Anda di halaman 1dari 4

Salah satu sifat Gereja Katolik adalah apostolik.

Disebut apostolik karena didirikan atas dasar


para rasul (Ef. 2:20); dalam ajaran yang sama dengan ajaran para rasul; karena strukturnya yaitu
diajar, dikuduskan dan dibimbing oleh para rasul melalui pengganti-pengganti mereka yakni para
uskup dalam kesatuannya dengan pengganti Petrus (paus) sampai pada kedatangan Kristus
kembali. Di sini para Rasul (dia yang diutus), diutus sebagai saksi atas kebangkitan Kristus
dengan mengemban tugas mewartakan Injil ke seluruh dunia sebagaimana amanat misi Yesus
sendiri, "Karena itu, pergilah jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam
nama Bapa, Putera dan Roh Kudus (Mat. 28:19).

Gereja terlibat dalam bidang politik tetapi tidak dalam arti tindakan teknis. Gereja tidak memiliki
wewenang teknis untuk memecahkan persoalan-persoalan politik. Apa yang lebih dahulu
ditandaskan oleh Bapa Suci Paus Paulus VI dan Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II tentang
Keterlibatan Sosial Gereja memiliki batas-batasnya.
Dalam kaitannya dengan politik di dalam hidup bernegara, Paus Yohanes Paulus II menandaskan
bahwa kewarganegaraan dapat dilepas dari agama dan Gereja tetapi bukan dari moralitas.
Merupakan hak dan kewajiban Gereja untuk menyediakan suatu keputusan moral pada masalah-
masalah duniawi ketika hal ini dituntut olen iman atau hukum moral.

Gereja terlibat berpolitik dalam kerangka moral dan martabat manusia. Dalam perutusan Gereja
khususnya para imam, mereka dapat menyampaikan penilaian moral, juga menyangkut hal-hal
tata politik, bila itu dituntut oleh hak-hak asasi manusia atau oleh keselamatan jiwa-jiwa, dengan
menggunakan semua dan hanya bantuan-bantuan, yang sesuai dengan Injil serta kesejahteraan
semua orang, menanggapi zaman maupun situasi yang berbeda-beda. Dalam terang injil, Gereja
menjatuhkan keputusan moral demi kesejahteraan bersama dalam bidang ekonomi dan sosial,
bila itu dituntut oleh hak-hak asasi manusia dan keselamatan jiwa-jiwa. Dalam arti ini, Gereja
perlu memanfaatkan dan bersikap atas hal-hal duniawi sejauh dibutuhkan oleh perutusannya.

Bukan tugas gembala Gereja untuk berpolitik praktis. Gereja dalam arti yang khusus dimengerti
sebagai urusan gembala-gembala Gereja. Walaupun demikian, bukanlah urusan gembala-
gembala Gereja supaya secara langsung campur tangan di dalam struktur politik dan di dalam
organisasi kehidupan sosial misalnya partai politik.
Tugas berpolitik (praktis) ini merupakan tugas khas perutusan awam beriman, yang karena
dorongan sendiri, bekerja sama dengan sesama warga negaranya. Ada aneka ragam jalan konkret
terbuka bagi keterlibatan sosialnya. Ia selalu harus mengarah kepada kesejahteraan umum dan
harus sesuai dengan pewartaan Injil dan ajaran Gereja.

Source: https://www.kompasiana.com/frenofile.com/5be784b3677ffb3770792825/imam-
dan-politik-menurut-ajaran-gereja-katolik?page=all
Menurut saya, praktek hidup politik dan agama dalam konteks Indonesia itu masih lemah.
Walaupun Indonesia itu terdiri dari bermacam-macam suku, agama, dan ras namun pemikiran
masyarakat itu berbeda-beda. Untuk kehidupan beragama di Indonesia masih sangat lemah
karena masih banyak masyarakat yang bersifat fanatic (menganggap agamanya itu lebih baik dari
yang lain). Mereka tidak mau menghargai perbedaan tersebut. Contohnya di dalam suatu desa itu
mayoritas beragama islam, hanya ada 2 keluarga yang beragama nasrani. Nah, suatu ketika
keluarga yang beragama nasrani itu mau selametan anaknya otomatis keluarga itu mengadakan
genduri dan tentunya mengundang orang-orang satu desa. Namun, ada salah satu warga yang
benar-benar tidak mau berangkat karena berbagai alasan yang sebenarnya alas an tersebut karena
orang tersebut anti dengan orang nasrani. Ada juga dengan adanya perbedaan agama tersebut
orang menjelek-jelekkan agama yang lain. Dari perbuatan-perbuatan tersebut tentu menimbulkan
suatu perselisihan dan pudarnya rasa persaudaraan. Untuk kehidupan politik di Indonesia juga
masih lemah, dikarenakan saat akan ada pemilu calon parpol mendekati masyarakat untuk
memilihnya dengan memberikan janji-janji, namun setelah terpilih mereka lupa akan janjinya.
Praktek hidup politik di Indonesia lebih cenderung pada prinsip diri sendiri dan tidak
memikirkan rakyat yang masih kesusahan. Berbagai peraturan yang ditetapkan menyusahkan
masyarakat sehingga terjadilah demonstrasi.

Menurut saya, saya sebagai orang katolik juga merasa resah dengan permasalahan-
permasalahan yang ada di Indonesia. Saya sebagai orang katolik dan selalu ikut dalam ajaran
Yesus, saya ingin kalau semua masyarakat iru damai dan rukun, tidak usah membeda-bedakan
karena semua agama itu sama. Baik dan buruknya perilaku itu bukan karena agama, namun dari
pribadi masing-masing. Dan untuk praktek politik seharusnya para calon parpol jangan
seenaknya kepada masyarakat, apabila member janji ya tepatilah janji tersebut. Untuk adanya
undang-undang yang baru ya seharusnya dipahami dulu, jangan asal ikut-ikutan demonstrasi.

. ROMA 12:16-18

12:16 Hendaklah kamu sehati sepikir h dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan
perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana.
Janganlah menganggap dirimu pandai! i 12:17 Janganlah membalas kejahatan dengan
kejahatan; j lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! k 12:18 Sedapat-dapatnya, kalau hal itu
bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!

IBRANI 12:14

12:14 Berusahalah hidup damai dengan semua orang b dan kejarlah kekudusan 7 , c sebab tanpa
kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.

Referensi : Pendapat sendiri

Anda mungkin juga menyukai