Ghunnah
Takrir Tafasysyi Istithaalah
(+)
Buhhah
Khafa’ (+) Taaffuf (+)
(+)
الصفير
• Shafir, secara bahasa artinya suara yang
menyerupai suara burung.
• Sedangkan secara istilah bermakna suara
tambahan yang keluar dari mulut yang menyertai
huruf saat huruf tersebut diucapkan.
• Huruf shafir ada 3 (tiga) sebagaimana perkata
َ َ َُ َ
Imam Ibnul Jazariy:
ُـيــن
ٌ اي ِس َ
ٌ صفِيـرهـا صــادٌ وز
“Huruf yang memiliki sifat shafir adalah Shad, Zay,
dan Sin.”
الصفير
• Suara tambahan yang dimaksud adalah
desisan yang jelas yang membedakan antara
ketiga huruf ini dengan selainnya. Sebagian
ulama membedakan desisan pada ketiga
huruf ini.
• Huruf Shad : seperti suara angsa
• Huruf Zay : seperti suara lebah
• Huruf Sin : seperti suara ular/ belalang
الصفير
• Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa
kekhasan shafîr juga terdapat pada huruf berikut: ٌث ٌذ
ش ٌظ ٌف. Namun, shafîr yang terdapat pada huruf-huruf
tersebut tidak sekuat atau sejelas ketiga huruf: صٌزٌس.
• Walaupun sifat huruf lebih tampak pada saat huruf
tersebut disukunkan atau ditasydidkan. Namun, pada
saat berharakat pun mesti tetap tampak adanya sifat
yang bersangkutan. Sebagian pembaca Al-Qurân
kadang terburu-buru mengucapkan huruf-huruf shafir
yang berharakat sehingga mengakibatkan sifat
shafirnya tidak lagi terasa.
القلقلة
• Al-Qalqalah, secara bahasa bermakna guncang atau
bergetar. Adapun secara istilah bermakna getaran
pada makhraj saat mengucapkan huruf-hurufnya
yang sukun sehingga terjadi pantulan yang kuat.
• Huruf-hurufnya ada 5 (lima) sebagaimana
ُ َ ََۡ
perkataan Imam Ibnul Jazariy:
َ ُ ۡ
ٌ قلقـلـةٌ قـط
ٌـب جــد
“Huruf yang memiliki sifat qalqalah “quthbu jadin”
(Qaf, Tha, Ba, Jim, dan Dal).”
القلقلة
• Sebab terjadinya qalqalah adalah: berkumpulnya sifat syiddah dan jahr
(tertahannya suara sekaligus udara) pada saat kita mengucapkan huruf-
huruf ini. Sebagian ulama memasukkan Hamzah dalam huruf qalqalah
disebabkan terkumpul padanya jahr dan syiddah. Namun mayoritas
ulama tidak me-qalqalah-kannya disebabkan tidak ada penekanan pada
makhraj, bahkan cenderung mengalami takhfîf, berbeda dengan apa
yang terjadi pada huruf-huruf qalqalah.
• Selain itu, apabila huruf Hamzah di-qalqalah-kan, maka suaranya akan
mirip dengan suara orang yang kecegukan atau muntah. Karenanya
orang-orang Arab mengantisipasi sifat jahr dan syiddah yang terkumpul
pada Hamzah dengan mengubahnya menjadi bentuk yang lain (taghyîr)
pada sebagian keadaan. Seperti ibdâl (mengubahnya menjadi madd),
tashîl (mengubahnya menjadi Hamzah musahhalah), hadzf
(menghilangkannya), atau naql (memindahkan harakat ke huruf sukun
yang berada sebelumnya).
مراتب القلقلة
َ
َنٌأبۡيَناَ َ َۡۡ
Al-Imam Ibnul Jazariy berkata:
ۡ ُ َ ۡ َ َ َ ۡ ََ َۡ َُ َۡ ا
ٌ فٌَك
ٌ ِ فٌالوق
ٌ ِ ٌن
ٌ ِإَونٌيك
ٌ ٌ ن سكنا ٌ ِل إ
ٌ ن مق لق
ٌ ِ وبي
“Dan jelaskanlah (pengucapan) Qalqalah saat sukun,
Dan lebih jelas lagi (pengucapannya) pada saat waqaf.”
• Ashghar, terjadi saat berharakat,
• Shughra, terjadi pada huruf qalqalah yang sukun di tengah
kalimat,
• Kubra, terjadi pada huruf qalqalah yang sukun di akhir
kalimat.
• Akbar, terjadi di akhir bertasydid.
القلقلة
• menurut sebagian ulama yang lain, mereka berpendapat
bahwa qalqalah bukan merupakan sifat lâzimah,
melainkan termasuk sifat ‘âridhah. Sehingga menurut
pendapat ini qalqalah hanya aktif saat dalam keadaan
sukun saja. Sedangkan pada saat berharakat, maka sifat
ini tidak muncul sama sekali. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Dr. Ayman Suwayd. Beliau mengambil
secara tekstual apa yang dikemukakan oleh Al-Imâm Ibn
Al-Jazariy dalam An-Nasyr (I/ 676):َ
ٌُاج َ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ ُ َ ۡ َ َ َ َ َ َّ َ َ ُ ُ ُ ۡ َ ۡ َ َُ
ٌ ۡيها ٌفتحت ِ ت ٌب ِ َغ
ٌ ت ٌفٱشتبه ٌ ت ٌضع ۡف ٌ ِك ٌ ِِلنه َا ٌإِذا ٌسكن ٌ وف ٌبِذل ٌ ت ٌه ِذ ٌه ٌِٱۡلر ٌ • و َس ِمي
ۡ َ َ
ۡ ف ٌ َوغ ۡ ُ َ ۡ َّت ٌي ُ ۡشب ٌُه ٌٱنل
َ ٌ َۡبٌة ۡ ور ٌ َص ُ ل ٌ ُظ
ٌِ ِإَول ٌزِ َياد ٌة ِ ٌإِت َم
ٌام ٌ ٌ ِ ۡيٌه ِ ٌ ِ ق َ ف ٌٱل
و ٌ ٌ
ِ ٌِ
نَّ ال ٌ ُسكونِه
ٌ ح ِ ٌ و ِ ٌ ه ٌ ِإ
ٌَّ قٌب ِ ِه
.ن ٌِ ٱنلُّ ۡط
القلقلة
• “Dan huruf-huruf ini dinamakan qalqalah karena pada saat
sukun huruf-huruf ini menjadi lemah sehingga mirip
dengan huruf yang lain. Maka agar tidak mirip dengan
huruf yang lain mereka mesti diperjelas dengan suara yang
menyerupai bunyi yang keras pada saat sukun, baik sukun
karena waqf atau selainnya, dan hal itu juga dibutuhkan
untuk menambah kesempurnaan dalam mengucapkan
huruf-hurufnya.” Lih. At-Tajwîdul Mushawwar dan Syarh
Al-Muqaddimah (I/145).
• Namun demikian, banyak ulama yang berpendapat
bahwa qalqalah juga terdapat pada saat huruf tersebut
berharakat sebagaimana ghunnah.
كيفية نطق القلقلة
1. Pantulannya tarqîq, terjadi pada huruf Ba, Jim, dan
Dal,
2. Pantulannya tafkhîm, terjadi pada huruf Qaf dan Tha,
3. Panjang suara pantulan kurang dari panjang huruf
berharakat (kurang dari satu harakat, dikatakan:
setengah harakat),
4. Volume bunyi pantulan sama kuatnya dengan ketika
berharakat,
5. Suara pantulan mengalir dan tidak terhentak,
khususnya pada saat qalqalah shughrâ.
أخطاء عند نطق القلقلة
1. Suara pantulan menyerupai suara huruf yang
berharakat, baik itu dhammah, kasrah, atau
fathah.
2. Menambah huruf Hamzah setelah pantulan,
sehingga suara terdengar menghentak.
3. Menambah suara baru saat memantulkan huruf-
huruf qalqalah sehingga pantulan lebih
memanjang.
4. Memberikan jeda antara pantulan dengan huruf
selanjutnya pada saat memantulkan qalqalah
shughrâ.
أخطاء عند نطق القلقلة
• Bahwa sebagian ulama Syam mengucapkan qalqalah dengan lebih kuat,
sehingga terkesan menambah huruf Hamzah di belakangnya. Bahkan,
sebagian di antara mereka seakan menyengaja membacanya dengan
menghentak begitu kuat sebagai salah satu bentuk latihan.
• Bahwa sebagian ulama mengatakan suara qalqalah mesti mengikuti
harakat huruf sebelumnya. Ini yang dikuatkan oleh Asy-Syaikh Abdul
Fattâh Al-Marshafiy dalam Hidâyatul Qâri dan Asy-Syaikh Ibrâhîm As-
Samannûdiy dalam Laâli`ul Bayân.
• Sebagian ulama berpendapat bahwa suara qalqalah selalu mendekat ke
fathah. Sebagian yang lain mengatakan mesti mengikuti harakat huruf
yang berada setelahnya. Ada juga yang mengatakan bahwa suara qalqalah
mengikuti harakat huruf yang bersangkutan.
• Adapun kebanyakan guru-guru kami, tidak mengamalkan hal tersebut dan
hanya melihat suara huruf qalqalah dari sisi tarqîq dan tafkhîm-nya.
اللين
• Secara bahasa Al-Liin artinya lembut atau mudah.
Secara istilah bermakna pengucapan huruf yang lembut
dan mudah tanpa dipaksakan saat mengucapkan huruf-
hurufnya. Jumlahnya ada dua, yakni Waw sukun dan Ya
sukun yang sebelumnya terdapat huruf berharakat
fathah. Imam Ibnul Jazariy berkata:
ََْ َ َ َ ْ َ َ ُ
ـيـنٌ َواوٌ َو َيـاءٌ سكِـنـا وانـفـتـحـاٌقبلهـمـا
َ ُ ٌُ ِ َوالـل
“Dan huruf liin itu adalah apabila Waw dan Ya dalam
keadaan sukun, serta ada huruf berharakat fathah sebelum
keduanya.”
اللين
• Huruf Waw dan Ya, sebagaimana huruf Alif, Waw madd, dan juga
Ya madd, hakikatnya selalu memiliki sifat lin dalam berbagai
keadaannya.
• Namun demikian, terdapat keadaan khusus yang sangat penting
untuk dibahas, yakni pada saat Waw dan Ya sukun dan
sebelumnya fathah.
• Dr. Ayman Suwayd (I/ 152) mengatakan:
َ ۡ َ َ ُ ُ َ َ َ ُ ََۡ َ ُ ۡ َ ۡ ۡ َ َ َّ َ ۡ َ َ ََ ۡ َ ُۡ َ
ٌف
ٌ ِ ٌ ب ٌسهولةِ ٌجري ِ ِهما ٌِ ي ٌٱلمفت
ٌِ وح ٌما ٌقبلهما ٌبِسب ٌِ اوِ ٌوٱۡلاءٌِ ٌٱلساكِنت
ٌ َع ٌٱلو ٌ صفةٌ ٌأطلِق
ٌ ٌت ِۡ •
ۡ
ٌِٱل َمخ َرج
• “Sifat yang dimutlakkan atas huruf Waw dan Ya pada saat
keduanya sukun dan huruf sebelumnya berharakat fathah, disebut
lîn dengan sebab kemudahan aliran suara pada makhrajnya.”
اللين
• Lin yang dimaksud dalam bahasan ini merupakan
keadaan huruf hijaiyyah lebih ringan daripada rakhawah.
• Apabila huruf-huruf konsonan diucapkan dengan cara
mendekatkan dua artikulator (tashadum), dan huruf-
huruf vokal (harakat dan madd) dengan cara menjauhkan
dua artikulator (taba’ud), maka huruf lin merupakan
huruf konsonan yang diucapkan mirip dengan cara
melafalkan huruf vokal.
• Dalam hal ini Ya diucapkan dengan cara yang mirip
dengan pelafalan kasrah dan Waw diucapkan dengan
cara yang mirip dengan pelafalan dhammah.
اللين
• Syaikh
َۡ َ َ Al-Islâm ۡ َ َ ُ َّ َ َ َ َ ُ َ
Al-Anshâriy (hlm. 43) mengatakan:
َ َّ َ َ َ ََ َُۡ ُ ۡ َ َ َ ُ
ٌان ٌكما ٌم ٌر ٌوأجرى ٌِ َع ٌٱللِس
ٌ ٌ ٌف ٌل ِيٌ ٌۡوعد ٌم ٌُكفة ٌ ِ ٌ ان ٌِ ِك ٌ ِِلنهما ٌَيرج ٌ م ٌبِذل
ٌ ِ • وس
َ َ ُ َ ۡ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ ُ ُ َ ُۡ َ َۡ ُ ُ َۡ
ِ ّت ٌإِذا ٌوق ٌع ٌبعدهما ٌسا
ٌٌكن ٌِ ِ وف ٌٱلم ٌِد ٌوٱلل
ٌ ي ٌح ٌ ِ ي ٌُمرى ٌحر
ۡ ۡ
ٌِ ِ ف ٌٱلل
ٌ بعضه َم ٌحر
ُ ُّ َ َّ َ ُ ۡ َ َ ُّ َ َ َ َ ۡ ۡ َۡ
.ط
ٌ صٌوٱتلوس ٌ ازٌٱلم ٌدٌوٱلق ٌ فٌأ ٌوٌإدَغمٌٌج ٌ ل ِوق
• “Dan disebut dengan lîn karena kedua huruf ini keluar
dengan lunak dan tanpa memberatkan lidah. Sebagian
ulama memperlakukan kedua huruf lîn sebagaimana
memperlakukan huruf madd dan lîn, sehingga pada saat
setelah huruf lîn terdapat sukun, waqf, atau idghâm, maka
dapat dibaca madd (6 harakat), qashr (2 harakat), atau
tawassuth (4 harakat).”
اللين
• Mullâ Al-Qâriy (hlm. 107) mengatakan:
ََُ َ َّ َ ۡ ُ َ َ ۡ ۡ َّ ا
ٌّت ٌحرك ٌة
ٌ ِ وف ٌٱلم ٌِد ٌٱل ُ
ٌ ِ ل ٌحر َ َ ٌَ ِ • ُس
ٌ ِ م ٌ ِۡلنا ٌل ِ ِقلةٌِ ٌٱلم ٌِد ٌفِي ِهما ٌبِٱلنِسبةٌِ ٌإ
ُسها ۡ ۡ َََۡ َ
ِ ٌِن
ِ جن ٌ ماٌقبلهاٌم
• “Dinamakan dengan Lîn disebabkan kecilnya
kadar madd pada kedua huruf ini bila
dibandingkan dengan huruf madd asli yang
didahului oleh huruf berharakat yang sesuai
dengan jenisnya.” Lih. juga Ibn An-Nâzhim, Al-
Hawâsyi hlm. 115.
اللين
• Pada saat berada di tengah kalimat (dibaca washl), maka
panjangnya lîn lebih pendek daripada madd asli, yakni
kurang dari 2 harakat. Atau mengikuti istilah sebagian
ulama, lîn dibaca dengan kadar maddan mâ pada saat
washl. Adapun saat waqf maka ia bisa dibaca dengan 2 atau
ۡ ُ َ َ َ َ َ َ ُ ۡ ُ َ َ َ ُ ۡ ُ ۡ َ َ ًّ َ
4 atau 6 harakat. Al-Qâriy (hlm. 107) mengatakan:
ٌِ ۡب
ي َ ۡ
ع َ
ٱۡل ٌ ٌ
ه رك ذٌا م ك ٌا م ه ِن
م ٌ ك
ٌ ٌة
ِ ه اف ش م ٱل ب ٌ ط
ٌ بضي ٌ ا مٌا د مٌ ٌ
ي ٱلل ٌوف
ٌ ُ فٌ ُح
ر ٌ َ •
و
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
• “Dan pada huruf lîn terdapat sebuah madd yang
kepastiannya didapatkan melalui musyâfahah untuk masing-
masing hurufnya sebagaimana disebutkan oleh Al-Ja’bariyy.”
(Akan dibahas dalam bab Hukum-Hukum Madd).
اللين
• Pengucapan huruf lîn mesti diperhatikan
dengan baik dan benar.
• Kesalahan biasanya terjadi saat mengubah lîn
pada Ya menjadi imâlah dan mengubah lîn pada
Waw menjadi vokal “o”.
• Kesalahan lainnya adalah pembaca Al-Qurân
seolah menambahkan Hamzah kasrah pada Lîn
Ya atau menambahkan Hamzah dhammah pada
Lîn Waw.
االنحراف
Secara bahasa Al-Inhiraaf artinya miring atau melenceng.
Sedangkan secara istilah artinya huruf yang pengucapannya
miring setelah keluar dari ujung lidah hingga beralih ke
makhraj huruf selainnya. Hurufnya ada 2 (dua), sebagaimana
perkataan Imam Ibnul Jazariy:
َّ
َّالل ٌِم َوالـرا َ ُ ُ َ ۡ َ
ِ اف ص
ـححـاٌف ِـي ِ و
ِ اِلنـ
ٌ حــر
“Dan inhiraf dibenarkan pada huruf Lam dan Ra.”
َ • َو ُي ۡخ َت ُّصٌبانلُّ ۡون
• Hingga perkataan beliau:
ٌۡوال ِمي ٌِم
ِ ِ
• Ghunnah dikhususkan pada Nûn dan Mîm.
صفة الغنة
• Al-Imâm Makkiy dalam Ar-Ri’âyah (hal. 126)
mengatakan sebab penamaan ghunnah sebagai
berikut:
ۡ ُ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ َّ ُ َّ َ
قٌب ِ َها
ٌِ ِنٌٱۡل َيا ِشي ٌِمٌ ِعن ٌدٌنط ٌ نٌفِي ِه َماٌغنةٌٌَت ُر
ٌَ جٌم ٌ • ِِل
• “Karena pada kedua huruf Min dan Nun terdapat
ghunnah yang keluar dari pangkal rongga hidung pada
saat mengucapkannya.”
• Artinya, suara yang boleh atau harus mengalir keluar
dari rongga hidung hanyalah huruf Nûn dan Mîm
saja, tidak selainnya. Di antara kekeliruan sebagian
pembaca Al-Qurân adalah mengalirkan suara melalui
hidung sehingga menjadikan suara sengau.
صفة الغنة
• Untuk mengidentifikasi sempurna atau tidaknya
ghunnah kita, maka dapat dilakukan beberapa hal
berikut:
1. Suara sempurna keluar melalui rongga hidung. Artinya,
bila hidung ditutup, maka suara tidak akan keluar.
2. Terjadi getaran di atas kepala. Cobalah untuk
menyentuh kepala sambil mengeluarkan huruf-huruf
ghunnah, maka kita akan merasakan getaran tersebut.
Menurut Asy-Syaikh Asyraf Al-Ja’fari, getaran yang
terjadi di kepala pada saat mengucapkan ghunnah
memberikan dampak positif bagi kesehatan. Di
antaranya adalah menguatkan ingatan dan mencegah
dari pikun.
مراتب الغنة
Kondisi Nûn Versi Asy-Syaikh Versi Asy-Syaikh
dan Mîm Ayman Suwaid Utsman Murad
Bertasydid
Ghunnah Akmal
Idgham bighunnah Ghunnah Kâmilah
Ikhfa/ Qalb Ghunnah Kâmilah
Izhhar Ghunnah Nâqishah Ghunnah Nâqishah
Berharakat Ghunnah Anqash -Tidak menyebutkan-
الغ ّنة
ُ َز َم ُن
• Menurut Dr. Ayman Suwayd, kadar ghunnah berkaitan erat dengan
tingkatan ghunnah yang telah disebutkan. Menurut beliau, ghunnah
akmal lebih panjang sedikit dibandingkan dengan ghunnah kâmilah
dan kepastian untuk kadar keduanya mesti didapatkan melalui
talaqqiy dan musyâfahah.
• Menurut beliau kadar panjang ghunnah tidak bisa disetarakan
dengan hitungan harakat sebagaimana pada huruf hijaiyyah yang
lain, karena kadarnya adalah ukuran tersendiri yang khusus bagi
ghunnah.
• Sedangkan menurut Asy-Syaikh Muhammad Yahyâ Jum’ân,
tingkatan ghunnah tidak berkaitan dengan kadar panjangnya,
melainkan dengan kesempurnaan aliran suara melalui rongga
khaisyum. Menurut beliau, baik ghunnah akmal ataupun kâmilah
memiliki kadar panjang yang sama.
الغ ّنة
ُ َز َم ُن
• Adapun berdasarkan talaqqiy kami dari beberapa
masyayikh, baik ghunnah akmal ataupun kâmilah
memiliki kadar panjang yang sama. Karenanya, Asy-
Syaikh ‘Utsmân Murâd dan Asy-Syaikh Jamâl bin
Ibrâhîm Al-Qarsy menyebut kedua ghunnah tersebut
dengan satu istilah saja, yakni ghunnah kâmilah.
• Maksudnya dibaca dengan menyempurnakan kadar
ghunnahnya. Sedangkan untuk aliran suara yang benar-
benar sempurna melalui rongga hidung terjadi saat
Nun dan Mim bertasydid.
الغ ّنة
ُ َز َم ُن
• Kebanyakan ulama mengatakan bahwa panjangnya ghunnah
adalah dua harakat, yang disesuaikan dengan tempo bacaan
yang digunakan. Namun, tidak sedikit para ulama yang
mengamalkan dua harakat pada ghunnah dengan kadar yang
lebih panjang daripada dua harakat pada madd.
• Melihat fenomena cara membaca ghunnah yang banyak
diamalkan para qâri dan muqrî, Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Ghâmidiy
berpendapat bahwa semua itu justru menyelisihi apa yang
datang secara tekstual dari pada ulama terdahulu. Beliau
menukil perkataan Al-‘Allâmah ‘Abdul Wahhâb Al-Qurthubiy
(w. 461 H.) yang menganalogikan kadar panjang ghunnah
dengan kadar panjang lîn yang tidak mencapai dua harakat.
الغ ّنة
ُ َز َم ُن
• Setelah itu, Asy-Syaikh Al-Ghâmidiy memberikan kesimpulan
terkait kadar َ ghunnah sebagai berikut:
َ ۡ َ َ ۡ َ َّ َ ِ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ َّ َ ۡ َ َ ۡ َ َّ َ ۡ َ
ٌِار
ٌ ف ٌمِقد ٌ ِ ٌ اد
ٌ ن ٌزٌ ٌوأما ٌُم,اع ٌ ٱِلتِب ِ ٌ يل
ٌِ ِ ن ٌ َسب ٌ ج ٌع ٌ ِس ٌ ِِبار
ٌ ي ٌلي ٌِ ار ٌٱلغنةٌِ ٌ َحركت ٌ ن ٌبل ٌغ ٌمِقد ٌ ۡ• م
ُ ۡ ۡ َ َ ُ َ َ َّ ُ
َ ٌ اد ٌةا ٌ َظاه َِرٌةا ٌك َما ٌ ُه ٌَو
ٌفٌ ِ ض ۡع ِ َ ِ ئ ۡ ٌبٌ ٌۡ َيق َرٌأ ٌ َو ُيق ِر:ف ٌ َز َ َمان َِنا
ٌ ِ ٌ َن ٌَمَ ٌ ال ٌفريقٌ ٌق ٌۡد
ِ ٌ ح َ ٱل ۡغنةٌِ َ ٌزِي
َ َ ۡ َ َ َ ََ ُ َ ۡ َ
ٌَ خ ِر
ٌين َ
ِ ِي ٌ َوٱل ُمتأ ٌَ ب ٌٱِلى َِّمةٌِ ٌٱل ُم َتق ِدم ٌِ ن ٌ َمذه ٌۡ ِك ٌخارِجٌ ٌع ٌ ِنه! ٌفذل ٌ يب ٌمٌ ي ٌأ ٌۡو ٌ ٌۡق ِر ٌِ ٱۡل َرك َت
ٌَ ع َ
.ي ِ يلٌٱل ُم ۡبت ِد
ٌِ ِ ِكٌ َسب ٌ َسال
• “Siapa saja yang mencapai dua harakat pada saat membaca ghunnah, ia tidaklah
keluar dari jalan ittibâ’ (sesuai sunnah). Sedangkan siapa saja yang menambah
kadar ghunnah dengan penambahan yang jelas; sebagaimana keadaan
sekelompok orang yang bermunculan di zaman kita: mereka membaca dan
mengajarkan ghunnah dengan dua kali lipat kadar dua harakat atau
mendekatinya, maka itulah yang telah keluar dari madzhabnya para imâm
terdahulu dan kontemporer. Mereka mengikuti jalannya para pembuat perkara
baru dalam agama.”
صفة الخفاء
• Al-Khafa secara bahasa artinya terhalang/
tersembunyi.
• Secara istilah artinya tersembunyinya suara
huruf saat diucapkan.
• Huruf-huruf yang memiliki sifat Khafa
adalah: Huruf Ha, huruf-huruf Mad, dan
huruf-huruf Liin, terkumpul dalam:
هاوي
صفة الخفاء
• Dr. Su’âd ‘Abdil Hamîd menukil dari Dr. Hâmid Khayrillâh, bahwa
َۡ ۡ
beliau mengatakan dalam tahqîq-nya atas Matn As-Salsabîl:
ُ َ َ َ ُ َ
ۡ ٌ ٌِ • وع ِرفٌٱۡلفاءٌبِٱنعِد
ام
ََ ۡ ۡ َ َ ُ ُ
ٌفٌٱللَك ٌِم ِ وتٌٱۡلر ِف ِ ۡ • ظهورٌِص
َ ۡ َ َ َ ُ ُ ُ
ۡ َ ٌ
د
ِ م ٱلِ ب ٌت ي ِ و ٌقايٌووف ر ح •
َ َ َّ ُ َ َ
ۡيٌثابِتٌفٌٱلع ٌِد ِ • وصلٌٱلض ِم
• “Dan telah diketahui bahwa sifat khafâ itu adalah hilangnya
kejelasan suara huruf saat berbicara,
• Huruf “Waw Alif dan Ya” (huruf madd) dikuatkan dengan
memanjangkannya (dua sampai enam harakat), sebagaimana
menetapkan adanya madd pada Ha dhamîr saat dibaca washl ke
kalimat berikutnya.”
صفة الخفاء
• Sifat khafâ merupakan sifat alamiah yang terdapat
pada huruf Ha, huruf Madd, dan huruf Lîn. Bila sifat
ini terus berada pada huruf yang bersangkutan saat
ia diucapkan, maka suara huruf akan menjadi samar
dan tidak jelas. Untuk membuat agar huruf-huruf
tersebut tetap jelas diucapkan, maka sifat khafâ
dalam huruf-huruf tersebut mesti dihilangkan.
ُ
• Cara menghilangkan sifat khafâ (ِلج ٌاۡلفاء
ٌ )عpada
huruf Madd dan Lîn adalah dengan
memanjangkannya dua harakat dan lebih dari dua
harakat dalam kondisi tertentu.
خفاء الهاء
• Seluruh sifat pada huruf Ha adalah sifat-sifat yang
lemah. Untuk menghindari samarnya suara Ha,
maka dalam pengucapannya mesti agak sedikit
dikuatkan.
• Pada Ha Sakinah: Dikuatkan dengan cara
menyempitkan makhrajnya dan menyempurnakan
hams dan rakhawahnya.
• Pada Ha berharakat: Cara menguatkannya adalah
dengan tidak mengucapkannya tergesa-gesa.
• Pada Ha dhamir: Dijadikan mad shilah saat washal.
خفاء الهاء
1 2 3 4
َتلأَ ُّففِها َ
yang lain beliau mengatakan (hlm. 148):
َ َ َّ ُ
ٌۡ لٌب ٌدٌم
َ ِ ٌِنٌب َيان ِها َ َ َ ۡ ۡ ۡ ََۡ َ َ
ٌ اوٌِف
ٌ تٌبِٱل ِمي ٌِمٌأ ٌوٌِٱلو
ٌ • فإِذاٌٱتلق
• “Pada saat huruf Fa bertemu dengan Mim
atau Waw, maka mesti memperjelas huruf Fa
disebabkan (sifat) ta`affufnya.”
البحة
• Buhhah secara bahasa bermakna “parau”. Adapun
secara istilah adalah kekhasan suara yang terdapat
pada huruf Ha ()اۡلاء, sehingga membedakan ia
َ
dengan huruf ‘Ain ()العي, Ha ( )الهاءatau Kha ()اۡلاء.
• Al-Imam Al-Khalil ibn Ahmad Al-Farahidiy
mengatakan dalam Kitab Al-’Ain:
َي َ َ َ َ َ َ َّ ُ َ َ َ
ٌِ فٌاۡلا ٌءٌِِلشبه
ٌ تٌالع ٌ ِ ٌوِلٌُب ٌة
ٌ • ول
• “Apabila bukan karena parau-nya, maka huruf Ha
akan menyerupai huruf ‘Ain.”
صفات القوية
Sifat-sifat yang kuat adalah:
1. Jahr
2. Syiddah
3. Isti’la
4. Ithbaq
5. Shafir
6. Qalqalah
7. Inhiraf
8. Takrir
9. Tafasysyi
10. Istithalah
11. Ghunnah
12. Ta`affuf
13. Buhhah
صفات الضعيفة
Sifat-sifat yang lemah adalah:
1. Hams
2. Rakhawah
3. Istifal
4. Infitah
5. Liin
6. Khafa
صفات ال توصف بالقوة أو الضعف
قالواٌأنؤمِنٌكماٌءامنٌٱلسفهٌاءٌ
يرٞ َّ َّ َ َ َ َٰ ُ َ ۡ َ
ٌَشءٌٌق ِد ٌ ٌك ٌ إِنٌٱَّللٌَع ِ
َ َۡ ۡ َ
ٌدآئ َرةُ َّ
ٌٱلس ٌوءٌِۡ
علي ِهم ِ
َ َ ُ ۡ َ َ ُّ َ ۡ ا َ َّ َ ُٓ
ءأنتمٌأشدٌخلقاٌأ ِمٌٱلسمٌاءٌ
النبر
5. Saat mengucapkan kata yang diakhiri alif
tatsniyah atau wawu jamak gugur yang
ۡ
bertemu dengan sukun.
ٌوقَ َّد ۡتٌقَم َ
يصهُ َ َ َ
اٌٱلاو
َ ۡ َََ
وٱستب ٌق ٌ
ِ
َ َ َّ َ َ َّ َ َ َ َ َ ۡ َ ُ َ َ ۡ ُ
ُتٰت ُهماَ اٌٱلشرَجرةٌبدتٌلهماٌسو فلماٌذ ٌاق ٌ
َ َ َ ۡ َ ۡ ُ َّ َّ
ٌِٱَّلِيٌفَ َّضلَناَ ٌٱۡلمد ِ
ٌَّلل وٌقاِل ٌ
يَ َ َّ َّ َ ُ َ َ ۡ َ َٰ ُ َ ۡ ُ َ َ َٰ ُ ۡ ُ ۡ
ٌٱلمؤ ِمن ِ ٌنۡبيلٌوص ٌل ِح ٌ ج ِ فإِنٌٱَّللٌهوٌمولىهٌو ِ
النبر
Sebagian ulama yang lain menilai bahwa nabr
dilakukan pada lebih dari 5 tempat yang
disebutkan. Di antaranya adalah untuk
َ َ ُّ َ ayat:
ۡ َٰ َ ۡ pada
memisahkan dua kata, seperti ََ َ ََۡ ََ ََۡ
ٌٌ١ٌيل
ٌِ ِبٌٱلف
ٌِ كٌبِأصح
ٌ لٌربٌ فٌفعٌ أل ٌمٌت ٌرٌكي
Nabr yang tepat adalah pada Fa fa’ala, bukan Fa
kayfa. Karena apabila nabr dilakukan pada Fa
kayfa, maka kalimatnya akan terkesan menjadi: ََ ََ َۡ ََ ََۡ
ل
ٌ كٌففعٌ ٌأل ٌمٌت ٌر
النبر
Juga di antaranya untuk membedakan dua kata
yang susunan hurufnya sama, seperti pada kata:
فَقدdengan فَقَد.
Apabila nabr dilakukan pada huruf Fa, maka
maknanya adalah (َ“ )فقدhilang”. Sedangkan
apabila nabr dilakukan pada huruf Qaf maka
maknanya adalah (َقد+ ف
َ ) “maka sungguh”.
Namun demikian, semua ini merupakan
pembahasan yang diperselisihkan para ulama.