Jawaban.
a. 178.22 g/mol
b. 0.05089 mol
c. 0.3915 mol/kg
d. 4.695 K·kg/mol
Solusi.
Berdasarkan informasi yang diberikan, diketahui bahwa,
Setelah memperoleh massa molar C4 H10 , jumlah mol dari senyawa tersebut dapat ditentukan.
massa (gram)
n=
MM (gram/mol)
9.07 gram
=
178.22 gram
= 0.05089 mol
Selanjutnya besar tetapan kenaikan titik didih Kb dapat ditentukan menggunakan persamaan:
∆Tb = m × Kb
∆Tb
Kb =
m
n(mol)
m=
massa pelarut (kg)
0.05089 mol
m=
0.13 kg
m = 0.3915 molal
Kenaikan suhu sebesar 1.5◦ C bernilai sama dengan 1.5 K karena merupakan selisih suhu. ∆Tb
merupakan kenaikan titik didih larutan sehingga didapatkan nilai tetapan kenaikan titik didih
Kb sebesar:
∆Tb
Kb =
m
1.5 K
=
0.3915 mol/kg
= 3.8314 K · kg/mol
2. Larutan sukrosa akan digunakan untuk mengisolasi suatu sel yang mengandung zat terlarut utama KCl
(0.1 M) dan NaCl (0.08 M). Agar proses isolasi berhasil dilakukan, larutan sukrosa yang digunakan
harus bersifat isotonik dengan larutan di dalam sel. Asumsi: NaCI dan KCI terionisasi sempurna.
Konsentrasi molar sukrosa yang digunakan untuk mengisolasi sel tersebut pada temperatur 30◦ C
adalah M. (4 poin)
Jawaban.
0.36 M
Solusi.
Berdasarkan informasi yang tertera pada soal kita ketahui bahwa,
- MKCl = 0.1 M
- MNaCl = 0.08 M
- NaCl dan KCl terionisasi sempurna
- T = 30◦ C
Keterangan lainnya disebutkan bahwa larutan sukrosa isotonik dengan dengan larutan di dalam
sel (larutan NaCl dan larutan KCl) maka tekanan osmosis larutan sukrosa akan sama dengan
tekanan osmosis larutan di dalam sel sehingga,
πsukrosa = πsel
πsukrosa = πNaCl + πKCl
Msukrosa × R × T = (MNaCl × R × T × iNaCl ) + (MKCl × R × T × iKCl ) . . . (1)
dengan i merupakan faktor Van’t Hoff dari masing-masing zat. Faktor Van’t Hoff masing-masing
zat dapat diperoleh melalui persamaan
i = 1 + (n − 1) × α
Pada soal diketahui bahwa NaCl dan KCl terionisasi sempurna sehingga nilai derajat ionisasi
kedua zat tersebut (α = 1) dan n merupakan jumlah ion dari setiap zat yang dapat diketahui
melalui persamaan reaksi setara:
KCl → K+ + Cl−
Setelah menentukan faktor Van’t Hoff setiap zat, kita dapat menentukan molaritas sukrosa dengan
menggunakan persamaan (1)
3. Pada 800◦ C, uap air melewati kokas panas (karbon yang diperoleh dari batubara) bereaksi membentuk
gas CO dan gas H2 :
−−
C(s) + H2 O(g) ↽ −⇀
− CO(g) + H2 (g) Kp = 14.1
Campuran gas yang dihasilkan merupakan bahan bakar industri penting yang disebut gas air (water
gas).
a. Pada 800◦ C, ke dalam wadah dengan volume 250 mL dimasukkan kokas (karbon) dan 0.025
mol H2 O. Ketika kesetimbangan tercapai, tekanan parsial H2 O = atm, tekanan
parsial CO = atm, tekanan parsial H2 = atm, dan tekanan total =
atm. (masing-masing 1 poin)
b. Jumlah minimum karbon yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan pada kondisi (a) adalah
g. (3 poin)
c. Untuk meningkatkan jumlah gas CO dan gas H2 pada kondisi (a), tekanan sistem harus
(2 poin)
d. Jika ke dalam sistem reaksi pada (a) ditambahkan sebanyak 0.025 mol gas argon, maka kesetim-
bangan akan . (2 poin)
e. Pada 25◦ C nilai Kp untuk reaksi tersebut adalah 1.7 × 10−21 . Berdasarkan informasi tersebut,
reaksi pembentukan gas air tersebut adalah . (2 poin)
Jawaban.
Solusi.
Untuk mempermudah perhitungan, mol H2 O dapat diubah menjadi tekanan awal.
nH2 O RT
P0 =
V
0.025 × 0.082 × (800 + 273)
=
0.25
= 8.798 atm
≈ 8.8 atm
Kita dapat mengabaikan C karena tidak memengaruhi kesetimbangan dan diasumsikan jumlahnya
banyak sehingga tidak membatasi reaksi.
C(s) + H2 O(g) −−
↽−⇀
− CO(g) + H2(g)
Mula-mula P0
Bereaksi −x x x
Setimbang P0 − x x x
x1 = 6.130 x2 = −20.23
Karena nilai x yang mungkin adalah positif, maka, x = x1 = 6.13 atm.
Jumlah minimum karbon yang diperlukan ekuivalen dengan jumlah mol air yang bereaksi, yaitu
PV
n=
RT
6.13 × 0.25
=
0.082 × 1073
= 0.01742 mol
m = n × Mr
= 0.01742 × 12
= 0.209 gram
C(s) + H2 O(g) −
↽−
−⇀
− CO(g) + H2(g)
Perhatikan bahwa jumlah zat berfasa gas pada reaktan lebih kecil dari produk. Jika tekanan
diperbesar, reaksi akan bergeser ke arah ruas yang memiliki mol berfasa gas lebih sedikit. Seba-
liknya, jika tekanan diperkecil, reaksi akan bergeser ke arah ruas yang memiliki mol berfasa gas
lebih banyak. Untuk meningkatkan CO dan H2 , tekanan harus diperkecil .
Argon merupakan gas inert (gas yang tidak bereaksi). Penambahan gas inert tidak akan memen-
garuhi kesetimbangan sehingga kesetimbangannya tetap .
Saat temperatur sistem diturunkan, nilai Kp turun, artinya reaksi ini menjadi lebih lambat.
Jika suatu reaksi menjadi lebih lambat karena temperatur diturunkan, reaksi tersebut bersifat
endoterm .
Jawaban.
a. NO3
b. unimolekuler
c. 1
d. 0
e. 1
Solusi.
Spesi intermediet adalah senyawa perantara sebagai hasil sementara suatu reaksi yang akan men-
galami reaksi lanjutan menjadi senyawa lain. Spesi intermediet pada mekanisme reaksi tersebut
adalah NO3
Tahap penentu laju adalah reaksi yang memiliki laju paling lambat atau yang memiliki nilai
Ea paling besar. Jika dilihat dari grafik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
Dengan Ea1 adalah energi aktivasi reaksi tahap 1 dan Ea2 adalah energi aktivasi reaksi tahap 2
sehingga tahap penentu lajunya adalah tahap 1. Reaksi tahap 1 hanya memiliki satu jenis reaktan
sehingga disebut dengan reaksi unimolekuler .
r = k[N2 O5 ]
Spesi NO2 tidak terlibat di reaktan maupun hukum laju reaksi sehingga orde reaksinya adalah 0 .
3
5. Berikut adalah grafik konsentrasi terhadap waktu untuk reaksi A −−→ B + C pada T = 25◦ C.
2
Jawaban.
a. Merah
b. 1
c. 0.046395, menit−1
d. 73.706
Solusi.
Persamaan reaksi tersebut:
3
A −−→ B + C
2
Karena koefisien B lebih besar dari C, maka kurva yang menunjukkan spesi B adalah berwarna
merah . Nilai konsentrasi ketika t = 30 menit pada warna merah lebih besar dari kurva hitam.
Untuk menentukan orde reaksi, lakukan regresi linier terhadap spesi A dengan mengambil be-
berapa titik pada grafik dengan waktu sebagai nilai x dan variasi konsentrasi A sebagai nilai y,
kemudian cari masing-masing nilai R2 .
R2 yang paling mendekati 1 adalah ln[A] vs t, maka orde reaksi tersebut adalah 1 .
Nilai tetapan laju reaksi k dapat diperoleh dari gradien regresi yang telah dihitung pada soal
b, yaitu k = 0.046395 dengan satuan menit−1 .
T1 = 25◦ C = 298 K
T1 = 50◦ C = 323 K
Laju reaksi meningkat 10 kali lipat, maka akan memengaruhi tetapan laju reaksi, sehingga k2 =
10k1 . Untuk mencari energi aktivasi, persamaan Arhenius dapat digunakan.
( ) ( )
k2 Ea 1 1
ln =− −
k1 R T1 T2
( )
Ea 1 1
ln (10) = − −
8.314 323 298
Ea = 73706 J/mol
Ea = 73.706 kJ/mol
6. Ke dalam suatu wadah 1 L ditambahkan 0.554 mol gas PCl5 . Wadah berisi PCl5 tersebut kemudian
dipanaskan hingga 3500◦ C dan kemudian terjadi reaksi dekomposisi sesuai persamaan berikut:
PCl5 (g) −
↽−
−⇀
− PCI3 (g) + Cl2 (g)
Setelah reaksi mencapai keadaan setimbang diketahui bahwa konsentrasi PCl3 adalah 0.352 M.
Jawaban.
a. 0.6134
b. Reaktan
Solusi.
Perhatikan bahwa
n (mol)
[PCl5 ] =
Volume (L)
0.554 mol
=
1L
= 0.554 M
Untuk menentukan spesi pada keadaan setimbang, kita gunakan perhitungan stoikiometri.
PCl5(g) −
↽−
−⇀
− PCl3(g) + Cl2(g)
Mula-mula 0.554 M
Bereaksi −x x x
Setimbang 0.554 M − x 0.352 M x
[PCl3 ] × [Cl2 ]
Kc =
[PCl5 ]
(0.352)(0.352)
Kc =
0.202
Kc = 0.6134
Karena dari perhitungan sebelumnya Kc < 1, maka saat kesetimbangan jumlah zat produk <
reaktan. Hal tersebut mengartika reaksi ini lebih menyukai pembentukan reaktan .