Gaya Teater :
1. Gaya klasik : cenderung dilebih-lebihkan, bahasanya dilebih-lebihkan
2. Gaya repesentasional (realisme) : bahasanya tidak dibuat-buat, contohnya naskah
ayahku pulang, masjid
3. Gaya Posrealisme, dibagi menjadi :
- Ekepresionisme : dilihat dari ekspresi
- Teatrikalisme : Pertunjukan teater yang dibuat untuk menarik penonton secara
langsung, misalnya baca puisi teatrikal
- Surealisme : yang dieskpresikan melalui symbol-simbol mimpi (dunia bawah sadar)
- Simbolisme : menggunakan symbol untuk mengungkapkan makna lakon
- Teater epik
- absurdtisme
Penokohan :
1. Antagonis : Tokoh peran lawan/ musuh
2. Protagonis : Tokoh utama
3. Deotragonis : Tokoh lain yang berpihak protagonis
4. Tritagonis : Tokoh penengah yang bertugas jadi pendamai antagonis dan protagonist
5. Foil : Tokoh yang secara tidak langsung terlibat dalam konflik
6. Utility : Peran pembantu sebagai pengungkap untuk mendukung sebagai cerita
Salah satu ciri esensial dari teater tradisional ialah proses kreatifnya didukung oleh system kebersamaan, tidak
ada penonjolan “Individu” sebagai pencipta “karya”, yang lahir dan muncul ialah bahwa karya tersebut
dilakukan bersama, semua dikerjakan bersama. Teater tradisonal Indonesia pada umumnya adalah tidak
menggunakan naskah cerita yang lengkap seperti naskah dalam teater modern, naskah yang ada hanya garis
besar cerita. Cerita yang akan dimainkan hanya di tuturkan dan di-cerita kan oleh pimpinan rombongan
secara garis besarnya saja, dan pemain mengembangkannya secara improvisasi. Hal ini tentunya mempunyai
kelebihan dan kekurangnya. Ke-lebihannya adalah memberikan keleluasaan bagi pemain untuk mengembangkan
permainan sebebasnya sesuai dengan ke-mampuan improvisasinya, dan menuntut pemain untuk hapal cerita
di luar kepala. Tetapi kelemahannya cerita tidak ter-kontrol baik waktu maupun batasan dialog tiap peran.
Tanpa ada nya naskah, karya seni yang merupakan ekspresi dan ide seniman tidak dapat terdokumentasikan.
1. Kritik Populer (popular criticism), adalah kritik yang ditujukan untuk kalangan umum
dengan menggunakan gaya bahasa dan istilah yang sederhana dan dipahami oleh orang
awam.
2. Kritik Jurnalistik (journalistic criticism), tipe kritik ini ditulis untuk para pembaca surat
kabar dan majalah. Tujuannya memberikan informasi tentang berbagai peristiwa dalam
dunia kesenian.
3. Kritik Keilmuan (scholarly criticism), Kritik ilmiah atau kritik akademi biasanya
melakukan pengkajian nilai seni secara luas, mendalam, dan sistematis, baik dalam
menganalisis maupun dalam melakukan kaji banding kesejarahan critical judgment.
4. Kritik Pendidikan (pedagogical criticism), Kritik seni pedagogic diterapkan dalam
kegiatan proses belajar mengajar di lembaga pendidikan kesenian. Jenis kritik ini
dikembangkan oleh para dosen dan guru kesenian, tujuannya terutama mengembangkan
bakat dan potensi artistic-estetik peserta didik, agar memiliki kemampuan mengenali bakat
dan potensinya.
Tugas stage manager : bertanggung jawab penuh pada panggung (masuk tim artistic)
Tim artistik :
1. Sutradara
2. Pemeran
3. Pimpinan artistik : stage manager
73. Fungsi sosial teater :
1. sebagai media ekspresi : pengungkapan ide-ide pementasan
2. sebagai propaganda : mempengaruhi
3. Sebagai sarana pendidikan
79. Konsep estetika seni teater, dilihat dari pendekatan/ model/ metode pembelajaran
98. Penokohan :
1. Antagonis : Tokoh peran lawan/ musuh
2. Protagonis : Tokoh utama
3. Deotragonis : Tokoh lain yang berpihak protagonis
4. Tritagonis : Tokoh penengah yang bertugas jadi pendamai antagonis dan protagonist
5. Foil : Tokoh yang secara tidak langsung terlibat dalam konflik
6. Utility : Peran pembantu sebagai pengungkap untuk mendukung sebagai cerita