Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN TUTORIAL

BLOK SISTEM KESEHATAN NASIONAL

Disusun Oleh:
Elrica Grace Chendekiawan 219 210 029
Grup Tutor A4

Diketahui Oleh:

FASILITATOR

dr. Edwin Anto Pakpahan, Sp.P(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan hasil
laporan tutorial Blok Sistem Kesehatan Nasional atas ini sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
Dalam penyusunan laporan tutorial Blok Kedokteran Komunitas ini, penulis
menyadari sepenuhnya banyak terdapat kekurangan di dalam penyajiannya. Hal ini
disebabkan terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, penulis menyadari
bahwa tanpa adanya bimbingan dan bantuan dari semua pihak tidaklah mungkin hasil laporan
tutorial Blok Sistem Kesehatan Nasional ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan dengan baik.
2. dr. Edwin Anto Pakpahan, Sp.P(K) selaku dosen atas segala masukkan, bimbingan
dan kesabaran dalam menghadapi segala keterbatasan penulis.
Akhir kata, segala bantuan serta amal baik yang telah diberikan kepada penulis,
mendapatkan balasan dari Tuhan, serta laporan tutorial Blok Sistem Kesehatan Nasional ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan para pembaca umumnya.

Medan, 2 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................... i


Daftar Isi ................................................................................................................... ii
Pemicu ..................................................................................................................... 1
I. Klarifikasi Istilah ......................................................................................... 1
II. Identifikasi Masalah .................................................................................... 1
III. Analisa Masalah .......................................................................................... 2
IV. Kerangka Konsep ........................................................................................ 3
V. Learning Objective ..................................................................................... 4
VI. Pembahasan ................................................................................................. 4
VII. Kesimpulan .................................................................................................. 9
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 10

ii
PEMICU
Beberapa orang warga masyarakat termasuk ketua RT setempat, datang ke puskesmas
melaporkan bahwa salah satu anak dari warga setempat, 19 tahun, laki-laki, memiliki keluhan
sering mengamuk, marah-marah dan sering melempar bahkan mengejar orang-orang yang lewat
di depan rumah mereka dengan membawa senjata tajam. Penduduk setempat sudah resah.
Karena keresahan warga, keluarga OS ini, yang secara status ekonomi sangat berkekurangan,
akhir-akhir ini menempatkan anaknya tersebut di ruangan kecil di belakang rumah dengan
kondisi kaki diikat dan dipasang balok diatasnya. Disatu sisi hal tersebut membuat warga lebih
lega karena terhindar dari hal-hal yang berbahaya akibat tindakan OS, di sisi lain warga kasihan
melihat kondisi OS. Hal inilah yang mendorong beberapa warga setempat datang ke Puskesmas.
Apa yang harus dilakukan terhadap OS?

3
I. KLARIFIKASI ISTILAH
-
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Sering mengamuk, marah-marah, melempar, dan mengejar orang-orang yang lewat
dengan membawa senjata tajam
2. Status ekonomi sangat berkurangan
3. Kaki OS diikat dan dipasang balok diatasnya

III. ANALISA MASALAH


1. Adanya gangguan kejiwaan pada OS
2. - Gizi yang kurang
- Pasien tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kondisi pasien
- Stress
3. - Membahayakan orang lain dan diri sendiri
- Adanya rasa malu keluarga pasien
- Kurangnya edukasi keluarga mengenai kondisi pasien
- Gangguan jiwa dianggap aib

4
IV. Kerangka konsep

Laki laki
19 tahun

Sering mengamuk,sering melempar, mengejar orang dan


membawa senjata tajam

ODGJ

(ORANG DENGAN GANGGUAN


KEJIWAAN)

Pemasungan

V. LEARNING OBJECTIVE
1. a. Perbedaan ODGJ dan ODMK
b. Pasien diatas termasuk ODGJ atau ODMK
2. a. Apa istilah tindakan yang dilakukan terhdapa OS sekarang
b. Apa pengertian istilah tersebut
3. Mengapa sering dilakukan pemasungan
4. Apakah pemasungan diizinkan di negara kita?
5. Stigma apa yang sering berkembang pada pasien dengan gangguan jiwa berat
6. Dampak negatif dari pemasungan
7. Langkah yang harus dilakukan untuk menghilangkan pemasungan
8. Provinsi mana yang paling tinggi angka anggota rumah tangganya yang dipasung
berdasarkan riskesdas tahun 2013. Adakah info mengenai angka yang saudara dapatkan

5
VI. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE

1. a. Perbedaan ODGJ dan ODMK


 Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) adalah orang yang mempunyai masalah
fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup
sehingga
memiliki resiko gangguan jiwa.
 Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan
dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan
gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna serta dapat menimbulkan
penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi sebagai manusia (Ayuningtyas,
2018).

b.Pasien diatas termasuk ODGJ atau ODMK


Pasien diatas termasuk dalam pasien ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) karena pasien
telah menunjukkan gejala yang dapat mencelakakkan orang sekitar seperti mengamuk,
marah-marah dan sering melempar bahkan mengejar orang yang lewat di depan rumah
dengan membawa senjata tajam.

(Ayuningtyas, D. Dkk. (2018). Analisis Situasi Kesehatan Mental pada Masyarakat di Indonesia
dan Strategi Penanggulangannya. Jurnal Prodi Kesehatan Masyarakat UI. 9(1). 1-10)

2. a. Apa istilah tindakan yang dilakukan terhadap OS sekarang


Pemasungan
b.Apa pengertian istilah tersebut
Pemasungan adalah suatu tindakan dengan cara pengikatan, penyekapan, pemblokan, dan
pengurungan terhadap orang yang menunjukan perbedaan/penyimpangan tingkah laku
dengan cara membatasi gerak dan kebebasan seseorang dengan alasan mengamankan diri
orang tersebut dan lingkungannya sehingga menyebabkan kerusakan pada bagian tubuh
yang sementara ataupun menetap.

6
(Kemenkes RI,(2013),Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas) 2013. Badan penelitian dan
pengembangan Kesehatan)

3. Mengapa sering dilakukan pemasungan


Hasil analisis lanjut Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa status ekonomi merupakan faktor
yang paling dominan pengaruhnya pada pemasungan yang dilakukan di rumah tangga
terhadap orang dengan gangguan jiwa berat. Rumah tangga yang mempunyai status ekonomi
rendah lebih banyak memiliki masalah ketidaktahuan adanya fasilitas kesehatan misalnya RS
pemerintah dan Puskesmas, dan hampir setengah dari RT tersebut bertempat tinggal di
perdesaan.

Meskipun Riskesdas tidak menanyakan alasan keluarga melakukan pemasungan, tetapi


berdasarkan kepustakaan diketahui bahwa akses ke tempat pelayanan kesehatan yang jauh
serta alasan keamanan bagi masyarakat sekitarnya menyebabkan keluarga terpaksa
melakukan pemasungan terhadap keluarganya yang menderita gangguan jiwa (Tyas, 2009;
Minas dan Diatri, 2008, Drew et al., 2011). Alasan lain adalah masih belum memadainya
kualitas pengobatan dan pelayanan penderita gangguan jiwa akibat prioritas yang rendah di
negara low middle income seperti Indonesia (Maramis et al., 2011). Penyebab lainnya adalah
sangat rendahnya sumber daya manusia yang terlatih spesialis dan non spesialis misalnya
perawat, konselor termasuk pengasuh pasien. Para sumber daya tenaga ini minim
mendapatkan informasi dan pelatihan (Kakuma, et al., 2011). Kesulitan mendapatkan
pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau serta aman juga merupakan masalah-masalah
yang dihadapi negaranegara dengan penghasilan rendah sampai sedang. Kondisi-kondisi ini
menimbulkan pelanggaran hak asasi, kekerasan serta perlakuan buruk lainnya akibat kondisi
mental emosional pasien yang tidak stabil.
(Kakuma R, et al. 2011. Human resources for mental health care: current situation and
strategies for action’, Lancet, 378 (9803), pp. 1654-63, MEDLINE with Full Text,
EBSCOhost, viewed 11 September 2014.)

4. Apakah pemasungan diizinkan di negara kita?

7
Perlakuan terhadap penderita gangguan jiwa dengan cara dipasung dianggap sebuah
perbuatan yang melanggar HAM. Karena setiap manusia berhak untuk hidup terbebas dari
penyiksaan yang mana tercantum dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di bawah
ini:

Pasal 28G ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa ”Setiap
orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.” Maksud dari bunyi
pasal 28 G ayat (2) yakni pemasungan adalah salah satu bentuk penyiksaan, karena
menyebabkan koban menderita baik fisik maupun psikis.

Pada pasal 28I ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apa pun.

5. Stigma apa yang sering berkembang pada pasien dengan gangguan jiwa berat
Stigma yang diberikan oleh masyarakat adalah menganggap ODGJ berbeda, dan
mengucilkan (Setiawati, 2012). Stereotipe yang sering muncul terhadap ODGJ adalah
pembunuh/maniak, birahi, pemurung, tertawa tanpa sebab, tak jujur (saat bertemu dokter)
(Byrne, 2000).

Akibat dari stigma tersebut, ODGJ menanggung konsekuensi kesehatan dan sosio-kultural,
seperti: penanganan yang tidak maksimal, drop-out pengguanan obat, pemasungan, dan
pemahaman yang berbeda terhadap gangguan jiwa (Lestari & Wardani, 2014). Stigma tidak
saja dialami oleh ODGJ saja, namun juga dialami oleh anggota keluarganya (Lestari &
Wardani, 2014).

Stigma yang dialami oleh anggota keluarga berdampak negatif terhadap kesembuhan ODGJ
karena menyebabkan sedih, kasihan, malu, kaget, jengkel, merasa terpukul, dan tidak tenang,
saling menyalahkan (Subandi & Utami, 1996) yang pada akhirnya akan memengaruhi
kualitas pengobatan yang diberikan kepada ODGJ.

8
(Lestari dan Wardhani. (2014). Stigma dan Penanganan Penderita Gangguan Jiwa Berat
Yang Dipasung. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol.17 No.2 April 2014: 157-166)

6. Dampak negatif dari pemasungan


Pemasungan yang dilakukan keluarga dapat memberikan dampak yang memperparah gejala
skizofrenia. Penderita akan mengalami trauma, dendam pada keluarga, merasa dibuang,
rendah diri, putus asa, depresi sampai pada keinginan bunuh diri. lebih parahnya pasung
dapat memperparah gejala negatif seperti diam dan isolasi social sehingga kadang obat yang
diberikan tidak efektif lagi. Stigma tidak saja dialami oleh ODGJ saja, namun juga dialami
oleh anggota keluarganya (Lestari & Wardani, 2014). Stigma yang dialami oleh anggota
keluarga berdampak negatif terhadap kesembuhan ODGJ karena menyebabkan sedih,
kasihan, malu, kaget, jengkel , merasa terpukul, dan tidak tenang, saling menyalahkan
(Subandi & Utami, 1996 ) yang pada akhirnya akan memengaruhi kualitas pengobatan yang
diberikan kepada ODG J .
(Lestari dan Wardhani. (2014). Stigma dan Penanganan Penderita Gangguan Jiwa Berat
Yang Dipasung. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol.17 No.2 April 2014: 157-166)

7. Langkah yang harus dilakukan untuk menghilangkan pemasungan


Langkah - langkah menghilangkan tindakan pemasungan :
 Mensosialisasikan pengertian gangguan jiwa dan menepis kepercayaan tradisional bahwa
gangguan jiwa adalah penyakit supranatural yang pengobatannya dilakukan oleh dukun
 Memberi penyuluhan / sosialisasi kepada masyarakat tentang arti peranan Rumah Sakit
Jiwa sebagai pusat pelayanan kesehatan tiwa
 Rumah Sakit Jiwa harus berfungsi sebagai pengganti tempat tinggal sementara dengan
memberikan kenyamanan bagi pasien dalam melakukan proses penyembuhan
 Memberi pelatihan keterampilan bagi pasien gangguan jiwa sehingga saat kembali ke
masyarakat, mereka dapat diterima
(Jurnal Empati, Oktober 2016, Volume 5(4), 786-798. LEPAS UNTUK KEMBALI
DIKUNGKUNG: STUDI KASUS PEMASUNGAN KEMBALI EKS PASIEN

9
GANGGUAN JIWA. Aldani Putri Wijayanti, Achmad Mujab Masykur. Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro.)

8. Provinsi mana yang paling tinggi angka anggota rumah tangganya yang dipasung
berdasarkan riskesdas tahun 2013. Adakah info mengenai angka yang saudara
dapatkan

Jumlah seluruh RT yang dianalisis adalah 294.959 terdiri dari 1.027.763 ART (anggota
rumah tangga) yang berasal dari semua umur. Rumah tangga yang menjawab memiliki ART
dengan gangguan jiwa berat sebanyak 1.655, terdiri dari 1.588 RT dengan 1 orang ART, 62
RT memiliki 2 orang ART, 4 RT memiliki 3 ART, dan 1 RT dengan 4 orang ART yang
mengalami gangguan jiwa berat. Jumlah seluruh responden dengan gangguan jiwa berat
berdasarkan data Riskesdas 2013 adalah sebanyak 1.728 orang.
Prevalensi psikosis tertinggi di DI Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2,7‰), sedangkan
yang terendah di Kalimantan Barat (0,7‰). Prevalensi gangguan jiwa berat nasional sebesar
1,7 per mil. Prevalensi gangguan jiwa berat berdasarkan tempat tinggal dan kuintil indeks
kepemilikan dipaparkan pada buku Riskesdas 2013 dalam Angka. Angka prevalensi seumur
hidup skizofrenia di dunia bervariasi berkisar 4 permil sampai dengan 1,4 persen (Lewis et
al.,2001). Beberapa kepustakaan menyebutkan secara umum prevalensi skizofrenia sebesar 1
persen penduduk. Selanjutnya dipaparkan proporsi RT yang pernah melakukan pemasungan
terhadap ART dengan gangguan jiwa berat.

Proporsi rumah tangga dengan ART gangguan jiwa berat yang pernah dipasung dihitung
terhadap 1.655 rumah tangga dengan penderita gangguan jiwa berat. Metode pemasungan

10
tidak terbatas pada pemasungan secara tradisional (menggunakan kayu atau rantai pada kaki),
tetapi termasuk tindakan pengekangan lain yang membatasi gerak, pengisolasian, termasuk
mengurung, dan penelantaran yang menyertai salah satu metode pemasungan. Proporsi RT
yang pernah memasung ART gangguan jiwa berat sebesar 14,3 persen dan terbanyak pada
RT di perdesaan. RT yang melakukan tindakan pemasungan terbanyak pada kelompok
kuintil indeks kepemilikan terbawah. Proporsi cakupan RT yang membawa ART gangguan
jiwa berobat ke fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan dipaparkan pada laporan Riskesdas
2013 dalam angka

(Kemenkes RI,(2013),Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas) 2013. Badan penelitian dan


pengembangan Kesehatan)

11
VII. Kesimpulan

Berdasarkan pemicu, OS diduga mengalami kondisi gangguan jiwa atau ODGJ.


Namun karena minimnya ekonomi dan edukasi, OS terpaksa dipasung karena
dianggap bisa mencelakai orang lain. Hal ini melanggar undang-undang kebebasan
manusia, keluarga pasien perlu di edukasi untuk tidak menganggap bahwa ODGJ
bukanlah suatu aib namun justru memerlukan penanganan yang lebih pantas di RSJ.

12
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Empati, Oktober 2016, Volume 5(4), 786-798. LEPAS UNTUK KEMBALI
DIKUNGKUNG: STUDI KASUS PEMASUNGAN KEMBALI EKS PASIEN GANGGUAN
JIWA. Aldani Putri Wijayanti, Achmad Mujab Masykur. Fakultas Psikologi Universitas
Diponegoro.`1

Kakuma R, et al. 2011. Human resources for mental health care: current situation and strategies
for action’, Lancet, 378 (9803), pp. 1654-63, MEDLINE with Full Text, EBSCOhost, viewed 11
September 2014.

Kemenkes RI,(2013),Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas) 2013. Badan penelitian dan


pengembangan Kesehatan

Kusuma dewi, kristanto, dan Sumarni, Bebas pasung, Ditinjau Dari aspek Bioetika, Jurnal
Psikiatri Indonesia, Vol.1, 2016, h. 22.

Tyas TH. 2008. Pasung: family experience of dealing with “the deviant“ in Bireuen, Nanggroe
Aceh Darussalam, Indonesia. Thesis Master. Amsterdam: University of Amsterdam.

Lestari dan Wardhani. (2014). Stigma dan Penanganan Penderita Gangguan Jiwa Berat Yang
Dipasung. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol.17 No.2 April 2014: 157-166

Maramis A, Van Tuan N, and Minas H. 2011. Mental health in southeast Asia. The Lancet, 377
(9767) pp. 700–2. Minas H. and Diatri H. 2008.

Pasung: Physical restraint International Journal Of Mental Health Systems, 2 (1) p. 8. MEDLINE
with Full Text, EBSCOhost, viewed 11 September 2014

13
14

Anda mungkin juga menyukai