Anda di halaman 1dari 26

Bagian I.

Informasi Umum
Identitas Modul
 Nama Sekolah SMA Negeri 2 Sijunjung
 Fase/Kelas E/10
 Jam Pelajaran (JP) 2 JP
 Domain/Topik Mengemukakan Pendapat Pribdai Tentang Tindakan
Sosial
 Kata Kunci Hubungan sosial
Kompetensi Awal Hubungan sosial
Profil Pelajar Pancasila  Bernalar kritis
 Kreatif
 Mandiri
 Gotong royong
Sarana Prasarana  LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik)
 Papan Tulis
 Spidol
 Internet
 Gawai
Target Peserta Didik Reguler
Model Pembelajaran Tatap Muka (TM)
Metode Pembelajaran Discovery Learning

Bagian II. Komponen Inti


Tujuan Pembelajaran1. Menjelaskan nilai dan norma sebagai acuan dalam
tindakan sosial
2. Menjelaskan konsep tindakan dari berbagai perspektif teori
sosiologi
3. Mengemukakan pendapat pribadi tentang tindakan sosial
sesuai dengan konsep dilengkapi contoh
4. Menemukan berbagai fenomena tindakan sosial yang
menyimpang
5. Mengkomunikasikan pendapat secara individu berdasarkan
hasil pengamatan mengenai pengendalian sosial
Pemahaman Bermakna  Peserta didik mampu memberikan pendapat tentang
tindakan sosial beserta contohnya
Pertanyaan Pemantik  Apa yang dimaksud dengan tindakan sosial
Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan 1 : 2 JP
Materi Pokok : Mengemukakan Pendapat Pribdai Tentang
Tindakan Sosial
Kegiatan Pendahuluan (15’)
1) Menyiapkan peserta didik secara fisik dan psikis untuk mengikuti proses
pembelajaran (Orientasi).
2) Salah satu peserta didik memimpin doa untuk menumbuhkan perilaku religious
3) Salah satu peserta didik (ketua kelas) melaporkan kehadiran siswa lain sebagai
pembiasaan prilaku jujur dan disiplin.
4) Pendidik memberi motivasi tentang manfaat mempelajari materi tentang
mengemukakan pendapat pribdai tentang tindakan sosial (Motivasi).
5) Melalui tanya jawab, peserta didik dibimbing untuk mengingat kembali materi
tentang mengemukakan pendapat pribdai tentang tindakan sosial (Apersepsi).
6) Guru menjelaskan akan melakukan penilaian selama pembelajaran dengan cara
observasi atau secara tertulis dan dalam bentuk kinerja.
7) Peserta didik dibagi dalam kelompok yang yang beranggotakan tidak lebih dari 4
orang dengan memperhatikan penyebaran kemampuan sosial.
Kegiatan Inti (105’)
Stimulasi (Pemberian rangsangan)
1) Peserta didik mengamati permasalahan yang ada pada LKPD.
2) Peserta didik mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan atau diberikan
pertanyaan pancingan, misalnya
“Apa yang kamu ketahui tentang tindakan sosial?”
Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
3) Guru memberikan permasalahan untuk didiskusikan di setiap kelompok.
a) Apa yang dimaksud dengan tindakan sosial?
Data Collection (Pengumpulan Data)
4) Peserta didik diminta berdiskusi dan bekerja sama dalam kelompok untuk
mengumpulkan informasi dari buku atau dari sumber lainnya terkait mengemukakan
pendapat pribdai tentang tindakan sosial
Data Processing (Pengolahan Data)
5) Peserta didik menggunakan informasi yang telah dikumpulkan untuk menyelesaikan
masalah pada LKPD.
6) Selanjutnya peserta didik mendiskusikan jawaban dari latihan soal-soal yang telah
dikerjakan di dalam kelompok terkait hasil pengamatan mengemukakan pendapat
pribdai tentang tindakan sosial
7) Pendidik berkeliling mencermati peserta didik dalam berdiskusi dan memberikan
kesempatan peserta didik untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahaminya
terkait materi pembelajaran hari ini.
Verifikasi (Pembuktian)
8) Beberapa kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas dan
peserta didik lain dengan aktif dan kritis menangggapi presentasi tersebut.
9) Peserta didik membandingkan hasil diskusi antar kelompok untuk memverifikasi
penyelesaian masalah
Generalization (Menarik Kesimpulan)
10) Pendidik membimbing peserta didik dalam menyimpulkan mengemukakan pendapat
pribdai tentang tindakan sosial, peserta didik mengerjakan kuis.
Kegiatan Penutup (15’)
1) Membuat simpulan terkait pembelajaran pada pertemuan ini.
2) Melakukan refleksi untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan kegiatan
pembelajaran serta manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung
3) Pendidik memberikan umpan balik terkait pembelajaran.
4) Menetapkan PR, yaitu soal-soal yang belum selesai dibahas di kelas.
5) Menginformasikan materi pembelajaran berikutnya adalah perilaku menyimpang
dan pengendalian sosial

Asesmen
Pertemuan 1
1. Asesmen Individu : Kuis berbentuk uraian
2. Asesmen Kelompok : Pengisian LKPD

Rubrik Asesmen Individu


Tujuan Pembelajaran Indikator Ketercapaian Kompetensi Nomor Soal
1. Menjelaskan defenisis tindakan Siswa mampu menjelaskan defenisi 1
sosial tindakan sosial

Instrumen Asesmen Individu


Kuis berbentuk uraian (5 menit)
1. Apa yang dimaksud dengan tindakan sosial?

Pedoman Penskoran Asesmen Individu (Kuis)


No Penyelesaian Skor
1 Tindakan sosial secara umum adalah tindakan yang dipengaruhi dan 100
mempengaruhi orang lain saat melakukan interaksi sosial. Sementara
interaksi sosial merupakan hubungan antara dua individu atau lebih yang
kemudian saling mempengaruhi.
Nilai Akhir = Jumlah skor x 10

Rubrik Asesmen Kelompok (LKPD 1)


Bagian Skor
No Indikator dari 1 2 3 4
LKPD
1 Peserta didik Kegiatan Terisi Terisi benar Terisi benar Terisi benar
dapat membuat 1 benar >25% >70% >85%
kesimpulan ≤25% sampai ≤70 sampai ≤
tentang % 85%
mengemukakan
pendapat
pribdai tentang
tindakan sosial
2 Peserta didik Latihan Terisi Terisi benar Terisi Terisi benar
dapat soal benar >25% benar>70% >85%
menjelaskan ≤25% sampai ≤70 sampai
mengemukakan % ≤85%
pendapat
pribdai tentang
tindakan sosial
3 Peserta didik Kegiatan Terisi Terisi benar Terisi benar Terisi benar
dapat 2 benar >25% >70% >85%
menjelaskan ≤25% sampai ≤70 sampai
mengemukakan % ≤85%
pendapat
pribdai tentang
tindakan sosial
Jumlah Skor
Nilai akhir = x 100
12
Pengayaan dan Remedial (Diferensiasi)
1) Pengayaan
Bagi Siswa yang sudah mencapai nilai ketuntasan diberikan pembelajaran pengayaan
sebagai berikut:
a. Siswa yang mencapai nilai n(ketuntasan)  n  n(maksimum) diberikan materi
masih dalam cakupan materi pembelajaran dengan pendalaman sebagai
pengetahuan tambahan.
b. Siswa yang mencapai nilai n  n (maksimum) diberikan materi melebihi cakupan
materi pembelajaran dengan pendalaman sebagai pengetahuan tambahan.

2) Remedial
a. Pembelajaran remedial dilakukan bagi peserta didik yang capaian
pembelajarannya belum tuntas
b. Tahapan pembelajaran remedial dilaksanakan melalui remidial teaching (klasikal),
atau tutor sebaya, atau tugas dan diakhiri dengan tes / non tes
LAMPIRAN 1
LEMBAR KEGIATAN PESERTA DIDIK

(LKPD) 1

Materi Pokok : Fungsi Sosiologi


Kompetensi yang diharapkan tercapai:
1. Menjelaskan defenisi tentang tindakan sosial

Lakukan aktivitas berikut secara runtut.

A. Persiapan
1) Berdoalah sebelum memulai kegiatan.
2) Siapkan buku catatan, alat tulis dan alat hitung.

B. Kegiatan Inti

Kegiatan 1

Peserta didik dibagi menjadi empat kelompok dengan masing-masing sesuai dengan materi.
Para peserta didik melakukan diskusi bersama kelompoknya sesuai dengan materinya
masing-masing.

Kegiatan 2

Secara bergiliran, setiap kelompok maju ke depan kelas untuk melakukan presentasi
mengenai hasil diskusinya. Setelah proses presentasi selesai, maka diadakan sesi tanya
jawab antara kelompok yang tampil dengan peserta didik dari kelompok lain. Sejalan
dengan itu, guru memberikan pelurusan, penegasan, penyanggahan, atau penambahan
terhadap proses tanya jawab yang terjadi.

Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan nilai sosial?
2. Apa yang dimaksud dengan norma sosial!
3. Apa yang dimaksud dengan tindakan sosial?
4. Contoh tindakan sosial yang menyimpang?
5. Apa bentuk pengendalian sosial yang ada dalam masyarakat?

LAMPIRAN 2
BAHAN BACAAN PENDUKUNG
A. Sejarah Ilmu Sosiologi
Nilai, Norma, Tindakan Sosial,
Perilaku Menyimpang, dan
Pengendalian Sosial.
Nilai Sosial

Nilai sosial adalah prinsip, standar, atau kualitas yang berharga atau diinginkan oleh
masyarakat. Artinya nilai tidak hanya diharapkan, namun juga diusahakan sebagai
sesuatu yang pantas dan benar bagi diri sendiri dan orang lain.

Berikut defenisi nilai sosial menurut para Ahli:

1. Robert M. Z. Lawang, adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan yang


pantas, yang berharga, dan memengaruhi perilaku orang yang memiliki nilai itu.

2. Kimball Young, adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang
apa yang baik dan benar serta penting yang dianggap oleh masyarakat

3. A. W. Green, adalah kesadaran yang secara efektif berlangsung disertai emosi


terhadap objek, ide, dan individu.

4. Koentjaraningrat, merupakan sebuah konsep yang ada dalam pikiran manusia,


sebagian masyarakat menganggap hal itu mulia. Sistem nilai ini menjadi rujukan
dalam bertindak.

Fungsi Nilai Sosial:

1. Mengarahkan Masyarakat untuk Berpikir dan Tingkah Laku

2. Menciptakan dan memberi semangat untuk mewujudkan sesuatu.

3. Alat solidaritas

4. Alat Pengawas dan Kontrol Perilaku

Ciri-ciri Nilai Sosial:


1. Nilai sosial berasal dari proses interaksi antar manusia dan bukan bawaan sejak
lahir. Contohnya seorang anak yang bisa menilai baik atau buruk karena didikan
orang tuanya sejak kecil.

2. Sebuah proses belajar seperti difusi, akulturasi, dan sosialisasi. Misalnya,


seorang pelajar yang menghargai kerjasama antar-kelompok dan seorang anak
yang suka bersosialisasi di lingkungan sekolah.

3. Nilai sosial berupa peraturan untuk memenuhi kebutuhan sosial. Contohnya


siswa menjaga ketertiban di lingkungan sekolah dan pos ronda yang wajib diikuti
warga.

4. Tiap kelompok memiliki kebudayaan yang berbeda satu sama lain. Kebudayaan
yang berbeda ini melahirkan nilai dan norma yang berbeda. Seperti negara
maju punya budaya menghargai waktu dan tidak suka keterlambatan.
Sementara di Indonesia, keterlambatan waktu masih bisa dimaklumi.

5. Berpengaruh pada perkembangan pribadi dan kelompok baik itu positif atau
negatif. Contohnya seseorang disebut egois karena mengutamakan kepentingan
pribadi. Sedangkan individu yang mementingkan kepentingan bersama
dianggap sebagai orang yang memiliki kepekaan sosial.

6. Nilai akan mempengaruhi tindakan manusia. Misalnya seseorang berusaha


mencari uang sebanyak-banyaknya untuk bahagia. Sebaliknya, ada orang yang
mengutamakan hubungan baik pada sesama daripada uang untuk bahagia.

Klasifikasi nilai sosial:

1. Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia.

2. Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.

3. Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Secara garis besar, nilai kerohanian dapat dibagi ke dalam empat macam.

a. Nilai kebenaran (kenyataan), yaitu nilai yang bersumber pada unsur akal
manusia.

b. Nilai keindahan, yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia


(estetika).

c. Nilai moral (kebaikan), yaitu nilai yang berasal dari kehendak atau kemauan.

d. Nilai religius, yaitu nilai ketuhanan.


Sumber nilai sosial: Sumber-sumber nilai sosial yang ada di masyarakat dibedakan
menjadi dua, yaitu sumber intrinsik dan sumber ekstrinsik. Sumber intrinsik adalah
sumber nilai sosial yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri yang berupa harkat
dan martabat. Seseorang yang memiliki kepribadian baik, seperti ramah, sopan, dan
selalu berperilaku sesuai dengan normanorma yang ada akan mempunyai nilai lebih
apabila dibandingkan yang berkepribadian tidak baik. Sumber ekstrinsik adalah sumber
nilai sosial yang berasal dari luar diri manusia yang biasanya bersifat kebendaan,
seperti kepemilikan tanah, rumah, kendaraan, dan sebagainya.

Norma Sosial

Norma adalah segala aturan yang mengikat masyarakat. Aturan tersebut bisa berubah
perintah atau larangan.
Norma sendiri pun memiliki sifat mengikat. Norma wajib ditaati oleh masyarakat yang
tinggal di dalam satu wilayah. Norma pun dibuat dengan tujuan membatasi perilaku
individu agar tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Sementara itu, nilai adalah segala sesuatu yang dianggap penting dan benar oleh
sebuah kelompok masyarakat. Nilai dapat dijadikan sebagai prinsip atau pedoman
dalam menjalani hidup bagi seorang individu.

Nilai sosial sendiri memiliki sifat relatif atau tidak mutlak. Nilai yang dianut oleh setiap
orang pun bisa berbeda. Hal tersebut dikarenakan sesuatu yang kita anggap bernilai
belum tentu dianggap sama dengan orang lain.

Seperti yang sudah disebutkan, norma sosial bisa diartikan sebagai seperangkat aturan
atau panduan hidup yang biasanya tidak tertulis dan berlaku di masyarakat.

Hadirnya norma sendiri bisa memengaruhi tindakan dan kehidupan sosial secara luas.
Tanpa hadirnya norma dalam kehidupan kita, masyarakat bisa kacau dan tidak
terkendali.

Norma sosial adalah seperangkat aturan yang biasanya disertai berbagai sanksi tertulis
maupun tidak berfungsi sebagai pemandu kehidupan sosial anggota masyarakat.

Adapun ciri-ciri norma sosial adalah sebagai berikut.

1. Biasanya tidak tertulis.

2. Merupakan hasil kesepakatan.

3. Ditaati bersama.

4. Bagi yang melanggar, akan mendapatkan sanksi.


5. Bisa berubah.

Adapun fungsi norma sosial adalah sebagai berikut.

1. Alat untuk menertibkan dan menjaga stabilitas di masyarakat

2. Aturan atau pedoman tingkah laku yang tidak tertulis

3. Alat pengontrol dalam masyarakat.

Klasifikasi Norma Sosial

1. Berdasarkan daya ikatnya. Bila berdasarkan daya ikatnya, norma sosial dibagi
menjadi lima, yaitu sebagai berikut.

a. Cara (Usage), merupakan bentuk perbuatan atau perilaku yang dilakukan di


dalam masyarakat namun tidak terus menerus. Jika melanggar norma ini,
hukuman yang didapatkan hanya berupa celaan atau teguran saja.

b. Kebiasaan (Folkways), adalah perbuatan yang dilakukan berulang-ulang


dalam bentuk yang sama dan secara sadar, sehingga perbuatan itu
dianggap baik oleh masyarakat. Contohnya adalah pemberian angpau di
saat lebaran.

c. Tata Kelakuan (Mores), merupakan kumpulan perbuatan yang


mencerminkan sifat hidup dari sekelompok manusia sebagai bentuk
pengawasan terhadap anggotanya.

d. Adat Istiadat (Custom), adat istiadat merupakan kumpulan tata kelakuan


yang menjadi pedoman tertinggi dalam hidup bermasyarakat karena sudah
terintegrasi sangat kuat pada masyarakat penganutnya. Bagi seseorang
yang melanggarnya, akan mendapatkan sanksi yang cukup keras. Contoh
adat istiadat adalah proses memingit bagi calon pengantin

e. Hukum (Law), merupakan norma tertulis, bersifat formal, dan disahkan oleh
negara.

2. Berdasarkan Sifatnya, klasifikasi norma sosial berdasarkan sifatnya dibagi


menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

a. Norma Tidak Resmi (Nonformal), merupakan norma yang dirumuskan secara


tidak jelas dan tidak bersifat mengikat bagi masyarakat.

b. Norma Resmi (Formal), merupakan norma yang dirumuskan dan diwajibkan


bagi seluruh masyarakat, contohnya seseorang yang mencuri akan diadili
lalu dipenjara.
3. Berdasarkan Aspek atau Sumbernya, klasifikasi norma sosial berdasarkan
aspek atau sumbernya dibagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut.

a. Norma Agama, merupakan norma yang berasal Tuhan, sehingga tidak ada
yang bisa mengubah dan memanipulasi isinya dan bersifat mutlak

b. Norma Kesusilaan, norma kesusilaan merupakan peraturan yang berasal


dari hati nurani yang menghasilkan akhlak, contohnya tidak boleh melakukan
tindakan tak senonoh selain dengan pasangan yang sah.

c. Norma Kesopanan, norma kesopanan adalah peraturan sosial yang


mengarahkan untuk berperilaku wajar dan baik dalam masyarakat,
contohnya tidak boleh meludah sembarangan.

d. Norma Hukum, adalah peraturan yang dibuat oleh lembaga-lembaga


tertentu.

Tindakan Sosial

Tindakan sosial secara umum adalah tindakan yang dipengaruhi dan mempengaruhi
orang lain saat melakukan interaksi sosial. Sementara interaksi sosial merupakan
hubungan antara dua individu atau lebih yang kemudian saling mempengaruhi.

Pengaruh dari interaksi sosial ini kemudian disebut sebagai tindakan sosial tadi. Maka
saat ada tindakan sosial maka yang menjadi latar belakang munculnya tindakan ini
adalah karena ada interaksi. Tanpa interaksi maka tindakan sosial tidak akan terjadi.

Secara sederhana, tindakan sosial bisa diartikan sebagai respon atau reaksi yang
terlihat secara kasat mata setelah melakukan interaksi sosial. Bentuknya kemudian
beragam sehingga jenis dari tindakan sosial juga sangat beragam yang nanti dijelaskan
di bawah.

Contohnya adalah pada saat ada komunikasi antara dua orang, komunikasi ini terjadi
sebagai upaya pertukaran informasi. Setelah informasi disampaikan salah satunya
maka pendengar informasi akan bereaksi.

Entah itu bahagia, merasa heran, merasa takjub, merasa marah, dan lain sebagainya
merupakan bentuk tindakan sosial secara emosional. Kemudian saat pendengar
informasi ini memutuskan untuk menangis, melabrak, tertawa terbahak-bahak, juga
termasuk tindakan sosial yang dilakukan secara fisik oleh pelakunya.

Dalam kehidupan bermasyarakat, tindakan sosial yang dilakukan kemudian perlu


dipikirkan dengan matang dan bijak. Sebab tindakan ini akan memunculkan tindakan
sosial lainnya yang kemudian bisa berujung baik atau malah berujung pada masalah
baru.

Sebagai contoh adalah pada saat seseorang memarahi seseorang karena tindakan
sosial dari orang tersebut. Jika orang yang dimarahi tidak terima maka akan melakukan
tindakan sosial kembali marah ke pihak pertama tadi, menggunjing, menjelek-jelekan di
belakang, dan lain-lain.

Jadi, pada dasarnya tindakan sosial berbentuk seperti siklus. Pada saat melakukan
tindakan yang baik maka tindakan orang sekitar juga ikut baik. Begitu juga sebaliknya.
Maka dalam ilmu sosiologi dibahas dengan mendalam mengenai bagaimana
berinteraksi sosial dengan baik untuk meminimalkan tindakan sosial dengan efek
negatif.

Pengertian tindakan sosial kemudian dijelaskan juga oleh sejumlah ahli, para ahli ini
kemudian menyampaikan pendapatnya. Dalam ilmu sosiologi, ahli yang mendefinisikan
tindakan sosial ada dua yang dikenal luas di seluruh dunia. Yaitu:

1. Max Weber, ahli pertama yang memberi definisi pada tindakan sosial adalah
Max Weber yang juga merupakan tokoh di ilmu sosiologi. Menurut Weber,
pengertian tindakan sosial adalah tindakan yang didasari pada bentuk fakta
sosial yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan bermasyarakat, dimana
sistem sosial dalam pengaruh ini diciptakan dari hubungan individu pada
kelompoknya.

2. Ritzer, pendapat yang kedua disampaikan oleh Ritzer, menurutnya pengertian


tindakan sosial adalah perilaku perulangan yang dijalankan dengan sifat sengaja
sebagai akibat dari adanya pengaruh atas situasi yang serupa tujuan secara
pasif dalam situasi tertentu.

Melalui definisi yang disampaikan dua ahli tersebut maka bisa disimpulkan. Bahwa
tindakan sosial adalah tindakan atau perilaku berulang yang dijalankan secara sengaja
sebagai akibat dari pengaruh situasi tertentu.

Jenis Tindakan Sosial

1. Tindakan Rasional Instrumental, jenis yang pertama adalah tindakan rasional


instrumental dan sesuai namanya, tindakan sosial ini sifatnya rasional. Jadi saat
seseorang melakukan suatu tindakan akan disesuaikan dengan tujuan akhir
yang ingin dicapai. Seseorang tidak akan melakukan tindakan tanpa tujuan yang
jelas, maka sifatnya menjadi rasional dan logis. Tindakan yang memiliki tujuan
jelas kemudian memunculkan cara yang jelas juga. Misalnya saja tindakan
sosial seorang siswa pelajar SMA yang giat belajar semalam suntuk. Tujuan
akhirnya adalah agar bisa lebih siap menghadapi ujian keesokan harinya.
Sehingga belajar menjadi tindakan sosial, dan tujuannya agar siap menghadapi
ujian.

2. Tindakan Berorientasi Nilai, jenis yang kedua adalah tindakan sosial berorientasi
nilai, yaitu tindakan sosial yang dilakukan dengan mempertimbangkan nilai-nilai
yang ada di masyarakat. Sehingga tindakan ini menyesuaikan dengan apa yang
dianggap baik oleh masyarakat luas. Cakupan nilainya dimulai dari nilai etika,
estetika (keindahan), agama, dan nilai lain yang ada di masyarakat. Tindakan
sosial berorientasi pada nilai fokus pada manfaat dan baik buruknya tindakan
tersebut di mata masyarakat yang mengesampingkan tujuan. Contoh tindakan
sosial jenis ini adalah pada saat anak-anak berhenti bermain bola karena adzan
dzuhur sudah berkumandang. Sehingga mereka memutuskan berhenti bermain
dan sholat dulu, baru kemudian melanjutkan permainan.

3. Tindakan Afektif, jenis ketiga adalah tindakan afektif yakni tindakan sosial yang
dilakukan berdasarkan pada dorongan perasaan atau emosi yang dirasakan
seorang individu. Sehingga tindakan sosial ini tidak bisa diterima akal, dianggap
kurang logis, atau irrasional. Dikatakan demikian, karena tindakan sosial ini
dilakukan dengan mengedepankan perasaan atau emosi. Sehingga tindakan ini
tidak melibatkan akal yang membuat tindakan tersebut tidak bisa diterima akal
juga. Contohnya adalah saat ibu guru memarahi muridnya di kelas karena
ketahuan mencontek, kemudian murid ini justru menangis. Menangis disini
merupakan bentuk tindakan afektif karena mengandalkan emosi atau perasaan.
Yakni perasaan takut dimarahi dan perasaan khawatir akan mendapat nilai yang
buruk. Padahal secara logika, murid yang mencontek seharusnya segera minta
maaf dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Bukan dengan menangis.

4. Tindakan Tradisional, yakni jenis tindakan sosial yang dilakukan karena sudah
menjadi kebiasaan atau tindakan yang didasarkan karena suatu kebiasaan dan
sudah mendarah daging. Kemudian berhubungan dengan segala bentuk budaya
atau adat istiadat, sehingga segala tindakan sosial dari jenis ini didasarkan pada
budaya yang diterapkan oleh masyarakat. Tindakan ini turun-temurun, sehingga
sudah berlangsung cukup lama. Contohnya adalah tindakan apapun yang
dilakukan karena adat, seperti upacara Ngaben untuk masyarakat di Bali,
upacara Ngebabali di Lampung, acara Pesta Bakar Batu di Papua, dan lain
sebagainya. Segala tindakan yang dilakukan berdasarkan adat-istiadat
kemudian masuk ke tindakan sosial tradisional. Tindakan ini akan terus
dilakukan oleh masyarakat selama diwariskan atau diajarkan kepada anak dan
cucu.

Perilaku Menyimpang

Dalam hidup sehari-hari, terdapat aturan atau norma yang harus kita patuhi untuk
menjaga ketentraman serta kedamaian bersama. Namun, seringkali kita juga melihat
bahwa banyak orang-orang yang bertindak diluar norma yang ada dan menyebabkan
kegaduhan dan kerugian bagi pihak lain.

Fenomena atau gejala sosial yang sering terjadi ini dianggap merupakan suatu perilaku
menyimpang atau yang kita kenal dengan penyimpangan sosial. Dimana orang yang
melanggar norma tersebut, seringkali sadar akan perbuatannya tersebut namun tetap
melakukannya karena suatu dorongan. Berikut pembahasan mengenai penyimpangan
sosial yang terjadi di masyarakat.

Penyimpangan Sosial atau perilaku menyimpang merupakan suatu tindakan atau


perilaku yang dilakukan seseorang maupun suatu kelompok yang tidak sesuai dengan
norma sosial yang berlaku di suatu lingkungan masyarakat maupun kelompok yang
telah menyepakati aturan atau norma sosial tersebut.

Menurut KBBI atau Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan penyimpangan sosial
sebagai suatu tingkah laku, perbuatan, maupun tanggapan individu kepada kelompok
atau lingkungan masyarakat yang bertentangan dengan norma dan juga hukum yang
berlaku di lingkungan tersebut.

Menurut Profesor Robert M.Z.Lawang yang merupakan profesor ahli sosiologis, perilaku
menyimpang atau penyimpangan sosial dapat didefinisikan sebagai segala tindakan
yang menyimpang dari norma-norma yang ada dan berlaku pada suatu sistem sosial,
hal tersebut dapat menimbulkan usaha para pihak yang memiliki wewenang untuk
mengatasi dan memperbaiki hal tersebut.

Bentuk dan Contoh Penyimpangan Sosial

1. Penyimpangan berdasarkan sifat

a. Penyimpangan positif

Merupakan sebuah perilaku menyimpang yang memiliki atau memberikan


dampak positif terhadap kehidupan sosial karena memiliki unsur-unsur yang
berinovatif, ide-ide yang dibuat juga kreatif serta memperkaya wawasan
masyarakat.

Penyimpangan ini juga terarah pada nilai yang ingin dicapai bersama atau
kepentingan sosial dan seringkali dianggap sesuatu yang ideal dalam
masyarakat. Penyimpangan positif ini biasanya akan diterima karena
merupakan bentuk penyesuaian akan perkembangan zaman.

Salah satu contoh dari penyimpangan positif adalah emansipasi wanita,


dimana dengan berkembangnya zaman seorang wanita dapat memiliki karier
sendiri dan tidak perlu mengandalkan orang lain.

Wanita juga zaman dulu digambarkan sebagai seseorang yang bekerja di


dapur atau mendampingi suami, namun dengan berkembangnya zaman
stigma seperti itu sudah tidak ada lagi.

b. Penyimpangan Negatif

Merupakan sebuah perilaku menyimpang yang memiliki atau memberikan


dampak negatif terhadap sistem sosial karena memiliki unsur-unsur yang
sifatnya merendahkan dan selalu menyebabkan hal-hal buruk terjadi seperti
pencurian, perampokan, hingga pemerkosaan.

Penyimpangan negatif juga bisa dibagi menjadi dua berdasarkan sifatnya


yaitu, penyimpangan primer atau primary deviation dan penyimpangan
sekunder atau secondary deviation. Berikut penjelasannya.

Penyimpangan primer, merupakan penyimpangan negatif yang dilakukan


oleh seseorang yang sifatnya hanya sementara dan tidak secara terus
menerus. Penyimpangan ini juga memiliki sifat yang tidak terlalu signifikan
dan tidak terlalu merugikan orang lain. Seperti pada contohnya adalah
seorang siswa yang telat datang ke sekolah karena ban sepeda yang tidak
disengaja bocor sehingga menghambat perjalanan. Contoh lainnya adalah
seorang yang mengendarai motor melanggar aturan lalu lintas tanpa di
sengaja.

Penyimpangan sekunder, merupakan penyimpangan negatif yang dilakukan


oleh seseorang yang sifatnya nyata dan sering dilakukan yang memiliki
kemungkinan untuk merugikan diri sendiri dan juga orang lain.
Penyimpangan ini merupakan suatu hal yang tidak dapat ditoleransi karena
sudah melanggar norma atau peraturan yang ada, seperti hukum yang
berlaku di Indonesia yaitu UUD 1945. Seperti pada contohnya adalah
seseorang yang sering minum-minuman beralkohol dan pulang dengan
kendaraan pribadi yang dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan
dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain yang terkena dampaknya.

2. Penyimpangan berdasarkan perilaku


a. Penyimpangan Individual atau individual deviation, merupakan sebuah
perilaku menyimpang yang biasanya hanya dilakukan oleh satu orang atau
individu yang tidak dapat mematuhi nilai maupun norma yang berlaku pada
suatu lingkungan. Contoh dari penyimpangan individual adalah ketika
seorang siswa di sekolah menyontek ketika mengerjakan ujian, baik kepada
teman maupun membuat contekan pribadi.

b. Penyimpangan Kelompok atau group deviation, Merupakan sebuah perilaku


menyimpang yang biasanya dilakukan oleh sekelompok orang yang tidak
dapat mematuhi nilai maupun norma yang berlaku pada suatu lingkungan
dan biasanya didasari perasaan dan juga dorongan secara kolektif. Contoh
dari penyimpangan kelompok adalah para siswa SMA atau Sekolah
Menengah Akhir secara bergerombolan mengadakan balapan motor liar
yang mengganggu lalu lintas jalan raya.

c. Penyimpangan Campuran atau combined deviation, Merupakan sebuah


perilaku menyimpang yang biasanya dilakukan oleh seseorang atau individu
yang merupakan bagian dari suatu kelompok yang tidak dapat mematuhi
nilai maupun norma yang berlaku pada suatu lingkungan. Contoh dari
penyimpangan campuran adalah ketika seseorang yang memutuskan untuk
bergabung ke organisasi atau kelompok ekstrimis agama, sehingga
pandangan individu sudah tertutup dengan nilai-nilai yang ditanam oleh
organisasi tersebut, sehingga dapat merugikan orang lain ataupun kelompok
agama yang berbeda dengannya.

Penyebab Penyimpangan Sosial

1. Perubahan nilai dan norma sosial

Semakin berkembangnya zaman seringkali terdapat beberapa kelompok


masyarakat tidak dapat mengikuti perkembangan tersebut, sehingga nilai atau
norma yang mereka miliki menjadi berbeda dari yang lain dan sering
dikelompokkan sebagai perilaku menyimpang.

Contohnya adalah, dengan semakin banyaknya orang-orang yang menyuarakan


pendapat mereka mengenai emansipasi wanita, tetap ada beberapa kelompok
yang tidak setuju dengan opini-opini tersebut.

Sehingga yang tadinya kelompok tersebut merupakan mayoritas, dengan


perubahan zaman yang ada mereka menjadi minoritas dan dianggap sebagai
penyimpangan sosial.
2. Proses sosialisasi yang tidak sempurna

Merupakan penyimpangan yang terjadi kepada seorang individu karena


kurangnya edukasi ataupun sosialisasi mengenai norma yang baik dan benar.

Seperti pada contohnya adalah, ketika seorang anak yang kurang diberikan
pengetahuan oleh orang tuanya, hal mana yang baik dan hal mana yang
seharusnya dihindari.

Keluarga sebagai agen sosialisasi utama yang dapat sangat menentukkan


penilaian dari anak tersebut, jadi ketika anak tersebut tidak memiliki nilai atau
norma yang dia pahami dengan baik, nilai-nilai menyimpang dapat dengan
mudah ditanamkan ke diri anak tersebut karena kurang informasi mengenai hal
itu.

3. Teori Labelling

Merupakan teori yang menggambarkan penyimpangan yang dapat terjadi ketika


seseorang ataupun individu terlebih dahulu sudah dibentuk stigma atau cap
negatif dari orang-orang ataupun kelompok disekitarnya.

Seperti pada contohnya, dalam suatu lingkungan masyarakat, terdapat stigma


dimana orang yang memiliki tato merupakan orang jahat atau orang yang
kurang baik, padahal hal tersebut belum tentu benar.

Namun, karena sudah ada stigma tersebut, membuat segala hal yang dilakukan
individu tersebut menjadi negatif dan mendorongnya untuk tidak peduli akan
nilai dan norma yang ada karena apapun perbuatannya akan selalu dianggap
sebagai suatu hal yang negatif.

Di Indonesia sendiri dengan adanya keberagaman suku bangsa, ras, agama,


kelompok serta golongan membuat timbulnya berbagai stigma tertentu yang
dapat menimbulkan konflik seperti halnya yang dibahas dalam buku Sistem
Sosial Indonesia karya Nasikun.

4. Teori Anomie

Merupakan teori yang menggambarkan penyimpangan yang dapat terjadi ketika


seseorang maupun kelompok tidak memiliki nilai dan norma yang dapat
dipegang dan dijadikan suatu pedoman dalam hidup di sebuah lingkungan
masyarakat sehingga memiliki kemungkinan untuk melakukan perilaku
menyimpang atau penyimpangan sosial.

Seperti pada contohnya, ketika seseorang yang baru pindah ke suatu daerah
yang tidak memiliki batasan-batasan, ketika di tempatnya dahulu orang tersebut
harus pulang sebelum jam sepuluh malam, sekarang setelah berpindah tempat
tidak ada peraturan yang mengatur mengenai jam pulang, sehingga dia tidak
mengetahui batasan yang membuatnya melakukan penyimpangan sosial.

5. Teori Differential Association Merupakan teori yang menggambarkan


penyimpangan yang dapat terjadi ketika seseorang atau individu dapat
dipengaruhi untuk melakukan perilaku menyimpang jika terus menerus
berinteraksi dengan individu lain yang memiliki sifat menyimpang.

Seperti pada contohnya, ketika seorang yang selalu masuk sekolah tepat waktu
bergaul dengan siswa lain yang sering tidak masuk sekolah dengan berbagai
alasan. Hal tersebut dapat merubah perspektif siswa yang tadinya rajin dan
menganggap bolos merupakan suatu hal yang buruk, menjadi memiliki
pemikiran kalau bolos atau tidak masuk sekolah merupakan hal yang tidak
terlalu buruk sesuai dengan pemikirannya.

Terdapat tiga faktor yang menyebabkan perilaku menyimpang atau penyimpangan


sosial menurut Casare Lombroso yang merupakan kriminolog Italia serta pendiri dari
Mazhab Kriminologi Positivis Italia, yaitu faktor biologis, faktor psikologis, dan faktor
sosiologis. Penjelasan untuk ketiga faktor penyebab perilaku menyimpang sebagai
berikut:

1. Faktor Biologis, yang dijelaskannya mengenai “si penjahat sejak lahir”. Casare
Lombroso menyatakan bahwa terdapat ciri-ciri tertentu yang dapat
mengidentifikasi seseorang akan menjadi seorang penjahat atau tidak
berdasarkan ciri fisik mereka. Ciri fisik yang dimaksud berupa bentuk muda
seseorang, bagaimana kedua buah alis menyambung menjadi satu dan masih
banyak lagi.

2. Faktor Psikologis, yang dijelaskannya bahwa seseorang yang melakukan


penyimpangan sosial biasanya berkaitan erat dengan kepribadiannya. Dimana
hal tersebut bisa dipengaruhi berbagai hal seperti kepribadiannya yang retak
atau memang memiliki kepribadian yang berkemungkinan besar melakukan
perilaku menyimpang, dan juga faktor lainnya seperti trauma yang dialami
seseorang dapat membuat orang tersebut melakukan perilaku menyimpang.

3. Faktor Sosiologis, yang dijelaskannya bahwa seseorang yang melakukan


penyimpangan sosial berkaitan erat dengan bagaimana orang tersebut
bersosialisasi dengan orang yang kurang tepat.
Dampak dari perilaku penyimpangan sosial

1. Terciptanya suatu norma atau peraturan sehingga perilaku menyimpang yang


terjadi tidak terulang dan di ikuti kembali pada para anggota lingkungan
masyarakat yang lain

2. Pelaku perilaku penyimpangan sosial dikucilkan dari lingkungan masyarakat


yang ada, karena mayoritas dari anggota lingkungan masyarakat memandang
perilaku menyimpang tersebut sebagai suatu wabah penyakit sehingga mereka
memilih untuk tidak mendekatinya.

3. Menciptakan batasan antar kelompok lingkungan yang satu dengan yang lain
karena adanya parameter sosial. Hal ini dapat kita lihat contohnya dari beragam
suku yang ada di Indonesia, dimana orang suku Jawa memiliki ciri khas berkata
lembut sedangkan orang suku Batak memiliki ciri khas berkata tegas. Sehingga
perbedaan tersebut kadang membuat kelompok satu dengan kelompok yang
lain segan akan satu sama lain.

4. Munculnya kelompok baru yang beranggotakan para penyimpang sosial karena


dikucilkan, sehingga menimbulkan rasa solidaritas dan kepedulian akan satu
sama lain yang dapat membuat masalah di lingkungan masyarakat sekitar.

5. Dengan adanya penyimpangan sosial memiliki potensi menyebabkan gangguan


di lingkungan masyarakat tersebut jika terjadi terus menerus. Tapi ada juga yang
malah menjadi menyesuaikan dengan situasi yang terjadi.

Pengendalian Sosial

Pengertian dari pengendalian sosial berdasarkan situs Kemendikbud atau Kementerian


Pendidikan dan Kebudayaan merupakan sebuah mekanisme yang digunakan untuk
mengarahkan anggota masyarakat yang ada di dalam sebuah lingkungan untuk
melaksanakan nilai serta norma sosial yang berlaku di dalamnya.

Menurut ahli sosiologi Peter L. Berger, definisi dari pengendalian sosial merupakan
segala cara yang dilakukan oleh masyarakat guna menertibkan atau mengatur anggota
yang ada di dalam lingkungan masyarakat tersebut ketika membangkang. Selain itu,
Joseph S. Roucek juga mendefinisikan pengendalian sosial sebagai istilah kolektif yang
memiliki acuan terhadap proses yang sudah direncanakan.

Dimana setiap individunya dibujuk, dianjurkan atau bahkan dipaksa untuk dapat
menyesuaikan diri pada kebiasaan serta nilai hidup yang ada pada suatu kelompok
masyarakat. Bruce J. Cohen yang merupakan ahli sosiologi dalam pengertiannya
mengenai pengendalian sosial sebagai berbagai cara yang digunakan guna mendorong
setiap individu yang ada di dalam sebuah lingkungan masyarakat untuk memiliki
perilaku selaras dengan kehendak kelompok masyarakat tersebut.

Robert M.Z. Lawang mendefinisikan pengendalian sosial sebagai segala cara yang
digunakan oleh suatu lingkungan masyarakat untuk mengembalikan atau membantu
pelaku penyimpangan sosia untuk kembali ke jalan yang baik.

Pengendalian sosial menurut Karel J. Veeger merupakan sebuah kelanjutan dari


sebuah proses sosialisasi yang dilakukan dan memiliki hubungan dengan berbagai cara
serta metode yang digunakan untuk mendorong setiap individunya untuk memiliki
pemikiran serta perilaku yang selaras dengan kelompok masyarakat maupun
lingkungan masyarakat tempatnya berada.

Berdasarkan berbagai definisi yang diutarakan oleh para ahli tersebut dapat
disimpulkan pengendalian sosial merupakan sebuah proses yang dimiliki atau
digunakan oleh seseorang maupun sebuah kelompok dengan tujuan mempengaruhi,
mengajak, atau bahkan memaksa anggota lain yang ada untuk menanamkan dalam
dirinya nilai dan norma yang berlaku di lingkungan masyarakat tersebut tempat mereka
berada.

Tujuan dari Pengendalian Sosial

1. Mengurangi perilaku penyimpangan sosial yang mungkin dilakukan oleh


seseorang, dengan adanya penanaman nilai dan norma, seseorang akan
mengerti untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri
serta orang lain.

2. Menciptakan ketentraman serta keserasian dalam hidup berdampingan di


lingkungan masyarakat, dengan adanya kesadaran dalam diri setiap individu
masyarakat, resiko-resiko penyimpangan sosial akan diminimalisir dengan
begitu akan menciptakan ketentraman di sebuah lingkungan.

3. Membuat pelaku mampu menyadari kesalahan yang diperbuatnya dan mau


untuk memperbaiki dirinya sendiri serta tingkah lakunya terhadap orang lain.

4. Membuat pelaku penyimpangan sosial memiliki kesadaran untuk mematuhi nilai


dan norma yang ada dan berlaku di lingkungan masyarakat tersebut.

5. Membuat masyarakat memahami serta menanamkan dalam dirinya mengenai


nilai dan norma yang ada baik secara kesadaran diri sendiri maupun paksaan
atau dorongan dari berbagai faktor.

Ciri Pengendalian Sosial


1. Ciri yang pertama dari pengendalian sosial adalah memiliki sebuah cara
maupun teknik yang digunakan guna mengendalikan masyarakat yang ada di
dalam lingkungan tersebut.

2. Ciri yang kedua dari pengendalian sosial adalah memiliki tujuan untuk mencapai
keseimbangan antara stabilitas dengan perubahan yang sedang terjadi di dalam
lingkungan masyarakat tersebut.

3. Ciri yang ketiga dari pengendalian sosial adalah biasanya dilakukan oleh sebuah
kelompok orang terhadap individu yang bersangkutan maupun kelompok lain di
dalam sebuah lingkungan masyarakat.

4. Ciri yang keempat dari pengendalian sosial adalah memiliki sistem yang
berlangsung dua arah dan seringkali tidak disadari oleh masing-masing pihak
yang bersangkutan.

Jenis Pengendalian Sosial

1. Pengendalian sosial preventif, merupakan sebuah pengendalian yang terjadi


pada lingkungan masyarakat sebelum adanya atau terjadinya sebuah perilaku
yang menyimpang. Pengendalian sosial preventif ini biasanya dilakukan oleh
seseorang melalui sosialisasi mengenai norma-norma yang ada, pendidikan
masyarakat sekitar, penyuluhan masyarakat, serta memberikan nasihat serta
konsekuensi agar tidak terjadinya penyimpangan sosial.

2. Pengendalian sosial represif, merupakan sebuah pengendalian yang terjadi


pada sebuah lingkungan masyarakat setelah adanya terjadi perilaku
menyimpang di masyarakat. Pengendalian sosial represif ini sendiri biasanya
berbentuk sebuah upaya yang dilakukan melalui memberikan konsekuensi bagi
yang melanggar, hukuman yang sepadan, nasehat serta penyuluhan agar tidak
mengulanginya lagi dan sadar bahwa hal tersebut merupakan kesalahan.
Berdasarkan petugas pelaksananya, jenis pengendalian sosial juga dapat dibagi
menjadi dua yaitu, pengendalian formal serta pengendalian informal.

3. Pengendalian formal, adalah pengendalian formal yang biasanya dilakukan oleh


berbagai lembaga resmi yang mencanangkan peraturan serta nilai dan norma
secara resmi di dalam sebuah lingkungan yang ada. Pada umumnya, peraturan
maupun nilai dan norma yang ada di lingkungan pengendalian formal dibuat
secara tertulis dan sudah ada standar yang berlaku di dalamnya. Pengendalian
formal sendiri dapat kita lihat di beberapa lingkungan seperti pada lingkungan
perusahaan, perkumpulan serikat pekerja, maupun lembaga peradilan yang ada.
4. Pengendalian informal, adalah pengendalian informal yang biasanya dibuat
dalam sebuah kelompok masyarakat yang memiliki sifat tidak resmi serta
peraturan ataupun nilai dan norma yang ada tidak tertulis. Pengendalian
informal pada umumnya dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti kita
berkumpul dengan keluarga ataupun bersama teman. Pengendalian informal ini
juga pada umumnya tidak direncanakan dan terjadi secara spontan. Sebagai
contoh, ketika kita berkumpul dengan teman dan memainkan sebuah
permainan. Ketika ada yang melakukan kecurangan, maka orang tersebut akan
diejek. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk pengendalian informal.
Berdasarkan sifatnya, jenis pengendalian sosial juga dapat dibagi menjadi dua
yaitu, pengendalian sosial kuratif dan pengendalian sosial partisipatif.

5. Pengendalian sosial kuratif, adalah pengendalian sosial kuratif yang merupakan


bentuk pengendalian sosial yang dilakukan melalui berbagai pembinaan serta
penyembuhan kepada pelaku penyimpangan sosial untuk mengubah nilai dan
norma yang ada pada dirinya. Pengendalian sosial kuratif dapat kita lihat melalui
rehabilitasi yang diberikan kepada para pengguna obat terlarang atau narkoba
serta minuman keras beralkohol.

6. Pengendalian sosial partisipatif, merupakan bentuk pengendalian sosial yang


dilakukan dengan mengajak atau mengikutsertakan pelaku penyimpangan sosial
yang sudah merubah dirinya untuk membantu memperbaiki nilai dan norma
pelaku penyimpangan sosial yang lain. Pengendalian sosial partisipatif dapat
kita lihat melalui bagaimana seorang mantan pengguna obat terlarang atau
narkoba yang dijadikan sebagai duta anti narkoba untuk mengajak masyarakat
lainnya yang masih melakukan hal tersebut untuk memiliki keinginan untuk
berubah dan menjadi lebih baik lagi.

Fungsi Pengendalian Sosial

Fungsi yang pertama dari pengendalian sosial adalah untuk menguatkan keyakinan
masyarakat yang ada mengenai nilai dan norma sosial. Dengan adanya penanaman
serta penguatan keyakinan ini dapat secara langsung berpengaruh terhadap
keberlangsungan tatanan masyarakat yang ada. Cara yang dapat dilakukan untuk
menguatkan keyakinan ini adalah melalui berbagai lembaga seperti sekolah, keluarga,
maupun melalui sugesti lingkungan sosial.

Fungsi yang kedua dari pengendalian sosial adalah memberikan imbalan terhadap
setiap pihak yang mampu menaati nilai dan norma sosial yang berlaku pada lingkungan
masyarakat. Yang dimaksud dengan imbalan disini adalah memberikan pujian,
penghormatan, serta memberikan hadiah terhadap anggota masyarakat tersebut.
Pemberian imbalan tersebut memiliki tujuan agar setiap orangnya tetap menjalankan
nilai dan norma yang ada serta memberikan contoh kepada anggota lain untuk menjadi
lebih baik lagi.

Fungsi yang ketiga dari pengendalian sosial adalah mengembangkan rasa malu di
dalam diri. Hal yang dimaksud adalah ketika seseorang pelaku penyimpangan sosial
sadar akan kesalahannya, dia akan malu untuk mengakui kesalahannya dan harga
dirinya menjadi turun. Selain itu, konsekuensi yang didapat oleh pelaku penyimpangan
sosial seperti celaan maupun komentar negatif yang datang dari masyarakat akan
membuatnya merasa malu dan jera. Dengan begitu, orang tersebut akan memiliki rasa
malu sehingga di kemudian hari tidak melakukan penyimpangan sosial lagi.

Fungsi yang keempat dari pengendalian sosial adalah mengembangkan rasa takut di
dalam diri. Ketika seseorang memiliki rasa takut untuk melakukan sebuah perbuatan
atau hal yang dapat menimbulkan resiko mendapatkan konsekuensi, secara tidak
langsung maka akan membuatnya tersadar untuk menghindari hal-hal tersebut. Dengan
adanya rasa takut itu, dia akan berusaha melakukan hal baik dan menghindari hal-hal
yang beresiko untuk merugikan dirinya sendiri serta orang lain.

Fungsi yang kelima dari pengendalian sosial adalah menciptakan sebuah sistem hukum
di sebuah lingkungan masyarakat. Agar suatu tujuan atau kesepakatan bersama
tercapai di dalam sebuah lingkungan, maka perlunya nilai serta norma yang berlaku
untuk mengatur setiap anggota masyarakat di dalamnya. Dengan adanya sistem hukum
ini, yang berisikan aturan serta konsekuensi yang dapat diterima oleh setiap perilaku
penyimpangan sosial dengan begitu masyarakat akan sadar untuk tidak melakukan hal
tersebut jika tidak ingin mendapatkan ganjaran atas perbuatannya.

Bentuk Pengendalian Sosial

1. Gosip, merupakan sebuah perilaku bertukar informasi yang dilakukan oleh


seseorang tanpa adanya bukti konkrit yang jelas mengenai sebuah peristiwa
ataupun perilaku negatif.

2. Teguran, teguran yang pada umumnya dilakukan oleh seseorang maupun


sebuah kelompok terhadap pelaku penyimpangan sosial yang dapat
mengganggu keharmonisan lingkungan masyarakat tersebut. Dengan
melakukan hal ini, seseorang memberikan kritik secara langsung serta terbuka
sehingga pelaku penyimpangan sosial tersebut dapat langsung sadar akan
kesalahan yang diperbuatnya.
3. Sanksi, adalah sanksi atau hukuman yang diberikan kepada orang yang
melakukan perilaku penyimpangan sosial. Seperti pada contohnya dalam
kehidupan sehari-hari adalah, ketika kita sekolah dan seseorang ditegur karena
menyontek saat ujian maka nilai yang diberikan langsung nol. Dengan begitu dia
menjadi memiliki kesadaran untuk takut dan tidak melakukan hal tersebut lagi.
Bentuk sanksi ini sendiri juga memiliki dua manfaat yaitu, membantu seseorang
agar sadar akan perilaku penyimpangan sosial yang telah dirinya lakukan, dan
menjadi sebuah peringatan atau pengingat bagi anggota masyarakat lain untuk
tidak melakukan kesalahan yang sama.

4. Pendidikan, pengendalian sosial yang keempat adalah pendidikan, dimana


semakin tinggi pendidikan yang seseorang miliki, maka pemahaman mengenai
nilai dan norma yang ada akan lebih baik, serta dapat mempraktekkannya dalam
situasi nyata dan membantu membawa perubahan terhadap lingkungan
masyarakat.

5. Agama, pengendalian sosial yang kelima adalah agama, dimana di dalam


agama diajarkan untuk setiap orangnya menjaga hubungan baik antara satu
sama lain, hubungan dengan makhluk lain, dan juga hubungan dirinya dengan
yang berkuasa. Di dalam ajaran agama, juga terdapat berbagai larangan serta
perintah untuk menjauhi hal-hal negatif yang dapat menjadi penyimpangan
sosial, karena kelak akan mendapatkan sanksi.

Cara Pengendalian Sosial

1. Pengendalian Sosial Persuasif

Cara pertama yang digunakan untuk melakukan pengendalian sosial adalah


menggunakan cara persuasif. Dimana dengan menggunakan cara ini, tidak adanya
kekerasan terhadap pelaku penyimpangan sosial namun cara yang digunakan adalah
menasehati, memberikan himbauan serat membimbing agar tidak melakukan perilaku
penyimpangan di kemudian hari. Cara persuasif biasanya dilakukan di dalam
lingkungan masyarakat melalui bentuk lisan atau simbolik yang berbentuk spanduk,
poster, maupun iklan layanan masyarakat yang disebarkan ke anggota masyarakat.

2. Pengendalian Sosial Koersif

Cara kedua yang digunakan untuk melakukan pengendalian sosial adalah


menggunakan cara koersif. Dimana dengan menggunakan cara ini, terjadinya sebuah
paksaan maupun kekerasan kepada pelaku penyimpangan sosial baik dalam bentuk
fisik maupun psikis. Hal ini seringkali dilakukan oleh pihak yang berwenang ketika
sudah tidak memiliki cara lain untuk menyadarkan pelaku tersebut

Namun, dengan menggunakan cara ini seringkali menimbulkan konsekuensi seperti


reaksi negatif dari pihak lain. Salah satu contohnya yang dapat kita lihat adalah,
pengusiran dan penertiban pedagang kaki lima atau PKL yang berjualan di jalan raya
dimana seringkali membuat jalanan menjadi sempit dan menimbulkan kemacetan. Oleh
sebab itu, seringkali polisi yang berpatroli memperingati mereka untuk berpindah,
namun tetap tidak dipedulikan hingga akhirnya menggunakan cara koersif ini.

3. Sosialisasi

Cara ketiga yang digunakan untuk melakukan pengendalian sosial adalah


menggunakan cara sosialisasi. Dimana dengan menggunakan cara ini, anggota
masyarakat diajarkan untuk menciptakan sebuah kebiasaan serta menanamkan dalam
diri mengenai nilai dan norma yang berlaku pada sebuah lingkungan masyarakat. Cara
ini dilakukan melalui sosialisasi terhadap masyarakat sekitar, dengan melakukan
pengenalan mengenai norma dan nilai yang ada serta pengaplikasiannya kepada sikap
dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat.

4. Penekanan Sosial

Cara keempat yang digunakan melakukan pengendalian sosial adalah melalui


penekanan sosial. Dimana dengan menggunakan cara ini, diharapkan mampu
mengendalikan tingkah laku setiap anggota lingkungan yang ada di dalamnya. Dengan
melakukan ini diharapkan sebuah lingkungan masyarakat, dapat menanamkan dalam
diri nilai serta norma yang ada pada setiap individunya agar dapat hidup berdampingan
dengan baik.

5. Pengendalian sosial Preventif

Yaitu pencegahan sebelum terjadi penyimpangan terhadap norma-norma dan nilai-nilai


masyarakat. Contoh, orang tua yang melarang anaknya bergaul dengan teman-teman
yang suka berjudi. Hal ini bertujuan supaya anaknya tidak menjadi tukang judi nantinya.

6. Pengendalian sosial Represif

Yaitu upaya pemulihan keadaan sesudah terjadi penyimpangan nilai dan norma
masyarakat. Contoh, seseorang yang ingkar janji diadukan ke pengadilan, sehingga
hakim menjatuhkan hukuman dengan membayar hutang dan denda.
LAMPIRAN 3 GLOSARIUM

Masyarakat : satu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat istiadat,
konvensi dan aturan hukum tertentu yang bersifat terus menerus dan terikat oleh perasaan
bersama.

Tindakan sosial : tindakan yang bersifat subjektif dalam segala perilaku manusia. Ciri utama
dari perilaku dalam tindakan sosial adalah pemaknaan yang bersifat subjektif, mampu
mempengaruhi orang lain dan menerima pengaruh dari orang lain.

Keteraturan sosial : kondisi kehidupan yang aman, tentram, dan tertib dari perilaku yang
merugikan masyarakat. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, maka dibuat nilai dan norma
yang berfungsi untuk mengontrol perilaku masyarakat.

LAMPIRAN 4 DAFTAR PUSTAKA

Susanto, Dicky, dkk. 2021. Matematika untuk SMA/SMK Kelas X. Jakarta:


Kemendikbudristek.

Susanto, Dicky, dkk. 2021. Buku Panduan Guru Matematika untuk SMA/SMK Kelas X.
Jakarta: Kemendikbudristek.

https://tirto.id/sejarah-perkembangan-ilmu-sosiologi-dari-era-yunani-hingga-modern-f9a1

Anda mungkin juga menyukai