Anda di halaman 1dari 13

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Konseling Penyandang Masalah Sosial M. Sangap Siregar, S. Pd., M.A

“PENDEKATAN KOGNITIF BEHAVIORAL BAGI REMAJA PMKS”

Disusun Oleh Kelompok 3:


Diyah Kartika Putri (12040221588)
Walhawa Nadana (12040225487)

BIMBINGAN KONSELING ISLAM IV E


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
T.A 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim…
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendekatan Kognitif Behavioral Bagi Remaja
Pmks” pada tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas, selain itu penulis juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca umumnya.

Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak M. Sangap Siregar,


S. Pd., M.A selaku dosen mata kuliah Konseling Penyandang Masalah Sosial.Tugas yang
telah diberikan ini dapat menambah wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis
juga mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat diperlukan.

Pekanbaru, 11 Maret 2022

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN.....................................................................................................4

A. Latar Belakang...............................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................5
C. Tujuan Penulisan............................................................................................5

BAB II
PEMBAHASAN.......................................................................................................6

A. PMKS Di Kalangan Remaja..........................................................................6


B. Faktor-Faktor Penyebabnya...........................................................................8
C. Pencegahan dan Penanggulangannya.............................................................8
D. Pendekatan Kognitif Behavioral....................................................................9

BAB III
PENUTUP.................................................................................................................12

A. Kesimpulan...................................................................................................12
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu aspek psikologis yang penting agar remaja menjadi remaja yang
berkualitas adalah aspek emosi dan jika emosi ini tidak bisa dikendalikan oleh remaja
maka emosi ini merupakan masalah sosial bagi remaja itu sendiri, dimana individu
diharapkan dapat menjadi generasi yang berkepribadian baik, salah satunya yakni
mempunyai kematangan memiliki dan bertindak dengan integritas. Jika seseorang
memiliki integritas, maka sikap dan perilakunya matang secara emosi.

Kematangan emosi merupakan kemampuan untuk memahami kenyataan dan


fakta-fakta dan kualitas menanggapi situasi dengan memisahkan dari tarikan dan
tekanan bagi perasaan menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan (Dangwal,
2016). Hanya saja pola interaksi sosial di jaman milenial ini sudah bergeser ke
interaksi lewat teknologi yakni dengan adanya internet yang kemudian lebih dikenal
dengan nama media sosial. Media sosial adalah suatu interaksi sosial antara individu
dalam berbagi dan bertukar informasi. Media sosial dapat mencakup berbagai ide,
pendapat, gagasan dan konten dalam komunitas virtual serta mampu menghadirkan
dan mentranslasikan cara berkomunikasi baru dengan teknologi yag sama sekali
berbeda dari media tradisional (Watson, 2009).

Terkait dengan Keefektifan pendekatan Cognitive Behavior Therapy (CBT)


merupakan suatu bentuk psikoterapi yang bertujuan untuk menangani perilaku
maladaptif dan mereduksi penderitaan psikologis, dengan cara mengubah proses
kognitif individu (Grebb,Kaplan,dan Sadock,2010). Menurut Rosenvald (Arjadi,
2012) pendekatan ini mengajarkan individu untuk mengenali bahwa pola pikir
tertentu yang sifatnya negatif dapat membuat individu salah memaknai situasi dan
memunculkan emosi atau perasaan negatif. Pikiran dan emosi yang salah pada
akhirnya akan mempengaruhi tingkah laku individu, hingga dianggap membutuhkan
terapi Intervensi. Psikologis pada proses kognitif dan perilaku akan didapat perubahan
pada pemikiran, perasaan, dan perilaku. Oleh karena itu, pemberian terapi CBT
(Cognitive Behavioral Therapy) cocok digunakan untuk menangani masalah ini.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja PMKS di kalangan remaja?
2. Apa faktor penyebabnya?
3. Bagaimana Pencegahan dan penanggulangannya?
4. Apa Pendekatan kognitif Behavioral?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pmks di kalangan remaja.
2. Untuk mengatahui faktor penyebabnya.
3. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan dan penanggulangannya.
4. Untuk mengetahui pendekatan kognitif behavioral.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PMKS Di Kalangan Remaja


Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di kalangan remaja adalah seorang
remaja yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan tidak dapat
melaksanakan fungsi sosialnya dan karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang
serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai dan wajar. Berikut jenis PMKS
di kalangan remaja yaitu:
 Anak Terlantar
Anak terlantar adalah seorang anak berusia 6 (enam) tahun sampai
dengan 18 (delapan belas) tahun, meliputi anak yang mengalami perlakuan
salah dan ditelantarkan oleh orang tua atau keluarga atau anak kehilangan
hak asuh dari orang tua atau keluarganya. Kriterianya sebagai berikut:
1. Berasal dari keluarga fakir miskin.
2. Anak yang dilalaikan oleh orang tuanya, dan
3. Anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

 Anak Jalanan
Anak jalanan adalah anak yang rentan bekerja di jalanan, anak yang
bekerja di jalanan, dan atau anak yang bekerja dan hidup di jalanan yang
menghasilkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup
sehari-hari. Kriterianya sebagai berikut:
1. Menghabiskan sebagian besar waktunya dijalanan maupun
ditempat-tempat umum.
2. Mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat-
tempat umum.

 Anak Dengan Kedisabilitasan (ADK)


Anak dengan Kedisabilitasan (ADK) adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun yang mempunyai kelainan fisik atau
mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan
bagi dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun
6
sosialnya secara layak, yang terdiri dari anak dengan disabilitas fisik, anak
dengan disabilitas mental dan anak dengan disabilitas fisik dan mental.
Kriterianya sebagai berikut:
1. Anak dengan disabilitas fisik : tubuh, netra, rungu wicara.
2. Anak dengan disabilitas mental : mental retardasi dan eks psikotik.
3. Anak dengan disabilitas fisik dan mental atau disabilitas ganda.
4. Tidak mampu melaksanakan kehidupan sehari-hari.

 Anak Yang Menjadi Korban Tindak Kekerasan Atau Diperlakukan


Salah
Anak yang menjadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah
adalah anak yang terancam secara fisik dan nonfisik karena tindak
kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan
keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi
kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun
sosial. Kriterianya sebagai berikut:
1. Anak (laki-laki atau perempuan) dibawah usia 18 (delapan belas)
tahun.
2. Sering mendapat perlakuan kasar dan kejam dan tindakan yang
berakibat secara fisik dan atau psikologis.
3. Pernah dianiaya dan atau diperkosa dan
4. Dipaksa bekerja (tidak atas kemauannya)

 Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus


Anak yang memerlukan perlindungan khusus adalah anak yang berusia
6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun dalam situasi
darurat, dari kelompok minoritas dan terisolasi, dieksploitasi secara
ekonomi dan atau seksual, diperdagangkan, menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), korban penculikan, penjualan, perdagangan, korban kekerasan
baik fisik dan atau mental, yang menyandang disabilitas, dan korban
perlakuan salah dan penelantaran. Kriterianya sebagai berikut:
1. Berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun.

7
2. Dalam situasi darurat dan berada dalam lingkungan yang buruk
atau diskriminasi.
3. Korban perdagangan manusia.
4. Korban kekerasan, baik fisik dan atau mental dan seksual.

B. Faktor-Faktor Penyebabnya
Berikut beberapa faktor penyebab terjadinya pmks di kalangan remaja, yaitu:
 Keluarga yang tidak harmonis
 Kurangnya kasih sayang
 Pendidikan yang terlalu keras
 Komunikasi yang buruk
 Lingkungan pergaulan yang salah
 Faktor religi
 Faktor lingkungan tempat tinggal
 Ketidakmampuan keluarga
 Ketidakperdulian yang menyebabkan keterlantaran
 Kestabilan jiwa yang rendah

C. Pencegahan dan Penanggulangan


Pencegahan dan penanggulangan penyandang masalah kesejahteraan sosial
memiliki kaitan khusus dengan konsep keagamaan, yaitu semangat tolong menolong.
Pada dasarnya menjadikan agama sebagai pondasi untuk menumbuhkan jiwa
kepedulian, rasa empati, cinta kasih dan sayang sebagai hal yang utama dalam praktik
pelayanannya. Agama merupakan ruh bagi seluruh umat manusia, karena pada
dasarnya agama selalu mengajarkan kebaikan kepada umatnya, baik hubungan
manusia dengan Tuhan, maupun hubungan manusia dengan sesama manusia. Islam
juga mengatur hal sedemikian, dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah At-Taubah ayat 71,
yang artinya :
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian
mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat)
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan sholat, menunaikan
zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah
SWT. Sungguh, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

8
Dijelaskan pada ayat di atas bahwa umat islam diperintahkan oleh Allah SWT
untuk menjadi penolong bagi orang lain, dan Allah SWT menjanjikan rahmatNya
kepada manusia yang menjalankan segala perintahNya, sungguh Allah SWT Maha
Perkasa dan Maha Bijaksana. Senantiasa bersabar dalam menghadapi dan
menyelesaikan permasalahan dan memberikan solusi pada penyandang masalah
kesejahteraan sosial, karena sesungguhnya itu bagian dari ujian, serta menjadikan
perbuatan tersebut sebagai jihad (perjuangan dengan sungguh) dijalan Allah SWT
dalam bentuk praktik pelayanan sosial dan pengabdian di masyarakat. Permasalahan
kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga
negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum
memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara yang
mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani
kehidupan secara layak dan bermartabat.

D. Pendekatan Kognitif Behavioral


Pendekatan CBT sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk
menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan cara melakukan
restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang. Pendekatan CBT didasarkan
pada formulasi kognitif, keyakinan dan strategi perilaku yang mengganggu. Proses
konseling didasarkan pada konseptualisasi atau pemahaman konseli atas keyakinan
khusus dan pola perilaku konseli. Harapan dari CBT yaitu munculnya restrukturisasi
kognitif yang menyimpang dan sistem kepercayaan untuk membawa perubahan emosi
dan perilaku ke arah yang lebih baik.
Matson, (1988) mengungkapkan definisi cognitive-behavior therapy yaitu
pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan kognisi
sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu persepsi, kepercayaan dan
pikiran. Para ahli yang tergabung dalam National Association of Cognitive Behavioral
Therapist (NACBT) mengungkapkan bahwa definisi dari cognitive behavior therapy
yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang menekankan peran yang penting berpikir
bagaimana kita merasakan dan apa yang kita lakukan, (NACBT, 2007). Teori
Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003) pada dasarnya meyakini pola pemikiran
manusia terbentuk melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR), yang saling
berkaitan dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, di mana

9
proses kognitif menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia
berpikir, merasa dan bertindak.
Sementara dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki potensi untuk
menyerap pemikiran yang rasional dan irasional, di mana pemikiran yang irasional
dapat menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku yang menyimpang, maka CBT
diarahkan pada modifikasi fungsi berfikir, merasa, dan bertindak dengan menekankan
peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, bertindak, dan memutuskan
kembali. Dengan mengubah status pikiran dan perasaannya, konseli diharapkan dapat
mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif.
Berdasarkan paparan definisi mengenai CBT, maka CBT adalah pendekatan
konseling yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang
menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis.
CBT merupakan konseling yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat
kesehatan mental. Konseling ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir,
merasa dan bertindak, dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil
keputusan, bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali.
Sedangkan, pendekatan pada aspek behavior diarahkan untuk membangun
hubungan yang baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi
permasalahan. Tujuan dari CBT yaitu mengajak individu untuk belajar mengubah
perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih
jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat. Hingga pada akhirnya dengan
CBT diharapkan dapat membantu konseli dalam menyelaraskan berpikir, merasa dan
bertindak. Tujuan dari konseling Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003) yaitu
mengajak konseli untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan
menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang
masalah yang dihadapi. Konselor diharapkan mampu menolong konseli untuk
mencari keyakinan yang sifatnya dogmatis dalam diri konseli dan secara kuat
mencoba menguranginya. Oleh sebab itu CBT dalam pelaksanaan konseling lebih
menekankan kepada masa kini dari pada masa lalu, akan tetapi bukan berarti
mengabaikan masa lalu.
CBT tetap menghargai masa lalu sebagai bagian dari hidup konseli dan
mencoba membuat konseli menerima masa lalunya, untuk tetap melakukan perubahan
pada pola pikir masa kini untuk mencapai perubahan di waktu yang akan datang. Oleh
sebab itu, CBT lebih banyak bekerja pada status kognitif saat ini untuk dirubah dari

10
status kognitif negatif menjadi status kognitif positif. CBT merupakan konseling yang
menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang
akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis dan lebih
melihat ke masa depan dibanding masa lalu. Aspek kognitif dalam CBT antara lain
mengubah cara berpikir, kepercayaan, sikap, asumsi, imajinasi dan memfasilitasi
konseli belajar mengenali dan mengubah kesalahan dalam aspek kognitif. Sedangkan
aspek behavioral dalam CBT yaitu mengubah hubungan yang salah antara situasi
permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan, belajar mengubah perilaku,
menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, serta berpikir lebih jelas.
pendekatan kognitif behavioral ini cocok untuk menjadi salah satu penanganan bagi
pmks di kalangan remaja.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di kalangan remaja adalah seorang
remaja yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan tidak dapat
melaksanakan fungsi sosialnya dan karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang
serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai dan wajar. Pencegahan dan
penanggulangan penyandang masalah kesejahteraan sosial memiliki kaitan khusus
dengan konsep keagamaan, yaitu semangat tolong menolong. Pada dasarnya
menjadikan agama sebagai pondasi untuk menumbuhkan jiwa kepedulian, rasa
empati, cinta kasih dan sayang sebagai hal yang utama dalam praktik pelayanananya.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://dinsos.riau.go.id/web/index.php?
option=com_content&view=article&id=514&Itemid=174

https://dosenpsikologi.com/penyebab-kenakalan-anak

https://dinsos.bantenprov.go.id/membantu-orang-lain-melalui-pendekatan-penanganan-
masalah-kesejahteraan-sosial

https://journal.walisongo.ac.id/index.php/dakwah/article/download/4432/2172

13

Anda mungkin juga menyukai