Anda di halaman 1dari 35

VAKSIN DASAR/BIAS

1. Tgl Pelaksanaan Kegiatan


18/11/2022
Judul Laporan Kegiatan
Pelaksanaan BIAS DT/TD di Sekolah Dasar (I)
Identitas Penerima Vaksin/Keterangan Terkait Penerima Vaksin
Siswa/i Kelas I,II,dan V SDN 23 Ranah
Latar Belakang
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/ meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit tertentu, sehingga bila suatu saat
terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I) antara lain TBC, Difteri, Tetanus, Hepatitis B, Pertusis,
Campak, Polio, radang selaput otak, dan radang paru-paru. Anak yang telah diberi
imunisasi akan terlindungi dari berbagai penyakit berbahaya tersebut, yang dapat
menimbulkan kecacatan atau kematian. Imunisasi merupakan salah satu intervensi
kesehatan yang terbukti paling cost-effective (murah), karena dapat mencegah dan
mengurangi kejadian kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat PD3I (PP DAN PTK
RI, 2014).
Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk melindungi
terhadap penyakit PD3I (Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) sampai
usia anak sekolah (Sundoroh, 2017). Penyelenggaraan program bulan imunisasi anak
sekolah (BIAS) ini berdasarkan keputusan Mentri Kesehatan RI tahun 2017 pasal 7
memutuskan bahwa imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar
sebagaimana ulangan imunisasi dasar untuk mempertahankan tingkat kekebalan dan
untuk memperpanjang masa perlindungan anak yang sudah mendapatkan imunisasi
dasar diberikan pada bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) yang diintegrasikan
dengan usaha kesehatan sekolah (Permenkes RI, 2017).

Permasalahan
1. Banyak orang tua yang tidak mau anaknya untuk diimunisasi
2. Banyak anak yang tidak mau diimunisasi
3. Banyak anak yang sedang sakit
4. Banyak anak yang tidak hadir
5. Kurang terorganisirnya antara pihak sekolah dengan orangtua

Perencanaan dan Intervensi


- Melakukan kerjasama dengan pihak sekolah untuk pelaksanaan BIAS,
memberitahu kepada pihak sekolah untuk jadwal pelaksanaan BIAS, dan
meminta bantuan untuk menginformasikan kepada pihak orangtua
- Pencatatan jumlah anak yang diimunisasi
Gambaran Pelaksanaan
Hari / tanggal: Jum’at, 18 November 2022
Pukul: 09.00 WIB - selesai
Acara: Penyuluhan dan Pemberian Imunisasi DT/TT
Tempat: SDN 23 Ranah
Petugas : 1 dokter internship, 2 pegawai puskesmas

Teknis:
- Edukasi pentingnya melengkapi imunisasi anak
- Pelaksanaan penyuntikan imunisasi kepada anak

Isi acara :
Kegiatan Imunisasi BIAS dilaksanakan di SDN 23 Ranah
Peserta BIAN : 34 anak mendapatkan imunisasi DT/TT, terdiri atas siswa/i kelas I, II,
dan V

Monitoring dan evaluasi :


- Pencatatan jumlah vaksin yang diberikan kepada anak
- Tidak sesuai antara banyak anak yang hadir dengan jumlah anak yang
diimunisasi.

2. Tgl Pelaksanaan Kegiatan


18/11/2022
Judul Laporan Kegiatan
Pelaksanaan BIAS DT/TD di Sekolah Dasar (II)
Identitas Penerima Vaksin/Keterangan Terkait Penerima Vaksin
Siswa/i Kelas I,II,dan V SD Kartika 1-10
Latar Belakang
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/ meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit tertentu, sehingga bila suatu saat
terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I) antara lain TBC, Difteri, Tetanus, Hepatitis B, Pertusis,
Campak, Polio, radang selaput otak, dan radang paru-paru. Anak yang telah diberi
imunisasi akan terlindungi dari berbagai penyakit berbahaya tersebut, yang dapat
menimbulkan kecacatan atau kematian. Imunisasi merupakan salah satu intervensi
kesehatan yang terbukti paling cost-effective (murah), karena dapat mencegah dan
mengurangi kejadian kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat PD3I (PP DAN PTK
RI, 2014).
Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk melindungi
terhadap penyakit PD3I (Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) sampai
usia anak sekolah (Sundoroh, 2017). Penyelenggaraan program bulan imunisasi anak
sekolah (BIAS) ini berdasarkan keputusan Mentri Kesehatan RI tahun 2017 pasal 7
memutuskan bahwa imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar
sebagaimana ulangan imunisasi dasar untuk mempertahankan tingkat kekebalan dan
untuk memperpanjang masa perlindungan anak yang sudah mendapatkan imunisasi
dasar diberikan pada bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) yang diintegrasikan
dengan usaha kesehatan sekolah (Permenkes RI, 2017).

Permasalahan
1. Banyak orang tua yang tidak mau anaknya untuk diimunisasi
2. Banyak anak yang tidak mau diimunisasi
3. Banyak anak yang sedang sakit
4. Banyak anak yang tidak hadir
5. Kurang terorganisirnya antara pihak sekolah dengan orangtua

Perencanaan dan Intervensi


- Melakukan kerjasama dengan pihak sekolah untuk pelaksanaan BIAS,
memberitahu kepada pihak sekolah untuk jadwal pelaksanaan BIAS, dan
meminta bantuan untuk menginformasikan kepada pihak orangtua
- Pencatatan jumlah anak yang diimunisasi
Gambaran Pelaksanaan
Hari / tanggal: Jum’at, 18 November 2022
Pukul: 10.00 WIB - selesai
Acara: Penyuluhan dan Pemberian Imunisasi DT/TT
Tempat: SD Kartika 1-10
Petugas : 1 dokter internship, 2 pegawai puskesmas

Teknis:
- Edukasi pentingnya melengkapi imunisasi anak
- Pelaksanaan penyuntikan imunisasi kepada anak

Isi acara :
Kegiatan Imunisasi BIAS dilaksanakan di SD Kartika 1-10
Peserta BIAN : 67 anak mendapatkan imunisasi DT/TT, terdiri atas siswa/i kelas I, II,
dan V

Monitoring dan evaluasi :


- Pencatatan jumlah vaksin yang diberikan kepada anak
- Tidak sesuai antara banyak anak yang hadir dengan jumlah anak yang
diimunisasi

3. Tgl Pelaksanaan Kegiatan


24/11/2022
Judul Laporan Kegiatan
Pelaksanaan BIAS DT/TD di Sekolah Dasar (III)
Identitas Penerima Vaksin/Keterangan Terkait Penerima Vaksin
Siswa/i Kelas I,II,dan V SDN 15 Belakang Pondok
Latar Belakang
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/ meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit tertentu, sehingga bila suatu saat
terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I) antara lain TBC, Difteri, Tetanus, Hepatitis B, Pertusis,
Campak, Polio, radang selaput otak, dan radang paru-paru. Anak yang telah diberi
imunisasi akan terlindungi dari berbagai penyakit berbahaya tersebut, yang dapat
menimbulkan kecacatan atau kematian. Imunisasi merupakan salah satu intervensi
kesehatan yang terbukti paling cost-effective (murah), karena dapat mencegah dan
mengurangi kejadian kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat PD3I (PP DAN PTK
RI, 2014).
Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk melindungi
terhadap penyakit PD3I (Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) sampai
usia anak sekolah (Sundoroh, 2017). Penyelenggaraan program bulan imunisasi anak
sekolah (BIAS) ini berdasarkan keputusan Mentri Kesehatan RI tahun 2017 pasal 7
memutuskan bahwa imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar
sebagaimana ulangan imunisasi dasar untuk mempertahankan tingkat kekebalan dan
untuk memperpanjang masa perlindungan anak yang sudah mendapatkan imunisasi
dasar diberikan pada bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) yang diintegrasikan
dengan usaha kesehatan sekolah (Permenkes RI, 2017).

Permasalahan
1. Banyak orang tua yang tidak mau anaknya untuk diimunisasi
2. Banyak anak yang tidak mau diimunisasi
3. Banyak anak yang sedang sakit
4. Banyak anak yang tidak hadir
5. Kurang terorganisirnya antara pihak sekolah dengan orangtua

Perencanaan dan Intervensi


- Melakukan kerjasama dengan pihak sekolah untuk pelaksanaan BIAS,
memberitahu kepada pihak sekolah untuk jadwal pelaksanaan BIAS, dan
meminta bantuan untuk menginformasikan kepada pihak orangtua
- Pencatatan jumlah anak yang diimunisasi
Gambaran Pelaksanaan
Hari / tanggal: Kamis, 24 November 2022
Pukul: 10.00 WIB - selesai
Acara: Penyuluhan dan Pemberian Imunisasi DT/TT
Tempat: SDN 15 Belakang Pondok
Petugas : 1 dokter internship, 2 pegawai puskesmas

Teknis:
- Edukasi pentingnya melengkapi imunisasi anak
- Pelaksanaan penyuntikan imunisasi kepada anak
Isi acara :
Kegiatan Imunisasi BIAS dilaksanakan di SDN 15 Belakang Pondok
Peserta BIAN : 30 anak mendapatkan imunisasi DT/TT, terdiri atas siswa/i kelas I, II,
dan V

Monitoring dan evaluasi :


- Pencatatan jumlah vaksin yang diberikan kepada anak
- Tidak sesuai antara banyak anak yang hadir dengan jumlah anak yang
diimunisasi

4. Tgl Pelaksanaan Kegiatan


08/12/2022
Judul Laporan Kegiatan
Pelaksanaan Imunisasi Dasar pada Posyandu Balita
Identitas Penerima Vaksin/Keterangan Terkait Penerima Vaksin
Balita Posyandu Anggrek 2
Latar Belakang
Di Indonesia, angka kematian bayi masih menjadi tantangan besar dalam upaya
pembangunan kesehatan. Beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami kemajuan
yang cukup signifikan dalam upaya penurunan kematian bayi, namun tingkat
kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara
anggota ASEAN, yaitu 1,3 kali melebihi Filipina, 1,8 kali melebihi Thailand dan 4,6
kali melebihi Malaysia.
Sebagian besar kematian anak dikarenakan oleh penyebab yang dapat dicegah, seperti
penyakit infeksi. Tuberkulosis (TB) masih merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas pada anak di dunia, sedangkan menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) penyakit campak masih menjadi penyabab utama kematian pada anak-anak
Indonesia. Penyakit infeksi seperti campak dan tuberkulosis merupakan dua dari
beberapa penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. Menurut WHO,
upaya yang dapat dilakukan untuk menekan angka kematian bayi tersebut adalah
dengan memberikan imunisasi. Program imunisasi yang dicanangkan oleh
Kementerian Kesehatan merupakan salah satu upaya preventif agar tidak terjangkit
penyakit tertentu, yaitu Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I),
antara lain tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, polio dan campak.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit tertentu. Imunisasi dapat mencegah
kematian setiap tahun di semua kelompok umur akibat difteri, tetanus, pertusis, dan
campak. Imunisasi bisa mencegah sekitar 2 sampai 3 juta kematian setiap tahun.
Namun, sekitar 19,4 juta bayi di dunia masih melewatkan imunisasi dasar lengkap.
Cakupan imunisasi global stagnan di angka 86% tanpa adanya perubahan yang
signifikan selama beberapa tahun terakhir. Sekitar 60% bayi tersebut berasal dari 10
negara, salah satunya Indonesia.
Permasalahan:
Ibu memiliki peran penting terhadap pemenuhan kebutuhan anak, terutama anak usia
0-5 tahun. Pada usia tersebut anak sangat bergantung pada ibu. Kesehatan dan
kesakitan anak sangat dipengaruhi oleh perilaku ibu dalam memberikan pengasuh.
Ibu diyakini sebagai orang tua yang paling tepat dalam memberikan perawatan pada
anak, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Segala sesuatu yang dilakukan ibu
akan berpengaruh pada anak, termasuk perilaku ibu dalam upaya pencegahan
penyakit melalui imunisasi. Ibu memiliki peran yang sangat penting pada pemberian
imunisasi pada anak. Berdasarkan penelitian, ketidakpatuhan ibu dalam pemberian
imunisasi dasar dipengaruhi oleh faktor usia, tingkat pendidikan ibu, persepsi
penerimaan vaksin terkait agama, kerentanan yang dirasakan ibu, isyarat untuk
bertindak ibu, manfaat yang dirasakan ibu, dan hambatan yang dirasakan ibu.
Permasalahan yang lain yang sering ditemukan, yaitu:
- Kehadiran peserta tidak mencapai 100%
- Masih kurangnya motivasi ibu untuk membawa anaknya ke posyandu untuk
imunisasi.
- Rendahnya pengetahuan ibu mengenai pentingnya imunisasi pada anak

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:


Sangat diperlukan edukasi terhadap para ibu terkait imunisasi dasar untuk anak, yang
kemudian dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman, sehingga dapat
meningkatkan program imunisasi ini dengan semakin banyaknya anak yang
diimunisasi.
Persiapan :
1. Menyiapkan posyandu yang sesuai dengan protokol kesehatan
2. Menyiapkan vaksin dan obat pertolongan pertama KIPI ke puskesmas
3. Menghubungi kader posyandu sehingga membantu menyiapkan alat dan bahan
untuk imunisasi
Gambaran Pelaksanaan
Hari / tanggal: Kamis/ 8 Desember 2022
Pukul: 09.00 WIB - selesai
Tempat: Posyandu Kasih Anggrek 2, Seberang Padang Selatan
Petugas: 1 dokter internship, 2 pegawai puskesmas
Peserta: 25 orang

Teknis
- Edukasi pentingnya melengkapi imunisasi anak.
- Pemberian imunisasi lengkap bagi balita yang belum melengkapi imunisasi

Isi acara :
- Kegiatan imunisasi dilaksanakan di Posyandu Anggrek 2, Seberang Padang
Selatan
- Jumlah balita : 57 orang
Peserta yang hadir: 25 orang
Yang mendapatkan imunisasi : 2 orang, yaitu 1 perempuan dan 1 laki-laki
1. An. NA, 1 tahun, perempuan: DPT-HB-HIB
2. An. B, 2 tahun, laki-laki: DPT-HB-HIB

Monitoring dan evaluasi :


- Pencatatan jumlah vaksin yang di berikan kepada balita.
- Tidak sesuai antara banyak balita dengan jumlah balita yang datang ke posyandu
untuk imunisasi.

5. Tgl Pelaksanaan Kegiatan


26/12/2022
Judul Laporan Kegiatan
Pelaksanaan Imunisasi Dasar pada Balita
Identitas Penerima Vaksin/Keterangan Terkait Penerima Vaksin
An. KVZ 5 bulan; An. FAR 1 tahun; An. OGS 4 bulan; An. JW 1 tahun
Latar Belakang
Di Indonesia, angka kematian bayi masih menjadi tantangan besar dalam upaya
pembangunan kesehatan. Beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami kemajuan
yang cukup signifikan dalam upaya penurunan kematian bayi, namun tingkat
kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara
anggota ASEAN, yaitu 1,3 kali melebihi Filipina, 1,8 kali melebihi Thailand dan 4,6
kali melebihi Malaysia.
Sebagian besar kematian anak dikarenakan oleh penyebab yang dapat dicegah, seperti
penyakit infeksi. Tuberkulosis (TB) masih merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas pada anak di dunia, sedangkan menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) penyakit campak masih menjadi penyabab utama kematian pada anak-anak
Indonesia. Penyakit infeksi seperti campak dan tuberkulosis merupakan dua dari
beberapa penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. Menurut WHO,
upaya yang dapat dilakukan untuk menekan angka kematian bayi tersebut adalah
dengan memberikan imunisasi. Program imunisasi yang dicanangkan oleh
Kementerian Kesehatan merupakan salah satu upaya preventif agar tidak terjangkit
penyakit tertentu, yaitu Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I),
antara lain tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, polio dan campak.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit tertentu. Imunisasi dapat mencegah
kematian setiap tahun di semua kelompok umur akibat difteri, tetanus, pertusis, dan
campak. Imunisasi bisa mencegah sekitar 2 sampai 3 juta kematian setiap tahun.
Namun, sekitar 19,4 juta bayi di dunia masih melewatkan imunisasi dasar lengkap.
Cakupan imunisasi global stagnan di angka 86% tanpa adanya perubahan yang
signifikan selama beberapa tahun terakhir. Sekitar 60% bayi tersebut berasal dari 10
negara, salah satunya Indonesia.
Permasalahan:
Ibu memiliki peran penting terhadap pemenuhan kebutuhan anak, terutama anak usia
0-5 tahun. Pada usia tersebut anak sangat bergantung pada ibu. Kesehatan dan
kesakitan anak sangat dipengaruhi oleh perilaku ibu dalam memberikan pengasuh.
Ibu diyakini sebagai orang tua yang paling tepat dalam memberikan perawatan pada
anak, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Segala sesuatu yang dilakukan ibu
akan berpengaruh pada anak, termasuk perilaku ibu dalam upaya pencegahan
penyakit melalui imunisasi. Ibu memiliki peran yang sangat penting pada pemberian
imunisasi pada anak. Berdasarkan penelitian, ketidakpatuhan ibu dalam pemberian
imunisasi dasar dipengaruhi oleh faktor usia, tingkat pendidikan ibu, persepsi
penerimaan vaksin terkait agama, kerentanan yang dirasakan ibu, isyarat untuk
bertindak ibu, manfaat yang dirasakan ibu, dan hambatan yang dirasakan ibu.
Permasalahan yang lain yang sering ditemukan, yaitu:
- Masih kurangnya motivasi ibu untuk membawa anaknya ke posyandu untuk
imunisasi.
- Rendahnya pengetahuan ibu mengenai pentingnya imunisasi pada anak

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:


Sangat diperlukan edukasi terhadap para ibu terkait imunisasi dasar untuk anak, yang
kemudian dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman, sehingga dapat
meningkatkan program imunisasi ini dengan semakin banyaknya anak yang
diimunisasi.
Persiapan :
1. Menyiapkan tempat untuk imunisasi di puskesmas yang sesuai dengan protokol
kesehatan
2. Menyiapkan vaksin dan obat pertolongan pertama KIPI
3. Menghubungi kader posyandu untuk mengingatkan para ibu bahwa dapat
melengkapi imunisasi anak di puskesmas
Gambaran Pelaksanaan
Hari / tanggal: Senin/ 26 Desember 2022
Pukul: 08.30 WIB - selesai
Tempat: Ruangan Vaksin Puskesmas Seberang Padang
Petugas: 1 dokter internship, 1 pegawai puskesmas, 1 mahasiswi kebidanan
Peserta: 4 orang

Teknis
- Edukasi pentingnya melengkapi imunisasi anak.
- Pemberian imunisasi lengkap bagi anak yang belum melengkapi imunisasi

Isi acara :
- Kegiatan imunisasi dilaksanakan di Puskesmas Seberang Padang
- Jumlah anak yang mendapatkan imunisasi 4 orang, yaitu:
1. An. KVZ, 5 bulan, perempuan: imunsasi DPT-HB-HIB
2. An. FAR, 1 tahun 8 bulan, laki-laki : imunisasi DPT-HB-HIB
3. An. OGS, 4 bulan, perempuan: imunisasi DPT-HB-HIB
4. An. JW, 1 tahun 1 bulan, laki-laki: imunisasi campak

Monitoring dan evaluasi :


- Pencatatan jumlah vaksin yang di berikan kepada balita.
- Masih sedikit orangtua yang membawa anaknya untuk diimunisasi.
VAKSIN COVID-19
1. Tgl Pelaksanaan Kegiatan
24/11/2022
Judul Laporan Kegiatan
Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19
Identitas Penerima Vaksin/Keterangan Terkait Penerima Vaksin
Peserta Vaksin COVID-19 Puskesmas Seberang Padang
Latar Belakang
Indonesia menghadapi beban ganda penyakit, yaitu penyakit menular dan penyakit
tidak menular. Perubahan pola penyakit tersebut sangat dipengaruhi antara lain oleh
perubahan lingkungan, perilaku masyarakat, transisi demografi, sosial ekonomi dan
sosial budaya. Prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM) terus meningkat dan pada
tahun 2016 berkontribusi pada 73% dari seluruh kematian di Indonesia. Peningkatan
beban akibat PTM sejalan dengan meningkatnya faktor risiko seperti hipertensi,
tingginya kadar gula darah, dan obesitas. Hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh
pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan merokok. Meningkatnya kasus
PTM diperkirakan akan menambah beban pemerintah dan masyarakat, karena
penanganannya membutuhkan biaya yang besar dan memerlukan teknologi tinggi.
Pada awal pandemi COVID-19, Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
merekomendasikan bahwa sistem perawatan kesehatan memprioritaskan kunjungan
mendesak dan menunda perawatan elektif untuk mengurangi penyebaran COVID-19
dalam pengaturan perawatan kesehatan. Konsekuensi dari pandemi ini adalah kurang
pemanfaatan layanan medis penting untuk pasien dengan kebutuhan kesehatan
mendesak dan darurat yang tidak terkait COVID-19 [1-3]. Ketika pandemi berlanjut,
sistem layanan kesehatan harus menyeimbangkan kebutuhan untuk menyediakan
layanan yang diperlukan sambil meminimalkan risiko bagi pasien dan tenaga
kesehatan. Salah satunya dengan kegiatan vaksinasi.

Permasalahan:
1. Pengetahuan masyarakat yang minim tentang vaksin COVID-19
2. Masyarakat masih banyak yang tidak mau untuk divaksin

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Dilakukan pendataan dan pengecekan tiket vaksin kepada peserta yang akan
melakukan vaksin awal maupun vaksin booster. Setiap peserta harus melakukan
skrining awal dan pemeriksaan tanda vital setelah itu akan dilakukan penyuntikan
vaksin.
Gambaran Pelaksanaan
Hari / tanggal: Kamis, 24 November 2022
Pukul: 08:00 WIB - Selesai
Tempat: Aula Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta Vaksin: 15 orang
1. Meja 1: Tempat pendaftaran peserta yang akan divaksinasi.
2. Meja 2: Peserta di ukur tekanan darah dan suhu.
3. Meja 3: Peserta akan discreening oleh dokter apakah peserta dapat divaksinasi
atau ditunda berdasarkan form screening vaksinasi. Jika peserta tidak ada
kontraindikasi maka peserta dapat diberikan vaksinasi, jika ada kontraindikasi
maka vaksinasi peserta ditunda dan dikonsultasikan ke dokter spesialis.
4. Meja 4: Tempat penyuntikan vaksin
5. Meja 5: Observasi peserta yang telah divaksin selama 30 menit, jika tidak ada
keluhan (KIPI) peserta dibolehkan pulang.

Monitoring dan Evaluasi:


1. Peserta tertib selama pelaksanaan vaksinasi
2. Dari vaksinasi yang telah dilakukan, tidak didapatkan pasien dengan tanda- tanda
KIPI yang berat
TRACING PENYAKIT MENULAR
1. Tgl Pelaksanaan Kegiatan
23/8/2022
Judul Laporan Kegiatan
Tracing Skabies
Identitas Target Tracing
An. I; 5 tahun; 100 cm; 24 kg; HR: 85x/menit, RR: 18x/menit, T: 36,7
Latar Belakang
Skabies (kudis) merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit tungau
Sarcoptes scabei yang mampu membuat terowongan dibawah kulit dan ditularkan
melaui kontak manusia. Penyakit ini akan berkembang pesat jika kondisi lingkungan
buruk dan tidak didukung dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Sarcoptes scabiei
menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti sela jari, siku, selangkangan. Scabies
banyak menyerang pada orang yang hidup dengan kondisi personal hygiene di bawah
standar atau buruk, sosial ekonomi rendah, kepadatan penduduk, dan perkembangan
demografik serta ekologik. Penularan skabies dapat terjadi ketika orang-orang tidur
bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah
yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, rumah tahanan, serta fasilitas-
fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas

Permasalahan
1. Masyarakat masih banyak yang mengalami penyakit skabies.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit skabies.
3. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit skabies.
4. Kurangnya perhatian pasien terhadap kebersihan diri dan lingkungan.

Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang penyakit skabies
Gambaran Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 23 Agustus 2022
Jam : 09.00 – 09.15
Tempat : Poli Anak Puskesmas Seberang Padang

Pasien: An. I; 5 tahun; 100 cm; 24 kg


Kontak Erat: 3 Orang ( Bapak, ibu, dan nenek pasien)
Kondisi Rumah: 2 Kamar (1 Kamar orang tua, 1 Kamar anak)

Informasi gejala orang serumah:


Bapak: Tidak ada gejala
Ibu: Tidak ada gejala
Nenek pasien: Memiliki keluhan dan gejala yang sama dengan pasien, nenek pasien
sekamar dengan pasien
Kegiatan yang dilakukan:
1. Menjelaskan tentang penyakit skabies.
2. Menjelaskan tentang penyebab penyakit skabies.
3. Menjelaskan tentang penanganan penyakit skabies.
4. Menjelaskan tentang pencegahan penyakit skabies.

Monitoring dan Evaluasi


1. Konseling berjalan dengan baik.
2. Adanya komunikasi dua arah.
3. Meningkatnya pengetahuan terhadap penyakit skabies.
4. Meningkatnya pengetahuan terhadap penyebab penyakit skabies.
5. Meningkatnya pengetahuan terhadap penanganan penyakit skabies.
6. Meningkatnya pengetahuan terhadap pencegahan penyakit skabies.
7. Meningkatnya perhatian terhadap kebersihan diri dan lingkungan.

2. Tgl Pelaksanaan Kegiatan


1/9/2022
Judul Laporan Kegiatan
Tracing Morbili
Identitas Pasien/Keterangan Terkait Pasien
An. AI; 2 tahun; 87 cm; 14 kg; HR: 96x/menit, RR: 18x/menit, T: 37,8
Latar Belakang
Penyakit campak di Indonesia sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan
yang harus ditangani karena kasus campak masih tinggi dan hampir di semua daerah
masih terdapat kejadian luar biasa. Salah satu faktor yang berhubungan dengan
kejadian campak adalah sumber daya manusia yang secara umum masih rendah
sehingga keberhasilan program kesehatan belum seperti apa yang diharapkan
khususnya program reduksi penyakit campak.
Di antara penyakit pada balita yang dapat dicegah dengan imunisasi campak adalah
penyebab utama kematian pada balita oleh karena itu pencegahan campak merupakan
faktor penting dalam mengurangi angka kematian balita.
Penyakit campak yang dikenal juga sebagai Morbili atau Measles, merupakan penyakit
yang sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus Paramyxoviridae (RNA),
90% anak yang tidak kebal akan terserang penyakit ini. Campak biasanya ditularkan
sewaktu seseorang menyedot virus campak yang telah dibatukkan atau dibersinkan ke
dalam udara oleh orang yang dapat menularkan penyakit. Penderita campak biasanya
dapat menularkan penyakit dari saat sebelum gejala timbul sampai empat hari setelah
ruam timbul.
Indonesia adalah negara ke-4 di dunia yang memiliki angka kesakitan dan kematian
terbesar akibat campak. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sekitar 1 juta orang
sakit dan 30 ribu anak Indonesia meninggal tiap tahun akibat penyakit ini atau setiap
20 menit, satu anak Indonesia meninggal akibat penyakit campak dan komplikasi
penyakit ikutan lainnya seperti radang paru-paru, diare, kebutaan, gangguan
pendengaran, dan encephalitis yang merusak otak.

Permasalahan
1. Masyarakat masih banyak yang mengalami penyakit campak.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit campak.
3. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap imunisasi campak.

Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang penyakit campak dan imunisasi campak.
Gambaran Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 1 September 2022
Jam : 10.00 – 10.15
Tempat : Poli Anak Puskesmas Seberang Padang

Pasien: An. AI; 2 tahun; 87 cm; 14 kg


Kontak Erat: 4 Orang ( Bapak, ibu, kakak pasien, dan adik pasien)
Kondisi Rumah: 1 Kamar (1 Kamar orang tua, 1 Kamar anak)

Informasi gejala orang serumah:


Bapak: Tidak ada gejala
Ibu: Tidak ada gejala
Kakak pasien: Tidak ada gejala
Adik pasien: Ada gejala demam, batuk, dan pilek

Kegiatan yang dilakukan:


1. Menjelaskan tentang penyakit campak.
2. Menjelaskan tentang penularan campak.
3. Menjelaskan tentang imunisasi campak.

Monitoring dan Evaluasi


1. Konseling berjalan dengan baik.
2. Adanya komunikasi dua arah.
3. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penyakit campak.
4. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap imunisasi campak.
PENAPISAN TB
1. Tgl Pelaksanaan Kegiatan
10/9/2022
Judul Laporan Kegiatan
Penapisan Kasus TB (I)
Identitas Target Tracing
Ny. S; 38 tahun; 153 cm; 45 kg
Latar belakang
Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini menyerang pada saluran pernafasan bagian
bawah melalui udara yang dihirup ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh yang lain melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfa, saluran pernafasan atau menyebar langsung ke bagian-bagian tubuh
yang lain. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak secara tuntas dapat
menimbulkan komplikasi dan bisa menyebabkan kematian (Kemenkes RI,2016).
Sumber penularanya adalah pasien TB paru BTA positif melalui percik renik dahak
yang dikeluarkannya. Namun pasien TB paru BTA negatif juga masih memiliki
kemungkinan menularkan penyakit TB paru jika hasil kultur positif atau kultur
negatif tapi hasil foto toraks adalah positif.Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan
secara tuntas dengan kerjasama yang baik antara penderita TB Paru dan tenaga
kesehatan atau lembaga kesehatan, sehingga penyembuhan pasien dapat dilakukan
secara maksimal. Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan
pasien dan dukungan dari keluarga.

Permasalahan
Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan pasien dan
dukungan dari keluarga. Tidak ada upaya dari diri sendiri atau motivasi dari keluarga
yang kurang memberikan dukungan untuk berobat secara tuntas akan mempengaruhi
kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat. Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan
secara tuntas dengan kerjasama yang baik antara penderita TB Paru dan tenaga
kesehatan atau lembaga kesehatan, sehingga penyembuhan pasien dapat dilakukan
secara maksimal. Tetapi banyak pasien yang tidak patuh untuk minum obat selama 6
bulan akhirnya banyak yang harus mengulang pada pengobatan pertama.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam Upaya Pelayanan Pencegahan dan
Pengobatan Penyakit Tuberculosis adalah dengan cara melakukan skrining
pemeriksaan sputum bagi mereka yang memiliki gejala dan pengobatan pada pasien
yang telah terkonfirmasi menderita penyakit Tuberculosis.
Gambaran Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Hari/tanggal : Sabtu/10 September 2022
Jam : 08.00-Selesai
Tempat : Aula Puskesmas Seberang Padang
Acara : Pengabdian Masyarakat Penjaringan Kasus TBC Kota Padang

Data Pasien:
Ny. S; 38 tahun; 153 cm; 45 kg
Alamat: Jl. Alang Laweh, Padang Selatan
a. Anamnesis
Gejala
- Batuk >14 hari (+)
- Sesak napas (+)
- Demam/meriang >14 hari (+)
- Berat badan turun (+), lebih kurang 2 kg dalam satu bulan ini
- Batuk darah (-)
- Berkeringat malam tanpa aktivitas (-)
- Gejala lainnya: Tidak ada
Faktor Risiko
- Kontak dengan Pasien TB (+)  suami pasien
- Ibu Hamil (+)
- DM (-)
- Umur >60 tahun (-)
- Perokok (-)
- Riw. Pengobatan TB (-)

b. Pemeriksaan Fisik
KU: ringan, TD: 110/70, HR: 85x/menit, RR: 18x/menit, T: 37
Mata: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax : SN vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: supel, timpani, NTE (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik

c. Pemeriksaan Penunjang
Pengambilan sputum dahak untuk pemeriksaan TCM

Monitoring dan Evaluasi


Ny S sangat kooperatif mendengarkan edukasi dan rencana pemeriksaan dahak untuk
menentukan apakah pasien menderita TB atau tidak. Pasien bersedia melakukan
pemeriksaan dahak. Setelah dilakukan pemeriksaan TCM pada pasien, hasilnya
adalah Negatif (-).

2. Tgl Pelaksanaan Kegiatan


10/9/2022
Judul Laporan Kegiatan
Penapasian Kasus TB (2)
Identitas Target Tracing
Tn. RE; 48 tahun; 170 cm; 73 kg
Latar belakang
Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini menyerang pada saluran pernafasan bagian
bawah melalui udara yang dihirup ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh yang lain melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfa, saluran pernafasan atau menyebar langsung ke bagian-bagian tubuh
yang lain. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak secara tuntas dapat
menimbulkan komplikasi dan bisa menyebabkan kematian (Kemenkes RI,2016).
Sumber penularanya adalah pasien TB paru BTA positif melalui percik renik dahak
yang dikeluarkannya. Namun pasien TB paru BTA negatif juga masih memiliki
kemungkinan menularkan penyakit TB paru jika hasil kultur positif atau kultur
negatif tapi hasil foto toraks adalah positif.Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan
secara tuntas dengan kerjasama yang baik antara penderita TB Paru dan tenaga
kesehatan atau lembaga kesehatan, sehingga penyembuhan pasien dapat dilakukan
secara maksimal. Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan
pasien dan dukungan dari keluarga.

Permasalahan
Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan pasien dan
dukungan dari keluarga. Tidak ada upaya dari diri sendiri atau motivasi dari keluarga
yang kurang memberikan dukungan untuk berobat secara tuntas akan mempengaruhi
kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat. Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan
secara tuntas dengan kerjasama yang baik antara penderita TB Paru dan tenaga
kesehatan atau lembaga kesehatan, sehingga penyembuhan pasien dapat dilakukan
secara maksimal. Tetapi banyak pasien yang tidak patuh untuk minum obat selama 6
bulan akhirnya banyak yang harus mengulang pada pengobatan pertama.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam Upaya Pelayanan Pencegahan dan
Pengobatan Penyakit Tuberculosis adalah dengan cara melakukan skrining
pemeriksaan sputum bagi mereka yang memiliki gejala dan pengobatan pada pasien
yang telah terkonfirmasi menderita penyakit Tuberculosis.
Gambaran Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Hari/tanggal : Sabtu/10 September 2022
Jam : 08.00-Selesai
Tempat : Aula Puskesmas Seberang Padang
Acara : Pengabdian Masyarakat Penjaringan Kasus TBC Kota Padang

Data Pasien:
Tn. RE; 48 tahun; 170 cm; 73 kg
Alamat: Jl. Koto Baru, Banuaran
a. Anamnesis
Gejala
- Batuk >14 hari (+)
- Sesak napas (+)
- Berat badan turun (+)
- Demam/meriang >14 hari (-)
- Batuk darah (-)
- Berkeringat malam tanpa aktivitas (-)
- Gejala lainnya: Tidak ada
Faktor Risiko
- Riw. Pengobatan TB (+)
- Kontak dengan Pasien TB (-)
- Ibu Hamil (-)
- DM (-)
- Umur >60 tahun (-)
- Perokok (-)

b. Pemeriksaan Fisik
KU: ringan, TD: 120/80, HR: 82x/menit, RR: 19x/menit, T: 36,7
Mata: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax : SN vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: supel, timpani, NTE (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik

c. Pemeriksaan Penunjang
Pengambilan sputum dahak untuk pemeriksaan TCM

Monitoring dan Evaluasi


Tn. RE sangat kooperatif mendengarkan edukasi dan rencana pemeriksaan dahak
untuk menentukan apakah pasien menderita TB atau tidak. Pasien bersedia
melakukan pemeriksaan dahak. Setelah dilakukan pemeriksaan TCM pada pasien,
hasilnya adalah Negatif (-).

3. Tgl Pelaksanaan Kegiatan


10/9/2022
Judul Laporan Kegiatan
Penapisan Kasus TB (3)
Identitas Target Tracing
Tn. BB; 54 tahun; 165 cm; 50 kg
Latar belakang
Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini menyerang pada saluran pernafasan bagian
bawah melalui udara yang dihirup ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh yang lain melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfa, saluran pernafasan atau menyebar langsung ke bagian-bagian tubuh
yang lain. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak secara tuntas dapat
menimbulkan komplikasi dan bisa menyebabkan kematian (Kemenkes RI,2016).
Sumber penularanya adalah pasien TB paru BTA positif melalui percik renik dahak
yang dikeluarkannya. Namun pasien TB paru BTA negatif juga masih memiliki
kemungkinan menularkan penyakit TB paru jika hasil kultur positif atau kultur
negatif tapi hasil foto toraks adalah positif.Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan
secara tuntas dengan kerjasama yang baik antara penderita TB Paru dan tenaga
kesehatan atau lembaga kesehatan, sehingga penyembuhan pasien dapat dilakukan
secara maksimal. Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan
pasien dan dukungan dari keluarga.

Permasalahan
Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan pasien dan
dukungan dari keluarga. Tidak ada upaya dari diri sendiri atau motivasi dari keluarga
yang kurang memberikan dukungan untuk berobat secara tuntas akan mempengaruhi
kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat. Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan
secara tuntas dengan kerjasama yang baik antara penderita TB Paru dan tenaga
kesehatan atau lembaga kesehatan, sehingga penyembuhan pasien dapat dilakukan
secara maksimal. Tetapi banyak pasien yang tidak patuh untuk minum obat selama 6
bulan akhirnya banyak yang harus mengulang pada pengobatan pertama.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam Upaya Pelayanan Pencegahan dan
Pengobatan Penyakit Tuberculosis adalah dengan cara melakukan skrining
pemeriksaan sputum bagi mereka yang memiliki gejala dan pengobatan pada pasien
yang telah terkonfirmasi menderita penyakit Tuberculosis.
Gambaran Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Hari/tanggal : Sabtu/10 September 2022
Jam : 08.00-Selesai
Tempat : Aula Puskesmas Seberang Padang
Acara : Pengabdian Masyarakat Penjaringan Kasus TBC Kota Padang

Data Pasien:
Tn. BB; 54 tahun; 165 cm; 50 kg
Alamat: Jl. Alang Laweh, Padang Selatan
a. Anamnesis
Gejala
- Batuk >14 hari (+)
- Sesak napas (+)
- Batuk darah (+), selama 1 minggu ini
- Berat badan turun (-)
- Demam/meriang >14 hari (-)
- Berkeringat malam tanpa aktivitas (-)
- Gejala lainnya: Tidak ada
Faktor Risiko
- Riw. Pengobatan TB (+)
- Perokok (+)
- Kontak dengan Pasien TB (-)
- Ibu Hamil (-)
- DM (-)
- Umur >60 tahun (-)

b. Pemeriksaan Fisik
KU: ringan, TD: 133/71, HR: 78x/menit, RR: 22x/menit, T: 36,8
Mata: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax : SN vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: supel, timpani, NTE (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik

c. Pemeriksaan Penunjang
Pengambilan sputum dahak untuk pemeriksaan TCM

Monitoring dan Evaluasi


Tn. BB sangat kooperatif mendengarkan edukasi dan rencana pemeriksaan dahak
untuk menentukan apakah pasien menderita TB atau tidak. Pasien bersedia
melakukan pemeriksaan dahak. Setelah dilakukan pemeriksaan TCM pada pasien,
hasilnya adalah Negatif (-).

4. Tgl Pelaksanaan Kegiatan


10/9/2022
Judul Laporan Kegiatan
Penapisan Kasus TB (4)
Identitas Target Tracing
Ny. S; 63 tahun; 160 cm; 58 kg
Latar belakang
Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini menyerang pada saluran pernafasan bagian
bawah melalui udara yang dihirup ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh yang lain melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfa, saluran pernafasan atau menyebar langsung ke bagian-bagian tubuh
yang lain. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak secara tuntas dapat
menimbulkan komplikasi dan bisa menyebabkan kematian (Kemenkes RI,2016).
Sumber penularanya adalah pasien TB paru BTA positif melalui percik renik dahak
yang dikeluarkannya. Namun pasien TB paru BTA negatif juga masih memiliki
kemungkinan menularkan penyakit TB paru jika hasil kultur positif atau kultur
negatif tapi hasil foto toraks adalah positif.Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan
secara tuntas dengan kerjasama yang baik antara penderita TB Paru dan tenaga
kesehatan atau lembaga kesehatan, sehingga penyembuhan pasien dapat dilakukan
secara maksimal. Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan
pasien dan dukungan dari keluarga.

Permasalahan
Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan pasien dan
dukungan dari keluarga. Tidak ada upaya dari diri sendiri atau motivasi dari keluarga
yang kurang memberikan dukungan untuk berobat secara tuntas akan mempengaruhi
kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat. Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan
secara tuntas dengan kerjasama yang baik antara penderita TB Paru dan tenaga
kesehatan atau lembaga kesehatan, sehingga penyembuhan pasien dapat dilakukan
secara maksimal. Tetapi banyak pasien yang tidak patuh untuk minum obat selama 6
bulan akhirnya banyak yang harus mengulang pada pengobatan pertama.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam Upaya Pelayanan Pencegahan dan
Pengobatan Penyakit Tuberculosis adalah dengan cara melakukan skrining
pemeriksaan sputum bagi mereka yang memiliki gejala dan pengobatan pada pasien
yang telah terkonfirmasi menderita penyakit Tuberculosis.
Gambaran Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Hari/tanggal : Sabtu/10 September 2022
Jam : 08.00-Selesai
Tempat : Aula Puskesmas Seberang Padang
Acara : Pengabdian Masyarakat Penjaringan Kasus TBC Kota Padang

Data Pasien:
Ny. S; 63 tahun; 160 cm; 58 kg
Alamat: Jl. Alang Laweh Koto, Padang Selatan
a. Anamnesis
Gejala
- Batuk >14 hari (+)
- Demam/meriang >14 hari (+)
- Sesak napas (-)
- Batuk darah (-)
- Berat badan turun (-)
- Berkeringat malam tanpa aktivitas (-)
- Gejala lainnya: Nafsu makan menurun (+)
Faktor Risiko
- Umur >60 tahun (+)
- Riw. Pengobatan TB (-)
- Perokok (-)
- Kontak dengan Pasien TB (-)
- Ibu Hamil (-)
- DM (-)

b. Pemeriksaan Fisik
KU: ringan, TD: 125/82, HR: 77x/menit, RR: 18x/menit, T: 37
Mata: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax : SN vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: supel, timpani, NTE (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik

c. Pemeriksaan Penunjang
Pengambilan sputum dahak untuk pemeriksaan TCM

Monitoring dan Evaluasi


Ny. S sangat kooperatif mendengarkan edukasi dan rencana pemeriksaan dahak untuk
menentukan apakah pasien menderita TB atau tidak. Pasien bersedia melakukan
pemeriksaan dahak. Setelah dilakukan pemeriksaan TCM pada pasien, hasilnya
adalah Negatif (-).

5. Tgl Pelaksanaan Kegiatan


10/9/2022
Judul Laporan Kegiatan
Penapisan Kasus TB (5)
Identitas Target Tracing
Tn. AP; 34 tahun; 160 cm; 54 kg
Latar belakang
Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini menyerang pada saluran pernafasan bagian
bawah melalui udara yang dihirup ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh yang lain melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfa, saluran pernafasan atau menyebar langsung ke bagian-bagian tubuh
yang lain. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak secara tuntas dapat
menimbulkan komplikasi dan bisa menyebabkan kematian (Kemenkes RI,2016).
Sumber penularanya adalah pasien TB paru BTA positif melalui percik renik dahak
yang dikeluarkannya. Namun pasien TB paru BTA negatif juga masih memiliki
kemungkinan menularkan penyakit TB paru jika hasil kultur positif atau kultur
negatif tapi hasil foto toraks adalah positif.Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan
secara tuntas dengan kerjasama yang baik antara penderita TB Paru dan tenaga
kesehatan atau lembaga kesehatan, sehingga penyembuhan pasien dapat dilakukan
secara maksimal. Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan
pasien dan dukungan dari keluarga.

Permasalahan
Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan pasien dan
dukungan dari keluarga. Tidak ada upaya dari diri sendiri atau motivasi dari keluarga
yang kurang memberikan dukungan untuk berobat secara tuntas akan mempengaruhi
kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat. Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan
secara tuntas dengan kerjasama yang baik antara penderita TB Paru dan tenaga
kesehatan atau lembaga kesehatan, sehingga penyembuhan pasien dapat dilakukan
secara maksimal. Tetapi banyak pasien yang tidak patuh untuk minum obat selama 6
bulan akhirnya banyak yang harus mengulang pada pengobatan pertama.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam Upaya Pelayanan Pencegahan dan
Pengobatan Penyakit Tuberculosis adalah dengan cara melakukan skrining
pemeriksaan sputum bagi mereka yang memiliki gejala dan pengobatan pada pasien
yang telah terkonfirmasi menderita penyakit Tuberculosis.
Gambaran Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Hari/tanggal : Sabtu/10 September 2022
Jam : 08.00-Selesai
Tempat : Aula Puskesmas Seberang Padang
Acara : Pengabdian Masyarakat Penjaringan Kasus TBC Kota Padang

Data Pasien:
Tn. AP; 34 tahun; 160 cm; 54 kg
Alamat: Jl. Pinang Bungkok, Lubuk Buaya, Koto Tangah
a. Anamnesis
Gejala
- Batuk >14 hari (+)
- Batuk darah (+), selama 2 bulan, hilang timbul
- Demam/meriang >14 hari (-)
- Sesak napas (-)
- Berat badan turun (-)
- Berkeringat malam tanpa aktivitas (-)
- Gejala lainnya: Nyeri dada terutama saat batuk
Faktor Risiko
- Perokok (+)
- Kontak dengan Pasien TB (+)  bapak pasien
- Umur >60 tahun (-)
- Riw. Pengobatan TB (-)
- Ibu Hamil (-)
- DM (-)
b. Pemeriksaan Fisik
KU: ringan, TD: 110/70, HR: 85x/menit, RR: 19x/menit, T: 37
Mata: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax : SN vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: supel, timpani, NTE (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik

c. Pemeriksaan Penunjang
Pengambilan sputum dahak untuk pemeriksaan TCM

Monitoring dan Evaluasi


Tn. AP sangat kooperatif mendengarkan edukasi dan rencana pemeriksaan dahak
untuk menentukan apakah pasien menderita TB atau tidak. Pasien bersedia
melakukan pemeriksaan dahak. Setelah dilakukan pemeriksaan TCM pada pasien,
hasilnya adalah Negatif (-).
PENGOBATAN TB
1. Tgl Pelaksanaan Kegiatan
28/10/2022
Judul Laporan Kegiatan
Pengobatan Kasus TB (1)
Identitas Pasien/Keterangan Terkait Pasien
Ny. DM; 39 tahun; 157 cm; 55 kg
Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di
berbagai belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Komitmen global dalam mengakhiri Tuberkulosis dituangkan dalam End TB Strategy
yang menargetkan penurunan kematian akibat Tuberkulosis hingga 90% pada tahun
2030 dibandingkan tahun 2015, pengurangan insiden Tuberkulosis sebesar 80% pada
tahun 2035 dibandingkan dengan tahun 2015. Dalam End TB strategy ditegaskan
bahwa target tersebut diharapkan tercapai dengan adanya inovasi, seperti
pengembangan vaksin dan obat TB dengan rejimen jangka pendek.
Elemen penting dalam program penanggulangan tuberkulosis adalah diagnosis dini
dan pemberian pengobatan yang tepat dan cepat. Apabila terlambat mendiagnosis dan
terlambat melakukan pengobatan maka dapat menjadi sumber penularan dan
meningkatkan periode penularan dalam masyarakat. Keterlambatan pengobatan
pasien (treatment delay) tuberkulosis paru dapat berasal dari pasien itu sendiri (patient
delay), dari petugas kesehatan (provider delay) dan sistem pelayanan (health system
delay).

Permasalahan
Prevalensi kejadian TB semakin meningkat karena penularan yang tidak bisa dicegah.
Beberapa kasus TB tidak terkontrol obat dan bahkan mengalami putus obat yang akan
menyebabkan penularan semakin meningkat.
Faktor risiko yang menyebabkan penularan semakin peningkat yaitu karena tingkat
Pendidikan rendah, ekonomi, kebersihan, merokok, dan lingkungan. Semakin rendah
pendidikan seseorang maka semakin besar risiko untuk menderita TB paru.
Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan yang nantinya berhubungan dengan upaya
pencarian pengobatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan
tentang TB semakin baik sehingga pengendalian agar tidak tertular dan upaya
pengobatan bila terinfeksi juga maksimal.
Penyakit TB paru selalu dikaitkan dengan kemiskinan. Menurut WHO, 90% penderita
TB di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin dan
hubungan keduanya bersifat timbal balik, dimana penyakit TB merupakan penyebab
kemiskinan dan karena kemiskinan maka manusia menderita TB. Keluarga yang
mempunyai pendapatan lebih tinggi akan lebih mampu untuk menjaga kebersihan
lingkungan rumah tangganya, menyediakan air minum yang baik, membeli makanan
yang jumlah dan kualitasnya memadai bagi keluarga mereka, serta mampu
membiayai pemeliharaan kesehatan yang mereka perlukan. Sedangkan masyarakat
dengan sosial ekonomi rendah mengakibatkan kondisi gizi yang buruk, perumahan
yang tidak sehat dan rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Sangat diperlukan kegiatan pencarian kasus menular TB di lingkungan masyarakat
sehingga dapat menurunkan angka penularannya. Kegiatan ini juga disertai dengan
membina keluarga melalui diskusi dan pemberian edukasi terkait TB. Adanya diskusi
ini, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan keluarga, sehingga meningkatkan
angka kesembuhan dan menurunkan angka penularan.
Pasien yang telah diketahui hasil pemeriksaan dahak positif TB harus dilakukan
monitoring dan dukungan dari berbagai pihak. Pengobatan TB membutuhkan waktu
minimal 6 bulan yang membutuhkan kepatuhan pasien. Selain itu, beberapa pasien
yang baru memulai pengobatan TB dapat mengalami efek samping obat yang hanya
membutuhkan observasi bahkan sampai membutuhkan pengobatan. Oleh karena itu,
pasien dalam pengobatan TB harus dilakukan observasi kepatuhan dan efek samping.
Gambaran Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Hari/tanggal : Jum’at/28 Oktober 2022
Jam : 08.00-Selesai
Tempat : Poli Umum Puskesmas Seberang Padang

Data Pasien:
Ny. DM; 39 tahun; 157 cm; 55 kg
S/ Pasien datang dengan keluhan utama batuk sejak 3 bulan yang lalu. Batuk
berdahak, dahak berwarna putih kental kekuningan. Demam (+), sekitar 1 bulan ini.
Demam dirasakan tidak terlalu tinggi, tidak menggigil, dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan (+). Berat badan turun (+), tapi pasien tidak mengetahui
berapa kilogram. Berkeringat malam tanpa aktivitas (+). Batuk darah (-). Sesak napas
(-).
RPD: Riw. TB paru sebelumnya tidak ada
RPK: Tidak ada
O/ KU: ringan, TD: 128/85, HR: 90x/menit, RR: 19x/menit, T: 37
Mata: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax : SN vesikuler, Rh +/+, Wh -/-
Abdomen: supel, timpani, NTE (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Susp. TB
P/ Pemeriksaan TCM

Monitoring Dan Evaluasi


Setelah dilakukan pemeriksaan TCM pada pasien, hasil TCM keluar pada tanggal 4
November 2022, yaitu MTB Detected, Rif Sensitif. Pengobatan TB dengan regimen
OAT Kategori 1 selama 6 bulan. Pasien diberikan OAT Kategori 1 selama 6 bulan
dengan tahap awal selama 56 hari dosis RHZE (150/75/400/275)mg dan tahap
lanjutan selama 16 minggu dosis RH (150/150)mg. Pengobatan berakhir sekitar
tanggal 20 April 2023.

2. Tgl Pelaksanaan Kegiatan


08/09/2022
Judul Laporan Kegiatan
Pengobatan Kasus TB (2)
Identitas Pasien/Keterangan Terkait Pasien
Tn. AT; 67 tahun; 165 cm; 43 kg
Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di
berbagai belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Komitmen global dalam mengakhiri Tuberkulosis dituangkan dalam End TB Strategy
yang menargetkan penurunan kematian akibat Tuberkulosis hingga 90% pada tahun
2030 dibandingkan tahun 2015, pengurangan insiden Tuberkulosis sebesar 80% pada
tahun 2035 dibandingkan dengan tahun 2015. Dalam End TB strategy ditegaskan
bahwa target tersebut diharapkan tercapai dengan adanya inovasi, seperti
pengembangan vaksin dan obat TB dengan rejimen jangka pendek.
Elemen penting dalam program penanggulangan tuberkulosis adalah diagnosis dini
dan pemberian pengobatan yang tepat dan cepat. Apabila terlambat mendiagnosis dan
terlambat melakukan pengobatan maka dapat menjadi sumber penularan dan
meningkatkan periode penularan dalam masyarakat. Keterlambatan pengobatan
pasien (treatment delay) tuberkulosis paru dapat berasal dari pasien itu sendiri (patient
delay), dari petugas kesehatan (provider delay) dan sistem pelayanan (health system
delay).

Permasalahan
Prevalensi kejadian TB semakin meningkat karena penularan yang tidak bisa dicegah.
Beberapa kasus TB tidak terkontrol obat dan bahkan mengalami putus obat yang akan
menyebabkan penularan semakin meningkat.
Faktor risiko yang menyebabkan penularan semakin peningkat yaitu karena tingkat
Pendidikan rendah, ekonomi, kebersihan, merokok, dan lingkungan. Semakin rendah
pendidikan seseorang maka semakin besar risiko untuk menderita TB paru.
Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan yang nantinya berhubungan dengan upaya
pencarian pengobatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan
tentang TB semakin baik sehingga pengendalian agar tidak tertular dan upaya
pengobatan bila terinfeksi juga maksimal.
Penyakit TB paru selalu dikaitkan dengan kemiskinan. Menurut WHO, 90% penderita
TB di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin dan
hubungan keduanya bersifat timbal balik, dimana penyakit TB merupakan penyebab
kemiskinan dan karena kemiskinan maka manusia menderita TB. Keluarga yang
mempunyai pendapatan lebih tinggi akan lebih mampu untuk menjaga kebersihan
lingkungan rumah tangganya, menyediakan air minum yang baik, membeli makanan
yang jumlah dan kualitasnya memadai bagi keluarga mereka, serta mampu
membiayai pemeliharaan kesehatan yang mereka perlukan. Sedangkan masyarakat
dengan sosial ekonomi rendah mengakibatkan kondisi gizi yang buruk, perumahan
yang tidak sehat dan rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Sangat diperlukan kegiatan pencarian kasus menular TB di lingkungan masyarakat
sehingga dapat menurunkan angka penularannya. Kegiatan ini juga disertai dengan
membina keluarga melalui diskusi dan pemberian edukasi terkait TB. Adanya diskusi
ini, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan keluarga, sehingga meningkatkan
angka kesembuhan dan menurunkan angka penularan.
Pasien yang telah diketahui hasil pemeriksaan dahak positif TB harus dilakukan
monitoring dan dukungan dari berbagai pihak. Pengobatan TB membutuhkan waktu
minimal 6 bulan yang membutuhkan kepatuhan pasien. Selain itu, beberapa pasien
yang baru memulai pengobatan TB dapat mengalami efek samping obat yang hanya
membutuhkan observasi bahkan sampai membutuhkan pengobatan. Oleh karena itu,
pasien dalam pengobatan TB harus dilakukan observasi kepatuhan dan efek samping.
Gambaran Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Hari/tanggal : Kamis/8 September 2022
Jam : 08.00-Selesai
Tempat : Poli Lansia Puskesmas Seberang Padang

Data Pasien:
Tn. AT; 67 tahun; 165 cm; 43 kg
S/ Pasien datang dengan keluhan utama batuk sejak 1 bulan yang lalu. Batuk tidak
berdahak. Demam (+), sekitar 1 bulan ini. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi, tidak
menggigil, dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan (+). Berat badan turun
(+), tapi pasien tidak mengetahui berapa kilogram. Berkeringat malam tanpa aktivitas
(+). Sesak napas (+). Batuk darah (-).
RPD: Riw. TB paru sebelumnya (-)
RPK: Tidak ada
Riw. Kebiasaan: Merokok (+), konsumsi alkohol (-), narkoba (-)
O/ KU: ringan, TD: 121/82, HR: 89x/menit, RR: 23x/menit, T: 37,3
Mata: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax : SN vesikuler, Rh +/+, Wh -/-
Abdomen: supel, timpani, NTE (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Susp. TB
P/ Pemeriksaan TCM
Monitoring Dan Evaluasi
Setelah dilakukan pemeriksaan TCM pada pasien, hasil TCM keluar pada tanggal 14
September 2022, yaitu MTB Detected, Rif Sensitif. Pasien diberikan OAT Kategori 1
selama 6 bulan dengan tahap awal selama 56 hari dosis RHZE (150/75/400/275)mg
dan tahap lanjutan selama 16 minggu dosis RH (150/150)mg. Pengobatan berakhir
sekitar tanggal 28 Februari 2023.

3. Tgl Pelaksanaan Kegiatan


10/09/2022
Judul Laporan Kegiatan
Pengobatan Kasus TB (3)
Identitas Pasien/Keterangan Terkait Pasien
Tn. A; 63 tahun; 155 cm; 39 kg
Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di
berbagai belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Komitmen global dalam mengakhiri Tuberkulosis dituangkan dalam End TB Strategy
yang menargetkan penurunan kematian akibat Tuberkulosis hingga 90% pada tahun
2030 dibandingkan tahun 2015, pengurangan insiden Tuberkulosis sebesar 80% pada
tahun 2035 dibandingkan dengan tahun 2015. Dalam End TB strategy ditegaskan
bahwa target tersebut diharapkan tercapai dengan adanya inovasi, seperti
pengembangan vaksin dan obat TB dengan rejimen jangka pendek.
Elemen penting dalam program penanggulangan tuberkulosis adalah diagnosis dini
dan pemberian pengobatan yang tepat dan cepat. Apabila terlambat mendiagnosis dan
terlambat melakukan pengobatan maka dapat menjadi sumber penularan dan
meningkatkan periode penularan dalam masyarakat. Keterlambatan pengobatan
pasien (treatment delay) tuberkulosis paru dapat berasal dari pasien itu sendiri (patient
delay), dari petugas kesehatan (provider delay) dan sistem pelayanan (health system
delay).

Permasalahan
Prevalensi kejadian TB semakin meningkat karena penularan yang tidak bisa dicegah.
Beberapa kasus TB tidak terkontrol obat dan bahkan mengalami putus obat yang akan
menyebabkan penularan semakin meningkat.
Faktor risiko yang menyebabkan penularan semakin peningkat yaitu karena tingkat
Pendidikan rendah, ekonomi, kebersihan, merokok, dan lingkungan. Semakin rendah
pendidikan seseorang maka semakin besar risiko untuk menderita TB paru.
Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan yang nantinya berhubungan dengan upaya
pencarian pengobatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan
tentang TB semakin baik sehingga pengendalian agar tidak tertular dan upaya
pengobatan bila terinfeksi juga maksimal.
Penyakit TB paru selalu dikaitkan dengan kemiskinan. Menurut WHO, 90% penderita
TB di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin dan
hubungan keduanya bersifat timbal balik, dimana penyakit TB merupakan penyebab
kemiskinan dan karena kemiskinan maka manusia menderita TB. Keluarga yang
mempunyai pendapatan lebih tinggi akan lebih mampu untuk menjaga kebersihan
lingkungan rumah tangganya, menyediakan air minum yang baik, membeli makanan
yang jumlah dan kualitasnya memadai bagi keluarga mereka, serta mampu
membiayai pemeliharaan kesehatan yang mereka perlukan. Sedangkan masyarakat
dengan sosial ekonomi rendah mengakibatkan kondisi gizi yang buruk, perumahan
yang tidak sehat dan rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Sangat diperlukan kegiatan pencarian kasus menular TB di lingkungan masyarakat
sehingga dapat menurunkan angka penularannya. Kegiatan ini juga disertai dengan
membina keluarga melalui diskusi dan pemberian edukasi terkait TB. Adanya diskusi
ini, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan keluarga, sehingga meningkatkan
angka kesembuhan dan menurunkan angka penularan.
Pasien yang telah diketahui hasil pemeriksaan dahak positif TB harus dilakukan
monitoring dan dukungan dari berbagai pihak. Pengobatan TB membutuhkan waktu
minimal 6 bulan yang membutuhkan kepatuhan pasien. Selain itu, beberapa pasien
yang baru memulai pengobatan TB dapat mengalami efek samping obat yang hanya
membutuhkan observasi bahkan sampai membutuhkan pengobatan. Oleh karena itu,
pasien dalam pengobatan TB harus dilakukan observasi kepatuhan dan efek samping.
Gambaran Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Hari/tanggal : Sabtu/10 September 2022
Jam : 08.00-Selesai
Tempat : Aula Puskesmas Seberang Padang

Data Pasien:
Tn. A; 63 tahun; 155 cm; 39 kg
S/ Pasien datang dengan keluhan utama batuk sejak 1 bulan yang lalu. Batuk
berdahak, dahak berwarna putih kental kekuningan. Demam (+), sekitar 1 bulan ini.
Demam dirasakan tidak terlalu tinggi, tidak menggigil, dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan (+). Berat badan turun (+), sekitar 2 kg selama 1 bulan ini
Berkeringat malam tanpa aktivitas (+). Sesak napas (+). Batuk darah (-).
RPD: Riw. TB paru (+) 8 tahun yang lalu
RPK: Tidak ada
Riw. Kebiasaan: Merokok (+), konsumsi alkohol (-), narkoba (-)
O/ KU: ringan, TD: 111/72, HR: 86x/menit, RR: 22x/menit, T: 37,3
Mata: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax : SN vesikuler, Rh +/+, Wh -/-
Abdomen: supel, timpani, NTE (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Susp. TB
P/ Pemeriksaan TCM

Monitoring Dan Evaluasi


Setelah dilakukan pemeriksaan TCM pada pasien, hasil TCM keluar pada tanggal 20
September 2022, yaitu MTB Detected, Rif Sensitif. Pengobatan TB dengan regimen
OAT Kategori 1 selama 6 bulan. Pasien diberikan OAT Kategori 1 selama 6 bulan
dengan tahap awal selama 56 hari dosis RHZE (150/75/400/275)mg dan tahap
lanjutan selama 16 minggu dosis RH (150/150)mg. Pengobatan berakhir sekitar
tanggal 6 Maret 2023.

4. Tgl Pelaksanaan Kegiatan


21/09/2022
Judul Laporan Kegiatan
Pengobatan Kasus TB (4)
Identitas Pasien/Keterangan Terkait Pasien
Tn. A; 52 tahun; 167 cm; 58 kg
Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di
berbagai belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Komitmen global dalam mengakhiri Tuberkulosis dituangkan dalam End TB Strategy
yang menargetkan penurunan kematian akibat Tuberkulosis hingga 90% pada tahun
2030 dibandingkan tahun 2015, pengurangan insiden Tuberkulosis sebesar 80% pada
tahun 2035 dibandingkan dengan tahun 2015. Dalam End TB strategy ditegaskan
bahwa target tersebut diharapkan tercapai dengan adanya inovasi, seperti
pengembangan vaksin dan obat TB dengan rejimen jangka pendek.
Elemen penting dalam program penanggulangan tuberkulosis adalah diagnosis dini
dan pemberian pengobatan yang tepat dan cepat. Apabila terlambat mendiagnosis dan
terlambat melakukan pengobatan maka dapat menjadi sumber penularan dan
meningkatkan periode penularan dalam masyarakat. Keterlambatan pengobatan
pasien (treatment delay) tuberkulosis paru dapat berasal dari pasien itu sendiri (patient
delay), dari petugas kesehatan (provider delay) dan sistem pelayanan (health system
delay).

Permasalahan
Prevalensi kejadian TB semakin meningkat karena penularan yang tidak bisa dicegah.
Beberapa kasus TB tidak terkontrol obat dan bahkan mengalami putus obat yang akan
menyebabkan penularan semakin meningkat.
Faktor risiko yang menyebabkan penularan semakin peningkat yaitu karena tingkat
Pendidikan rendah, ekonomi, kebersihan, merokok, dan lingkungan. Semakin rendah
pendidikan seseorang maka semakin besar risiko untuk menderita TB paru.
Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan yang nantinya berhubungan dengan upaya
pencarian pengobatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan
tentang TB semakin baik sehingga pengendalian agar tidak tertular dan upaya
pengobatan bila terinfeksi juga maksimal.
Penyakit TB paru selalu dikaitkan dengan kemiskinan. Menurut WHO, 90% penderita
TB di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin dan
hubungan keduanya bersifat timbal balik, dimana penyakit TB merupakan penyebab
kemiskinan dan karena kemiskinan maka manusia menderita TB. Keluarga yang
mempunyai pendapatan lebih tinggi akan lebih mampu untuk menjaga kebersihan
lingkungan rumah tangganya, menyediakan air minum yang baik, membeli makanan
yang jumlah dan kualitasnya memadai bagi keluarga mereka, serta mampu
membiayai pemeliharaan kesehatan yang mereka perlukan. Sedangkan masyarakat
dengan sosial ekonomi rendah mengakibatkan kondisi gizi yang buruk, perumahan
yang tidak sehat dan rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Sangat diperlukan kegiatan pencarian kasus menular TB di lingkungan masyarakat
sehingga dapat menurunkan angka penularannya. Kegiatan ini juga disertai dengan
membina keluarga melalui diskusi dan pemberian edukasi terkait TB. Adanya diskusi
ini, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan keluarga, sehingga meningkatkan
angka kesembuhan dan menurunkan angka penularan.
Pasien yang telah diketahui hasil pemeriksaan dahak positif TB harus dilakukan
monitoring dan dukungan dari berbagai pihak. Pengobatan TB membutuhkan waktu
minimal 6 bulan yang membutuhkan kepatuhan pasien. Selain itu, beberapa pasien
yang baru memulai pengobatan TB dapat mengalami efek samping obat yang hanya
membutuhkan observasi bahkan sampai membutuhkan pengobatan. Oleh karena itu,
pasien dalam pengobatan TB harus dilakukan observasi kepatuhan dan efek samping.
Gambaran Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Hari/tanggal : Rabu/21 September 2022
Jam : 08.00-Selesai
Tempat : Poli Umum Puskesmas Seberang Padang

Data Pasien:
Tn. A; 52 tahun; 167 cm; 58 kg
S/ Pasien datang dengan keluhan utama batuk sejak 2 bulan yang lalu. Batuk
berdahak, dahak berwarna putih kental kekuningan. Sesak napas (-). Demam (+),
sekitar 1 bulan ini. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi, tidak menggigil, dan
bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan (+). Berat badan turun (-). Berkeringat
malam tanpa aktivitas (+). Riw. batuk darah (+).
RPD: Tidak ada
RPK: Tidak ada
Riw. Kebiasaan: Merokok (+), konsumsi alkohol (-), narkoba (-)
O/ KU: ringan, TD: 130/80, HR: 80x/menit, RR: 20x/menit, T: 37
Mata: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax : SN vesikuler, Rh +/+, Wh -/-
Abdomen: supel, timpani, NTE (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Susp. TB
P/ Pemeriksaan TCM

Monitoring Dan Evaluasi


Setelah dilakukan pemeriksaan TCM pada pasien, hasil TCM keluar pada tanggal 26
September 2022, yaitu MTB Detected, Rif Sensitif. Pasien diberikan OAT Kategori 1
selama 6 bulan dengan tahap awal selama 56 hari dosis RHZE (150/75/400/275)mg
dan tahap lanjutan selama 16 minggu dosis RH (150/150)mg. Pengobatan berakhir
sekitar tanggal 12 Maret 2023.

5. Tgl Pelaksanaan Kegiatan


20/10/2022
Judul Laporan Kegiatan
Pengobatan Kasus TB (5)
Identitas Pasien/Keterangan Terkait Pasien
Tn. IB; 29 tahun; 166 cm; 57 kg
Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di
berbagai belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Komitmen global dalam mengakhiri Tuberkulosis dituangkan dalam End TB Strategy
yang menargetkan penurunan kematian akibat Tuberkulosis hingga 90% pada tahun
2030 dibandingkan tahun 2015, pengurangan insiden Tuberkulosis sebesar 80% pada
tahun 2035 dibandingkan dengan tahun 2015. Dalam End TB strategy ditegaskan
bahwa target tersebut diharapkan tercapai dengan adanya inovasi, seperti
pengembangan vaksin dan obat TB dengan rejimen jangka pendek.
Elemen penting dalam program penanggulangan tuberkulosis adalah diagnosis dini
dan pemberian pengobatan yang tepat dan cepat. Apabila terlambat mendiagnosis dan
terlambat melakukan pengobatan maka dapat menjadi sumber penularan dan
meningkatkan periode penularan dalam masyarakat. Keterlambatan pengobatan
pasien (treatment delay) tuberkulosis paru dapat berasal dari pasien itu sendiri (patient
delay), dari petugas kesehatan (provider delay) dan sistem pelayanan (health system
delay).

Permasalahan
Prevalensi kejadian TB semakin meningkat karena penularan yang tidak bisa dicegah.
Beberapa kasus TB tidak terkontrol obat dan bahkan mengalami putus obat yang akan
menyebabkan penularan semakin meningkat.
Faktor risiko yang menyebabkan penularan semakin peningkat yaitu karena tingkat
Pendidikan rendah, ekonomi, kebersihan, merokok, dan lingkungan. Semakin rendah
pendidikan seseorang maka semakin besar risiko untuk menderita TB paru.
Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan yang nantinya berhubungan dengan upaya
pencarian pengobatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan
tentang TB semakin baik sehingga pengendalian agar tidak tertular dan upaya
pengobatan bila terinfeksi juga maksimal.
Penyakit TB paru selalu dikaitkan dengan kemiskinan. Menurut WHO, 90% penderita
TB di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin dan
hubungan keduanya bersifat timbal balik, dimana penyakit TB merupakan penyebab
kemiskinan dan karena kemiskinan maka manusia menderita TB. Keluarga yang
mempunyai pendapatan lebih tinggi akan lebih mampu untuk menjaga kebersihan
lingkungan rumah tangganya, menyediakan air minum yang baik, membeli makanan
yang jumlah dan kualitasnya memadai bagi keluarga mereka, serta mampu
membiayai pemeliharaan kesehatan yang mereka perlukan. Sedangkan masyarakat
dengan sosial ekonomi rendah mengakibatkan kondisi gizi yang buruk, perumahan
yang tidak sehat dan rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Sangat diperlukan kegiatan pencarian kasus menular TB di lingkungan masyarakat
sehingga dapat menurunkan angka penularannya. Kegiatan ini juga disertai dengan
membina keluarga melalui diskusi dan pemberian edukasi terkait TB. Adanya diskusi
ini, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan keluarga, sehingga meningkatkan
angka kesembuhan dan menurunkan angka penularan.
Pasien yang telah diketahui hasil pemeriksaan dahak positif TB harus dilakukan
monitoring dan dukungan dari berbagai pihak. Pengobatan TB membutuhkan waktu
minimal 6 bulan yang membutuhkan kepatuhan pasien. Selain itu, beberapa pasien
yang baru memulai pengobatan TB dapat mengalami efek samping obat yang hanya
membutuhkan observasi bahkan sampai membutuhkan pengobatan. Oleh karena itu,
pasien dalam pengobatan TB harus dilakukan observasi kepatuhan dan efek samping.
Gambaran Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Hari/tanggal : Senin/10 Oktober 2022
Jam : 08.00-Selesai
Tempat : Poli Umum Puskesmas Seberang Padang

Data Pasien:
Tn. IB; 29 tahun; 166 cm; 57 kg
S/ Pasien datang dengan keluhan utama batuk sejak 3 minggu yang lalu. Batuk tidak
berdahak. Demam (+), sekitar 2 minggu ini. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi,
tidak menggigil, dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan (+). Berat badan
turun (+), tapi pasien tidak mengetahui berapa kilogram. Berkeringat malam tanpa
aktivitas (+). Sesak napas (-). Batuk darah (-).
RPD: Tidak ada
RPK: Kakak kandung pasien, tinggal serumah  saat ini sedang menjalani
pengobatan TB
Riw. Kebiasaan: Merokok (+), konsumsi alkohol (-), narkoba (-)
O/ KU: ringan, TD: 110/70, HR: 98x/menit, RR: 20x/menit, T: 36,9
Mata: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax : SN vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: supel, timpani, NTE (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Susp. TB
P/ Pemeriksaan TCM

Monitoring Dan Evaluasi


Setelah dilakukan pemeriksaan TCM pada pasien, hasil TCM keluar pada tanggal 22
Oktober 2022, yaitu MTB Detected, Rif Sensitif. Pasien diberikan OAT Kategori 1
selama 6 bulan dengan tahap awal selama 56 hari dosis RHZE (150/75/400/275)mg
dan tahap lanjutan selama 16 minggu dosis RH (150/150)mg. Pengobatan berakhir
sekitar tanggal 7 April 2023.

Anda mungkin juga menyukai