2. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta arus Informasi di era Revolusi 4.0
atau sering disebut era digital saat ini sangat pesat. Perkembangan ini mempengaruhi semua aspek
kehidupan termasuk lembaga-lembaga sosial. Kemampuan dalam melakukan penyesuaian
(adjustment) terhadap tuntutan era digital menjadi tantangan besar. Pendidikan sebagai salah satu
lembaga vital suatu bangsa harus melakukan perubahan progresif sesuai perkembangan zaman.
Pendidikan diharapkan dapat mewujudkan cita-cita bangsa sesuai amanat Undang-Undang Dasar
1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1-2 dan Pasal 32
secara tegas mengatur tentang pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan di tengah perkembangan zaman yang semakin modern pada era digital
saat ini, peningkatan kompetensi guru harus terus diupayakan guna menghadirkan pembelajaran
yang berkualitas. Dalam hal ini guru menjadi ujung tombak dalam mencapai tujuan pendidikan.
Untuk itu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yakni kompetensi profesional, pedagogi,
kepribadian, dan sosial, harus mampu diimplementasikan dalam lingkungan sekolah. Faktanya, tidak
semua guru dapat menjalankan semua kompetensi secara proporsional. Keempat kompetensi yang
mestinya harus dimiliki dan dijalankan namun berbanding terbalik dengan kondisi riil di lapangan
saat ini. Tidak sedikit guru fokus mengajar atau menyampaikan materi pembelajaran namun
mengabaikan kompetensi lainnya seperti kepribadian dan sosial. Sehingga guru terkesan bersikap
acuh terhadap perkembangan peserta didik. Untuk itu, dibutuhkan elemen-elemen penggerak dalam
pendidikan untuk mendorong guru sebagai ujung tombak menjadi lebih tajam menyelesaikan
persoalan pendidikan saat ini, terutama di tengah situasi pandemi Covid-19 yang belum usai. Hal
inilah yang menjadi motivasi mendasar penulis untuk mengikuti program Guru Penggerak dengan
harapan dapat menjadi penggerak untuk diri sendiri, terlebih lagi penggerak bagi guru-guru yang
lainnya dalam meningkatkan kompetensi diri. Meski demikian, menjadi penggerak bagi orang lain
memanglah bukan perkara mudah, namun hal ini akan menjadi tantangan yang luar biasa dan
menjadi sebuah kebanggaan tersendiri ketika mampu menggerakkan orang lain menjadi lebih baik.
Menurut penulis, kuncinya cukup sederhana yakni meningkatkan intensitas interaksi melalui
program-program berbagi melalui konsep kolaborasi dengan para guru lainnya. Hal ini sangat
dimungkinkan dapat meningkatkan gairah mengajar dan mendidik generasi bangsa. Dengan program
sederhana tersebut akan banyak pengalaman dan ilmu-ilmu baru yang diperoleh dan dapat
diterapkan di sekolah masing-masing. Penulis meyakini bahwa setiap orang memiliki kapasitas dan
kapabilitas untuk dieksplorasi. Permasalahannya adalah kemauan dari setiap individu untuk
berkreasi dan berinovasi masih minim dan perlu didorong untuk berkembang. Selain motivasi yang
telah dipaparkan di atas, motivasi lainnya yang mendorong penulis mengikuti program Guru
Penggerak adalah ilmu dan pengalaman baru yang langka dan berharga. Terlebih lagi pemerintah
sangat gencar mensosialisasikan berbagai manfaat dan keuntungan menjadi guru penggerak untuk
masa yang akan datang.