Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PERPAJAKAN II

MAKALAH

KELOMPOK 4

Anggota :

1. Annisa Nuril Haqi


2. Ridho Viqi
3. Alfahlullah Firdaus

Dosen Pengampu : Fitra Oliyan, S.S.T., M.Si.

2A D4 AKUNTANSI
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah perpajakan tentang PPh pasal
25 ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah Perpajakan II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
mengenali dan mengetahui lebih dalam tentang PPh pasal 25 yang tercakup didalamnya yaitu,
subjek dan objek PPh pasal 25, pemungut PPh pasal 25, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 25.
Terlebih dahulu, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibuk Fitra Oliyan, S.S.T., M.Si selaku
dosen mata kuliah Perpajakan II yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terhadap perpajakan. Kemudian, kami menyadari bahwa
tugas yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun kami butuhkan demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 11 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................................................3

BAB I...............................................................................................................................................3

PENDAHULUAN...........................................................................................................................3

Latar Belakang.............................................................................................................................3

BAB II.............................................................................................................................................4

PEMBAHASAN..............................................................................................................................4

1. Defenisi PPh pasal 25...........................................................................................................4

2. Dasar Hukum PPh Pasal 25..................................................................................................4

3. Subjek dan Objek PPh Pasal 25............................................................................................5

4. Pemungut atau Pemotong PPh pasal 25................................................................................5

5. Perhitungan PPh pasal 25.....................................................................................................5

6. Tarif PPh pasal 25.................................................................................................................7

7. Penyetoran dan Pelaporan PPh pasal 25...............................................................................8

BAB III..........................................................................................................................................10

PENUTUP.....................................................................................................................................10

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil
dan sejahtera, aman, tentram dan tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi
masyarakat. Untuk mencapai tujuan yang dimaksudkan, pembangunan nasional yang
dilaksanakan secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata diseluruh tanah air,
memerlukan biaya yang besar yang harus digali terutama dari kemampuan sendiri. Dalam
rangka kemandirian, pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor
pajak.
Pajak merupakan iuran wajib kepada negara yang bersifat memaksa dan diatur dalam
undang-undang. Tidak cukup hanya dengan mengetahui bahwa membayar pajak adalah
kewajiban kepada negara, sehingga warga negara yang baik juga dituntut pengetahuannya
akan dasar-dasar ilmu perpajakan dan perhitungan serta pelaporannya, karena ilmu
perpajakan ini tidak hanya untuk dipelajari oleh kalangan tertentu saja.
Di Indonesia pajak mempunyai nilai yang cukup tinggi dalam pendapatan kas negara. Dari
pajak tersebut pemerintah dapat menggunakan untuk membiayai kepentingan umum seperti
kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya.
Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan negara. Penggunaan pajak
yang sebagai sumber pendapatan negara tersebut tidak jauh dari pengawasan menteri
keuangan. Dikarenakan menteri keuangan mempunyai wewenang untuk memberikan izin
dalam penggunaan kas negara yang bersumber dari pajak tersebut.
Pajak sebagai salah satu sumber pendapatan negara ini pun berasal dari warga negara yang
diharuskan membayar tanpa mengharapkan imbalan. Karna tanpa mereka meminta imbalan
kepada negara, negara telah memenuhi hak mereka berupa dalam bentuk fasilitas.

Salah satu bentuk pajak yaitu, PPh pasal 25. Dalam rangka untuk memahami tentang apa itu
PPh pasal 25, bagaimana cara menghitung dan melaporkannya lalu, aturan-aturan apa saja
yang harus diperhatikan. Maka dibuatlah makah tentang PPh pasal 25 ini.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Defenisi PPh pasal 25


PPh pasal 25 adalah pajak penghasilan orang pribadi atau badan yang dibayar secara
angsuran setiap bulannya oleh wajib pajak. Batas penghasilan kena PPH 25 ditetapkan
sebesar Rp 4.800.000 per bulan. Artinya, wajib pajak yang memperoleh penghasilan di
atas batas tersebut akan dikenakan PPH 25. Jika terjadi keterlambatan dalam menyetor
maupun melapor PPh pasal 25 maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang
berlaku. Sanksi atas ketidakpatuhan dalam membayar dan melaporkan PPH 25 dapat
berupa denda dan/atau bunga dari jumlah pajak yang belum dibayar. Selain itu, wajib
pajak juga dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan atau denda atas pelanggaran
peraturan perpajakan.

Berikut denda dan sanksi administratif yang dikenakan atas ketidakpatuhan dalam
membayar dan melaporkan PPh pasal 25.

 Denda Administratif: Sanksi ini dikenakan apabila wajib pajak tidak memenuhi
kewajiban pelaporan dan/atau pembayaran PPH 25 pada waktu yang telah
ditentukan. Denda administratif yang dikenakan sebesar 2% per bulan dari jumlah
pajak yang belum atau telat dibayarkan, dengan batas maksimal 48%.

 Sanksi Bunga: Sanksi ini dikenakan apabila wajib pajak tidak membayar pajak
PPH 25 pada waktu yang telah ditentukan.

2. Dasar Hukum PPh Pasal 25


Dasar hukum Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPH 25) di Indonesia adalah Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016. Pada Pasal 25 Undang-Undang tersebut
disebutkan bahwa Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari bentuk usaha atau
kegiatan yang dilakukan oleh orang atau badan yang tidak memiliki NPWP atau memiliki
NPWP tetapi tidak memenuhi ketentuan untuk menyampaikan SPT Pajak Penghasilan,
dikenai PPh 25 sebesar 2% atas nilai bruto penghasilan yang diterima.
Selain itu, ketentuan pelaksanaan lebih lanjut terkait PPH 25 juga diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengenaan,
Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 atas Penghasilan dari Usaha atau
Kegiatan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Tidak Memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak atau Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak tetapi Tidak Memenuhi Ketentuan
untuk Menyampaikan Surat Pemberitahuan. Ketentuan dasar hukum tersebut menjadi
landasan bagi pelaksanaan pungutan, pelaporan, dan pengawasan PPH 25 di Indonesia.

3. Subjek dan Objek PPh Pasal 25


Subjek PPh 25: Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha, seperti
sebagai pedagang pengecer atau penyerahan jasa

Objek PPh 25: Penghasilan yang diperoleh oleh orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan usaha

4. Pemungut atau Pemotong PPh pasal 25


Pajak penghasilan jenis PPh Pasal 25 ini tidak ada pihak yang memungut atau
pemotongnya, akan tetapi wajib pajak badan atau wajib pajak pribadi yang melakukan
usaha ini menyetor sendiri kewajiban PPh 25 ini dan tidak bisa diwakilkan.

5. Perhitungan PPh pasal 25


Sesuai dengan aturan PPh Pasal 25 ayat 1 besar angsuran pajak dalam tahun pajak
berjalan yang harus dibayarkan wajib pajak setiap bulannya ialah sebesar PPh terutang
menurut Surat Pemberitahuan Tahunan PPh tahun pajak, dikurangi dengan:

 PPh dipotong sesuai Pasal 21 dan Pasal 23 serta PPh dipungut sesuai Pasal 22
 Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, boleh
dikreditkan sesuai Pasal 24, kemudian dibagi dengan 12 bulan atau banyaknya
bulan dalam bagian tahun pajak.
Penjelasan perhitungan angsuran PPh pasal 25:

1) Perhitungan PPh Pasal 25 Ayat 1

PPh yang terutang berdasarkan SPT Tahunan dikurangi dengan PPh yang dipotong pemberi
kerja (Pasal 21), PPh yang dipungut oleh pihak lain (Pasal 22), PPh yang dipotong oleh pihak
lain (Pasal 23), dan kredit PPh luar negeri (Pasal 24). Kemudian, besaran angsuran pajak
dibagi 12 bulan. Apabila penghasilan yang diterima atau diperoleh meliputi masa 6 bulan,
maka besarnya angsuran bulanan dibagi 6 bulan.

2) Perhitungan PPh Pasal 25 Ayat 2

Besar angsuran pajak pada bulan-bulan sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan sebelum
batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah sama dengan angsuran pajak bulan terakhir
dari tahun pajak yang lalu.

3) Perhitungan PPh Pasal 25 Ayat 4

Jika dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang
lalu, besar angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat tersebut dan berlaku mulai
bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP atau Surat Ketetapan Pajak.

Sebagai informasi tambahan, Direktur Jenderal Pajak (DJP) memiliki wewenang untuk
menetapkan penghitungan besar angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan, yaitu wajib
pajak berhak mendapatkan kompensasi kerugian; wajib pajak memperoleh penghasilan tidak
teratur; SPT Tahunan PPh tahun lalu disampaikan setelah melewati batas waktu yang telah
ditentukan; wajib pajak diberikan tambahan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh;
wajib pajak membetulkan SPT Tahunan PPh akibat angsuran bulanan lebih besar dari
angsuran sebelum pembetulan; Terjadi perubahan keadaan kegiatan atau usaha wajib pajak.

6. Tarif PPh pasal 25


Wajib Pajak Orang Pribadi

 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang melakukan
usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa dengan satu atau lebih
tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing
tempat usaha.

 Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu pekerja
bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT =
Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).

Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:

 Penghasilan 0 – Rp60 juta = 5%


 Penghasilan Rp60 juta – Rp250 juta = 15%
 Penghasilan Rp250 juta – Rp500 juta = 25%
 Penghasilan Rp500 juta – Rp 5 miliar = 30%
 Penghasilan di atas Rp 5 miliar = 35%

Wajib Pajak Badan

Pembayaran angsuran PPh 25 untuk Wajib Pajak Badan yaitu = Penghasilan Kena
Pajak (PKP) x 22% , berlaku pada tahun pajak 2022(Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b
UU PPh) / 12 bulan.

Contoh Soal:

Jumlah Pajak Penghasilan Tuan Purnama yang terutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh
2014 sebesar Rp50.000.000. Jumlah kredit pajak Tuan Purnama pada tahun 2014 adalah
Rp21.500.000, dengan rincian sebagai berikut:

• PPh Pasal 21 Rp10.000.000

• PPh Pasal 22 Rp5.000.000

• PPh Pasal 23 Rp3.000.000

• PPh Pasal 24 Rp3.500.000

Berapa besarnya angsuran PPh Pasal 25 Tuan Purnama untuk tahun 2015?

Jawaban:
PPh terutang tahun 2014 Rp 50.000.000

PPh Pasal 21 Rp 10.000.000

PPh Pasal 22 Rp 5.000.000

PPh Pasal 23 Rp 3.000.000

PPh Pasal 24 Rp 3.500.000

Jumlah kredit pajak (Rp 21.500.000)

Dasar perhitungan PPh pasal 25 tahun 2015 Rp 28.500.000

PPh pasal 25 tahun 2015 = Rp 28.500.000/12 = Rp 2.375.000

7. Penyetoran dan Pelaporan PPh pasal 25


Penyetoran angsuran PPh pasal 25 dilakukan paling lambat yaitu pada tanggal 15 di
bulan berikutnya. Misal, untuk angsuran PPh pasal 25 bulan Mei batas waktu
penyetorannya yaitu tanggal 15 Juni. Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-22/PJ/2008 pada 21 Mei 2008, pembayaran harus dilakukan dengan membawa
Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen sejenisnya.

Batas waktu pelaporan PPh pasal 25 yaitu selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak
berakhir. Pelaporan tersebut dilakukan dengan menyampaikan SPT.

Bagi wajib pajak pengusaha tertentu, berlaku ketentuan sebagai berikut:

 Jika Wajib Pajak memiliki beberapa tempat usaha dalam satu wilayah kerja kantor
pelayanan pajak, maka harus mendaftarkan masing-masing tempat usahanya di
kantor pelayanan pajak yang bersangkutan.

 Wajib Pajak yang memiliki beberapa tempat lebih dari satu wilayah kerja kantor
pelayanan pajak, maka harus mendaftarkan setiap tempat tempat usahanya di kantor
pelayanan pajak masing-masing tempat usaha Wajib Pajak berkedudukan
 SPT tahunan PPh harus disampaikan dikantor pelayanan pajak tempat domisili Wajib
Pajak terdaftar dengan batas waktu seperti pada ketentuan butir 2.
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa PPh pasal 25 adalah angsuran pajak
penghasilan yang harus dibayar oleh wajib pajak orang pribadi atau badan yang memiliki sebuah
usaha yang dikenakan pajak. Subjeknya sendiri yaitu wajib pajak orang pribadi atau badan
tersebut. Lalu, objeknya adalah penghasilan dari wajib pajak orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan usaha. PPh pasal 25 tidak memiliki pemungut atau pemotong karena yang
menghitungnya adalah wajib pajak itu sendiri. Mereka harus melaporkakn dan menyetorkan
angsuran pajaknya sendiri karena hal itu tidak bisa diwakilkan oleh orang lain.

Anda mungkin juga menyukai