MI 2 - Tata Laksana IMS
MI 2 - Tata Laksana IMS
Pengantar:
Penatalaksanaan pasien IMS yang efektif merupakan satu pelayanan paripurna yang diberikan
kepada pasien agar tercapai derajat kesehatan reproduksi yang baik. Komponen dalam
tatalaksana pasien IMS adalah diagnosis yang ditegakkan melalui rangkaia kegiatan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium sederhana, serta pengobatan
IMS sesuai dengan diagnosis.
IMS adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual dengan pasangan
yang sudah tertular. Hubungan seks ini termasuk hubungan seks lewat liang senggama, lewat
mulut, atau lewat dubur.
IMS juga dapat disebut sebagai penyakit kelamin atau penyakit kotor. Namun itu hanya
menunjuk pada penyakit yang ada di kelamin saja. Istilah Infeksi Menular Seksual lebih luas
maknanya, karena menunjuk pada cara penularannya. Tanda-tandanya tidak selalu ada di alat
kelamin. Tanda-tanda orang yang sudah terkena IMS juga ada di alat penglihatan, mulut,
saluran pencernaan, hati, otak, dan bagian tubuh lainnya.
IMS sering tidak menunjukkan gejala, terutama pada perempuan. Namun demikian, ada pula
IMS yang menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
Keluarnya cairan dari vagina, penis atau dubur yang berbeda dari biasanya.
Perih, nyeri atau panas saat kencing atau setelah kencing, atau menjadi sering kencing.
1
Luka terbuka, luka basah di sekitar kemaluan atau sekitar mulut. Sifat lukanya bisa
nyeri, bisa juga tidak.
Tumbuh seperti jengger ayam atau kutil di sekitar kemaluan.
Gatal-gatal di daerah alat kelamin.
Bengkak di lipatan paha.
Pada pria, kantung pelir menjadi bengkak dan nyeri.
Sakit perut bagian bawah yang kumat-kumatan dan tidak ada hubungannya dengan
haid.
Keluar darah sehabis berhubungan seks.
Secara umum merasa tidak enak badan atau demam.
c. Herpes Genital
Gejalanya:
Bintil-bintil berisi cairan yang menjadi luka kecil di sekitar alat kelamin dan mulut. Luka-
luka kecil ini bisa sakit sekali pada saat infeksi pertama kali dan dapat kambuh secara
berulang-ulang bila ada gangguan emosi/psikis atau haid.
Sebelum munculnya bintil-bintil ini, biasanya ada gejala awal yang mendahului antara
lain: rasanya seperti sakit flu, rasa tidak enak di pinggang, kelenjar getah bening
membengkak.
d. Kutil Kelamin
Gejalanya:
Benjolan-benjolan kecil di sekitar alat kelamin yang dapat bersatu seperti jengger ayam
dan menular.
Pada perempuan dapat mengenai kulit daerah kelamin sampai dubur, selaput lendir
bagian dalam, liang kemaluan sampai leher rahim.
Pada pria terdapat pada penis dan saluran kencing bagian dalam.
Pada wanita hamil kutil ini bisa tumbuh sampai besar.
2
e. Hepatitis B dan Hepatitis C
Gejalanya:
Badan lemas, kurang gairah dan kadang demam.
Pada kasus parah, tampak kulit dan selaput mata berwarna kuning.
f. Chancroid
Gejalanya:
Luka yang kotor dan nyeri disekitar alat kelamin yang muncul kira-kira 1 minggu setelah
infeksi.
h. Clamidya (Klamidia)
Gejalanya:
Keputihan, dapat disertai nyeri saat kencing, dan pendarahan setelah hubungan seksual.
Gejalanya mirip GO tapi lebih ringan.
Pada infeksi kronik dapat terjadi penyebaran ke saluran telur yang menimbulkan nyeri perut
bagian bawah.
i. Trikomoniasis
Gejalanya:
Gejala spesifik berupa keputihan yang banyak, gatal, kadang-kadang berbusa, kehijauan,
berbau tidak sedap, nyeri saat berhubungan seksual atau saat buang air kecil.
b. Anamanesis
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kita perlu memiliki keterampilan melakukan
komunikasi verbal; yaitu cara mengajukan pertanyaan pada pasien dan komunikasi non
verbal, yaitu keterampilan bahasa tubuh untuk menghadapi pasien. Tujuan utama memiliki
keterampilan tersebut adalah untuk membantu penderita merasa dilayani dengan baik
sehingga dapat tercipta suasana yang nyaman dan menumbuhkan kepercayaan sehingga
3
semua keterangan yang dibutuhkan untuk penegakan diagnosis yang benar dapat
diperoleh.
Komunikasi Verbal
2. Pertanyaan tertutup, adalah suatu bentuk pertanyaan yang jawabannya singkat hanya
satu kata, sering dengan kata ya atau tidak.
Contoh : ”Apakah pembengkakan itu sakit ? ”
Dalam melaksanakan komunikasi verbal, pelajarilah kapan saat yang tepat untuk
mengajukan pertanyaan terbuka yang memungkinkan pasien memberikan jawaban yang
lebih panjang; dan kapan mengajukan pertanyaan tertutup.
Komunikasi nonverbal
Komunikasi nonverbal pada prinsipnya adalah bagaimana kita menggunakan bahasa tubuh
dalam menghadapi pasien.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum dan saat melakukan anamnesis adalah :
4
- Lakukan anamnesis dengan sopan
- Tunjukkan ketertarikan dan perhatian atas hal-hal yang dikatakan pasien.
- Jangan memutus pembicaraan.
- Sedapat mungkin gunakan keterampilan baik verbal maupun non verbal. Untuk
komunikasi verbal mulailah rangkaian anamnesis dengan pertanyaan terbuka; dan akhiri
dengan pertanyaan tertutup.
Untuk menggali adanya faktor risiko perlu ditanyakan pula hal-hal sebagai berikut:
Berdasarkan penelitian faktor risiko oleh WHO, pasien dianggap berperilaku berisiko tinggi bila
terdapat jawaban ya untuk satu atau lebih pertanyaan di atas.
5
Pemeriksaan fisis dan pengambilan sampel dilakukan setelah melakukan anamnesis secara
lengkap. Tujuan pemeriksaan fisis adalah untuk memperoleh tanda-tanda yang berhubungan
dengan IMS. Pengambilan sampel dilakukan untuk mendapatkan spesimen guna pemeriksaan
laboratorium. Kedua hal tersebut membantu penegakan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan
fisis dan pengambilan sampel harus dilakukan di ruang periksa yang terjaga kenyamanan dan
kerahasiaannya.
Berikut adalah beberapa persyaratan sebelum melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien
dengan risiko IMS:
Pasien perempuan dengan status sudah menikah, dilakukan pemeriksaan dengan spekulum
serta pengambilan spesimen
1. Beri penjelasan lebih dulu mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan agar pasien tidak
merasa takut
2. Bersihkan terlebih dahulu dengan kain kasa yang telah dibasahi larutan NaCl
3. Setiap pengambilan bahan harus menggunakan spekulum steril (sesuaikan ukuran
spekulum dengan riwayat kelahiran per vaginam), swab atau sengkelit steril
6
4. Masukkan daun spekulum steril dalam keadaan tertutup dengan posisi tegak/vertikal ke
dalam vagina, dan setelah seluruhnya masuk kemudian putar pelan-pelan sampai daun
spekulum dalam posisi datar/horizontal. Buka spekulum dan dengan bantuan lampu sorot
vagina, cari serviks. Kunci spekulum pada posisi itu sehingga serviks terfiksasi.
5. Setelah itu dapat dimulai pemeriksaan serviks, vagina dan pengambilan spesimen:
Dari serviks: bersihkan daerah endoserviks dengan kasa steril, kemudian ambil
spesimen duh tubuh serviks dengan sengkelit/ swab Dacron™ steril untuk pembuatan
sediaan hapus, dengan swab Dacron™ yang lain dibuat sediaan biakan,
Dari forniks posterior: dengan sengkelit/ swab Dacron™ steril untuk pembuatan sediaan
basah, dan lakukan tes amin
Dari dinding vagina: dengan kapas lidi/ sengkelit steril untuk sediaan hapus,
Dari uretra: dengan sengkelit steril untuk sediaan hapus
6. Cara melepaskan spekulum: kunci spekulum dilepaskan, sehingga speculum dalam posisi
tertutup, putar spekulum 90° sehingga daun spekulum dalam posisi tegak, dan keluarkan
spekulum perlahan-lahan.
Langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Pada pasien perempuan berstatus belum menikah tidak dilakukan pemeriksaan dengan
spekulum, karena akan merusak selaput daranya sehingga bahan pemeriksaan hanya diambil
dengan sengkelit steril dari vagina dan uretra. Untuk pasien perempuan yang belum menikah
namun sudah aktif berhubungan seksual, diperlukan informed consent sebelum melakukan
pemeriksaan dengan spekulum. Namun bila pasien menolak pemeriksaan dengan spekulum,
pasien ditangani menggunakan bagan alur tanpa spekulum.
7
1. 2.
3.
4 5
8
B. Pemeriksaan fisis dan pengambilan sampel pada laki-laki dan waria
Pada laki-laki
1. Pastikan pasien belum BAK tiga jam sebelumnya. Kemudian pasien ditanya sudah BAB
atau belum, apabila belum, pasien diminta BAB dulu, dan menunggu sampai BAB.
2. Pasien melepaskan celananya, pakaikan kain penutup.
3. Palpasi daerah inguinal untuk melihat ada tidaknya pembengkakan kelenjar getah
bening dan bubo
4. Palpasi skrotum --- pembengkakan, radang, luka --- ; raba bagian testis --- besar,
pembengkakan ; epididimis --- besar, pembengkakan ; saluran sperma --- nyeri.
5. Periksa penis : tanda radang, luka. Kemudian penderita diminta untuk menarik
preputium agar dapat terlihat glans penis dan urethra : adakah cairan, tanda radang.
Jika tidak terdapat duh, minta pasien untuk mengurut penis dari pangkal ke ujung untuk
mendorong kalau ada duh (milking), dengan panduan petugas. Jangan lakukan milking
oleh petugas. Jangan melakukan pengambilan duh dengan cara menempelkan gelas
obyek pada ujung penis, hal ini tidak sesuai dengan prosedur.
6. Catat ada atau tidaknya : bubo, ulkus, duh tubuh urethra (sesuai dengan bagan alur)
7. Selanjutnya pasien diminta dalam posisi nungging, atau tidur miring dengan lutut dilipat
kearah dada.
8. Lihat anus adakah luka, tumbuhan, cairan, tanda infeksi.
9. Siapkan anoskopi, beri lubrikan berbahan dasar air.
10. Tangan kanan pasien memegangi bokong untuk melebarkan, kemudian oleskan jelly
berbahan dasar air pada sekitar anus diikuti dengan memasukkan anoskopi sampai
pegangan menyentuh lubang anus. Arahkan pegangan anoskopi ke pusar pasien.
11. Setelah masuk tarik kembali troachart. Akan terlihat dinding rectum.
12. Lihat tanda infeksi, cairan, luka, dan tumbuhan.
13. Kemudian ambil lidi aplikator steril, masukkan kedalam rektum melalui lubang anoskopi,
ambil cairan dengan cara memutar lidi aplikator dua kali kemudian tarik keluar,
usahakan tanpa menyentuh anoskopi.
14. Usapkan lidi aplikator pada object glass untuk diwarnai Gram.
9
Gambar 3. Posisi Lateral dekubitus (posisi Sim)
1. 2.
3.
10
Kewaspadaan standar dan Profilaksis Pasca Pajanan
Terapkan kewaspadaan standar pada setiap kegiatan termasuk pada pemeriksaan fisis dan
pengambilan sampel, baik pada pasien perempuan maupun pasien laki-laki.
Kewaspadaan standar merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam
pelayanan kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu, untuk mengurangi risiko infeksi yang
ditularkan melalui darah.
a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah melakukan tindakan
(pemeriksaan/perawatan)
b. Penggunaan alat pelindung yang sesuai untuk setiap tindakan di layanan IMS dapat berupa:
sarung tangan, celemek (optional), untuk setiap kontak dengan darah atau cairan tubuh lain.
c. Pengelolaan dan pembuangan alat tajam pada tempatnya, lakukan dengan hati-hati.
d. Pengelolaan limbah yang tercemar oleh darah atau cairan tubuh dengan aman
e. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan melakukan dekontaminasi, desinfeksi dan
sterilisasi sesuai prosedur.
f. Pengelolaan linen yang tercemar sesuai prosedur.
Risiko penularan pada pajanan kecelakaan kerja didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan
cairan tubuh sangat potensial menularkan penyakit baik yang berasal dari pasien maupun
petugas kesehatan, untuk itu perlu perlunya cuci tangan dan memakai alat pelindung.
Pada kasus-kasus paska pajanan ada yang spesifik dalam hal penanganannya, tidak cukup
dengan mencuci tangan dengan air dan pemberian antiseptik tetapi juga harus mengikuti
prosedur meminum obat profilaksis dengan dosis dan periode waktu sesuai dengan prosedur
yang berlaku.Contoh : Bila tenaga kesehatan mengalami kecelakaan kerja, jari tangannya
tertusuk jarum bekas pakai.
11
d. Bagan Alur dalam Menentukan Diagnosis IM
Penetapan diagnosis IMS dengan menggunakan bagan alur, yang pada dasarnya adalah suatu
bagan algoritma. Bagan alur diagnosis IMS menggunakan simbol-simbol yang biasa digunakan
pada flow chart, sebagai berikut:
KOTAK KEPUTUSAN
Ada 9 (sembilan ) bagan alur diagnosis IMS dengan pendekatan sindrom yaitu:
12
5. Pembengkakan skrotum
6. Bubo inguinal
7. Konjungtivitis neonatorum
8. Vegetasi genital
9. Duh tubuh anus
Berikut ini akan dikupas satu persatu mengenai penggunaan ke delapan (Sembilan) bagan alur
dalam menegakkan diagnosis IMS
Seorang laki-laki yang datang ke klinik dengan keluhan keluarnya cairan abnormal dari
penisnya dan atau nyeri pada saat kencing agar diperiksa terlebih dahulu ada tidaknya duh
tubuh. Apabila tidak tampak duh tubuh, agar dilakukan milking, yaitu pengurutan uretra
mulai dari pangkal penis kearah muara uretra. Bilamana masih belum terlihat, dianjurkan
untuk tidak kencing sekurang-kurangnya 3 jam sebelum diperiksa
Pada fasyankes yang memiliki alat bantu mikroskop atau fasilitas laboratorium, maka dapat
digunakan bagan alur 1a. Duh Tubuh Uretra Pada Laki-Laki Dengan Mikroskop.
Pemeriksaan terhadap sediaan hapusan uretra, dapat dilihat peningkatan jumlah leukosit
polimorfonuklear (PMN) dan dengan pewarnaan Gram dapat terlihat gonokokkus intrasel.
Pada laki-laki, apabila ditemukan ≥ 5 leukosit PMN per lapangan pandang dengan
pembesaran tinggi (X1000), merupakan indikasi ada uretritis (radang saluran kemih)
ya
Pengobatan selesai
tida Rujuk
Hari ke 7,Adakah
k
Perbaikan?
15
pasien laki-laki dengan keluhan duh tubuh uretra dan atau nyeri pada saat kencing, yang
datang ke pusat pelayanan kesehatan yang tidak memilki fasilitas laboratorium, setelah
diperiksa denganpendekatan sindrom tanpa sarana laboratorium (gunakan Bagan 1. Duh
tubuh uretra pada laki-laki dengan pendekatan sindrom), diberikan pengobatan duh tubuh
uretra secara sindromyaitupengobatan dilakukan serentak terhadap kedua jenis kuman
penyebab tersebut.
DITAMBAH
Pasien dianjurkan untuk kontrol kembali bila gejala tetap ada sesudah 7
hari.
16
Sefiksim 400 mg, dosis tunggal, per oral Azitromisin 1 g,dosis tunggal, per oral
ATAU ATAU
Levofloksasin* 500 mg, dosis tunggal, per Doksisiklin* 2x100 mg, per oral, 7 hari
oral
Kanamisin 2 g, injeksi IM, dosis tunggal Eritromisin 4x500 mg, per oral, 7 hari
ATAU
IM = intra muskular
Saat ini, siprofloksasin dan ofloksasin sudah menunjukkan angka resistensi yang tinggi di
beberapa kota, sehingga tidak dianjurkan lagi
17
Pada fasilitas kesehatan yang memiliki alat bantu mikroskop atau sarana laboratorium yang
memadai, maka kedua jenis kuman penyebab utama duh tubuh uretra tersebut dapat
dibedakan. Dengan menggunakan bagan alur Bagan 1a. Duh tubuh uretra laki-laki dengan
mikroskop, pengobatan secara lebih spesifik dapat dilakukan. Etiologi uretritis non-gonokokus
terutama disebabkan olehC.trachomatis, sehingga dalam pengobatannya ditujukan untuk
klamidiosis.
biru metilen untuk mewarnai sediaan apus duh tubuh uretra.
Ada temuan baru yang menunjukkan bahwa di daerah tertentu bisa dijumpai prevalensi Tv yang
tinggi pada laki-laki dengan keluhan duh tubuh uretra. Bilamana gejala duh tubuh tetap ada
atau timbul gejala kambuhan setelah pemberian pengobatan secara benar terhadap gonore
maupun klamidiosis pada kasus indeks dan pasangan seksualnya, maka pasien tersebut harus
diobati untuk infeksi Tv. Hal ini hanya dilakukan bila ditunjang oleh data epidemiologis
setempat. Bilamana simtom tersebut masih ada sesudah pengobatan Tv, maka pasien tersebut
harus dirujuk. Sampai saat ini data epidemiologi trikomoniasis pada pria di Indonesia sangat
sedikit, oleh karena itu bila gejala duh tubuh uretra masih ada setelah pemberian terapi awal
sebaiknya penderita dirujuk pada tempat dengan fasilitas laboratorium yang lengkap.
18
Sefiksim 400 mg, dosis tunggal, per oral Azitromisin 1 g,dosis tunggal, per oral
ATAU ATAU
Levofloksasin* 500 mg, dosis tunggal, per oral Doksisiklin* 2x100 mg, per oral, 7 hari
Kanamisin 2 g, injeksi IM, dosis tunggal ATAU Eritromisin 4x500 mg, per oral, 7 hari
PENGOBATAN TRIKOMONIASIS
Keluhan duh tubuh vagina abnormal biasanya disebabkan oleh radang vagina, tetapi dapat
pula akibat radang serviks yang muko-purulen. Trikomoniasis, kandidiasis dan vaginosis
bakterial merupakan keadaan yang paling sering menimbulkan infeksi vagina, sedangkan
19
N.gonorrhoeae dan C.trachomatis sering menyebabkan radang serviks. Deteksi infeksi
serviks berdasarkan gejala klinis sulit dilakukan, karena sebagian besar perempuan dengan
gonore atau klamidiosis tidak merasakan keluhan atau gejala (asimtomatis). Gejala duh
tubuh vagina abnormal merupakan petunjuk kuat untuk infeksi vagina namun pertanda
lemah untuk infeksi serviks. Jadi semua perempuan yang menunjukkan tanda-tanda duh
tubuh vagina agar diobati juga untuk trikomoniasis dan vaginosis bakterial.
Diantara perempuan dengan gejala duh tubuh vagina, perlu dicari mereka yang cenderung
lebih mudah terinfeksi oleh N.gonorrhoeae dan C.trachomatis. Pada kelompok tersebut,
akan lebih bermanfaat apabila dilakukan pengkajian status risiko, terutama bila faktor risiko
tersebut telah disesuaikan dengan pola epidemiologis setempat. Pemeriksaan secara
mikroskopis hanya sedikit membantu diagnosis infeksi serviks, karena hasil pemeriksaan
yang negatif sering menunjukkan negatif palsu. Untuk keadaan tersebut perlu dilakukan
biakan/kultur kuman.
Pengetahuan tentang prevalensi gonore dan atau klamidiosis pada wanita dengan duh tubuh
vagina sangat penting dalam menetapkan pengobatan infeksi serviks. Makin tinggi
prevalensi gonore dan atau klamidiosis, maka akan lebih meyakinkan kita untuk memberikan
pengobatan terhadap infeksi serviks. Wanita dengan faktor risiko lebih cenderung
menunjukkan infeksi serviks dibandingkan dengan mereka yang tidak berisiko. Wanita
dengan duh tubuh vagina disertai faktor risiko perlu dipertimbangkan untuk diobati sebagai
servisitis yang disebabkan oleh gonore dan klamidiosis.
Bila sumber daya memungkinkan, perlu dipertimbangkan untuk melakukan skrining dengan
tes laboratorium terhadap para wanita dengan duh tubuh vagina. Skrining tersebut dapat
dilakukan terhadap semua wanita dengan duh tubuh vagina atau secara terbatas hanya
terhadap mereka dengan duh tubuh vagina dan faktor risiko positif.
Bagan alur 2: Duh Tubuh Vagina (pemeriksaan/ diagnosis dengan pendekatan sindrom)
Pasien dengan keluhan duh tubuh vagina atau gatal/rasa terbakar pd vulva.
Hilangny tidak
Hilangnya tidak a
keluhan Rujuk keluhan
pd hari ke pd hari
7? ke 7?
Ya
Ya Ya Rujuk
Pengobatan selesai
Risiko (+) bila memiliki satu atau lebih faktor risiko dibawah ini.
1. Suami/ mitra seksual menderita IMS.
2. Suami/ mitra seksual/ penderita sendiri mempunyai pasangan >1 dalam I bulan terakhir
3. Mempunyai pasangan seks baru dalam 3 bulan terakhir.
4. Mengalami 1/ lebih episode IMS dalam 1 tahun terakhir.
5. Pekerjaan suami/ mitra seksual berisiko tinggi.
Pasien dengan keluhan duh tubuh vagina atau gatal/rasa terbakar pd vulva.
tidak
tidak Suluh penderita (KIE) dan Konseling
Sediakan dan anjurkan pemakaian kondom
Spekulum Adakah duh
Anjurkan tes HIV dan lakukan
tubuh vagina atau serviks pemeriksaan Serologi Sifilis (STS) bila
fasilitas tersedia.
Ya
Obati sebagai vaginitis :
tidak
Adakah duh tubuh vaginosis bakterialis dan kandidiasis
serviks mukopurulen Suluh penderita (KIE) dan Konseling
Sediakan dan anjurkan pemakaian kondom
Anjurkan tes HIV dan lakukan pemeriksaan Serologi
Sifilis (STS) bila fasilitas tersedia.
Ya
Hilangny tidak
Hilangnya a
keluhan tidak keluhan
pd hari ke Ya pd hari
Rujuk
7? ke 7?
Rujuk
Ya Ya
Pengobatan selesai
Bagan alur 2 b: Duh Tubuh Vagina dengan Pemeriksaan Inspekulo & Mikroskop
Pasien dengan keluhan duh tubuh vagina atau gatal/rasa terbakar pd vulva.
22
Pemeriksaan Bimanual : Ya Gunakan bagan alur nyeri perut
Ada nyeri perut bagian Ya bagian bawah
bawah?
Ya
tidak Suluh penderita (KIE) dan Konseling
Sediakan dan anjurkan pemakaian kondom
tidak Anjurkan tes HIV dan lakukan pemeriksaan Serologi
Spekulum: Ada duh tubuh Sifilis (STS) bila fasilitas tersedia.
vagina atau serviks?
Ya
Buat Sediaan Hapus, Pewarnaan Gram dari duh tubuh serviks dan vagina;
Buat sediaan Basah dengan larutan NaCl 0,9 % dari duh di forniks posterior
tidak Ya tidak
Ya Ya Ya
Obati sebagai Obati sebagai Obati sebagai
Obati sebagai vagi
gonore & klamidiosis trikomoniasis Kandidiasis
nitis bakterialis
tidak
23
VAGINITIS SERVISITIS
Paling sering sebagai penyebab duh Jarang sebagai penyebab duh tubuh
tubuh vagina vagina
Namun sangat disayangkan bahwa tidak mudah untuk membedakan antara vaginitis dan
servisitis, terutama dalam situasi yang tidak memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan
dalam. Sampai saat ini dalam skala internasional berbagai upaya sedang dilakukan untuk
mengembangkan tes sederhana yang dapat mendeteksi apakah seorang perempuan
mendapat servisitis atau tidak. Saat ini cara yang baik untuk mengenal servisitis adalah
dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan tertentu kepada pasien.
Keluhan duh tubuh vagina abnormal biasanya disebabkan oleh radang vagina, tetapi dapat pula
akibat radang serviks yang mukopurulen. Trikomoniasis, kandidiasis dan vaginosis bakterial
merupakan keadaan yang paling sering menimbulkan infeksi vagina sedangkan N.gonorrhoeae
dan C.trachomatis sering menyebabkan radang serviks. Deteksi infeksi serviks berdasarkan
gejala klinis sulit dilakukan, karena sebagian besar wanita dengan gonore atau klamidiosis tidak
merasakan keluhan atau gejala (asimtomatis).
Di antara wanita dengan gejala duh tubuh vagina, perlu dicari mereka yang cenderung lebih
mudah terinfeksi oleh N.gonorrhoeae dan atau C.trachomatis.Pada kelompok tersebut, akan
lebih bermanfaat bila dilakukan pengkajian status risiko, terutama bila faktor risiko tersebut telah
disesuaikan dengan pola epidemiologis setempat. Pemeriksaan secara mikroskopik hanya
sedikit membantu diagnosis infeksi serviks, karena hasil pemeriksaan yang negatif sering
menunjukkan hasil yang negatif palsu.Untuk keadaan ini perlu dilakukan kultur/ biakan kuman.
Pengetahuan tentang prevalensi gonore dan atau klamidiosis pada wanita dengan duh tubuh
vagina sangat penting dalam menetapkan pengobatan infeksi serviks. Makin tinggi prevalensi
gonore dan atau klamidiosis, maka akan lebih meyakinkan kita untuk memberikan pengobatan
terhadap infeksi serviks. Wanita dengan faktor risiko lebih cenderung menunjukkan infeksi
serviks dibandingkan dengan mereka yang tidak berisiko.Wanita dengan duh tubuh vagina
disertai faktor risiko perlu dipertimbangkan untuk diobati sebagai servisitis yang disebabkan
oleh gonore dan klamidiosis.
Bila sumber daya memungkinkan, perlu dipertimbangkan untuk melakukan skrining dengan tes
laboratorium terhadap para wanita dengan duh tubuh vagina.Skrining tersebut dapat dilakukan
terhadap semua wanita dengan duh tubuh vagina atau secara terbatas hanya terhadap mereka
dengan duh tubuh vagina dan faktor risiko positif.
Di beberapa negara, bagan alur penatalaksanaan sindrom telah digunakan sebagai perangkat skrining
untuk deteksi infeksi serviks pada wanita tanpa keluhan genital sama sekali (misalnya pada pelaksanaan
program keluarga berencana). Walaupun hal ini dapat membantu dalam mendeteksi wanita dengan
infeksi serviks, tetapi kemungkinan dapat terjadi diagnosis yang berlebihan.
25
PENGOBATAN SINDROM DUH TUBUH VAGINA KARENA VAGINITIS
Sefiksim 400 mg, dosis tungga, per oral Azitromisin 1 g, dosis tunggal, per oral
ATAU ATAU
Levoflokasasin*500 mg, dosis tunggal, per Doksisiklin*2x100 mg, per oral, 7 hari
oral
Kanamisin 2 g, injeksi IM, dosis tunggal Eritromisin 4x500 mg, per oral, 7 hari
ATAU
*Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, atau anak di bawah 12 tahun
IM = intra muskular
26
TRIKOMONIASIS VAGINOSIS BAKTERIALIS KANDIDIASIS VAGINALIS
Metronidazol** 2 g per oral Metronidazol** 2 g per oral Mikonazol atau klotrimazol 200 mg
dosis tunggal dosis tunggal intravagina, setiap hari, selama 3 hari
ATAU
Klotrimazol 500 mg intravagina dosis
tunggal ATAU
Flukonazol* 150 mg, per oral dosis
tunggal, ATAU
Itrakonazol* 200 mg, per oral dosis
tunggal
Pilihan pengobatan lain
3. Ulkus Genitalia
Angka prevalensi relatif kuman penyebab ulkus genitalis bervariasi, dan sangat dipengaruhi
lokasi geogafis. Setiap saat angka ini dapat berubah dari waktu ke waktu. Secara klinis
diagnosis banding ulkus genitalia tidak selalu tepat, terutama bila ditemukan beberapa
penyebab secara bersamaan. Manifestasi klinis dan bentuk ulkus genital sering berubah
akibat infeksi HIV.
27
Sesudah dilakukan pemeriksaan untuk memastikan ulkus genital, pengobatan selanjutnya
disesuaikan dengan penyebab dan pola sensitivitas antibiotik setempat, misalnya, di daerah
dengan prevalensi sifilis maupun chancroid yang cukup menonjol, maka pasien dengan ulkus
genitalis harus segera diobati terhadap kedua kuman penyebab tersebut. Hal ini dilakukan
untuk menjaga kemungkinan pasien tidak kembali untuk tindak lanjut. Sedangkan untuk
daerah yang sering ditemukan granuloma inguinale atau limfogranuloma venereum (LGV),
pengobatan terhadap kedua mikroorganisme tersebut juga perlu diperhatikan. Di beberapa
negara, herpes genitalis sangat sering ditemukan sebagai penyebab ulkus genitalis. Sedang
untuk daerah yang sering ditemukan infeksi HIV, maka peningkatan proporsi kasus ulkus
genitalis yang disebabkan oleh virus herpes simpleks sering terjadi. Ulkus pada pasien yang
disebabkan oleh virus herpes yang bersamaan dengan virus HIV gejalanya tidak khas dan
menetap lebih lama.
Saat ini sering dijumpai ulkus genitalis bersamaan dengan infeksi HIV, yang menyebabkan
manifestasi klinis berbagai ulkus tersebut menjadi tidak spesifik. Ulkus karena sifilis stadium
1 maupun herpes genitalis menjadi tidak khas; chancroid menunjukkan ulkus yang lebih luas,
berkembang secara agresif, disertai gejala sistemik demam dan menggigil; lesi herpes
genitalis mungkin berbentuk ulkus multipel yang persisten dan lebih memerlukan perhatian
medis, berbeda dengan vesikel yang umumnya dapat sembuh sendiri (self limiting) pada
seorang yang immunokompeten.
Infeksi HIV yang bersamaan juga dapat mengakibatkan kegagalan pengobatan pada sifilis
fase awal, chancroid, dan herpes simpleks. Pada pasien yang demikian perlu
dipertimbangkan pengobatan dengan waktu yang lebih lama, namun masih diperlukan
penelitian lebih lanjut.
Pada kasus ulkus genitalia, biasanya seorang penderita datang ke klinik anda dengan
keluhan bahwa dia merasakan adanya luka pada alat genitalnya.
Selanjutnya perhatikan dan gunakan bagan alur sindrom penyakit ulkus genital.
28
Bagan alur 3: Ulkus Genital Dengan Pendekatan Sindrom
2. Vesikel kecil ya ya
ya lompok.
berke-
3. Riwayat rekurensi. Beri pengobatan yang sesuai
atau dirujuk
29
Bagan alur 3 a: Ulkus Genital Khusus untuk Tenaga Medis
Pasien dgn keluhan luka atau ulkus pada alat genital Suluh penderita (KIE).
Sediakan dan sedia
kan kondom
Anjurkan test HIV dan
lakukan pemeriksaan
Anamnesis: tanya faktor risiko dan pemeriksaan fisis (genital) STS bila fasilitas
tersedia.
tida
k
Tampak Ulkus Ulkus keras
adanya: multiple,nyeri , biasanya Ulkus dengan Ulkus
tida tunggal,tida
Vesikel/luka , lunak,Dasar tida tida tanda campur tida traumatik
kecil, dangkal, k nyeri,
k kotor,tepi k k an, kotak ke 2 k atau kelainan
berkelompok, dasar
tidak teratur bersih, tepi dan ke 3 dermatologis
nyeri , dg atau
tanpa riwayat rata
rekurensi
ya
4. Vesikel kecil
ya ya
berke-
lompok.
Obati sebagai Obati sebagai Obati sebagai Sifilis Obati sebagai Sifilis Beri pengobatan
5. Riwayat dan Chancroid yang sesuai atau
Herpes Ganitalis Chancroid
rekurensi. dirujuk
30
Pengobatan Ulkus Genitalis
Angka prevalensi relatif kuman penyebab ulkus genitalis bervariasi, dan sangat dipengaruhi
lokasi geogafis. Setiap saat angka ini dapat berubah dari waktu ke waktu. Secara klinis
diagnosis banding ulkus genitalis tidak selalu tepat, terutama bila ditemukan beberapa
penyebab secara bersamaan. Manifestasi klinis dan bentuk ulkus genital sering berubah akibat
infeksi HIV.
Sedangkan untuk daerah yang sering ditemukan granuloma inguinale atau limfogranuloma
venereum (LGV), pengobatan terhadap kedua mikroorganisme tersebut juga perlu diperhatikan.
Di beberapa negara, herpes genitalis sangat sering ditemukan sebagai penyebab ulkus
genitalis. Sedang untuk daerah yang sering ditemukan infeksi HIV, maka peningkatan proporsi
kasus ulkus genitalis yang disebabkan oleh virus herpes simpleks sering terjadi.Ulkus pada
pasien yang disebabkan oleh virus herpes yang bersamaan dengan virus HIV gejalanya tidak
khas dan menetap lebih lama.
Saat ini sering dijumpai ulkus genitalis bersamaan dengan infeksi HIV, yang menyebabkan
manifestasi klinis berbagai ulkus tersebut menjadi tidak spesifik. Ulkus karena sifilis stadium 1
maupun herpes genitalis menjadi tidak khas; chancroid menunjukkan ulkus yang lebih luas,
berkembang secara agresif, disertai gejala sistemik demam dan menggigil; lesi herpes genitalis
mungkin berbentuk ulkus multipel yang persisten dan lebih memerlukan perhatian medis,
berbeda dengan vesikel yang umumnya dapat sembuh sendiri (self limiting) pada seorang yang
immunokompeten.
31
Infeksi HIV yang bersamaan juga dapat mengakibatkan kegagalan pengobatan pada sifilis fase
awal, chancroid, dan herpes simpleks. Pada pasien yang demikian perludipertimbangkan
pengobatan dengan waktu yang lebih lama, namun masih diperlukan penelitian lanjut.
32
Pengobatan Ulkus Genitalis dengan Pendekatan Sindrom
Pasien dengan keluhan luka/ulkus pada genitalia, perlu dilakukan pemeriksaan sesuai bagan
alur Bagan 2.Ulkus Genitalis dengan Pendekatan Sindrom, selanjutnya diberi pengobatan
sesuai pendekatan sindrom.
Pengobatan Bagi pasien dengan keluhan luka/lecet pada genitalia yang diperiksa sesuai Bagan
Alur Bagan 2A. Ulkus Genitalis Khusus Untuk Tenaga Medis, diberi pengobatan yang sesuai
dengan diagnosis yang ditegakkan.
Untuk pengobatan sifilis dalam kehamilan, tidak ada alternatif lain selain penisilin yang terbukti
manjur. Ibu hamil dengan riwayat alergi penisilin, harus menjalani desensitisasi agar tetap dapat
diobati dengan penisilin.Penisilin juga dianjurkan pada pasien sifilis dengan infeksi HIV.
Untuk menentukan seseorang alergi terhadap penisilin dilakukan melalui uji kulit terhadap
benzil-benzantin penisilin. Cara melakukan tes kulit:
1. Campur bubuk benzil-benzatin penisilin 2,4 juta Unit dengan akuades steril sesuai petunjuk
sehingga membentuk suspensi
2. Ambil 0,1 cc suspensi menggunakan tabung injeksi 1cc (tipe tuberkulin), tambahkan
akuades atau akuabides agar terjadi larutan 1 cc
3. Suntikkan secara intradermal sebanyak 0,02 cc dengan jarum suntik ukuran 26 atau 27
pada permukaan volar lengan bawah
4. Tepi bentol kemerahan akibat injeksi ditandai dengan bolpen
5. Amati selama 15 - 20 menit
6. Bila diameter bentol kemerahan meluas lebih dari 3 mm dibandingkan lesi awal, tes kulit
dinyatakan positif
Bila hasil uji kulit positif, berarti pasien alergi terhadap penisilin, dapat dilakukan desensitisasi
pada ibu hamil tersebut (lihat tabel 5).
Desensitisasi dapat dilakukan secara oral maupun intravena. Meskipun ke dua cara ini belum
pernah dibandingkan, desensitisasi secara oral dianggap lebih aman dan mudah dilakukan.
33
Desensitisasi harus dilakukan di rumah sakit karena dapat terjadi reaksi alergi yang serius,
sehingga selalu tersedia adrenalin dan sarana resusitasi. Desensitisasi dilakukan dalam waktu
singkat, berdasarkan peningkatan dosis secara cepat, setiap 15 menit. Diawali dengan dosis
yang diencerkan dan diakhiri dengan pengenceran yang sama dengan yang akan digunakan
untuk pengobatan. Biasanya dapat diselesaikan dalam waktu 4 – 12 jam setelah pemberian
dosis pertama. Setelah desensitisasi, pasien harus tetap diberikan penisilin selama masa
pengobatan. Riwayat nekrolisis epidermis akibat obat (misalnya sindrom Steven-Johnson dan
variannya) merupakan kontraindikasi absolut untuk desensitisasi. Bila timbul reaksi yang tidak
mengancam jiwa, dapat diberikan antihistamin oral, misalnya setirizin 10 mg.
34
4. Perut Bagian Bawah Pada Perempuan
Istilah penyakit radang panggul (PRP) mencakup infeksi saluran genital perempuan bagian
atas. Hal ini terjadi sebagai akibat infeksi yang menjalar ke atas dari serviks dan
disebabkan oleh N. gonorhoeae, C. trachomatis atau bakteri anaerob.
Penyakit Radang Panggul meliputi endometritis, salpingitis, abses tuba- ovaria dan peritonitis
pelvik. Hal tersebut dapat menimbulkan peritonitis menyeluruh pada rongga perut, suatu
keadaan yang dapat menimbulkan kematian.
Selain itu, salpingitis dapat menyebabkan tersumbatnya tuba fallopii yang mengakibatkan
menurunnya tingkat kesuburan atau, jika kedua tubanya terinfeksi dapat menimbulkan
infertilitas. Dapat juga menyebabkan sumbatan tuba sebagian, yang akan membiarkan
spermatozoa yang sangat kecil tersebut dapat memasukinya, namun ovum yang telah
dibuahi tidak dapat melewatinya. Akibat keadaan tersebut terjadi kehamilan tuba yang akan
mudah pecah dan menyebabkan perdarahan masif intra abdominal sehingga dapat
menyebabkan kematian.
Perempuan dengan Penyakit Radang Panggul biasanya mengeluh adanya nyeri perut
bagian bawah disertai duh tubuh vagina. Jadi jika keluhan perempuan tersebut adalah nyeri
perut bagian bawah, gunakan bagan alur tersebut di bawah ini.
35
Bagan alur 4: Nyeri Perut bagian Bawah pada Perempuan
Adakah
Rujuk
Ya
perbaikan
tidak
Perbaikan ?
36
Beberapa catatan untuk nyeri perut bagian bawah:
Semua perempuan usia seksual aktif dengan keluhan nyeri perut bagian bawah perlu dievaluasi
terhadap kemungkinan salfingitis dan atau endometritis atau penyakit radang panggul (PRP).
Sebagai tambahan, pemeriksaan abdominal dan bimanual rutin agar dilakukan terhadap semua
perempuan dengan dugaan IMS karena biasanya perempuan dengan PRP atau endometritis
pada awalnya tidak akan memberikan keluhan nyeri perut bagian bawah. Perempuan dengan
endometritis akan mengeluhkan duh tubuh vagina dan atau perdarahan pervaginam dan atau
nyeri pada uterus pada saat pemeriksaan dalam. Gejala- gejala yang mengarah kepada PRP
antara lain adalah nyeri perut, nyeri pada saat bersanggama (dispareunia), duh tubuh vagina,
menometrorrhagia, disuria, nyeri yang berhubungan dengan menstruasi, demam dan kadang-
kadang disertai dengan mual dan muntah.
PRP sulit untuk didiagnosis, sebab manifestasi klinisnya dapat bermacam- macam.
Kemungkinan PRP sangat besar bila ditemukan salah satu atau beberapa simptom tersebut di
atas disertai dengan nyeri pada adneksa, infeksi saluran genital bagian bawah dan nyeri
goyang serviks. Pembesaran salah satu atau kedua tuba falopii, terdapat massa nyeri di dalam
panggul yang disertai nyeri spontan atau nyeri lepas pada perut bagian bawah dapat pula
ditemukan. Suhu tubuh pasien dapat meningkat, namun pada beberapa kasus dapat tetap
normal. Umumnya, para klinisi sering keliru dalam menegakkan diagnosis, sehingga terjadi over
diagnosis dan over treatment.
Rawat inap pasien dengan PRP perlu dipertimbangkan dengan sungguh- sungguh bilamana:
Para ahli menganjurkan agar semua pasien dengan PRP harus dirawat inap untuk
mendapatkan pengobatan yang lebih baik
37
Kuman penyebab PRP meliputi N.gonorrhoeae, C.trachomatis, dan bakteri anaerob, (seperti
Bacteroides spesies, dan Coccus Gram positif). Kuman berbentuk batang Gram negatif dan
Mycoplasma hominis dapat juga menjadi penyebab PRP. Secara klinis penyebab tersebut
mustahil untuk dibedakan, dan pemeriksaan mikroskopik juga sulit dilakukan, oleh karena itu
cara pengobatan yang diberikan harus efektif dan memiliki spektrum yang luas terhadap semua
kuman penyebab tersebut. Rejimen yang dianjurkan di bawah ini didasarkan pada prinsip
tersebut.
Semua wanita aktif seksual dengan keluhan nyeri perut bagian bawah perlu dievaluasi terhadap
kemungkinan salfingitis dan atau endometritis atau penyakit radang panggul (PRP). Sebagai
tambahan, pemeriksaan abdominal dan bimanual rutin agar dilakukan terhadap semua wanita
dengan dugaan IMS karena biasanya wanita dengan PRP atau endometritis pada awalnya tidak
akan mengeluhkan nyeri perut bagian bawah. Wanita dengan endometritis akan mengeluhkan
duh tubuh vagina dan atau perdarahan vagina, dan atau nyeri pada uterus pada saat
pemeriksaan dalam. Gejala yang mengarah kepada PRP antara lain berupa nyeri perut, nyeri
pada saat bersanggama (dispareunia), duh tubuh vagina, menometroragia, disuria, nyeri yang
berhubungan dengan menstruasi, demam, dan kadang-kadang disertai dengan mual dan
muntah.
Rawat inap pasien dengan PRP perlu dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh pada
keadaan
1. Diagnosis tidak dapat dipastikan,
2. Indikasi bedah darurat misalnya radang usus buntu (apendisitis), atau kehamilan ektopik
terganggu,
38
3. Dugaan abses pada rongga panggul,
4. Terdapat kemungkinan penyakit akan semakin parah bila dilakukan rawat jalan,
5. Pasien sedang hamil,
6. Pasien tidak mau atau tidak menaati rejimen pengobatan bila dilakukan rawat
jalan, atau
7. Kegagalan pengobatan saat rawat jalan.
Para ahli menganjurkan agar semua pasien dengan PRP harus dirawat inap untuk
mendapatkan pengobatan yang lebih baik
Kuman penyebab PRP meliputi N.gonorrhoeae,
C.trachomatis, danbakteri anaerob, (Bacteroides spesies, dan kokus Gram positif).Kuman
berbentuk batang Gram negatif dan Mycoplasma hominis dapat juga menjadi penyebab
PRP.Secara klinis penyebab tersebut sulit dibedakan, dan pemeriksaan mikroskopik juga sulit
dilakukan, oleh karena itu cara pengobatan yang diberikan harus efektif dan memiliki
spektrumyang luas terhadapsemua kuman penyebab tersebut. Rejimen yang dianjurkan di
bawah ini didasarkan pada prinsip tersebut.
39
PENGOBATAN NYERI PERUT BAGIAN BAWAH PENGOBATAN NYERI PERUT BAGIAN BAWAH
KARENA GONORE DENGAN KOMPLIKASI KARENA KLAMIDIOSIS
Sefiksim 1x400 mg/hari, per oral, selama 5 hari Azitromisin 1 g, dosis tunggal, per oral
ATAU ATAU
Levofloksasin* 1x500 mg/hari, per oral, selama Doksisiklin* 2x100 mg/hari, per oral, 7 hari
5 hari
Pilihan pengobatan lain
Kanamisin 1x2 g/hari, injeksi IM, selama 3 hari Eritromisin 4x500 mg/hari, per oral, 7 hari
ATAU
Tiamfenikol** 1x3,5 g/hari, per oral, selama 5
hari ATAU
Seftriakson 1x250 mg/hari, injeksi IM, selama 3
hari
PENGOBATAN BAKTERI ANAEROB
*Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, menyusui, atau anak di bawah 12 tahun
**Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil dan menyusui
***Pasien dalam pengobatan metronidazole dianjurkan untuk menghindari minum alcohol
IM = intramuskular
Tabel 6. Pengobatan pasien PRP rawat jalan
Anjuran tambahan: bila pasien merupakan akseptor alat kontrasepsi dalam rahim / intrauterine
device (AKDR/IUD) agar dilakukan pengangkatan alat kontrasepsi tersebut, segera sesudah
pengobatan dengan antimikroba dimulai. Bila AKDR sudah diangkat, perlu diberikan konseling
mengenai cara kontrasepsi selanjutnya.
40
Tindak lanjut pasien PRP rawat jalan perlu dilakukan sesudah 72 jam, dan lakukan rawat inap
bila belum menunjukkan perbaikan.
PENGOBATAN NYERI PERUT BAGIAN BAWAH PENGOBATAN NYERI PERUT BAGIAN BAWAH
KARENA GONORE DENGAN KOMPLIKASI KARENA KLAMIDIOSIS
Sefiksim 1x400 mg/hari, per oral, selama 5 Azitromisin 1 g, dosis tunggal, per oral
hari,ATAU ATAU
Levofloksasin* 1x500 mg/hari, per oral, selama 5 Doksisiklin* 2x100 mg/hari, per oral, 7 hari
hari
Pilihan pengobatan lain
Kanamisin 1x2 g/hari, injeksi IM, selama 3 hari Eritromisin 4x500 mg/hari, per oral, 7 hari
ATAU
Tiamfenikol** 1x3,5 g/hari, per oral, selama 5 hari
ATAU
Seftriakson 1x250 mg/hari, injeksi IM, selama 3 hari
PENGOBATAN BAKTERI ANAEROB
Pilihan 1.
Metronidazol *** 2x500 mg/hari, per oral, selama 14 hari ATAU
Kloramfenikol 4x500 mg/hari, per oral atau intravena
Pilihan 2.
(tanpa pengobatan untuk gonore & klamidiosis di atas)
Klindamisin 900 mg injeksi IM, setiap 8 jam, ATAU
Gentamisin 1,5 mg/kgBB, injeksi intravena, setiap 8 jam
*Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, menyusui, atau anak di bawah 12 tahun
**Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil dan menyusui
***Pasien dalam pengobatan metronidazol dianjurkan untuk menghindari minum alcohol
IM = intramuskular
41
5. Pembengkakan Skrotum
Infeksi testis merupakan komplikasi yang berbahaya dari urethritis gonokokus dan urethritis
Chlamydia. Jika mengalami infeksi, testis akan membengkak, teraba panas dan hangat. Jika
pengobatan efektif tidak diberikan secara dini, proses infeksi akan mereda namun pada
penyembuhan akan membentuk jaringan parut yang bersifat fibrous dan merusak jaringan
testikuler tersebut. Hal ini akan mengurangi kesuburan penderita.
Penderita yang mengeluh bengkak atau nyeri pada skrotum dapat ditangani dengan bagan alur
berikut:
42
Bagan alur 5: Pembengkakan Skrotum
43
Dalam melakukan anamnesis perhatikan atas hal –hal berikut:
1. Lakukan palpasi kantong skrotum dan bandingkan kedua sisinya. Adakah testis pada
kantong tersebut? Adakah rasa nyeri pada saat palpasi testis?
2. Bagaimana letak testis dalam kantong skrotum?
3. Apakah mengalami rotasi atau elevasi? Jika ada , hal ini disebut torsi- testis?
Adakah memar pada kulit skrotum sebagai pertanda adanya trauma sebelumnya?
4. Adakah duh tubuh uretra ? Jika tidak nampak, mintalah penderita untuk mengurut
penisnya dari pangkal ke arah depan (milking) untuk melihat adanya cairan.
5. Adakah tanda-tanda atau kecurigaan adanya IMS lain ?
6. Adakah pembengkakan di daerah inguinal atau apakah pembengkakan skrotum
bertambah jika penderita menaikkan tekanan intra-abdomen (misalnya mengejan)?. Hal
ini mungkin berkaitan dengan adanya hernia inguinalis yang memerlukan tindakan
bedah.
Radang saluran epididimis biasanya menimbulkan rasa nyeri pada testis yang bersifat akut,
unilateral, dan sering terasa nyeri pada palpasi epididimis dan vas deferens. Tampak pula
edema dan kemerahan pada kulit di atasnya. Pada laki-laki berumur kurang dari 35 tahun,
pembengkakan skrotum lebih sering disebabkan oleh organisme menular seksual dibandingkan
dengan laki-laki berusia lebih dari 35 tahun. Bila terjadi radang epididimis disertai duh tubuh
uretra, maka hampir dapat dipastikan bahwa penyebabnya adalah IMS, yang umumnya berupa
gonore dan atau klamidiosis. Testis yang terletak berdekatan sering juga menunjukkan radang
(orkitis), bila terjadi bersamaan disebut sebagai epididimo-orkitis.
44
Pada laki-laki yang lebih tua tanpa indikasi penularan lewat hubungan seksual, sering
ditemukan penyebab infeksi umum lainnya, misalnya Escherichia coli, Klebsiella spesies, atau
Pseudomonas aeruginosa. Orkitis tuberkulosis, umumnya disertai epididimitis, selalu
merupakan lesi sekunder dari lesi di tempat lainnya, khususnya yang berasal dari paru- paru
atau tulang. Pada brucellosis, di sebabkan oleh Brucella melitensis atau Brucella abortus,
secara klinis lebih sering berbentuk orkitis daripada epididimitis. Pada masa pra-pubertas
pembengkakan skrotum sering disebabkan oleh infeksi basil coliform, pseudomonas atau virus
penyebab parotitis. Epididimo-orkitis oleh parotitis umumnya terjadi dalam waktu satu minggu
sesudah terjadinya pembesaran kelenjar parotis.
Penting untuk diingat bahwa pembengkakan skrotum dapat disebabkan oleh keadaan bukan
oleh infeksi virus/ kuman, misalnya akibat rudapaksa, torsi/terputarnya testis atau tumor. Torsi
testis perlu dipertimbangkan bila nyeri skrotum terjadi secara mendadak, karena memerlukan
tindakan bedah darurat, sehingga perlu segera dirujuk.
Bilamana radang epididimis yang berkaitan dengan IMS tidak mendapatkan pengobatan yang
efektif, maka akan menyebabkan infertilitas (kemandulan).
Pembengkakan skrotum perlu diobati dengan obat untuk gonore dengan komplikasi bersama
dengan obat untuk klamidosis.
Sefiksim 400 mg, per oral selama 5 hari Azitromisin 1 g, dosis tunggal, per oral
ATAU ATAU
Levoflokasasin*500 mg, per oral selama 5 hari Doksisiklin*2x100 mg, per oral, 7 hari
Kanamisin 2 g, injeksi IM selama 3 hari ATAU Eritromisin 4x500 mg, per oral, 7 hari ATAU
Tiamfenikol 3,5 g, per oral, selama 3 hari ATAU
Seftriakson 250 mg, injeksi IM, dosis tunggal Tetrasiklin 4x500 mg /hari, per oral, selama
14 hari
*Tidak boleh diberikan kepada anak di bawah 12 tahun
IM = intra muskular
Tabel 8. Pengobatan pembengkakan skrotum
45
6. Bubo Inguinal
Penyakit ini adalah merupakan pembengkakan kelenjar getah bening di daerah lipat paha
yang terasa nyeri dan pada palpasi sering berfluktuasi. Bubo biasanya akibat dari chancroid
atau limfogranuloma venerum (LGV).
Jika disebabkan oleh LGV, biasanya tidak disertai ulkus. Pada keadaan lain, suatu bubo dan
ulkus akan mengesankan bahwa penderita menderita chancroid, sehingga anda harus
merujuk ke bagan alur ulkus genital dan mengobati dengan cara tersebut.
Jika penderita mengeluh adanya pembengkakan di daerah lipat paha dan terasa nyeri
(bubo), gunakanlah bagan alur berikut:
46
Bagan alur 6: Bubo Inguinal
Penderita dengan keluhan sakit dan bengkak
Ya
Aspirasi bubo yang berfluktuasi *)
Obati sebagai
Chancroid Suluh penderita (KIE) dan Konseling
Sediakan dan anjurkan pemakaian
kondom
Obati mitra seksualnya sesuai dng
penyakit penderita.
Tawarkan tes HIV dan lakukan
pemeriksaan STS bila fasilitas
tersedia.
Ya
47
Dalam melakukan anamnesis, tanyakanlah :
Kadang-kadang bubo dapat pecah dan terbentuk suatu sinus yang mengeluarkan pus atau
nanah.
Jika terdapat bubo, cari dan pastikan apakah ada ulkus genital :
Pada laki-laki, ingat untuk memeriksa bagian bawah preputium dan bagian-bagian yang
dalam keadaan normal tertutup oleh preputium. Jika penderita tidak dapat menarik
preputiumnya akibat pembengkakan, kemungkinan ada ulkus genital dan gunakanlah bagan
alur yang sesuai dengan keluhan utama tersebut.
Pada perempuan, periksalah kulit genetalia eksterna dan kemudian bukalah labianya dan
lihatlah permukaan mukosanya untuk melihat kemungkinan adanya ulkus.
48
PENGOBATAN CHANCROID PENGOBATAN LGV
Siprofloksasin* 2x500 mg/hari per oral, Doksisiklin* 2x100 mg/hari, per oral, 14 hari
selama 3 hari ATAU
ATAU
Eritromisin 4x500 mg/hari, per oral, 7 hari Eritromisin 4x500 mg, per oral, selama 14
ATAU hari
Seftriakson 250 mg, injeksi IM, dosis tunggal Tetrasiklin 4x500 mg /hari, per oral, selama
14 hari
*Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, menyusui, atau anak di bawah 12 tahun
IM = intra muscular
Tabel 5. Pengobatan bubo inguinal ditujukan pada chancroid dan limfogranuloma venereum (LGV)
Pasien dengan keluhan lipat paha nyeri dan bengkak, diperiksa sesuai bagan alur Bagan 3.
Bubo inguinalis, kemudian setelah diagnosis ditegakkan diberikan pengobatan yang sesuai.
7. Konjungtivitis Neonatorum
Oftalmia neonatorum adalah konjungtivitis purulenta yang dapat terjadi pada bayi baru lahir
berusia kurang dari 1 bulan. Sebagai penyebab yang lazim dari keadaan yang dapat
mengancam penglihatan ini adalah N. gonorrhoeae atau C. trachomatis. Pada bayi yang
berusia lebih tua, penyebabnya bukanlah IMS.
49
Pencegahan oftalmia neonatorum
Pada semua bayi baru lahir perlu menjalankan pengobatan preventif sebagai berikut:
Segera setelah bayi dilahirkan, terlebih dahulu usaplah kedua mata bayi tersebut dengan
kapas kering dan bersih;
Kemudian oleskan salep mata tetrasiklin 1% kedalam kantong konjungtiva bagian bawah
pada kedua mata;
Ingat bahwa biasanya mata bayi bengkak segera setelah lahir dan mungkin juga sulit
dibuka. Oleh sebab itu mata sebaiknya dibuka dan salep mata di oleskan pada kantong
konjungtiva bagian bawah dan bukan di kelopak mata.
Jika seorang bayi yang berusia 1 bulan matanya bengkak dan terdapat pus (nanah),
gunakanlah bagan alur sebagai berikut :
50
Bagan alur 7: Konjungtivitis Neonatorum
ya 3yahari?
Teruskan pengobatan
Tenangkan Ibu
51
Pada anamnesis terhadap Ibunya, tanyakan ibu apakah dia atau mitra seksualnya mempunyai
salah satu dari gejala IMS.
Periksalah bayi, carilah secara khusus adanya duh tubuh konjungtiva yang purulen. Mata bayi
biasanya tertutup, dan pisahkan atau tekan kelopak mata atas dan bawah, agar nanah dapat
memancar dari bawahnya bila ada.
Konjungtivitis pada neonatus (oftalmia neonatorum) dapat berakhir dengan kebutaan bila
disebabkan oleh N. gonorrhoeae.Infeksi menular seksual patogen terpenting yang
menyebabkan oftalmia neonatorum adalah N. gonorrhoeae dan C. trachomatis.Di negara-
negara berkembang, penyebab konjungtivitis neonatorum ini adalah N. gonorrhoeae yang
diperkirakan berjumlah 20- 75 % dan C.trachomatis 15 - 35 %.Penyebab lainnya adalah
Staphyllococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophillus spesies dan Pseudomonas
spesies.Bayi yang baru lahir umumnya dibawa berobat karena menunjukkan gejala kemerahan
pada mata, pembengkakan kelopak mata atau mata lengket, atau disebabkan keluarnya duh
tubuh dari mata.Manifestasi klinis dan mungkin komplikasi akibat infeksi gonokokus dan
klamidiosis umumnya memberikan gambaran yang mirip, sehingga sukar
dibedakan.Pengobatan harus mencakup kedua mikroorganisme penyebab tersebut, untuk
gonore diberikan dengan dosis tunggal dan untukklamidiosis diberikan dosis terbagi.
Manifestasi klinis dan mungkin komplikasi akibat infeksi gonokokus dan klamidiosis umumnya
memberikan gambaran yang mirip, sehingga sukar dibedakan.Pengobatan harus mencakup
kedua mikroorganisme penyebab tersebut, untuk gonore diberikan dengan dosis tunggal dan
untuk klamidiosis diberikan dosis terbagi.
52
PENGOBATAN SINDROM KONJUNGTIVITIS NEONATORUM
Pengobatan BAYI
Pengobatan IBU
53
PENGOBATAN SERVISITIS GONORE PENGOBATAN SERVISITIS NON-GONORE
Sefiksim 400 mg, dosis tunggal, per oral Azitromisin 1 g, dosis tunggal, per oral
ATAU ATAU
Levofloksasin* 500 mg, dosis tunggal, per oral Doksisiklin* 2x100 mg/hari, per oral, 7 hari
Pilihan pengobatan lain
Kanamisin 2 g, injeksi IM, dosis tunggal ATAU Eritromisin 4x500 mg/hari, per oral, 7 hari
Tiamfenikol 3,5 g, per oral, dosis tunggal ATAU
Seftriakson 250 mg, injeksi IM, dosis tunggal
*Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil dan menyusui
IM = intramuskular
Table 9. Pengobatan ibu dengan bayi yang menderita konjungtivitis neonatorum
Tumbuhan (vegetasi) genital pada umumnya berupa kutil kelamin yaitu suatu tonjolan mukosa
dengan permukaan yang runcing dan berwarna seperti warna kulit.
Human papilloma virus (HPV) biasanya menular secara seksual. Kutil pada genitalia biasanya
tidak nyeri, dan tidak menimbulkan komplikasi yang serius, kecuali bila menyebabkan obstruksi.
Pengangkatan lesi bukan berarti penyembuhan infeksi, dan tidak ada cara pengobatan yang
memuaskan. Pada umumnya podofilin (atau podofilotoksin) atau trichloracetic acid (TCA)
digunakan untuk pengobatan kutil pada genitalia eksterna dan daerah perianal. Krioterapi
dengan nitrogen cair, carbondioxida padat, atau cryoprobe merupakan pilihan banyak dokter
bila sarana tersebut tersedia. Krioterapi adalah cara yang tidak toksik, tidak memerlukan
tindakan anastesi dan
bilamana dilakukan secara benar, tidak akan menimbulkan jaringan parut.
Pasangan seks pasien juga perlu diperiksa terhadap kemungkinan menderita kutil kelamin.
Pasien dengan kutil anogenitalis perlu disadarkan bahwa dirinya dapat menularkan penyakitnya
kepada pasangan seksnya. Penggunaan kondom dianjurkan untuk membantu mengurangi
penularan selanjutnya.
54
Salah satu cara pencegahan infeksi HPV yang telah tersedia saat ini berupa vaksinasi dengan
vaksin HPV kuadrivalen (untuk mencegah infeksi HPV tipe 6,11 penyebab kutil kelamin, serta
tipe 16 dan 18 penyebab keganasan daerah anus dan genitalia). Vaksin ini besar manfaatnya
jika diberikan kepada seseorang yang belum pernah berhubungan seks. Dapat diberikan pada
perempuan dan laki-laki mulai umur 9 tahun sampai dengan 26 tahun. Vaksin diberikan dalam 3
dosis; dosis kedua diberikan dengan interval waktu 2 bulan setelah penyuntikan pertama, dosis
ketiga diberikan 6 bulan setelah penyuntikan pertama. Berhubung harganya masih dianggap
mahal, vaksinasi HPV belum menjadi program nasional, namun sudah tersedia di sarana
kesehatan swasta.
55
Bagan alur 8: Tumbuhan (Vegetasi) Genital
Ya
tidak
Ada perbaikan? Rujuk
ya
Human papillomavirus (HPV) biasanya menular secara seksual. Kutil pada genitalia biasanya
tidak nyeri, dan tidak menimbulkan komplikasi yang serius, kecuali bila menyebabkan obstruksi.
Pengangkatan lesi bukan berarti penyembuhan infeksi, dan tidak ada cara pengobatan yang
memuaskan.
56
Pada umumnya podofilin (atau podofilotoksin) atau trichloracetic acid (TCA) digunakan untuk
pengobatan kutil pada genitalia eksterna dan daerah perianal. Krioterapi dengan nitrogen cair,
carbondioxida padat, atau cryoprobe merupakan pilihan banyak dokter bila sarana tersebut
tersedia. Krioterapi adalah cara yang tidak toksik, tidak memerlukan tindakan anastesi dan
bilamana dilakukan secara benar, tidak akan menimbulkan jaringan parut.
Tinktura podofilin 10-25%, lindungi bagian yang Dapat dipilih salah satu cara di bawah ini:
sehat dengan vaseline album, kemudian dicuci
1. Krioterapi dengan nitrogen cair
setelah 4 jam, ATAU 2. Krioterapi dengan CO2 padat
Larutan trichloroacetic acid (TCA) 80-90%3. Bedah listrik/elektrokauterisasi
ATAU 4. Pembedahan (bedah skalpel)
Podofilotoksin 0,5%
Tabel 10. Beberapa cara pengobatan kutil kelamin
Pasangan seks pasien juga perlu diperiksa terhadap kemungkinan menderita kutil kelamin.
Pasien dengan kutil anogenitalis perlu disadarkan bahwa dirinya dapat menularkan penyakitnya
kepada pasangan seksnya. Penggunaan kondom dianjurkan untuk membantu mengurangi
penularan selanjutnya.
Salah satu cara pencegahan infeksi HPV yang telah tersedia saat ini berupa vaksinasi dengan
vaksin HPV kuadrivalen (untuk mencegah infeksi HPV tipe 6,11 penyebab kutil kelamin, serta
tipe 16 dan 18 penyebab keganasan daerah anus dan genitalia).Vaksin ini besar manfaatnya
jika diberikan kepada seseorang yang belum pernah berhubungan seks.Dapat diberikan pada
perempuan dan laki-laki mulai umur 9 tahun sampai dengan 26 tahun. Vaksin diberikan dalam 3
dosis; dosis kedua diberikan dengan interval waktu 2 bulan setelah penyuntikan pertama, dosis
ketiga diberikan 6 bulan setelah penyuntikan pertama. Berhubung harganya masih dianggap
mahal, vaksinasi HPV belum menjadi program nasional, namun sudah tersedia di sarana
kesehatan swasta.
57
9. Duh Tubuh Anal
Proktitis, inflamasi daerah rektum, dapat disebabkan oleh infeksi dan bukan infeksi. Patogen
penyebab proktitis umumnya ditularkan melalui hubungan seks melalui anus tanpa pelindung
kepada pasangan seks yang bersifat reseptif. Di antara berbagai mikroorganisme penyebab
IMS, Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Treponema pallidum dan herpes simplex
virus (HSV) sering menimbulkan proktitis.
Keluhan yang ditimbulkan oleh proktitis akibat IMS dapat menyerupai keadaan lain sehingga
menyulitkan diagnosis. Pasien paling sering mengeluh mengenai rasa ingin buang air besar
yang timbul terus menerus atau berulang kali. Keluhan lain meliputi nyeri daerah anorektum
atau rasa tidak nyaman, duh tubuh anus purulen, mukoid, atau disertai darah, tenesmus,
perdarahan dari anus, dan konstipasi. Kadang-kadang dapat disertai demam.
Tiap patogen akan menginfeksi tempat yang berbeda. Sifilis dan HSV akan menginfeksi epitel
gepeng berlapis dan sering dijumpai di daerah perianus atau pinggir anus. Infeksi yang terjadi di
antara pinggir anus dan daerah anorektum (linea dentata) akan menimbulkan nyeri hebat
karena banyaknya ujung syaraf sensoris di daerah tersebut. Chlamydia dan gonokokus
menginfeksi epitel torak, yang terdapat di daerah rektum. Daerah rektum memiliki sedikit ujung
syaraf sensoris, sehingga infeksi di daerah itu seringkali tidak disertai nyeri.
Pasien dengan keluhan daerah anorektum harus diperiksa fisis, termasuk pemeriksaan daerah
abdomen, daerah anogenitalis serta kemungkinan terdapat limfadenopati inguinal. Anoskopi
atau proktoskopi sebagai alat penunjang untuk melihat mukosa anorektum dan memeriksa
kemungkinan terdapat ulkus, inflamasi, duh tubuh atau perdarahan. Pengambilan bahan
apusan rektum untuk pemeriksaan gonokus atau klamidia dapat dilakukan dengan/tanpa
anoskopi. Bila ada fasilitas, dapat dilakukan pemeriksaan sediaan apus dengan pewarnaan
Gram dan dilihat di bawah mikroskop, untuk diagnosis segera gonore, namun sensitivitasnya
rendah. Tes serologi sifilis dapat dilakukan untuk mendiagnosis sifilis bila ditemukan ulkus.
Pasien dengan proktitis akut disertai riwayat hubungan seksual melalui anus, dapat diobati
secara empiris sebagai gonore dan klamidiosis. Proktitis oleh HSV masih efektif dengan
asiklovir, valasiklovir, dan bila sering rekurens dapat diberi dosis supresi. Pengobatan untuk
sifilis sama dengan untuk sifilis di tempat lain. Pasangan seks pasien dianjurkan untuk
diperiksa.
58
Bagan 9. Proktitis Akibat Infeksi menular Seksual Berdasarkan Sindrom
Ya
Ya
tidak
T ampak Ulkus di Rujuk
Tampak Duh Tubuh Anus Anus atau Rektum?
atau Rektum?
Ya
Ya
Obati sekaligus sebagai Proktitis Obati sebagai Proktitis
Gonokokus dan Klamidiosis HSV dan Sifilis
tidak
Hari ke 7 Ada Rujuk
perbaikan?
ya
Pengobatan selesai
59
Pengobatan Proktitis Akibat IMS
Proktitis, inflamasi daerah rektum, dapat disebabkan oleh infeksi dan bukan infeksi. Patogen
penyebab proktitis umumnya ditularkan melalui hubungan seks melalui anus tanpa pelindung
kepada pasangan seks yang bersifat reseptif. Di antara berbagai mikroorganisme penyebab
IMS, Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Treponema pallidum dan Herpes simplex
virus (HSV) sering menimbulkan proktitis.
Keluhan yang ditimbulkan oleh proktitis akibat IMS dapat menyerupai keadaan lain sehingga
menyulitkan diagnosis. Pasien paling sering mengeluh mengenai rasa ingin buang air besar
yang timbul terus menerus atau berulang kali. Keluhan lain meliputi nyeri daerah anorektum
atau rasa tidak nyaman, duh tubuh anus purulen, mukoid, atau disertai darah, tenesmus,
perdarahan dari anus, dan konstipasi.
Kadang-kadang dapat disertai demam.
Pasien dengan proktitis akut disertai riwayat hubungan seksual melalui anus, dapat diobati
secara empiris sebagai gonore dan klamidiosis. Proktitis oleh HSV masih efektif dengan
asiklovir, valasiklovir, dan bila sering rekurens dapat diberi dosis supresi. Pengobatan untuk
sifilis sama dengan untuk sifilis di tempat lain. Pasangan seks pasien dianjurkan untuk
diperiksa dan diobati juga.
60
Catatan tentang Sifilis:
b. Populasi Khusus: Ibu hamil dan anak terduga mengalami kekerasan seksual
c. Indikasi Rujukan
61
DAFTAR PUSTAKA
62
63