Anda di halaman 1dari 2

IDE-IDE SENTRAL TENTANG PENDIDIKAN

Perkembangan rekonstruksianisme dari sejak tampil tokoh-tokohnya pada awal tahun


tiga puluhan sampai dengan akhir-akhir ini memperjuangkan hal-hal yang sama, yaitu
pendidikan hendaklah menjadi wahana rekonstruksi sosial. Salah satu tokoh yang tenar sejak
awal tahun tiga puluhan, yaitu George S. Counts, menghaarapkan adanya rekonstruksi sosial
karena kekurang menentuan masyarakat Amerika yang disebabkan oleh berkecamuknya
liberalisme dengan laises fairenya. Ia menghendaki agar pendidikan-menumbuhkan asas
korporatif dalam berbagai kehidupan terutama dalam bidang ekonomi.

Perkembangan ini ternyata merupakan titik balik karena meningkatnya teknologi dan
industrialisasi menjadi masyarakat terstruktur, yang menurut sejumlah pengamat
menyebabkan menurunnya martabat manusia. Ini terutama disebabkan oleh kedudukan
manusia yang seolah-olah hanya sebagai noktah dalam susunan lapangan kerja atau
pengabdian tertentu.

Hal-hal itulah yang menumbuhkan fikiran-fikiran kritis tokoh-tokoh rekonstruksianis


berikutnya dengan tetap berprinsip pada rekonstruksi masyarakat sebagai tujuan pendidikan.
Pendidikan yang dikehendaki dapat menjadi peluang bagi subyek didik untuk merealisasikan
dirinya secara wajar. Merealisasikan diri atau mewujudkan diri ini sejalan dengan asas-asas
perkembangan masyarakat Barat, yaitu kebebasan (liberty), kesamaan (equality), dan
persaudaraan (fraternity).

Sejauh ini pengamatan dan pemikiran-pmikiran dari pendukung rekonstruksianisme


ini selain merupakan pengumpulan data atau fakta juga berwujud semacam lontaran kritik
tehadap kepincangan ide dan pelaksanaan pendidikan. Berikut ini disajikan dua hal yang
merupakan hasil pengamatan, yaitu masalah kurikulum semu (hidden curriculum) dan kotak
hitam (black box). Keduanya akan disinggung secara singkat.

Mendidk lewat sistem persekolahan pada asasnya melaksanakan kurikulum.


Kurikulum ini dapat diberi makna sebagai kuikulum dalam teori dan kurikulum dalam
praktek. Persoalan yang dapat timbul yang mengenai hubungan kurikulum dalam teori dan
kurikulum dalam praktek adalah bagaimana pelaksanaan kurikulum itu agar benar-benar
seperti yang dikehendaki oleh teori. Sesuai dengan konstelasi kemasyarakatan dan kehidupan
ekonomi yang senyatanya, menurut Michael Apple pernyataan itu dari awal-awal telah
menunjukkan jawaban yang kurang memuaskan persoalannya adalah terletak pada hegemoni
budaya yang telah disinggung di muka.

Hal berikut yang perlu mendapatkan perhatian menurut rekonstruksianisme adalah


apa yang dinamakan kotak hitam (black box). Yang dimaksud dengan kotak hitam ini ialah
keadaan-keadaan dalam sekolah atau khususnya kelas, yang selama ini terabaikan
pengamatannya secara sosiologis.

Selama ini keadaan di sekolah atau khususnya di kelas sering dipandang sebagai
sesuatu yang abstrak yang berarti kurang memenuhi tinjauan menurut sosiologi. Michael W.
Apple dan Lois Weis menunjukkan bahwamateri kurikulum sekarang umumnya kurang
mencerminkan kebutuhan siswa karena berorientasi pada kepentingan kelompok pemegang
peran dalam pengembangan masyarakat, yaitu kelas menengah atas dan tinggi. Mereka lebih
bersifat menerima dari pada mengarbsorsikan pengetahuan-pengetahuan itu secara kritis dan
sadar. Malaha, selalu dapat diperkirakan sebagian siswa terpaksa menerima materi-materi
pelajaran dengan sikap yang kurang serasi atau malahan menolaknya secara batiniah.

Sebagai akibatnya, guru di sekolah kurang mempunyai peluang untuk memahami


materi secara baik, lebih-lebih berinisiatif untuk mereka-reka materi pelajaran untuk
disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu yang relevan. Oleh karena sebagian siswa
tidak dapat menguasai materi pengetahuan dan keterampilan yang diberikan, dalam
masyarakatpun mereka tidak dapat berdiri sama tinggi dibandingkan dngan yang lain. Agar
asas kesamaan (equality) dalam masyarakat dapat tercipta pendidikan perlu mengurangkan
sesedikit mungin kotak-kotak hitam tersebut.

Anda mungkin juga menyukai