Anda di halaman 1dari 109

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK PENERANGAN

JALAN TERHADAP PAJAK DAERAH DI KABUPATEN BEKASI

TAHUN 2019 - 2021

SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan guna Memperoleh Gelar
Sarjana Administrasi Publik (S.A.P) Program Studi Strata Satu
Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI

Disusun Oleh :

INDAH HANDAYANI
NPM : CA116112404
Program Studi : Ilmu Administrasi Publik

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN MANAJEMEN STIAMI
JAKARTA
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

pembangunan nasional yang dilaksanakan berdasarkan prinsip

otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang

memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja

daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena

itu, pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian dari

pembangunan daerah secara menyeluruh (Midiyati, 2014).

Perencanaan daerah yang efektif harus bisa membedakan apa

yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan

menggunakan sumberdaya-sumberdaya pembangunan sebaik

mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat

dari informasi yang lengkap yang tersedia pada tingkat daerah karena

kedekatan para perencananya dengan obyek perencanaan untuk

mengetahui kemampuan local dan meningkatkan kinerja keuangan

dalam rangka mewujudkan kemandirian daerah (Wahyu, 2013).

Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional selalu

berhubungan dengan keberhasilan kebijakan yang diputuskan oleh

pemerintah pusat. Pemerintah pusat menerapkan desntralisasi

dimana kekuasaan untuk mengelola keuangan daerahnya masing-

masing dilakukan oleh pemerintah daerah, hal ini dilakukan agar

2
kedepannya daerah akan memiliki kemampuan untuk membiayai

pembangunan daerahnya sendiri sesuai prinsip daerah otomnom

yang nyata (Haniz, 2016).

Otonomi daerah adalah langkah pemerintah daerah dalam

pengambilan keputusan daerah secara menyeluruh untuk mengelola

sumberdaya yang dimiliki sesuai dengan potensi dan keinginan

pemerintah daerah itu sendiri. Otonomi bagi pemerintah daerah telah

ditetapkan oleh pemerintah pusat. Otonomi yang diberikan kepada

daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan memberikan

wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya,

nyata dan bertanggungjawab disertai dengan kewenangan mengatur

dan mengurus rumah tangganya

memerlukan dukungan tersedianya pendapatan daerah yang

memadai (Yunita, 2016).

Pada pertengahan Tahun 1988 ada perubahan Undang-

Undang, Melalui UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah

yang selanjutnya digantikan dengan UU No. 32 Tahun 2004 diatur

mengenai pembagian kewenangan dan kewajiban antara pemerintah

pusat dan pemerintah daerah. Dengan adanya UU No. 32 Tahun

2004, pemerintah daerah diharapkan dapat lebih mandiri untuk

mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. Dibandingkan pada era

sentralistik, pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke

pemerintah daerah menimbulkan tanggungjawab yang lebih besar

pada pemerintah daerah.

Untuk bisa melaksanakan tanggungjawabnya dalam

3
membangun daerah, terdapat fungsi-fungsi keragaman yang

pemerintah daerah harus pahami. Menurut Undang-Undang No. 32

Tahun 2004 pemerintah daerah mempunyai tiga fungsi. Pertama,

pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Kedua,

menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan

yang menjadi urusan pemerintahan dengan tujuan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing

daerah. Ketiga, pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan

pemerintahan memiliki hubungan pemerintahan pusat dengan

pemerintah daerah. Dimana hubungan tersebut meliputi wewenang,

keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan

sumber daya lainnya.

Untuk menjalankan funsgi-fungsi tersebut, pemerintah daerah

mengharapkan kemampuan keuangan daerah yang baik. Keuangan

daerah merupakan faktor pening dalam pemerintahan daerah. Selain

memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahannya, otonomi daerah juga

berfungsi untuk memberikan kewenangan kepada daerah untuk

mengatur keuangan daerahnya melalui desentralisasi fiskal.

Desentralisasi fiskal di Indonesia berbentuk pemberian transfer

kepada daerah berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus dan

penyesuaian, serta dalam bentuk instrument peningkatan potensi

pendapatan asli daerah (PAD) (Mardiasmo, 2016).

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

4
Pasal 157 dan disempurnakan Undang-Undang, sumber-sumber

pendapatan asli daerah yang kemudian disebut PAD terdiri dari: (1)

hasil pajak daerah; (2) hasil retribusi daerah; (3) hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan; dan (4) lain-lain PAD yang sah. Di

masa otonomi daerah seperti sekarang ini, salah satu sumber

pendapatan asli daerah tersebut yang dapat diandalkan guna

mendukung pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan suatu

daerah adalah pajak daerah (Sari, 2012).

Pajak daerah di Indonesia menurut UU 28 Tahun 2009 adalah

iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada

daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat

dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, dan yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintah daerah dan pembangunan daerah.( UU 28 Tahun 2009 ).

Pajak daerah dibagi menjadi dua, yaitu pajak provinsi dan pajak

kabupaten/kota. Pajak daerah yang termasuk ke dalam pajak provinsi

antara lain Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air,

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; Pajak Pengambilan dan

Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan; Pajak Rokok.

Pajak daerah yang digolongkan sebagai pajak kabupaten/kota yaitu

Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak

Parkir; Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; Pajak Sarang

Burung Walet; Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Pajak

Penerangan Jalan (Dotulong, 2016).


5
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi mengenai Pajak

Daerah No. 1 Tahun 2011 adalah pajak atas penggunaan tenaga

listrik, baik yang dihasilkan sendiri atau yang diperoleh dari sumber

lain. Pajak Penerangan Jalan merupakan salah satu pajak yang

memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan penerimannya,

namun kenyataannya pajak tersebut sampai saat ini tidak pernah

mampu mencapai target yang ditetapkan. Salah satu faktor yang

dianggap memberi pengaruh terhadap kondisi demikian adalah belum

optimalnya pelaksanaan pemungutan Pajak Penerangan Jalan, serta

masih lemah dan kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh

aparatur petugas pajak di Kabupaten Bekasi. Sumber

penerimaan terbesar pada PAD Kabupaten Bekasi berasal dari pajak

daerah yang salah satunya adalah pajak penerangan jalan

(Aristanti, 2016).

Tabel I.1

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan

Kabupaten Bekasi tahun 2019-2021

Tahu Target (Rp) Realisasi (Rp) Capaian %

2019 493.191.131.096 311.795.506.420 63,22%

2020 350.000.000.000 352.436.804.465 100,70%

2021 340.817.145.399 355.244.474.867 104,23%

Sumber : Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Bekasi

6
Berdasarkan fenomena di atas dapat dilihat dari Laporan

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan

Kabupaten Bekasi bahwa pada tahun 2019 capaian pajak

penerangan jalan yang diterima sebesar 63,22% dengan target yang

ditentukan sebesar Rp 493.191.131.096 dan realisasi dari pajak

penerangan jalan yang diterima sebesar Rp 311.795.506.420. Pada

tahun 2020, penerimaan pajak penerangan jalan mengalami

peningkatan dari tahun sebelumnya dengan capaian pajak

penerangan jalan yang diterima pada tahun 2020 sebesar 100,70%

dengan target yang ditentukan sebesar Rp 350.000.000.000 dan

realisasi pajak penerangan jalan yang diterima sebesar Rp

352.436.804.465. Sedangkan pada tahun 2021 capaian pajak yang

diterima 104,23% dengan target yang ditentukan sebesar Rp

340.817.145.399 dan realisasi pajak yang diterima dari penerangan

jalan sebesar Rp 355.244.474.867.

Tabel I.2

Target dan Realisasi Penerimaan Pendapatan Pajak Daerah

Kabupaten Bekasi tahun 2019-2021

Pendapatan Asli

Tahun Daerah

Target (Rp) Realisasi (Rp) Capaian%

2019 2.294.268.746.005 1.776.970.079.178 77,45%

2020 1.585.937.678.852 1.557.562.367.133 98,21%

2021 1.841.686.983.386 1.715.963.810.423 93,17%

7
Sumber : Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Bekasi

Berdasarkan fenomena di atas dapat dilihat dari Laporan Target

dan Realisasi Penerimaan Pendapatan Pajak Daerah Kabupaten

Bekasi bahwa pada tahun 2019 capaian pendapatan pajak daerah

yang diterima sebesar 77,45% dengan target yang ditentukan

sebesar Rp 2.294.268.746.005 dan realisasi dari pendapatan pajak

daerah yang diterima sebesar Rp 1.776.970.079.178. Pada tahun

2020, penerimaan pendapatan pajak daerah mengalami penurunan

dari tahun sebelumnya dengan capaian pajak penerangan jalan yang

diterima pada tahun 2020 sebesar 98,21% dengan target yang

ditentukan sebesar Rp 1.585.937.678.852 dan realisasi pendapatan

pajak daerah yang diterima sebesar Rp 1.557.562.367.133.

Sedangkan pada tahun 2021 capaian pajak yang diterima 93,17%

dengan target yang ditentukan sebesar Rp 1.841.686.983.386 dan

realisasi pendapatan pajak daerah yang diterima sebesar Rp

1.715.963.810.423.

Dari kedua fenomena di atas dapat dikatakan bahwa

penerimaan pajak penerangan jalan mengalami peningkatan dari

tahun 2019 sampai 2021 sedangkan dari penerimaan pendapatan

pajak daerah dari tahun 2019 ke tahun 2020 mengalami penurunan

namun di tahun 2021 mengalami peningkatan

Berdasarkan dari fenomena dan uraian di atas, maka penulis

tertarik untuk menganalisis secara lebih mendalam terkait masalah

efektivitas dan kontribusi pajak penerangan jalan dengan judul

penelitian “Analisis Efektivitas Dan Kontibusi Pajak Penerangan


8
Jalan Terhadap Pajak Daerah Di Kabupaten Bekasi Tahun 2019 -

2021”.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana efektivitas Pajak Penerangan Jalan terhadap

Pajak Daerah di Kabupaten Bekasi tahun 2019 - 2021 ?

2. Bagaimana kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap P ajak

Daerah di Kabupaten Bekasi tahun 2019 – 2021 ?

3. Apa saja hambatan pada Pajak PeneranganJalan di Kabupaten

Bekasi tahun 2019 – 2021 ?

4. Bagaimana upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan

pada pajak penerangan jalan di Bekasi pada 2019 – 2021 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang penulis lakukan adalah untuk:

1. Untuk menganalisis seberapa besar tingkat efektivitas Pajak

Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten

Bekasi.

2. Untuk menganalisis seberapa besar kontribusi Pajak Penerangan

Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bekasi.

3. Untuk menganalisis apa saja hambatan dalam Pajak Penerangan

Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bekasi.

4. Untuk menganalisis upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi


9
hambatan pada pajak penerangan jalan di Bekasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat

baik secara teoritis maupun praktis, yaitu :

1. Secara Teoritis

Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk

memberikan sumbangan pemikiran guna mendukung

pengembangan teori yang sudah ada dan dapat memperluas

khasanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan

matakuliah perpajakan, khususnya mengenai potensi penerimaan

dan efektifitas pajak penerangan jalan terhadap pendapatan asli

daerah.

2. Secara Praktis

Dengan adanya penelitian ini penulis mengharapkan hasil dari

penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak

antara lain:

a) Bagi Penulis

Menambah wawasan keilmuan serta sumber pustaka

(referensi) dalam bidang pengembangan Pajak Daerah

Kabupaten Bekasi, khususnya Pajak Penerangan Jalan.

b) Bagi Masyarakat

Sebagai acuan bagi masyarakat terutama wajib pajak untuk

menyadari pentingnya membayar pajak.


10
c) Bagi Pemerintah

1) Sebagai bahan masukan bagi para pengambil keputusan

untuk merumuskan kebijakan strategis untuk meningkatkan

realisasi Pajak Penerangan Jalan Kabupaten Bekasi.

2) Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Pemerintah

Kabupaten Bekasi dan Dinas Pendapatan Pengelolaan

Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bekasi dalam

menerapkan kebijakan dalam rangka meningkatkan realisasi

penerimaan Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Bekasi.

d) Bagi Pembaca

Sebagai bahan informasi dan dapat dijadikan referensi bagi

penelitian-penelitian selanjutnya tentang Potensi Penerimaan

Pajak Penerangan Jalan dan Efektivitas Pajak Penerangan

Jalan Kabupaten Bekasi.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan untuk lebih memahami

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan

Bab ini menguraikan secara singkat mengenai latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab II Kajian Teori dan Kerangka Pemikiran

Bab ini berisikan teori-teori yang berhubungan dengan

11
masalah yang diteliti, kerangka pemikiran teoretis,

kegunaan penelitian, dan ringkasan penelitian terdahulu.

Bab III Metodologi Penelitian.

Bab ini berisikan penjelasan tentang rancangan penelitian,

tempat dan waktu, populasi dan sampel, jenis dan sumber

data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data

yang dilakukan.

Bab IV Analisis dan Pembahasan.


Bab ini berisikan penjelasan tentang deskripsi data dan
pembahasan.
Bab V Penutup
Bab ini berisikan penjelasan tentang kesimpulan, saran,
dan keterbatasan penelitian.

12
BAB II

KAJIAN LITERATUR

A. Penelitian Terdahulu

Untuk menunjang analisis dan landasan teori yang ada, maka

diperlukan penelitian terdahulu sebagai pendukung bagi penelitian ini.

Berkaitan dengan Pajak Penerangan Jalan, terdapat beberapa

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang telah dirangkum

dalam tabel II.1 berikut.

Tabel II.1

Penelitian Terdahulu

Jurnal Pertama

Nama Peneliti Alfan A.Lamia, David & Heince (2015)


Judul Penelitian Analisis Efektifitas dan Kontribusi Pajak
Restoran,Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan
Jalan Pada Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Minahasa Utara
Metode Penelitian Analisis Deskriptif

Hasil Penelitian Hasil penelitian secara keseluruhan tingkat


efektivitas penerimaan pajak restoran, pajak
Reklame dan pajak penerangan jalan pada tahun
2010-2014 tergolong sangat efektif. Penerimaan
pajak restoran, pajak reklame, dan pajak
penerangan jalan pada tahun 2010-2014
memberikan kontribusi yang baik terhadap PAD.

Sumber Penelitian Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi Vol. 15 No. 05


Tahun 2015

13
Jurnal Kedua

Nama Peneliti Eviyanti Zakariyah (2015)


Judul Penelitian Analisis potensi penerimaan pajak penerangan jalan
di kabupaten sidoarjo
Metode Penelitian Analisis Deskriptif Persentase

Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan potensi Pajak


Penerangan Jalan di Kabupaten Sidoarjo sudah
Cukup baik. Realisasinya juga sudah melebihi
potensi yang telah ditetapkan. Hasil perhitungan
efektivitas Pajak Penerangan Jalan terhadap
Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Sidoarjo
sudah cukup efektif.

Sumber Penelitian Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 4 No. 3


(2015)

Jurnal Ketiga

Nama Peneliti Syaiful Amri (2017)


Judul Penelitian Analisis Efektivitas dan Kontribusi Pajak Penerangan
Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota
Pekalongan
Metode Penelitian Metode deskriptif kualitatif

Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas


pajak penerangan jalan terhadap pendapatan asli
daerah tergolong sangat efektif, untuk kontribusi
pajak penerangan terhadap pendapatan asli daerah
tergolong dalam kategori kurang.
Dokumen Karya Ilmiah
Sumber Penelitian
| Skripsi | Prodi Akuntansi - S1 | FEB | UDINUS |
2017

14
Jurnal Keempat

Nama Peneliti Aristanti Widyaningsih (2016)

Judul Penelitian Efektivitas Pemungutan Pajak Penerangan Jalan


dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kota Bandung
Metode Penelitian Metode deskriptif

Hasil Penelitian Efektivitas Pemungutan Pajak Penerangan Jalan


dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kota Bandung tergolong dalam kategori
sedang.
Jurnal Akuntansi Riset, Prodi Akuntansi UPI (2016)
Sumber Penelitian

Jurnal Kelima

Nama Peneliti Mr. Bereket Sorsa, Dr. Durga Rao P.V (2018)

Judul Penelitian Analysis of the Contribution of Tax to the Local


Government Revenue Generation
Metode Penelitian Descriptive analysis

Hasil Penelitian The analysis of tax contribution towards local


government revenue generation has been concluded
both in aggregate and disaggregated individual tax
type.
International Journal of Business and Management
Sumber Penelitian
Invention (IJBMI) Volume 7 Issue 4 Ver. I|| April.
2018

15
Jurnal Keenam

Nama Peneliti Titin Ruliana (2015)

Judul Penelitian Revenue Independence Of East Kalimantan


Province, Indonesian
Metode Penelitian Descriptive analysis

Hasil Penelitian The results of this research indicate the level of


effectiveness of local taxes in East Kalimantan
province is categorized as very effective.
Journal of Asian Scientific Research, 2015
Sumber Penelitian

Kebaharuan dalam penelitian ini jika dibandingkan dengan

penelitian terdahulu yaitu pada penelitian ini lebih memfokuskan untuk

menganalisis Efektivitas dan kontribusi pajak penerangan jalan

terhadap pajak daerah di kabupaten Bekasi pada tahun 2019 - 2021.

Sedangkan penulisan terdahulu membahas tentang Analisis

Efektifitas dan Kontribusi Pajak Restoran,Pajak Reklame, dan Pajak

Penerangan Jalan Pada Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Minahasa

Utara (Alfan A.Lamia, David & Heince, 2015), Analisis potensi

penerimaan pajak penerangan jalan di kabupaten sidoarjo (Eviyanti

Zakariyah, 2015), Efektivitas Pemungutan Pajak Penerangan Jalan

dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung.

(Aristanti Widyaningsih, 2016), Analisis Efektivitas dan Kontribusi Pajak

Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Pekalongan

(Syaiful Amri, 2017), Analysis of the Contribution of Tax to the Local

Government Revenue Generation (Mr. Bereket Sorsa, Dr. Durga Rao

P.V, 2018), Revenue Independence Of East Kalimantan Province,

Indonesian (Titin Ruliana, 2015).

16
B. Kajian Pustaka

1. Teori Sumber Penerimaan Daerah

Salah satu kemampuan yang dituntut oleh pemerintah

daerah terhadap daerah adalah kemampuan daerah tersebut

untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (self

supporting) dalam bidang keuangan. Untuk mengukur

keberhasilan otonomi daerah, bidang keuangan merupakan

suatu faktor penting. Sumber-sumber penerimaan dari suatu

daerah menurut Pasal 5 Undang-Undang Republik

Indonesia No. 23 Tahun 204 mengenai perimbangan

keuangan pusat dan daerah terdiri dari :

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

a) Hasil pajak daerah

b) Hasil retribusi daerah

c) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan

d) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah

b. Dana Perimbangan

c. Pinjaman Daerah

d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

mengenai Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintah daerah dijelaskan bahwa Pendapatan Asli

Daerah (PAD) adalah sumber penerimaan daerah yang


17
digunakan untuk membiayai pembangunan di daerah yang

terdiri dari hasil retribusi daerah, hasil pajak daerah, hasil

perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Pengumpulan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan

secara maksimal oleh pemerintah daerah. Sesuai dengan

harapan yang diinginkan dalam otonomi daerah agar

pemerintah daerah bisa mengurangi ketergantungan

pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, maka

besarnya penerimaan daerah dari sektor Pendapatan Asli

Daerah akan membantu pemerintah dalam melakukan

kegiatan pembangunan di daerah.

2. Teori Pendapatan Asli Daerah (PAD)

A. Pengertian Pendapatan Asli Daerah

Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan

Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 yaitu sumber

keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang

bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil

retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Menurut Mardiasmo (2016) menjelaskan bahwa:

“Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah

dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil

perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan, dan lain lain pendapatan asli

18
daerah”.

Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah, dijelaskan bahwa pendapatan asli

daerah adalah:

“Pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak

daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah, yang bertujuan

memberikan keleluasaan kepada daerah dalam

menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi

daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi”.

Sedangakan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2004 Pasal 1 Ayat 18 menyebutkan bahwa:

“Pendapatan Asli Daerah selanjutnya disebut PAD

adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang

dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan”.

Berdasarkan uraian di atas menyatakan bahwa

pendapatan asli daerah adalah salah satu sumber dana

pembiayaan pembanguan daerah. Dalam undang-undang

nomor 33 tahun 2004, menjelaskan bahwa pemerintah

daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri diberikan

sumber-sumber pendapatan atau penerimaan daerah untuk

membiayai seluruh aktivitas dalam rangka pembangunan

19
daerah untuk kesejahteraan masyarakat secara adil dan

makmur.

B. Sumber Pendapatan Asli Daerah

Agar dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan

baik, Pemerintah Daerah perlu diberikan sumber-sumber

pembiayaan yang cukup. Mengingat tidak semua

pembiayaan dapat diberikan kepada daerah maka daerah

diwajibkan untuk menggali segala sumber-sumber

keuangannya sendiri berdasarkan peraturanperundang-

undangan yang berlaku.

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintah Daerah, menyebutkan sumber-sumber

Pendapatan Asli Daerah meliputi :

1. Hasil Pajak Daerah, yaitu pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh

daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hokum publik.

Pelaksanaan dari pajak daerah bias dipaksakan, dilakukan oleh pemerintah daerah

dimana hasilnya digunakan untuk pengeluaran umum yang balas jasanya tidak

langsung diberikan.

2. Hasil Retribusi Daerah yaitu pungutan yang telah sah

menjadi pungutan daerah yang digunakan sebagi

pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa,

atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik

pemerintah daerah bersangkutan. Sifat-sifat yang dimilki

retribusi daerah yaitu pelaksanaanyya bersifat ekonomis,

ada imbalan langsung walau harus memenuhi

20
persyaratan-persyaratan formil dan materiil, tetapi ada

alternative untuk mau tidak membayar, merupakan

pungutan yang bersifat budgetary nya tidak menonjol,

dalam hal-hal tertentu retribusi daerah adalah

pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh

pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota

masyarakat.

3. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan

Kekayaan Daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan

milik daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal

dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa

dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran

belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik

perusahaan daerah yang dipisahkan sesuai dengan motif

pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan

daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat

menambah pendapatan daerah, memberi jasa,

menyelenggarakan kemanfaatan umum, dan

mengembangkan perekonomian daerah

4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah ialah pendapatan-

pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak

daerah, retribusi daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-

lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang

pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan

kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam

kegiatan tersebut bertujuan untuk menunjang,


21
melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah

disuatu bidang tertentu. Misalnya, sumbangan pihak

ketiga kepada daerah yang dilaksanakan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam

rangka peningkatan pendapatan asli daerah, pemerintah

dilarang:

a. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan

yang mengakibatkan tingginya biaya ekonomi

b. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan

yang menghambat aktivitas penduduk, lalu lintas

barang dan jasa derah, kegiatan ekspor/impor.

C. Peranan Pendapatan Asli Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah dijelaskan bahwa pendapatan asli

daerah merupakan sumber penerimaan untuk membiayai

pembangunan daerah. Hasil dari penerimaan daerah dari

sektor pendapatan asli daerah akan membantu

pemerintahan dalam melaksanakan kegiatan untuk

membangun daerah juga berperan untuk mengurangi

ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah

pusat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam

pelaksanaan otonomi daerah.

22
3. Teori Pajak

A. Pengertian Pajak

Perpajakan memiliki definisi yang berbeda-beda, ada

definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli dan menurut

Undang- Undang, namun pada prinsipnya mempunyai inti

atau tujuan yang sama. Adapun pengertian perpajakan

menurut para ahli dan menurut Undang-Undang antara lain :

Menurut Waluyo (2013) pajak adalah iuran masyarakat

kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh

yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan

umum (Undang- Undang) dengan tidak mendapat prestasi

kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunananya

adalah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran umum

berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

pemerintahan.

Pajak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

pungutan wajib biasanya berupa uang yang harus dibayar

oleh penduduk sebaga sumbangan wajib kepada Negara

atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan,

pemilikan, harga beli barang dan sebagainya. Sedangakan

pengertian pajak menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro

dalam Mardiasmo (2016:3), menyatakan sebagai berikut :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan)

dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi)

23
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan

untuk membayar pengeluaran umum”.

Pengertian pajak menurut Pasal 1 ayat 1 UU No. 16

Tahun 2009 Perubahan ke empat atas UU No. 6 tahun 1983

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah

sebagai berikut:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan

untuk keperluan negara sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat”.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak

memiliki unsur-unsur:

1. Iuran dari rakyat kepada negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran

tersebut berupa uang (bukan barang)

2. Berdasarkan Undang-Undang.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan

undang- undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara

secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran

pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi

individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara,

24
yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi

masyarakat luas.

B. Asas Pemungutan Pajak

Menurut Adam Smith dalam bukunya An Inquiry Into

The Nature And Causes Of The Wealth Of Nations (terkenal

dengan nama Wealth Of Nations) mengemukakan empat

asas pemungutan pajak yang lazim disebut “The Four

Cannons Maxims Taxation“. Suatu aturan hukum tentang

pajak yang adil harus memenuhi syarat:

1. Asas kesamaan (equality) dan keadilan (equity)

Asas kesamaan (equality) dan keadilan (equity)

dalam the four maxim tidak memperbolehkan suatu

negara mengadakan diskriminasi diantara sesame

wajib pajak. Dalam keadaan yang sama, para wajib

pajak harus dikenakan pajak yang sama pula.

Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu

pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus

sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau

ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima.

Adil dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak

menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah

sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang

diminta.

25
Teori asas daya beli memberikan pendasaran

tentang keadilan (equity) dalam pemungutan pajak oleh

negara kepada rakyatnya. Teori ini tidak

mempersoalkan asal mulanya negara memungut pajak,

melainkan hanya melihat kepada efeknya, dan

memandang efek yang baik itu sebagai dasar

keadilannya. Ibarat pompa maka negara mengambil

gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat untuk

rumah tangga negara, dan kemudian menyalurkannya

kembali ke masyarakat dan untuk membawanya kea

rah tertentu. Teori ini mengajarkan, penyelenggaraan

kepentingan masyarakat dianggap sebagai dasar

keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan

individu dan pula bukan kepentingan negara, melainkan

kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya. Jadi

teori ini menitikberatkan ajaran kepada fungsi

pemungutan pajak yaitu fungsi mengatur.

2. Asas kepastian hukum (certainty)

Selanjutnya, asas kepastian hukum (certainty)

dalam the four maxim menyatakan, pajak yang harus

dibayar oleh seseorang harus terang (certain) dan tidak

mengenal kompromis (not arbitary). Dalam asas

certainty ini, kepastian hukum yang dipentingkan

adalah yang mengenai subjek, objek, besarnya pajak,

dan juga ketentuan mengenai waktu pembayarannya.

26
3. Asas tepat waktu (convenient of payment)

Bahwa pajak harus dipungut pada saat yang

tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya

disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau

disaat wajib pajak menerima hadiah. Sistem

pemungutan ini disebut pay as you earn.

4. Asas economic of collection

Bahwa biaya pemungutan pajak diusahakan

sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya

pemungutan pajak yang lebih besardari hasil

pemungutan pajak.

C. Dasar Hukum Pajak

Sebagai dasar hukum pajak sebagaimana tertera

dalam Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang

menyatakan bahwa “Segala pungutan pajak harus

berdasarkan undang- undang”.

Pasal ini secara konstitusional merupakan dasar dari

sistem pemungutan pajak di Indonesia, sehingga

pemungutan pajak di Indonesia mempunyai dasar hukum

yang menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi Negara

maupun warganya (Oktavia, 2018).

D. Sistem Pemungutan pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dibedakan menjadi

tiga, yaitu :

27
1. Self Assessment System

Self Assessment System merupakan salah satu system

pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia dimana

system ini membebankan penentuan besaran pajak yang

perlu dibayarkan oleh wajib pajak bersangkutan secara

mandiri. Wajib pajak merupakan pihak yang berperan

aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan

besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau

dapat melalui system administrasi online yang telah

dibuat oleh pemerintah.

2. Official Assessment System

Official Assessment System merupakan system

pemungutan perpajakan yang memberikan wewenan

kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak

terutang pada pemungut pajak. Dalam system ini, wajib

pajak bersifat pasif dan pajak terutang baru ada setelah

dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.

3. Witholding System

Ciri dari system pajak ini adalah pihak ketiga memiliki

wewenang dalam menentukan berapa besar pajak yang

harus dibayar. Besarnya pajak pada witholding system

dihitung oleh pihak ketiga bukan wajib pajak dan bukan

aparat pajak atau fiskus. Sistem ini disebut juga dengan

jenis pajak potong pungut dan dinilai adil bagi

masyarakat.

28
E. Syarat Pemungutan Pajak

Syarat-syarat pemungutan menurut Mardiasmo

(2016:4) yaitu :

1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hokum, yakni mencapi keadilan,

undang- undang maupun pelaksanaan pemungutan pajak

harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya

mengenakan pajak secara umum dan merata, serta

disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.Sedang

adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan

hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan,

penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding

kepada Pengadilan Pajak.

2. Pemungutan Pajak harus berdasarkan undang-undang

(syarat Yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat

2. Hal ini memberikan jaminan hokum untuk menyatakan

keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran

kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak

menimbulkan kelesuan perekonomian rakyat.

4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansil)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus

lebih rendah dari hasil pemungutannya.


29
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan

dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-

undang perpajakan yang baru.

F. Pengelompokan Pajak

Pengelompokkan pajak terbagi menurut golongannya,

sifatnya, dan lembaga pemungutannya, yang mana

dijelaskan di seperti dibawah ini:

1. Menurut Golongannya

Menurut golongannya, pajak dibedakan menjadi pajak

langsung dan pajak tidak langsung.

a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya

tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus

menjadi beban langsung Wajib Pajak yang

bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)

merupakan pajak langsung karena pengenaan

pajaknya adalah langsung kepada Wajib Pajak yang

menerima penghasilan, tidak dapat dilimpahkan kepada

Wajib Pajak lain.

b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya

dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.

30
2. Menurut Sifatnya

Menurut sifatnya, pajak dibedakan menjadi pajak subjektif

dan pajak objektif.

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang didasarkan atas

keadaan subyeknya, memperhatikan keadaan diri

Wajib Pajak yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya

(memperhatikan keadaan Wajib Pajak). Contohnya,

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak subyektif karena

pengenaan PPh memperhatikan keadaan diri Wajib

Pajak yang menerima penghasilan.

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada

objeknya, tanpa memperhatikan diri Wajib Pajak.

Contohnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). PPN merupakan

peningkatan nilai dari suatu barang, bukan penjual

yang meningkatkan nilai barang. PBB dikenakan

terhadap keadaan dari tanah dan bangunan, bukan dari

keadaan pemiliknya.

3. Menurut Lembaga Pemungutannya

Menurut lembaga pemungutannya, pajak dibedakan

menjadi pajak pusat (negara) dan pajak daerah.

a. Pajak Pusat (Negara) , yaitu pajak yang dipungut oleh

pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai

rumah tangga negara. Pajak negara yang berlaku di

Indonesia sampai saat ini adalah :


31
1) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah (PPN & PPn BM)

Dasar hukum pengenaan PPN & PPn BM adalah

Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983

sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000. Undang-

undang PPN & PPn BM efektif mulai berlaku sejak

tanggal 1 April 1985 yang menggantikan UU Pajak

Penjualan 1951.

2) Pajak Penghasilan (PPh)

Dasar hukum pengenaannya yaitu Undang

Undang Nomor 7 Tahun 1984 yang telah

diperbaharui dengan Undang Undang Nomor 17

Tahun 2000.

3) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Dasar hukum pengenaan Pajak Bumi dan

Bangunan adalah Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1985 yang mulai diberlakukan tanggal 1

Januari 1986 dan telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1994.

4) Bea Materai

Dasar hukum pengenaan bea materai adalah

Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1985. Undang-

undang Bea Materai berlaku mulai tanggal 1

Januari 1986 menggantikan peraturan dan undang-


32
undang Bea Materai yang lama (aturan bea materai

Tahun 1921).

5) Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan

(BPHTB) Dasar hukum pengenaan Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2000 menggantikan

Undang Undang Nomor 21 Tahun 1997 yang mulai

berlaku sejak tanggal 1 Januari 1998.

b. Pajak Daerah, merupakan pajak-pajak yang dikelola

oleh Pemerintah Daerah baik pada tingkat Provinsi

maupun Kabupaten atau Kota yang diadministrasikan

oleh Dinas atau Badan Pendapatan Daerah tersebut.

Berikut jenis-jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah

Daerah :

1) Pajak Provinsi

Pajak-pajak yang termasuk pajak provinsi antara

lain :

a) Pajak Kendaraan Bermotor

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

d) Pajak Air Permukaan

e) Pajak Rokok

2) Pajak Kabupaten/Kota

33
Jenis-jenis pajak yang termasuk ke dalam pajak

kabupaten/kota yaitu :

a) Pajak Hotel

b) Pajak Restoran

c) Pajak hiburan

d) Pajak reklame

e) Pajak Penerangan Jalan

f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

g) Pajak Parkir

h) Pajak Air Tanah

i) Pajak Sarag Burung Walet

j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan

k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau

Bangunan (BPHTB)

l) Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan

Perkotaan

4. Teori Retribusi Daerah

Retribusi daerah sama halnya dengan pajak daerah

merupakan komponen Pendapatan Asli Daerah yang hasilnya

diharapkan menjadi salah salah satu sumber pembiayaan

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah,

Untuk mensejahterakan masyarakat.


34
Menurut Mariot P. Siahaan dalam Pratiwi (2016) “Retribusi

Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas

jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan

atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan

orang pribadi atau badan”. Jasa adalah kegiatan pemerintah

daerah berupa usaha atau pelayanan yang menyebabkan

barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat

dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Ciri-ciri retribusi

daerah:

1. Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah

2. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis

3. Adanya kontraprstasi yang secara lngsung dapat ditunjuk.

4. Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang

menggunakan/mengenyam jasa-jasa yang disiapkan

Negara.

Menurut Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan

Daerah, Departemen Keuangan RI, Perlu adanya perhatian

serius bagi daerah berkaitan dengan kontribusi retribusi

terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah pemerintah

kabupaten/kota. Karena secara teoritis terutama untuk

kabupaten/kota retribusi seharunya mempunyai

peranan/kontribusi yang lebih besar terhadap Pendapatan Asli

Daerah.

Objek retribusi daerah adalah berbentuk jasa. Jasa yang


35
dihasilkan terdiri dari :

1. Jasa umum, yaitu jasa yang disediakan oleh pemerintah

daerah untuk kepentingan dan kemanfaatan masyarakat

umum. Kebanyakan jasa ini berupa pelayanan.

2. Jasa Usaha, yaitu jasa yang disediakan pemerintah daerah

dengan menganut pada prinsip komersial karena pada

dasarnya dapat pula disediakan oleh pihak swasta.

3. Perizinan tertentu, adalah jasa yang dipungut pemerintah

atas izin kepada orang pribadi atau badan dalam kegiatan

pemanfaatan ruang, daya alam, barang, sarana, prasarana

atau fasilitas tertentu yang dimiliki pemerintah.

5. Teori Pajak Daerah

A. Pengertian Pajak Daerah

Menurut UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah

“Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah

yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat”.

Menurut Dr. Bustamar Ayza S.H.,M.M (2017) dalam

buku “Hukum Pajak Indonesia” Pajak Daerah adalah

kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang

36
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak daerah menurut Mardiasmo (2016) adalah iuran

wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada

daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang dan

dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

B. Ciri-ciri Pajak Daerah

Menurut Siahaan dalam Oktavia (2018) Ciri-ciri pajak

daerah adalah sebagai berikut :

1. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah, berdasarkan kekuatan

undang- undang serta aturan pelaksanaannya.

2. Pembayaran pajak harus masuk kepada kas negara,

yaitu kas pemerintah pusat atau kas pemerintah daerah

(sesuai dengan jenis pajak yang dipungut).

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan

adanya kontra prestasi individu oleh pemerintah (tidak

ada imbalan langsung yang diperoleh pembayar pajak).

Dengan kata lain, tidak ada hubungan langsung antara

jumlah pembayaran pajak dengankontraprestasi secara

individu.

37
4. Penyelenggaraan pemerintahan secara umum

merupakan manifestasi kontraprestasi dari Negara

kepada para pembayar pajak.

5. Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian,

dan perbuatan yang menurut peraturan perundang-

undangan pajak dikenakan pajak.

6. Pajak memiliki sifat dapat dipaksakan. Artinya wajib

pajak yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran

pajak, dapat dikenakan sanksi, baik sanksi pidana

maupun denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

C. Jenis-jenis Pajak Daerah

Sesuai dengan pembagian administrasi daerah,

menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pajak

Daerah dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:

1. Pajak Daerah Tingkat I atau Pajak Provinsi terdiri dari :

a. Pajak Kendaraan Bermotor, yaitu pajak atas

kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan

bermotor.

b. Bea Balik nama Kendaraan Bemotor, yaitu pajak atas

penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai

akibat dari perjanjian dua pihak atau perbuatan

sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli,

tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke

dalam badan usaha.

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, yaitu pajak

38
atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor.

d. Pajak Air Permukaan, yaitu pajak atas pengambilan

dan/atau pemanfaatan air permukaan

e. Pajak Rokok, yaitu pungutan atas cukai rokok yang

dipungut oleh Pemerintah.

2. Pajak Daerah Tingkat II atau Pajak Kabupaten/Kota

a. Pajak Hotel, yaitu pajak atas pelayanan yang

disediakan oleh hotel. Hotel adalah tempat

penginapan/peristirahatan yang termasuk fasilitas

penyedia jasa terkait lainnya dengan dipungut

bayaran yang mencakup juga motel,

losmen, gubuk paiwisata, pesanggrahan seta rumah

kos dengan kamar lebih dari 10 (sepuluh).

b. Pajak Restoran, yang menjadi objek pajak restoran

adalah pelayanan penjualan makanan maupun

minuman yang dikonsumsi oleh konsumen. Baik

konsumsi itu dilaksanakan di tempat tersebut,

maupun tempat lain. Tarif maksimal yang dikenakan

untuk pajak restoran adalah 10%.

c. Pajak Hiburan, wajib pajak hiburan adalah pihak yang

menyelenggarakan kegiatan hiburan, baik secara

pribadi maupun badan. Adapun kegiatan hiburan

yang dimaksud diantaranya berupa tontonan film,

pagelaran, kontes kecantikan, pameran, sirkus,

diskotek, permainan golf dan pacuan kuda. Tarif

39
maksimal pajak hiburan adalah mencapai 75%. Untuk

hiburan berupa kesenian rakyat yang wajib

dilestarikan, tariff maksimal adalah 10%.

d. Pajak Reklame, pengertian reklame dalam hal ini

adalah alat, benda, perbuatan, maupun media yang

sengaja dirancang untuk tujuan komersial, demi

mempromosikan barang, jasa, maupun bada.

Reklame dapat berupa papan, kain, selebaran,

sticker, dan lain sebagainya.

e. Pajak Penerangan Jalan, yang menjadi objek pajak

penerangan jalan adalah pajak yang dibebankan

pada penggunaan tenaga listrik. Adapun tenaga

listrik yang dimaksud dapat dihasilkan sendiri atau

dari sumber lain.

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, objek pajak

mineral bukan logam dan batuan diantaranya berupa

asbes, batu tulis, batu kapur, gips, kaolin dan

sebagainya. Tarif pajak yang dikenakan adalah

sebesar maksimal 25%.

g. Pajak Parkir, yang menjadi objek pajak parker adalah

penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan.

Pengadaan usaha parkir dapat sebagai sarana

penunjang usaha atau tempat penitipan kendaraan

bermotor. Tarif pajak parkir ditetapkan paling tinggi

adalah sebesar 30%.

h. Pajak Air Tanah, air tanah dipahami sebagai air yang


40
terdapat dalam lapisan tanah atau batuan yang

terdapat di bawah permukaan tanah. Tarif maksimal

Pajak Air Tanah adalah sebesar 20%.

i. Pajak Sarang Burung Walet, pengenaan pajak sarang

burung wallet dilakukan berdasarkan nilai jual sarang

burung wallet. Tarif pajak maksimal yang dikenakan

adalah sebesar 10%.

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan, jenis Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

yang termasuk sebagai Pajak Daerah berbeda

dengan PBB untuk pajak pusat. PBB untuk pajak

pusat berada pada sektor perkebunan, perhutanan

dan pertambangan. Sementara PBB dalam Pajak

Daerah berada pada sektor perdesaan dan

perkotaan.

k. Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan,

rincian hak atas tanah dalam pajak ini berupa hak

milik, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun,

serta hak pengelolaan. Tarif bea perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan maksimal adalah sebesar 5%.

D. Kriteria Pemungutan Pajak Daerah

Ada beberapa kriteria dalam pemungutan pajak daerah

menurut Direktorat Jendral Pajak, yaitu :

1. Sifatnya pajak dan bukan retribusi.

2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah


41
kabupaten atau kota yang bersangkutan dan

mempunyai mobilitas cukup rendah serta hanya

melayani masyarakat di wilayah kabupaten atau kota

yang bersangkutan.

3. Objek dan Dasar Pengenaan Pajak tidak bertentangan

dengan kepentingan umum.

4. Potensi memadai. Hasil penerimaan pajak harus lebih

besar dari biaya pemungutannya.

5. Berdampak ekonomi positif. Pajak tidak mengganggu

alokasi sumber-sumber ekonomi dan tidak merintangi

arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun

kegiatan ekspor-impor.

6. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat.

7. Menjaga kelestarian lingkungan. Pengenaan pajak tidak

memberikan peluang kepada Pemerintah daerah atau

masyarakat luas untuk merusak lingkungan.

E. Tarif Pajak Daerah

Tarif Pajak Daerah yang dipungut oleh pemerintah

daerah telah diatur dalam UU No. 28 tahun 2009 yang

ditetapkan dengan pembatasan tarif paling tinggi berbeda

untuk setiap jenis pajak,yaitu :

1. Pajak kendaraan bermotor ditetapkan paling tinggi 5%

2. Bea balik nama kendaraan bermotor ditetapkan

paling tinggi 10%

42
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor ditetapkan

paling tinggi 5%

4. Pajak air permukaan ditetapkan paling tinggi 20%

5. Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen)

dari cukai rokok.

6. Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi 10%

7. Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi 10%

8. Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi 35%

9. Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi 25%

10. Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi 10%

11. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan

paling tinggi 25%

12. Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi 30%

13. Pajak air tanah ditetapkan paling tinggi 20%

14. Pajak sarang burung wallet ditetapkan paling tinggi 10%

15. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3%

16. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).

Walaupun ditetapkan batasan tarif pajak yang paling

tinggi, terdapat pengaturan yang berbeda tentang

penetapan tarif pajak oleh pemerintah daerah antara pajak

provinsi dengan pajak kabupaten/kota. Saat ini penetapan

pajak provinsi diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 65


43
tahun 2001 tentang Pajak Daerah, menetapkan tarif pajak

yang paling tinggi, hal ini dimaksudkan untuk memberikan

kebebasan kepada pemerintah daerah yang bersangkutan

untuk mengelola keuangannya

masing-masing berdasarkan kemampuan dan kondisi

daerah yang bersangkutan.

6. Teori Pajak Penenrangan Jalan

A. Pengertian Pajak Penerangan Jalan (PPJ)

Menurut Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang

pajak daerah dan retribusi daerah, pajak penerangan jalan

merupakan salah satu pajak daerah kabupaten/kota. Menurut

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 tahun 2002

pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan

tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah

tersebut tersedia penerangan jalan yang rekeningnya

dibayar oleh Pemerintah Daerah.

Penerangan jalan merupakan sarana menambah

keindahan kota, kenyamanan serta ikut menunjang

terciptanya keamanan dan ketertiban yang dinikmati oleh

masyarakat. Untuk membiayai kebutuhan tersebut perlu

adanya pengenaan pajak yang merata serta proporsional

untuk memenuhi rasa keadilan.

B. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Penenrangan Jalan

Pajak Penerangan Jalan sebagai salah satu pajak

daerah memiliki dasar hukum agar dipatuhi oleh masyarakat


44
dan juga pihak-pihak terkait. Pajak Penerangan Jalan di

Kabupaten Bekasi mempunyai payung hukum dalam

pemungutannya sebagai berikut :

1. Undang – undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan

pengganti dari Undang – undang Nomor 34 Tahun

2000.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang

Pajak Daerah.

3. Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bekasi Tentang

Pajak Daerah Nomor 1 Tahun 2011

C. Objek Pajak Penerangan Jalan

Menurut Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten

Bekasi Nomor 1 Tahun 2011 Pasal 23 tentang Pajak

Penerangan Jalan, yang ditetapkan sebagai objek pajak

perangan jalan adalah pengguna tenaga listrik, baik yang

dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.

D. Bukan Objek Pajak Penerangan Jalan

Yang termasuk pengecualian pada Pajak Penerangan

Jalan berdasarkan Perda Kabupaten Bekasi Nomor 1 tahun

2011 adalah :

1. Pengguna tenaga listrik oleh instansi Pemerintah Pusat

dan Pemerintah Daerah.

2. Pengguna tenaga listrik pada tempat–tempat yang

digunakanoleh Kedutaan, Konsulat, Perwakilan Asing

45
dan Lembaga Internasional dengan azas timbal balik

sebagaimana berlaku untuk Pajak Negara.

3. Pengguna tenaga listrik yang dihasilkan sendiri

dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin

dari instansi terkait.

4. Penggunaan tenaga listrik untuk sarana ibadah.

E. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Penerangan Jalan

Termasuk ke dalam subjek pajak dalam pemungutan

Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan

yang menggunakan tenaga listrik. Wajib pajak adalah orang

pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau

pengguna tenaga listrik. Pelanggan listrik yaitu pemakai

tenaga listrik yang berasal dari PLN dan pengguna tenaga

listrik biasanya merupakan pengguna tenaga listrik yang

berasal bukan dari PLN.

F. Tarif Pajak Penerangan Jalan

Tarif Pajak Penerangan Jalan Kabupaten Bekasi

ditetapkansebagai berikut :

1. Tarif pajak untuk kegiatan non industri ditetapkan :

a. Untuk daya 450 s/d 1.300 kVA ditetapkan sebesar

3% (tigap ersen);

b. Untuk daya di atas 1.300 s/d 6.600 kVA ditetapkan

sebesar 4% (empat persen);

c. Untuk daya di atas 6.600 kVA ditetapkan sebesar

46
5% (limapersen).

2. Tarif pajak untuk kegiatan industri ditetapkan :

a. Untuk daya s/d 60.000 kVA ditetapkan sebesar

2,4% (dua koma empat persen);

b. Untuk daya di atas 60.000 s/d 80.000 kVA

ditetapkan sebesar 2% (dua persen);

c. Untuk daya di atas 80.000 kVA ditetapkan sebesar

1,5% (satu koma lima persen).

7. Teori Analisis Efektivitas dan Kontribusi

A. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif yaitu metode yang digunakan dengan

menggambarkan, menjabarkan dan menganalisa masalah

objek yang diteliti yang bertujuan untuk mendeskripsikan

permasalahan secara sistematis dan aktual mengenai fakta-

fakta serta sifat dari objek penelitian.

B. Efektivitas Pajak

Efektivitas merupakan tingkat pencapaian hasil

program dengan target yang ditetapkan. Efektivitas

menunjukkan kesuksesan atau kegagalan dalam pencapaian

tujuan. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan,

maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan

efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa

efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya

yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut.

Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh


47
jadi dua kali lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar

dari pada yang telah dianggarkan. Efektivitas hanya melihat

apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan

yang telah ditetapkan (Mardiasmo,2016).

Berkaitan dengan masalah perpajakan, menurut

Devas efektivitas pajak (tax effectiveness) mengukur

hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan

potensi dari pajak tersebut. Efektivitas atau hasil guna pajak

merupakan perbandingan antara hasil pemungutan

(realisasi) dengan potensi pajak itu sendiri. Dengan

demikian efektivitas pajak adalah realisasi penerimaan

pajak berbanding dengan potensi penerimaan pajak

(pencapaianhasil) (Oktavia, 2018).

Adapun cara untuk mengukur efektivitas pemungutan

pajak penerangan jalan adalah sebagai berikut :

Realisasi Pajak Penerangan Jalan


Efektivitas = X 100%
Target Pajak Penerangan Jalan

Dibawah ini adalah tingkat efektivitas dalam

mengukur efektivitas keuangan daerah otonom yang

digolongkan kedalam beberapa kriteria, yaitu :

48
Table II.2

Kriteria Nilai Efektivitas Pajak Penerangan Jalan

Persentase Kriteria

>100% Sangat Efektif

80% - 100% Efektif

60% - 80% Cukup Efektif

40% - 60% Tidak Efektif

Sumber : Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 2006

Tingkat efektivitas pajak penerangan jalan dapat

dihitung dengan membandingkan antara realisasi

penerimaan pajak penerangan jalan dengan target

penerimaan pajak penerangan jalan. Apabila perhitungan

efektivitas pajak penerangan jalan menghasilkan angka atau

persentase mendekati atau melebihi 100%, maka pajak

penerangan jalan semakin efektif atau dengan kata lain

kinerja pemungutan pajak penerangan jalan Kabupaten

Bekasi semakin baik. Dalam penelitian ini yang

dipertimbangkan dalam menentukan efektivitas hanya

pencapaian target.

C. Kontribusi Pajak

Kontribusi yang diberikan seseorang untuk

meningkatkan efisisensi dan efektivitas hidupnya. Hal ini

dilakukan dengan cara menajamkan posisi perannya,

49
sesuatu yang kemudian mejadi bidang spesialis, agar lebih

tepat sesuai dengan kompetensi. Kontribusi Pajak

Penerangan Jalan terhadap Penerimaan Pajak Daerah dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut: (Mahsun, 2013)

Realisasi pajak Penerangan Jalan


Kontribusi = X100%
Realisasi Pendapatan Pajak Daerah

Tabel II.3
Kriteria Kontribusi Presentase Pajak Penerangan Jalan
Persentase Kriteria

>50% Sangat Baik

40%-50% Baik

30%-40% Cukup Baik

20%-30% Sedang

10%-20% Kurang

<10% Sangat Kurang

Sumber : Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 2006

50
C. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini akan mengulas tentang permasalahan

efektivitas dan kontribusi pajak daerah terhadap peningkatan

Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bekasi. Efektivitas adalah

seberapa jauh tercapainya suatu target yang telah ditentukan

sebelumnya. Sedangkan efektivitas Pajak Penerangan Palan

adalah nilai yang dihitung berdasarkan presentase perbandingan

realisasi penerimaan pajak penerangan jalan dengan target

penerimaan pajak penerangan jalan. Rasio pajak penerangan

jalan dikatakan efektif jika rasio pajak penerangan jalan mencapai

angka minimal 1 atau 100%. Yang didapat dari perhitungan

inteprestasi dengan menggunakan kriteria efektivitas pajak

penerangan jalan.

Kontribusi pajak penerangan jalan adalah nilai yang dihitung

berdasarkan presentase realisasi penerimaan pajak penerangan

jalan dengan realisasi pendapatan asli daerah. Rasio pajak

penerangan jalan dikategorikan kontribusinya baik jika rasio pajak

penerangan jalan mencapai angka 50%, yang didapat dari

perhitungan inteprestasi dengan menggunakan kriteria kontribusi

pajak penerangan Jalan.

Analisi Efektivitas Dan Kontribusi Pajak Penerangan Jalan

Terhadap Pajak Daerah Di Kabupaten Bekasi Tahun 2020 - 2021

dalam penelitian ini menggunakan teori pengukuran efektivitas

sebagaimana yang ditemukan oleh Duncan (Steers, 1985:53),

sebagai berikut:

51
1. Pencapaian Tujuan, meliputi: Kurun waktu, sasaran dan

dasar hukum.

2. Integrasi, meliputi: prosedur dan proses sosialisasi.

3. Adaptasi, meliputi: peningkatan kemampuan, sarana dan

prasarana.

Adapun yang menjadi objek pajak dalam penelitian ini adalah

Pajak Daerah terutama Pajak Penerangan Jalan. Menurut UU

No.28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

dan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi No.1 Tahun 2011

tentang pajak Daerah dijelaskan bahwa setiap penyelenggaraan

Daerah dengan dipungut pajak. Berdasarkan uraian diatas,

adapun kerangka pemikiran secara skematis dapat disimpulkan

pada gambar 2.1 berikut :

52
Gambar 2.1

Kerangka

Pemikiran

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN


KONTRIBUSI PAJAK PENERANGAN
Pencapaian JALAN TERHADAP PAJAK DAERAH
tujuan Integritas
DI KABUPATEN BEKASI

TAHUN 2020 - 2021

Adaptasi

Sumber: Duncan (Steers, 1985:53) dan Surrey (Steinmo,1998:706)


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Setiap penelitian memerlukan suatu metode tertentu untuk

menunjang penelitian dalam mencapai tujuan. Penggunaan metode

dalam penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan data, keterangan,

dan dokumen yang sesuai dengan materi yang menjadi tujuan

penelitian tersebut. Mengenai metode penelitian, terdapat berbagai

macam metode yang pada dasarnya semua metode penelitian itu

baik. Namun metode tersebut dapat dikatakan paling baik apabila

metode itu sesuai dengan permasalahan, situasi dan kondisi dalam

penelitian tersebut.

Sesuai dengan permasalahannya, penelitian ini menggunakan

pendekatan analisis data kuantitatif dan bila ditinjau dari tujuan dan

sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif yaitu metode penelitian yang

dilakukan melalui pengamatan atau observasi untuk mendapatkan

keterangan-keterangan terhadap suatu masalah tertentu serta untuk

mendapatkan gambaran tentang efektivitas dan kontribusi Pajak

Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten

Bekasi.
2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian menurut Neuman (2011: 26-53) yang digunakan

dalam meneliti yaitu:

a. Penelitian Korelasional

Metode Korelasional merupakan salah satu dari macam-

macam metode penelitian kuantitatif yang digunakan dalam

evaluasi. Terutama untuk mendeteksi sejauh mana

variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi pada

satu atau lebih faktor lain berdasarkan koefesian korelasi.

b. Penelitian Deskriptif (Purposive of Research Describe)

Penelitian yang dilakukan dengan memberikan deskripsi,

gambaran mengenai fakta–fakta, hubungan antar fenomena

yang diteliti dengan menjelaskan secara jelas dan rinci.

c. Penelitian Komparatif

Tujuan macam-macam metode penelitian

kuantitatif seperti komparatif ini untuk melihat perbedaan dua

atau lebih situasi, peristiwa, kegiatan, atau program.

Perbandingan yang dilihat dari bagaimana seluruh unsur

dalam komponen penelitian terkait antara satu sama lain.

Perhitungan yang digunakan macam-macam metode penelitian

kuantitatif seperti komparatif adalah berupa persamaan dan

perbedaan dalam perencanaan, pelaksanaan, serta faktor

pendukung hasil.
d. Penampang silang (Cross Sectional)

Penelitian yang dilakukan peneliti dilihat dari segi

waktu yaitu dilakukan dalam beberapa bulan dalam satu tahun.

B. Operasionalisasi Variabel

Definisi operasional menujukkan definisi Adapun deskripsi data dan

variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Efektivitas Pajak Penerangan jalan adalah angka perbadingan dari

realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan dengan target Pajak

Penerangan Jalan. Jika realisasi penerimaan Pajak Penerangan

Jalan lebih besar dari target Pajak Penerangan Jalan maka dapat

dikatakan efektif penerimaannya.

2. Kontribusi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan adalah angka

perbandingan dari realisasi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan

periode tertentu dengan penerimaan PAD periode tertentu pula.

Semakin besar hasilnya, berarti semakin besar pula peranan Pajak

Penerangan Jalan terhadap PAD, begitupun sebaliknya.

3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bekasi terdiri dari perolehan

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, pajak daerah,

retribusi, pendapatan dari laba perusahaan daerah (BUMD) dan

pendapatan- pendapatan lain yang sah.

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kuantitatif yang peneliti lakukan ini, menurut cara

perolehannya menggunakan data sekunder.


1. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Badan

Pendapatan

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pajak

Penerangan Jalan yang dalam hal ini mengenai efektivitas dan

kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bekasi.

2. Jenis Data

Berdasarkan jenisnya, data dibagi menjadi dua yaitu data primer

dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh atau

dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya,

dimana teknik pengumpulan datanya antara lain dengan observasi,

wawancara, diskusi terfokus pada penyebaran kuisioner. Sedangkan

data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh lembaga

pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna

data.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

menurut kurun waktu. Data sekunder biasanya berwujud data

dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia.

3. Sumber Data

Data yang digunakan adalah dengan melihat PAD khususnya

data pajak penerangan jalan yang dapat diambil datanya dari Badan

Pendapatan daerah Kabupaten Bekasi.


4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan cara ataupun proses yang

sistematis dalam pengumpulan, pencatatan, dan penyajian fakta

untuk tujuan (Pratiwi, 2016). Dalam penelitian ini metode yang

digunakan adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.

a. Penelitian Kepustakaan (library research)

Penelitian ini ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan

menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan mempelajari

literatur yang berkaitan dengan topik penelitian.

b. Penelitian Lapangan (field research)

Proses Perolehan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

mengadakan penelitian ke Badan Pendapatan Daerah Kabupaten

Bekasi dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:

i. Mengirimkan surat izin penelitian kepada pihak Badan

Pendapatan Daerah Kabupaten Bekasi untuk mendapatkan

persetujuan bagi peneliti untuk meneliti dan mengumpulkan

informasi serta data yang diperlukan.

ii. Dokumentasi (documentation), merupakan penyelidikan

terhadap dokumen, peraturan-peraturan, buku, atau catatan

harian yang dikumpulkan dari Badan Pendapatan Daerah

Kabupaten Bekasi.
5. Teknik Sampling, Populasi, dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini, teknik sampling dilakukan dengan

menggunakan metode simple random sampling. menurut Sugiyono

(2017) Simple Random Sampling adalah pengambilan anggot sampel

dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata

yang ada dalam populasi itu.

Populasi yaitu keseluruhan sasaran yang seharusnya diteliti dan

pada populasi itu hasil penelitian diberlakukan. Populasi adalah

tempat terjadinya masalah yang kita selidiki. Populasi itu bisa

manusia, dan bukan manusia, misalnya lembaga, badan sosial,

wilayah, kelompok atau apa saja yang akan dijadikan sumber

informasi. Jadi populasi yaitu keseluruhan objek yang menjadi sasaran

penelitian. Sampel adalah bagain dari populasi yang akan diteliti

secara mendalam dan sampel akan diambil dari populasi (Dwiastuti,

2018).

Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah keseluruhan

laporan keuangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bekasi dan

sampelnya adalah laporan keuangan Pendapatan Asli Daerah tahun

2016- 2018.

6. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang dapat

diartikan sebagai suatu metode yang tertuju pada pemecahan

masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau


objek dalam penelitian yang dapat berupa orang, lembaga,

masyarakat, dan yang lainnya yang ada pada masa sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya. Metode

penelitian deskriptif berusaha menggambarkan atau menganalisis

suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat

kesimpulan yang lebih luas. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk

menggambarkan efektivitas Pajak Penerangan Jalan serta

kontribusinya sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah di

Kabupaten Bekasi.

7. Analisis Efektivitas

Analisis efektifitas adalah hubungan antara realisasi

penerimaan Pajak Penerangan Jalan terhadap target penerimaan

Pajak Penerangan Jalan yang memungkinkan apakah besarnya Pajak

Penerangan Jalan sesuai dengan target yang ada (Annisa, 2018).

Besarnya efektivitas pajak penerangan jalan dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

Realisasi Pajak Penerangan Jalan

Efektivitas = X 100%
Target Pajak Penerangan Jalan
42

Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas

dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai

minimal sebesar satu atau 100%. Namun demikian semakin

tinggi rasio efektivitas, maka kemampuan daerah pun semakin

baik (Oktavia, 2018). Klasifikasi efektivitas ditunjukkan pada

tabel berikut ini :

Tabel III.1

Kriteria Nilai Efektivitas Pajak Penenrangan Jalan

Persentase Kriteria

>100% Sangat Efektif

80%-100% Efektif

60%-80% Cukup Efektif

40%-60% Tidak Efektif

Sumber : Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327

8. Analisis Kontribusi
Analisis kontribusi yaitu suatu alat analisis yang digunakan

untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang dapat

disumbangkan dari penerimaan pajak penerangan jalan terhadap

peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Bekasi, maka

dibandingkan antara realisasi penerimaan pajak hotel dan pajak

restoran terhadap PAD (Annisa, 2018). Besarnya efektivitas pajak

penerangan jalan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :


Realisasi Pajak Penerangan Jalan
Kontribusi = X 100%
Realisasi Asli Pendapatan Daerah

Adapun kriteria yang digunakan dalam menilai

kontribusi pajak penerangan jalan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

Kriteria Kontribusi Presentase Pajak Penerangan Jalan

Persentase Kriteria

>50% Sangat Baik

40%-50% Baik

30%-40% Cukup Baik

20%-30% Sedang

10%-20% Kurang

<10% Sangat Kurang

Sumber : Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 2006x 100

9. Analisis Trend Atau Time Series Analisys

Analisis yang digunakan untuk menjawab rumusan

masalah yang ketiga, yaitu mengetahui seberapa besar

perkembangan penerimaan pajak penerangan jalan tahun

2016-2018 digunakan teknik peramalan trend garis lurus

dengan metode kuadrat terkecil.


Manfaat analisis trend/analisis berkala adalah untuk

mengetahui kondisi masa mendatang atau meramalkan kondisi

mendatang.

Ada beberapa manfaat yang diperoleh dalam

menggunakan analisis time series, diantaranya :

1. Analisis time series dapat membantu mempelajari data

masa lampau, sehingga dapat dipelajari faktor-faktor

penyebab perubahan di masa lampau yang selanjutnya

dapat dimanfaatkan untuk perencanaan di masa

mendatang (forecasting).

2. Analisis time series dapat membantu dalam peramalan.

Analisis trend dapat digunakan untuk peramalan masa

mendatang.

3. Analisis time series dapat membantu memisahkan faktor-

faktor yang dapat memengaruhi suatu data. Analisis time

series khususnya pada seasonal variation dapat diketahui

faktor-faktor musim yang sangat memengaruhi suatu

kegiatan, sehingga untuk keperluan masa yang akan

dating dapat diadakan penyesuaian dengan faktor musim

ini.
4. Analisis time series dapat membantu dan mempermudah

membandingkan satu rangkaian data dengan rangkaian

data yang lain. Dari manfaat menggunakan analisis time

series tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis time

series yang didasarkan pada urutan waktu kejadian dapat

mempermudah di dalam meramalkan masa yang akan

datang. Sehingga dapat merencanakan sesuatu lebih baik

lagi disbanding masa lampau dan menggunakan data

masa lampau sebagai dasarnya.

Dalam melakukan analisis trend dapat dilakukan

perhitungan dengan menggunakan metode least square

(kuadrat terkecil) yaitu menderet secara tahunan kemudian

memproyeksikan kecenderungan dimasa yang akan datang.

Untuk menghitung proyeksi dari penerimaan pajak

penerangan jalan, maka digunakan persamaan garis trend

sebagai berikut :

Y’ = a + bX

Dimana :

X : periode waktu (hari, minggu, bulan,

tahun) Y’ : variabel yang dicari trendnya

a : nilai Y’ apabila X = 0

b : besarnya perubahan variabel Y’ yang terjadi pada setiap

perubahan satu unit variabel X (arah condongnya garis

trend)
Rumus untuk mendapatkan nilai a dan b adalah sebagai berikut:

∑F ∑KF

a= 𝑛 b = ∑K2

Dimana n, merupakan jumlah tahun yang menjadi dasar dalam

menentukan proyeksi.

4. Analisis Statistika

Analisis statistika digunakan untuk mengolah data yang

diperoleh dengan melakukan dua (2) macam analisa data,

yaitu dengan menggunakan uji statistik chi square dan uji

korelasi person.

a. Uji Chi Square

Chi-kuadrat digunakan untuk mengevaluasi frekuensi

hasil observasi apakah terdapat hubungan atau

perbedaan yang signifikan atau tidak. Analisis chi square

merupakan statistik non parametrik (Ratna Sujarweni,

2012). Distribusi non parametric merupakan distribusi

yang tidak diketahui berapa besaran sebuah populasi.

Distribusi ini bermanfaat dalam melakukan analisis

statistik jika tidak memiliki informasi tentang populasi atau

jika asumsi-asumsi yang dipersyaratkan dalam statistic

parametric tidak terpenuhi.


46

Untuk melihat hubungan ini digunakan uji statistik

chi-square dengan rumus:

(0−𝐸)2

𝑥2 = ∑

df : (k-1) (b-1)

Keterangan

𝑥2 : Nilai chi-square

∑ : Jumlah

0 : Nilai yang diamati

E : Nilai yang

diharapkan k :

Jumlah Kolom

b : Jumlah Baris

Prinsip dasar dari chi-square adalah membandingkan

frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi

harapan (ekspektasi). Bila nilai frekuensi dari observasi

dan nilai frekuensi harapan menunjukkan hasil yang

sama, maka dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang

bermakna (signifikan). Sebaliknya, apabila hasilnya

berbeda, maka dapat dikatakan terdapat perbedaan yang

bermakna (signifikan).
Untuk uji kemaknaan hubungan, nilai alpha yang

digunakan adalah 5% (0,05). Dengan menggunakan uji

program computer SPSS, maka yang dicari adalah nilai 𝜌

(𝜌- value) sebagai nilai besarnya peluang hasil penelitian

yang digunakan untuk menentukan keputusan uji statistik

dengan cara membandingkan 𝜌 dan alpha.Terdapat

beberapa ketentuan yang berlaku, seperti :

1. Jika 𝜌-value > 0,05 maka tidak ada hubungan yang

bermakna antara variabel independen dengan

variabel dependen.

2. Jika 𝜌-value ≤ 0,05 maka ada hubungan yang

bermakna antara variabel independen dengan

variabel dependen.

Adapun hipotesis dari uji chi-square dalam penelitian

ini, yaitu :

1. H0 : tidak ada hubungan antara tingkat efektivitas

dengan tingkat kontribusi penerimaan pajak

penerangan jalan

2. Ha : ada hubungan antara tingkat efektivitas dengan

tingkat kontribusi penerimaan pajak

penerangan jalan

3. H0 : tidak ada hubungan antara tingkat kontribusi

penerimaan pajak penerangan jalan dengan

pendapatan asli daerah


4. Ha : ada hubungan antara tingkat kontribusi

penerimaan pajak penerangan jalan dengan

pendapatan asli daerah

5. H0 : tidak ada hubungan antara tingkat efektivitas

penerimaan pajak penerangan jalan dengan

pendapatan asli daerah

6. Ha : ada hubungan antara tingkat efektivitas

penerimaan pajak penerangan jalan dengan

pendapatan asli daerah.

b. Uji Korelasi Pearson

Analisis korelasi pearson merupakan metode yang

digunakan untuk mengukur sejauh mana hubungan

antara dua variabel atau lebih yang bersifat kuantitatif.

Adapun tahapan analisis data yang dilakukan adalah

sebagai berikut :

a. Analisis ini digunakan untuk mengetahui

hubungan antara variabel X terhadap variabel

Y.

b. Uji hipotesis korelasi menggunakan tingkat

kepercayaan 95% atau tingkat kesalahan α =

5%. Dengan uji hipotesis korelasi sebagai

berikut:

H0 : 𝜌 = 0 : tidak ada hubungan antara variabel X

dengan variabel Y
48

Ha : 𝜌 ≠ 0 : ada hubungan antara variabel X

dengan variabel Y

Uji hipotesis ini dilakukan dengan two-tail, dan jika

pengujiannya menunjukkan 𝜌-value (signifikansi) ≤

0,05, hal ini menandakan bahwa H0 ditolak atau

terdapat hubungan yang signifikan antara variabel X

dengan variabel Y. Sedangkan jika 𝜌-value > 0,05

maka H0 diterima atau tidak ada hubungan antara

variabel X dengan variabel Y.

Adapun hipotesis dari uji korelasi pearson dalam

penelitian ini, yaitu :

1. H0 : 𝜌 = 0 : tidak ada hubungan antara

efektivitas dan kontribusi pajak penerangan

dengan pendapatan asli daerah

2. H0 : 𝜌 ≠ 0 : ada ada hubungan antara

efektivitas dan kontribusi pajak penerangan

dengan pendapatan asli daerah


F. Lokasi dan Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Badan Pendapatan Daerah

Kabupaten Bekasi yang berlokasi di Sukamahi, Cikarang

Pusat, Bekasi Jawa Barat 17530. Waktu penelitian yang

digunakan kurang lebih 3 bulan yaitu dari bulan Juni -

September 2019.

Adapun jadwal penelitian yang telah penulis tentukan

agar dapat memenuhi syarat dalam penelitian sehingga dapat

menyelesaikan tepat waktu, sebagai berikut:


49

Tabel 3.3

Gantt Chart Penelitian

Tahun 2021
Kegiatan
No Maret April Mei Juni
Penelitian
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
1
Proposal
Studi
2
Pendahuluan
Pengumpulan
3
Referensi
Penulisan BAB
4
I-III
Pengumpulan
5
Data
6 Analisis Data
Penulisan BAB
7
IV-V
Penyusunan
8
Skripsi

Sumber: Diolah oleh penulis


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Singkat Kabupaten Bekasi

Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor

14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam

Lingkungan Propinsi Jawa Barat, pada tahun 1966 terjadi pemekaran

wilayah sesuai dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1966

dibentuk Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi yang diresmikan pada

tanggal 10 Maret 1997. Kabupaten Bekasi terbagi ke dalam 23

kecamatan yang meliputi 187 desa. Kabupaten Bekasi merupakan

daerah yang memiliki kedudukan yang khas, selain sebagai daerah

kawasan industri dan perdagangan, kabupaten bekasi juga

merupakan kawasan industri yang menjadi daerah pendukung bagi

ibukota DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara.

Luas wilayah Kabupaten Bekasi adalah 127.388 Ha, dengan

kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Muaragembong

(14.009 Ha) atau 11 % dari luas kabupaten Bekasi. Penduduk

Kabupaten Bekasi pada tahun 2008 adalah 2.193.776 jiwa, dapat

disimpulkan bahwa rata – rata kepadatan penduduk adalah sebesar

1.722 jiwa per km2 . Wilayah yang paling padat pada kabupaten

bekasi adalah pada kecamatan Tambun Selatan dengan jumlahnya


sebesar 8.567 jiwa per km2 , sedangkan yang paling rendah tingkat

kepadatannya adalah pada kecamatan Muaragembong yaitu sebesar

278 jiwa per km2 . Jumlah desa di kecamatan adalah berkisar antara

6 sampai 13 kecamatan.

Kabupaten Bekasi memiliki motto seperti yang tercantum dalam

lambang daerahnya yaitu “Swatantra Wibawa Mukti” yang memiliki arti

daerah yang mandiri serta berpengaruh dan makmur. Kabupaten

Bekasi berada pada posisi yang strategis sehingga menjadikan

perkembangan Kabupaten Bekasi berjalan dengan pesat.

2. Visi Kabupaten Bekasi

Visi pembangunan daerah Kabupaten Bekasi tahun 2017- 2022

berdasarkan visi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bekasi terpilih

adalah sebagai berikut :

“Terwujudnya Kabupaten Bekasi “BERSINAR” (Berdaya

Saing, Sejahtera, Indah, dan Ramah Lingkungan) Tahun

2022.”

Penjelasan dari Visi Kabupaten Bekasi adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1
Penjelasan Visi Kabupaten Bekasi

Visi Pokok Visi Penjelasan Visi

Terwujudnya Berdaya Saing Kondisi daerah dan masyarakat


Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi yang memiliki
“BERSINAR” keunggulan komparatif baik
(Berdaya Saing, sebagai pusat pertumbuhan
Sejahtera, Indah, dan ekonomi baru maupun kualitas
Ramah Lingkungan) SDM yang mampu menjawab
Tahun 2022 berbagai tantangan regional
maupun global.
Sejahtera Kondisi Kabupaten Bekasi yang
mampu menjamin warganya dalam
keadaan makmur, sehat dan
aman. Terpenuhinya berbagai
kebutuhan dasar masyarakat serta
kemudahan bagi masyarakat
dalam berkarya dan
mengaktualisasi diri.

Indah Kondisi lingkungan dan tata kota


Kabupaten Bekasi yang nyaman
dan indah sebagai citra diri
Kabupaten Bekasi yang maju dan
modern.

Ramah Lingkungan Pelaksanaan pembangunan


senantiasa memperhatikan
kelestarian lingkungan serta
prinsip keberlanjutan untuk
menjamin daya dukung lingkungan
sehingga dapat dirasakan
oleh generasi mendatang.

3. Misi Kabupaten Bekasi


Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan

dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Rumusan misi yang baik

membantu lebih jelas penggambaran visi yang ingin dicapai dan

menguraikan upaya-upaya apa yang harus dilakukan. Rumusan misi

dalam dokumen RPJMD dikembangkan dengan memperhatikan

faktor-faktor lingkungan strategis, baik eksternal dan internal yang

mempengaruhi serta kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan

yang ada dalam pembangunan daerah. Misi disusun untuk

memperjelas jalan atau langkah yang akan dilakukan dalam rangka

mencapai perwujudan visi.


Misi pembangunan Kabupaten Bekasi Tahun 2017-2022

berdasarkan misi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bekasi terpilih

adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kinerja tata kelola pemerintahan yang

responsif, profesional, transparan dan akuntabel.

2. Memantapkan pembangunan sumber daya manusia yang

berkualitas.

3. Memantapkan perekonomian daerah melalui penguatan

sektor pertanian, perindustrian, perdagangan, dan

pariwisata.

4. Meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui

pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)

dan Koperasi.

5. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui

pemantapan penyediaan kebutuhan dasar yang layak.

6. Mewujudkan Kabupaten Bekasi yang lebih Nyaman dan

Asri melalui penataan ruang dan pembangunan

infrastruktur yang terpadu.

7. Mewujudkan lingkungan masyarakat yang Agamis dan

Tentram melalui pengembangan nilai-nilai budaya lokal.

8. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan

lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Penjelasan dari misi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:


Tabel 4.2
Penjelasan Misi Kabupaten Bekasi

Visi Misi Penjelasan Misi

Terwujudnya Meningkatkan kinerja Mewujudkan pelayanan prima


Kabupaten Bekasi tata kelola yang responsif, profesional,
“BERSINAR” (Berdaya pemerintahan yang transparan dan akuntabel secara
Saing, Sejahtera, responsif, profesional, cepat dan akurat kepada
Indah, dan Ramah transparan dan masyarakat; Meningkatkan
Lingkungan) Tahun akuntabel. kinerja keuangan dan
2022 pengelolaan keuangan daerah;
Meningkatkan sinergitas dan
integrasi pembangunan daerah.

Memantapkan Meningkatkan kapasitas sumber


pembangunan sumber daya manusia melalui
daya manusia yang peningkatan sumber daya
berkualitas. perpustakaan; Meningkatkan
kompetensi angkatan kerja;
Mengembangkan potensi
pemuda dan organisasi pemuda
dalam penguatan kelembagaan
dalam pembangunan;
Pengarusutamaan Gender
melalui pemberian pelatihan
keterampilan kepada kaum
perempuan yang berorientasi
terciptanya pelaku ekonomi
kreatif berbasis wilayah;
Mendorong terciptanya
kesetaraan aksesibilitas bagi
kaum Difabel dalam mengakses
informasi, pendidikan,
pekerjaan, dan fasilitas umum;
Terwujudnya pengendalian
Jumlah penduduk Kabupaten
Bekasi.

Memantapkan Meningkatkan daya saing


perekonomian daerah pertanian, kehutanan dan
melalui penguatan kelautan perikanan;
sektor pertanian, Meningkatkan daya saing
perindustrian, pariwisata; Mewujudkan iklim
perdagangan, dan perdagangan, industri dan
pariwisata. investasi yang kondusif
Meningkatkan Menciptakan Industri Kecil, Usaha
pemberdayaan ekonomi Mikro Kecil, Menengah dan
masyarakat melalui Koperasi yang produktif, inovatif
pengembangan Usaha dan berdaya saing
Mikro, Kecil, Menengah
(UMKM) dan Koperasi.
Meningkatkan kualitas Meningkatkan Mutu dan akses
hidup masyarakat Pendidikan Formal dan Non
melalui pemantapan Formal; Mewujudkan peningkatan
penyediaan kebutuhan taraf kesehatan secara
dasar yang layak. berkelanjutan; Peningkatan
kewaspadaan bencana alam dan
non alam; Menyediakan hunian
yang sehat,nyaman dan asri;
Meningkatkan kesejahteraan dan
kehidupan yang layak bagi anak
yatim piatu/terlantar,disabilitas
dan lanjut usia.
Mewujudkan Kabupaten Meningkatkan kuantitas dan
Bekasi yang lebih kualitas infrastruktur wilayah.
Nyaman dan Asri melalui
penataan ruang dan
pembangunan
infrastruktur yang
terpadu.
Mewujudkan lingkungan Mewujudkan ketenteraman
masyarakat yang masyarakat; Meningkatkan
Agamis dan Tentram Keamanan di lingkungan
melalui pengembangan masyarakat; Meningkatkan
nilai- nilai budaya lokal. pemahaman masyarakat tentang
partisipasi budaya dan politik;
Pengembangan Budaya Lokal.
Mewujudkan Meningkatkan kualitas sumber
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
daya alam dan
lingkungan hidup yang
berkelanjutan.

4. Letak Geografis

Kabupaten Bekasi secara geografis terletak pada posisi 106’-

88’97 Bujur Timur dan 610’-630’ Lintang Selatan. Batas Wilayah

administratif Kabupaten Bekasi adakah sebelah utara, Laut Jawa;

sebelah selatan, Kabupaten Bogor; sebelah barat, Kota Jakarta Utara

dan Kota Bekasi; sebelah timur, Kabupaten Karawang. Topografinya

terbagi atas dua bagian, yaitu daerah rendah yang meliputi sebagian
wilayah utara dan dataran bergelombang di wilayah selatan. Ketinggian

antara 6 – 115 meter dan kemiringan 0 - 25°. Suhu udara yang terjadi

di Kabupaten Bekasi berkisar antara 28°-32°C. Curah hujan tertinggi

dan hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Januari.

Kabupaten Bekasi memilki luas kurang lebih 127.388 Ha yang

terbag i-bagi kedalam 23 kecamatan yang terdiri dari Setu, Serang

Baru, Cikarang Pusat, Bojongmangu, Cikarang Timur, Kedungwaringin,

Cikarang Utara, Karangbahagia, Cibitung, Cikarang Barat, Tambun

Selatan, Tambun Utara, Babelan, Tarumajaya, Tambelang, Sukawangi,

Sukatani, Sukaraya, Pebayuran, Cabangbungin, Muaragembong.

Kecamatan terluas di Kabupaten Bekasi adalah kecamatan

Muaragembong dengan luas wilayah mencapai 14.009 hektar. Untuk

lebih jelasnya, gambaran kondisi geografis Kabupaten Bekasi dapat

dilihat pada gambar 4.1.

Gambar IV.1
Peta Administrasi Wilayah Kabupaten Bekasi
Sumber : BPS Kabupaten Bekasi 2019
Letak geografis yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta

membuat Kabupaten Bekasi memiliki posisi yang sangat strategis. Nilai

strategis tersebut semakin bertambah dengan dimasukannya

Kabupaten Bekasi dalam konsep pengembangan metropolitan

Jabodetabekpunjur, yaitu konsep pengintegrasian tata ruang beberapa

kawasan yang memiliki keterkaitan erat dalam konteks pengembangan

wilayah.Lokasi strategis yang ditunjang oleh banyaknya keberadaan

pabrik-pabrik asing, menjadikan Kabupaten Bekasi sebagai pintu

gerbang masuknya pergerakan orang, barang dan jasa sehingga

menjadi daya tarik investor untuk melakukan investasi di bidang

industri.

Faktor tersebut memberikan keuntungan tersendiri bagi

perkembangan pembangunan Kabupaten Bekasi di bidang insdustri,

perdagangan, dan jasa. Dukungan aksesibilitas yang baik, ketersediaan

sarana dan prasarana, kemudahan berinvestasi, serta kondisi

lingkungan yang kondusif menjadikan Kabupaten Bekasi meiliki

prospek yang cerah dan menjanjikan sebagai lokasi pengembangan

berbagai kegiatan perekonomian perkotaan.

5. Kondisi Ekonomi

Pembangunan perekonomian daerah adalah proses yang

berdampak terhadap kondisi ekonomi serta tingkat kehidupan

masyarakat di daerah yang secara nyata dapat dilihat melalui

peningkatan pendapatan perkapita dan peningkatan daya beli


masyarakat. Pembangunan perekonomian membutuhkan kebijakan

ekonomi yang mampu mengarahkan segala tindakan perekonomian

menuju tujuan dan sasaran pembangunan daerah.

Kebijakan ekonomi daerah merupakan suatu hal yang kompleks,

karena banyaknya keterkaitan variable ekonomi yang harus

diperhitungkan. Hal ini menuntut daerah untuk lebih serius dan

seksama memperhatikan seluruh factor, variable, indicator ekonomi

makro yang terlibat di dalam pembangunan. KOndisi ekonomi daerah

akan memberikan gambaran tentang kondisi ekonomi secara umum

pada tahun sebelumnya (diantaranya PDRB, Struktur Ekonomi,

Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Perkapita, dan Inflasi), serta

rencana ekonomi makro pada kurun waktu tertentu.

6. Sejarah Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Bekasi

Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) mulai awal Januari 2017 ini,

turun kelas menjadi badan, sehingga OPD-nya bernama Badan

Pendapatan Daerah dengan klasifikasi Tipe B. Dispenda sejatinya

merupakan organisasi perangkat daerah (OPD) penghasil. Setiap

tahunnya mampu menggali pendapatan asli daerah (PAD) hingga Rp. 1

Triliun melalui Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea atas Penjualan

Hak atas Tanah dan Bangunan, serta sejumlah pajak daerah lain (PDL).

Dengan demikian, Bidang PBB dan BPHTB bergabung menjadi

satu bidang. Sementar organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya

seperti Badan Kepegwaian Daerah (BKD) berganti nama, menjadi Tipe

A. Adanya penekanan atau tambahan pada Pendidikan dan Pelatihan


(Diklat) agaknya OPD ini akan lebih focus lagi dalam memberikan

pendidikan dan pelatihan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN)

Kabupaten Bekasi.

7. Visi dan Misi Badan Pendapatan Daerah

Badan Pendapatan Daerah mempunyai visi guna mencapai cita

dan citra yang diinginkan oleh pemerintah ini. Visi Badan Pendapatan

Daerah ialah :

“Profesional Dalam Pengelolaan Pajak Daerah”

Untuk mewujudkan visi diatas, Badan Pendapatan Daerah


Kabupaten Bekasi merencanakan misi sebagai berikut:
1. Mewujudkan penyelenggaraan otonomi daerah;

2. Mewujudkan kerjasama pemerintah daerah dengan masyarakat


wajib pajak;
3. Menciptakan aparat yang bersih dan masyarakat yang sadar
membayar pajak;
4. Menciptakan akuntabilitas publik;

5. Mewujudkan kinerja ekonomis, efektif, efisien, dan akuntabel;

6. Mewujudkan partisipasi masyarakat dalam memberikan


kontribusi untuk penyelenggaraan pemerintah;
7. Menciptakan sumber daya manusia yang mempunyai idealisme
dan professional;
8. Menciptakan administrasi, monitoring dan evaluasi Pendapatan
Asli Daerah;
9. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang pada
akhirnya diharapkan terjadi feedback yang positif (timbul
kesadaran diri untuk membayar pajak);
10. Meningkatkan system pungutan pajak dan retribusi daerah dalam
peningkatan Pendapatan Asli Daerah;
11. Mewujudkan aparatur Badan Pendapatan Daerah yang
professional transparan akuntabilitas dalam penyelenggaraan
pemerintah.

8. Tugas Pokok Badan Pendapatan Daerah


Badan Pendapatan daerah mempunyai tugas pokok

melaksanakan kewenangan di bidang pendapatan, pengelolaan

keuangan dan asset.

9. Peran/Fungsi Badan Pendapatan Daerah

Badan Pendapatan Daerah memiliki peran atau fungsi sebagai

berikut :

1. Perencanaan operasional kegiatan di bidang

pendapatan, pengelolaan keuangan dan asset daerah;

2. Penyelenggaraan kegiatan di bidang pendapatan,

pengelolaan keuangan dan aset daerah;

3. Pengendalian dan pembinaan penyelenggaraan kegiatan

di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset

daerah;

4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan

langsung sesuai dengan tugas dan fungsinya.

10. Struktur Organisasi

Dalam Badan Pendapatan Daerah, struktur organisasi yang teratur

dan sistematis sangat diperlukan. Dengan adanya struktur organisasi

yang baik, maka kesatuan dalam perintah serta pendelegasian

wewenang dan pengendalian dapat dilaksanakan dengan lancer dan

efektif. Struktur organisasi tersebut dibuat sesuai dengan jenis


organisasi yang digunakan.

1. Kepala Badan;
2. Sekretariat, membawahkan :
a. Sub Bagian Perencanaan;
b. Sub Bagian Keuangan;
c. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.
3. Bidang Pendaftaran dan Pendataan, membawahkan :
a. Seksi Pendaftaran;
b. Seksi Pendataan;
c. Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data.
4. Bidan Penetapan dan Penagihan, membawahkan :
a. Seksi Penetapan;
b. Seksi Penagihan;
c. Seksi Keberatan.
5. Bidang Pengendalian dan Peningkatan, membawahkan :
a. Seksi Pendapatan Asli Daerah;
b. Seksi Dana Perimbangan dan Lain-lain
Pendapatan;
c. Seksi Pemeriksaan.
6. Bidang Anggaran, membawahkan :
a. Seksi Anggaran Pendapatan, Belanja Tidak
Langsung dan Pembiayaan;
b. Seksi Belanja Langsung;
c. Seksi Pengelolaan Kas Daerah.
7. Seksi Perbendaharaan, membawahkan :
a. Seksi Belanja Tidak Langsung dan
Pembiayaan;
b. Seksi Belanja Langsung;
c. Seksi Pengelolaan Kas Daerah.
8. Bidang Pengelolaan Aset, Akuntansi dan
Pelaporan membawahkan :
a. Seksi Inventarisasi dan Penatausahaan Aset;
b. Seksi Pengendalian dan Pemanfaatan;
c. Seksi Akuntansi dan Pelaporan.
9. UPTB;
10. Jabatan Fungsional.

B. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang penulis kumpulkan dalam bentuk data dan

wawancara dapat menjadi bahan bagi penulis untuk membahas

bagaimana Analisis Efektivitas Dan Kontribusi Pajak Penerangan Jalan

Terhadap Pajak Daerah di Kabupaten Bekasi Tahun 2019 - 2021.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis mendapat

beberapa temuan yang menerangkan permasalahan yang menjadi fokus

penelitian penulis. Adapun data yang digunakan oleh penulis dalam

melakukan penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder,

sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer ialah salah satu jenis data mengenai ciri atau

karakteristik dari objek penelitian yang akan digunakan sebagai

sumber informasi utama dalam menjawab tujuan penelitian. Data

primer penulis dapatkan dari wawancara dan dialog langsung

dengan pihak terkait secara mendalam sehingga data yang penulis

terima dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai sumber informasi

utama, data primer berisi mengenai opini narasumber melalui

metode wawancara dengan Henry Mayors S.STP, M.Si dari kepala

bidang pendapatan daerah dan hasil observasi yang berupa catatan

dan dokumentasi yang terkait dengan Analisis Efektivitas Dan

Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pajak Daerah Di

Kabupaten Bekasi Tahun 2019 – 2021.


Berikut adalah uraian pertanyaan dan jawaban sesuai

dengan proses wawancara yang peneliti lakukan untuk mendapatkan

data - data primer tersebut. Berikut uraian lengkap dari data hasil

wawancara terbuka dengan informan, sebagai berikut:

Tabel IV.1

Data Primer (Wawancara)

No Pertanyaan Jawaban

1. Apakah Kendala yang dihadapi dalam Kendala yang kita hadapi


prosespenerimaan pajak penerangan jalan? dalam proses penerimaan
pajak peneranagan jalan
adalah laporan yang hanya
bersifat laporan total
pendapatan setiap bulan dan
laporan tersebut tidak bisa kita
verifikasi, dan verifikasi dalam
artian apakah betuk
sedemikian total yang kita
dapatkan/terima dari
masyarakat atas pemungutan
pajak penrangan jalan, karna
kenapa? system data bes yang
kita pakai juga adalah system
yang di pakai oleh PLN yang
kemungkinannya itu ada data
yang sifatntyya masih privasi.

2. Upaya seperti apa yang dilakukan untuk Upaya yang kita lakukan
mengatasi kendala tersebut? adalah kita tetap terus
melakukan kordinasi ke PLN
meskipun meskipun data yang
kita terima kita tidak bisa
verifikasi benar atau tidak.
Karna kami tidak memiliki
wewenang untuk memungut
dan memeriksa pajak
penerangan jalan dan kami
dibapenda hanya bersifat
menerima saja itu sudah
sesuai dengan undang-
undang
3. Bagaimana target atas penerimaan pajak Kalau kita berbicara target
penerangan jalan? bapenda masih mengikut dari
pola pembayaran dari pln

4. Apa yang terjadi jika penerimaan tidak Apabila penerimaan tidak


mencapai target? mencapai target itu akan
berdampak kepada belanja
daerah dan akan mengalami
penyusutan dari belanja
daerah apabila pajak
penerangan jalan tidak
mencapai target
5. Bagaimana kontribusi pajak penerangan Secara kontribusi dan apabila
jalan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) kalo kita melihat ke data
Kota Bekasi? sekarang kontribusi pajak
penerangan jalan itu salah
satu yang tertinngi
kontribusinya untuk PAD

2. Data Sekunder

Data sekunder ialah sumber data penelitian yang diperoleh

melalui media perantara yang didapat dari sumber kedua berupa

buku, catatan, bukti yang telah ada, atau arsip yang telah

dipublikasikan.

Berikut penulis sajikan data sekunder sebagai pelengkap data

primer yaitu mengenai:

a. Target dan realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan Di

Kabupaten Bekasi Tahun 2019 - 2021

b. Target dan realisasi penerimaan Pendapatan Pajak Daerah Di

Kabupaten Bekasi Tahun 2019 - 2021

Setiap tahunnya Pemerintah Kabupaten Bekasi menyusun


laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Adapun pendapatan daerah Kabupaten Bekasi salah satunya adalah
dari Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari :
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pemerintah Kabupaten Bekasi berupaya untuk terus

meningkatkan sumber pendapatan daerahnya, salah satunya adalah

dengan Pajak Daerah yang terdiri dari 10 jenis pajak daerah (pajak

hotel, pajak hiburan, pajak restoran, pajak penerangan jalan, pajak

reklame, pajak parker, pajak sarang burung wallet, pajak air tanah,

pajak bumi dan bangunan, pajak bea perolehan hak atas tanah dan

bangunan) yang telah ditetapkan oleh peraturan daerah.

Pajak Penerangan Jalan merupakan salah satu dari jenis

pajak daerah yang dipungut dan menjadi jenis pajak dengan jumlah

realisasi yang sudah cukup tinggi. Dengan tingginya nilai realisasi

tersebut, pajak penerangan jalan diharapkan mampu memberikan

kontribusi dan efektivitas terhadap pendapatan asli daerah

Kabupaten Bekasi. Berikut ini adalah data-data yang dibutuhkan

peneliti untuk menganalisis kontribusi dan efektivitas pajak

Penerangan Jalan :
Tabel IV.3

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan

Kabupaten Bekasi tahun 2019-2021

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Capaian %

2019 493.191.131.096 311.795.506.420 63,22%

2020 350.000.000.000 352.436.804.465 100,70%

2021 340.817.145.399 355.244.474.867 104,23%

Sumber : Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Bekasi

Berdasarkan fenomena di atas dapat dilihat dari Laporan

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan

Kabupaten Bekasi bahwa pada tahun 2019 capaian pajak

penerangan jalan yang diterima sebesar 63,22% dengan target yang

ditentukan sebesar Rp 493.191.131.096 dan realisasi dari pajak

penerangan jalan yang diterima sebesar Rp 311.795.506.420. Pada

tahun 2020, penerimaan pajak penerangan jalan mengalami

peningkatan dari tahun sebelumnya dengan capaian pajak

penerangan jalan yang diterima pada tahun 2020 sebesar 100,70%

dengan target yang ditentukan sebesar Rp 350.000.000.000 dan

realisasi pajak penerangan jalan yang diterima sebesar Rp

352.436.804.465. Sedangkan pada tahun 2021 capaian pajak yang

diterima 104,23% dengan target yang ditentukan sebesar Rp

340.817.145.399 dan realisasi pajak yang diterima dari penerangan

jalan sebesar Rp 355.244.474.867.


Tabel IV.4

Target dan Realisasi Penerimaan Pendapatan Pajak Daerah

Kabupaten Bekasi tahun 2019-2021

Pendapatan

Tahun Pajak Daerah

Target (Rp) Realisasi (Rp) Capaian%

2019 2.294.268.746.005 1.776.970.079.178 77,45%

2020 1.585.937.678.852 1.557.562.367.133 98,21%

2021 1.841.686.983.386 1.715.963.810.423 93,17%

Sumber : Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Bekasi

Berdasarkan fenomena di atas dapat dilihat dari Laporan

Target dan Realisasi Penerimaan Pendapatan Pajak Daerah

Kabupaten Bekasi bahwa pada tahun 2019 capaian pendapatan

pajak daerah yang diterima sebesar 77,45% dengan target yang

ditentukan sebesar Rp 2.294.268.746.005 dan realisasi dari

pendapatan pajak daerah yang diterima sebesar Rp

1.776.970.079.178. Pada tahun 2020, penerimaan pendapatan pajak

daerah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dengan

capaian pajak penerangan jalan yang diterima pada tahun 2020

sebesar 98,21% dengan target yang ditentukan sebesar Rp

1.585.937.678.852 dan realisasi pendapatan pajak daerah yang

diterima sebesar Rp 1.557.562.367.133. Sedangkan pada tahun

2021 capaian pajak yang diterima 93,17% dengan target yang

ditentukan sebesar Rp 1.841.686.983.386 dan realisasi pendapatan


pajak daerah yang diterima sebesar Rp 1.715.963.810.423.

C. Pembahasan

1. Analisis Efektivitas Penerimaan Pajak Penerangan Jalan

terhadap Pendapatan Asli Daerah

Efektivitas memperlihatkan tingkat kegagalan atau keberhasilan

untuk mencapai suatu tujuan, sehingga efektivitas hanya mengukur dari

segi output. Efektivitas digunakan untuk mengukur hubungan hasil

penerimaan pajak daerah dengan semua potensi daerah dengan

anggapan semua wajib pajak daerah membayar pajak daerah masing-

masing. Namun demikian, mengingat sulitnya menentukan besarnya

potensi pajak daerah maka dalam penelitian ini menggunakan besarnya

target pajak daerah, sedangkan untuk tujuan lain seperti ketepatan waktu

pembayaran, keadilan dan kepastian hukum diabaikan.

Tingkat efektivitas pajak penerangan jalan diukur dengan

menggunakan data target dan realisasi pajak penerangan jalan. Setelah

presentase perbandingannya diketahui, maka langkah selanjutnya adalah

melihat apakah pajak daerah tersebut telah memenuhi kriteria keefektifan

atau belum, bila hasil pemungutan pajak telah efektif berarti kinerja

pemungutan pajak semakin baik. Berikut merupakan perhitungan dan hasil

perhitungan dapat dilihat di bawah ini:

Realisasi pajak penerangan jalan


Efektifitas pajak penerangan jalan = X100%
Target pajak penerangan jalan
1. Efektivitas realisasi Pajak Penerangan tahun 2019 dihitung
sebagai berikut:
311.795.506.42
𝐸f𝑒𝑘𝑡i𝑣i𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑎j𝑎𝑘 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐽𝑎𝑙𝑎𝑛 = 0 x 100% =
493.191.131.09
63,22% 6

Efektivitas Pajak Penerangan Jalan terhadap PAD pada tahun


2019 sebesar 63,22%
2. Efektivitas realisasi Pajak Penerangan Jalan tahun 2020 dihitung
sebagai berikut :
352.436.804.465 X100%
𝐸f𝑒𝑘𝑡i𝑣i𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑎j𝑎𝑘 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐽𝑎𝑙𝑎𝑛 =
350.000.000.000
100,70%
Efektivitas Pajak Penerangan Jalan terhadap PAD pada tahun
2020 sebesar 100,70%

3. Efektivitas realisasi Pajak Penerangan Jalan tahun 2021 dihitung


sebagai berikut :
𝐸f𝑒𝑘𝑡i𝑣i𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑎j𝑎𝑘 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐽𝑎𝑙𝑎𝑛 = 355.244.474.867 X 100%
340.817.145.399
104,23%
Efektivitas Pajak Penerangan Jalan terhadap PAD pada tahun
2021 sebesar 104,23%

Tabel 4.5
Efektivitas Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Terhadap
Pendapatan Pajak Daerah Kabupaten Bekasi Tahun 2019-2021

Pajak Penerangan Target Pajak Efektivitas


Tahun Kriteria
Jalan Penerangan Jalan (%)

2019 311.795.506.420 493.191.131.096 63,22 Cukup Efektif

2020 352.436.804.465 350.000.000.000 100,70 Sangat Efektif

2021 355.244.474.867 340.817.145.399 104,23 Sangat Efektif

Rata – Rata 89,38 Efektif

Sumber : Badan Pendapatan Daerah (data diolah)


Grafik IV.1
Efektivitas Penerimaan Pajak Penerangan Jalan terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bekasi

520.000.000.000
493.191.131.096
490.000.000.000

450.000.000.000

420.000.000.000

Series 2
380.000.000.000

350.000.000.000 350.000.000.000

345.000.000.000

340.000.000.000 340.817.145.399
63,22 100,70 104,23
01,2
Sumber : Data Diolah Penulis
Berdasarkan tabel IV.5 dan Grafik IV.1 menunjukkan

tingkat efektivitas penerimaan pajak penerangan jalan

Kabupaten Bekasi tahun 2019 tergolong cukup efektif dengan

pencapaian sebesar 63,22%. Selanjutnya, di tahun 2020

pencapaiannya mengalami kenaikan menjadi 100,70% dan

efektivitas penerimaannya termasuk ke dalam kriteria sangat

efektif. Kemudian pada tahun 2021 pencapaiannya kembali

mengalami kenaikan menjadi 104,23% dan efektivitas

penerimaannya termasuk ke dalam kriteria sangat efektif.

Dengan rata-rata hasil perhitungan tingkat efektivitas

penerimaan pajak penerangan jalan di Kabupaten Bekasi

sebesar 89,38% di tahun 2019 – 2021, efektivitas pajak

penerangan jalan tergolong dalam kriteria efektif.

Pada tahun 2020 dan 2021 terjadi peningkatan


penerimaan pendapatan yang signifikan dibandingkan tahun

dasar sehingga, tingkat efektivitasnya menghasilkan angka

yang besar dan mampu memenuhi target penerimaan yang

sudah ditetapkan.

Tingkat efektivitas penerimaan pajak penerangan jalan

yang meningkat setiap tahunnya merupakan gambaran

penetapan target yang ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten

Bekasi dalam pencapaian realisasi penerimaan pajak

penerangan jalan. Tingkat efektivitas yang mencapai lebih dari

100 persen di tahun 2020 sampai dengan tahun 2021

menggambarkan bahwa telah terpenuhinya target yang telah

ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bekasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai efektivitas

pajak penerangan Jalan Kabupaten Bekasi tahun 2019-2021

dengan rata- rata efektivitas 89,38% dengan efektivitas

tertinggi pada tahun 2021 sebesar 104,23% dan efektivitas

terendah pada tahun 2019 sebesar 63,22%. Untuk penelitian

yang dilakukan oleh peneliti pada tahun 2016 sampai dengan

tahun 2018, efektivitas pajak penerangan jalan Kabupaten

Bekasi berada pada 89,38 %.


2. Analisis Kontribusi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan

Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bekasi

Analisis kontribusi pajak penerangan jalan dilakukan untuk

mengukur seberapa besar kontribusi yang disumbangkan dari

komponen pajak penerangan jalan terhadap pendapatan asli

daerah. Berikut merupakan perhitungan dan hasil perhitungan dapat

dilihat di bawah ini:

Realisas pajak penerangan jalan


Konribusi pajak penerangan jalan = X 100%
Realisasi Pendapatan pajak daerah

1. Kontribusi realialisasi pajak penerangan jalan tahun 2019 dihitung


sebagai berikut :

311.795.506.420
Konribusi pajak penerangan jalan = X 100% = 17,54%
1.776.970.079.178

Kontribusipajak penerangan jalan terhadap pajak daerah pada

tahun 2019 sebesar 17,54%

2. Kontribusi realialisasi pajak penerangan jalan tahun 2020

dihitung sebagai berikut :

352.436.804.465
Konribusi pajak penerangan jalan = X 100% = 22,62%
1.557.562.367.133

Kontribusipajak penerangan jalan terhadap pajak daerah pada

tahun 2020 sebesar 17,54%

3. Kontribusi realialisasi pajak penerangan jalan tahun 2021

dihitung sebagai berikut :


355.244.474.867
Konribusi pajak penerangan jalan = X 100% = 20,70%
1.715.963.810.423

Kontribusipajak penerangan jalan terhadap pajak daerah pada

tahun 2021 sebesar 20,70%

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, hasilnya

dapat dilihat pada tabel dan grafik dibawah ini :

Tabel IV.6

Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan


Asli Daerah Kabupaten Bekasi Tahun 2019-2021

Pajak Penerangan Pendapatan Asli Kontribusi


Tahun Kriteria
Jalan Daerah (%)

2019 311.795.506.420 1.776.970.079.178 17,54 Kurang

2020 352.436.804.465 1.557.562.367.133 22,62 Sedang

2021 355.244.474.867 1.715.963.810.423 20,70 Sedang

Rata - Rata 20,28 Sedang

Sumber : Badan Pendapatan Daerah (data diolah)


Grafik IV.2
Kontribusi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan terhadap
Pendapatan pajak Daerah Kabupaten Bekasi

2.500.000.000.000

2.000.000.000.000
1.776.970.079.178
1.715.963.810.423

1.500.000.000.000
1.557.562.367.133

Series 2
1.000.000.000.000

500.000.000.000

17,54 22,62 20,70

Sumber : Data Diolah Penulis

Berdasarkan tabel IV.6 dan grafik IV.2 diatas, kontribusi pajak

penerangan jalan di tahun 2019 hanya sebesar 17,54 persen dan

belum sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Sementara itu

pada tahun 2020 terjadi peningkatan penerimaan pajak penerangan

jalan sebesar Rp. 352.436.804.465, dengan presentase peningkatan

menjadi 22,62 persen, meskipun penerimaan pajak penerangan jalan

mengalami peningkatan, namun peningkatan penerimaan ini hanya

mampu memberikan kontribusi sebesar 5,08 persen, hal ini


dikarenakan penerimaan pajak penerangan jalan belum mengalami

peningkatan yang signifikan serta penerimaan yang didapatkan

belum mampu memenuhi target yang sudah ditetapkan.

Berbeda dengan tahun sebelmunya, pada tahun 2021

kontribusi penerimaan pajak penerangan jalan mengalami

penurunan menjadi 20,70 persen, akan tetapi realisasi

penerimaan pajak penerangan jalan mengalami peningkatan

sebesar Rp. 355.244.474.867 dibanding dengan tahun

sebelumnya dengan presentase penurunan minus 2,8 persen.

Sehingga, realisasi penerimaan pajak penerangan jalan pada

tahun 2021 belum mampu memenuhi target yang sudah

ditetapkan.

Berdasarkan Kepmendagri No. 690.900-327 Tahun

2006 menyatakan bahwa kriteria kontribusi pajak terhadap

pendapatan asli daerah dikatakan kurang apabila

besarannya berada pada 10-20 persen. Sementara itu, dari

hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa di tahun

2019 kontribusi pajak penerangan jalan terhadap pendapatan

asli daerah termasuk dalam kategori kurang karena

besarannya tidak lebih dari 20 persen. Sedangkan tahun 2020

dan 2021 kontribusi pajak penerangan jalan terhadap

pendapatan asli daerah termasuk dalam kategori sedang

karena besarannya mencapai 20 persen. Dengan kriteria

kontribusi yang tergolong kurang, hal tersebut menunjukkan

bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi kurang serius


dalam mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan yang

tergolong dalam objek pajak penerangan jalan, dan lebih

fokus kepada pajak-pajak unggulan yang ada di kabupaten

Bekasi, sehingga kontribusinya kurang memuaskan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kontribusi

pajak penerangan jalan terhadap PAD Kabupaten Bekasi

tahun 2019- 2021 berfluktuasi. Rata-rata kontribusi selama

tahun 2019 sampai dengan tahun 2021 sebesar 20,28%

dengan kontribusi tertinggi pada tahun 2020 sebesar 22,62%

dan kontribusi terendah pada tahun 2019 sebesar 17,54%.

3. Analisis Trend atau Time Series Analysis

Analisis yang dilakukan untuk melihat perkembangan

efektivitas dan kontribusi realisasi pajak penerangan jalan

terhadap PAD, penulis menggunakan perhitungan analisis

trend dengan metode jumlah kuadrat terkecil.

1. Tren/Perkembangan Efektivitas Pajak Penerangan Jalan

terhadap Pendapatan Asli Daerah.

Tabel IV.7
Perkembangan Efektivitas Pajak Penerangan Jalan
Tahun 2019-2021

Efektivitas Y’
Tahun X XY X2
(%) (Trend)

2019 101,2 -1 -101,2 1 101,88

2020 108,7 0 0 0 107,32

2021 112,07 1 112,07 1 112,75


Jumlah 321,97 0 10,87 2 321,95

Sumber : Data Diolah Penulis

Perhitungan persamaan trend Y’ = a + bX

∑F ∑KF
a= b=
𝑛 ∑K2

321,97 10,87
a= b=
3 2

a = 107,32 b = 5,435

Setelah a dan b diketahui, kemudian dibuat garis trend :


Jadi Y’ = 107,32 + 5,435X. Selanjutnya dengan mengganti nilai x
dapat dihitung nilai trendnya.

Tabel IV.8
Perhitungan Nilai Y
Tahun 2019 Y’ = 107,32 + 5,435 (-1) = 107,32 – 5,435 = 101,88

Tahun 2020 Y’ = 107,32 + 5,435 (0) = 107,32 + 0 = 107,32

Tahun 2021 Y’ = 107,32 + 5,435 (1) = 107,32 + 5,435 = 112,75

Sumber : Data Diolah Penulis

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan

menggunakan analisis trend metode least square diperoleh

persamaan Y’ = 107,32 + 5,435X. Persamaan ini

menunjukkan bahwa efektivitas Pajak Penerangan Jalan

terhadap Pendapatan Asli Daerah dari tahun 2019 sampai

dengan tahun 2018, atau nilai “Y” apabila X sama dengan 0

(nol) sedangkan nilai b sebesar 107,32 merupakan

perubahan efektivitas Pajak Penerangan Jalan terhadap

Pendapatan Asli Daerah secara berkala.

Efektivitas pajak penerangan jalan tahun 2019 sampai

tahun 2021 terus mengalami kenaikan, ada pada rentang


100% – 115%. Efektivitas pajak penerangan jalan tahun

2019 sebesar 101,2%; tahun 2020 sebesar 108,7%; tahun

2021 sebesar 112,07%, sehingga dapat dikatakan bahwa ada

perkembangan efektivitas dari Pajak Penerangan Jalan

terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bekasi.

2. Tren/Perkembangan Kontribusi Pajak Penerangan


Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Tabel IV.9
Perkembangan Kontribusi Pajak Penerangan Jalan
Tahun 2019-2020
Kontribusi Y’
Tahun X XY X2
(%) (Trend)

2019 14,15 -1 -14,15 1 13,535

2020 13 0 0 0 14,21

2021 15,5 1 15,5 1 14,885

Jumlah 42,65 0 1,35 2 42,63

Sumber : Data Diolah Penulis

Perhitungan persamaan trend Y’ = a + bX


∑F ∑KF
a= b=
𝑛 ∑K2

42,65 1,35
a= b=
3 2

a = 14,21 b = 0,675

Setelah a dan b diketahui, kemudian dibuat garis trend :


Jadi Y’ = 14,21 + 0,675X. Selanjutnya dengan mengganti
nilai x dapat dihitung nilai trendnya.
Tabel IV.10
Perhitungan
Nilai Y

Tahun 2019 Y’ = 14,21 + 0,675 (-1) = 14,21 – 0,675 = 13,535

Tahun 2020 Y’ = 14,21 + 0,675 (0) = 14,21 + 0 = 14,21

Tahun 2021 Y’ = 14,21 + 0,675 (1) = 14,21 + 0,675 = 14,885

Sumber : Data Diolah Penulis

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan

menggunakan analisis trend metode least

square diperoleh persamaan Y’ = 14,21 + 0,675X.

Persamaan ini menunjukkan bahwa kontribusi Pajak Penerangan

Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah dari tahun 2019 sampai

dengan tahun 2021, atau nilai “Y” apabila X sama dengan 0 (nol)

sedangkan nilai b sebesar 14,21 merupakan perubahan kontribusi

Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah

secara berkala.

Kontribusi Pajak Penerangan Jalan tahun 2019 sampai tahun

2020 tidak mengalami perubahan dan stuck pada rentang 17,54%

– 22,62%. Karena kontribusi pajak penerangan jalan pada tahun

2020 tidak melebihi kontribusi tahun dasar yaitu sebesar 22,62%,

akan tetapi kontribusi pajak penerangan jalan pada tahun 2021

mengalami penurunan menjadi 20,70%, sehingga dapat dikatakan

bahwa ada kemunduran kontribusi dari Pajak Penerangan Jalan

terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bekasi.


4. Uji Chi-Square

Hasil Uji Chi-Square antara Tingkat Efektivitas


dan Kontribusi Pajak Penerangan Jalan

Tabel IV.11
Hubungan antara Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan dengan
Kontribusi Pajak Penerangan Jalan

Sumber : SPSS versi 25 (data diolah)

Berdasarkan hasil analisis data diatas dengan

menggunakan uji chi-square, diperoleh nilai signifikan 𝜌 =

0.199 ( 𝜌 value > 0.05) dan nilai chi-square hitung = 6.000

(chi-square hitung < 9.49). Hal tersebut menunjukkan

bahwa H0 (hipotesis nihil) diterima dan Ha (hipotesis

alternatif) ditolak sehingga tidak terdapat hubungan antara

tingkat efektivitas pajak penerangan jalan dan kontribusi

pajak penerangan jalan.

Hasil Uji Chi-Square antara Tingkat Kontribusi Pajak

Penerangan Jalan dan Pendapatan Asli Daerah

Tabel IV.12

Hubungan antara Tingkat Kontribusi Pajak Penerangan

Jalan dengan Pendapatan Asli Daerah


Sumber : SPSS versi 25 (data diolah)

Berdasarkan hasil analisis data di atas dengan

menggunaka uji chi-square, diperoleh nilai signifikan 𝜌 = 0.199

( 𝜌 value > 0.05) dan nilai chi-square hitung = 6.000 (chi-

square hitung < 9.49). Hal tersebut menunjukkan bahwa H0

(hipotesis nihil) diterima dan Ha (hipotesis alternatif) ditolak

sehingga tidak terdapat hubungan antara tingkat efektivitas

pajak penerangan jalan dan pendapatan asli daerah.

5. Uji Korelasi Pearson

Hasil Uji Koefisien Korelasi Tingkat Efektivitas dan

Kontribusi Pajak Penerangan Jalan dengan Pendapatan Asli

Daerah

Uji Koefisien korelasi ini dilakukan untuk menjelaskan

hubungan antara tingkat efektivitas dan kontribusi pajak

penerangan jalan dengan pendapatan asli daerah dengan

menggunakan keluaran dari software SPSS versi 25.

Berikut ini hasil uji korelasi pearson antara efektivitas

dan kontribusi pajak penerangan jalan dengan pendapatan

asli daerah disajikan pada tabel IV.13.


Tabel IV.14
Hubungan antara Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan
Jalan dengan Pendapatan Asli Daerah

Sumber : SPSS versi 25 (data diolah)

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa nilai signifikansi


yang dimilki oleh tingkat efektivitas sebesar 0,775. Karena
angka tersebut berada diatas 5% maka H0 tidak ditolak, yang
artinya tingkat efektivitas tidak mempunyai hubungan yang
signifikan dengan tingkat kontribusi. Selain itu, angka koefisien
korelasi tingkat efektivitas sebesar 0,346 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang searah antara tingkat efektivitas
dengan tingkat kontribusi, yang artinya jika tingkat efektivitas
bertambah maka tingkat kontribusi juga bertambah. Angka
korelasi tersebut menjelaskan ada hubungan positif yang
sangat lemah antara tingkat efektivitas dengan tingkat
kontribusi pajak penerangan jalan.
Selanjutnya, nilai signifikansi yang dimilki oleh tingkat
efektivitas sebesar 0,139. Karena angka tersebut berada diatas
5% maka H0 tidak ditolak, yang artinya tingkat efektivitas tidak
mempunyai hubungan yang signifikan dengan pendapatan asli
daerah. Selain itu angka koefisien korelasi tingkat efektivitas
sebesar -0,976 menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik antara

tingkat efektivitas dengan pendapatan asli daerah, yang artinya

jika tingkat efektivitas bertambah maka nilai pendapatan asli

daerah akan mengalami penurunan. Angka korelasi tersebut

menjelaskan bahwa ada hubungan negatif yang sangat lemah

antara tingkat efektivitas dengan pendapatan asli daerah.

Sementara itu, untuk nilai signifikansi yang dimilki oleh

tingkat kontribusi sebesar 0,914. Karena angka tersebut berada

diatas 5% maka H0 tidak ditolak, yang artinya tingkat kontribusi

tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan

pendapatan asli daerah. Selain itu angka koefisien korelasi

tingkat kotribusi sebesar -0,135 menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang berbanding terbalik antara tingkat kontribusi

dengan pendapatan asli daerah, yang artinya jika tingkat

kontribusi bertambah maka nilai pendapatan asli daerah akan

mengalami penurunan. Angka korelasi tersebut menjelaskan

bahwa ada hubungan negatif yag sangat lemah antara tingkat

kontribusi dengan pendapatan asli daerah.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang didapat

dari lapangan dan olahan data melalui program SPSS. Peneliti

memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini

diantaranya :

1. Tingkat Efektivitas Penerimaan Pajak Penerangan Jalan

Kabupaten Bekasi

Tingkat efektivitas penerimaan pajak penerangan jalan

kabupaten Bekasi selam kurun waktu tiga tahun yaitu dari

tahun 2019- 2021 secara rata-rata termasuk dalam kriteria

cukup efektif (>80%).

2. Kontribusi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan

Kontribusi penerimaan pajak penerangan jalan

terhadap Pendapatan Asli daerah Kabupaten Bekasi termasuk

dalam kriteria sedang. Dalam kurun waktu tiga tahun yaitu dari

tahun 2019 - 2021 pajak penerangan jalan memberikan

kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah ada pada rentang

20% - 30%.

3. Perkembangan Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak

Penerangan Jalan

1. Efektivitas pajak penerangan jalan tahun 2019 sampai

dengan tahun 2021 mengalami fluktuasi karena

efektivitas pajak penerangan jalan dari tahun 2019


hingga tahun 2018 karena mengalami peningkatan dan

penurunan setiap tahunnya.

2. Kontribusi pajak penerangan jalan tahun 2019 sampai

dengan tahun 2021 mengalami perkembangan, disetiap

tahunnya. Dan peningkatan tertinggi terjadi pada tahun

2020 dengan capain kontribusi sebesar 22,62%

4. Hubungan Efektivitas Penerimaan Pajak Penerangan Jalan

dan Kontribusi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan terhadap

Pendapatan Asli daerah

a. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji chi-

square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

antara tingkat efektivitas penerimaan pajak penerangan

jalan dan kontribusi penerimaan pajak penerangan jalan.

Sementara itu, untuk tingkat efektivitas dan kontribusi

penerimaan pajak penerangan jalan dengan pendapatan

asli daerah menunjukkan hasil yang sama yaitu tidak

terdapat hubungan antara efektivitas dan kontribusi pajak

penerangan jalan dengan pendapatan asli daerah.

b. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji

koefisien korelasi person menunjukkan bahwa tingkat

efektivitas penerimaan pajak penerangan jalan tidak

mempunyai hubungan yang signifikan dan berhubungan

searah dengan kontribusi penerimaan pajak penerangan

jalan. Selanjutnya, tingkat efektivitas dan kontribusi

penerimaan pajak penerangan jalan tidak mempunyai

hubungan yang signifikan dan berhubungan berbanding

terbalik dengan pendapatan asli daerah.


B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan di atas, maka

sebagai bahan pertimbangan agar tingkat efektivitas dan kontribusi

pajak penerangan jalan dapat lebih optimal maka diperlukan

beberapa penyempurnaan atas kekurangan yang ada sebelumnya.

Untuk itu penulis mengemukakan saran sebagai berikut:

1. Perolehan pendapatan daerah khususnya pajak penerangan

jalan secara nominal memang sudah sangat baik terbukti dari

realisasi penerimaannya sudah melebihi target yang sudah

ditetapkan. Akan tetapi kontribusi yang diberikan terhadap PAD

masih tergolong kurang. Untuk itu pemerintah daerah hendaknya

lebih gencar melakukan sosialisasi dan meningkatkan kesadaran

wajib pajak sehingga penerimaan pajak penerangan jalan dapat

lebih dioptimalkan lagi dan diunjang dengan kebijakan yang

bersifat intensifikasi maupun yang bersifat ekstenfikasi sehingga

dapat memberikan peningkatan penerimaan pajak penerangan

jalan terhadap PAD.

2. Pemerintah Kabupaten Bekasi sebaiknya terus meningkatkan

kinerjanya, misalnya dengan:

a. Memberi penyuluhan kepada wajib pajak secara

berkelanjutan khususnya tentang pajak penerangan jalan.

b. Meningkatkan kinerja pelayanan petugas pada saat

menerima pajak penerangan jalan, hal tersebut

menghindarkan wajib pajak


mempunyai sikap malas untuk membayar pajak karena

pelayanan yang kurang baik dari petugas pajak yang dapat

berdampak pada penerimaan pajak penerangan jalan.

3. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk melakukan

penelitian bukan hanya dari sektor pajak penerangan jalan saja,

melainkan dari sektor-sektor pajak lainnya, sehingga dapat

diketahui efektivitas dan kontribusi terhadap pendapatan asli

daerah dari sektor pajak lainnya untuk tahun yang sama maupun

pada tahun selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai