Anda di halaman 1dari 6

MITIGASI BENCANA BERBASIS KEARIFAN LOKAL: ”Festival Brantas” sebagai Upaya

Pelestarian Mata Air di Kota Batu

Oleh: Chusnul Chotimah

Mitigasi bencana memiliki definisi serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat umum
ataupun instansi tertentu dalam upaya mengurangi resiko yang ditimbulkan akibat bencana alam.
Mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi jumlah korban bencana, baik manusia maupun
harta benda pada saat bencana alam.Mitigasi bencana memiliki tujuan sebagai upaya mengurangi
dampak yang ditimbulkan, khususnya bagi penduduk di lokasi terjadinya bencana. Selain itu,
sebagai landasan (pedoman) ketika akan melakukan pembangunan di daerah tertentu, dan
sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi serta
mengurangi dampak/resiko yang ditimbulkan dari terjadinya bencana, sehingga masyarakat
dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan aman. Instansi yang diberi kewenangan untuk
melakukan tindakan mitigasi bencana adalah BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana)
ditingkat nasional, nantinya menaungi BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah)
ditingkat provinsi yang tersebar di seluruh kabupaten/kota bahkan juga ditingkat kelurahan.
Adapun beberapa kegiatan mitigasi bencana diantaranya: pengenalan dan pemantauan bencana;
perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; pengembangan budaya sadar bencana;
penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana; identifikasi dan
pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bahaya; pemantauan terhadap pengelolaan
sumber daya alam; pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi; dan pengawasan tata
ruang dan pengelolaan lingkungan hidup. Jika didasarkan pada siklus waktunya, kegiatan
penanganan bencana terbagi menjadi empat kategori, meliputi: kegiatan sebelum bencana terjadi
(mitigasi), kegiatan saat bencana terjadi (perlindungan dan evakuasi), kegiatan tepat setelah
bencana terjadi (pencarian dan penyelamatan, baik korban maupun harta benda), dan kegiatan
pasca bencana (pemulihan/penyembuhan terhadap kondisi fisik dan psikologis korban bencana,
dan perbaikan/rehabilitasi fasilitas umum dan tempat tinggal akibat kerusakan dari bencana yang
terjadi). Berikut adalah contoh mitigasi bencana banjir:
Sebelum banjir: a). penataan daerah aliran sungai, b). pembangunan sistem pemantauan dan
peringatan banjir, c). tidak membangun bangunan di bantaran sungai, d). membuang sampah
pada tempatnya, e). pengerukan sungai, dan
f). penghijauan di hulu sungai.
Saat banjir: a). matikan listrik, b). mengungsi ke daerah yang aman, c). jangan berjalan dekat
saluran air, dan d). hubungi instansi yang berhubungan dengan penanggulangan bencana.
Setelah banjir: a). bersihkan rumah, b). siapkan air bersih untuk menghindari diare, c). waspada
terhadap binatang berbusa atau penyebar penyakit yang mungkin ada, dan d). selalu waspada
terhadap banjir susulan.

Adanya tindakan mitigasi bencana, masyarakat diharapkan dapat menjalin kerja sama yang baik
bersama pemerintah setempat maupun instansi yang berkaitan dengan pelaksanaan mitigasi
bencana. Agar nantinya ketika bencana alam terjadi, dampak yang terjadi dapat diminimalisir.
Sehingga, kerugian yang ditimbulkan tidak terlalu besar.

Kearifan Lokal
Kearifan lokal (local wisdom) merupakan pemikiran yang muncul dan berkembang secara terus-
menerus dalam suatu masyarakat yang berwujud adat istiadat, tata aturan/norma, budaya, bahasa,
kepercayaan, dan kebiasaan sehari-hari. Kearifan lokal dapat diturunkan dengan salah satu cara,
yakni dari mulut ke mulut. Sehingga, dapat dilestarikan lintas generasi. Kearifan lokal yang ada
pada tiap daerah berbeda-beda, sehingga inilah yang membuat keunikan tersendiri. Kearifan
lokal mempunyai ciri dapat bertahan terhadap adanya budaya dari luar, memiliki kemampuan
untuk mengakomodasi unsur-unsur yang ada pada budaya luar, mempunyai kemampuan
mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli, mempunyai kemampuan
mengendalikan, dan mampu memberi arah pada perkembangan budaya (biosend.id, 2015).

Mitigasi Bencana Berbasis Kearifan Lokal


Jika disimpulkan dari definisi mitigasi bencana dan kearifan lokal, maka mitigasi bencana
berbasis kearifan lokal dapat dimaknai sebagai upaya dalam mengurangi dampak dari terjadinya
bencana, dan sebagai upaya menumbuhkan kesadaran bencana bagi masyarakat dengan
menggunakan sarana budaya (kearifan lokal) yang dapat dilakukan secara terus-menerus.
Sehingga, dalam penyampaiannya dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain itu,
pelaksanaan dari mitigasi bencana yang berbasis kearifan lokal ini akan memiliki keunikan
tersendiri, tergantung di daerah mana kearifan lokal tersebut berada.

Kondisi Geografis Kota Batu


Kondisi geografis Indonesia rawan akan terjadinya bencana, karena adanya pertemuan antara
lempeng-lempeng tektonik, dan berada pada jalur gempa. Lempeng-lempeng tersebut yakni
Lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia, dan Samudera Pasifik. Posisi
berikutnya, pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik.Dimana sisinya
berupa pegunungan vulkanik yang sudah tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh
rawa-rawa, sehingga memiliki potensi bahkan tergolong wilayah rawan bencana, seperti gunung
meletus, tsunami, banjir, gempa bumi, dan tanah longsor.
Kota Batu sendiri terletak diantara 1220 17’ sampai dengan 1220 57’ Bujur Timur dan 70 44’
sampai dengan 80 26’ Lintang Selatan. Pada ketinggian rata-rata 871 m di atas permukaan laut.
Wilayah utara yang berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan, wilayah
selatan berbatasan dengan Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar, wilayah barat dan timur
berbatasan dengan Kabupaten Malang. Dikelilingi oleh beberapa gunung, antara lain: Gunung
Anjasmoro (2277 m), Gunung Arjuno (3339), Gunung Banyak, Gunung Kawi (2651 m), Gunung
Panderman (2040 m), dan Gunung Welirang (2156 m).Layaknya daerah pegunungan lainnya,
Kota Batu memiliki tanah yang subur, dan udara yang sejuk. Selain itu, juga memiliki panorama
yang cukup indah.
Kondisi wilayah tersebut membuat Kota Batu memiliki 111 mata air yang tersebar di tiga
kecamatan, yakni sebanyak 57 titik di Kecamatan Bumiaji, 32 titik di Kecamatan Batu, dan
sebanyak 22 titik di Kecamatan Junrejo. Kondisi geografis Kota Batu pada saat ini, bukan berarti
tak lantas memiliki kemungkinan terjadi bencana yang sangat kecil. Bencana yang mungkin
terjadi di Kota Batu adalah banjir dan tanah longsor, namun juga terdapat kemungkinan terkena
dampak dari letusan gunung berapi yang berada tak jauh dari Kota Batu. Seperti, pada saat
letusan Gunung Kelud tahun 2014. Sebagian besar wilayah di Kota Batu tertutupi oleh abu
vulkanik. Hal ini membuktikan bahwa daerah yang tampaknya memiliki wilayah yang penuh
dengan kesuburan akan minim akan terjadinya bencana alam.

Festival Brantas sebagai Upaya Melestarikan Mata Air


Di Kota Batu terdapat festival yang cukup unik yang memiliki nama “Festival Brantas.” Hal ini
dikarenakan salah satutempat festival ini diadakan di daerah sungai brantas yang tersebar di
beberapa tempat di Kota Batu. “Festival Brantas” merupakan festival yang diselenggarakan oleh
Dinas Pariwisata Kota Batu dengan kegiatan yang ditujukan untuk menarik wisatawan ke Kota
Batu yang menampilkan beragam kebudayaan lokal masing-masing daerah. Selain itu juga,
menampilkan hal-hal yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan, contohnya menampilkan
kreasi produk sebagai salah satu tempat meningkatkan Usaha Kecil Mikro dan Menengah
(UMKM) dan promosi produk unggulan yang berwawasan lingkungan.
Dilihat secara sekilas mungkin tak ada bedanya dengan festival-festival lainnya, hanya saja yang
berbeda yaitu upaya untuk mengajak pengunjung festival lebih mencintai lingkungan. Kurang
lebih pada tahun 2017, “Festival Brantas” mengadakan konser di aliran sungai brantas Coban
Talun. Jika kita dapat menginterpretasikan, secara tidak langsung festival ini mengajak kita
untuk menjaga kelestarian mata air.Tidak hanya mengadakan festival, tetapi juga mengadakan
kegiatan bersih-bersih kali brantas.
Adanya festival ini mengingatkan kita, bahwasanya kita bertempat tinggal di daerah yang kaya
akan air. Sangat disayangkan apabila kita tidak dapat menjaganya dengan baik, maka di masa
depan kekayaan yang ada saat ini hanyalah akan menjadi dongen belaka. Generasi di masa yang
akan datang, tidak akan dapat merasakan sejuknya udara, dan tidak dapat merasakan betapa
segarnya air yang dapat kita minum saat ini.Dilansir dari situs WALHI Jatim (dalam tirto.id),
dari jumlah 111 sumber mata air di Kota Batu mengalami kemerosotan, dan penurunan kualitas.
Pemetaan terbaru antara tahun 2012 dan 2014, jumlah titik mata air yang tersisa di Kecamatan
Bumiajisebanyak 28 titik, di Kecamatan Batu tersisa sebanyak 15 titik, dan di Kecamatan
Junrejo hanya tersisa 15 titik.
Terlepas dari salah satu upaya pelestarian mata air, tanpa kita sadari apabila tidak bisa menjaga
kelestarian mata air dan pepohonan yang hijau. Sesungguhnya, malah akan mendatangkan
bencana yang sering terjadi. Memungkinkan jika dampak yang ditimbulkan akan lebih besar.
Bencana yang dimaksud adalah banjir dan longsor. Mengingat kondisi beberapa wilayah di Kota
Batu memiliki posisi kemiringan yang memungkinkan arus air banjir dapat berjalan dengan
cepat, apabila tanpa adanya penghalang. Banjir tersebut juga tidak menutup kemungkinan juga
mengakibatkan longsor. Seperti yang terjadi pada tahun 2004, banjir bandang terjadi di Kota
Batu akibat adanya penebangan pohon di daerah Sumber Brantas. Sehingga, air yang datang
akibat hujan deras tidak dapat dibendung lagi.
Jika kita mau berkaca dari peristiwa tersebut, adanya “Festival Brantas” akan menyadarkan kita
betapa pentingnya untuk menjaga mata air dengan membersihkan sungai, dan reboisasi. Dimana
jika kita tidak dapat menjaganya dengan baik, akan timbul bencana yang diakibatkan oleh
kecerobohan kita sendiri. Sadar bahwa wilayah yang kita tinggali saat ini dapat terjadi bencana
sewaktu-waktu, bisa membuat kita lebih waspada dan lebih tanggap ketika terjadi bencana alam.
Adanya dukungan lebih dari pemerintah untuk “Festival Brantas” sangat diperlukan, agar
kegiatan tersebut menarik minat masyarakat. Selain itu, dalam festival ini sebaiknya BPBD juga
mengisi sosialisasi materi berkaitan dengan mitigasi bencana. Sehingga, selain sebagai
pengunjung festival, masyarakat juga memperoleh ilmu baru berkaitan dengan daerah mana saja
yang rawan bencana, dan apa saja yang dapat dilakukan sebelum, pada saat dan setelah
terjadinya bencana. Dimana jarang sekali dilaksanakan sosialisasi seperti itu, meskipun ada,
tidak banyak masyarakat yang dapat berpartisipasi secara langsung, melainkan hanya perwakilan
saja.
Sosialisasi yang diadakan dapat menumbuhkan masyarakat yang sadar bencana sehingga tidak
akan bertindak sewenang-wenang dalam melakukan pemanfaatan sumber daya alam. Kegiatan
eksploitasi secara besar-besaran tidak akan terjadi, dan keseimbangan ekosistem akan berjalan
dengan baik. Masyarakat juga tidak akan tergesa-gesa ketika terjadi bencana, mereka akan tahu
apa saja yang harus dilakukan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan. Dengan begitu, bencana
yang terjadi tidak akan menimbulkan kerugian yang sangat besar.

DAFTAR RUJUKAN

bpbd.karanganyarkab.go.id/?=603.

http://bappeda.jatimprov.go.id/bappeda/wp-content/uploads/potensi-kab-kota-2013/kota-batu-
2013.pdf.

http://eprints.umm.ac.id/35955/3/jiptummpp-gdl-irawansatr-48429-3-babiip-f.pdf.

http://m.malangtimes.com/baca/26813/20180419/193442/festival-brantas-sambut-wisatawan-
kota-batu/

http://website.batukota.go.id/statis-14-geografis-kota-batu.

http://www.biosend.id/2015/11/pengertian-kearifan-budaya-lokal.html?m=1.

https://tirto.id/warga-sumber-mata-air-kota-batu-melawan-pembangunan-hotel-crSi.

https://www.bnpb.go.id/home/potensi.html
Peran Ilmuwan dalam menghadapi bencana tanah
longsor di Indonesia
Indonesia adalah negara yang berpulau-pulau dan kaya akan daratan yang luas denan jenis tanah yang berbeda-beda.
Dengan tanahnya yang bebeda-beda, Indonesia juga terkenal dengan tanahnya yang subur. Tanah yang subur di
dorong karena lokasi Indonesia di garis Khatulistiwa dan iklimnya yang tropis. Banyak tanaman yang dapat ditanam
di perkebunan di Indonesia. Contohnya adalah rempah-rempah, tanaman buah-buahan, tanaman obat, dan masih
banyak lagi.  Tapi cukup disayangkan bahwa Indonesia adalah negara yang berpotensi terjadinya tanah longsor. Hal
ini dikarenakan salah satu penyebabnya adalah adanya pengikisan tanah yang terjadi terus menerus sehingga yang
menyebabkan terjadinya tanah longsor.
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau
campuran material–material, yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Daerah yang rawan terjadi tanah longsor
adalah daerah lereng yang memiliki kemiringan cukup tajam dan daerah yang tanahnya sudah gundul. Indonesia
adalah salah satu negara yang memliki banyak wilayah rawan tanah longsor. Hal ini disebabkan karena Indonesia
memiliki banyak wilayah pegunungan dan tanah yang berbukit–bukit.
Gejala umum tanah longsor ditandai dengan munculnya retakan-retakan dilereng yang sejajar dengan arah tebing,
biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air baru secara tiba-tiba, dan tebing rapuh serta kerikil mulai
berjatuhan. Faktor penyebab lainnya adalah :
1. Air
Hujan lebat pada awal musim, dapat mengakibatkan longsor karena tanah yang menyerap air akan masuk dan
terakumulasi dibagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral.
2. Lereng Terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan
longsor adalah 180 derajat apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.
3. Penggundulan Hutan
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul shingga tidak ada pengikat air di tanah.
4. Pengikisan/Erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai kearah tebing. Pengikisan yang terjadi terus menerus itulah yang
menyebabkan terjadinya tanah longsor.
5. Adanya Beban Tambahan
Dengan adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan dapat memperbesar gaya
pendorong terjadinya longsor. Terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering
terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya kearah lembah.
6. Getaran
Getaran yang tejadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalu lintas
kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.
7. Jenis Tata Lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air dilereng yang
terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek
dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah
karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi didaerah longsoran
lama yang awalnya juga pernah terjadi longsor.
Selain itu, banyak juga yang dapat ditimbulkan akibat terjadinya tanah longsor baik dampak terhadap kehidupan
manusia, hewan, dan tumbuhan maupun dampaknya terhadap keseimbangan lingkungan.
1. Dampak terhadap kehidupan
Terjadinya bencana tanah longsor memiliki dampak yang sangat besar terhadap kehidupan, khususnya manusia. Jika
tanah longsor itu terjadi pada wilayah yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, maka korban jiwa yang
ditimbulkan akan sangat besar, terutama bencana tanah longsor yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diawali adanya
tanda-tanda akan terjadinya tanah longsor.
Adapun dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya tanah longsor terhadap kehidupan adalah sebagai berikut:
a. Bencana longsor banyak menelan korban jiwa
b. Terjadi kerusakan infrastruktur publik seperti jalan, jembatan dan sebagainya
c. Kerusakan bangunan–bangunan seperti gedung perkantoran dan rumah-rumah penduduk serta sarana peribadatan
d. Menghambat proses aktivitas manusia dan merugikan baik masyarakat yang terdapat disekitar bencana maupun
pemerintah
2. Dampak terhadap lingkungan
Adapun dampak yang ditimbulkan terhdap lingkungan akibat terjadinya tanah longsor adalah sebagai berikut:
a. Terjadinya kerusakan lahan
b. Hilangnya vegetasi penutup lahan
c. Terganggunya keseimbangan ekosistem
d. Lahan menjadi kritis sehingga cadangan air bawah tanah menipis
e. Terjadinya tanah longsor dapat menutup lahan yang lain seperti sawah, kebun dan lahan produktif lainnya.
Bencana tanah longsor yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia adalah bencana tanah longsor di kabupaten
Sumedang, Jawa Barat. Kejadian ini terjadi pada hari Rabu, 21 September 2016 pada pukul 22.00 WIB. Menurut
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho,
bencana tanah longsor ini terjadi di 5 dusun yang berbeda beda di daerah Kabupaten Sumedang, yaitu dusun
Ciherang, Ciguling, Singkup, Cimareme, dan bahkan dusun babakan Gunasari.  Empat korban meninggal dunia
akibat tanah longsor di Kabupaten Sumedang berhasil di evakuasi. Ketiga korban yaitu Desi Melani (45 tahun),
Iklima (16 tahun), dan Kentaro (11 tahun) adalah korban tanah longsor di Dusun Cimareme, RT 05 RW 11
Kelurahan Pasanggrahan Baru, Kecamatan Sumedang Selatan. Sedangkan Etoy (56 tahun) adalah korban longsor di
Dusun Citengah RT 3 RW 2 Desa  Citengah, Kecamatan Sumedang Selatan.

Sedih ketika kita mendengar kejadian tanah longsor di Kabupaten Sumedang. Oleh karena itu, dibutuhkanlah ahli
geografi yang mengerti mengenai struktur-struktur tanah di Indonesia. Menurut para ahli geografi, upaya untuk
mencegah terjadinya tanah longsor, yaitu:
1. Jangan membuat kolam atau sawah di atas lereng
2. Tidak mendirikan rumah dibawah tebing
3. Tidak menebang pohon di sekitaran lereng
4. Tidak memotong tebing secara tegak lurus
5. Tidak mendirikan bangunan di sekitaran sungai
6. Membuat terasering
7. Mencek apakah terdapat reakan pada tanah

Sumber
·      http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197901012005011NANDI/geologi%20lingkungan/
BUKU_LONGSOR.pdf__Pengayaan_Geologi_Lingkungan.pdf . pada tanggal 28 September 2016 pukul 15.50
·       http://news.okezone.com/read/2016/09/21/525/1494478/longsor-di-sumedang-dua-orang-tewas. pada tanggal 28
September 2016 pukul 15.32

Anda mungkin juga menyukai