Anda di halaman 1dari 7

Sikap terhadap Hukum Tuhan dalam Alkitab

MEMBANGUN PARTISIPASI WARGA GEREJA DALAM PEMBANGUNAN POLITIK INDONESIA

Negara kita menganut sistem politik yang demokratis, yang memungkinkan seluruh warga negara
memiliki peluang untuk berpartisipasi di dalam proses politik. Tidak terkecuali jemaat atau warga gereja
yang merupakan warga negara harus ikut berpartisipasi dalam pembangunan politik di Indonesia. Oleh
sebab itu dalam. Kegiatan Belajar 3 ini saya mengajak Anda untuk mendalami materi-materi yang akan
disajikan, yaitu:

1. Partisipasi Warga Gereja dalam Politik, Sebab, dan Akibatnya

Partisipasi warga negara dalam politik merupakan bagian penting dari sistem demokrasi, yang
menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sebab itu partisipasi warga negara dalam politik telah diatur dalam
Universal Declaration of Human Right pasal 21 (Sistem Politik, 1981: 140-141), yang berbunyi:

Setiap orang berhak untuk turut mengambil bagian dalam pemerintahan negerinya baik secara langsung
maupun melalui perwakilan yang dipilih dengan bebas. Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama
untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya.

Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah, kehendak ini harus dinyatakan dalam
pemilihan berkala, yang jujur dan yang harus dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan sama
rata dan harus dengan pemungutan suara secara rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang juga
menjamin kebebasan memberikan suara.

Partisipasi atau keikutsertaan warga gereja dalam politik merupakan haknya yang harus disalurkan
melalui hak dipilih dan memilih. Warga gereja perlu dibekali dengan pemahaman ini agar dapat
menggunakan haknya dalam politik bangsa. Namun demikian kita menyadari bahwa pemahaman politik
jemaat adakalanya terbatas, sehingga tidak berpartisipasi dalam proses politik. Para pemimpin gereja
dapat mengambil peran yang lebih besar untuk memberikan pemahaman tentang keterlibatan jemaat
dalam politik serta akibatnya bila tidak menggunakan haknya itu.

Sehubungan dengan partisipasi tersebut Miriam Budiardjo mengatakan bahwa dalam analisis politik
modern partisipasi politik merupakan suatu masalah penting, terutama dalam hubungannya dengan
negara-negara berkembang. Menurut Beliau, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih
pemimpin negara, dan secara langsung atau tidak langsung memengaruhi kebijakan pemerintah (public
policy). Kegiatan tersebut mencakup seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menjadi
anggota salah satu partai politik, menghadiri rapat umum, mengadakan pendekatan atau hubungan
dengan pejabat pemerintah, anggota parlemen dan sebagainya (Demokrasi di Indonesia, 1994:183).
Berdasarkan pengertian tersebut maka kita akan mengupas partisipasi warga gereja dalam politik, yang
meliputi antara lain, memilih pemimpin negara. Sesuai dengan prinsip negara demokrasi maka memilih
pemimpin negara, dalam hal ini lazimnya dilakukan dari tingkat pusat yang paling tinggi hingga tingkat
daerah yang paling rendah. Untuk pemimpin nasional yakni pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta
anggota DPR RI, DPRD (Provinsi, Kabupaten & Kota) biasanya dilakukan serentak secara nasional.
Pemilihan Umum (Pemilu) dilakukan secara periodik, yaitu setiap lima tahun sekali. Setiap negara
termasuk warga gereja diharapkan berpartisipasi dalam pemilu, memilih setiap calon atau kandidat yang
diusung oleh partai-partai politik melalui mekanisme yang telah ditetapkan oleh Undang-undang.
Partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Umum akan menentukan berjalannya pemerintahan sesuai
dengan harapan rakyat.

Sedangkan untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dilakukan secara berjenjang, yaitu gubernur: untuk
tingkat provinsi, bupati: untuk tingkat Kabupaten, Walikota: untuk tingkat kota, camat: untuk tingkat
kecamatan, lurah atau kepala desa: untuk tingkat kelurahan dan desa, serta Ketua Rukun Warga (RW)
dan Rukun Tetangga (RT): untuk tingkat kampung atau dusun. Berbeda dengan pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden yang berlangsung serentak di seluruh Indonesia, maka Pilkada walaupun saat ini juga
dilakukan serentak, namun tidak bersifat nasional, melainkan dilakukan sesuai daerah. Keikutsertaan
gereja dalam hal ini dilakukan melalui kemitraan dengan aparat pemerintah setempat. Setiap warga
gereja yang telah memenuhi syarat seyogianya dianjurkan untuk ikut memberikan hak suaranya. Tugas
gereja adalah memberikan motivasi dan pengertian kepada warganya agar menggunakan hak suaranya
dalam pemilihan umum dalam setiap tingkatan sesuai dengan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia
sesuai dengan keinginan dan hati nuraninya.

2. Pandangan Teologis tentang Partisipasi Kristen dalam Pembangunan Politik

Partisipasi orang Kristen dalam politik bukan semata-mata karena kita adalah warga negara Indonesia
yang dengan sendirinya harus melibatkan diri dalam politik, melainkan terletak pada tujuannya untuk
memperbaiki keadaan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya keadilan. Dalam hal ini P Latuihamalo
mengatakan bahwa keadilan (tsedeq atau tsedaqah: Ibrani) adalah usaha untuk memperbaiki hubungan
antar manusia yang retak dan hancur. Allah telah memprakarsai hubungannya dengan manusia berdosa.
Akibatnya adalah keadaan damai dan tampak situasi baru, Inilah yang disaksikan Rasul Paulus dalam 2
Kor. 5:18-21. Cara pendamaian Allah adalah dengan mengorbankan Yesus Kristus di Golgota. Kematian
dan kebangkitan-Nya merupakan restorasi hubungan Allah dengan manusia dan dengan sesamanya.
Penggeraknya adalah kasih yang melayani. Lebih jauh dikatakan ungkapan Rasul Paulus dalam 2 Kor.
5:19 bahwa pendamaian mencakup manusia dan dunia, menjadi tugas bagi setiap orang percaya. Inilah
ciri khas bagi setiap orang Kristen dan gereja, termasuk hakim yang beragama Kristen ("Sekitar Masalah
Legalitas dan Legitimasi Kekuasaan", 2011:647-648).

Pemikiran Latuihamalo tersebut mengingatkan kita bahwa keadilan dan perdamaian di negeri yang kita
cintai ini tidak akan terwujud bila orang Kristen tidak terlibat atau tidak dilibatkan dalam proses politik,
apakah melalui partai politik, parlemen (legislatif) atau berada dalam jajaran pemerintahan (eksekutif),
maupun pengawas undang-undang (yudikatif). Sebagaimana Tuhan Yesus yang rela berkorban untuk
memulihkan hubungan kita yang retak dengan Allah Bapa, dan sesama maka kita perlu mengambil
bagian untuk memperbaiki keretakan hubungan dalam masyarakat Indonesia yang beraneka ragam
dengan melibatkan diri untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang
dengan gencar didengungkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini.

Partisipasi warga gereja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara biasanya bertolak dari Khotbah
Tuhan Yesus di Bukit tentang Garam Dunia dan Terang Dunia (Mat. 5: 13-16). Menurut William Barclay
garam pada masa Tuhan Yesus selalu dihubungkan dengan tiga hal, yakni:

a. Garam selalu dihubungkan dengan kemurnian

Orang Romawi menganggap garam sebagai benda yang paling bersih dan jernih dan sebagai korban
yang paling disukai dan paling berharga bagi para dewa. Orang Yahudi juga memakai garam sebagai
campuran korban kepada Allah. Jadi kalau orang Kristen harus menjadi garam dunia maka ia harus
menjadi contoh kesucian dan kemurnian. Di tengah-tengah penurunan standar norma-norma seperti
kejujuran, kerajinan kerja, kesadaran, moral maka orang Kristen harus memegang norma yang tinggi
dalam kejujuran perkataan, tingkah laku dan pikiran. Orang Kristen tidak boleh menyimpang dari
kejujuran yang sejati.

b. Garam sebagai pengawet

Garam sebagai pengawet yaitu mengawetkan dan menghindarkan sesuatu dari kerusakan. Dalam kaitan
ini orang Kristen berfungsi sebagai daya pembersih, menyingkirkan segala kejahatan dan kotoran di
dalam masyarakat di mana ia berada.

c. Garam memberikan cita rasa dalam banyak hal

Garam memberikan cita rasa dalam banyak hal maksudnya adalah, kekristenan memberikan cita rasa
dan keharuman bagi kehidupan, memberikan makna baru kepada manusia. Tentang terang Barclay
menguraikan bahwa orang Kristen berfungsi sebagai terang yang dapat dilihat, sebagai pembimbing dan
memberi peringatan. Kekristenan yang tampak di gereja harus sama dengan yang tampak dalam
kehidupan sehari-hari. Orang Kristen harus menjadi contoh bagi orang lain. Jadi orang Kristen harus
menjadi terang yang dapat dilihat, yang dapat memberi peringatan dan yang memberikan petunjuk
serta pengharapan (Pemahaman Alkitab Setiap Hari Injil Matius Fasal 1-10 (1983:205-209).

Uraian di atas pentingnya partisipasi orang Kristen dalam politik untuk memperbaiki kemerosotan
moralitas seperti korupsi yang merajalela, pungutan liar, suap. sogok, penyalahgunaan kekuasaan dan
berbagal hal lainnya. Kita bersyukur pemerintah kita pada tahun 2016 giat menggagas sapu bersih
pungutan liar (saber pungli) dan operasi tangkap tangan (OTT) untuk memberi efek jera bagi pelaku
pungutan liar dan budaya sogok. Memang benar bahwa orang Kristen haruslah mencegah pembusukan
yang terjadi dalam pemerintah, para penyelenggara negara, dan dalam masyarakat. Kita dapat
memancarkan terang dengan menunjukkan kehidupan yang berbeda, menjadi panutan dan teladan agar
dunia melihatnya dan memuliakan Bapa di surga.
Kita diingatkan agar jangan sampai kehidupan kita tidak berdampak, seperti garam yang kehilangan rasa
asinnya dan menjadi tawar sehingga tidak berguna lagi. Terang kita harus dibiarkan bercahaya di depan
orang, agar menerangi perbuatan-perbuatan kegelapan. Inilah arti partisipasi kita di tengah-tengah
masyarakat, melibatkan diri dalam politik yang membawa perubahan. Hal ini sejalan dengan penegasan
Miriam Budlardjo bahwa anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik misalnya melalui
pemberian suara atau kegiatan lain, terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan bersama itu
kebutuhan dan kepentingan mereka akan tersalur atau sekurang-kurangnya diperhatikan dan bahwa
mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan-tindakan dari mereka yang berwenang untuk
membuat keputusan-keputusan yang mengikat. Dengan perkataan lain, mereka percaya bahwa kegiatan
mereka mempunyai efek (political efficay) (Demokrasi di Indonesia, 1994:185).

Orang Kristen dapat meneladani Tuhan Yesus yang rela melibatkan diri-Nya dalam situasi politik yang
saat itu tidak kondusif. Tuhan Yesus yang hidup pada masa pemerintahan Kaisar Agustus dari imperium
Roma (27 SM-14 M) yang bijaksana, tetapi membangun kembali banyak kull Romawi. Kultus kepada
kaisar dan pemujaan berlebihan terhadap kekaisaran Romawi di provinsi-provinsi, termasuk Israel tentu
saja banyak ditentang. Apalagi ketika Tiberius memerintah (14-37 M), masa di mana Tuhan Yesus
melayani. Tiberius dikenal angkuh, tidak ramah, penuh curiga dan pemberang. Ia menjadi bengis dan
kejam terhadap mereka yang menentangnya (Merril C. Tenney. Survey Perjanjian Baru, 2013:5-7).

Karena situasi politik yang demikian, kita belajar bagaimana Tuhan Yesus dengan bijak mengatasi
jebakan-jebakan politis dalam pelayanannya. Misalnya dalam hal membayar pajak (Mat. 22:15-22), yang
kemungkinan gambar kaisar dalam mata uang itu adalah Tiberius. Ia juga dikecam karena bergaul
dengan para pemungut cukai (Lewi dan Zakheus), yang dianggap sebagai antek-antek penjajah. Dalam
doa-Nya untuk murid-murid-Nya yang berbunyi "Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan
dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia sama seperti Aku bukan dari dunia. Aku tidak
meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi daripada yang
jahat" (Yoh. 17:14-15), Tersirat dari doa tersebut bahwa la menghendaki agar murid-murid-Nya tetap
melibatkan diri dalam persoalan negara dan masyarakat, walau situasinya berbahaya dan diliputi
kebencian. Tuhan Yesus juga berkali-kali mendapat kecaman atas sikap-Nya yang tidak menentang
pemerintahan Romawi pada waktu itu. Rakyat kecewa kepada-Nya sebab mereka berharap banyak
kepada-Nya sebagai Mesias yang diharapkan akan membebaskan negeri mereka dari penjajahan
Romawi. Hal itu terungkap dari percakapan dengan dua murid dalam perjalanan ke Emaus, setelah
kebangkitan-Nya: "Padahal kami dahulu mengharapkan bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan
bangsa Israel. Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi (Luk. 24:21).

Teladan Tuhan Yesus Kristus sebagaimana uraian di atas menjadi landasan untuk mengembangkan
partisipasi orang Kristen dalam pembangunan politik. la memberikan nasihat dan teguran kepada para
ahli Taurat dan imam-imam kepala yang penuh dengan kemunafikan, tetapi membela dan menolong
banyak orang yang menderita (Mat. 4:23-25). Ia juga memberikan pengajaran yang sifatnya
komprehensif dalam Khotbah di Bukit (Mat. 5-7). la hadir dalam perayaan-perayaan hari raya orang
Yahudi, meskipun dibenci. Namun la dengan tegas mengusir mereka yang menyalahgunakan halaman
Bait Allah dan menjadikannya sarang penyamun (Mat. 21: 12-13). Perlawanan dan ketidaksukaan
terhadap Tuhan Yesus mencapai klimaks ketika la dituduh sebagai "Raja orang Yahudi", suatu isu sensitif
yang tentu saja tidak disukai oleh Kaisar Tiberias yang kala itu memang paranoid dan bengis. Dengan
begitu maka la dianggap pantas untuk dihukum mati di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, wall negeri
saat itu. Sikap Tuhan Yesus memberikan kepada kita teladan untuk ikut terlibat dalam masalah
pemerintahan, kekuasaan, kemasyarakatan dan spiritualitas, meskipun ada risiko yang kita hadapi.

3. Mengobarkan Generasi muda dari Kalangan Kristen supaya Proaktif dalam Pembangunan Politik

Generasi muda adalah aset negara yang akan meneruskan cita-cita dan perjuangan bangsa. Karena itu
mereka harus diberikan dorongan dan semangat untuk tidak cenderung apatis, tetapi mereka dapat
mengambil peran dalam panggung politik di tanah air. Generasi muda yang saya maksudkan dalam
tulisan ini adalah pelajar dan mahasiswa, terutama mereka yang telah berumur 17 tahun ke atas.
Kendati usia fisik bukanlah patokan satu-satunya, tetapi semangat kepemudaannya. Golongan ini telah
memenuhi persyaratan untuk mengambil bagian dalam proses politik yang berlangsung di Indonesia.

Kita sama-sama tahu bahwa pemuda berperan penting dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia
dengan mendeklarasikan Soempah Pemoeda pada 28 Oktober 1928, yang berisi tentang Satu bangsa:
bangsa Indonesia; Satu Tanah air: tanah air Indonesia; Satu Bahasa: Bahasa Indonesia. Semangat dan
jiwa Sumpah Pemuda harus terus dikobarkan dalam diri generasi muda. Partisipasi generasi muda
Indonesia juga kita lihat dari berdirinya berbagai organisasi pemuda masa kini, di antaranya: Komite
Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), dan sebagainya. Bahkan Pemerintah menyediakan wadah
pembinaan generasi muda dengan adanya Kementerian Pemuda dan Olah Raga.

Jika kita sejenak meninjau peranan generasi muda yang terlibat dalam persoalan pemerintahan dan
negara dalam Alkitab, maka kita akan kembali bertemu dengan tokoh-tokoh muda seperti: Yusuf yang
berumur 30 tahun pada saat la menjadi penguasa di Mesir (Kej. 41:46), Yosua menjadi abdi Musa
memimpin bangsa Israel keluar dari tanah Mesir ketika masih muda (Kel. 33:11). Daud saat diurapi oleh
Samuel untuk menjadi raja Israel II menggantikan Saul, masih sangat muda belia (1 Sam. 16:11-13).
Kebanyakan raja-raja Yehuda yang berasal dari keturunan Daud rata-rata masih berusia muda pada
waktu dinobatkan menjadi raja. Mereka adalah Ahazia, 22 tahun (2 Raj. 8:26), Yoas, 7 tahun (2 Raj.
11:21), Amazia, 29 tahun (2 Raj. 14:2), Yotam, 25 tahun (2 Raj. 15:33), Azarya, 16 tahun (2 Raj. 15:2),
Ahas, 20 tahun (2 Raj. 16: 2), Hizkia, 25 tahun (2 Raj. 18:2), Manasye, 12 tahun (2 Raj. 21:1), Amon, 22
tahun (2 Raj. 19), Yosia, 8 tahun (2 Raj. 22:1), Yoahas, 23 tahun (2 Raj. 23:31), Yoyakim, 25 tahun (2 Raj.
23:36), Zedekia, 21 tahun (2 Raj. 24:18).

Tercatat pula beberapa pemuda bangsawan dari Yehuda yang memiliki integritas tinggi yang ditawan ke
Babel, yaitu: Daniel (Beltsazar), Hananya (Sadrakh), Misael (Mesakh), Asarya (Abednego), yang
kemudian menjadi pejabat tinggi di Babel, meskipun mereka adalah orang-orang asing (Daniel psl. 1).
Peranan mereka dalam bidang politik ternyata berimbas untuk kepentingan nasional negaranya.
Sebagaimana dikisahkan dalam Alkitab bahwa Koresy (Koresh), raja Persia, kemudian hari berperan
besar dalam repatriasi bangsa Yahudi secara bertahap dan juga dalam restorasi Yerusalem dan Bait Allah
pada zaman Ezra sebagai penggenapan janji Allah (Ezra 1:1; Yes. 44:28) dan Nehemia pada zaman
pemerintahan Artahsasta (Neh. 2:1-10). Dalam Perjanjian Baru tidak disebutkan secara jelas orang-orang
muda yang terlibat dalam urusan negara politik, tetapi kita yakin bahwa pasti ada. Karena pada waktu
itu Israel berada dalam penjajahan Romawi yang menempatkan wali negeri yang dipilih sendiri oleh
Kaisar sehingga orang Israel tidak memiliki peran yang menonjol. Namun demikian Alkitab menegaskan
bahwa pemuda memiliki peran yang tidak bisa dianggap remeh, karena merekalah generasi muda yang
dapat memberikan teladan kepada sesamanya. Dalam nasihatnya kepada Timotius Rasul Paulus
mengatakan: Jangan seorang pun menanggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi
orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu
dan dalam kesucianmu (1 Tim. 4:12).

Nasihat tersebut merupakan sebuah dorongan kepada Timotius untuk tidak merasa minder dan merasa
tidak mampu karena ia muda, padahal ia memiliki sejumlah potensi diri yang bisa dikembangkan. Hal
serupa dapat kita anjurkan kepada para generasi muda Kristen agar menggunakan kesempatan yang ada
untuk berpartisipasi dalam proses politik di Indonesia.

Oleh sebab itu maka hal-hal praktis yang bisa dilakukan oleh para pemuda Kristen sebagal generasi
muda perlu sebagai arena untuk melatih diri dalam politik dengan cara:

1. Mengikuti pemilihan umum bagi mereka yang telah memenuhi syarat (17 tahun); karena setiap warga
negara berhak untuk memilih dan dipilih. Hak suara digunakan untuk proses pemilihan perangkat negara
mulai dari tingkat yang paling rendah hingga tingkat tertinggi, yaitu pusat. Seharusnya tidak mengikuti
golongan yang tak mau ikut dalam pemilihan umum atau golongan putih (golput). 2. Mengikuti program
pemerintah dalam bela negara. Ikut mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
berjuang menghindari disintegrasi bangsa dari upaya-upaya yang ingin memecahbelah, tetap menjaga
keragaman (bhineka tunggal ika).

3. Mengembangkan sikap jujur dan bertanggung jawab: terutama kejujuran dalam hati nurani;
perbuatan yang tak bertanggungjawab seperti plagiarisme, korupsi, tindakan vandalisme, upaya
menentang kebijakan pemerintah melalui aksi boikot, demonstrasi, serta berbagai perbuatan anarkis.

4. Memberikan sumbangan pemikiran bagi kemajuan bangsa dan negara dengan kemampuan dan
keterampilannya. Ikut mengambil bagian dalam pemerintahan negara jika memungkinkan.

5. Menjunjung tinggi nilai luhur bangsa dengan mengakul Pancasila sebagai asas tunggal dan Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai dasar konstitusi kita. Karena itu segala upaya makar atau cara-cara untuk
menumbangkan pemerintah yang sah harus dijauhi, sebagai wujud kepatuhan kita kepada pemerintah
(Rm. 13:1-7).

6. Menyalurkan hak konstitusionalnya dengan bergabung atau berafiliasi dengan salah satu partai politik
yang ada.

7. Terlibat dalam organisasi: sebagai cikal bakal pengembangan bakat kepemimpinan di masa
mendatang. Para siswa dapat menyalurkan bakat atau talentanya itu melalui Organisasi Siswa Intra
Sekolah (OSIS); melalui kegiatan pramuka, dan lain-lain. Sedangkan para mahasiswa melatul Senat
Mahasiswa, berbagai ikatan dan asosiasi lainnya di kampus. Bila perlu mengikuti organisasi yang
lingkupnya lebih luas, atau yang berskala nasional seperti Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI),
Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI).

8. Keterlibatan dalam pelayanan gerejawi: sebagai pengurus remaja, pemuda, guru sekolah Minggu,
serta berbagai aktivitas lain yang menanamkan rasa percaya diri dan sikap kepemimpinan.
9. Mengikuti seminar, lokakarya, simposium, diskusi panel dan sebagainya tentang semangat
nasionalisme atau patriotisme. 10. Melalui olahraga: banyak generasi muda yang mengharumkan nama
bangsa dan negara melalui prestasi olahraga yang dicapai. 11. Prestasi akademis dan penelitian: yang
dikembangkan melalui berbagai lomba karya ilmiah, inovasi dan rekayasa teknik.

Anda mungkin juga menyukai