, and Noor Hasyim. 2017 "Menanamkan konsep tata krama pada
anak melalui perancangan game edukasi." Jurnal Informatika Upgris

Habibah, Syarifah. 2015. "Akhlak dan etika dalam islam." Jurnal Pesona Dasar

Gumilar, Gumgum. "ETIKA PERGAULAN."

Mutiah, Tuty, Ilham Albar, A. Rafiq Fitriyanto, and A. Rafiq.2019. "Etika


Komunikasi dalam menggunakan Media Sosial." Jurnal Global Komunika.

Makarim, Mufti.2012 "Memaknai Kekerasan." Pusat Dokumentasi ELSAM

Sukardi, Didi. 2016. "Perlindungan Hukum Anak Korban Penelantaran Orang Tua
Berbasis Hukum Positif dan Islam." Mahkamah: Jurnal Kajian Hukum Islam

Sari, Ratna, Soni Akhmad Nulhaqim, and Maulana Irfan. 2015. "Pelecehan seksual
terhadap anak." Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Supramono, Gatot. 2004 "Hukum Narkoba Indonesia."

Hakameri, Cecen Suci, Nia Septia Lisa, and Nurul Latifa.2020 "Penyuluhan Rokok &
Narkoba Di SMP N 4 Siak Hulu." Prosiding Hang Tuah Pekanbaru

Anda mungkin juga menyukai