Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PROSES TERJADINYA BUNYI BAHASA

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

1. FRISCA DEVINA D SIMANJUNTAK (2213210040)


2. JEREMIA ANUGRAH GINTO (2213210029)
3. LISA ANGGRAINI (2213210010)
4. MUTIARA FITRI SANTIKA (2213210009)
5. OKTAVIA MARSELINA HELENTATIN (2213210013)
6. SHILFANI ELISABET MANURUNG (2213210025)

DOSEN PENGAMPU:

DR. MALAN LUBIS M.Hum.

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI – UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MARET 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari tugas ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak Dr.
Malan Lubis., M.Hum. pada Mata Kuliah Fonologi. Selain itu, tugas ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang bagaimana cara kita mengetahui proses terjadinya bunyi bahasa.

Kami mengucapkan terima kasih Bapak Dr. Malan Lubis., M.Hum. selaku dosen Mata
Kuliah Fonologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan tugas ini.

( Medan, 15 Maret 2022 )

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................2

D. Manfaat Penulisan................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3

A. Pengertian Bunyi Bahasa......................................................................................................3

B. Klasfikasi Bunyi Bahasa.......................................................................................................3

C. Proses Terjadinya Bunyi Bahasa..........................................................................................7

D. Premis Bunyi Bahasa............................................................................................................9

BAB III PENUTUP......................................................................................................................11

A. Kesimpulan.........................................................................................................................11

B. Saran...................................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................12

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bunyi apa saja, termasuk bunyi bahasa, pada dasarnya adalah getaran atas benda
apa saja karena adanya energi yang bekerja. Getaran ini disadari sebagai bunyi apalagi
getaran itu cukup kuat dan di hantarkan ke alat dengar oleh udara sekitar.
Getaran udara yang masuk ke telinga dapat berupa bunyi atau suara. Getaran
udara yang dinamakan bunyi itu dapat terjadi karena dua benda atau lebih bergeseran
atau berbenturan. Biola yang sedang dimainkan, dua telapak tangan yang ditepukkan,
atau piring yang jatuh ke lantai menimbulkan bunyi yang dapat ditangkap oleh telinga
manusia.
Bunyi sebagai getaran udara dapat pula merupakan hasil yang dibuat oleh alat
ucap manusia seperti pita suara, lidah, dan bibir. Bunyi bahasa dibuat oleh manusia untuk
mengungkapkan sesuatu. Bunyi bahasa dapat terwujud dalam nyanyian atau dalam
tuturan.
Proses terbentuknya bunyi bahasa juga demikian. Sumber energi utamanya
adalah arus udara yang mengalir dari atau ke paru-paru. Getaran-getaran itu timbul pada
pita suara sebagai akibat tekanan arus udara, yang di barengi dengan gerakan alat-alat
ucap sedekimian rupa sehingga menimbulkan perbedaan atau perubahan rongga udara
yang terdapat dalam mulut dan atau hidung. Dari sini jelaslah bahwa sarana utama yang
berperan dalam proses pembentukan bunyi bahasa adalah arus udara, pita suara dan alat
ucap.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang ingin dijawab
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami pengertian bunyi bahasa
2. Mengetahui klasifikasi bunyi bahasa

1
3. Memahami proses terjadinya bunyi bahasa
4. Mengetahui premis bunyi bahasa

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk memahami pengertian bunyi bahasa


2. Untuk mengetahui klasifikasi bunyi bahasa
3. Untuk memahami proses terjadinya bunyi bahasa
4. Untuk mengetahui premis bunyi bahasa

D. Manfaat Penulisan

Adapaun manfaat dari penelitian ini diantaranya:


1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan tentang kajian
Proses terjadinya bunyi bahasa, tidak hanya itu akan dibahas juga mengenai
klasifikasi sampai kepada premis bunyi bahasa itu sendiri.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa/Mahasiswi penelitian ini diharapkan dapat memunculkan sikap
semangat dalam mempelajari kajian fonologi khususnya mempelajari proses
terjadinya bunti bahasa. Maka dari itu yang dipaparkan dalam makalah ini akan
disajikan dengan sebaik mungkin agar para pembaca dengan mudah dapat
memahami. Disini para Mahasiswa akan dituntut untuk teliti dalam membaca dan
melatih untuk berpikir kritis.
b. Bagi pengajar, penelitian ini akan memberikan inovasi pembelajaran terutama
dalam menanamkan sifat-sifat rajin membaca pada para mahasiswa, dan materi
yang disiapkan sudah disusun semenarik mungkin untuk menjadi bahan bacaan
yang baik.
c. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan semakin membuat pembaca
menanamkan sikap rajin membaca, disamping itu diharapkan apa yang dibaca
dapat dipahami dengan baik.

2
BABII

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bunyi Bahasa

Bunyi bahasa merupakan unsur bahasa yang paling kecil. Istilah bunyi bahasa
atau fon merupakan terjemahan dari bahasa inggris phone ‘bunyi’. Bunyi bahasa
menyangkut getaran udara. Bunyi itu terjadi karena dua benda atau lebih bergeseran atau
berbenturan.Sebagai getaran udara, bunyi bahasa merupakan suara yang dikeluarkan oleh
mulut, kemudian gelombang-gelombang bunyi sehingga dapat diterima oleh telinga.
Bunyi bahasa atau bunyi ujaran dihasilkan oleh alat ucap manusia seperti pita
suara, lidah, dan bibir. Bunyi bahasa atau bunyi ujaran adalah bunyi yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia atau bunyi yang diartikan, kemudian membentuk gelombang bunyi,
sehingga dapat diterima oleh telinga manusia.

B. Klasfikasi Bunyi Bahasa

Dalam pembentukan bunyi bahasa ada tiga faktor yang terlibat, yaitu sumber
tenaga (pernapasan), alat ucap yang menimbulkan getaran, dan rongga pengubah getaran,
dimana bunyi bahasa yang dihasilkan berbeda-beda. Bunyi bahasa yang arus udaranya
keluar melalui mulut disebut bunyi oral (contohnya [p], [g], [f]), bunyi bahasa yang arus
udaranya keluar dari hidung disebut bunyi sengau / nasal (contohnya [m], [n], [ñ], [ŋ]).
Sedangkan bunyi bahasa yang arus udaranya sebagian keluar melalui mulut dan sebagian
keluar dari hidung disebut bunyi yang disengaukan / dinasalisasi.
Bunyi bersuara terjadi apabila kedua pita suara berganti-ganti merapat dan
merenggang dalam membentuk bunyi bahasa, bunyi bahasa yang dihasilkan akan terasa
“berat”. Bunyi tak bersuara terjadi apabila pita suara direnggangkan sehingga udara tidak
tersekat oleh pita suara, bunyi bahasa yang dihasikan akan terasa “ringan”. Perbedaan

3
antara keduanya dapat dirasakan jika menutup kedua lubang telinga rapat-rapat.
Disamping itu, pita suara dapat juga dirapatkan sehingga udara tersekat, bunyi yang
dihasilkan disebut bunyi hambat glottal.
Macam bunyi bahasa yang kita hasilkan juga dipengaruhi oleh ada tidaknya
hambatan dalam prosos pembuatannya. Berikut merupakan klasifikasi dari bunyi
bahasa:
1. Vokal, Konsonan, dan Semivokal
Sacara umum, bunyi bahasa terbagi atas tiga macam, yaitu vokal, konsonan,
dan semivokal (Jones, 1958: 12). Pembagian ini berdasar pada ada tidaknya hambatan
(proses artikulasi) dalam alat ucap. Hambatan dalam pita suara tidak pernah disebut
artikulasi.
Vokal, konsonan, dan semivokal merupakan jenis bunyi yang dibedakan
berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran suara.
Semivokal biasa dimasukkan ke dalam konsonan. Karena itu, bunyi segmental lazim
dibedakan atas bunyi vokal dan bunyi konsonan.
Bunyi vokal adalah bunyi yang arus udaranya tidak mengalami rintangan.
Pada pembentukan vokal tidak ada artikulasi. Hambatan untuk bunyi vokal hanya
pada pita suara saja. Hambatan pada pita suara tidak lazim disebut artikulasi. Karena
vokal dihasilkan dengan hambatan pita suara maka pita suara bergetar. Posisi glotis
dalam keadaan tertutup, tetapi tidak rapat sekali. Dengan demikian, semua vokal
termasuk bunyi bersuara.
Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan menghambat arus udara
pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini terjadi artikulasi. Proses hambatan atau
artikulasi ini dapat disertai dengan bergetarnya pita suara, sehingga terbentuk bunyi
konsonan bersuara. Jika artikulasi itu tidak disertai bergetarnya pita suara, glotis
dalam keadaan terbuka akan menghasilkan konsonan tak bersuara.
Bunyi semi-vokal adalah bunyi yang secara praktis termasuk konsonan, tetapi
karena pada saat diartikulasikan belum membentuk konsonan murni. Bunyi
semivokal dapat disebut semikonsonan, namun istilah ini jarang dipakai.
2. Bunyi Nasal dan Oral

4
Bunyi nasal atau sengau dibedakan dari bunyi oral berdasarkan jalan
keluarnya arus udara. Bunyi nasal dihasilkan dengan menutup arus udara ke luar
melalui rongga mulut, tetapi membuka jalan agar dapat keluar melalui rongga hidung.
Penutupan arus udara ke luar melalui rongga mulut dapat terjadi :
a. antara kedua bibir, hasilnya bunyi [m]
b. antara ujung lidah dan ceruk, hasilnya bunyi [n]
c. antara pangkal lidah dan langit-langit lunak, hasilnya bunyi [η]; dan
d. antara ujung lidah dan langit-langit keras, hasilnya bunyi [ň].
Bunyi oral dihasilkan dengan jalan mengangkut ujung anak tekak mendekati
langkit-langkit lunak untuk menutupi rongga hidung sehingga arus udara dari paru-
paru keluar melalui mulut. Selain bunyi nasal, semua bunyi vokal dan konsonan
bahsa Indonesia termasuk bunyi oral.
3. Bunyi Keras dan Lunak
Kategorisasi bunyi keras (fortis) dan bunyi lunak (lenis) dibedakan
berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara pada waktu bunyi itu diartikulasikan
(Malmberg, 1963:51-52). Bunyi bahasa disebut keras apabila pada waktu
diartikulasikan disertai ketegangan kekuatan arus udara. Sebaliknya, apabila pada
waktu diartikulasikan tidak disertai ketengan kekuatan arus udara, bunyi itu disebut
lunak.
Dalam bahasa Indonesia terdapat kedua jenis bunyi tersebut. Baik bunyi keras
maupun bunyi lunak dapat berupa vokal dan konsonan seperti diuraikan berikut ini.
Bunyi keras mencakupi beberapa jenis bunyi seperti :
a. Bunyi letup tak bersuara: [p, t, c, k],
b. Bunyi geseran tak bersuara: [s],
c. Bunyi vokal:
Bunyi lunak mencakupi beberapa jenis seperti:
a. Bunyi letup bersuara: [b, d, j, g]
b. Bunyi geseran bersuara: [Z]
c. Bunyi nasal: [m, n, ñ,η]
d. Bunyi likuida: [r, l]
e. Bunyi semi-vokal: [w, y]

5
f. Bunyi vokal: [i, e, o, u]. D.
4. Bunyi Panjang dan Pendek
Bunyi panjang dibedakan dari bunyi pendek berdasarkan lamanya bunyi
tersebut diucapkan atau diartikulasikan. Vokal dan konsonan dapat dibedakan atas
bunyi panjang dan bunyi pendek (Jones, 1958:136).
Tanda bunyi panjang biasanya menggunakan tanda garis pendek di atas suatu
bunyi; atau menggunakan tanda titik dua di sebelah kanannya, contohnya: [a] panjang
ditulis [ā] atau [a: ].
5. Bunyi Nyaring dan Tak Nyaring
Bunyi nyaring dibedakan dari bunyi tak nyaring berdasarkan kenyaringan
bunyi pada waktu terdengar oleh telinga. Pembedaan bunyi berdasarkan derajat
kenyaringan itu merupakan tinjauan fonetik auditoris. Derajat kenyaringan itu sendiri
ditentukan oleh luas sempitnya atau besar kecilnya ruang resonansi pada waktu bunyi
itu ducapkan. Makin luas ruang resonansinya, makin rendah derajat kenyaringannya.
6. Bunyi Tunggal dan Rangkap
Bunyi tunggal dibedakan dari bunyi rangkap berdasarkan perwujudannya
dalam suku kata. Bunyi tunggal adalah sebuah bunyi yang berdiri sendiri dalam satu
suku kata, sedangkan bunyi rangkap adalah dua bunyi atau lebih yang bergabung
dalam satu suku kata. Semua bunyi vokal dan konsonan adalah bunyi tunggal. Bunyi
tunggal vokal disebut juga monoftong.
Bunyi rangkap dapat berupa diftong maupun klaster. Diftong, yang lazim
disebut vokal rangkap, dibentuk apabila keadaan posisi lidah sewaktu mengucapkan
bunyi vokal yang satu dengan bunyi vokal yang lainnya saling berbeda (Jones,
1958:22). Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat diftong [oi], [aI], dan [aU].
Klaster, yang lazim disebut gugus konsonan, dibentuk apabila cara artikulasi
atau tempat artikulasi dari kedua konsonan yang diucapkan saling berbeda. Misalnya,
dalam bahasa Indonesia terdapat gugus [pr], [str], dan [dr].
7. Bunyi Egresif dan Ingresif
Bunyi egresif dan ingresif dibedakan berdasarkan arus udara. Bunyi egresif
dibentuk dengan cara mengeluarkan arus udara dari dalam paru-paru, sedangkan

6
bunyi ingresif dibentuk dengan cara mengisap udara ke dalam paruparu. Kebanyakan
bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif.
Bunyi egresif dibedakan lagi atas bunyi egresif pulmonik dan bunyi egresif
glotalik.
a. Egresif pulmonik dibentuk dengan cara mengecilkan rongga paru-paru oleh
otot paru-paru, otot perut, dan rongga dada. Hampir semua bunyi bahasa
Indonesia dibentuk melalui egresif pulmonik.
b. Egresif glotalik dibentuk dengan cara merapatkan pita suara sehingga gloatis
dalam keadaan tertutup sama sekali. Bunyi egresif glotalik disebut juga bunyi
ejektif, yang ditandai dengan tanda apostrof, contohnya [p’, t’, k’, s’],
contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa-bahasa Kaukasus, Indian, dan Afrika
(Ladefoged, 1973:25).
Bunyi ingresif dibedakan atas bunyi ingresif glotalik dan bunyi ingresif
velarik.
a. Ingresif glotalik memiliki kemiripan dengan cara pembentukan bunyi egresif
glotalik, hanya arus udara yang berbeda. Dibentuk dengan cara menghisap
udara dan merapatkan pita suara sehingga glotis menutup. Adapun bunyi yang
dihasilkannya disebut implosif, yang ditandai dengan tanda melengkung ke
sebelah kanan, contohnya [b, d, g]. Contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa
Sindhi, Swahili, Marwari, Ngadha, dan Sawu (Ladefoged, 1973:26).
b. Ingresif velarik dibentuk dengan cara menghisap udara dan menaikkan
pangkal lidah dalam langit-langit lunak; bersama-sama dengan merapatkan
bibir; begitu pula, ujung lidah dirapatkan ke dalam gigi/gusi. Contohnya
bunyi-bunyi dalam bahasa Khoisa, Xhosa, dan Zulu (Ladefoged, 1973:28-
30).
8. Geminat dan Homorgan
Geminat yaitu rentetan artikulasi yang sama (identik), sehingga menimbulkan
ucapan panjang dalam bunyi tersebut, contohnya: Allah dan assalamualaikum.
Adapun yang disebut Homorgan yaitu bunyi-bunyi bahasa yang terbentuk oleh alat
dan daerah artikulasi yang sama. Contohnya, konsonan alveolar: [t], [d], dan [n];

7
konsonan bilabial [p], [b], dan [m]; konsonan palatal [c], [j], [n] (Robins, 1980, Bab
8).

C. Proses Terjadinya Bunyi Bahasa

Proses memproduksi bunyi bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu:
1. Komponen Sublotal

Komponen sublotal terdiri dari paru-paru (kiri dan kanan), saluran bronchial,
dan saluran pernapasan (trakea). Di samping ketiga alat ucap ini masih ada yang lain,
yaitu otot-otot paru-paru, dan rongga dada. Secara fisiologis komponen ini digunakan
untuk proses pernapasan. Karena itu, komponen ini disebut juga sistem pernapasan.
Lalu dalam hubungannya dengan fonetik disebut sistem pernapasan subglotis. Fungsi
utama komponen subglotal ini adalah ‘memberi arus udara yang merupakan syarat
mutlak untuk terjadinya bunyi bahasa.

2. Komponen Laring (Tenggorok)

Komponen laring (tenggorok) merupakan kotak yang terbentuk dari tulang


rawan yang berbentuk lingkaran. Di dalamnya terdapat pita suara. Laring berfungsi
sebagai klep yang mengatur arus udara antara paru-paru, mulut, dan hidung. Pita
suara dengan kelenturannya bisa membuka dan menutup, sehingga bisa memisahkan
dan sekaligus bisa menghubungkan antara udara yang ada di paru-paru dan yang ada
di mulut atau rongga hidung. Bila klep dibuka lebar-lebar udara yang ada pada paru-
paru bisa berhubungan dengan yang ada di rongga mulut atau rongga hidung. Bila
klep ditutup rapat, maka udara yang ada di paru-paru terpisah dengan yang ada di
rongga mulut.

Dalam rangka proses produksi bunyi, pada laring inilah terjadinya awal mula
bunyi bahasa itu, baik dengan aliran udara egresif maupun aliran udara ingresif.
Posisi glottis (celah di antara pita suara) menentukan bunyi yang diproduksi apakah
bunyi bersuara, bunyi tak bersuara, atau bunyi glotal.

3. Komponen Supraglotal

8
Komponen supraglotal adalah alat-alat ucap yang berada di rongga mulut dan
rongga hidung baik yang menjadi articulator aktif maupun menjadi articulator pasif.

Terjadinya bunyi bahasa dalam proses produksi bunyi bahasa pada umumnya
dimulai dari proses pemompaan udara ke luar dari paru-paru melalui pangkal
tenggorokan (laring) ke tenggorokan yang di dalamnya terdapat pita suara. Supaya
udara itu bisa ke luar, pita suara itu harus berada dalam keadaan terbuka. Setelah
melalui pita suara, yang merupakan jalan satu-satunya untuk bisa ke luar, entah
melalui rongga mulut atau rongga hidung, arus udara tadi diteruskan ke luar udara
bebas.

Kalau arus udara yang ke luar paru-paru itu ke luar tanpa mendapat hambatan
apa-apa di dalam rongga mulut, maka kita tidak akan mendengar bunyi apa-apa,
selain bunyi nafas. Beda dengan kalau arus udara itu mendapat hambatan pada salah
satu tempat alat ucap, akan kita dengar bunyi bahasa.

Hambatan terhadap arus udara yang keluar dari paru-paru itu terjadi mulai
dari tempat yang paling dalam, yaitu pada glottis (celah pita suara) sampai pada
tempat yang paling luar, yaitu bibir atas dan bibir bawah. Bila bibir bawah dan bibir
atas tertutup lalu arus udara yang terhambat, tiba-tiba dilepaskan kita akan mendengar
bunyi letup [b] dan [p].

Bunyi-bunyi bahasa dapat dihasilkan kalau posisi glottis terbuka agak lebar,
terbuka sedikit, dan tertutup rapat. Bunyi bahasa tidak akan terjadi bila posisi glottis
terbuka lebar. Karena arus udara itu langsung ke luar melalui rongga mulut. Untuk
kajian fonetik digunakan istilah bunyi vokal dan bunyi konsonan dan untuk tingkat
fonemik digunakan stilah fonem vokal dan fonem konsonan.

Tempat terjadinya bunyi konsonan ini,yakni tempat terjadinya bunyi


hambatan atau gangguan terhadap bunyi ujar, disebut tempat artikulasi atau titik
artikulasi. Sedangkan proses atau cara terjadinya bunyi itu disebut cara artikulasi.
Alat-alat ucap yang digunakan disebut alat artikulasi atau lebih lazim disebut
artikulator.

9
D. Premis Bunyi Bahasa

Seperti juga cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain, ilmu fonem didasarkan
pula pada pokok-pokok pikiran yang umum, yang bisa disebut premis-premis. Premis-
premis ini tiada lain ialah pernyataan-pernyataan secara umum tentang sifat-sifat bunyi
bahasa.
Premis berkaitan dengan pernyataan umum mengenai sifat-sifat bunyi bahasa.
Besarnya pengaruh bunyi yang satu kepada yang lain dalam lingkungannya merupakan
ciri atau sifat bunyi-bunyi bahasa seluruh dunia sehingga dapat dikatakan bahwa:
1. Bunyi bahasa mempunyai kecenderungan untuk dipengaruhi oleh lingkungannya. Premis
ini dicerminkan, seperti dalam beberapa struktur fonemis dalam bahasa Indonesia, seperti
kelompok-ke-lompok /mp/, /nt/, /ñc/, /ŋk/, /mb/, /nd/, /ñj/,/ŋg/, tetapi hampir-hampir tidak
ada kelompok /mg/, /mk/, /np/, /nb/ ŋt/,/ŋd/, kecuali dalam kata rangda, tanpa, dan
sebagainya.
2. Bunyi mempunyai kecenderungan bersifat simetris. Dalam bahasa Indonesia, terdapat
sepasang hambat /p, t, c, k; b, d, j, g/ dan nasal /m, n, ñ-, ŋ/. Sistem ini menunjukkan
simetri bunyi itu, sedangkan dalam bahasa Inggris, umpamanya, karena hanya terdapat
sepasang hambat /p, t,c,k; b, d, g/. Nasal yang ada ialah /m, n, ŋ/, sedangkan /ñ/ tidak
terdapat.Terdapat juga sistem-sistem fonem bahasa yang tidak seluruhnya simetris. Hal
ini disebabkan oleh perkembangan kata khususnya fonemik, yang kemudian akan menuju
simetri. Kedua premis tersebut dipakai dalam menentukan fonem-fonem dan sistem
fonem suatu bahasa sebagai pokok-pokok pikiran yang membantu penyelidik bahasa
dalam pekerjaannya untuk menentukan fonem-fonem dan sistem fonem bahasa.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan materi di atas, dapat kita simpulkan bahwa bunyi bahasa atau
bunyi ujaran adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia atau bunyi yang
diartikan, kemudian membentuk gelombang bunyi, sehingga dapat diterima oleh telinga
manusia. Adapaun pengllasifikasiannya terdiri atas:
1. Vokal, konsonan dan semivokal
2. Bunyi nasal dan oral
3. Bunyi keras dan lunak
4. Bunyi panjang dan pendek
5. Bunyi nyaring dan tak nyaring
6. Bunyi tunggal dan rangkap
7. Bunyi egresif dan ingresif
8. Geminat dan homorgan
Dan proses terjadinya bunyi bahasa itu sendiri terdiri dari proses mengalirnya udara,
proses fonasi, proses artikulasi, dan proses oro – nasal.

B. Saran

Saat ini, penggunaan istilah suara dan bunyi banyak digunakan oleh orang untuk
menyimbolkan suara yang keluar dari berbagai sumber. Namun, bunyi dan suara
memiliki perbedaan jika dikaitkan dengan ilmu bahasa. Hal itulah menjadi alasan
makalah ini dibuat. Makalah ini diharapkan bermanfaat untuk semua pihak, khususnya

11
dalam mempelajari proses terjadinya bunyi bahasa. Makalah ini diharapkan dapat
memberikan alternatif bagi para mahasiswa sebagai bahan bacaan yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aminoedin, A., dkk. 1984. Fonologi Bahasa Indonesia: Sebuah Studi Deskripstif.

Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Dodd, H. Robert & Leo C. Tupan. 1961. Bunyi dan Ejaan Bahasa Inggeris

(Pengantar Ilmu, Fonetik). Bandung: Ganaco.

Kridalaksana, Harimurti. 1987. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Lapoliwa, Hans. 1981. Dasar-Dasar Fonetik. Penataran Linguistik Umum Tahap

1, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembahanya Bahasa Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Linguistik (terjemahan:I. Soetikno). Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Marsono. 1989. Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Martinet, Andre. 1987. Ilmu Bahasa:Pengantar (terjemahan:Rahayu Hidayat).

Yogyakarta: Kanisius.

Robins, R. H. 1989. Linguistik Umum:Sebuah Pengantar (terjemahan:Soenarjati

Djajanegara). Yogyakarta: Kanisius.

Samsuri. 1994. Analisis Bahasa: Memahami Bahasa secara Ilmiah. Jakarta:

Erlangga.

12
Sommerstein, Alan H. 1977. Modern Phonology. University Park Press.

Sudaryanto. 1974. Fonetik:Ilmu Bunyi yang Penyelidikannya dari sudut Parole.

Yogyakarta: Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada

13

Anda mungkin juga menyukai