Anda di halaman 1dari 20

lOMoARcPSD|18446095

MAKALAH HUKUM PERDATA

PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN HUKUM WARIS PERDATA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata
Dosen Pengampu: Dr. Mieke Yustia Ayu, S.H.,M.H.

Disusun Oleh :
1. Yogi Aswin Ridandi (222110036)
2. Rachmad Hidayat (222110053)
3. Ahmad Alfian (222110026)

PROGRAM STUDI HUKUM PERDATA


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TULANG BAWANG LAMPUNG
lOMoARcPSD|18446095

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah, dan nikmatNya kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas makalah hukum kewarisan yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah hukum
perdata.
Akan tetapi kami berharap makalah ini tidak hanya untuk menunaikan tugas kuliah
namun lebih dari itu yakni kita bisa paham dan tahu mengenai pembagian waris berdasarkan
hukum waris perdata ini sehingga kita bisa mengerti dan tahu dalam perkembangan hukum
kewarisan di Indonesia.
Kami berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat. Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan oleh sebab itu, kami selaku
penulis membuka ruang untuk menerima kritik dan saran yang membangun guna perbaikan
kinerja kami kedepannya. Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat baik bagi kami
maupun pembaca. Aamiin.

Penulis

i
lOMoARcPSD|18446095

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................3
1.3 Tujuan.....................................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perhitungan /Pembagian Waris Menurut KUHPerdata
……………………………………………………………………………………………….. 4
2.2 Bagaimana caranya bisa memperoleh waris dan tidak bisa mendapatkan waris tersebut
……………………………………………………………………………………………….. 9
2.3 Contoh Kasus dari pembagian waris berdasarkan KUHPerdata
………………………………………………………………………………………………. 12

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................15
3.2 Saran......................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16

ii
lOMoARcPSD|18446095

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum waris adalah ketentuan yang mengatur soal apa dan bagaimana hak hak dan
kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia, dan akan beralih
kepada orang yang masih hidup. Hukum waris juga mengatur mengenai pemindahan
kekayaan, dan akibatnya bagi yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka
atau dengan hubungan pihak ketiga. Definisinya;
1. Pewaris; adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaanya
2. Ahli waris; adalah orang yang berhak atas warisan
3. Harta warisan; adalah kekayaan yang di tinggalkan berupa aktiva dan pasiva
4. Pewarisan; adalah proses beralihnya harta kekayaan seseorang kepada ahli warisnya.

Mewaris adalah menggantikan suatu hak dan juga kewajiban seseorang yang meninggal.
Dimana umumnya yang digantikan itu hanya berupa hak dan kewajiban dibidang hukum
kekayaan saja. Hukum waris itu sendiri adalah hukum yang mengatur terkait apa yang harus
terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia, dan mengatur peralihan
harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal, serta akibat-akibatnya bagi
para ahli waris.

Menurut Prof. Subekti Hukum warisan itu mengatur akibat-akibat hubungan kekeluargaan
terhadap harta peninggalan seseorang. Sementara menurut Prof. Soediman Kartohadiprodjo,
SH Hukum waris adalah semua kaidah hukum yang mengatur bagaimanakah nasib kekayaan
seorang yang meninggal dunia, dan siapa-siapakah yang berhak atas kekayaan itu.

Menurut Kompilasi Hukum Islam, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang
pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, serta menentukan siapa-siapa
saja yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya.

1
lOMoARcPSD|18446095

Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hukum waris itu adalah kumpulan
peraturan yang mengatur mengenai harta peninggalan dari orang yang meninggal dunia
kepada orang yang masih hidup atau yang ditinggalkannya.1

Pewarisan dalam KUHPerdata terdapat dalam Buku ke II mengenai Kebendaan pada Bab
kedua belas tentang pewarisan karena kematian. Ketentuan ini dimulai dari pasal 830
KUHPerdata sampai dengan Pasal 1130 KUHPerdata. Dimana yang menjadi dasar Hukum
ahli waris dapat mewarisi sejumlah harta warisan jika menurut sistem Hukum waris BW
adalah berdasarkan pada dua ketentuan, yaitu :

1. Menurut ketentuan undang-undang (ab intestato atau wettelijk erfrecht)


2. Ditunjuk dalam surat wasiat (testamenteir erfrecht)

Adapun menurut ketentuan Undang-Undang (ab intestato atau wettelijk erfrecht), yaitu ahli
waris yang berhak mendapatkan bagian warisan karena hubungan kekeluargaan yang
berdasarkan pada keturunan (832 BW). Dan apabila pewaris menentukan sendiri tentang
harta kekayaannya sehingga dalam hal ini pewaris membuat surat wasiat (testamenteir
erfrecht) (899 BW).

Menurut Pasal 834 B.W. seorang ahliwaris berhak untuk menuntut supaya segala apa saja
yang termasuk harta peninggalan dari yang meninggal diserahkan padanya berdasarkan
haknya sebagai ahliwaris. Hak penuntutan ini menyerupai hak penuntutan seorang pemilik
suatu benda, dan menurut maksudnya penuntutan itu harus ditujukan pada orang yang
menguasai satu benda warisan dengan maksud untuk memilikinya.

Mengingat bahwa ada tiga pembagian Hukum waris yang berlaku di Indonesia yaitu Hukum
waris perdata, Hukum waris Islam dan Hukum waris adat. Ketiga pembagian Hukum waris
ini tentu telah ada aturan -aturan dan ketentuan Hukum yang berlaku sehingga tidak ada salah
paham dalam arti serta pembagian Hukum waris tersebut.2

1
Matompo, Osgar dan Nafri,Harun, 2017, Pengantar Hukum Perdata. Malang: Setara Press, hlm. 33

2
Elviana Sagala, SH, M.Kn, “Hak Mewaris Menurut Ketentuan Hukum Waris Perdata”, Jurnal Ilmiah
“Advokasi” Vol. 06, No. 01, Maret, 2018, hlm. 117.

2
lOMoARcPSD|18446095

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Perhitungan /Pembagian Waris Menurut KUHPerdata?


2. Bagaimana caranya bisa memperoleh waris dan tidak bisa mendapatkan harta waris
tersebut? Apakah warisan bisa di batalkan?
3. Contoh/ Study Kasus dari pembagian waris berdasarkan KUHPerdata?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui cara atau mekanisme pembagian harta waris menurut KUHPerdata
2. Untuk mengetahui seperti apa proses pembagian harta waris yang berlaku dalam
hukum di Indonesia
3. Untuk mengetahui penyebab di batalkannya pembagian harta warisan
4. Untuk mengetahui tentang cara pembagian hukum waris yang mengatur kehukum
mana para ahli waris menyelesaikan pembahagian harta warisan yang ditinggalkan
pewaris.
lOMoARcPSD|18446095

3
lOMoARcPSD|18446095

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perhitungan /Pembagian Waris Menurut KUHPerdata


Cara pembagian harta warisan berdasarkan KUHPerdata, ada 4 golongan golongan

dalam hukum perdata. Untuk golongan I , cara pembagiannya dilakukan menurut Pasal 852

dan Pasal 852a KUHPerdata. Pada Pasal 852 KUHPerdata, menentukan bahwa : seorang

anak memperoleh bagian yang sama besarnya dengan ibunya atau ayahnya yang hidup paling

lama dari harta warisan ibunya atau ayahnya.

P A Keterangan Contoh :

= kode untuk jenis kelamin laki-laki

belum meninggal

= kode untuk jenis kelamin


B C perempuan belum meninggal
P = pewaris : A = istri pewaris : B dan P = pewaris
C
= kode untuk jenis kelamin laki-laki
= anak-anak pewaris : maka
yang sudah meninggal
cara pembagiannya A = B = C,
= kode untuk jenis kelamin
dimana masing-masing dapat
perempuan yang sudah meninggal
memperoleh sepertiga bagian.
= onwaardig
Dengan cara pembagian seperti
= menolak warisan
ini perlu diingat bahwa harta

warisan adalah setengah dari

harta bersama (Pasal 128

KUHPerdata)

4
lOMoARcPSD|18446095

Perhatikan lagi contoh di atas,jika P meninggalkan harta bersama sebesar 1,2 miliar (satu

koma dua miliar), maka harta warisan si P hanya berjumlah ½ x 1,2 miliar = 600 juta rupiah.

Jumlah yang Rp. 6.00 juta inilah yang dibagi sama banyak antara A, B, dan C, sehingga

masing-masing memperoleh 1/3 x Rp. 600 juta =Rp. 200 juta. Sedangkan setengah bagian

lagi sejumlah Rp.600 juta, jatuh kepada A sebagai mitra kawin yang hidup paling lama,

sehingga A akan memperoleh Rp. 200 juta + Rp.600 juta, menjadi Rp. 800 juta.

Bagaimanakah dengan sitri kedua atau suami kedua, ketiga dan seterusnya (jika ada) ?

Pasal 852 a KUHPerdata menentukan bahwa : suami atau istri kedua dan seterusnya (jika

ada), memperoleh bagian yang sama dengan seorang anak, tetapi bagian mereka ini

maksimum ¼ (seper empat) bagian, jika ada anak-anak dari perkawinan pertama.

Pewarisan Untuk Anak Luar Kawin Yang Diakui

Menurut Pasal 863 KUHPerdata, jika anak luar kawin yang diakui mewaris bersama-

sama golongan I, maka ia mendapat 1/3 (seper tiga) bagian dari bagian yang seharusnya

diterimanya menurut Undang-Undang, seandainya ia anak sah. Jika anak luar kawin yang

diakui itu mewaris bersama-sama golongan II atau golongan III, mereka akan mendapat ½

(setengah) bagian. Selanjutnya jika anak luar kawin yang diakui mewaris bersama-sama

golongan IV, akan memperoleh ¾ (tiga perempat) bagian.

Contoh :

Anak luar kawin yang diakui mewaris bersama-sama golongan I

P A

D B C

5
lOMoARcPSD|18446095

P meninggal dunia, meninggalkan istrinya yang bernama (A), seorang anak luar kawin

yang diakui bernama (D) dan dua orang anak sah (B) dan (C). Berapa besar bagian masing-

masing?

Cara pembagiannya yaitu : D (anak luar kawinyang diakui), memperoleh bagian sebesar 1/3 x

¼ = 1/12 (seper duabelas) bagian. Sisanya 11/12 bagian lagi dibagikan kepada A, B, dan C.

Maka A = B = C = 1/3 x 11/12 = 11/36 (sebelas per tigapuluh enam) bagian.

Selanjutnya Contoh : Anak luar kawin yang diakui mewaris bersama-sama golongan II

A B

P C

P meninggal dunia, meninggalkan ahli waris, ayahnya (A), ibunya (B), dan seorang saudara

sekandung (C), serta seorang anak luar kawin yang diakui si (D). Berapa besar bagian

masing- masing?

Cara pembagiannya : D (anak luar kawin yang diakui), akan memperoleh ½ (setengah)

bagian. Sisanya, A = B = C = 1/3 x ½ = 1/6 (seper enam) bagian.

Contoh : Anak luar kawin yang diakui mewaris bersama-sama golongan III

A B Q R

C S
P
D

6
lOMoARcPSD|18446095

P meninggal dunia,........dan seterusnya.

Cara pembagiannya yaitu : D (anak luar kawin yang diakui) akan memperoleh ½

(setengah) bagian. Sisanya ½ (setengah) bagian lagi dibelah dua (kloving), ¼ (seper empat)

bagian untuk kakek-nenek dari garis ayah dan ¼ (seperempat) bagian lagi untuk kakek-nenek

dari garis ibu. Maka A dan B bersama-sama memperoleh ¼ (seper empat) bagian, masing-

masing ½ x ¼ = 1/8 (seper delapan) bagian. Demikian pula Q dan R bersama-sama

memperoleh ¼ (seper empat) bagian, masing-masing ½ x ¼ = 1/8 (seper delapan).

Contoh : Anak luar kawin yang diakui mewaris bersama golongan IV

A B Q R

C E S U

P meninggal dunia,........dan seterusnya.

Cara pembagiannya : E (anak luar kawin yang diakui) akan memperoleh ¾ (tiga perempat)

bagian. Sisanya ¼ (seperempat) bagian lagi, dibagikan kepada C dan T, masing-masing ½ x

= 1/8 (seperdelapan) bagian.

7
lOMoARcPSD|18446095

Jika ada anak luar kawin 2 (dua) orang atau lebih,maka menurut ketentuan pasal 864

KUHPerdata : hitung dulu bagian anak luar kawin itu, setelah itu keluarkan bagiannya itu,

sisanya bagikan kepada ahliwaris menurut Undang-Undang.

Contoh :
P A

D E B C
P meninggal dunia,. dan seterusnya.

Cara pembagiannya : D = E = 1/3 x 1/5 = 1/15 bagian, D dan E (dua orang anak luar kawin

yang diakui) bersama-sama, menjadi 1/15 + 1/15 = 2/15 bagian. Sisa harta warisan = 15/15 -

2/15 = 13/15 (tiga belas per lima belas) bagian. Dari sisa ini maka A = B = C = 1/3 x 13/15 =

13/45 (tiga belas per empat puluh lima) Bagian.

Bagaimana jika anak luar kawin (yang diakui) mewaris bersama golongan III dari garis ayah

dan golongan IV dari garis ibu ? apakah mereka mendapat ½ (setengah) bagian atau ¾ (tiga

perempat) bagian? Mereka mereka mendapat ½ (setengah) bagian tetapi ada pendapat yang

mengatakan bahwa mereka (anak luar kawin yang diakui) itu seharusnnya mendapat ¾ (tiga

perempat) bagian. Apa alasannya? Sebenarnya jika anak luar kawin yang diakui mewaris

bersama-sama golongan III, maka anak luar kawin itu seharusnya memperoleh ¾ (tiga

perempat) bagian, karena hubungan kekeluargaannya itu sudah jauh.3

3
Hartono Soerdjoptratiknjo, Hukum Waris Tanpa Wasiat, Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah
Mada, (Yogyakarta, 1982), hlm. 27.

8
lOMoARcPSD|18446095

2.2 Bagaimana Cara Memperoleh Waris dan Hal Apa Yang Menyebabkan Seseorang
Tidak Bisa Mendapatkan Warisan

Garis kekeluargaan untuk menetapkan warisan dapat dibedakan menjadi :


a. Garis menegak (line)
Garis kekeluargaan langsung satu sama lain misalnya kakek-bapak-cucu dihitung menurun,
kalau sebaliknya dihitung menanjak.
b. Garis mendatar (zijlinie)

Garis kekeluargaan tak langsung satu sama lain, misalnya paman bapak-paman-keponakan-
dan seterusnya. Disamping itu ada juga bagian harta kekayaan yang disebut ligitieme portie
(bagian menurut Undang-Undang) yaitu bagian dari harta peninggalan yang menjadi hak ahli
waris menurut garis menegak yang tidak dapat diganggu gugat, Artinya oleh si pewaris tidak
boleh diberikan kepada orang lain baik pada masa hidupnya maupun sesudah ia meninggal.
Ahli waris berhak atas ligitieme portie itu disebut ligitimaris, seperti anak,cucu, dan orang tua.4

Syarat-Syarat Mewaris :
Ahli waris harus sudah ada dan masih ada pada saat warisan terbuka,
1. Mempunyai hubungan darah dengan pewaris
2. Bukan orang yang tidak patut untuk mewaris
3. Tidak menolak warisan

Cara Mewaris
Mewaris berdasarkan Undang-undang, terdiri atas :
a. Mewaris berdasarkan kedudukan sendiri. Artinya, Ketika ahli waris tampil mewaris secara
langsung dari pewaris kepala demi kepala.
b. Mewaris berdasarkan penggantian (representasi). Artinya, Ketika ahli waris tampil
mewaris karena menggantikan kedudukan dari ahli waris yang sebenarnya berhak mewaris
yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris.

4
Subekti, Hukum Keluarga dan Hukum Waris (Ringkasan), (Jakarta: PT.Intermasa, 1990), hlm. 36. Lihat juga
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 1994), hlm.112.

9
lOMoARcPSD|18446095

Ahli Waris Menurut Undang-Undang


a. Ahli waris berdasarkan hubungan darah
Menurut UU, yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah
maupun luar kawin dan suami istri yang hidup terlama (Pasal 832). Dengan demikian,
seseorang harus mempunyai hubungan darah dengan pewaris
b. Janda atau duda yang ditinggal mati saling mewaris
c. Keluarga yang lebih dekat kepada pewaris yang berhak mewaris.

Ahli waris dibagi ke dalam 4 golongan :


 Golongan I: Terdiri suami istri dan anak berserta keturunannya.
 Golongan II : Terdiri dari orang tua dan saudara-saudara beserta keturunannya.
 Golongan III : Terdiri kakek dan nenek serta seterusnya ke atas.
 Golongan IV : Terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh termasuk
saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya.

Orang yang tidak sah menerima warisan :


a. Orang yang telah dipidana karena telah membunuh atau mencoba membunuh pewaris.
b. Orang yang karena putusan hakim telah terbukti bahwa ia telah memfitnah si mati dalam
perkara berbuat kejahatan yang diancam dengan hukuman lima tahun, atau lebih (Pasal
838 KUHPer)
c. Orang yang dengan jalan paksa atau dengan tindakan lain menyuruh membuat wasiat atau
menggugurkan wasiat.
d. Orang yang telah menggelapkan, merusakkan atau memalsukan surat wasiat orang yang
telah meninggal.

Hak Mewarisi Menurut Undang-Undang


Siapa yang berhak untuk mewarisi harta peninggalan seseorang diatur sebagai berikut
oleh undang-undang.Untuk menetapkan itu, anggota-anggota keluarga si meninggal dibagi
dalam berbagai golongan. Jika terdapat orang-orang dari golongan pertama, mereka itulah
yang bersama-sama berhak mewarisi semua harta peninggalan.Sedangkan anggota keluarga
lain- lainnya tidak mendapat bagian satu apapun.jika tidak dapat anggota keluarga dari
golongan pertama itu, barulah orang-orang termasuk golongan kedua tampil ke muka sebagai
ahli waris.

10
lOMoARcPSD|18446095

Seterusnya, jika tidak terdapat keluarga dari golongan kedua, maka orang-orang dari
golongan ketiga tampil ke muka.

1. Dalam golongan pertama


Dimasukkan anak-anak beserta turunan-turunan dalam garis lencang ke bawah dengan
tidak membedakan laki-laki atau perempuan dan dengan tidak membedakan urutan
kelahiran.Mereka itu mengecualikan lain-lain anggota keluarga dalam garis lencang ke atas
dan garis samping, meskipun mungkin diantara anggota-anggota keluarga yang belakangan
ini ada yang derajatnya lebih dekat dengan si meninggal.

Hak mewarisi dari suami atau istri dari si meninggal, baru sejak tahun 1935 (di negeri
Belanda tahun 1923) dimasukkan dalam undang-undang, yaitu mereka dipersamakan dengan
seorang anak yang sah. Akibatnya peraturan baru ini, apabila tiada terdapat anak sama sekali,
suami atau istri itu mengecualikan lain-lain anggota keluarga. Kejadian yang semacam ini
memang telah ditentang keras oleh aliran yang berpendirian bahwa kepada suami atau istri
itu sebenarnya sudah cukup diberikan hak untuk memungut hasil dari harta peninggalan saja.

2. Dalam golongan kedua


Dimasukkan orang tua dari saudara-saudara si meninggal. Pada asasnya orang tua
itu dipersamakan dengan saudara, tetapi bagi orang tua diadakan peraturan-peraturan yang
menjamin bahwa ia pasti mendapat bagian yang tidak kurang dari seperempat harta
peninggalan.

Jika tidak terdapat sama sekali anggota keluarga dari golongan yang pertama dan kedua,
harta peninggalan itu dipecah menjadi dua bagian yang sama. Satu untuk para anggota
keluarga pihak ayah dan yang lainnya untuk para anggota keluarga pihak ibu si meninggal.
Dalam masing-masing golongan ini, lalu diadakan pembagian seolah-olah disitu telah
terbuka suatu warisan sendiri. Hanya saja tidak mungkin terjadi suatu pemecahan (kloving)
lagi, karena pemecahan tersebut hanya mungkin terjadi satu kali saja. Jika dari pihak salah
satu orang tua tiada terdapat ahli waris lagi, maka seluruh warisan jatuh pada keluarga pihak
orang tua yang lain.

11
lOMoARcPSD|18446095

Bagian seorang anak yang lahir di luar perkawinan, tetapi diakui (erkend natuurlijk) itu
bergantung pada berapa adanya anggota keluarga yang sah. Jika ada ahli waris dari
golongan pertama, maka bagian anak yang lahir di luar perkawinan tersebut, maka sepertiga
dari bagian yang akan diperolehnya seandainya ia dilahirkan dari perkawinan yang sah,dan
jika ia bersama-sama mewarisi dengan anggota-anggota keluarga dari golongan kedua,
bagiannya menjadi separuh dari bagian yang akan diperolehnya seandainya ia dilahirkan
dari perkawinan yang sah.

Pembagian warisan ini harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga bagian anak yang lahir
diluar perkawinan itu harus dapat dihitung dan dikeluarkan lebih dahulu, barulah sisanya
dibagi antara ahli waris yang lainnya, seolah-olah sisa itu warisan yang masih utuh.

Contoh : jika ada 2 orang anak yang lahir diluar perkawinan, disamping 3 orang anak yang
sah, maka yang pertama akan menerima masing-masing 1/3×1/5, atau bersama-sama 2/5.
Bagian ini harus diambil lebih dahulu, dan sisanya 13/15 dibagi antara anak-anak yang sah,
yang karenanya masing masing mendapat 13/15 bagian dari warisan. Juga terhadap anak
yang lahir diluar perkawinan, undang-undang memuat pasal-pasal perihal “penggantian”
(plaatsvervulling) sehingga apabila ia meninggal terlebih dahulu ia dapat digantikan oleh
anak-anaknya sendiri.5

2.3 Contoh Kasus Dari Pembagian Waris Berdasarkan KUHPerdata

Contoh Kasus Rebutan Warisan, Kasus rebutan warisan almarhum Adi Firmansyah yang
akhirnya berakhir hingga ke Pengadilan. Sidang pertama perkara ini telah digelar Kamis
(12/05) kemarin di Pengadilan Agama Bekasi. Warisan pesinetron muda yang meninggal
akibat kecelakaan sepeda motor ini, menjadi sengketa antara Ibunda almarhum dengan
Nining Nasution, mantan istri Adi.

Nining menuntut agar harta peninggalan Adi segera dibagi.

5
Hartono Soerjokpratiknjo, Hukum Waris Testamenter, Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada, (Yogyakarta, 1982), hlm.12.

12
lOMoARcPSD|18446095

Nining beralasan Ia hanya memperjuangkan hak Cahaya, putri hasil perkawinannya dengan
Adi. Sementara Ibunda Adi mengatakan pada dasarnya pihaknya tidak keberatan dengan
pembagian harta almarhum anaknya. Namun mengenai rumah yang berada di Cimahi Bekasi,
pihaknya berkeras tidak akan menjual, menunggu Cahaya besar. Menurut Nining Nasution
sendiri, Mantan Istri Alm Adi Firmansyah.

"Saya menginginkan penyelesaiannya secara damai dan untuk pembagian warisan toh
nantinya juga buat Cahaya. Kita sudah coba secara kekeluargaan tapi tidak ada solusinya."

Menurut Bu Stefani, Ibunda Alm Adi Firmansyah, "Kalau pembagian pasti juga dikasih
untuk Nining dan Cahaya. Pembagian untuk Cahaya 50% dan di notaris harus ada tulisan
untuk saya, Nining dan Cahaya Rumah itu tidak akan dijual menunggu Cahaya kalau sudah
besar." Terlepas dari memperjuangkan hak nya, namun mencuatnya masalah ini
mengundang keprihatinan. Karena ribut-ribut dikarenakan harta warisan rasanya
memalukan. Selain itu, sangat di sayangkan jika gara-gara persoalan ini hubungan keluarga
almarhum dengan Nining pun menjadi tambah meruncing kemana-mana.

"Saya tidak pernah komunikasi semenjak cerai dan mertua saya tidak pernah berkomunikasi
dengan Cahaya (jarang)", ujar Nining Nasution.

"Bagaimana pun juga saya masih kecewa berat dengan mertua saya. Saya siap akan
memberikan untuk haknya Cahaya", ujar Bu Stefani.

Solusi yang di berikan :


Dikasus ini, yang meninggalkan harta warisan adalah almarhum mantan suami Nining yang
menjadi rebutan antara sang ibu almarhum dengan mantan istri almarhum, dan dimana
almarhum telah memiliki anak dari mantan istrinya.

Untuk status rumah yang ditinggalkan oleh almarhum, tergantung kapan almarhum memiliki
rumah tersebut, jika almarhum sudah memilikinya sejak masih bersama mantan istri maka
status rumah merupakan harta bersama atau harta gono gini yang diperoleh dari almarhum
saat masih bersama mantan istrinya. Hal ini sesuai dengan pengertian harta bersama menurut
ketentuan Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) yang
menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

13
lOMoARcPSD|18446095

Dan Apabila terjadi suatu perceraian, maka pembagian harta bersama diatur menurut hukum
masing masing (Pasal 37 UUP). Yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing ialah
hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya.

Mengenai harta benda dalam perkawinan, pengaturan ada di dalam Pasal 35 UUP dan
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :

1. Harta bersama, (Pasal 37 UUP).


2. Harta bawaan, (Pasal 36 ayat 2 UUP
3. Harta perolehan,

Berdasarkan pada penjelasan beberapa Pasal di atas apabila dikaitkan dengan kasus tersebut
maka mantan istri almarhum mempunyai hak atau berhak atas harta yang diperoleh selama
perkawinan berlangsung tanpa melihat alasan-alasan yang diajukan dan harta tersebut disebut
harta bersama.6

6
Suseno, A. (2014, Maret). Contoh Kasus Hukum Perdata : Perebutan Harta Warisan. Dikutip pada 21 April
2017, dari Adhie Suseno Blog: http://adhiesuseno.blogspot.co.id/2014/03/contoh-kasus-hukum
perdata-perebutan.html

14
lOMoARcPSD|18446095

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Yang dimaksud dengan hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai
harta peninggalan dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup atau
yang ditinggalkannya.
Ahli waris dibagi ke dalam 4 golongan, yaitu :
 Golongan I : Terdiri suami istri dan anak berserta keturunannya.
 Golongan II : Terdiri dari orang tua dan saudara-saudara beserta keturunannya.
 Golongan III : Terdiri kakek dan nenek serta seterusnya ke atas.
 Golongan IV : Terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh termasuk
saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya.

3.2 Saran

Hukum waris yang diterapkan berdasarkan hukum islam, hukum adat seharusnya mengikuti
tata cara yang sudah ada dalam KUHPer dan tidak membagikan warisan tersebut hanya untuk
kepentingan pribadi semata. Warisan tersebut haruslah dibagikan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang sudah diatur dalam peraturan yang ada di KUHPerdata. Pemerintah masih
perlu menerapkan sanksi yang tegas apabila terjadi penyelewengan-penyelewengan
pembagian harta waris yang tidak sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

15
lOMoARcPSD|18446095

DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Matompo, Osgar dan Nafri,Harun, 2017, Pengantar Hukum Perdata. Malang: Setara Press,
hlm. 33

Subekti, Hukum Keluarga dan Hukum Waris (Ringkasan), (Jakarta: PT.Intermasa, 1990), hlm.
36. Lihat juga Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa,
1994), hlm.112.

Jurnal :
Elviana Sagala, SH, M.Kn, “Hak Mewaris Menurut Ketentuan Hukum Waris Perdata”, Jurnal
Ilmiah “Advokasi” Vol. 06, No. 01, Maret, 2018, hlm. 117.

Hartono Soerjokpratiknjo, “Hukum Waris Testamenter”, Jurnal Seksi Notariat Fakultas


Hukum Universitas Gadjah Mada, (Yogyakarta, 1982), hlm.12.

Hartono Soerdjoptratiknjo, “Hukum Waris Tanpa Wasiat”, Jurnal Seksi Notariat Fakultas
Hukum Universitas Gajah Mada, (Yogyakarta, 1982), hlm. 27.

Referensi tambahan :
Suseno, A. (2014, Maret). Contoh Kasus Hukum Perdata : Perebutan Harta Warisan.
Dikutip pada 21 April 2017, dari Adhie Suseno Blog:
http://adhiesuseno.blogspot.co.id/2014/03/contoh-kasus-hukum perdata-
perebutan.html

16

Anda mungkin juga menyukai